Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Broiler

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang
sangat baik untuk ternak khususnya ayam broiler. Secara umum tepung ikan
memiliki kandungan protein yang tinggi antara 50-70%. Kandungan protein
tepung ikan memang relatif tinggi, protein hewani tersebut disusun oleh asamasam amino esensial yang kompleks, diantaranya asam amino Lisin dan
Methionin. Disamping itu, juga mengandung mineral Calsium dan Phospor serta
vitamin B kompleks khususnya vitamin B12 (Murtidjo, 2001).
Tepung ikan dapat juga digunakan sebagai kalsium. Kandungan protein
tepung ikan sangat dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan dalam proses
pembuatannya. Pemanasan yang berlebih akan membuat tepung ikan menjadi
berwarna cokelat dan kadar proteinnya cenderung menurun atau bisa menjadi
rusak (Boniran, 1999).

Ikan Gabus Pasir

Ikan gabus pasir (Butis amboinensis) merupakan ikan predator
(pemangsa), ikan ini mencari makanan sebagian besar pada malam hari dengan
pola samar untuk membantu ikan tersebut berbaur dengan lingkungan untuk
mendapatkan mangsa. Ikan ini juga dapat meringankan dan menggelapkan

pewarnaan tubuh, memiliki kebiasaan menyelaraskan diri dengan permukaan
padat baik horizontal, vertikal atau terbalik dan sering berenang di posisi terbalik.
Spesies ikan ini mendiami pesisir sungai, muara dan hutan bakau di New Guinea

Universitas Sumatera Utara

telah tercatat 300 kilometer ke arah hulu dari muara sungai ikan gabus pasir
ditemukan di atas lumpur berpasir (Allen, 1991).
Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut;
Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis
amoinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar
badan 5-5, 5 kali lebih pendek dari panjang standard, 6-7 kali lebih pendek dari
panjang total, tidak mempunyai sisik tambahan, interorbital, pipi dan kepala
bersisik, tidak ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan tidak
membesar, tipe ekor membulat (Gultom, 2010).
Tabel 1. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir
Jenis Nutrisi
Gross Energi (K.cal/g)
Kadar air (%)
Protein kasar (%)

Lemak kasar (%)
Bahan kering (%)
Abu (%)
Kalsium (%)
Posfor (%)

Kandungan
3,4902
4,71
59,09
6,25
92,82
30,44
5,86
0,026

Sumber: Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2015).

Tabel 2. Kandungan nutrisi tepung ikan komersial
Nutrisi

Energi metabolis (Kkal/kg)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)

Kandungan
2565
55
8
1

Sumber : Siregar (2009).

Limbah ikan gabus pasir terdiri atas kepala, isi perut. Limbah ikan gabus
pasir diolah menjadi tepung dengan cara dipanaskan (cooking), dipressing, dioven
dan digrinder menjadi tepung ikan. Tepung ikan mengadung protein yang tinggi
dan

dapat


meingkatkan

produksi

dan

nilai

gizi

telur

dan

daging

(Stevie et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara


Kandungan nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir yang terbaik adalah
dengan metode pengukusan. Nilai nutrisi dengan metode pengukusan dapat dilihat
pada Tabel 2. Hasil ini sudah sesuai dengan standar SNI (1996) nilai nutrisi
tepung ikan gabus pasir dengan metode pengukusan termasuk kriteria kualitas
sedang (Vidiana et al., 2014). Menurut SNI (1996) sedang standar persyaratan
mutu tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung komponen-komponen
yaitu Air 10 %, lemak 8 %, protein 65%, abu 20 %, serat kasar 1,5 % sedangkan
standar persyaratan mutu tepung ikan yang berkualitas rendah yaitu air 12 %,
lemak 12%, protein 45%, abu 30 % dan serat kasar 3%.

Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan jenis ras unggul dari hasil persilangan antara
bangsa-bangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas yang tinggi
terhadap produksi daging (karkas) dan telur. Jenis-jenis ayam broiler unggul ini
merupakan final stock yang didatangkan dari luar negeri. Secara umum, ayam
broiler memiliki faktor keturunan atau faktor genetis yang baik yaitu umumnya
bertubuh besar, memiliki pertumbuhan yang cepat, produksi daging dan telur
tinggi, serta memiliki daya alih (konversi) pakan menjadi produk protein
(daging dan telur) tinggi (Gordon dan Charles 2002).
Ayam broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis

kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakan oleh perusaahaan pembibitan
khusus (Gordon dan Charles 2002). Menurut Bell dan Weaver (2002), banyak
jenis strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan
tersebut terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan dan konversi pakan

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Performans Broiler
Usia
(Minggu)
1
2
3
4
5
6
7
8

Berat Badan

(Kg)
0,159
0,418
0,813
1,265
1,765
2,255
2,715
3,135

KonversiPakan
(Gram)
0,92
1,23
1,40
1,52
1,65
1,79
1,93
2,07


Sumber : Murtidjo (1987).

Nutrisi Ayam Broiler
Nutrisi merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi
komposisi karkas, terutama terhadap proporsi kadar lemak, konsentrasi energi dan
rasio energi terhadap protein pakan, bahan alternatif serta proporsi kandungan gizi
pakan dapat merubah komposisi karkas. Respon ternak terhadap manipulasi
nutrisi yang diberikan juga menentukan hasil akhir komposisi karkas
(Soeparno, 1994).
Penyusunan ransum ayam broiler memerlukan informasi mengenai
kandungan nutrisi dari bahan-bahan penyusun sehingga dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi dalam jumlah dan persentase yang diinginkan (Amrullah, 2004).
Nutrisi tersebut adalah energi, protein, serat kasar, kalsium (Ca) dan fosfor (P).
Sumber energi utama yang terdapat ransum ayam broiler adalah karbohidrat dan
lemak.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Kebutuhan nutrien pakan ayam broiler

Umur
(Minggu)

Protein

0-3

23

3-6
6-8

ME (Kkal/kg) Ca

(%)

Pospor

(%)


(%)

3200

1,00

0,45

20

3200

0,90

0,35

18

3200


0,80

0,30

Sumber : NRC (1994)

Energi metabolisme yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda , sesuai
tingkat umurnya, jenis kelamin dan cuaca. Semakin tua ayam membutuhkan
energi metabolisme lebih tinggi (Fadilah, 2004). Menurut Wahyu (1992), energi
yang dikonsumsi oleh ayam broier umumnya digunakan untuk pertumbuhan
jaringan tubuh, produksi, menyelenggarakan aktivitas fisik dan mempertahankan
temperatur tubuh yang normal. Fadilah (2004), menyatakan bahwa kebutuhan
energi untuk ayam broiler periode starter 2.900-3.200 kkal/kg ransum pada tingkat
protein 21-23%, sedangkan periode finisher 2.900-3.200 kkal/kg ransum pada
tingkat protein 19-21%. Kebutuhan protein untuk ayam broiler yang sedang
bertumbuh relatif lebih tinggi karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan
yaitu untuk pertumbuhan jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu

(Wahyu,

1992). Rasyaf (1992), menyatakan bahwa kebutuhan energi metabolis
berhubungan erat dengan kebutuhan protein yang mempunyai peranan penting
pada pertumbuhan ayam broiler selama masa pertumbuhan. Rasyaf (1990),
menyatakan bahwa penggunaan serat kasar dalam ransum ayam broiler adalah
sebesar 5%.
Menurut Wahyu (1992), persentase serat kasar yang dapat dicerna oleh
ternak ayam broiler sangat bervariasi. Efeknya terhadap penggunaan energi sangat

Universitas Sumatera Utara

kompleks. Serat kasar yang tidak tercerna dapat membawa nutrisi lain yang keluar
bersama feses. Anggorodi (1990), menambahkan bahwa kesanggupan ternak
dalam mencerna serat kasar tergantung dari jenis alat pencernaan yang dimiliki
oleh ternak tersebut dan tergantung pula dari mikroorganisme yang terdapat dalam
alat pencernaan. Ayam broiler tidak dapat memanfaatkan serat kasar sebagai
sumber energi. Serat kasar ini masih dibutuhkan dalam jumlah kecil oleh unggas
yang berperan sebagi bulky, yaitu untuk memperlancar pengeluaran feses
(Rizal, 2006). Rasyaf (1990) menambahkan, serat kasar yang berlebihan akan
mengurangi efisiensi penggunaan nutrien-nutrien lainnya, sebaliknya apabila serat
kasar yang terkandung dalam ransum terlalu rendah, maka hal ini juga membuat
ransum tidak dapat dicerna dengan baik.

Ransum Ayam Broiler
Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh
ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai
kebutuhan gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang
digunakan. Penyamaan nilai gizi yang ada di dalam bahan makanan yang
digunakan dengan nilai gizi yang dibutuhkan ayam dinamakan tehnik penyusunan
ransum (Rasyaf, 2004).
Ransum yang diberikan haruslah mengandung protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral. Selain itu, air juga sangat penting untuk mengatur temperatur
tubuh. Bila ayam hanya diberi air dan tidak diberi makan dapat hidup lebih lama.
Kekurangan air hanya untuk satu hari saja dapat menyebabkan perubahan

Universitas Sumatera Utara

fisiologis dan sangat menurunkan kecepatan pertumbuhan ayam broiler (Wahyu,
1997).
Energi yang umum digunakan dalam pakan unggas adalah energi
metabolisme. Tinggi rendahnya energi metabolisme dalam pakan ternak unggas
akan mempengaruhi banyak sedikitnya ayam mengkonsumsi pakan. Pakan yang
energinya semakin tinggi semakin sedikit dikonsumsi demikian sebaliknya bila
energi pakan rendah akan dikonsumsi semakin banyak untuk memenuhi
kebutuhannya (Murtidjo, 1992).

Bobot Potong Ayam Broiler
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot
ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Pemuasaan mempunyai tujuan agar
saluran pencernaan relatif sudah kosong sehingga pada saat proses pemotongan,
karkas tidak terkontaminasi oleh kotoran saluran pencernaan ayam broiler
(Srigandono, 1998). Bobot potong perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas dari
ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan yang baik
(Blakely dan Bade, 1991).

Karkas Ayam Broiler
Karkas merupakan daging bersama tulang hasil pemotongan setelah
dipisahkan kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, tanpa isi
rongga bagian dalam sel darah dan bulu (Rasyaf, 1992).
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan
antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan
serta proses setelah pemotongan, diantaranya adalah metode pelayuan, stimulasi

Universitas Sumatera Utara

listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling,
metode penyimpanan serta macam otot daging (Abubakar et al., 1991).
Soeparno (2005), menyatakan produksi karkas erat hubungannya dengan bobot
hidup, peningkatan bobot hidup akan di ikuti dengan peningkatan bobot karkas.
Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya umur dan bobot
badan (Brake et al., 1993).
Untuk

ayam

broiler

rata-rata

berat

karkasnya

antara

65-75%

(Murtidjo, 1987) dan menurut Siregar (1980) adalah 60-75% dan hasil penelitian
Simanjuntak (1997), bobot karkas yang diperoleh adalah sebesar 868,50 atau
sekitar 63,13%. Ukuran karkas ditentukan berdasarkan bobot, dimana bobot
individual ditentukan oleh bobot karkas itu sendiri, berdasarkan pembagiannya
adalah : ukuran kecil 0,8 kg-1,0 kg, ukuran sedang 1,0 kg-1,2 kg, ukuran besar 1,2
kg-1,5 kg (Sembiring, 1993).
Karkas yang baik berbentuk padat, tidak kurus, tidak terdapat kerusakan
kulit ataupun dagingnya. Sedangkan untuk karkas yang tidak baik mempunyai
daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan
kurus. Pada dasarnya mutu dan konversi karkas dipengaruhi oleh galur murni,
jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas maupun kuantitas makanan yang
diberikan (Siregar, 1983).

Persentase Karkas Ayam Broiler
Menurut Murtidjo (1987), menyatakan bahwa persentase karkas
merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak, karena produksi
erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot

Universitas Sumatera Utara

hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat. Hal ini ditegaskan juga
oleh Presdi (2001), menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan
menghasilkan persentase karkas yang tinggi.
Ayam broiler sudah dapat dipotong dan dikonsumsi pada umur 30 hari.
Pada umur tersebut rata-rata berat badan pada umumnya mencapai 0,72 kg, pada
umur 35 hari mencapai 1,3 kg, pada umur 42 hari beratnya 1,75 kg, pada umur 49
hari beratnya 2,1 kg dan pada umur 56 hari beratnya dapat mencapai 2,5 kg.Bobot
karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh. Sedangkan persentase karkas
adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 %
(Siregar, 1994). Menurut Soeparno (2005), bobot karkas meningkat

seiring

dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase non karkas seperti kulit,
darah, usus halus dan hati menurun.
Meningkatnya kandungan protein dalam karkas dan meningkatnya
deposisi protein yang merupakan indikasi dari proses pemanfaatan protein pakan.
Deposisi protein yang bernilai positif, berarti ternak tersebut memanfaatkan
protein yang tinggal di tubuh untuk meningkatkan bobot badan dan pemberian
pakan dengan kadar protein tinggi diharapkan dapat meningkatkan jumlah protein
yang terdeposisi di dalam tubuh (Maynard dan Loosli, 1969).
Menurut Kartadisastra (1994), bahwa persentase karkas dapat diperoleh
dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot kosong atau tubuh ternak
setelah dipuasakan. Karkas yang baik harus mengandung banyak daging, bagian
yang dimakan harus baik, mengandung kadar lemak yang tidak begitu tinggi
(Sembiring, 1993).

Universitas Sumatera Utara