Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat, n-Heksana Senduduk (Melastoma malabathricum Linn)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum Linn)
Senduduk merupakan salah satu dari 22 spesies yang ditemukan di
kawasan Asia Tenggara. Senduduk dianggap sebagai tumbuhan asli Asia
tropis, subtropis dan Kepulauan Pasifik. Tumbuhan senduduk ini umumnya
ditemukan di semak-semak, persawahan dan lereng gunung. Tumbuhan ini
diyakini sebagai obat herbal oleh rakyat Cina, India dan Indonesia. Temuan
ilmiah mengungkapkan pemanfaatan senduduk sebagai obat seperti obat luka,
diare, wasir, disentri, sakit perut. Adapun bagian yang digunakan adalah daun,
tunas, kulit, biji dan akar dari tumbuhan senduduk. Penemuan lain juga
mengungkap senduduk dapat digunakan secara farmakologi, seperti
antiseptik, antiinflamasi, antitoksik dan antioksidan (Joffry et al, 2012).
Tumbuhan senduduk merupakan suku melastomataceae yang umumnya
berupa semak, perdu atau pohon. Daun berhadapan atau berkarang, tunggal,
biasanya dengan 3-9 tulang yang melengkung, jarang bertulang menyirip
tanpa daun penumpu. M. malabathricum L merupakan tanaman perdu, tinggi
0,5 - 4m, cabang yang muda bersisik. Daun bertangkai, berhadapan,
memanjang atau bulat telur memanjang dengan ujung runcing, bertulang daun
3-20 kali 1-8 cm. Kedua belah sisinya berbulu. Bunga mengelompok pada
ujung cabang, berwarna ungu muda, berbunga sepanjang tahun. Buah buni,
kulit buah warna coklat muda, bulat seperti vas bunga. Daging buah warna
ungu, rasanya manis, pada kulit buah terdapat banyak biji, buah yang matang
kulitnya pecah. Senduduk berkembang biak dengan biji (Tjitrosoepomo,
2007).
Senduduk tumbuh liar di lahan terbuka atau terlindung, pada tanah kering
atau lembab. Tumbuh di daratan rendah sampai ketinggian 2000 m dpl.
Tumbuhan ini merupakan gulma pada tanaman keras, seperti karet, kelapa,
kelapa sawit dan jati (Djauhariyah dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
7
Ciri-ciri dari tumbuhan senduduk yang paling umum dan membedakannya
dengan tanaman perdu lainnya adalah bentuk daun yang bulat telur dengan
ujung lancip, permukaan yang kasar. Buah berbentuk unik, kecil, bergerombol
berwarna ungu seperti anggur. Adapun bentuk dari tumbuhan senduduk yaitu
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Bentuk tumbuhan senduduk
Nama lain dari senduduk (M. malabathricum L.) adalah Melastoma affine
G.Don., Melastoma polyanthum BI. Di Indonesia senduduk dikenal dengan
nama haredong (Sunda), senggani (Jawa), kemanden (Madura) dan senduduk
(Sumatera) (Steenis, 2005).
Adapun sistematika tumbuhan senduduk adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Melastomales
Family
Genus
Spesies
: Spermatophyta
: Melastomataceae
: Melastoma
: Melastoma malabathricum Linn
2.2 Manfaat dan Kandungan Senyawa Kimia Daun Senduduk
Beberapa masyarakat memanfaatkan daun senduduk secara tradisional
antara lain dengan cara daun dikunyah, ditumbuk, dan dioleskan pada luka
atau bisa juga dengan cara mencincang halus dan diperas kemudian
ditempelkan pada luka dengan tujuan untuk menghentikan pendarahan. Selain
itu daun senduduk juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyebaran
Universitas Sumatera Utara
8
cacar, untuk mengobati disentri dan diare. Daun muda dimakan untuk
mengobati diare dan disentri. Pucuk daun dikonsumsi untuk mengobati
infeksi, tekanan darah tinggi dan diabetes. Daun juga bisa dijus dan dapat
digunakan sebagai obat kumur untuk meredakan sakit gigi. Selain manfaat
diatas, daun terkadang digunakan untuk mengobati bisul, tukak lambung,
bekas luka, jerawat dan bintik hitam di kulit (Joffry et al, 2012).
2.3 Senyawa Metabolit Sekunder
Menurut Azis Saifudin (2002) Senyawa alami secara umum adalah
molekul kimia berupa mineral, metabolit primer dan metabolit sekunder.
Secara famili besar metabolit primer dan sekunder adalah senyawa organik.
Bahan alam dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsi terhadap makluk
hidup yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit sekunder
adalah senyawa yang disintesis oleh makluk tumbuhan, mikroba atau hewan
melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan
namun tidak vital sebagaimana gula, asam amino dan asam lemak. Metabolit
sekunder ini memiliki aktivitas farmakologi dan biologi. Di bidang farmasi
secara khusus metabolit sekunder digunakan dan dipelajari sebagai kandidat
obat atau senyawa penuntun untuk melakukan optimasi agar diperoleh
senyawa yang lebih paten dengan toksisitas minimal.
Metabolit sekunder memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Tidak
terlibat
langsung
dalam
metabolisme/kehidupan
dasar:
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.
b.
Tidak esensial, ketiadaan jangka pendek tidak berakibat kematian,
ketiadaan jangka panjang mengakibatkan kelemahan dalam pertahanan
diri, survival, estetika, menarik serangga.
c.
Golongan metabolit sekunder distribusi hanya pada spesies pada
filogenetik/ familia tertentu.
d.
Seringkali berperan di dalam pertahanan terhadap musuh.
e.
Senyawa organik dengan berat molekul 50-1500 dalton, sehingga disebut
mikromolekul
Universitas Sumatera Utara
9
f.
Pengolongan utama: terpenoid, fenil propanoid, poliketida, flavonoid dan
alkaloid adalah metabolit sekunder.
g.
Pemanfaatan oleh manusia untuk obat, parfum, aroma, bumbu dan
relaksasi.
Menurut Simanjuntak (2009) ekstrak daun senduduk memiliki beberapa
kandungan senyawa kimia flavonoid, tanin, saponin, glikosida dan
steroid/triterpenoid.
2.3.1 Flavonoid
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman
yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan. Flavonoid merupakan
kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid terdapat pada semua
tumbuhan hijau termasuk daun, akar, kulit kayu, bunga, buah dan biji.
Flavonoid mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang
tersusun dari dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan tiga
karbon yang dapat membentuk cincin keton. Flavonoid merupakan
golongan terbesar dari senyawa fenolik disamping fenol sederhana, fenil
propanoid dan kuinon fenolik. Senyawa golongan flavonoid termasuk
senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar.
Beberapa pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol, air, dan etil
asetat (Liana, 2010).
Menurut Robinson (1995) Flavonoid pada tumbuhan berfungsi
dalam penagturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta kerja
terhadap serangga.
Flavonoid dapat
dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu flavanol, flavon, isoflavon, flavanon,
dihidrroflavanol, katekin, leukoantosianin, antosianin, khalkon dan
auron. Berikut contoh struktur flavonoid:
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.2 Struktur Flavonoid
Fungsi flavonoid bagi tumbuhan untuk menarik serangga, yang
membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang
yang membantu penyebaran biji. Bagi kehidupan manusia dalam dosis
kecil flavon bekerja sebagai stimulat pada jantung, herperidin
mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisa bekerja
sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).
2.3.2 Tanin
Tanin secara umum didefinisaikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi ( lebih dari 1000) dan dapat
membentuk kompleks dengan protein (Hagerman et al., 2002). Tanin
dapat diekstraksi dari seluruh bagian tumbuhan, meliputi daun, cabang,
batang, akar dan buah. Namun, umumnya ekstraksi tanin dilakukan dari
daun dan batang tumbuhan. Jaringan yang diekstrak dapat berupa
jaringan segar maupun yang sudah kering (Scalbert et al, 2005).
Dalam industri tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan
yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap
pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Berdasarkan
strukturnya tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi
(condensed tannins) dan tanin terhidrolisiskan (hydrolysable tannins)
(Harborne, 1995).
Universitas Sumatera Utara
11
a.
Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi secara biosintesis terbentuk dengan cara
kondensasi tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer
dan
oligomer
yang
lebih
tinggi.
Ikatan
karbon-karbon
menghubungkan satu flavon dengan satuan berikutnya dengan
ikatan 4-8 dan 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2-20 sauan
flavon. Tanin terkondensasi disebut juga dengan proantosianidin
karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon
penghubung satuan akan terputus dan dibebaskanlah monomer
antosianin (Harborne, 1995).
Sumber : Manitto, 1995
Gambar 2.3 Tanin Terkonjugasi
b.
Tanin terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat
dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.
Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan
senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain
membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin
Universitas Sumatera Utara
12
terhidrolisis yang bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana
disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini
dapat terpecah menjadi asam galik jika dilarutkan dalam air.
Sumber: Manitto, 1995
Gambar 2.4 Tanin Terhidrolisis
Tanin
terhidrolisis
biasanya
berupa
senyawa
amorf,
higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama
air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya.
Makin murni tanin makin kurang kelarutannya dalam air dan makin
mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut pula dalam
pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
nonpolar seperti benzena dan cloroform (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
13
2.3.3 Alkaloid
Alkaloida adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari
tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom
nitrogen (biasanya dalam cincin heterosiklik), dibiosintesis dari asam
amino, banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan
hewan.
Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar
komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya (kation). Oleh karena
itu senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam
berbagai asam organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai
garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat. Garam ini, dan sering
alkaloid bebas, berupa senyawa padat berbentuk kristal tanwarna.
Beberapa alkaloid berupa cairan, dan alkaloid yang berwarna pun langka
(berberina dan serpentina berwarna kuning) (Robinson, 1995).
Menurut Harbone (1995) Secara kimia, alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi
yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:
a. Alkaloid sesungguhnya
Alkaloid
sesungguhnya
adalah
racun,
senyawa
tersebut
menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanapa terkecuali
bersifat basa; lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis;
diturunkan dari asam amino; biasanya terdapat dalam tanaman sebagai
garam asam organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut
adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yabg bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener, yang bersifat
agak asam daripada basa.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana
nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis.
Universitas Sumatera Utara
14
Protoalkaloid diperolehberdasarkan biosintesis dari asam amino yang
bersifat
basa.
Contoh,
adalah
meskalin,
ephedin,
dan
N,N-
dimetiltriptamin.
c.
Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor asam amino.
Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting
dalam klas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh konessin) dan purin
(contoh kaffein) (Sastrohamidjojo, 1996).
2.3.4 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin berasal
dari bahasa latin “sapo” yang berarti sabun, diberi nama demikian karena
sifatnya yang menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air
dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel
darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun
untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin juga
bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
2.3.5 Terpenoid
Kebanyakan senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan
tanaman, tidak terikat dengan senyawa-senyawa lain, tetapi banyak
diantara mereka yang terdapat sebagai glikosida, ester dari asam organik
dan dalam beberapa hal terikat pada protein. Triterpenoid adalah
senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan
secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh
tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne,1995).
Universitas Sumatera Utara
15
2.4
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor)
atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
mengaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang
kehilangan pasangan elektronnya. Radikal bebas dapat dihasilkan dari
proses metabolisme tubuh sendiri dan bisa melalui faktor eksternal seperti
lingkungan sekitar kita. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas
bersifat kronis. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal
bebas adalah kanker, serangan jantung dan penurunan fungsi ginjal. Untuk
mencegah atau mengurangi penyakit karena radikal bebas diperlukan
antioksidan (Iswari, 2011).
Antioksidan dapat diperoleh:
1.
Dari luar tubuh (eksogen) dengan cara melalui makanan dan minuman
yang mengandung vitamin C, E, atau betakaroten.
2.
Dari dalam tubuh (endogen), yakni dengan enzim superoksida
dismutase (SOD), gluthatione, peroksidasi, dan katalase yang
diproduksi oleh tubuh sebagai antioksidan. (Kosasih et al, 2006).
Sebenarnya tubuh sendiri mempunyai sistem antioksidan termasuk
superoksid dismutase, katalase, dan glutation, akan tetapi jika terjadi
paparan oksidan yang berlebihan, antioksidan tubuh ini tidak akan mampu
untuk mengatasinya. Sehingga tubuh memerlukan pasokan antioksidan dari
luar (Nordmann,1993).
2.4.1 Antioksidan Alami
Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang
berasal
dari
tumbuhan
yaitu
tokoferol,
vitamin
C,
betakaroten,
flavonoid,dan senyawa fenolik. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan
dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang
dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman,
seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari
(Pratt, 1992).
Universitas Sumatera Utara
16
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan
asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,
flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam
sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat dan lain - lain.
2.4.2 Antioksidan Sintetik
Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil
sintesis reaksi kimia. Senyawa fenol sintetis seperti Butil Hidroksianisol
(BHA) dan Butil Hidroksitoluen (BHT) bukan antioksidan yang baik, sebab
pada pemaparan yang lama dapat menyebabkan efek negatif terhadap
kesehatan serta meningkatkan terjadinya karsinogenesis. Antioksidan alami
adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alam. Antioksidan alami seperti αtokoferol dan asam askorbat, memiliki efek samping merugikan yang lebih
kecil, tetapi aktivitasnya lebih tinggi daripada antioksidan sintetik .
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya
untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil
hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tertbutil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan
tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis
untuk tujuan komersial. Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber
alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt
et al, 1992).
2.4.3 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan tiga metode
yaitu:
1. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-pikril-hydrazyl)
DPPH merupakan suatu radikal bebas yang stabil karena
mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga
molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang sering terjadi
pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga
Universitas Sumatera Utara
17
memberikan efek warna ungu pada panjang gelombang 517nm dalam
pelarut etanol (Hirota et al, 2000).
DPPH sering digunakan sebagai salah satu metode untuk
mengukur aktivitas antioksidan. Prinsipnya adalah penangkapan
hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan. DPPH yang berperan
sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa antioksidan,
sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine akan
ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi warna kuning pucat
(Molyneux, 2004).
Gam
bar 2.5 Reaksi DPPH
Hasil dari metoda DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC50
(Inhibitor Concentrasi 50) yang didefinisikan sebagai konsentrasi
larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi
aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar aktivitas antioksidan
maka nilai IC50 akan semakin kecil. Suatu senyawa antioksidan
dinyatakan baik jika nilai IC50 semakin kecil (Molyneux, 2004).
2. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)
Pengujian
aktivitas
antioksidan
dengan
metode
FRAP
didasarkan atas kemampuan senyawa antioksidan dalam mereduksi
senyawa besi(III)-tripiridil-triazin menjadi besi(II)-tripiridil triazin
pada pH 3,6. (Widyastuti, 2010). Absorbans dari beberapa senyawaan
fenol seperti asam kafeat, asam ferulat, kuersetin, dan tanin tidak
stabil dalam pengukuran FRAP karena waktu inkubasi yang
dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan waktu inkubasi FRAP.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Metode Cuprac (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity)
Pada metode CUPRAC, kompleks bisneokuproin-tembaga(II)
akan mengoksidasi senyawaan antioksidan dalam ekstrak tanaman dan
mengalami reduksi membentuk kompleks bis-neokuproin-tembaga(I).
Secara visual hal ini dapat dilihat dari perubahan warna kompleks
larutan dari biru toska menjadi kuning. Pereaksi CUPRAC merupakan
pereaksi yang selektif karena memiliki nilai potensial reduksi yang
rendah, yaitu sebesar 0,17 V (Widyastuti, 2010).
2.4.4 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah
cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan
panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan
struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi
suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma
gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang
mikro.
Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya
sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum
ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan
dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Khopkar, 2007).
Sinar Ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400800 nm. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap
komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik.
Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber
sinar, monokromator, dan sistem optik.
Universitas Sumatera Utara
19
a. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk
pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah
visibel.
b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya
akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian
rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel
sebagai scan instrumen melewati spektrum.
c. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga
sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam
spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko
dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi
pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan
sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang
digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).
2.5
Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan
infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan
mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme
(Sulistyo, 1971). Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik,
dan antiviral.
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh
senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara
menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk,
perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan
keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan
asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam
nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan
nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba
Universitas Sumatera Utara
20
dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri
dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar
et al, 1988).
Menurut Madigan dkk. (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya,
senyawa antimikrobia mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan
mikrobia yaitu:
1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan
tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat
sintesis protein atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan
penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase
logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik
didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.
2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak
terjadi lisissel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik.
Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan
jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.
3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga
jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan
antimikrobia. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada
kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan
zat antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel
hidup menurun.
2.5.1 Bakteri
Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang bersel
satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, berbentu kecil
sehingga hanya tampak dengan menggunakan mikroskop. Sel
dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri dinding sel
dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Untuk melihat bakteri
dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan
bakteri disebut pengecatan bakteri (Dwidjoseputro, 1998).
Universitas Sumatera Utara
21
Berdasarkan perbedaan di dalam menyerap zat warna gram, maka
bakteri dibagi atas dua golongan yaitu gram positif dan gram negatif.
a. Bakteri Staphylococcus aureus
S. aureus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan pigmen
kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak
motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan
diameter sekitar 0,8-1,0 μm. Klasifikasi S. aureus adalah:
Kerajaan : Bacteria
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Bangsa
: Bacillales
Suku
: Staphylococcaceae
Marga
: Staphylococcus
Jenis
: Staphylococus aureus
S. aureus merupakan bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat
hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya
garam) yang tinggi, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3
Molar. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu
pembelahan 0,47 jam. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran
pernafasan atas dan kulit, keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan
atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat
biasanya hanya berperan sebagai karier.
b. Bakteri Escherichia coli
Bakteri E. coli merupakan merupakan bakteri Gram negatif, bentuk
batang, memilki ukuran 2,4 mikro 0,4 hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak
berspora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa, sukrosa. Dinding sel
bakteri gram negatif tersusun atas membran luar, peptidoglikan dan
membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram
negatif memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram
positif. Membran luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan protein.
Peptidoglikan berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan
memberi bentuk kepada sel (Paiva et al, 2010)
Universitas Sumatera Utara
22
E. coli pertama kali ditemukan oleh seorang bacteriologist yang
berasal dari Jerman bernama Theodor Von Escherich pada tahun 1885.
Secara alamiah E. coli adalah penghuni umum dalam pencernaan
manusia dan hewan. Adapun taksonomi dari E. coli sebagai berikut:
Kingdom : Prokaryota
Filum
: Proterobacteria
Kelas
: Bacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
E.coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat dalam
usus dan berperan dalam proses pembusukan sisa makanan. Keberadaan
bakteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fecal di dalam suatu
habitat khususnya air. E.coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada
dalam tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan
seperti diare.
Kemampuan suatu senyawa dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Konsentrasi kandungan senyawa antibakteri
b. Jumlah, umur, jenis dan keadaan mikroba
c. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan optimal
d. Waktu pertumbuhan mikroba
e. Sifat-sifat kimia dan fisika seperti kadar air dan pH
2.5.2 Metoda Pengujian Aktivitas Antibakteri
1.
Metode difusi agar
Metode yang kerjanya dengan mengamati daerah yang bening
yang
mengindikasikan
adanya
hambatan
pertumbuhan
mikroorganisme oleh anti mikroba pada permukaan media agar. Uji
aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
23
mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan
petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk
uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk.,
2007).
2.
Metode dilusi
Metoda ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang
menurun secara bertahap, baik dengan metoda cair atau padat.
Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahapan akhir
dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau
mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja.
3
Cara turbidimetri
Pada metoda ini digunakan media cair. Pertama dilakukan
menuang media ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi
bakteri, kemudian dilakukam pemipetan larutan uji, dan diinkubasi.
Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan yang disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan alat instrumen yang
sesuai, seperti nephelometer setelah itu dilakukan potensi antimikroba.
2.6
Teknik Pemisahan
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cara
ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan
jenis senyawa yang diisolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahanbahan dikeringkan lebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat
kehalusan tertentu (Harborne, 1995).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
1. Cara Dingin
Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
Universitas Sumatera Utara
24
Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara
pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian
kurang sempurna.
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya(penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir.
2. Cara Panas
Refluks
Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontiniu pada temperatur
lebih tinggi dari temperatur ruangan (umumnya 25-30oC)
Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan
menggunakan alat sokhlet sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC
selama 15 menit.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum Linn)
Senduduk merupakan salah satu dari 22 spesies yang ditemukan di
kawasan Asia Tenggara. Senduduk dianggap sebagai tumbuhan asli Asia
tropis, subtropis dan Kepulauan Pasifik. Tumbuhan senduduk ini umumnya
ditemukan di semak-semak, persawahan dan lereng gunung. Tumbuhan ini
diyakini sebagai obat herbal oleh rakyat Cina, India dan Indonesia. Temuan
ilmiah mengungkapkan pemanfaatan senduduk sebagai obat seperti obat luka,
diare, wasir, disentri, sakit perut. Adapun bagian yang digunakan adalah daun,
tunas, kulit, biji dan akar dari tumbuhan senduduk. Penemuan lain juga
mengungkap senduduk dapat digunakan secara farmakologi, seperti
antiseptik, antiinflamasi, antitoksik dan antioksidan (Joffry et al, 2012).
Tumbuhan senduduk merupakan suku melastomataceae yang umumnya
berupa semak, perdu atau pohon. Daun berhadapan atau berkarang, tunggal,
biasanya dengan 3-9 tulang yang melengkung, jarang bertulang menyirip
tanpa daun penumpu. M. malabathricum L merupakan tanaman perdu, tinggi
0,5 - 4m, cabang yang muda bersisik. Daun bertangkai, berhadapan,
memanjang atau bulat telur memanjang dengan ujung runcing, bertulang daun
3-20 kali 1-8 cm. Kedua belah sisinya berbulu. Bunga mengelompok pada
ujung cabang, berwarna ungu muda, berbunga sepanjang tahun. Buah buni,
kulit buah warna coklat muda, bulat seperti vas bunga. Daging buah warna
ungu, rasanya manis, pada kulit buah terdapat banyak biji, buah yang matang
kulitnya pecah. Senduduk berkembang biak dengan biji (Tjitrosoepomo,
2007).
Senduduk tumbuh liar di lahan terbuka atau terlindung, pada tanah kering
atau lembab. Tumbuh di daratan rendah sampai ketinggian 2000 m dpl.
Tumbuhan ini merupakan gulma pada tanaman keras, seperti karet, kelapa,
kelapa sawit dan jati (Djauhariyah dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
7
Ciri-ciri dari tumbuhan senduduk yang paling umum dan membedakannya
dengan tanaman perdu lainnya adalah bentuk daun yang bulat telur dengan
ujung lancip, permukaan yang kasar. Buah berbentuk unik, kecil, bergerombol
berwarna ungu seperti anggur. Adapun bentuk dari tumbuhan senduduk yaitu
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Bentuk tumbuhan senduduk
Nama lain dari senduduk (M. malabathricum L.) adalah Melastoma affine
G.Don., Melastoma polyanthum BI. Di Indonesia senduduk dikenal dengan
nama haredong (Sunda), senggani (Jawa), kemanden (Madura) dan senduduk
(Sumatera) (Steenis, 2005).
Adapun sistematika tumbuhan senduduk adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Melastomales
Family
Genus
Spesies
: Spermatophyta
: Melastomataceae
: Melastoma
: Melastoma malabathricum Linn
2.2 Manfaat dan Kandungan Senyawa Kimia Daun Senduduk
Beberapa masyarakat memanfaatkan daun senduduk secara tradisional
antara lain dengan cara daun dikunyah, ditumbuk, dan dioleskan pada luka
atau bisa juga dengan cara mencincang halus dan diperas kemudian
ditempelkan pada luka dengan tujuan untuk menghentikan pendarahan. Selain
itu daun senduduk juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyebaran
Universitas Sumatera Utara
8
cacar, untuk mengobati disentri dan diare. Daun muda dimakan untuk
mengobati diare dan disentri. Pucuk daun dikonsumsi untuk mengobati
infeksi, tekanan darah tinggi dan diabetes. Daun juga bisa dijus dan dapat
digunakan sebagai obat kumur untuk meredakan sakit gigi. Selain manfaat
diatas, daun terkadang digunakan untuk mengobati bisul, tukak lambung,
bekas luka, jerawat dan bintik hitam di kulit (Joffry et al, 2012).
2.3 Senyawa Metabolit Sekunder
Menurut Azis Saifudin (2002) Senyawa alami secara umum adalah
molekul kimia berupa mineral, metabolit primer dan metabolit sekunder.
Secara famili besar metabolit primer dan sekunder adalah senyawa organik.
Bahan alam dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsi terhadap makluk
hidup yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit sekunder
adalah senyawa yang disintesis oleh makluk tumbuhan, mikroba atau hewan
melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan
namun tidak vital sebagaimana gula, asam amino dan asam lemak. Metabolit
sekunder ini memiliki aktivitas farmakologi dan biologi. Di bidang farmasi
secara khusus metabolit sekunder digunakan dan dipelajari sebagai kandidat
obat atau senyawa penuntun untuk melakukan optimasi agar diperoleh
senyawa yang lebih paten dengan toksisitas minimal.
Metabolit sekunder memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Tidak
terlibat
langsung
dalam
metabolisme/kehidupan
dasar:
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.
b.
Tidak esensial, ketiadaan jangka pendek tidak berakibat kematian,
ketiadaan jangka panjang mengakibatkan kelemahan dalam pertahanan
diri, survival, estetika, menarik serangga.
c.
Golongan metabolit sekunder distribusi hanya pada spesies pada
filogenetik/ familia tertentu.
d.
Seringkali berperan di dalam pertahanan terhadap musuh.
e.
Senyawa organik dengan berat molekul 50-1500 dalton, sehingga disebut
mikromolekul
Universitas Sumatera Utara
9
f.
Pengolongan utama: terpenoid, fenil propanoid, poliketida, flavonoid dan
alkaloid adalah metabolit sekunder.
g.
Pemanfaatan oleh manusia untuk obat, parfum, aroma, bumbu dan
relaksasi.
Menurut Simanjuntak (2009) ekstrak daun senduduk memiliki beberapa
kandungan senyawa kimia flavonoid, tanin, saponin, glikosida dan
steroid/triterpenoid.
2.3.1 Flavonoid
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman
yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan. Flavonoid merupakan
kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid terdapat pada semua
tumbuhan hijau termasuk daun, akar, kulit kayu, bunga, buah dan biji.
Flavonoid mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang
tersusun dari dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan tiga
karbon yang dapat membentuk cincin keton. Flavonoid merupakan
golongan terbesar dari senyawa fenolik disamping fenol sederhana, fenil
propanoid dan kuinon fenolik. Senyawa golongan flavonoid termasuk
senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar.
Beberapa pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol, air, dan etil
asetat (Liana, 2010).
Menurut Robinson (1995) Flavonoid pada tumbuhan berfungsi
dalam penagturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta kerja
terhadap serangga.
Flavonoid dapat
dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu flavanol, flavon, isoflavon, flavanon,
dihidrroflavanol, katekin, leukoantosianin, antosianin, khalkon dan
auron. Berikut contoh struktur flavonoid:
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.2 Struktur Flavonoid
Fungsi flavonoid bagi tumbuhan untuk menarik serangga, yang
membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang
yang membantu penyebaran biji. Bagi kehidupan manusia dalam dosis
kecil flavon bekerja sebagai stimulat pada jantung, herperidin
mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisa bekerja
sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).
2.3.2 Tanin
Tanin secara umum didefinisaikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi ( lebih dari 1000) dan dapat
membentuk kompleks dengan protein (Hagerman et al., 2002). Tanin
dapat diekstraksi dari seluruh bagian tumbuhan, meliputi daun, cabang,
batang, akar dan buah. Namun, umumnya ekstraksi tanin dilakukan dari
daun dan batang tumbuhan. Jaringan yang diekstrak dapat berupa
jaringan segar maupun yang sudah kering (Scalbert et al, 2005).
Dalam industri tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan
yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap
pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Berdasarkan
strukturnya tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi
(condensed tannins) dan tanin terhidrolisiskan (hydrolysable tannins)
(Harborne, 1995).
Universitas Sumatera Utara
11
a.
Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi secara biosintesis terbentuk dengan cara
kondensasi tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer
dan
oligomer
yang
lebih
tinggi.
Ikatan
karbon-karbon
menghubungkan satu flavon dengan satuan berikutnya dengan
ikatan 4-8 dan 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2-20 sauan
flavon. Tanin terkondensasi disebut juga dengan proantosianidin
karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon
penghubung satuan akan terputus dan dibebaskanlah monomer
antosianin (Harborne, 1995).
Sumber : Manitto, 1995
Gambar 2.3 Tanin Terkonjugasi
b.
Tanin terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat
dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.
Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan
senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain
membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin
Universitas Sumatera Utara
12
terhidrolisis yang bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana
disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini
dapat terpecah menjadi asam galik jika dilarutkan dalam air.
Sumber: Manitto, 1995
Gambar 2.4 Tanin Terhidrolisis
Tanin
terhidrolisis
biasanya
berupa
senyawa
amorf,
higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama
air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya.
Makin murni tanin makin kurang kelarutannya dalam air dan makin
mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut pula dalam
pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
nonpolar seperti benzena dan cloroform (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
13
2.3.3 Alkaloid
Alkaloida adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari
tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom
nitrogen (biasanya dalam cincin heterosiklik), dibiosintesis dari asam
amino, banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan
hewan.
Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar
komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya (kation). Oleh karena
itu senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam
berbagai asam organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai
garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat. Garam ini, dan sering
alkaloid bebas, berupa senyawa padat berbentuk kristal tanwarna.
Beberapa alkaloid berupa cairan, dan alkaloid yang berwarna pun langka
(berberina dan serpentina berwarna kuning) (Robinson, 1995).
Menurut Harbone (1995) Secara kimia, alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi
yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:
a. Alkaloid sesungguhnya
Alkaloid
sesungguhnya
adalah
racun,
senyawa
tersebut
menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanapa terkecuali
bersifat basa; lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis;
diturunkan dari asam amino; biasanya terdapat dalam tanaman sebagai
garam asam organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut
adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yabg bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener, yang bersifat
agak asam daripada basa.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana
nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis.
Universitas Sumatera Utara
14
Protoalkaloid diperolehberdasarkan biosintesis dari asam amino yang
bersifat
basa.
Contoh,
adalah
meskalin,
ephedin,
dan
N,N-
dimetiltriptamin.
c.
Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor asam amino.
Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting
dalam klas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh konessin) dan purin
(contoh kaffein) (Sastrohamidjojo, 1996).
2.3.4 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin berasal
dari bahasa latin “sapo” yang berarti sabun, diberi nama demikian karena
sifatnya yang menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air
dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel
darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun
untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin juga
bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
2.3.5 Terpenoid
Kebanyakan senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan
tanaman, tidak terikat dengan senyawa-senyawa lain, tetapi banyak
diantara mereka yang terdapat sebagai glikosida, ester dari asam organik
dan dalam beberapa hal terikat pada protein. Triterpenoid adalah
senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan
secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh
tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne,1995).
Universitas Sumatera Utara
15
2.4
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor)
atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
mengaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang
kehilangan pasangan elektronnya. Radikal bebas dapat dihasilkan dari
proses metabolisme tubuh sendiri dan bisa melalui faktor eksternal seperti
lingkungan sekitar kita. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas
bersifat kronis. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal
bebas adalah kanker, serangan jantung dan penurunan fungsi ginjal. Untuk
mencegah atau mengurangi penyakit karena radikal bebas diperlukan
antioksidan (Iswari, 2011).
Antioksidan dapat diperoleh:
1.
Dari luar tubuh (eksogen) dengan cara melalui makanan dan minuman
yang mengandung vitamin C, E, atau betakaroten.
2.
Dari dalam tubuh (endogen), yakni dengan enzim superoksida
dismutase (SOD), gluthatione, peroksidasi, dan katalase yang
diproduksi oleh tubuh sebagai antioksidan. (Kosasih et al, 2006).
Sebenarnya tubuh sendiri mempunyai sistem antioksidan termasuk
superoksid dismutase, katalase, dan glutation, akan tetapi jika terjadi
paparan oksidan yang berlebihan, antioksidan tubuh ini tidak akan mampu
untuk mengatasinya. Sehingga tubuh memerlukan pasokan antioksidan dari
luar (Nordmann,1993).
2.4.1 Antioksidan Alami
Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang
berasal
dari
tumbuhan
yaitu
tokoferol,
vitamin
C,
betakaroten,
flavonoid,dan senyawa fenolik. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan
dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang
dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman,
seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari
(Pratt, 1992).
Universitas Sumatera Utara
16
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan
asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,
flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam
sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat dan lain - lain.
2.4.2 Antioksidan Sintetik
Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil
sintesis reaksi kimia. Senyawa fenol sintetis seperti Butil Hidroksianisol
(BHA) dan Butil Hidroksitoluen (BHT) bukan antioksidan yang baik, sebab
pada pemaparan yang lama dapat menyebabkan efek negatif terhadap
kesehatan serta meningkatkan terjadinya karsinogenesis. Antioksidan alami
adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alam. Antioksidan alami seperti αtokoferol dan asam askorbat, memiliki efek samping merugikan yang lebih
kecil, tetapi aktivitasnya lebih tinggi daripada antioksidan sintetik .
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya
untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil
hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tertbutil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan
tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis
untuk tujuan komersial. Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber
alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt
et al, 1992).
2.4.3 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan tiga metode
yaitu:
1. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-pikril-hydrazyl)
DPPH merupakan suatu radikal bebas yang stabil karena
mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga
molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang sering terjadi
pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga
Universitas Sumatera Utara
17
memberikan efek warna ungu pada panjang gelombang 517nm dalam
pelarut etanol (Hirota et al, 2000).
DPPH sering digunakan sebagai salah satu metode untuk
mengukur aktivitas antioksidan. Prinsipnya adalah penangkapan
hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan. DPPH yang berperan
sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa antioksidan,
sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine akan
ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi warna kuning pucat
(Molyneux, 2004).
Gam
bar 2.5 Reaksi DPPH
Hasil dari metoda DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC50
(Inhibitor Concentrasi 50) yang didefinisikan sebagai konsentrasi
larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi
aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar aktivitas antioksidan
maka nilai IC50 akan semakin kecil. Suatu senyawa antioksidan
dinyatakan baik jika nilai IC50 semakin kecil (Molyneux, 2004).
2. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)
Pengujian
aktivitas
antioksidan
dengan
metode
FRAP
didasarkan atas kemampuan senyawa antioksidan dalam mereduksi
senyawa besi(III)-tripiridil-triazin menjadi besi(II)-tripiridil triazin
pada pH 3,6. (Widyastuti, 2010). Absorbans dari beberapa senyawaan
fenol seperti asam kafeat, asam ferulat, kuersetin, dan tanin tidak
stabil dalam pengukuran FRAP karena waktu inkubasi yang
dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan waktu inkubasi FRAP.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Metode Cuprac (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity)
Pada metode CUPRAC, kompleks bisneokuproin-tembaga(II)
akan mengoksidasi senyawaan antioksidan dalam ekstrak tanaman dan
mengalami reduksi membentuk kompleks bis-neokuproin-tembaga(I).
Secara visual hal ini dapat dilihat dari perubahan warna kompleks
larutan dari biru toska menjadi kuning. Pereaksi CUPRAC merupakan
pereaksi yang selektif karena memiliki nilai potensial reduksi yang
rendah, yaitu sebesar 0,17 V (Widyastuti, 2010).
2.4.4 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah
cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan
panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan
struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi
suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma
gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang
mikro.
Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya
sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum
ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan
dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Khopkar, 2007).
Sinar Ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400800 nm. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap
komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik.
Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber
sinar, monokromator, dan sistem optik.
Universitas Sumatera Utara
19
a. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk
pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah
visibel.
b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya
akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian
rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel
sebagai scan instrumen melewati spektrum.
c. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga
sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam
spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko
dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi
pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan
sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang
digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).
2.5
Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan
infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan
mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme
(Sulistyo, 1971). Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik,
dan antiviral.
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh
senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara
menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk,
perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan
keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan
asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam
nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan
nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba
Universitas Sumatera Utara
20
dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri
dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar
et al, 1988).
Menurut Madigan dkk. (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya,
senyawa antimikrobia mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan
mikrobia yaitu:
1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan
tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat
sintesis protein atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan
penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase
logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik
didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.
2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak
terjadi lisissel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik.
Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan
jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.
3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga
jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan
antimikrobia. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada
kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan
zat antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel
hidup menurun.
2.5.1 Bakteri
Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang bersel
satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, berbentu kecil
sehingga hanya tampak dengan menggunakan mikroskop. Sel
dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri dinding sel
dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Untuk melihat bakteri
dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan
bakteri disebut pengecatan bakteri (Dwidjoseputro, 1998).
Universitas Sumatera Utara
21
Berdasarkan perbedaan di dalam menyerap zat warna gram, maka
bakteri dibagi atas dua golongan yaitu gram positif dan gram negatif.
a. Bakteri Staphylococcus aureus
S. aureus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan pigmen
kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak
motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan
diameter sekitar 0,8-1,0 μm. Klasifikasi S. aureus adalah:
Kerajaan : Bacteria
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Bangsa
: Bacillales
Suku
: Staphylococcaceae
Marga
: Staphylococcus
Jenis
: Staphylococus aureus
S. aureus merupakan bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat
hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya
garam) yang tinggi, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3
Molar. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu
pembelahan 0,47 jam. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran
pernafasan atas dan kulit, keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan
atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat
biasanya hanya berperan sebagai karier.
b. Bakteri Escherichia coli
Bakteri E. coli merupakan merupakan bakteri Gram negatif, bentuk
batang, memilki ukuran 2,4 mikro 0,4 hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak
berspora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa, sukrosa. Dinding sel
bakteri gram negatif tersusun atas membran luar, peptidoglikan dan
membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram
negatif memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram
positif. Membran luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan protein.
Peptidoglikan berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan
memberi bentuk kepada sel (Paiva et al, 2010)
Universitas Sumatera Utara
22
E. coli pertama kali ditemukan oleh seorang bacteriologist yang
berasal dari Jerman bernama Theodor Von Escherich pada tahun 1885.
Secara alamiah E. coli adalah penghuni umum dalam pencernaan
manusia dan hewan. Adapun taksonomi dari E. coli sebagai berikut:
Kingdom : Prokaryota
Filum
: Proterobacteria
Kelas
: Bacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
E.coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat dalam
usus dan berperan dalam proses pembusukan sisa makanan. Keberadaan
bakteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fecal di dalam suatu
habitat khususnya air. E.coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada
dalam tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan
seperti diare.
Kemampuan suatu senyawa dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Konsentrasi kandungan senyawa antibakteri
b. Jumlah, umur, jenis dan keadaan mikroba
c. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan optimal
d. Waktu pertumbuhan mikroba
e. Sifat-sifat kimia dan fisika seperti kadar air dan pH
2.5.2 Metoda Pengujian Aktivitas Antibakteri
1.
Metode difusi agar
Metode yang kerjanya dengan mengamati daerah yang bening
yang
mengindikasikan
adanya
hambatan
pertumbuhan
mikroorganisme oleh anti mikroba pada permukaan media agar. Uji
aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
23
mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan
petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk
uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk.,
2007).
2.
Metode dilusi
Metoda ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang
menurun secara bertahap, baik dengan metoda cair atau padat.
Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahapan akhir
dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau
mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja.
3
Cara turbidimetri
Pada metoda ini digunakan media cair. Pertama dilakukan
menuang media ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi
bakteri, kemudian dilakukam pemipetan larutan uji, dan diinkubasi.
Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan yang disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan alat instrumen yang
sesuai, seperti nephelometer setelah itu dilakukan potensi antimikroba.
2.6
Teknik Pemisahan
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cara
ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan
jenis senyawa yang diisolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahanbahan dikeringkan lebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat
kehalusan tertentu (Harborne, 1995).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
1. Cara Dingin
Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
Universitas Sumatera Utara
24
Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara
pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian
kurang sempurna.
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya(penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir.
2. Cara Panas
Refluks
Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontiniu pada temperatur
lebih tinggi dari temperatur ruangan (umumnya 25-30oC)
Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan
menggunakan alat sokhlet sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC
selama 15 menit.
Universitas Sumatera Utara