Hubungan Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSU. Imelda Pekerja Indonesia Medan

12

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komitmen Organisasi
Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku
pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup caracara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya
mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi. Menurut Meyer dan
Allen (1991), komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap
tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki
hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut (Soekidjan, 2009).
Menurut Quest (1995), komitmen merupakan nilai sentral dalam
mewujudkan solidaritas organisasi. Hasil penelitian Quest tentang komitmen
organisasi mendapatkan hasil (Soekidjan, 2009): (a) komitmen tinggi dari anggota
organisasi berkorelasi positif dengan tingginya motivasi dan meningkatnya kinerja,
(b) komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”, (c)
komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi, (d)
komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas
kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.
Komitmen


organisasi

(organizational

commitment)

mencerminkan

tingkatan dimana seseorang mengenali sebuah organisasi dan terikat pada tujuantujuannya.

12

Universitas Sumatera Utara

13

Ini adalah sikap kerja yang penting karena orang-orang yang memiliki komitmen
diharapkan bisa menunjukkan kesediaannya untuk bekerja lebih keras demi
mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap

bekerja disuatu perusahaan (Kritner and Kinicki, 2014). Sedangkan Newstrom
memberikan pengertian yang sama antara organizational commitment dengan
employee loyalty, yaitu sebagai suatu tingkatan di mana pekerja mengidentifikasi
dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif berpartisipasi di dalamnya.
Pekerja mengidentifikasi dengan organisasi menunjukkan bahwa pekerja
bercampur dengan baik dan sesuai dengan etika dan harapan organisasi bahwa
mereka mengalami perasaan kesetiaan dengan perusahaan (Wibowo, 2015).
Komitmen organisasi didefinisikan dengan dua cara yang sangat berbeda.
Cara pertama diajukan oleh Mowday, Poter dan Steers menyebutkan bahwa
komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu
organisasi tertentu. Sedangkan cara yang kedua diajukan oleh Becker, menyatakan
komitmen sebagai kecenderungan untuk terlibat dalam garis kegiatan yang
konsisten (Darmawan, 2013).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah
sebagai suatu tingkatan di mana individu mengidentifikasi dan terlibat dengan
organisasinya dan/atau tidak ingin meninggalkannya atau tingkat loyalitas yang
dirasakan individu terhadap organisasi.

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.1 Indikator Perilaku Komitmen
Indikator perilaku komitmen menurut Meyer dan Allen (1991) membagi
komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya:
a. affective commitment, berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat
dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai
yang sama;
b. continuance commitment, komitmen didasari oleh kesadaran akan biayabiaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini
juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain;
c. normative commitment, komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai
anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini
terjadi juga internalisasi norma-norma.
Anggota/karyawan dengan affective commitment tinggi akan memiliki
motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi.
Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional
yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki
motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi
dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah.
Continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi,

bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu
tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Individu
dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi
dibandingkan yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

15

Normative commitment merupakan seberapa jauh internalisasi norma agar
anggota atau karyawan bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi.
Normative commitment akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang
memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-keuntungan yang telah
diberikan organisasi.
Komitmen organisasi terdiri atas tiga komponen terpisah yang saling
berhubungan: (a) komitmen afektif, berarti pelekatan emosi pegawai, identifikasi
pegawai dan keterlibatan pegawai dalam perusahaan, (b) komitmen berkelanjutan,
adalah kesadaran akan kerugian karena meninggalkan perusahaan, dan yang
terakhir adalah (c) komitmen normatif, mencerminkan rasa tanggung jawab untuk
terus bekerja, pegawai yang memiliki tingkat komitmen normatif yang tinggi

merasa bahwa mereka harus tetap berada dalam di perusahaan (Kritner & Kinicki,
2014).

2.1.2

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi
Menurut Dyne dan Graham (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi

komitmen adalah: personal, situasional dan positional (Soekidjan, 2009).
(1)personal; ciri-ciri kepribadian, usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, status perkawinan dan keterlibatan kerja (job involvement). (2)situasional;
nilai (value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan dan
dukungan organisasi, (3)positional; masa kerja dan tingkat pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.3


Pengukuran Komitmen Organisasi
Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur Organizational Commitment

Questionnare (OCQ) yang dikembangkan oleh Allen & Meyer (1997). Alat ukur
ini mengukur tiga komponen yang terdapat dalam komitmen organisasi, yaitu
komponen afektif, komitmen kontinuans dan komitmen normatif. Mowday et.al
dalam Spector dan Wiley (1998) mengembangkan suatu skala yang disebut Self
Report Scales untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang
merupakan penjabaran dan tiga aspek komitmen, yaitu; (a) penerimaan terhadap
tujuan organisasi, (b) keinginan untuk bekerja keras dan (c) hasrat untuk bertahan
menjadi bagian dari organisasi). Skala komitmen organisasi dari Meyer et al; (a)
affective commitment, (b) continuance commitment, (c) normative commitment
Pengukuran menggunakan instrumen berupa skala. Skala yang dijadikan
alat ukur dapat dengan mudah mengungkap indikator yang hendak di ukur dengan
stimulus berupa pernyataan tanpa disadari oleh subjek yang bersangkutan karena
jawaban yang diberikan subjek bersifat refleksi (Azwar, 2012). Untuk mengukur
variabel komitmen organisasi digunakan skala Likert yang terdiri atas 4 pilihan
jawaban yang menggunakan SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS
(sangat tidak setuju ), dimana setiap pernyataan diberi range skor 1 sampai 4 dengan
ketentuan sebagai berikut: untuk pernyataan positif: (4) sangat setuju, (3) setuju,

(2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju dan untuk pernyataan negatif: (1) sangat
tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) setuju, (4) sangat setuju (Sugiyono, 2000).
Kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu; kurang baik, cukup baik dan
baik berdasarkan rumus Sturges (Supranto,2000).

Universitas Sumatera Utara

17

2.2 Motivasi Kerja
Menurut Robbins, et al (1999), motivasi merupakan kesediaan untuk
melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan- tujuan keorganisasian, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya, untuk memenuhi kebutuhan individual
tertentu. Sedangkan menurut Gray, et al (1984), motivasi merupakan hasil sejumlah
proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang
menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan
kegiatan- kegiatan tertentu (Winardi, 2011). Chiselli dan Brown dalam Manullang
(2004:193), menjelaskan motivasi dianggap sebagai suatu proses dengan mana
keinginan dan kebutuhan itu ditimbulkan dan motif dianggap sebagai kebutuhan
dan keinginan tertentu. Winardi dalam Manullang (2004:193-194), menyatakan

motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan- tindakan. Dan pengertian motivasi
menurut Hasibuan (2003:219) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi
pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang
menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah
tekad tertentu (Stoner & Freman, 1995). Motivasi menurut Ngalim Purwanto
(2000), motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

18

Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan
pekeerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku (Shortell &
Kaluzny, 1994).
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi sesuatu yang

bersifat dinamis dan merupakan suatu proses yang dapat menampilkan perilaku
untuk mencapai tujuan dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhan dirinya, hingga
mendapatkan tujuan yang dikehendaki dan dapat selaras dengan waktu yang ada.

2.2.1 Teori-Teori Motivasi
Stonner & Freeman (1995, dalam Nursalam 2002) mengelompokkan
motivasi dalam empat teori yaitu: teori kebutuhan, teori keadilan, teori harapan dan
teori penguatan.
1.

Teori Kebutuhan, teori kebutuhan ini memfokuskan pada yang dibutuhkan
orang untuk hidup berkecukupan, dan berhubungan dengan bagian pekerjaan
yang dilakukan untuk pekerjaan seperti itu. Menurut teori ini, seseorang
mempunyai motivasi kalau dia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu
dengan kehidupannya. Yang termasuk teori kebutuhan adalah:
a. Teori hirearki menurut Maslow. Dikembangkan oleh Abraham Maslow,
dimana dia memandang manusia sebagai hirearki lima macam kebutuhan,
dimulai dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan
tertinggi yaitu aktualisasi diri.


Universitas Sumatera Utara

19

b. Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa yang bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (exsistence, kebutuhan
dasar dari Maslow), keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan antar
pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (growth, kebutuhan dan kreatifitas
pribadi atau pengaruh produktif).
c. Teori motivasi dua faktor oleh Federick Hezberg yang meyakini bahwa ada
faktor yang membuat seseorang puas, dan ada faktor yang membuat
seseorang tidak puas. Atau faktor yang membuat seseorang merasa sehat
dan faktor yang memotivasi orang atau faktor ekstrinsik dan intrinsik.
2.

Teori tiga macam kebutuhan dari Mc Clelland. Teori ini mengatakan bahwa
apabila kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan
memotivasi karyawan tersebut untuk berusaha keras memenuhi kebutuhan itu.
Sedangkan kebutuhan itu sendiri adalah kebutuhan akan prestasi (need for
achievement), kebutuhan akan afiliasi atau berhubungan dekat dengan orang

lain (need for affiliation), kebutuhan akan kekuasaan (need for power).

3.

Teori Harapan, menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai
alternative tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang
diperoleh dari tingkah laku. Teori harapan berfikir atas dasar hasil prestasi,
valensi, harapan prestasi usaha.

4.

Teori Penguatan, teori penguatan menyangkut ingatan orang mengenai
pengalaman rangsang respon konsekuensi.

Universitas Sumatera Utara

20

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Motivasi dalam bekerja dipengaruhi oleh dua faktor meliputi faktor
motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri individu tersebut yang mendorong
dirinya menjadi lebih produktif. Motivasi intrinsik secara langsung berhubungan
dengan tingkat ambisi seseorang (Marquis & Huston, 2010). Faktor intrinsik
meliputi faktor staf, seperti ciri-ciri pribadi seseorang (individual characteristics),
tingkat dan jenis pekerjaan (job characteristics) dan lingkungan kerja (work
situation characteristics) dan faktor ektrinsik meliputi lingkungan kerja dan
kepemimpinan (Sitorus dan Panjaitan, 2011); (1) Faktor staf yaitu faktor yang
memiliki peranan penting dalam motivasi seperti kemampuan kerja, semangat atau
moral kerja, rasa kebersamaan dalam kehidupan kelompok, prestasi dan
produktivitas kerja. Tiga faktor utama yang berpengaruh pada motivasi staf yaitu,
ciri-ciri pribadi seseorang, tingkat dan jenis pekerjaan, dan lingkungan kerja. (2)
Lingkungan kerja, meliputi kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam
organisasi tersebut, termasuk prosedur kerja, rencana dan program kerja,
persyaratan kerja, alat-alat dan sarana yang diperlukan didalam mendukung
pelaksanaan kerja, termasuk tempat bekerja. (3) Kepemimpinan, dalam arti sifatsifat dan perilaku pemimpin terhadap staf, bagaimana pemimpin sukses
mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama secara produktif dan dalam kondisi
yang menyenangkan, atau yang disebut sebagai pemimpin yang efektif.
Komponen yang efektif meliputi mempunyai pengetahuan yang baik tentang
kepemimpinan dan menguasai bidang kepakarannya, mempunyai kesadaran diri
yang baik dan dengan memahami dirinya dan orang orang lain, berkomunikasi

Universitas Sumatera Utara

21

secara jelas dan efektif, bersemangat melakukan aktifitas pada area tanggung
jawabnya, menetapkan tujuan dan jelas diketahui stafnya, dan melakukan dengan
konkrit (action).

2.2.3 Motivasi Kerja Perawat
Motivasi kerja merupakan faktor utama individu dalam melakukan segala
tindakan atau pekerjaan untuk mencapai hasil seoptimal mungkin. Motivasi kerja
disini merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mempengaruhi seseorang untuk
terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara perilakunya yang berhubungan
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan kerjanya (Badi'ah
& dkk, 2009).
Motivasi perawat dalam bekerja dengan adanya tujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadikan perawat bekerja lebih giat dan lebih
semangat, karena dengan bekerja ia akan mendapat imbalan baik materil dan
nonmaterial yang ia harap dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Kebutuhan yang terpenuhi akan menjadi pemotivator bagi perawat untuk bekerja
lebih giat lagi. Masalah-masalah yang muncul pada staf keperawatan seperti kurang
semangat, tidak disiplin, dan datang terlambat, maka manager sangat berperan
penting untuk meninjau permasalahan tersebut menurut teori kebutuhan dasar
Maslow, kebutuhan tersebut sudah terpenuhi atau belum. Jika kebutuhan tersebut
belum terpenuhi maka kemungkinan motivasi kerja menjadi buruk (Suyanto, 2009)
.

Universitas Sumatera Utara

22

2.2.4 Pengukuran Motivasi Kerja
Teknik pengukuran motivasi kerja salah satu caranya adalah dengan
menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan
mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu
guna membuat diagnosis permasalahan motivasi.
Pengukuran dilakukan dengan melalui daftar pertanyaan. Pengukuran
semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja mengerti mengapa tenaga
kerja terdorong untuk bekerja atau tidak, apa yang merupakan kekuatan motivasi di
berbagai bagian dalam perusahaan atau instansi, dan seberapa jauh berbagai cara
pengubahan dapat efektif dalam memotivasikan kinerja para tenaga kerja
(Sastrohadiwiryo, 2003).
Metode pengukuran menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala
yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena sosial. Pada variabel
kinerja perawat pelaksana pemberian skor pada jawaban SL (Selalu) = 4, SR
(Sering) = 3, KD (Kadang-kadang) = 2 dan TD (Tidak pernah) = 1, kemudian
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu; kurang baik, cukup baik dan baik
berdasarkan rumus Sturges (Supranto,2000).

2.3 Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu perusahaan, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal,

Universitas Sumatera Utara

23

tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai dkk,
2011). Cascio (2003), menjelaskan bahwa kinerja merujuk pada pencapaian tujuan
atas tugas yang diberikan.
Bernardin dan Russel (1993) menyatakan kinerja adalah hasil pengeluaran
produksi atas fungsi dari pekerjaan tertentu atau aktifitas selama periode tertentu.
Sedangkan Ilyas (2001) menjelaskan kinerja adalah penampilan hasil karya
individu maupun kelompok kerja personel baik kuantitas maupun kualitas dalam
suatu organisasi. Selanjutnya Triwibowo (2013) menyatakan kinerja merupakan
pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang
dibebankan kepadanya. Kinerja perawat adalah prestasi kerja yang ditunjukan oleh
perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga
menghasilkan output yang baik kepada customer (organisasi, pasien, perawat
sendiri) dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi, 2013).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
perawat adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan
pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta.
2.3.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Gibson dalam Moeheriono (2012) menjelaskan ada tiga faktor yang

berpengaruh terhadap kinerja seseorang, yaitu: faktor individu, antara lain
kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan
demografi seseorang; faktor psikologis antara lain persepsi, peran, sikap,

Universitas Sumatera Utara

24

kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; faktor organisasi antara lain struktur
organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward sistem).
Sedangkan menurut Gomes (2003) kriteria yang dinilai pada kinerja adalah :
1.

Quantity of work (kuantitas kerja); jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu
peride waktu yang ditentukan. Ukurannya adalah target yang telah ditetapkan
sebelumnya, apakah sudah sesuai, melebihi atau kurang dari target.

2.

Quality of work (kualitas kerja); kualitas kerja yang dicapai: berdasarkan
syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya atau baik atau buruknya hasil kerja
karyawan pada suatu periode tertentu. Pekerjaan yang diselesaikan oleh
karyawan tersebut cukup memuaskan atau dianggap gagal karena tidak sesuai
dengan harapan atasannya.

3.

Job knowledge (pengetahuan mengenai pekerjaannya); luasnya pengetahuan
mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Pengalaman dan pemahaman atas
pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari sehingga dapat mendukung karyawan
tersebut dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

4.

Creativeness (kreativitas); keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang timbul dalam melaksanakan pekerjaannya.

5.

Cooperation (kerjasama); kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain
(sesama anggota organisasi) atau kemampuan karyawan dalam bekerjasama
dalam sebuah tim, saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

25

6.

Dependability (tanggung jawab); kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh pihak perusahaan dengan pihak karyawan.

7.

Initiative (inisiatif); semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungjawabnya serta kemampuannya dalam membuat suatu
keputusan yang baik tanpa ada pengarahan terlebih dahulu.

8.

Personal qualities (kualitas individu); dalam faktor kualitas individu ini
termasuk

didalamnya

segala

hal

yang

menyangkut

kepribadian,

kepemimpinan, keramah-tamahan, integrasi pribadi serta kemampuannya
dalam menciptakan suasana kerja yang mendukung penyelesaian tugas yang
harus diselesaikan.
Umar (2002) menjelaskan komponen data kinerja adalah: kualitas
pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan,
pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu.
2.3.2. Kinerja Perawat
Kinerja perawat adalah serangkaian kegiatan perawat yang memiliki
kompetensi yang dapat digunakan dari hasil penerapan pengetahuan, keterampilan
dan pertimbangan yang efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Kinerja
perawat dalam pelaksanaanya harus dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain
yang berkaitan dengan tugasnya sehingga pelayanan yang diberikan kepada klien
sebagai individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat dapat optimal (Ismani,
2001).

Universitas Sumatera Utara

26

Tingkat pencapaian kinerja perawat pada saat memberikan pelayanan
keperawatan dinilai dari prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran dan
kerja sama yang ditunjukkan oleh perawat. Perawat yang mempunyai kinerja baik
cenderung mempunyai dorongan yang kuat untuk mencapai tujuannya, hal ini
disebabkan mereka akan berusaha mencapai posisi yang mereka impikan, perawat
yang mempunyai kinerja baik akan mempunyai sikap mental positif yang membuat
timbulnya tingkat kepercayaan yang tinggi (Wahyudi, 2010).
2.3.3

Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kerja merupakan alat yang paling dipercaya oleh manajer perawat

dalam mengontrol sumber daya manusia. Proses penilaian kinerja dapat digunakan
secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan
jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi (Swanbrung, 1987 dikutip
oleh Nursalam, 2000:307). Sedangkan menurut Sikula yang dikutip oleh
Mangkunegara (2001) “ penilaian kinerja merupakan evaluasi yang sistematis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan ”. Begitu juga menurut
Zakaria (2003), penilaian kinerja merupakan proses yang mengevaluasi kinerja
perawat dengan menggunakan format yang telah ditentukan, dapat digunakan
dengan mengembangkan tugas yang valid dan reliable serta menghasilkan beberapa
hal yang penting dan positif.
Penilaian kinerja digunakan untuk mengkaji kinerja pekerja dan
menyediakan suatu format untuk menilai yang telah lewat, saat ini dan tentang
harapan kinerja yang akan datang (Mathis & Jackson, 2010).

Universitas Sumatera Utara

27

Sedangkan Dessler (2013) menyatakan penilaian kinerja diartikan sebagai
mengevaluasi kinerja pekerja saat ini atau dimasa lalu dibandingkan dengan
standard kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja merupakan alat yang
paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya
manusia dan produktivitas (Nursalam, 2005).
2.3.4

Prisip-prinsip Penilaian
Menurut Gilles (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil,

maka manajer sebaiknya mengunakan prinsip- prinsip tertentu, yaitu: (1) Evaluasi
pekerjaan seharusnya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi tingkah
laku; (2) tingkah laku perawat yang persentatif sebaiknya diamati dalam
mengevaluasi

pelaksanaan

kerjanya.

Penelitian

harus

diberikan

untuk

mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya serta guna
menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan; (3) perawat sebaiknya diberi
kerangka kerjanya, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk
peninjauan ulang; (4) dalam pelaksanaan penilaian kerja pegawai, manejer
sebaiknya menunjukkan cara pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan serta perbaikan
apa yang diperlukan; (5) manajer menjelaskan area mana yang diprioritaskan
seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanan kerja;. (6) pertemuan
evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer,
diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cocok untuk keduanya.

Universitas Sumatera Utara

28

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam buku pengembangan sumber daya
manusia, prinsip penilaian kerja antara lain: (1) penilaian harus mempunyai
hubungan dengan pekerjaan (job realated), artinya sistem penilaian harus benarbenar menilai perilaku atau kinerja; (2) adanya standar pelaksanaan kerja
(performance standart), standar pelaksanaan adalah ukuran yang dipakai untuk
menilai prestasi kerja; (3) praktis, sistim penilaian yang praktis mudah dipahami
dan mudah dimengerti dan mudah digunakan baik oleh penilai maupun karyawan.
2.3.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja memiliki tujuan ganda yaitu: (1) untuk meningkatkan
kinerja karyawan dengan membantu mereka menyadari dan menggunakan potensi
penuh mereka dalam menjalankan misi perusahaan mereka, dan (2) untuk
memberikan informasi kepada karyawan dan manajer untuk digunakan dalam
pembuatan kerja terkait keputusan (Cascio, 2003). Gomes (1997) menyatakan
tujuan evaluasi kinerja secara umum, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
untuk menilai kinerja sebelumnya dan untuk memotivasikan perbaikan kinerja pada
waktu yang akan datang. Simamora (1995) juga menjelaskan, tujuan pokok
penilaian adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat dan valid berkenaan
dengan prestasi seseorang dalam suatu perusahaan/organisasi. Semakin akurat dan
semakin valid informasi yang dihasilkan oleh sistem evaluasi kinerja, semakin
besar potensi nilainya terhadap perusahaan/organisasi.

Universitas Sumatera Utara

29

Suprihanto (1996) menyatakan tujuan evaluasi kinerja untuk mengetahui
keadaan keterampilan secara rutin, digunakan sebagai dasar perencanaan bidang
personalia, khususnya penyempurnaan kondisi kerja secara optimal, peningkatan
mutu kinerja: dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan
karyawan, sehingga antara lain dapat diarahkan jenjang karirnya atau perencanaan
karir, kenaikan pangkat, dan kenaikan jabatan; mendorong terciptanya hubungan
timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan; mengetahui kondisi kantor
secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya kinerja karyawan; secara
pribadi, karyawan dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
sehingga dapat memacu perkembangan karirnya; dijadikan masukan bagi para
peneliti demi perkembangan didalam bidang SDM pada umumnya, khususnya
bidang personalia.
2.3.6

Manfaat Penilaian Kinerja
Rivai dan Basri (2005) menyatakan bagi karyawan yang dinilai, keuntungan

pelaksanaan penilaian kinerja adalah meningkatkan motivasi, meningkatkan
kepuasan kerja, adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka; umpan
balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif, pengetahuan tentang kekuatan
dan kelemahan menjadi lebih besar, pengembangan perencanaan untuk
meningkatkan kinerja dengan membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan
semaksimal mungkin. Sedangkan Morrisey (1983) menyatakan manfaat penilaian
kinerja adalah menghindari kemungkinan terjadinya penurunan kemajuan,
menurunnya kompensasi atau upah karena kurangnya pemahaman dari kinerja yang
dilakukan

dibandingkan

dengan

kinerja

yang

diharapkan;

Universitas Sumatera Utara

30

menurunkan kemungkinan terjadinya pekerjaan yang tidak diinginkan; mengurangi
konflik dengan atasan dan sesama pekerja; mengurangi atau menghilangkan stress
kerja.
2.3.7

Metode Pengukuran Penilaian Kinerja
Metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah

dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan
(Mathis dan Jackson, 2006). Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan
berfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan
atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara
pimpinan dengan karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan
mencakup:
a. Penilaian diri sendiri (self appraisal); penilaian diri sendiri adalah penilaian
yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut
dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga
mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki
pada masa yang akan datang.
b. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective); manajemen
berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian dimana karyawan dan
penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran
pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
c. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO (management
by objective); MBO (management by objective) digunakan untuk menilai

Universitas Sumatera Utara

31

kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan melalui konsultasi dengan atasan mereka.
d. Penilaian dengan psikolog; penilaian dengan menggunakan psikolog untuk
melakukan penilaian potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa
lalu.
e. Pusat penilaian; penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan
terstandar yang tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai.
Metode pengukuran menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala
yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena sosial. Pada variabel
kinerja perawat pelaksana pemberian skor pada jawaban SL (Selalu) = 4, SR
(Sering) = 3, KD (Kadang-kadang) = 2 dan TD (Tidak pernah) = 1, kemudian
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu; kurang baik, cukup baik dan baik,
berdasarkan rumus Sturges (Supranto, 2000).

2.4 Komitmen Organisasi dan Kinerja Perawat
Banyak tulisan yang menghubungkan komitmen karyawan terhadap kinerja
organisasi. Variabel organisasi yang dapat mempengaruhi komitmen individu pada
kinerja organisasi misalnya desain kerja dan gaya kepemimpinan. Modway, dkk,
(1979) menyatakan komitmen individu terhadap organisasi dapat memperkecil
tingkat turnover karyawan, keterlambatan, absentisme dan mempertinggi kinerja
individual dan menjadikan karyawan betah (Suswanto, 2011).

Universitas Sumatera Utara

32

Salah satu tugas utama manajer adalah memotivasi para personel
perusahaan agar memiliki kinerja yang tinggi. Manajer yang dapat memberikan
motivasi yang tepat untuk para personelnya akan membuahkan produktivitas yang
maksimal, kinerja yang tinggi serta pertanggung jawaban perusahaan yang lebih
baik. Memahami dimensi-dimensi yang relevan dengan motivasi personel akan
menjadi sumber informasi yang berharga bagi siapa saja yang berkutat dengan
kinerja perusahaan, begitu juga halnya dengan kemampuan untuk membuat
penilaian obyektif tentang apa yang diinginkan personel dari pekerjaan mereka. Hal
ini berguna untuk merumuskan kebijakan personal, perencanaan startegis maupun
untuk merekayasa ulang proses guna mencapai tujuan produktivitas dan efisiensi.
McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan
signifikan positif yang ditunjukkan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31
(significance pada level 0,001) terhadap kinerja pegawai.
Prinsipnya untuk melihat apakah karyawan itu telah berkembang dalam
organisasi bisa dilihat dari kecilnya tingkat keluar masuk karyawan dan sekaligus
dengan tingginya kinerja karyawan. Produktivitas yang tinggi dilihat dari kinerja
organisasi sesuai dengan tujuan bersama yang telah disepakati. Disisi lain
memperlihatkan rasa memiliki yang tinggi dari karyawan dengan melihat
kepedulian yang tinggi terhadap organisasi, memahami kebersamaan, saling
menghormati satu sama lain, lebih mementingkan kepentingan organisasi daripada
kepentingan kelompok.

Universitas Sumatera Utara

33

1. Affective Commitment (komitmen afektif) dan kinerja; affective commitment
berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya,
identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di
organisasi. Komitmen afektif mencerminkan kekuatan kecenderungan
individual untuk tetap bekerja dalam organisasi karena individu tersebut
setuju dengan organisasi dan senang bekerja pada organisasi tersebut.
Komitmen afektif melihat komitmen organisasi sebagai suatu bentuk ekspresi
emosional individual terhadap organisasi tempatnya bekerja. Komitmen
Afektif (Affective Commitment) menurut (Dunham et. al. 1994; Meyer et.
al.1989; Suliman dan Iles 2000) yaitu keterikatan individu secara psikologis
pada organisasi yang mempekerjakannya melalui perasaan loyalitas.
2. Continuance

Commitment

(komitmen

berkelanjutan)

dan

kinerja;

continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi
akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi
dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota
dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota
organisasi tersebut. Individu dengan continuance commitment yang tinggi
akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena
adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami
jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu
tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk
berkontribusi pada organisasi.

Universitas Sumatera Utara

34

Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap
selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang
dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Individu dengan continuance
commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan
yang rendah (Allen & Meyer, 1997).
3. Normative Commitment (komitmen normatif) dan kinerja; normative
commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam
organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi
akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus
berada dalam organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1997). Individu dengan
normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi
karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991)
menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk
bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi
organisasi. Namun adanya normative commitment diharapkan memiliki
hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job
performance, work attendance, dan organizational citizenship. Komitmen
normatif adalah suatu perasaan dari karyawan tentang kewajiban
(obligation) untuk bertahan dalam organisasi (Meyer dan Allen, 1990,
dalam Dunham et. al. 1994), dalam hal ini menurut Brown dan Gaylor
(2002) komitmen normatif dikarakteristikkan dengan keyakinan dari
karyawan bahwa dia berkewajiban untuk tinggal/bertahan dalam suatu
organisasi tertentu karena suatu loyalitas personal, dengan kata lain

Universitas Sumatera Utara

35

karyawan dengan komitmen normatif yang tinggi akan bertahan dalam
organisasi karena mereka merasa ought to do so (harus melakukan hal itu).
Merujuk pada beberapa hasil penelitian sebelumnya tentang hubungan
komitmen organisasional dengan kinerja maka dapat disimpulkan bahwa komitmen
organisasional berpengaruh terhadap kinerja, walaupun masih terdapat beberapa
hasil penelitian yang bersifat inkonsisten, tetapi secara umum yakni hasil penelitian
mendukung hipotesis tersebut.

2.5 Motivasi dengan Kinerja Perawat
Beberapa teori yang mengemukakan hubungan motivasi dengan kinerja
(As’ad M, 1989:71):
1.

Goal Theory; teori ini dikemukakan oleh Locke atas dasar teori Lewins,
Locke berpendapat bahwa tingkah laku manusia banyak didasarkan untuk
mencapai tujuan. Menurut teori ini bahwa performance kerja itu adalah
fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu. Motivasinya
ditentukan oleh needs (kebutuhan).

2.

Expectancy Theory (teori attribusi); teori ini pertama kali dikemukakan oleh
Heider. Performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability
(kemampuan dasar), dengan demikian orang yang motivasinya tinggi tetapi
memiliki ability yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah.
Demikian pula sebaliknya orang dengan ability yang tinggi, tetapi memiliki
motivasi yang rendah, akan menghasilkan performance yang rendah pula.

Universitas Sumatera Utara

36

Motivasi kerja seseorang sangat berpengaruh terhadap kinerja yang dapat
dicapai dalam pekerjaannya. Perilaku seorang tenaga kerja dapat berubah karena
perubahan yang dialaminya secara pribadi. Hubungan antara motivasi dengan
kinerja tidak selalu tetap, tetapi akan mengalami perubahan sesuai dengan situasi
dan kondisi setempat (Sastrohadiwiryo, 2003).
Salah satu tugas utama manajer adalah memotivasi para personel
perusahaan agar memiliki kinerja yang tinggi (Steers & Porter, 1987). Manajer yang
dapat memberikan motivasi yang tepat untuk para personelnya akan membuahkan
produktivitas yang maksimal, kinerja yang tinggi serta pertanggung
jawaban perusahaan yang lebih baik (Cherniss & Kane, 1987). Memahami dimensidimensi yang relevan dengan motivasi personel akan menjadi sumber informasi
yang berharga bagi siapa saja yang berkutat dengan kinerja perusahaan (Locke,
1991), begitu juga halnya dengan kemampuan untuk membuat penilaian obyektif
tentang apa yang diinginkan personel dari pekerjaan mereka (Blumberg & Pringle,
1982; Scully, 1994).
Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh antara motivasi kerja pegawai
terhadap kinerja pegawai dilakukan oleh Kartikandari (2002), dimana dalam
penelitiannya menguji pengaruh motivasi kerja pegawai terhadap kinerja pegawai.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi kerja pegawai mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai.

Universitas Sumatera Utara

37

2.6 Landasan Teori Keperawatan
Teori keperawatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah tiga teori
keperawatan Abdellah dalam Tomey dan Alligood (2006), yaitu: keperawatan,
masalah keperawatan dan pemecahan masalah. Sedangkan asumsi utama teori
Abdellah adalah keperawatan, individu, kesehatan dan lingkungan. Penerapan teori
keperawatan teori Abdellah adalah sebagai berikut;
1.

Pelayanan Keperawatan
Penerapan teori Abdellah dalam praktek keperawatan sangat dikaitkan

dengan pengaruh yang kuat dengan pendekatan berpusat pada pasien yang berfokus
pada pemecahan masalah pasien. Proses pemecahan masalah Abdellah meliputi
identifikasi masalah, memilih data yang relevan, merumuskan hipotesis melalui
pengumpulan data, dan merevisi hipotesis berdasarkan kesimpulan yang diperoleh
dari data paralel langkah-langkah dari proses keperawatan penilaian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Abdellah dan Levine, 1986; George, 2008).
Pada akhirnya, teori Abdellah membantu perawat berlatih mengatur administrasi
proses keperawatan, strategi keperawatan dan menyediakan basis ilmiah untuk
membuat keputusan. Sebagai doktor yang aktif terlibat pada keperawatan dan
perawatan kesehatan internasional, Abdellah memberikan kepercayaan untuk
penggunaan model dan menganjurkan menerapkan pengetahuan baru untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan.
2.

Pendidikan Keperawatan
Teori dan konsep Abdellah dikembangkan di tahun 1950 dan merupakan

rekor klinis yang komprehensif untuk mahasiswa keperawatan, dengan

Universitas Sumatera Utara

38

menyediakan

struktur

kurikulum

pendidikan

keperawatan.

Pendekatan berpusat pada pasien merupakan dasar yang digunakan pada saat itu
untuk model keperawatan. Teori Abdellah merupakan teori yang paling
berpengaruh dibanding teori lainnya. Teori ini digunakan untuk merubah pola
pengajaran berbasis medik kependekatan berpusat pada pasien untuk pendidikan
keperawatan (Tomey & Alligood, 2006).
3.

Riset Keperawatan
Teori 21 tipologi masalah keperawatan Abdellah merupakan teori yang

berbasis riset. Hal ini menjadi sangat memungkinkan untuk dilanjutkan dengan riset
lainnya. Abdellah sangat percaya bahwa gagasan penelitian keperawatan akan
menjadi faktor kunci dalam membantu perawatan muncul sebagai profesi yang
benar. Penelitian ekstensif dilakukan tentang kebutuhan pasien dan masalahnya
telah menjadi landasan untuk pengembangan dari apa yang sekarang dikenal
sebagai diagnosis keperawatan. Teori Abdellah melahirkan penelitian keperawatan
dalam mengembangkan model keperawatan untuk merencanakan pola staff
keperawatan di klinik. (Tomey and Alligood, 2006).

2.7 Kerangka Teori
Komitmen organisasi terdiri atas tiga komponen terpisah yang saling
berhubungan: (a) komitmen afektif, berarti pelekatan emosi pegawai pada,
identifikasi pegawai dengan, dan keterlibatan pegawai dalam perusahaan, (b)
komitmen berkelanjutan, adalah kesadaran akan kerugian karena meninggalkan
perusahaan, dan yang terakhir adalah (c) komitmen normatif, mencerminkan rasa

Universitas Sumatera Utara

39

tanggung jawab untuk terus bekerja, pegawai yang memiliki tingkat komitmen
normatif yang tinggi merasa bahwa mereka harus tetap berada dalam di perusahaan
(Meyer & Allen, 1991).
Teori motivasi dua faktor oleh Federick Hezberg yang meyakini bahwa ada
faktor yang membuat seseorang puas, dan ada faktor yang membuat seseorang tidak
puas. Atau faktor yang membuat seseorang merasa sehat dan faktor yang
memotivasi orang, atau faktor ekstrinsik dan intrinsik. Kondisi ekstrinsik;
mencakup; upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status prosedur perusahaan mutu
supervisor yang baik, mutu hubungan interpersonal diantara teman sejawat, atas,
dan dengan bawahan. Kondisi intrinsik; kepuasan kerja (job content). Faktor ini
disebut satisfaction atau motivator. Motivator ini meliputip prestasi (achievement),
pengakuan

(recognition),

tanggung

jawab

(responsibility),

kemajuan

(advancement), pekerjaan itu sendiri (the work itself), kemungkinan berkembang
(the possibility of growth).
Menurut Gomes (2003) kriteria yang dinilai pada kinerja adalah : (1)
quantity of work (kuantitas kerja), jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu peride
waktu yang ditentukan. Ukurannya adalah target yang telah ditetapkan sebelumnya,
apakah sudah sesuai, melebihi atau kurang dari target; (2)quality of work (kualitas
kerja), kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya atau baik atau buruknya hasil kerja karyawan pada suatu periode
tertentu. Pekerjaan yang diselesaikan oleh karyawan tersebut cukup memuaskan
atau dianggap gagal karena tidak sesuai dengan harapan atasannya;

Universitas Sumatera Utara

40

(3) job knowledge (pengetahuan mengenai pekerjaannya), luasnya pengetahuan
mengenai pekerjaan dan keterampilannya; (4) creativeness (kreativitas), keaslian
gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan
keryawan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan

yang timbul dalam

melaksanakan pekerjaannya; (5) cooperation (kerjasama), kesediaan untuk
bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi) atau kemampuan
karyawan dalam bekerjasama dalam sebuah tim, saling membantu dalam
menyelesaikan pekerjaan; (6)dependability (tanggung jawab), kesadaran dan dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati oleh pihak perusahaan dengan pihak karyawan; (7) initiative
(inisiatif), semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggungjawabnya serta kemampuannya dalam membuat suatu keputusan yang
baik tanpa ada pengarahan terlebih dahulu; (8) personal qualities (kualitas
individu), dalam faktor kualitas individu ini termasuk didalamnya segala hal yang
menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, integrasi pribadi serta
kemampuannya dalam menciptakan suasana kerja yang mendukung penyelesaian
tugas yang harus diselesaikan.
Berdasarkan uraian teoritis mengenai komitmen organisasi, motivasi kerja
dan hubungannya dengan kinerja perawat serta penelitian terdahulu yang mendasari
penelitian ini, maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

41

Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Komitmen:
Dyne dan Graham (2005)
1. Personal
2. Situasional

Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja:
Gibson (2012):
1. Faktor individu
2. Faktor psikologis
3. Faktor organisasi

Komitmen Organisasi
(Allen & Meyer ,1997)
Dimensi Komitmen Organisasi:
1. Affective Commitment
2. Normative Commitment
3. Continuance Commitment

Motivasi Kerja
( Hezberg, 1952)
1. Ekstrinsik
2. Intrinsik

Kinerja Perawat
Gomes (2003):
1. Kuantitas kerja
2. Kualitas kerja
3. Pengetahuan tentang
pekerjaan
4. Kreativitas
5. Kerjasama
6. Tanggung jawab
7. Inisiatif

Faktor-faktor
Mempengaruhi Motivasi
Kerja:
1. Staf
2. Lingkungan kerja
3. Kepemimpinan

Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara

42

2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan kajian teoritis yang telah diuraikan, maka berikut ini
dikemukakan kerangka konseptual yang berfungsi sebagai penuntun, alur pikir dan
sekaligus sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis. Yang meliputi kerangka
konsep komitmen organisasi, motivasi kerja dan kinerja.
Komitmen organisasi terdiri atas tiga komponen terpisah yang saling
berhubungan yaitu; komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen
normatif (Meyer & Allen, 1991). Teori motivasi dua faktor oleh Federick Hezberg
yang meyakini bahwa ada faktor yang membuat seseorang puas, dan ada faktor
yang membuat seseorang tidak puas. Atau faktor yang membuat seseorang merasa
sehat dan faktor yang memotivasi orang, atau faktor ekstrinsik dan intrinsik.
Indikator kinerja adalah (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3), pengetahuan
tentang pekerjaan, (4) kreativitas, (5) kerjasama, (6) tanggung jawab, (7) inisiatif,
sedangkan kualitas individu sudah termasuk kedalam kualitas kerja (Gomes, 2003).

Universitas Sumatera Utara

43

Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Komitmen:
Dyne dan Graham (2005)
1. Personal
2. Situasional
3. Positional

Komitmen Organisasi
(Allen & Meyer ,1997)
1. Komitmen Afektif
2. Komitmen Normatif
3. Komitmen Berkelanjutan
Motivasi Kerja
( Hezberg, 1952)
1. Ekstrinsik
2. Intrinsik

Faktor yang
Mempengaruhi
Kinerja:
Gibson (2012):
1. Faktor individu
2. Faktor psikologis
3. Faktor organisasi

Kinerja
Perawat Pelaksana
Gomes (2003):
1. Kuantitas kerja
2. Kualitas kerja
3. Pengetahuan
tentang pekerjaan
4. Kreativitas
5. Kerjasama
6. Tanggung jawab
7. Inisiatif

Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Motivasi Kerja:
1. Staf
2. Lingkungan kerja
3. Kepemimpinan

Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
...........
: tidak diteliti
: diteliti

Universitas Sumatera Utara

44

2.9 Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti/
Judul Penelitian
1.
(Kamis et al., 2013)
The Influence of Organizational
Commitment and Individual
Competence on Teacher
Performance: In the Learning
Organization Perspective
International Journal of
Business and Behavioral
Science, Vol.3 No.8

Variabel

Sampel

Metode

Hasil

Organizational
Commitment,
Individual
Competence,
Learning
Organization,
and
Teacher
Performance.

Sample of
research is 118
respondents. The
sampling
technique is
purposive
sampling

Research type is
explanatory.
Variables are
measured in
Likert
scale.
Hypothesis
testing uses path
analysis
supported
by SPSS version
15.0

Result of analysis indicates that
organizational commitment,
individual competence, and learning
organization, has a direct, significant
and positive influence on teacher
performance. Indeed, result of
research also confirms that the
influence of organizational
commitment on teacher performance
through learning organization is
quite significant and positive, and
the influence of individual
competence on
teacher performance through
learning organization is also quite
significant and positive

Universitas Sumatera Utara

45

2.

(Sulianti, 2009)
Pengaruh Komitmen
Organisasional dan Kepuasan
Kerja terhadap Kinerja
Karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III di Sumatra Utara
Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol.11, No. 1,
Maret 2009: 31-37

3.

(Pramadani and Fajrianthi,
2012)
Hubungan antara Komitmen
Organisasi dengan Kesiapan
untuk Berubah pada Karyawan
Divisi Enterprise Service (DES)
Telkom Ketintang Surabaya
(Tranggono and Andi, 2008)
Pengaruh Komitmen
Organisasional dan Professional
terhadap Kepuasan Kerja
Auditor dengan Motivasi
sebagai Variabel Intervening
Jurnal Bisnis dan Ekonomi
(JBE), Maret 2008, Vol 15, No.1

4.

Komitmen
Organisasi,
Kepuasan
Kerja dan
Kinerja
Karyawan

Komitmen
Organisasi,
Kesiapan
untuk Berubah

Variabel
Independen:
Komitmen
Organisasional
dan
Komitmen
Profesional

Karyawan yang
dimaksud dalam
penelitian ini
adalah karyawan
yang menduduki
posisi sebagai
asisten kepala dan
kepala dinas
dikebun serta
kepala urusan
di kantor pusat
yang berjumlah
174 karyawan
Sampel penelitian
ini berjumlah 56
orang.
Teknik sampling
yang digunakan
adalah simple
random sampling
Dilakukan metode
Purposive
sampling
dengan kriteria
responden yang
bersangkutan

Analisis yang
akan digunakan
adalah
Sturctural
Equation
Modeling
(SEM) dengan
menggunakan
paket program
AMOS
(Analysis of
Moment
Structure)versi 7
Analisis data
yang
digunakan yaitu
teknik korelasi
product moment
dengan bantuan
spss 17,0.
Analisis regresi
berganda

Komitmen afektif mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan
kerja karyawan, variabel komitmen
normatif mempunyai pengaruh
positif terhadap kepuasan kerja
karyawan karyawan, dan variabel
komitmen continuance mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan
kerja karyawan

Terdapat hubungan signifikan antara
komitmen organisasi khususnya
komitmen afektif dan komitmen
normatif dengan kesiapan untuk
berubah pada karyawan divisi
enterprise service (DES) Telkom
Ketintang
Komitmen organisasional dan
komitmen professional auditor
berpengaruh signifikan terhadap
kerja auditor, sedangkan variabel
motivasi mempunyai pengaruh yang
kecil dan tidak signifikan terhadap
kepuasan kerja auditor.

Universitas Sumatera Utara

46

5.

6.

(Rukhviyanti, 2012)
Pengaruh Affective
Commitment, Continuance
Commitment, dan Normative
Commitment terhadap
Kepuasan Kerja
Jurnal Sains Manajemen dan
Akuntansi, Vol.IV, No.2
(Putri, 2014)
Hubungan Motivasi Kerja
dengan Komitmen Kerja
Karyawan di Balai Pendidikan
dan Pelatihan Sosial
Jurnal Administrasi Pendidikan
Volume 2 Nomor 1, Juni 2014
Halaman 220 ‐ 831

Variabel
Intervening:
Motivasi
Variabel
Dependen:
Kepuasan
Kerja
Komitmen
Organisasi,
Kepuasan
Kerja

minimal telah
bekerja