PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGA. pdf

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK
INFORMATION GAP ACTIVITIES PADA PEMBELAJARAN BAHASA
INGGRIS MATERI PERKENALAN DIRI DI KELAS VII-B
SMP NEGERI 2 NGAWI TAHUN PELAJARAN 2014/2015
1

Rhosmaria Kartikasari
1

SMP Negeri 2 Ngawi
Jl. Jaksa Agung Suprapto No.7 Ngawi 63211
Ria29attaraya@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan dari: 1) keterampilan berbicara; 2) aktivitas dan
motivasi belajar; 3) hasil belajar siswa; melalui penerapan teknik Information Gap Activities pada pembelajaran Bahasa
Inggris materi perkenalan diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilakukan dalam
2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil
data kompetensi sikap, pengetahuan, keterampilan, aktivitas dan motivasi belajar pada setiap siklus dengan alat bantu
instrumen penelitian. Penulis mengambil data TA 2013/2014 berupa hasil ulangan harian dan unjuk kerja untuk memetakan
kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1) Penerapan metode Think Pair Share (TPS)

dengan Teknik Information Gap Activities terbukti dapat meningkatkan keterampilan berbicara (speaking skill) pada
Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015; 2)
Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities terbukti dapat meningkatkan aktivitas
dan motivasi belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi
Tahun Pelajaran 2014/2015; 3) Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik Information Gap Activities terbukti
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP Negeri
2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015. Saran: 1) Aktivitas dan motivasi belajar sebaiknya dimasukkan sebagai kompetensi
baru dalam Kurikulum 2013; 2) KKM sebaiknya direvisi / diturunkan menjadi 75 atau 70; 3) guru mitra sebaiknya melakukan
simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum
mengajarkan di kelas; 4) Siswa Sebaiknya lebih terbuka, mencoba hal-hal baru, terus berlatih mengasah keterampilan
berbicara (speaking skill) menggunakan metode Think Pair Share dengan Teknik Information Gap Activities; 5) Peneliti lain
sebaiknya menyempurnakan indikator-indikator, pernyataan-pernyataan, serta sistem penilaian yang dirumuskan peneliti,
khususnya dalam rangka penilaian aktivitas dan motivasi belajar; 6) Peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun
mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan peneliti.
Kata Kunci : Think Pair Share, Information Gap Activities, Aktivitas Belajar, Motivasi Belajar

Pendidikan Nasional, yaitu keterpaduan antara
dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kurikulum 2013 juga memastikan bahwa proses
pembelajaran juga lebih terpusat kepada siswa, tidak

terfokus hanya pada pengetahuan konseptual, tidak
berbasis hanya pada buku teks, dan tidak hanya
menggunakan bahasa tulis. Lampiran 3 Permendikbud
No.58 (2014:536) tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah
menyebutkan bahwa perubahan pada rumusan
kompetensi berdampak pada perubahan di semua
aspek pembelajaran. Bagi mata pelajaran Bahasa
Inggris, perubahan definisi kompetensi tersebut justru
memberikan jalan untuk menerapkan pendekatan
berbasis genre secara lebih benar.

Pendahuluan
Perubahan dari KTSP ke Kurikulum 2013, telah
menimbulkan dampak dan implikasi yang luar biasa
di dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di
tingkat SMP / MTs. Sebagian dari pelaku pendidikan
di sekolah mengatakan bahwa kurikulum ini lebih
kompleks, mempunyai banyak parameter penilaian,
serta cenderung mengkondisikan guru dan siswa agar

bertindak lebih pro-aktif dan produktif. Sekolah harus
mengubah paradigma guru untuk melakukan model
pembelajaran menuju kearah penguatan sikap,
ketrampilan dan pengetahuan yang terintegrasi dengan
Scientific Approach.
Kurikulum 2013 menerapkan definisi kompetensi
yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem

1

2

Menurut Martin (1984), tujuan pendidikan
Bahasa Inggris berbasis genre adalah membentuk
kompetensi melaksanakan fungsi sosial dengan
menggunakan teks yang memiliki struktur dan unsur
kebahasaan yang tepat dan benar sesuai dengan tujuan
dan konteks komunikatifnya. Berbasis genre berarti
berbasis pada ketentuan dan rumusan yang rinci
tentang fungsi sosial, struktur teks, dan unsur

kebahasaan yang perlu dicakup sesuai dengan tujuan
dan konteks penggunaannya. Konsep ini sejalan
dengan konsep komunikatif dari Celce-Murcia, et al.
(1995), yang terdiri dari kompetensi wacana,
kompetensi sosio-kultural, kompetensi aksional,
kompetensi kebahasaan, dan kompetensi strategi.
Berdasarkan definisi genre dan kompetensi
komunikatif tersebut, kompetensi berbahasa Inggris di
dalam Kurikulum 2013 kemudian dirumuskan sebagai
kompetensi melaksanakan fungsi sosial dengan
menggunakan teks berbahasa Inggris yang runtut dan
runut dan unsur kebahasaan yang tepat dan berterima,
secara terampil dengan didasari pemahaman yang baik
pada setiap unsur kompetensi tersebut.
Secara detail, penegasan mengenai tujuan
pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dirumuskan
dalam ruang lingkup kompetensi dan materi
(Lampiran 3 Bagian VII. Bahasa Inggris –
Permendikbud No.58 Tahun 2014:544–545). Ruang
lingkup kompetensi meliputi: a) menunjukkan

perilaku yang berterima dalam lingkungan personal,
sosial budaya, akademik, dan profesi; b) mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan
dari teks pendek dan sederhana, dalam kehidupan dan
kegiatan siswa sehari-hari; c) berkomunikasi secara
interpersonal, transaksional dan fungsional tentang
diri sendiri, keluarga, serta orang, binatang, dan benda,
kongkrit dan imajinatif, yang terdekat dengan
kehidupan dan kegiatan siswa sehari-hari di rumah,
sekolah, dan masyarakat; d) menangkap makna dan
menyusun teks lisan dan tulis, pendek dan sederhana
dengan menggunakan struktur teks secara urut dan
runtut serta unsur kebahasaan secara akurat, berterima,
dan lancar.
Secara rinci, ruang lingkup materi meliputi: 1)
teks-teks pendek sederhana dalam wacana interpersonal, transaksional, fungsional khusus, dan fungsional
berbentuk descriptive, recount, narrative, procedure
dan factual report pada tataran literasi fungsional; 2)
penguasaan setiap jenis teks mencakup tiga aspek,
yaitu fungsi sosial, struktur teks, dan unsur
kebahasaan, yang ketiganya ditentukan dan dipilih

sesuai tujuan dan konteks komunikasinya; 3) sikap
mencakup menghargai dan menghayati perilaku jujur,
disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong
royong), santun, percaya diri; 4) keterampilan mencakup mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan

menonton, secara efektif, dengan lingkungan sosial
dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya; 5) unsur-unsur kebahasaan mencakup penanda
wacana, kosakata, tata bahasa, ucapan, tekanan kata,
intonasi, ejaan, tanda baca, dan kerapian tulisan tangan; 6) modalitas dengan batasan makna yang jelas.
Konten pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat
SMP selalu menyertakan 4 keterampilan berbahasa,
yang digolongkan menjadi keterampilan reseptif
meliputi keterampilan mendengarkan (listening) dan
membaca (reading), serta keterampilan produktif
meliputi keterampilan berbicara (speaking) dan
menulis (writing). Salah satu isu besar (grand issue)
dalam penerapan Kurikulum 2013 adalah peningkatan
produktivitas guru dan siswa. Oleh karena itu,
penelitian yang berhubungan dengan keterampilan
produktif dalam Bahasa Inggris layak diprioritaskan.

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan
dasar yang sangat penting karena untuk menguasai
suatu bahasa, harus dimulai secara lisan atau ucapan
karena bahasa lisan merupakan dasar dari penguasaan
bahasa. Keterampilan berbicara merupakan suatu
keterampilan bahasa yang perlu dikuasai dengan baik.
Keterampilan ini merupakan suatu indikator
terpenting bagi keberhasilan siswa terutama dalam
belajar bahasa Inggris. Apabila keterampilan berbicara
dikuasai, siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide
mereka, baik di sekolah maupun di luar sekolah
dengan penutur asing, serta menjaga hubungan baik
dengan orang lain. Berhubungan dengan pernyataan di
atas, Ur (1996) menyatakan bahwa apabila seseorang
menguasai suatu bahasa, secara intuitif ia mampu
berbicara dalam bahasa tersebut. Pendapat ini jelas
mengindikasikan bahwa keterampilan berbicara dapat
mencerminkan seseorang mengetahui suatu bahasa.
Selain itu, keterampilan berbicara bisa juga digunakan
sebagai suatu media untuk belajar.

Namun demikian, dengan tidak menggunakan
KTSP dan beralih kepada Kurikulum 2013,
peningkatan
keterampilan
berbicara
dalam
pembelajaran Bahasa Inggris di SMP sebenarnya
menghadapi kendala-kendala klasik yang cenderung
sama. Kendala tersebut selalu bermuara di faktorfaktor: 1) guru sebagai pemateri dan pengajar; 2) siswa
sebagai yang diajar dan penerima materi; 3) kegiatan
belajar mengajar sebagai wadah atau sarana
berinteraksi antara guru dengan siswa.
Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah: (1)
guru masih menekankan pembelajaran pada kaidahkaidah bahasa, padahal seharusnya lebih menekankan
pada aspek bahasa Inggris sebagai alat komunikasi.
Akibatnya, banyak siswa sulit menggunakan bahasa
Inggris sebagai alat komunikasi dengan berbagai
alasan yang mereka lontarkan. (2) Kelemahan tersebut
menyebabkan para siswa tidak terlatih untuk


3

melafalkan vocabularies dengan benar. (3) Guru
miskin inovasi dan kreativitas, sehingga strategi
pembelajaran yang digunakan cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan monoton. (4)
Guru cenderung mengajarkan tentang Bahasa Inggris,
bukan bagaimana menggunakan Bahasa Inggris,
sehingga speaking dianggap sebagai hafalan saja. (5)
proses belajar mengajar kurang menarik, membosankan dan menimbulkan kesan menakutkan bagi siswa.
(6) Siswa cenderung kurang berminat, kurang
termotivasi dan malas dalam berlatih speaking,
sehingga aktivitas belajar mereka rendah. (7) Siswa
dan sebagian dari guru beranggapan bahwa keterampilan reading, listening dan writing jauh lebih penting.
Peneliti telah memformulasikan suatu metode
pembelajaran aktif dengan teknik tertentu yang dapat
memenuhi ekspektasi dan target, baik secara akademis
maupun dalam rangka melaksanakan penelitian
tindakan kelas. Teknik yang dipilih tidak saja
memiliki relevansi dengan sistem yang berlaku di
dalam Kurikulum 2013, tetapi juga kompatibel

dengan peningkatan keterampilan berbicara (speaking).
Teknik tersebut adalah Information Gap Activities
atau banyak juga yang menyebutnya dengan Split
Information.
Ismukoco (2012) menyarankan, apabila ingin
meningkatkan kelancaran berbicara siswa dalam
bahasa Inggris, maka lakukan dengan Information
Gap Activities yang sesuai dengan kompetensi dasar
yang sedang dibahas. Itu memberi kesempatan kepada
setiap siswa untuk berbicara bahasa Inggris dan siswa
secara alami memproduksi lebih banyak ucapan
(speech). Disamping itu, berbicara dengan teman
sebaya lebih santai daripada mereka berbicara di
depan kelas sendiri. Mereka juga membangun
kosakata mereka dan akan terdorong untuk berfikir
mengeluarkan ide melalui teknik tersebut.
Ismukoco (2012) menyatakan bahwa teknik
tersebut mengkondisikan siswa harus menyelesaikan
tugas secara bersama atau berpasangan. Oleh karena
itu, peneliti akan mengkombinasikannya dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
Menurut Arends (1997), Think Pair Share efektif
untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas,
karena semua resitasi atau diskusi membutuhkan
pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakannya dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk
merespon dan saling membantu.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu
pada bulan September sampai dengan Oktober 2014.
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Ngawi,
khususnya di Kelas VII-B. Lokasi ini dipilih karena

peneliti merupakan guru pengajar mata pelajaran
Bahasa Inggris di kelas tersebut pada Tahun Pelajaran
2014/2015. Peneliti juga mengajar mata pelajaran
Bahasa Inggris di kelas yang sama pada Tahun
Pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa Kelas VII-B
adalah 35 orang yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan
22 siswa perempuan, dengan kemampuan siswa yang
heterogen (tidak sama).
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research) yang
dilaksanakan sesuai dengan prinsip prosedur
penelitian dari Kemmis dan Taggart (1988), yaitu:
kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action),
observasi (observation), refleksi (reflection) atau
evaluasi. Keempat kegiatan itu berlangsung secara
berulang dalam bentuk siklus. Peneliti berencana
melakukan kegiatan penelitian sebanyak dua siklus,
dengan opsi menambah satu siklus lagi apabila hasil
yang dicapai belum memenuhi ekspektasi.
Pengambilan data dilakukan dengan: 1) Studi
Kepustakaan dan Dokumentasi. Cara ini digunakan
untuk mendapatkan dokumen, buku-buku, peraturanperaturan, arsip, literatur dan laporan-laporan yang
berkaitan dengan materi yang diteliti, di samping
sumber tertulis lainnya. 2) Tindakan Kelas. Pada
dasarnya, tindakan kelas merupakan cara terpenting
bagi peneliti untuk mendapatkan data yang valid (data
primer), karena merupakan representasi dari penelitian
lapangan (field research). Cara ini membutuhkan alat
bantu berupa instrumen penelitian tindakan kelas.
Data hasil penelitian diklasifikasikan menjadi
data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif akan
diolah dengan teknik tabulasi yang disesuaikan
dengan Kurikulum 2013. Data kualitatif akan diolah
dengan cara: 1) mengklasifikasikan seluruh materimateri data berdasarkan sumber-sumber data yang
diperoleh; 2) editing, yakni penelaahan terhadap data
untuk diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang
diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk
diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan; dan 4)
melakukan presentasi data untuk keperluan analisis.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
model analisis interaktif Miles dan Huberman
(1996:60), sebagai berikut: 1) peringkasan data (data
reduction), dimana data mentah diseleksi,
disederhanakan dan diambil intinya; 2) data ringkas
disajikan secara tertulis (data display), berdasarkan
kasus-kasus faktual yang berkaitan, sementara
tampilan data digunakan untuk memahami apa yang
sebenarnya terjadi dalam organisasi / kelas; dan 3)
menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusion
drawing) atas pola kecenderungan dan penyimpangan
yang ada dalam fenomena itu, kemudian membuat
prediksi atas kemungkinan selanjutnya.

4

Hasil Penilaian Kompetensi Sikap
Analisis hasil penilaian kompetensi sikap membuktikan bahwa nilai rata-rata (mean) siswa pada
Siklus 1 sebesar 64,36, dan meningkat hingga 72,71
pada Siklus 2. Dari 35 siswa kelas VII-B yang menjadi
sampel penelitian, sebanyak 15 siswa (42,86%)
mempunyai nilai di bawah rata-rata (< 64,36), dan
sebanyak 20 siswa (57,14%) mempunyai nilai di atas
rata-rata (≥ 64,36). Pada Siklus 2, sebanyak 24 siswa
(68,57%) punya nilai di bawah rata-rata (< 72,71), dan
sebanyak 11 siswa (31,43%) mempunyai nilai di atas
rata-rata (≥ 72,71).
Berdasarkan standar KKM dari nilai kompetensi
sikap ≥ “Baik”, hasil penilaian Siklus 1 menunjukkan
bahwa sebanyak 1 siswa (2,86%) memperoleh nilai
“Sangat Baik (SB)”, sebanyak 17 siswa (48,57%)
memperoleh nilai “Baik (B)”, dan sebanyak 17 siswa
(48,57%) memperoleh nilai “Cukup Baik (CB)”. Hasil
penilaian Siklus 2 menunjukkan bahwa sebanyak 7
(20,00%) siswa memperoleh nilai “Sangat Baik (SB)”,
sebanyak 22 siswa (62,86%) memperoleh nilai “Baik
(B)”, dan sebanyak 6 siswa (17,14%) memperoleh
nilai “Cukup Baik (CB)”.

Pendekatan statistik deskriptif dapat mengukur
dan memetakan secara akurat tingkat ketuntasan
klasikal suatu kelompok / kelas berdasarkan distribusi
frekuensi nilai dalam interval tertentu.
Tabel 1. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada
Kompetensi Sikap

Distribusi frekuensi nilai kompetensi sikap pada
Siklus 1 cenderung merata, meski frekuensi tertinggi
berada di interval 71–80 sebanyak 11 siswa dan
frekuensi terendah berada di interval 81–90 sebanyak
2 siswa. Pemerataan tersebut cenderung berada di
rentang 41 – 70, yaitu sebanyak 22 siswa. Kondisi ini
menyebabkan total nilai ekstrapolasi menjadi sebesar
2222,5 dan Indeks Ketuntasan Klasikal hanya sebesar
63,50. Distribusi frekuensi nilai kompetensi sikap
pada Siklus 2 cenderung terkonsentrasi di rentang 61–
80, yaitu sebanyak 28 siswa, dimana 16 siswa berada
di interval 61–70. Kondisi ini menyebabkan total nilai
ekstrapolasi menjadi sebesar 2552,5 dan Indeks
Ketuntasan Klasikal menjadi sebesar 72,93.

Gambar 1. Komparasi Nilai Kompetensi Sikap
Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B
pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM
atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 18 siswa
(51,43%), yang bertambah menjadi 29 siswa (82,86%)
pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus
1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau
dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 17 siswa
(48,57%), yang berkurang menjadi 6 siswa (17,14%)
pada Siklus 2. Berdasarkan temuan ini, maka
ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% baru dapat
dicapai pada Siklus 2 (82,86% > 80%).

Gambar 2. Komparasi Distribusi Frekuensi Nilai
Kompetensi Sikap

5

Ketuntasan klasikal pada kompetensi sikap belum
terpenuhi karena pendekatan statistik deskriptif
membuktikan bahwa indeks Ketuntasan Klasikal
hanya sebesar 63,50 pada Siklus 1, serta sebesar 72,93
pada Siklus 2. Fakta ini mengklarifikasi temuan
sebelumnya bahwa ketuntasan klasikal berdasarkan
kalkulasi konvensional mencapai 51,43% pada Siklus
1, serta mencapai 82,86% pada Siklus 2.
Hasil Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Analisis hasil penilaian kompetensi pengetahuan
(KI-3) membuktikan bahwa nilai rata-rata (mean)
siswa pada pre-test sebesar 76,86, dan meningkat
hingga 86,86 pada post-test. Dari 35 siswa kelas VIIB yang menjadi sampel penelitian, sebanyak 15 siswa
(42,86%) mempunyai nilai di bawah rata-rata (<
76,86), dan sebanyak 20 siswa (57,14%) mempunyai
nilai di atas rata-rata (≥ 76,86). Pada post-test,
sebanyak 13 siswa (37,14%) mempunyai nilai di
bawah rata-rata (< 86,86), dan sebanyak 22 siswa
(62,86%) mempunyai nilai di atas rata-rata (≥ 86,86).
Berdasarkan standar KKM dari nilai kompetensi
pengetahuan ≥ 80 atau setara 3,2, hasil penilaian pretest menunjukkan bahwa 4 siswa (11,43%) memperoleh nilai (A), 9 siswa (25,71%) memperoleh nilai (A–
),7 siswa (20,00%) memperoleh nilai (B+), 6 siswa
(17,14%) memperoleh nilai (B), 5 siswa (14,29%)
memperoleh nilai (B–),4 siswa (11,43%) memperoleh
nilai (C). Hasil penilaian kompetensi pengetahuan
pada post-test menunjukkan bahwa 8 siswa (22,86%)
memperoleh nilai (A), 14 siswa (40,00%) memperoleh nilai (A–), 7 siswa (20,00%) memperoleh nilai
(B+), dan 6 siswa (17,14%) memperoleh nilai (B).

Gambar 3. Komparasi Nilai Kompetensi
Pengetahuan

Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B
pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM
atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 20 siswa
(57,14%), yang bertambah menjadi 29 siswa (82,86%)
pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus
1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau
dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 15 siswa
(42,86%), yang berkurang menjadi 6 siswa (17,14%)
pada Siklus 2. Berdasarkan temuan tersebut, maka
ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% baru dapat
dicapai pada Siklus 2 (82,86% > 80%).
Pendekatan statistik deskriptif dapat mengukur
dan memetakan secara akurat tingkat ketuntasan
klasikal suatu kelompok / kelas berdasarkan distribusi
frekuensi nilai dalam interval tertentu.
Tabel 2. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada
Kompetensi Pengetahuan

Distribusi
frekuensi
nilai
kompetensi
pengetahuan pada pre-test cenderung berada di semua
interval, meski frekuensi tertinggi berada di interval
81–90 sebanyak 9 siswa dan frekuensi terendah berada
di interval 41–50 dan 91–100, yaitu sebanyak 4 siswa.
Kondisi ini menyebabkan total nilai ekstrapolasi
menjadi sebesar 2532,5 dan Indeks Ketuntasan
Klasikal hanya sebesar 72,36. Distribusi frekuensi
nilai kompetensi pengetahuan pada post-test cenderung terkonsentrasi di rentang 71–100, yaitu sebanyak
29 siswa, dimana 14 siswa diantaranya berada di
interval 81–90. Kondisi ini menyebabkan total nilai
ekstrapolasi menjadi sebesar 2882,5 dan Indeks
Ketuntasan Klasikal menjadi sebesar 82,36.

6

Gambar 4. Komparasi Distribusi Frekuensi Nilai
Kompetensi Pengetahuan
Ketuntasan klasikal pada kompetensi pengetahuan
sudah terpenuhi karena pendekatan statistik deskriptif
membuktikan bahwa indeks Ketuntasan Klasikal
sebesar 82,36 pada post-test (82,36 > 80%).
Sebelumnya, indeks Ketuntasan Klasikal hanya
sebesar 72,36 pada pre-test. Peningkatan indeks
Ketuntasan Klasikal membuktikan bahwa tindakan
kelas menghasilkan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kompetensi pengetahuan siswa.
Hasil Penilaian Kompetensi Keterampilan
Berbicara
Analisis hasil penilaian kompetensi keterampilan
berbicara (KI-4) membuktikan bahwa nilai rata-rata
(mean) siswa pada Siklus 1 sebesar 68,00, dan
meningkat hingga 78,40 pada Siklus 2. Dari 35 siswa
kelas VII-B yang menjadi sampel penelitian, sebanyak
14 siswa (40,00%) mempunyai nilai di bawah rata-rata
(< 68,00), dan sebanyak 21 siswa (60,00%)
mempunyai nilai di atas rata-rata (≥ 68,00). Pada
Siklus 2, sebanyak 9 siswa (25,71%) mempunyai nilai
di bawah rata-rata (< 78,40), dan sebanyak 26 siswa
(74,29%) mempunyai nilai di atas rata-rata (≥ 78,40).
Berdasarkan standar KKM dari nilai kompetensi
keterampilan berbicara ≥ 80 atau setara 3,2, hasil
penilaian pada Siklus 1 menunjukkan bahwa 5 siswa
(14,29%) memperoleh nilai (A–), 9 siswa (25,71%)
memperoleh nilai (B+), 7 siswa (20,00%) memperoleh nilai (B), 4 siswa (11,43%) memperoleh nilai (B–
), 5 siswa (14,29%) memperoleh nilai (C+), serta 5
siswa (14,29%) memperoleh nilai (C). Hasil penilaian
kompetensi keterampilan berbicara pada Siklus 2
menunjukkan bahwa 2 siswa (5,71%) memperoleh
nilai (A), 8 siswa (22,86%) memperoleh nilai (A–), 16
siswa (45,71%) memperoleh nilai (B+), 6 siswa
(17,14%) memperoleh nilai (B), dan 3 siswa (8,57%)
memperoleh nilai (B–).

Gambar 5. Komparasi Nilai Kompetensi
Keterampilan Berbicara
Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B
pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM
atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 20 siswa
(57,14%), yang bertambah menjadi 29 siswa (82,86%)
pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus
1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau
dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 15 siswa
(42,86%), yang berkurang menjadi 6 siswa (17,14%)
pada Siklus 2. Berdasarkan temuan tersebut, maka
ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% baru dapat
dicapai pada Siklus 2 (82,86% > 80%).
Dengan demikian, jumlah siswa Kelas VII-B
pada Siklus 1 yang berhasil memenuhi syarat KKM
atau dikatakan “Tuntas” adalah sebanyak 11 siswa
(31,43%), yang bertambah menjadi 26 siswa (74,29%)
pada Siklus 2. Jumlah siswa Kelas VII-B pada Siklus
1 yang belum berhasil memenuhi syarat KKM atau
dikatakan “Tidak Tuntas” adalah sebanyak 24 siswa
(68,57%), yang berkurang menjadi 9 siswa (25,71%)
pada Siklus 2. Berdasarkan temuan tersebut, maka
ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% belum dapat
dicapai pada Siklus 2 (74,29% < 80%).
Pendekatan statistik deskriptif dapat mengukur
dan memetakan secara akurat tingkat ketuntasan
klasikal suatu kelompok / kelas berdasarkan distribusi
frekuensi nilai dalam interval tertentu.

7

Tabel 3. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Kompetensi Keterampilan Berbicara

Distribusi frekuensi nilai kompetensi keterampilan berbicara pada Siklus 1 cenderung berada di
semua interval. Frekuensi tertinggi berada di interval
71–80 sebanyak 12 siswa serta frekuensi terendah
berada di interval 41–50 dan 81–90, yaitu sebanyak 5
siswa. Artinya, nilai siswa lebih banyak terkonsentrasi
di interval 71–80. Kondisi ini menyebabkan total nilai
ekstrapolasi menjadi sebesar 2352,5 dan Indeks
Ketuntasan Klasikal hanya sebesar 67,21. Pada Siklus
2 juga cenderung berada di semua interval, meski
tidak ada siswa yang memiliki nilai di interval 41–50.
Frekuensi tertinggi berada di interval 71–80 sebanyak
18 siswa serta frekuensi terendah berada di interval
51–60 dan 91–100, yaitu sebanyak 2 siswa. Artinya,
nilai siswa lebih banyak terkon-sentrasi di interval 71–
80. Kondisi ini menyebabkan total nilai ekstrapolasi
menjadi sebesar 2672,5 dan Indeks Ketuntasan
Klasikal hanya sebesar 76,36.

Gambar 6. Komparasi Distribusi Frekuensi Nilai
Kompetensi keterampilan Berbicara

Ketuntasan klasikal pada kompetensi keterampilan
berbicara belum terpenuhi karena pendekatan statistik
deskriptif membuktikan bahwa indeks Ketuntasan
Klasikal hanya sebesar 67,21 pada Siklus 1, serta
sebesar 76,36 pada Siklus 2. Fakta ini mengklarifikasi
temuan sebelumnya bahwa ketuntasan klasikal
berdasarkan kalkulasi konvensional mencapai 31,43%
pada Siklus 1, serta mencapai 74,29% pada Siklus 2.
Hasil Penilaian Aktivitas Belajar
Secara umum, hasil analisis pada Siklus 1
membuktikan
bahwa
siswa
Kelas
VII-B
memperlihatkan keaktifan belajar yang cenderung
variatif. Beberapa siswa masih menunjukkan perilaku
kurang aktif, dimana rasionya mencapai 14,29%.
Secara agregat, perilaku aktif yang ditunjukkan
cenderung balance antara sangat aktif, aktif dan cukup
aktif. Artinya, tidak ada level/kriteria yang paling
menonjol dari sekian banyak karakteristik aktivitas
belajar siswa. Meski demikian, perilaku aktif
merupakan perilaku yang paling banyak ditunjukkan
siswa, karena rasionya mencapai 31,11%.
Hasil analisis pada Siklus 2 membuktikan bahwa
siswa Kelas VII-B memperlihatkan kemajuan yang
signifikan dalam menjalani aktivitas belajar. Perilaku
yang ditunjukkan cenderung berada di level/kriteria
sangat aktif dan aktif, dengan total rasio mencapai
86,98%. Sisanya sebesar 13,02% merupakan rasio
dari perilaku cukup aktif. Perilaku sangat aktif
merupakan perilaku belajar yang paling banyak
ditunjukkan siswa, karena rasionya mencapai 49,52%
atau mendekati 50%.

Gambar 7. Komparasi Hasil Penilaian Aktivitas
Belajar Siswa pada Setiap Kriteria

8

Secara agregat, kriteria sangat aktif (SA)
mengalami peningkatan paling signifikan dari 25,71%
pada Siklus 1 menjadi 49,52% pada Siklus 2. Kriteria
aktif (A) mengalami peningkatan dari 31,11% pada
Siklus 1 menjadi 37,46% pada Siklus 2. Kriteria cukup
aktif (CA) mengalami penurunan dari 28,89% pada
Siklus 1 menjadi 13,02% pada Siklus 2.
Hasil Penilaian Motivasi Belajar
Secara umum, hasil analisis membuktikan bahwa
siswa Kelas VII-B memperlihatkan motivasi belajar
yang cenderung tinggi. Beberapa siswa masih
menunjukkan perilaku di level cukup termotivasi
(CT), dimana rasionya mencapai 20,00%. Motivasi
belajar yang ditunjukkan selama tindakan kelas
cenderung mengarah ke level termotivasi (T) dan
sangat termotivasi (ST), dimana total rasionya
mencapai 80,00%. Meski demikian, motivasi belajar
siswa Kelas VII-B cenderung lebih banyak di level
termotivasi (T), karena rasionya mencapai 49,43%.
Siswa yang motivasi belajarnya sangat tinggi
cenderung lebih sedikit rasionya, yaitu 30,57%.

Gambar 8. Hasil Penilaian Motivasi Belajar
Siswa pada Setiap Kriteria
Pembahasan
Bagian dari eksperimen yang paling krusial
dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
mengawinkan konsep Think Pair Share (TPS) dengan
teknik Information Gap Activities (IGA). Peneliti
berhasil merumuskan suatu strategi pembelajaran
Bahasa Inggris yang merepresentasikan konsep Think
Pair Share dengan teknik Information Gap Activities.
Keterampilan berbicara (speaking skill) sebagai
bagian Kompetensi Inti empat (KI-4) dalam
Kurikulum 2013 telah berhasil direkayasa secara
positif. Rekayasa dalam wujud peningkatan
keterampilan berbicara pada materi perkenalan diri
dapat diketahui dari peningkatan nilai rata-rata,
ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal.
Hasil unjuk kerja (performance test) pada Siklus
1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 88,00 dan
nilai terendah adalah 48,00, dengan nilai rata-rata
sebesar 68,00. Sebanyak 14 siswa (40,00%) memiliki

nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 21 siswa
(60,00%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi
yang berbeda terjadi pada saat menggunakan
parameter KKM = 80, dimana sebanyak 11 siswa
(31,43%) memiliki nilai di atas atau sama dengan
KKM, serta sebanyak 24 siswa (68,57%) memiliki
nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan klasikal
secara konvensional mencapai 31,43% dari ketentuan
minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks
ketuntasan klasikal hanya mencapai 67,21.
Hasil unjuk kerja (performance test) pada Siklus
2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 92,00 dan
nilai terendah adalah 60,00, dengan nilai rata-rata
sebesar 78,40. Sebanyak 9 siswa (25,71%) memiliki
nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 26 siswa
(74,29%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi
yang sama terjadi pada saat menggunakan parameter
KKM = 80, dimana sebanyak 26 siswa (74,29%)
memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta
sebanyak 9 siswa (25,71%) memiliki nilai di bawah
KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara
konvensional mencapai 74,29% dari ketentuan
minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks
ketuntasan klasikal meningkat hingga 76,36 (+ 9,15).
Hasil penelitian dari Efendi, dkk. (2013),
menyebutkan bahwa keterampilan berbicara
(speaking skill) siswa yang mendapatkan treatment
metode TPS jauh lebih baik daripada keterampilan
berbicara (speaking skill) siswa yang mendapatkan
treatment metode konvensional. Pratiwi, dkk. (2014)
dalam penelitiannya, juga menyimpulkan bahwa
metode TPS dapat meningkatkan keterampilan
berbicara siswa terkait dengan kelancaran,
pemahaman, grammatika, kosakata, dan pengucapan).
Selain itu, siswa juga menjadi lebih percaya diri untuk
berbicara dalam Bahasa Inggris dan berpartisipasi
selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas,
karena mereka memiliki kesempatan lebih untuk
latihan berbicara. Aeni (2013) menyebutkan bahwa
metode TPS dapat meningkatkan keterampilan
berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas IX secara
signifikan.
Terkait penerapan teknik IGA, Syahari (2012)
menyatakan bahwa penerapan IGA ternyata dapat
meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Inggris
siswa Kelas VIII dan dapat membangun suasana
KBM di kelas menjadi lebih kondusif. Hasil penelitian
dari Rhohmatillah (2010) mengkonfirmasi hal itu
dengan menyatakan bahwa penerapan IGA dapat
memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa
untuk berlatih berbicara Bahasa Inggris dengan
temannya. Sementara Nirwana (2013) menyimpulkan
bahwa penerapan IGA terbukti efektif memperbaiki
keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas
IX-D SMP Negeri 1 Bangkalan.

9

Beberapa hasil penelitian tersebut cenderung
memperkuat hasil penelitian tindakan kelas tentang
penerapan metode TPS dengan teknik IGA di Kelas
VII-B SMP Negeri 2 Ngawi. Deferensiasi yang terjadi
di antara penelitian-penelitian tersebut justru
berhubungan dengan segmentasi, lokasi penelitian,
waktu pelaksanaan, materi pembelajaran, serta
metodologi.
Eksperimen yang melibatkan konsep Think Pair
Share (TPS) dengan teknik Information Gap Activities
(IGA) juga digunakan peneliti untuk mengukur
aktivitas dan motivasi belajar. Peneliti berkepentingan
untuk mengetahui efektivitas metode TPS dengan
teknik IGA dalam mempengaruhi aktivitas dan
motivasi belajar siswa. Selain melengkapi penilaian
hasil belajar dalam Kurikulum 2013, eksperimen ini
juga sebagai media verifikasi dan validasi penelitian
sejenis lainnya yang mendeskripsikan kemampuan
metode TPS dan IGA dalam meningkatkan aktivitas
dan motivasi belajar siswa.
Hasil pengamatan pada Siklus 1 menunjukkan
bahwa aktivitas belajar siswa Kelas VII-B SMP
Negeri 2 Ngawi relatif baik. Siswa banyak
memperlihatkan perilaku cukup aktif (CA), aktif (A),
dan sangat aktif (SA) saat belajar dan terlibat dalam
pelaksanaan tindakan kelas. Meskipun masih ada
perilaku kurang aktif (KA) yang muncul dari siswa,
namun hal ini dapat ditoleransi. Memasuki Siklus 2,
aktivitas belajar mereka membaik sangat signifikan.
Tidak ada lagi perilaku kurang aktif (KA) yang
muncul dari siswa, bahkan perilaku cukup aktif (CA)
yang muncul tidak banyak. Aktivitas belajar siswa
pada Siklus 2 cenderung didominasi oleh perilaku
aktif (A), dan sangat aktif (SA).
Perubahan positif pada aktivitas belajar siswa
mengindikasikan adanya peningkatan motivasi
belajar. Penerapan metode TPS dengan teknik IGA
mampu memotivasi siswa agar lebih pro-aktif dalam
belajar, dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris
materi perkenalan diri. Hasil penilaian melalui angket
motivasi belajar membuktikan bahwa siswa Kelas
VII-B SMP Negeri 2 Ngawi sangat termotivasi dalam
mengikuti pelaksanaan tindakan kelas.
Aeni (2013) dalam laporan penelitian tindakan
kelas-nya juga menyebutkan bahwa metode TPS
dapat meningkatkan motivasi dan keberanian
berbicara Bahasa Inggris siswa Kelas IX secara
signifikan. Penelitian dari Mansyur, dkk. (2008)
meskipun dilakukan dalam mata pelajaran
Matematika, tetapi juga dapat membuktikan bahwa
metode TPS dapat meningkatkan aktivitas dan
motivasi belajar siswa. Melalui mata pelajaran
Ekonomi, Septiana dan Sumardiningsih (2014) juga
menyatakan bahwa metode TPS efektif dalam
meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa.

Peningkatan dalam motivasi dari pra-siklus sampai
dengan berakhirnya Siklus 2 masuk kategori tinggi,
sementara peningkatan dalam aktivitas dari pra-siklus
sampai dengan berakhirnya Siklus 2 masuk kategori
sedang.
Terkait penerapan teknik IGA, Syahari (2012)
menyatakan bahwa penerapan IGA dapat membangun
interaksi siswa dengan guru, motivasi siswa menjadi
lebih tinggi, partisipasi aktif, percaya diri, serta
memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa
untuk berlatih berbicara. Hasil penelitian dari
Rhohmatillah (2010) mengkonfirmasi hal itu dengan
menyatakan bahwa penerapan IGA dapat memotivasi
siswa agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Semua itu juga telah dibuktikan oleh
Nirwana (2013) saat meneliti keterampilan berbicara
Bahasa Inggris siswa Kelas IX-D SMP Negeri 1
Bangkalan.
Perumusan strategi pembelajaran Bahasa Inggris
yang merepresentasikan konsep Think Pair Share
dengan teknik Information Gap Activities bertujuan
untuk merekayasa kompetensi sikap spiritual dan
sosial (KI-1 dan KI-2) serta kompetensi pengetahuan
(KI-3). Rekayasa dalam wujud peningkatan
pengetahuan dan perbaikan sikap pada materi
perkenalan diri dapat diketahui dari peningkatan nilai
rata-rata, ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal.
Hasil observasi sikap pada Siklus 1 menunjukkan
bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah
adalah 45,00, dengan nilai rata-rata sebesar 64,36.
Sebanyak 15 siswa (42,86%) memiliki nilai di bawah
rata-rata, serta sebanyak 20 siswa (57,14%) memiliki
nilai di atas rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi
pada saat menggunakan parameter KKM = “Baik”,
dimana sebanyak 18 siswa (51,43%) telah memenuhi
syarat KKM, serta sebanyak 17 siswa (48,57%) belum
memenuhi syarat KKM. Tingkat keberhasilan klasikal
secara konvensional mencapai 51,43% dari ketentuan
minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks
ketuntasan klasikal hanya mencapai 63,50.
Hasil observasi sikap pada Siklus 2 menunjukkan
bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah
adalah 62,50, dengan nilai rata-rata sebesar 72,71.
Sebanyak 24 siswa (68,57%) memiliki nilai di bawah
rata-rata, serta sebanyak 11 siswa (31,43%) memiliki
nilai di atas rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi
pada saat menggunakan parameter KKM = “Baik”,
dimana sebanyak 29 siswa (82,86%) telah memenuhi
syarat KKM, serta sebanyak 6 siswa (17,14%) belum
memenuhi syarat KKM. Tingkat keberhasilan klasikal
secara konvensional mencapai 82,86% dari ketentuan
minimal 80% (sudah tercapai). Sementara indeks
ketuntasan klasikal hanya mencapai 72,93.
Beberapa penelitian sejenis tidak secara tegas
mengkonfirmasi tentang korelasi metode TPS

10

maupun IGA dengan kompetensi sikap, tetapi
sebagian besar membuktikan adanya korelasi positif
dengan aspek-aspek penilaian kompetensi sikap.
Berbicara merupakan cara berkomunikasi yang
membutuhkan sikap yang santun. Pratiwi, dkk. (2014)
menyatakan bahwa siswa lebih percaya diri untuk
berbicara dalam Bahasa Inggris dan berpartisipasi
selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas,
karena mereka memiliki kesempatan lebih untuk
latihan berbicara. Penelitian dari Aeni (2013)
membuktikan bahwa penerapan TPS dapat
meningkatkan keberanian siswa dalam berbicara
Bahasa Inggris. Keberanian itu berhubungan dengan
kepercayaan diri, bertanggungjawab, peduli dan jujur.
Syahari (2012) menyatakan bahwa penerapan
IGA dapat membangun interaksi siswa dengan guru,
partisipasi aktif serta percaya diri. Interaksi dengan
guru dan partisipasi aktif perlu sikap santun, disiplin,
bertanggungjawab, kerjasama, dan komunikatif.
Rhohmatillah (2010) menekankan pentingnya
penerapan IGA dalam meningkatkan kemampuan
bekerjasama, peduli dan komunikatif. Sementara
Nirwana (2013) juga menyimpulkan adanya
partisipasi yang aktif pada saat diterapkannya IGA
guna memperbaiki keterampilan berbicara Bahasa
Inggris siswa Kelas IX-D SMP Negeri 1 Bangkalan.
Beralih ke kompetensi pengetahuan, hasil pretest menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 100,00
dan nilai terendah adalah 50,00, dengan nilai rata-rata
sebesar 76,86. Sebanyak 15 siswa (42,86%) memiliki
nilai di bawah rata-rata, serta sebanyak 20 siswa
(57,14%) memiliki nilai di atas rata-rata. Komposisi
yang sama terjadi pada saat menggunakan parameter
KKM = 80, dimana sebanyak 20 siswa (57,14%)
memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta
sebanyak 15 siswa (42,86%) memiliki nilai di bawah
KKM. Tingkat keberhasilan klasikal secara
konvensional mencapai 57,14% dari ketentuan
minimal 80% (belum tercapai). Sementara indeks
ketuntasan klasikal hanya mencapai 72,36.
Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai tertinggi
adalah 100,00 dan nilai terendah adalah 70,00, dengan
nilai rata-rata sebesar 86,86. Sebanyak 13 siswa
(37,14%) memiliki nilai di bawah rata-rata, serta
sebanyak 22 siswa (62,86%) memiliki nilai di atas
rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi pada saat
menggunakan parameter KKM = 80, dimana
sebanyak 29 siswa (82,86%) memiliki nilai di atas
atau sama dengan KKM, serta sebanyak 6 siswa
(17,14%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat
keberhasilan klasikal secara konvensional mencapai
82,86% dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai).
Sementara indeks ketuntasan klasikal mencapai 82,36.
Syahari (2012) dalam penelitiannya juga
menggunakan instrumen post-test untuk mengukur

kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang
berhubungan keterampilan berbicara. Hasilnya adalah
kemampuan siswa tersebut cenderung meningkat,
sejalan dengan peningkatan keterampilan berbicara.
Temuan ini dilengkapi oleh hasil penelitian dari
Rhohmatillah (2010) yang mengungkapkan bahwa
melalui pre-test dan post-test, penelitiannya dapat
mendeskripsikan peningkatan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan
dengan keterampilan berbicara Bahasa Inggris,
sebelum dan sesudah penerapan IGA.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penerapan
metode Think Pair Share (TPS) dengan Teknik
Information Gap Activities terbukti dapat
meningkatkan keterampilan berbicara (speaking skill)
pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Perkenalan
Diri di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Ngawi Tahun
Pelajaran 2014/2015; 2) Penerapan metode Think Pair
Share (TPS) dengan Teknik Information Gap
Activities terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan
motivasi belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa
Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B SMP
Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015; 3)
Penerapan metode Think Pair Share (TPS) dengan
Teknik Information Gap Activities terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada Pembelajaran
Bahasa Inggris Materi Perkenalan Diri di Kelas VII-B
SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2014/2015.
B. Saran
Saran untuk pemerintah:
1. Aspek-aspek penilaian dalam kompetensi sikap
sebaiknya direformulasi karena ada beberapa
aspek yang membingungkan, tidak jelas
urgensinya dan tidak berkorelasi dengan
kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
2. Aktivitas dan motivasi belajar sebaiknya
dimasukkan sebagai kompetensi baru dalam
Kurikulum 2013.
3. Mencermati beberapa kelemahan dalam
Kurikulum 2013, pemerintah sebaiknya meninjau
lagi implementasinya.
Saran untuk Pihak Sekolah:
1. Sebaiknya
memberikan
dukungan
dan
berkontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya
pengembangan lebih lanjut.
2. Sebaiknya memberikan solusi dan bantuan teknis
saat guru terbentur masalah keterbatasan
sumberdaya dan waktu.
3. Sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana
untuk mempublikasikan hasil PTK.

11

4.

Terkait KKM, sebaiknya direvisi / diturunkan
menjadi 75 atau 70; atau menggunakan sistem
mengambang (floating).
Saran untuk Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris:
1. Sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik
siswanya, terutama sekali dalam sistem
monitoring yang lebih efektif dan efisien. Dengan
demikian, guru dapat mengontrol sikap dan
perilaku siswa pada saat proses berlangsung.
2. Sebaiknya bersinergi dengan pihak sekolah
dalam rangka memberikan dukungan dan
berkontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya
pengembangan lebih lanjut.
3. Sebaiknya bereksperimen dengan metode Think
Pair Share (TPS) dengan Teknik Information
Gap Activities, khususnya berhubungan dengan
speaking skill.
4. Bagi guru mitra yang akan menggunakan
perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya
sebelum menggunakannya, terlebih dahulu
melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi
dengan peneliti, sehingga kekurangan yang
terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum
mengajarkan di kelas.
Saran untuk Siswa:
1. Sebaiknya lebih terbuka dalam mengapresiasi
model atau metode pembelajaran yang familiar.
2. Sebaiknya mencoba hal-hal baru demi
meningkatkan kualitas belajar.
3. Sebaiknya terus berlatih untuk mengasah
keterampilan berbicara (speaking skill).
4. Sebaiknya terus menggunakan metode Think
Pair Share (TPS) dengan Teknik Information
Gap Activities dalam mengasah keterampilan
berbicara (speaking skill).
Saran untuk Peneliti lain:
1. Peneliti lain yang hendak mengembangkan atau
mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang
telah diutarakan peneliti.
2. Sebaiknya tetap memasukkan penilaian aktivitas
dan motivasi belajar.
3. Sebaiknya menyempurnakan indikator-indikator,
pernyataan-pernyataan, serta sistem penilaian
yang dirumuskan peneliti, khususnya dalam
rangka penilaian aktivitas dan motivasi belajar.
4. Dalam rangka peningkatan kualitas konten,
sistematika, kerangka berpikir, serta validitas
data, para peneliti sebaiknya selalu berbagi
informasi dan pengalaman, agar terjadi proses
brainstorming yang menghasilkan kesepahaman
pengertian, proses, instrumen, serta teori yang
mendasari.

DAFTAR PUSTAKA
Aeni,
Noor.
2013.
Upaya
Peningkatan
Keterampilan Berbicara Teks Report Siswa
Kelas IX-F SMP Negeri 6 Cirebon melalui
Think Pair Share. Penelitian Tindakan Kelas.
Tidak Dipublikasikan.
Arends, Richard I. 1997. Classroom Intruction and
Management. New York: Mc Grow-Hill
Companics Inc.
Celce-Murcia, M., et al. 1995. A Pedagogical
Framework for Communicative Competence: A
Pedagogically Motivated Model with Content
Specifications. Issues in Applied Linguistics,
6(2): 5-35.
Efendi, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap
Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris
Ditinjau dari Tingkat Kreativitas Siswa. eJournal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Volume 2.
Ismukoco. 2012. Information Gap Activities untuk
Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Bahasa Inggris. Makalah Pembelajaran.
Surabaya: Widyaiswara LPMP Jawa Timur.
Mansyur, Ali, dkk. 2008. Peningkatan Aktivitas dan
Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Tuban
melalui Pembelajaran Kooperatif TPS. Penelitian Tindakan Kelas. Tidak Dipublikasikan.
Martin, J. R. 1984. Language, Register and Genre.
Dalam Christie, F. (Ed.) Children Writing–
Course Readings. Geelong: Deakin University
Press.
Miles, M.B., and Huberman, A.M. 1996. Qualitative
Data Analysis: A Sourcebook of New Methods.
California: Sage.
Nirwana, L.B. 2013. The Implementation of Gap
Information Activity to Teach Speaking
Procedure Text to the Ninth Graders. Skripsi.
English Education, Faculty of Language and Art.
Surabaya: State University of Surabaya.
Pratiwi, Desy, dkk. 2014. Improving The Eighth
Grade Students’ Speaking Skills of SMP Negeri
2 Nusawungu Through Think-Pair-Share
Strategy. English Language Teaching Journal,
3(7): 8-14.
Rhohmatillah. 2010. Improving Student’s Speaking
Ability Using Information Gap Activities (A
Classroom Action Research at X Grade of SMA
Triguna Utama Ciputat). Skripsi. English
Education Department, Faculty of Tarbiya and
Teaching Sciences. Jakarta: State Islamic
University Syarif Hidayatullah.

12

Septiana, Ana, dan Sumardiningsih, Sri. 2014.
Peningkatan Aktivitas, Motivasi, dan Prestasi
Belajar Ekonomi melalui Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-PairShare (TPS) di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 10
Yogyakarta. English Language Teaching
Journal, 3(75): 21-27.
Syahari. 2012. Improving Students’ Speaking
Competence through Information Gap
Activities (A Classroom Action Research at the
Eight Grade Students of SMP Negeri 2
Kecamatan Slahung, Ponorogo in 2011

Academic Year). Thesis. Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris, Pascasarjana. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching
Practice and Theory. Melbourne: Cambridge
University Press.

Mengetahui,

Kepala Sekolah
SMP Negeri 2 Ngawi

Kepala Perpustakaan
SMP Negeri 2 Ngawi

Moh. Luluk Sodiki, M.Pd.
NIP. 19620525 198302 1 004

Rosyidatul Anwarriyah A., S.Pd.
NIP. 19681129 199703 2 001

Ngawi, 30 Oktober 2014
Peneliti

Rhosmaria Kartikasari, S.Pd.
NIP. 19810729 200801 2 006

Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PENGARUH TRAINING TERHADAP PENINGKATAN KEMATANGAN SOSIAL REMAJA AWAL DI FULL DAY SCHOOL

0 50 2

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

3 41 108

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI LUAS BANGUN DATAR MENGGUNAKAN METODE DISCOVERY DI KELAS VB SD NEGERI 5 SUMBEREJO KECAMATAN KEMILING BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

7 63 30

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

2 37 45

PENINGKATAN KESTABILAN ENZIM LIPASE DARI Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 DENGAN AMOBILISASI MENGGUNAKAN BENTONIT

3 96 80