Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tindakan Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (PERKENI, 2011 dan ADA, 2013).
DM adalah penyakit degeneratif yang terus meningkat prevalensinya di
seluruh dunia dan sebagian besar tergolong DM tipe 2. Kini, DM menjadi salah
satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa
jumlah penderita DM pada tahun 2013 telah mencapai 382 juta orang di dunia.
Jika tidak ada tindakan yang dilakukan, maka jumlah ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035 (IDF, 2013).
Data dari studi global juga memperkirakan bahwa sebanyak 175 juta orang
tidak menyadari bahwa mereka menghidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM
tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebagian besar penderita
DM berusia antara 40 - 59 tahun (IDF, 2013).
Prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2013 adalah 2.1%. Angka tersebut
lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi (93,9%)
menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup berarti. Prevalensi tertinggi

DM pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter atau gejala hasil Riskesdas
tahun 2013 adalah di Provinsi Sulawesi Tengah (3,7%). Kemudian disusul
Sulawesi Utara (3,6%) dan Sulawesi Selatan (3,4%). Sedangkan yang terendah
adalah di Provinsi Lampung (0,8%), kemudian Bengkulu dan Kalimantan Barat
(1,0%). Provinsi dengan kenaikan prevalensi terbesar adalah Provinsi Sulawesi
Selatan, yaitu 0,8% pada tahun 2007 menjadi 3,4% pada 2013. Sedangkan
provinsi dengan penurunan prevalensi terbanyak adalah Provinsi Papua Barat,
yakni 1,4% pada tahun 2007 menjadi 1,2% pada tahun 2013 (Kemkes, 2013).
Penderita DM di Sumatera Utara juga meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2013, Sumatera Utara memiliki prevalensi DM sebesar 5,3% atau hanya

Universitas Sumatera Utara

0,4% di bawah rata-rata nasional. Meskipun demikian, prevalensi ini harus
diwaspadai karena penderita yang telah mengetahui memiliki DM sebelumnya
hanya sebesar 26%, sedangkan sekitar 74% yang tidak mengetahui bahwa mereka
telah menderita DM (Lindarto, 2013).
Prevalensi DM di Indonesia bertambah naik dari tahun ke tahun. Penderita
yang menderita DM bukan hanya berusia senja (usia 50 tahun ke atas), namun
banyak pula yang masih berusia produktif (usia ketika seseorang masih mampu

bekerja dan menghasilkan sesuatu). Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter
dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM pada
perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki, di perkotaan cenderung
lebih tinggi dari pada di perdesaan, serta cenderung lebih tinggi pada masyarakat
dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi
(Riskesdas, 2013).
Pada pasien DM, kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat
menurun, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut maupun kronik.
Komplikasi akut termasuk hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan hiperglikemia
hiperosmolar koma nonketotik (Smeltzer dan Bare, 2010). Komplikasi DM kronik
bisa

mengenai

makrovaskular

(rusaknya

pembuluh


darah

besar)

dan

mikrovaskular (rusaknya pembuluh darah kecil). Komplikasi makrovaskular
meliputi penyakit seperti serangan jantung, stroke dan insufisiensi aliran darah ke
tungkai. Sedangkan komplikasi mikrovaskular meliputi kerusakan pada mata
(retinopati) yang menyebabkan kebutaan, kerusakan pada ginjal (nefropati) yang
berakhir pada gagal ginjal, dan juga kerusakan pada syaraf (neuropati) yang
berakibat pada gangguan kaki diabetes sampai kemungkinan terjadinya amputasi
pada tungkai (WHO, 2015).
Jumlah pasien DM terus meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien
DM yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang
paling

baik

adalah


melakukan

penatalaksanaan.

Menurut

Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (PERKENI), ada empat pilar penatalaksanaan pada
penderita DM tipe 2 yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan
intervensi farmakologis (PERKENI, 2011). Salah satu penatalaksanaan yang perlu

Universitas Sumatera Utara

diperhatikan adalah edukasi. Melalui edukasi, pasien bukan hanya harus belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan
atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki
perilaku pencegahan dalam gaya hidup dan perawatan untuk menghindari
komplikasi DM jangka panjang.

Risiko sepanjang waktu pasien DM yang mengalami ulkus atau ulserasi
pada kaki adalah sekitar 25%. Studi terkini merekomendasikan bahwa insidensi
ulkus kaki pada penderita DM berbasis populasi adalah 1-4% dengan prevalensi
4-10%. Risiko amputasi adalah 10-30 kali lebih tinggi ada pasien DM
dibandingkan dengan populasi umum, dan secara global, diperkirakan setiap
tahunnya, satu juta pasien DM menjalani beberapa amputasi ekstremitas bawah.
Sebagian besar amputasi ekstremitas (85%) dilakukan pada kaki yang mengalami
ulkus, dan angka kematian akibat amputasi dilaporkan terjadi di wilayah tertentu
adalah 15-40% setiap tahunnya dan 39-80% setiap 5 tahunnya (Bilous dan
Donelly, 2015). Perawatan kaki yang terus menerus dapat mencegah terjadinya
ulkus dan amputasi pada tungkai. Kepatuhan pasien DM tipe 2 dalam melakukan
perawatan kaki akan mengurangi resiko ulkus dan amputasi tungkai. Upaya
mengubah suatu perilaku pemeliharaan kesehatan yang terus-menerus diperlukan
suatu pendidikan kesehatan (PERKENI, 2011).
Upaya pencegahan ini memerlukan keterlibatan semua pihak baik dokter,
perawat, ahli gizi, keluarga dan pasien itu sendiri. Perawat sebagai edukator
sangat berperan untuk memberikan informasi yang tepat pada penderita DM
tentang penyakit, pencegahan, komplikasi, pengobatan, dan pengelolaan DM
(Suyono, 2009).
Bandura (1982 dalam Kott, 2008) menegaskan bahwa seseorang yang

memiliki efikasi diri yang kuat akan menetapkan tujuan yang tinggi dan
berpegang teguh pada tujuannya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri
yang lemah akan berkomitmen lemah pada tujuannya, sehingga terjadi
ketidakpatuhan terhadap perawatan dirinya. Efikasi diri mendorong proses kontrol
diri untuk mempertahankan prilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan
diri pada pasien DM (Kott, 2008). Efikasi diri juga menentukan bagaimana

Universitas Sumatera Utara

seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan berperilaku dari waktu ke waktu
(Beckerle dan Lavin, 2013). Keberhasilan pengelolaan DM tergantung pada
motivasi dan efikasi diri pasien itu sendiri untuk melakukan perawatan diri yang
dirancang untuk mengontrol gejala dan menghindari komplikasi (Wu, 2007).
Pengetahuan pasien tentang DM sangat mempengaruhi persepsi pasien
tentang penyakitnya, motivasi, manajemen koping dan perubahan prilaku (Sousa
dan Zauszniewski, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50%
pasien DM memiliki pengetahuan dan keterampilan perawatan diri yang rendah
sebelum diberikan pendidikan DM (Atak et al., 2008). Pengetahuan yang rendah
juga dapat menyebabkan efikasi diri yang rendah dalam perawatan DM (Bernal et
al., 2000). Untuk itu perawat perlu melakukan upaya untuk meningkatkan efikasi

diri pada pasien DM tipe 2.
DM merupakan penyakit yang paling banyak diderita pasien yang
berkunjung ke RSUP H. Adam Malik. RSUP H. Adam Malik, Medan merupakan
rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk wilayah propinsi Sumatera
Utara. Data yang didapat dari RSUP H. Adam Malik, menunjukkan bahwa terjadi
beberapa komplikasi pada pasien DM tipe 2, baik yang di rawat inap maupun
rawat jalan. Berdasarkan data kunjungan rawat inap pada tahun 2012, terdapat
komplikasi DM tipe 2 unspecified sebanyak 1288 kasus, DM tipe 2 dengan koma
sebanyak 3 kasus, DM tipe 2 dengan ketoasidosis sebanyak 6 kasus, DM tipe 2
dengan komplikasi ginjal sebanyak 146 kasus, DM tipe 2 dengan manifestasi
ophthalmic sebanyak 5 kasus, DM tipe 2 dengan gangren ulcer sebanyak 124
kasus, dan DM tipe 2 dengan komplikasi multiple sebanyak 7 kasus. Sedangkan,
berdasarkan data kunjugan rawat jalan pada tahun 2012, terdapat DM tipe 2
unspecified sebanyak 7056 kasus, DM tipe 2 dengan koma sebanyak 21 kasus,
DM tipe 2 dengan ketoasidosis sebanyak 21 kasus, DM tipe 2 dengan komplikasi
ginjal sebanyak 21 kasus, DM tipe 2 dengan manifestasi ophthalmic sebanyak 21
kasus, DM tipe 2 dengan manifestasi neurologis sebanyak 21 kasus, dan DM tipe
2 dengan gangren ulcer sebanyak 3 kasus.
Berdasarkan data kunjungan pasien pada tahun 2014 di RSUP H. Adam
Malik Medan, terdapat sejumlah 2565 pasien di rawat jalan dan sebanyak 289


Universitas Sumatera Utara

pasien di rawat inap. Sedangkan, data kunjungan pasien dari tanggal 1 Januari
2015 hingga 30 April 2015, terdapat sejumlah 695 pasien di rawat jalan dan
sebanyak 80 pasien di rawat inap.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan efikasi diri terhadap tindakan perawatan
kaki pada pasien DM tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan”.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimanakah hubungan efikasi diri
terhadap tindakan perawatan kaki pada pasien DM tipe 2 di RSUP Haji Adam
Malik Medan?

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan efikasi diri terhadap tindakan perawatan kaki
pada pasien DM tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan.


1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik demografi responden berdasarkan umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status sosioekonomi, status
pernikahan, dan lama menderita DM.
2. Mengetahui tingkat efikasi diri pada pasien DM tipe 2.
3. Mengetahui tindakan perawatan kaki pada pasien DM tipe 2.
4. Mengetahui hubungan efikasi diri terhadap tindakan perawatan kaki pada
pasien DM tipe 2.

Universitas Sumatera Utara

1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan peneliti tentang cara
pembuatan karya tulis ilmiah yang baik dan benar serta menambah
pengetahuan peneliti tentang efikasi diri dan tindakan perawatan kaki
secara umum.
2. Manfaat bagi pasien diabetes melitus tipe 2

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi pada pasien
DM tipe 2 tentang efikasi diri terhadap tindakan perawatan kaki.
3. Manfaat bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi rumah
sakit untuk meningkatkan promosi kesehatan kepada pasien melalui
pendidikan diabetes yang terstruktur termasuk didalamnya tentang efikasi
diri, meningkatkan pengetahuan dan keikutsertaan pasien dalam tindakan
perawatan kaki sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Manfaat bagi Instansi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara