ANALISIS EKSPOR KARET INDONESIA KE CINA

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, perekonomiannya bertumpu pada sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah subsektor perkebunan. Beberapa komoditi unggulan Indonesia dari sektor ini yaitu, kelapa sawit, kelapa, karet, tebu, kakao, dan kopi. Masing-masing komoditi memiliki kekhasan yang membuat Indonesia menjadi salah satu eksportir terbesar di dunia.

Penggerak roda perekonomian suatu negara antara lain adalah perdagangan. Perdagangan banyak macam dan jenisnya, salah satunya adalah perdagangan luar negeri yang lebih dikenal perdagangan internasional. Dewasa ini negara di belahan dunia manapun pasti melakukan perdagangan luar negeri. Perdagangan luar negeri berkaitan erat dengan ekspor dan impor. Ekspor dan impor merupakan bagaikan 2 kutub magnet yang saling berkaitan. Ekspor berperan penting dalam perekonomian, menyangkut dengan penerimaan yang berguna bagi negara tersebut, biasanya negara yang menganut sistem berorientasi keluar, menumpukan perekonomiannya kepada sektor ekspor.

Kondisi perekonomian dunia pada saat ini yang masih dominan dikuasai oleh negara-negara maju, tidak manjadi sebuah alasan bagi setiap negara untuk memperbaiki kualitas interaksi dalam sebuah pasar yang semakin bebas bergeliat di berbagai segi, sebab kualitas dan kuantitas yang hanya mampu dihasilkan oleh negara-negara yang mampu memiliki keunggulan dalam menghadapi era persaingan yang semakin ketat. Negara yang memiliki keunggulan akan secara cepat menciptakan sebuah interaksi ekonomi yang baik ketimbang negara yang hanya berpaku pada satu segi saja. Suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain karena negara tersebut akan menciptakan manfaat dari diadakannya manfaat dari sebuah perdagangan, karena tidak ada negara yang mampu berdiri sendiri dengan mempertahankan suatu sistem perekonomian yang stagnan, tanpa dilakukannya kerja sama dan tukar menukar komoditi dengan negara lain baik barang maupun jasa, maka suatu negara tidak meningkatkan perekonomiannya, sehingga perdagangan internasional harus diupayakan agar dapat meraih berbagai peluang dan kesempatan yang ada.

Menuju era perdagangan bebas, persaingan global yang semakin ketat memaksa Indonesia harus kompetitif untuk mempertahankan ekonomi. Salah satu cara untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan meningkatkan pembangunan pada sektor primer (pertanian) (Jhingan, 2010).

Beberapa kawasan di dunia seperti Asia, Afrika dan Amerika Selatan, ekspor telah menjadi perangsang yang penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi baik itu pada sisi kesempatan kerja, pengolahan sumber daya dengan kapasitas yang lebih optimal, hingga kemungkinan suatu negara untuk memperkuat sumber-sumber finansial dan fiskalnya.

Tabel 1.1 menyajikan produksi komoditi perkebunan dari tahun 2012 dan tahun 2013. Produksi karet menempati urutan ketiga dengan jumlah produksi 3,012 juta ton tahun 2012 dan di tahun 2013 jumlah produksi sementara 3,107 juta ton. Hal ini merupakan salah satu potensi untuk terus diperhatikan oleh pemerintah secara lebih serius karena terjadinya tren positif.

Tabel 1.1 Produksi Komoditi Perkebunan (Juta Ton)

Komoditi /

Tahun

2012

2013*

Kelapa Sawit/Oil Palm

26,015

27,746

Kelapa/Coconut

3,189

3,228

Karet/Rubber

3,012

3,107

Tebu/Sugar Cane

2,591

2,550

Kakao/Cocoa

0,740

0,777

Kopi/Coffee

0,691

0,669

Teh/Tea

0,145

0,146

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012.

Keterangan : *) Angka Sementara

Potensi Indonesia sangat besar untuk mengembangkan produk olahan karet di mana populasi tanaman karet Indonesia adalah yang menduduki kedua di dunia. Produksi karet Indonesia meningkat secara perlahan dari 2.440.347 ton di tahun 2009 menjadi 2.990.184 ton pada 2011. Kemudian terus meningkat di tahun 2012 sebesar 3.040.376 dan diperkirakan pada tahun 2013 sebesar 3.100.000 ton. Produksi karet Indonesia masih didominasi oleh karet rakyat dengan luas terbesar di Indonesia yang diusahakan oleh jutaan petani kecil-kecil (small farm) dan memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan devisa negara (Virdhani, 2013).

Tabel 1.2 menjelaskan tentang luas perkebunan karet Indonesia. Luas perkebunan karet rakyat pada tahun 2009 adalah 2,912 juta hektare di mana sampai tahun 2014 kenaikan rata-rata 1,02 persen dan total luas keseluruhan perkebunan karet Indonesia pada tahun 2009 adalah 3,435. Luas perkebunan swasta mengalami tren menurun tahun 2009 adalah 284 ribu hektare dan pada tahun 2014 menjadi 279 ribu hektare. Peningkatan berikutnya terjadi pada areal perkebunan BUMN pada tahun 2009 adalah 239 ribu hektare dan terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun 2014 mengalami kenaikan 264 ribu hektare (Gapkindo, 2014).

Tabel 1.2 Luas Perkebunan Karet Indonesia 2009-2014 (Ribuan Hektare)

Kepemilikan

2009

2010

2011

2012

2013*

2014**

Karet Rakyat

2,912

2,922

2,932

2,978

3,016

3,063

BUMN

239

239

257

259

261

264

Swasta

284

284

267

269

279

279

Total

3,435

3,445

3,456

3,506

3,556

3,606

Sumber : Gapkindo, 2014.

Keterangan : *) Angka Sementara

Perkembangan nilai ekspor karet Indonesia (Tabel 1.3) mengalami tren fluktuasi. Terjadi pergerakan kenaikan yang cukup signifikan di tahun 2010 mencapai 32.12 persen. Nilai ekspor karet Indonesia pada umumnya terus meningkat di tahun 2001 US$ 57.361.000.000. Pada tahun 2002 peningkatan mencapai 3.15 persen atau senilai US$ 56.166.000.000. Di tahun 2003 terjadi kenaikan US$ 64.108.000.000 sebanyak 8.35 persen. Pada tahun 2004 terjadi kenaikan nilai ekspor karet Indonesia US$ 70.766.610.000 atau sebanyak 10.39 persen. Tren meningkat terus terjadi, pada tahun 2005 meningkat 22.39 persen atau senilai US$ 86.996.064.000. Nilai ekspor karet Indonesia naik menjadi US$ 103.527.000.000 pada tahun 2006 atau sebanyak 19.00 persen. Terjadi penurunan di tahun 2009 dikarenakan terjadi krisis di Amerika dan berdampak ke perekonomian di negara berkembang, khususnya Indonesia. Nilai ekspor karet Indonesia pada tahun 2009 mengalami penurunan -14.30 atau senilai US$ 119.646.000.000. Untuk di tahun 2011 nilai ekspor karet Indonesia semakin menguat senilai US$ 210.472.259.000 atau meningkat 27.45 persen.

Tabel 1.3 Perkembangan Nilai Ekspor Karet Indonesia (US$)

Tahun

Ekspor Karet (US$)

Perkembangan (%)

2001

57.361.000.000

-

2002

59.166.000.000

3.15

2003

64.108.000.000

8.35

2004

70.766.610.000

10.39

2005

86.996.064.000

22.93

2006

103.527.000.000

19.00

2007

118.013.000.000

13.99

2008

139.606.000.000

18.30

2009

119.646.000.000

-14.30

2010

158.074.492.000

32.12

2011

201.472.259.000

27.45

2012

125.494.831.000

-37.71

Sumber : BPS, 2014 (diolah)

Permintaan yang semakin tinggi atas bahan dasar karet alam terjadi di negara konsumen utama karet alam dunia seperti Jepang, China dan Korea. Pertumbuhan konsumsi karet alam di Filipina mengalami peningkatan yang relatif menurun yang signifikan sebanyak 88.45 persen. Berbeda halnya yang terjadi di Negara China, peningkatan konsumsi China sebesar 44,11 persen pada periode 2009-2011 seperti yang tertera pada tabel 1.4.

Tabel 1.4 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia Berdasarkan Negara

Konsumen, Tahun 2009-2011 (US$)

Negara Konsumen

2009

2010

2011

Filipina

164.908.880

19.042.186

25.301.178

Jepang

453.127.917

972.376.493

1.788.095.140

India

51.749.829

301.174.197

315.720.054

China

693.936.091

1.305.807.983

1.882.679.766

Korea

159.535.641

281.084.964

544.472.195

Sumber : BPS, Gapkindo

Banyak faktor yang menyebabkan berfluktuasinya nilai ekspor karet Indonesia. Faktor kurs, harga, kualitas juga berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia. Pada tabel 1.4 tingkat konsumsi Negara China cenderung mengalami tren naik yang signifikan positif.

Selama ini ekspor hasil pertanian sebagian besar merupakan ekspor hasil perkebunan primer. Dalam jangka panjang pengembangan ekspor sektor pertanian difokuskan kepada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah lebih besar bagi perekonomian nasional. Sejalan dengan rencana tersebut, maka pengembangan agro industri mutlak diperlukan yang pada gilirannya akan mendukung upaya pengembangan ekspor sektor pertanian. Tren nilai ekspor komoditas perkebunan dari tahun 2009 hingga 2011 cenderung meningkat. Tren ekspor yang terus meningkat ini, memberikan gambaran bahwa produk perkebunan kita telah mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan.

Berdasarkan perkembangan yang sudah dijelaskan, maka penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana perkembangan ekspor karet Indonesia ke China, kontribusi nilai ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia dan bagaimana pengaruh kurs, GDP China, dan harga karet internasional terhadap nilai ekspor karet indonesia ke China dengan judul “Analisis Ekspor Karet Indonesia ke China”

2. Rumusan Masalah

Pada era perdagangan bebas seperti saat ini, daya saing ekspor karet terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, di mana nilai tambah dalam negeri yang dapat tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi untuk usaha kecil, menengah maupun besar sehingga industri hilir menjadi lokomotif industri hulu.

Motor penggerak perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional, di mana setiap negara akan selalu berinteraksi dengan negara lainya. Ketika kegiatan ekonomi internasional semakin berkembang maka akan terus terciptanya kebutuhan–kebutuhan ekonomi antarnegara.

Produksi karet alam Indonesia pada 2011 merupakan terbesar ke dua di dunia yakni mencapai 2.982.000 ton. Di mana kontribusinya terhadap produksi karet dunia mencapai 27,06%. Indonesia memiliki luas area karet mencapai 3.445.000 hektare dengan 85% merupakan perkebunan karet rakyat. Namun produktivitas Indonesia masih lemah yakni hanya 986 kg per hektare per tahun (Dhany, 2013).

Harga sangat berpengaruh yang sangat erat kaitannya ketika berada dalam suatu pasar internasional, hal ini terjadi karena jika harga karet alam Indonesia mengalami peningkatan akan menimbulkan dampak pengurangan kapasitas permintaan ekspor karet dari Indonesia.

Berdasarkan pada latar belakang dan uraian tersebut maka rumusan masalah yang perlu diteliti adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana perkembangan ekspor karet Indonesia ke China, kurs, GDP China, harga karet internasional dan kontribusi nilai ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia selama periode 2001-2012.

  2. Bagaimana pengaruh kurs, GDP China dan harga karet internasional terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke China selama periode 2001-2012.

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

  1. Menganalisis perkembangan ekspor karet Indonesia ke China, kurs, GDP China, harga karet Internasional dan kontribusi nilai ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia selama periode 2001-2012.

  2. Menganalisis pengaruh kurs, GDP China dan harga karet internasional terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke China selama periode 2001-2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi akademisi maupun praktisi dan pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain yaitu:

1. Akademis

Diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian berikutnya terutama yang berkaitan dengan analisis ekspor karet Indonesia.

2. Praktisi

Dapat dijadikan bahan masukan dan informasi bagi pemerintah untuk keperluan perumusan kebijakan yang terkait dengan perkembangan ekspor karet sehingga pemerintah mampu meningkatkan daya saing dalam mengatasi efek persaingan global yang semakin ketat dengan perencanaan-perencanaan yang lebih menggairahkan bagi sektor perkebunan khususnya komoditi karet Indonesia sehingga menghasilkan kualitas dan kuantitas ekspor yang sangat baik di mata dunia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional ialah arus tukar menukar antarnegara yang melintasi batas-batas negara. Perdagangan internasional pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut penawaran ekspor dan permintaan impor antarnegara, pada saat melakukan ekspor, negara menerima devisa dan sebaliknya pada saat impor, devisa dikeluarkan untuk pembayaran. Ekspor suatu negara merupakan impor bagi negara lain, begitu juga sebaliknya (Boediono, 1995).

Teori mengenai perdagangan antardua negara yang dikenal luas dengan teori keunggulan absolut dikemukan oleh Adam Smith. Asumsi yang menjadi dasar dalam teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keuntungan absolut. Jika suatu negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditi lain, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan menukarkannya dengan komoditi lain yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional (Salvatore, 1997).

Perdagangan ini terjadi apabila terdapat permintaan dan penawaran pada pasar internasional. Selain itu perdagangan internasioanal mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pada saat ini perdagangan internasional lebih mengarah pada terjadinya perdagangan bebas dan menuntut adanya efisiensi yang tinggi, setiap negara berusaha memasuki pasar internasional dengan produk yang dihasilkannya memiliki kualitas yang terbaik dan mampu bersaing di pasar internasional. Melalui perdagangan internasional, kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa dapat dipenuhi dengan baik, dengan demikian perdagangan internasional memiliki peranan yang cukup penting dalam perekonomian suatu negara. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi setiap negara, perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk sebagai produk ekspor (Todaro, 2003).

Menurut Amir (2004) ada beberapa faktor khusus yang dipengaruhi, sama halnya dengan perdagangan luar negeri yakni melakukan transaksi jual-beli maka dalam perdagangan luar negeri pun juga dilakukan aktivitas beli yang lazim disebut impor pada barang (visible goods),

  1. Faktor pertama yang harus diperhatikan adalah faktor hasil (proceds) dan biaya (cost). Barang-barang yang akan dijual ke luar negeri adalah barang yang biaya produksinya relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatannya di luar negeri, dalam arti kata kalau diekspor akan dapat dijual dengan menguntungkan. Sebaliknya barang-barang yang akan diimpor adalah barang yang biaya produksinya di dalam negeri terlalu tinggi atau yang sama sekali belum bisa diproduksi.

  2. Kedua aktivitas tersebut hanya dapat dilakukan dalam batas tertentu sesuai dengan dengan kebijaksaan umum pemerintah. Adakalanya suatu jenis barang harus diekspor sekalipun akan menderita rugi kalau dihitung dengan mata uang sendiri, tetapi jika pemerintah mengutamakan penghasilan dalam bentuk valuta asing, maka ekspor harus dijalankan.

Dalam melaksanakan perdagangan luar negeri, diperlukan pengetahuan yang cukup misalkan dalam segi teknis pembiayaan baik impor maupun ekspor, masalah perasuransian, masalah shipping, urusan pabean dan lain-lain. Setiap transaksi perdagangan luar negeri dilihat baik sebagai transaksi impor maupun sebagai transaksi ekspor. Dari sudut penjual transaksi ini disebut ekspor dan sebaliknya dari sudut pembeli disebut transaksi impor. Oleh karenanya ada baiknya secara sepintas lalu dipelajari prosedur ekspor-impor.

Perkembangan dalam teori perdagangan internasional selanjutnya dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin (H-O). Menurut Hecksher-Ohlin, terdapat perbedaan oportunity cost suatu produk antar suatu negara dengan negara lain yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam produksinya (Salvatore, 1997).

Adapun teori yang berkaitan dengan perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

a. Teori Hecsksher – Ohlin (H-O)

Eli Hecsksher dan Berthin Ohlin mengembangkan teori perdagangan internasional yang dikenal dengan Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menyatakan bahwa sumber utama perdagangan internasional adalah adanya perbedaan karunia sumber-sumber antarnegara. Teori ini lebih menekankan keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor produksi antarnegara dan perbedaan penggunaan dalam memproduksi berbagai barang. Sehingga teori ini sering disebut sebagai teori proporsi faktor produksi (Factor Proportion Theory) (Krugman dan Obstfeld, 2004).

Teori H-O merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya, teori klasik telah membuktikan bahwa perbedaan harga relatif komoditi yang berlaku di masing-masing negara merupakan sumber keunggulan komperatif bagi negara-negara tersebut. Keunggulan ini selanjutnya mendorong terjadinya perdagangan yang saling menguntungkan. Teori dari Adam Smith, Ricardo dan H-O belum mampu menerangkan perkembangan ekspor non migas dari negara-negara di dunia. Teori mereka juga tidak mampu menjelaskan perubahan pola atau struktur perdagangan internasional yang sangat signifikan (Haryadi, 2000).

Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia secara keseluruhan. Perkembangan ekonomi dunia sangat penting untuk dipertimbangkan dampaknya terhadap sisi permintaan, terutama permintaan di sisi ekspor. Menurut teori H-O suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan ekspor barang-barang yang di-input (faktor produksi) utamanya relatif sangat banyak di negara tersebut dan impor utamanya tidak dimiliki oleh negara tersebut (jumlahnya terbatas). Teori H-O menggunakan asumsi 2 x 2 x 2 dalam artian perdagangan internasional terjadi antara dua negara, masing-masing negara memproduksi dua macam barang yang sama, masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi yaitu tenaga kerja dan mesin, tetapi dengan jumlah atau proporsi yang berbeda.

b. Teori keuntungan absolute (Keunggulan Mutlak)

Teori keunggulan absolute dari Adam Smith adalah bahwa perdagangan internasional antara dua negara yang terjadi, jika kedua negara saling memperoleh manfaat, dan ini hanya terjadi bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut berbeda. Sehingga muncul teori keunggulan komperatif dari J.S Mill dan David Ricardo yang dianggap kritik sekaligus penyempurnaan atau perbaikan terhadap keunggulan absolut. Dasar pemikiran kedua tokoh ini adalah bahwa terjadinya perdagangan internasional pada prinsipnya tidak berbeda. J.S Mill beranggapan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komperatif (Comperative Advantage) tersebar dan akan mengkhususkan diri pada impor barang bila negara tersebut memiliki kerugian komperatif (Comperative Disadvantage), atau suatu negara akan melakukan ekspor barang bila barang itu dapat diproduksi biaya lebih rendah dan akan melakukan impor barang bila barang itu diproduksi sendiri akan memerlukan biaya produksi lebih besar. Sedangkan dasar pemikiran David Ricardo adalah perdagangan antara dua negara akan tejadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif lebih kecil untuk jenis barang yang berbeda. Penekanan Ricardo pada perbedaan efisiensi biaya relatif antarnegara dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan internasional.

c. Teori Merkantilisme

Dasar teori merkantilisme menganggap pertumbuhan ekonomi suatu negara tumbuh sebagai akibat adanya pengeluaran dari negara lain. Bagi merkantilisme sistem perekonomian terdiri dari tiga komponen yakni : 1) Sektor Manufaktur, 2) Sektor Rural, 3) Sektor Foreign Colonies. Penganut merkantilisme yang dipelopori oleh Mun (1571-1641) dalam karyanya England’s Tresuary By Foreign Trade, bahwa satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan kemudian dibentuk dalam logam mulia khususnya emas dan perak, semakin banyak logam mulia yang dimiliki suatu negara semakin kaya dan kuat negara tersebut.

2. Peranan Perdagangan Internasional

Perkembangan spesialisasi berarti perkembangan pula bagi perdagangan. Dalam dunia modern dewasa ini negara sulit untuk memenuhi seluruh kebutuhanya sendiri dengan kata lain tanpa ada kerja sama dengan negara lain. Dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat sangat membantu proses kerja sama antarnegara tersebut, perdagangan antarnegara pun berkembang pula dengan pesat, dan dengan demikian perdagangan antarnegara ini saling menginginkan:

  1. Tukar menukar barang dan jasa-jasa,

  2. Pergerakan sumber daya melalui batas-batas negara,

  3. Pertukaran dan perluasan penggunaan teknologi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Bagi Indonesia perdagangan bukanlah hal yang baru karena sejak dahulu Bangsa Indonesia telah menjalankan perdagangan antarnegara dan diikuti negara asing lainnya, seperti: Amerika, Eropa, Australia dan Amerika Latin. Manfaat dari perdagangan timbul karena adanya perbedaan selera antara konsumsi-konsumsi tersebut dan perbedaan dalam jumlah awal dari barang-barang yang dimiliki masing-masing (Boediono, 1995).

Seperti yang kita ketahui perdagangan internasional sangat membantu dalam pertumbuhan ekonomi di suatu negara sehingga dapat kita lihat manfaatnya secara langsung dari perdagangan internasional yaitu meningkatkan hasil produksi dan pendapatan produsen. Di samping itu bertambahnya lapangan pekerjaan serta mendorong perbaikan mutu dari barang-barang yang diproduksi dan dihasilkan oleh masing-masing perusahaan yang memproduksi barang yang diperdagangkan maupun dalam bentuk layanan jasa. Manfaat tidak langsung seperti pemindahan modal dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang.

2. Kebijakan Perdagangan Internasional

Adapun kebijakan dari perdagangan internasional ini adalah autarki, tujuan ini pada dasarnya bertolak belakang dengan prinsip perekonomian terbuka, karena negara yang memiliki tujuan seperti ini berusaha untuk menghindari dari pengaruh negara lain. Kesejahteraan (welfare), tujuan kebijakan ini bertentangan dengan kebijakan di atas. Tujuan kebijakan ekonomi internasional seperti ini sangat mendukung dilaksanakannya perdagangan internasional, dengan memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi. Hambatan perdagangan internasional seperti tarif, kuota minimal dikurangi.

Proteksi, tujuan ini melindungi industri dalam negeri dari pesaing barang impor. Hal ini biasa dilakukan dengan tarif, kuota dan lain sebagainya. Alasan fiskal, dalam hal ini pemerintah dapat meningkatkan pendapatan dari bea masuk terhadap barang impor. Balance of payment, kebijakan ini biasanya dilakukan oleh negara berkembang relatif memiliki cadangan devisa yang lebih sedikit. Untuk mengurangi defisit tersebut kebijakan subtitusi impor yang menjadi pilihan utama adalah proteksi. Mencegah dumping, suatu negara yang merasa barang impornya lebih murah atau di bawah harga normal biasanya akan melakukan peningkatan atas bea masuk terhadap barang tersebut.

Meningkatkan kesempatan kerja, bagi kebanyakan negara yang sedang berkembang kebijakan subtitusi impor biasanya dilakukan sebagai salah satu untuk meningkatkan kesempatan kerja. Negara yang sektor industrinya belum kuat terancam akan hancur bila apabila impor sepenuhnya dibebaskan yang selanjutnya akan meningkatkan pengangguran. Pembangunan ekonomi, dengan adanya kebijakan perlindungan terhadap infant industri, maka industri akan mampu tumbuh dan berkembang yang selanjutnya produksi domestik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan politik, sebagian negara tetap ngotot untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri semata-mata untuk tujuan politik. Seperti Jepang yang melindungi petani berasnya dengan menetapkan tarif impornya yang sangat tinggi bagi impor berasnya, sehingga kegiatan pertanian di Jepang mampu berkembang (Haryadi, 2007).

2.1.4 Teori Permintaan dan Teori Penawaran

2.1.4.1 Teori Permintaan

Menurut Belante dan Mark (1990) pemintaan ialah jumlah yang diminta atas suatu komoditas pada tingkat harga dan periode waktu tertentu. Permintaan suatu komoditas merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditas yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Pada sisi lain, permintaan perusahaan akan input merupakan permintaan turunan (derived demand), yang diperoleh dari permintaan konsumen terhadap produk perusahaan.

Menurut Sukirno (1994) secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran dan permintaan, permintaan diartikan sebagai hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan itu sendiri.

Permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah suatu barang yang ingin dan dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga yang mungkin selama suatu periode tertentu. Pengertian permintaan selalu menunjukkan skedul, kurva atau fungsi. Sedangkan jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang benar-benar dibeli pada berbagai tingkat harga tertentu. Supaya permintaan terhadap suatu barang itu dapat terjadi maka konsumen haruslah ada keinginan (willing) dan kemampuan (ability) membeli. Permintaan juga menunjukkan arus pembelian pada satu periode waktu tertentu (Nopirin, 1994).

Menurut Nicholes Anggaini (2006) hukum permintaan mengatakan bahwa dalam keadaan ceteris paribus, apabila harga barang naik maka permintaan barang tersebut menjadi turun sebaliknya. Hubungan antara harga barang dan jumlah permintaan akan barang itu disajikan dalam suatu tabel. Ada dua pendekatan yang menerangkan mengapa konsumen berperilaku seperti yang dinyatakan dalam hukum permintaan. Pendekatan tersebut adalah pendekatan merginal utility dan pendekatan indifference curve.

Pendekatan marginal utility mempunyai asumsi:

  1. Kepuasan setiap konsumen dapat diukur baik dengan uang maupun dangan satuan lain yang bersifat kardinal.

  2. Berlakunya hukum Gossen (law diminishing marginal utility), yaitu semakin banyak suatu barang dikonsumsi maka tambahan kepuasan yang diperoleh semakin menurun.

  3. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan total yang maksimum.

Pendekatan indifference curve adalah pendekatan yang menekankan bahwa tingkat kepuasan konsumen bisa dikatakan ­lebih tinggi atau lebih rendah tanpa menyatakan seberapa besar tinggi rendahnya (merupakan kepuasan yang bersifat ordinal). Pendekatan ini menganggap bahwa:

  1. Konsumen mempunyai pola referensi akan barang-barang konsumen yang bisa dinyatakan dalam bentuk kumpulan dari indifference curve.

  2. Konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dikonsumsi.

  3. Ingin mengonsumsi jumlah barang yang lebih banyak untuk mencapai kepuasan yang lebih tinggi.

Permintaan yang dimaksud di sini adalah permintaan yang disertai daya beli (money demand). Permintaan yang didasarkan pada daya beli artinya jumlah barang yang tersedia dibeli oleh konsumen pada harga yang dibayarkannya untuk barang itu, biasa disebut permintaan efektif. Sedangkan permintaan potensial adalah permintaan terhadap suatu barang dan jasa disertai dengan kemampuan membayar namun saat ini belum melakukan pembelian (Lipsey, et all., 1995).

Daya beli konsumen didasari atas besar sedikitnya pendapatan yang dapat dibelanjakan dan tinggi rendahnya harga barang.

2.1.4.2 Elastisitas Permintaan

Elastisitas permintaan (elasticity of demand) adalah pengaruh perubahan harga terhadap besar kecilnya jumlah barang yang diminta atau tingkat kepekaan perubahan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga barang (Sukirno, 2002).

Untuk mempelajari bagaimana pengaruh perubahan suatu jumlah tertentu terhadap peubah lainnya digunakan konsep elastisitas. Elastisitas merupakan ukuran derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu harga, pendapatan dan harga barang lain (Manurung dan Prathama, 1999).

Beberapa konsep elastisitas yang mempunyai hubungan dengan permintaan antara lain:

  1. Elastisitas harga (Eh), yaitu persentase perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat terjadinya perubahan harga barang tersebut dengan anggapan harga barang lain dan pendapatan konstan. Elastisitas harga menunjukkan derajat kepekaan perubahan permintaan karena adanya perubahan harga.

  2. Elastisitas silang, yaitu persentase perubahan barang yang diminta (Q) yang disebabkan oleh perubahan harga barang lainya (P).

  3. Elastisitas pendapatan adalah persentase perubahan jumlah barang yang diminta yang disebabkan oleh perubahan pendapatan konsumen atau merupakan derajat kepekaaan permintaan sebagai akibat perubahan pendapatan (Nicholon, 1999).

3. Teori Penawaran

Penawaran menerangkan sifat para penjual dalam menawarkan komoditas yang akan dijualnya. Banyaknya komoditi yang akan dijual oleh produsen disebut sebagai jumlah yang ditawarkan. Jumlah komoditi yang ditawarkan tidak harus selalu sama dengan jumlah yang berhasil dijual oleh produsen tersebut (Lipsey,1995).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh produsen, yaitu:

1. Harga komoditi itu sendiri

Hipotesis ekonomi menyatakan bahwa antara harga komoditi dengan jumlah yang ditawarkan terjadi hubungan positif, artinya semakin tinggi harga komoditi tersebut maka akan semakin besar jumlah yang ditawarkan, ceteris paribus. Bila harga komoditi tersebut meningkat maka keuntungannya akan bertambah. Itu sebabnya produsen akan menambah jumlah komoditi yang akan ditawarkan untuk memperbesar keuntungan yang diperoleh. Hubungan yang positif antara harga komoditi dengan jumlah yang ditawarkan akan membentuk suatu kurva yang dinamakan kurva penawaran. Kurva tersebut memiliki kemiringan positif karena antara harga dan jumlah yang ditawarkan juga terjadi hubungan yang positif. Bila terjadi perubahan pada harga komoditi, maka akan mengakibatkan pergerakan sepanjang kurva penawaran komoditi tersebut, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Penawaran

Sumber : Lipsey, 1995

2. Harga faktor-faktor produksi

Semakin tinggi harga faktor-faktor produksinya maka semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan, ceteris paribus. Perubahan pada harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran komoditi tersebut. Kenaikan harga faktor produksi menggeser kurva penawaran ke kiri, artinya semakin sedikit jumlah yang ditawarkan. Sebaliknya, turunnya harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran ke kanan di mana jumlah yang ditawarkan semakin besar.

3. Tujuan produsen

Produsen diasumsikan memiliki satu tujuan yaitu memaksimalkan keuntungan. Untuk mencapainya, produsen akan memperbesar jumlah produksi dan jumlah yang ditawarkan sehingga kurva penawaran akan bergeser ke kanan.

4. Perkembangan teknologi

Teknologi yang digunakan oleh produsen akan untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Artinya, semakin berkembang teknologi yang digunakan dalam suatu proses produksi maka semakin besar kemampuan memproduksi dan menawarkan komoditi tersebut, ceteris paribus. Perkembangan teknologi akan menggeser kurva penawaran ke arah kanan di mana jumlah yang ditawarkan semakin besar. Perubahan faktor-faktor lain di luar harga komoditi itu sendiri akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran ke kanan atau ke kiri, tergantung pada faktor apa yang mempengaruhi volume penawaran tersebut.

2.1.5 Ekspor

Menurut Todaro (2003), menyatakan ekspor adalah perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antarbangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju. Ekspor adalah arus keluar sejumlah barang dan jasa dari suatu negara ke pasar internasional.

Kegiatan ekspor merupakan kegiatan perdagangan dengan cara melakukan penjualan barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor ini sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Dengan adanya ekspor maka akan terjadi akumulasi bagi devisa negara. Ekspor menunjukkan hubungan antara permintaan luar negeri terhadap barang domestik, di mana permintaan tersebut dipengaruhi oleh harga relatif dan pendapatan luar negeri (Batiz,1994).

Ekspor berarti menjual produk keluar negeri yang dilakukan oleh eksportir. Keuntungan yang diperoleh dari menjual barang keluar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi dari pada di dalam negeri. Berarti di sini telah terjadi perbedaan harga bukan hanya ditimbulkan karena perbedaan ongkos produksi, tetapi juga terdapat perbedaan pendapat dan selera. Permintaan untuk suatu barang sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Selera dapat memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan suatu barang antarnegara. Apabila persediaan di suatu negara tidak mencukupi kebutuhan masyarakat akan permintaan, maka negara tersebut dapat mengimpor dari negara lain. Selain selera permintaan akan suatu barang ditentukan pula oleh pemerintah (Nopirin, 1992).

Menurut Tan (2004) ekspor bisa terjadi karena adanya permintaan dan penawaran suatu barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perdagangan internasional. Tetapi tidak semua kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh negara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Para ahli ekonomi klasik dan neo klasik mengungkapkan betapa pentingnya arti perdagangan internasional dalam pembangunan suatu negara sampai dianggap sebagai mesin pertumbuhan. Dengan adanya kegiatan ekspor maka secara tidak langsung negara tersebut telah memperluas pasar (Jhingan, 1992). Menurut Krugman (1997), ekspor merupakan salah satu bentuk perdagangan luar negeri yang memberikan keuntungan bagi suatu negara, bahwa perdagangan akan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang diproduksinya menggunakan sebagian besar sumber daya yang berlimpah dan mengimpor barang-barang produksi menggunakan sumber daya yang langka.

Menurut teori klasik Adam Smith dan David Ricardo (Sukirno, 1994), menyatakan bahwa perdagangan luar negeri dapat memberikan beberapa sumbangan pada ahirnya akan dapat memperlaju perkembangan ekonomi suatu negara, dapat dikatakan bahwa ahli-ahli ekonomi klasik mengemukakan sumbangan yang penting dari kegiatan perdagangan luar negeri di dalam pembangunan ekonomi.

2.1.6 Peranan Ekspor

Ekspor memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara terutama bagi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Manfaat ekspor secara langsung yakni jika suatu negara dapat memproduksi barang dengan spesialisasi maka biaya yang dikeluarkan relatif rendah. Hal ini dikarenakan negara memperoleh keuntungan berupa peningkatan jumlah output yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu manfaat ekspor secara tidak langsung yakni berupa peningkatan penggunaan teknologi, mendorong inovasi, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, menurunkan biaya produksi, dan lain sebagainya. Ekspor akan menghasilkan devisa yang akan dimanfaatkan sebagai pembiayaan dalam kegiatan impor dan pembangunan sektor-sektor ekonomi dalam negeri.

Menurut Tan (2010) dalam teori perdagangan internasional, faham merkantilisme memperkenalkan bahwa emas lambang kekayaan suatu negara. Emas diciptakan melalui surplus ekspor, yang menghasilkan negara makin kuat. Ekspor merupakan aktivitas suatu negara menjual barang dan jasa keluar batas negara. Pada dasarnya ekspor bertujuan meningkatkan devisa berupa mata uang asing yang dapat dipergunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Ekspor yang semakin besar akan menunjukkan kemampuan suatu negara dapat membeli barang impor dan membayar hutang luar negeri serta semakin kuat cadangan devisa yang dimiliki suatu negara.

Ekspor adalah salah satu komponen pengeluaran agregat, oleh sebab itu ekspor dapat menpengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai. Apabila ekspor bertambah, pengeluaran agregat bertambah tinggi dan selanjutnya akan menaikkan pendapatan nasional. Akan tetapi sebaliknya pendapatan nasional tidak akan mempengaruhi ekspor. Ekspor belum tentu bertambah apabila pendapatan nasional bertambah atau ekspor dapat mengalami perubahan walaupun pendapatan nasional tetap. Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Tan, 2004).

Menurut Mankiw (2003), ekspor adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri lalu dijual di luar negeri. Sedangkan menurut (Jhingan, 2000) fungsi terpenting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, kemudian menaikan jumlah output dan laju petumbuhan ekonomi. Dengan tingginya tingkat output maka akan mematahkan lingkaran setan kemiskinan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan.

Menurut Amir M.S (2004), ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing ataupun ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan bayaran dengan valuta asing.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor

2.1.7.1 Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

Menurut Nopirin (1996) kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.

Dalam pengertian sederhana, kurs berarti jumlah suatu mata uang yang diperlukan untuk membeli satu satuan mata uang lain. Misalnya kurs dollar terhadap rupiah sama dengan jumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu dollar Amerika Serikat (Hayadi, 2007).

Ada beberapa bentuk sistem nilai tukar (excange rate) valuta asing yang digunakan oleh negara-negara di dunia. Terdapat tiga sistem nilai tukar yang dipakai (Samuelson, 1993):

1. Sistem kurs (fixed exchange rate)

Sistem yang menganut nilai kurs (nilai tukar) mata uang domestik yang dipertahankan pada tingkat tertentu atau berubah-ubah. Terdapat satu mata uang asing pada waktu tertentu yang menuntut peran pemerintah lebih besar, karena keadaan yang tidak berubah-ubah tersebut maka disebut sistem kurs tetap.

2. Sistem kurs mengambang bebas

Suatu sistem kurs di mana nilai tukar mata uang tidak ditentukan oleh pemerintah tetapi melalui mekanisme yang berlaku. Permintaan dan penawaran uang yang terjadi di pasar akan menyebabkan nilai suatu mata uang yang dapat menguat dan melemah.

3. Sistem kurs mengambang (managed floating exchange rate)

Sistem kurs mengambang adalah apabila uang suatu negara tidak dinilai secara mengambang terhadap mata uang asing tertentu, tetapi dikaitkan dengan jumlah mata uang yang dominan yang dijadikan patokan.

  1. Bila suatu negara menentukan kurs mata uangnya dengan mata uangnya dengan mata uang negara lainya secara bebas atau tarik menarik karena kekuatan pasar, maka artinya sistem devisa mengambang (managed floating exchange rate). Dalam sistem kurs devisa yang benar-benar mengambang, tidak ada masalah surplus ataupun defisit neraca pembayaran, sebab bekerjanya pasar selalu menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar.

Aliaran ini merupakan penawaran (supply) devisa, sedangkan aliran keluar devisa mencerminkan kebutuhan penduduk negara tersebut akan devisa untuk pembayaran transaksinya di luar negeri. Menurut Tan (2004), nominal exchange rate (NER) merupakan gambaran harga domestik relatif terhadap dollar US$ atau NER, berarti dollar US diukur dari nilai rupiah. Nilai tukar nominal (real exchange rate) lebih menggambarkan nilai tukar nominal dua negara dengan memperhitungkan tingkat inflasi.

Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, semangkin rendah nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami depresiasi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

Menurut Sukirno (2011), kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Menurutnya ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kurs yakni :

  1. Perubahan dalam citarasa masyarakat, perubahan ini akan mengubah corak konsumsi atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun dari impor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan di dalam negeri akan mampu menaikkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor akan semakin besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.

  2. Kenaikan harga umum (inflasi) sangat berpengaruh besar terhadap pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai sesuatu valuta asing.

  3. Pertumbuhan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi, suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah akan cenderung menyebabkan modal dalam negeri akan mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke dalam negara tersebut. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah. Maka nilai mata uang akan bertambah. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.

2. Gross Domestic Product (GDP)

Menurut Manurung dan Prathama (2002), PDB merupakan penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa (C), pengeluaran sektor bisnis untuk investasi (I), pengeluaran sektor pemerintahan untuk barang dan jasa (G) dan pengeluaran sektor luar negeri untuk ekspor dan impor (X-M). Menurut pembagiannya terdapat dua macam PDB, yaitu:

  1. PDB dengan harga berlaku atau PDB nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.

  2. PDB dengan harga tetap atau PDB riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun menurut harga yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain.

Menurut Tan (2004), peningkatan impor sebagai akibat dari meningkatnya PDB negara importir dapat dilihat dari dua mekanisme yaitu:

  1. Kenaikan PDB negara importir menyebabkan meningkatnya investasi, sehingga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan barang impor antara lain barang-barang modal dan bahan baku sebagai input dalam proses produksi.

  2. Kenaikan PDB negara importir menyebabkan peningkatan kebutuhan pokok impor karena tidak semua dapat dipenuhi dalam negeri.

Menurut McEachern (2000), GDP artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat dipergunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. Gross Domestic Product hanya mencakup barang dan jasa akhir yakni, barang dan jasa yang dijual kepada pengguna akhir. Dalam teorinya ada dua pendekatan yang digunakan untuk menghitung GDP, yakni :

  1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun. Dalam pendekatan pengeluaran maka pengeluaran agregat akan dibagi menjadi empat komponen 1) Konsumsi, 2) Investasi, 3) Pembelian Pemerintah, 4) Ekspor Netto. Dalam pendekatan pengeluaran agregat negara sama dengan penjumlahan Konsumsi (C), Investasi (I), Pembelian Pemerintah (G) dan Ekspor Netto yakni nilai Ekspor (X) dikurangi dengan nilai Impor (M), atau secara matematis dirumuskan:

GDP = C+I+G+(X-M)

  1. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut. Pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendapatan yang diterima pemilik sumber daya alam perekonomian. Sistem pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut yakni upah, bunga, sewa, dan laba dari produk.

Menurut Lipsey (1995) Gross Domestic Product (GDP) atau disebut juga dengan Product Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan nasional yang diukur dari sisi pengeluaran yaitu jumlah pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. GDP dikategorikan menjadi dua, yaitu nominal dan riil. Dikatakan GDP nominal apabila GDP total yang dinilai pada harga-harga sekarang. Sedangkan GDP yang dinilai pada harga GDP dasarnya disebut GDP riil.

Nicholson (2005) menyatakan ketika pendapatan total seorang meningkat dengan asumsi harga-harga tidak berubah, kita mugkin mengharapkan kuantitas yang dibeli untuk setiap barang juga akan meningkat. Terdapat korelasi positif antara PDB dengan permintaan produk impor. Peningkatan PDB akan meningkatkan permintaan terhadap produk impor, demikian sebaliknya.

2.1.7.3 Harga Internasional (PC)

Harga internasional, semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak (Soekartawi, 1991).

Harga merupakan nilai yang harus dibayar oleh pembeli atas transaksi terhadap suatu barang. Harga dapat ditentukan dari banyaknya jumlah permintaan dan penawaran terhadap suatu barang yang dimiliki oleh suatu negara. Kenaikan harga dapat disebabkan adanya kelebihan permintaan terhadap suatu barang, untuk itu harga merupakan faktor penting dalam menentukan keseimbangan tingkat penawaran dan permintaan. Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan adanya harga relatif dan harga mutlak. Masalah harga relatif merupakan masalah nilai tukar barang-barang khususnya nilai tukar objektif. Nilai tukar objektif suatu barang merupakan perbandingan terhadap apa barang tersebut akan ditukar dengan barang lainya. Harga relatif suatu barang merupakan nilai tukar barang tersebut dinyatakan dengan uang sedangkan harga mutlak merupakan harga di mana semua barang sama-sama meningkat atau turun (Winardi, 1990).

Apabila suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain maka beberapa faktor yang menjadi perhatian, salah satu di antaranya adalah harga barang yang diperdagangkan karena harga menjadi penentu kuantiti barang yang diperdagangkan. Sebab harga dapat mempengaruhi pembentukan pendapatan, kesejahteraan, pendapatan ekspor, fluktuasi pendapatan dan fluktuasi produk pertanian (Anindita, 2008)

Harga yang turun dapat disebabkan karena terdapat kelebihan penawaran dibandingkan dengan permintaan. Maka produsen akan mengurangi produksi akibatnya dapat berupa kenaikan harga (Winardi, 1985). Dipandang dari sudut pembeli kenaikan harga biasanya berguna untuk mengurangi konsumsi sedangkan turunnya harga mendorong memperbesar konsumsi. Karena itu harga merupakan faktor yang mengusahakan agar permintaan dan penawaran seimbang.

Harga suatu barang adalah nilai tukar barang tersebut yang dinyatakan dalam uang. Dalam masyarakat modern nilai barang diukur atau dinyatakan dalam uang. Harga menunjukkan berapa yang harus dibayar untuk memperoleh suatu barang atau jasa atau berupa uang yang diperoleh jika menjual suatu barang atau jasa (Gilarso, 1993).

2.2 Penelitian Sebelumnya

Dalam penulisan dan penelitian ini terdapat beberapa penelitian yang telah lebih dahulu diterbitkan dan dipublikasikan dengan tema yang sama tentang ekspor suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara kemudian diperdagangkan ke negara lain yang dianggap berguna bagi penulis dalam penyusunan penulisan serta penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut adalah:

  1. Penelitian yang dilakukan oleh Lidya Anggarini dalam skripsinya (2012) dengan judul “Analisis Ekspor Karet Indonesia ke Singapura”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Deskriptif adalah analisis data yang dilakukan dengan cara merumuskan dan mengumpulkan data, mengklasifikasikan serta menginterprestasikan sehingga memberikan keterangan gambaran yang ada. Kuantitatif analisis yang digunakan untuk melihat secara empiris sejauh mana pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa variabel kurs, GDP Indonesia dan harga karet internasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke Singapura. Kontribusi rata-rata ekspor karet Indonesia ke Singapura terhadap ekspor karet Indonesia sebesar 0,2 persen.

  1. Penelitian yang dilakukan oleh Tanti Triyani dalam skripsinya (2005) “Analisis Permintaan Jepang terhadap Komoditas Udang Indonesia Tahun 1978-2003”. Penelitian ini menggunakan teori model Error Correction Model (ECM). Model ECM adalah kemampuannya dalam meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang, dan mengkaji konsisten tidaknya model empirik dengan teori ekonomi, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap variabel runtut waktu yang tidak stasioner dan persoalan regresi langsung.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, hasil regresi berganda dengan menggunakan ECM, Harga komoditas udang Indonesia (fob) dalam jangka pendek mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap permintaan Jepang terhadap komoditi udang Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena naiknya harga komoditas udang Indonesia (fob) dalam jangka pendek akan menyebabkan turunnya permintaan Jepang terhadap komoditi udang Indonesia dan antara variabel cadangan devisa dengan permintaan Jepang terhadap komoditas udang Indonesia dalam jangka pendek mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan. Hal ini bisa dimengerti karena cadangan devisa yang dimiliki oleh Jepang tidak hanya digunakan untuk membiayai impor saja, tetapi juga digunakan untuk investasi di luar negeri.