IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASAL. pdf

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

PADA MATA PELAJARAN RUMPUN MIPA (SAINS)

Makalah Tugas Kelompok

Mata Kuliah Kajian Pengembangan Bidang MIPA/IPS?Bahasa Dosen Pengampu: Prof. Dr. Sarwi, M.Si. dan Dr. Subagyo, M.Pd.

Oleh: Kelompok I

AGUS SAEFUDIN

AHMAD KUSFANDI / 0102514064 SUYATNO

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG OKTOBER 2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi kekuatan tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa pula makalah dengan judul “Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) pada Mata Pelajaran Rumpun MIPA (Sains) ” dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Kajian Pengembangan Bidang MIPA/IPS/Bahasa dengan dosen pengampu Prof. Dr. Sarwi, M.Si. dan Dr. Subagyo, M.Pd.

Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini, untuk itu disampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sarwi, M.Si. dan Dr. Subagyo, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu tentang Kajian Pengembangan Bidang MIPA/IPS/Bahasa kepada kami;

2. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah) Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra diskusi dan berbagi pengalaman yang luar biasa.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa sebagaimana kata pepatah tak ada gading yang tak retak, makalah ini pun masih terdapat kekurangan. Saran dan masukan demi perbaikan sangat dinantikan. Kami berharap semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita semua dalam mengabdi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.

Semarang, 12 Oktober 2015 Agus Saefudin

/ NIM. 0102514057

Ahmad Kusfandi

/ NIM. 0102514064

Suyatno

/ NIM. 0102514068

ABSTRAK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) PADA MATA PELAJARAN RUMPUN MIPA (SAINS)

Oleh:

Agus Saefudin

Ahmad Kusfandi

Program Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan Sekolah Universitas Negeri Semarang

Tujuan penulisan makalah ini adalah adalah diperolehnya pemahaman dan gambaran yang jelas tentang implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), meliputi: konsep, keunggulan dan kelemahan, sintaks, contoh implementasi dan desain pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).

Pembelajaran Berbasis Masalah (problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk belajar aktif memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Kelebihan pembelajaran berbasis masalah bagi siswa, diantaranya: didorong memiliki kemampuan memecahkan masalah, membangun pengetahuannya sendiri, berfokus pada masalah, aktivitas ilmiah, terbiasa menggunakan sumber pengetahuan bervariasi, memiliki kemampuan komunikasi ilmiah, dan peer teaching untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara mandiri. Sedangkan kekurangan pembelajaran berbasis masalah, diantaranya: lebih cocok untuk pembelajaran yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kesulitan dalam pembagian tugas dalam kelas dengan keragaman siswa tinggi, kurang cocok untuk siswa sekolah dasar, membutuhkan waktu yang tidak sedikit, membutuhkan kemampuan guru untuk mendorong kerja siswa, dan sumber belajar kadang tidak tersedia dengan lengkap.

Langkah-langkah pembelajaran (sintaks) model pembelajaran berbasis masalah pada kurikulum 2013 terdiri dari lima fase, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

Kata Kunci: model pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah

ABSTRACT IMPLEMENTATION PROBLEMBASED LEARNING ON THE SUBJECTS OF CLUMPS OF SCIENCE

by:

Agus Saefudin

Ahmad Kusfandi

Post Graduate Program Studies Education Management Concentration Supervisory School Semarang State University

The purpose of writing this paper is to obtain an understanding and a clear picture of the implementation of problem-based learning on the subjects of clumps of Science, include: concept, advantages and disadvantages, syntax, examples of implementation and design of problem-based learning.

Problem Based Learning is an instructional model that involves students to learn actively solve a problem through the stages of the scientific method. Excess problem-based learning for students, such as: are encouraged to have the ability to solve problems, build his own knowledge, focusing on the problem, the scientific activity, accustomed to using varied sources of knowledge, the ability of scientific communication, and peer teaching to overcome the learning difficulties students independently. While the lack of problem-based learning, such as: more suitable for learning related to solving problems, difficulty in the division of tasks in a class with a diversity of students is high, less suitable for primary school students, requires substantial time, require the ability of teachers to encourage the students' work, and learning resources sometimes unavailable to complete.

Learning steps (syntax) model of problem-based learning in the curriculum in 2013 consists of five phases, namely: to observe, to question, reason, associate and communicate.

Keywords: model of learning, problem based learning

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran mata pelajaran rumpun MIPA (sains) berupaya meningkatkan minat siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tiada habisnya. Berdasarkan Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan, bahwa: (1) pada dimensi sikap diharapkan siswa memiliki kualifikasi kemampuan Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia; (2) pada dimensi pengetahuan siswa memiliki kualifikasi kemampuan memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian; dan (3) pada dimensi keterampilan siswa memiliki kualifikasi kemampuan memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya kemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Siswa cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang menuntut hapalan saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki siswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi. Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, pengetahuan mereka seperti Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya kemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Siswa cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang menuntut hapalan saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki siswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi. Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, pengetahuan mereka seperti

Sudah sering mendengar keluhan siswa betapa beratnya mereka mengikuti beban dari sekolah. Mereka dituntut untuk mengetahui segala hal yang dituntut oleh kurikulum. Walaupun kapasitas intelektualnya dapat menjangkau beban tersebut, siswa seperti telepas dari dunianya. Padahal yang mereka hadapi harus dapat diselesaikan dengan kemampuan sendiri. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuan- kemampuan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran dimana masalah dihadirkan di kelas dan siswa diminta untuk menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi mengembangkan potensi siswa secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif.

Di lapangan banyak ditemukan kenyataan yang menunjukkan bahwa dalam pembelajaran MIPA (sains) siswa cenderung kurang aktif dan kreatif dalam belajar dikarenakan guru masih banyak menggunakan teknik menghafal yaitu siswa mencatat penjelasan guru dan atau buku serta kurang melibatkan sumber belajar yang nyata. Selain itu strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran masih bersifat konvensional, teacher centered yang cenderung otoriter dan tidak merangsang aktivitas belajar siswa secara optimal.

Bentuk proses pembelajaran MIPA (sains) seperti yang banyak ditemukan dilapangan ini menjadi salah satu hambatan tercapainya tujuan pembelajaran MIPA sebagaimana telah digariskan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Hal ini berarti bahwa berhasilnya atau tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran banyak tergantung pada Bentuk proses pembelajaran MIPA (sains) seperti yang banyak ditemukan dilapangan ini menjadi salah satu hambatan tercapainya tujuan pembelajaran MIPA sebagaimana telah digariskan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Hal ini berarti bahwa berhasilnya atau tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran banyak tergantung pada

Aderson (1993) menyatakan bahwa kebanyakan pembelajaran manusia melibatkan proses pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran MIPA (sains) karena dapat meningkatan kemampuan berpikir siswa secara logis, kritis, kreatif dan inovatif. Pemecahan masalah yang dimaksud bukan sekedar menerapkan aturan-aturan yang sudah dipelajari guna menjawab sebuah permasalahan tetapi harus melalui tahap mengidentifikasi, mendefinisikan, mengeksplorasi, mengantisipasi dan mengambil pelajaran. Menurut Lie (2009: 75) walaupun kemajuan teknologi sudah pesat tetapi banyak tenaga pengajar yang belum sepenuhnya jelas tentang bagaimana sebaiknya meningkatkan kemahiran siswa dalam memecahkan suatu masalah. Pemecahan masalah yang dibangun cenderung bersifat otomatis, pengetahuan yang dibangun untuk memecahkan masalah tersebut masih bersifat umum. Dalam pembelajaran MIPA, hal ini seringkali menyebabkan siswa yang sudah bersusah payah menemukan bukti-bukti yang signifikan untuk masalahnya tetapi ternyata hipotesa yang mereka ajukan tidak relevan.

Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran MIPA. Sesuai dengan namanya, pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait dengan Kompetensi Dasar (KD) yang sedang dipelajari siswa. Masalah yang dimaksud bersifat nyata atau sesuatu yang menjadi pertanyaan pelik bagi siswa. Hal ini berbeda dengan model pembelajaran penemuan yang masalahnya cenderung direkayasa karena tujuannya bukan mencari solusi, melainkan untuk menemukan sesuatu atau hal-hal Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran MIPA. Sesuai dengan namanya, pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait dengan Kompetensi Dasar (KD) yang sedang dipelajari siswa. Masalah yang dimaksud bersifat nyata atau sesuatu yang menjadi pertanyaan pelik bagi siswa. Hal ini berbeda dengan model pembelajaran penemuan yang masalahnya cenderung direkayasa karena tujuannya bukan mencari solusi, melainkan untuk menemukan sesuatu atau hal-hal

Model pembelajaran berbasis masalah akan berlangsung dengan baik apabila para siswa sudah memiliki kemampuan berpikir kritis terhadap suatu fenomena. Siswa memiliki keleluasaan untuk berpendapat, tanpa terbebani oleh berbagai tekanan. Juga diliputi oleh suasana yang penuh dengan toleransi akan kemungkinan munculnya beragam tanggapan yang saling bertentangan. Untuk menuju tahap seperti itu, para siswa terlebih dahulu perlu memiliki pengetahuan mendalam ataupun referensi yang banyak sehingga mereka bisa membedakan benar salahnya suatu konsep, peristiwa, keadaan, dan yang lainnya. Apabila menganggap adanya sesuatu yang salah, berarti siswa itu sudah menemukan suatu masalah dan hal ini perlu ditindaklanjuti dengan merumuskan pemecahannya (Kosasih, 2014).

Dengan memperhatikan uraian di atas kami memandang bahwa menarik untuk mengkaji implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), dimulai dengan pengertian dan ciri-ciri yang khas, serta menganalisis keunggulan dan kelemahan, dilanjutkan dengan langkah-langkah implementasi dalam kegiatan pembelajaran berbasis masalah di kelas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) ?

2. Bagaimana keunggulan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) ?

3. Bagaiamana langkah-langkah implementasi pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran rumpun MIPA (problem based learning) ?

4. Bagaimana contoh implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) ?

5. Bagaimana desain pembelajaran yang mengimplemen-tasikan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran rumpun MIPA (problem based learning) ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam pembahasan makalah ini adalah diperolehnya pemahaman dan gambaran yang jelas tentang implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), meliputi:

1. Konsep pembelajaran berbasis masalah (problem based learning);

2. Keunggulan dan kelamahan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning);

3. Langkah-langkah implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning);

4. Contoh implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning);

5. Desain pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran rumpun MIPA (problem based learning).

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis Memberikan penjelasan dan deskripsi teoritis tentang tentang implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), meliputi: pengertian, ciri-ciri, keunggulan dan kelemahan, langkah-langkah implementasi dan contoh desain pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah diperoleh gambaran tentang efektivitas pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) sebagai salah satu model alternatif dalam pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains) di samping

lainnya. Dengan bervariasinya model pembelajaran yang diimplementasikan oleh sekolah maka diharapkan dinamika pembelajaran siswa lebih terasa dan dapat tumbuh budaya belajar di sekolah. Sekolah diharapkan dapat memperkaya model-model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berpusat siswa (student centered learning) dan pendekatan sains (science approach) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan yang unggul.

model-model

pembelaran

b. Bagi guru diperoleh pemahaman yang mendalam tentang keunggulan implementasi pembelajaran berbasis masalah ada mata pelajaran rumpun MIPA (sains) sehingga guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.

c. Bagi siswa calon pengawas diperoleh gambaran nyata tentang implementasi pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), baik secara teoritis maupun fakta empiris di lapangan sebagai contoh sehingga mempunyai pemahaman yang benar tentang model-model pembelajaran siswa aktif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based learning)

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanada pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana siswa dihadapkan

dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran secara umum.

pada permasalahan

kemudian

Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003) mendefiniskan PBM sebagai “…Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real-world problems".

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan

antarpeserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).

kerja

kelompok kelompok

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap

ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

metode

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu :

a. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

b. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

c. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

d. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

e. Teachers act as facilitators. Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.

3. Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Berbasis Masalah

Ada beberapa teori belajar yang melandasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) sebagai berikut : (Rusman, 2010)

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Dari segi pedagogis, Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

didasarkan pada teori konstruktivisme dengan ciri :

Based

Learning)

1) Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar.

2) Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar.

3) Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

b. Teori Belajar dari Piaget

Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka mengenai lingkungan yang mereka hayati. Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Sementara itu, pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.

c. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel

Suparno dalam Rusman (2010) mengatakan bahwa Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna Suparno dalam Rusman (2010) mengatakan bahwa Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna

d. Teori Belajar Vigotsky

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian kemudian membangun pengertian baru. Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu

dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitannya dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interkasi sosial dengan teman lain.

e. Teori Belajar dari Albert Bandura

Model Pembelajaran Berbasis Masalah juga berlandaskan pada social leraning theory Albert Bandura, yang fokus pada pembelajaran dalam konteks sosial (social context). Teori ini menyatakan bahwa seorang belajar dari orang lain, termasuk konsep dari belajar observasional, imination dan modeling. Prinsip umum dari social learning theory selengkapnya dinyatakan oleh Armrod (1999) sebagai berikut:

General principles of social learning theory follows:

1) People can learn by observing the behavior is of others and the autcomes of those behaviors.

2) Learning can occur without a change in behavior. Behaciorists say that learning has to be represented by a permanent change in behavior, in contrast social learning theorists say that because people can learn thourg observation alone, their learning may not necessarily be shown in their performance. Learning may or may not result in a behavior change.

3) Cognition plays a role in learning. Over the last 30 years social learning theory has become increasingly cognitive in its interpretation of human learning. Awareness and expectation of future reinforcements or punishments can have a major effect on the behaviors that people exhibit.

4) Social learning theory can be considered a bridge or a transition between behaviorist learning theories and cognitive learning theories.

f. Teori Belajar Jerome S. Bruner

Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar- benar bermakna (Dahar dalam Rusman, 2010).

Bruner juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

Kaitan intelektual antara pembelajaran penemuan dan belajar berbasis masalah sangat jelas. Pada kedua model ini, guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menentukan atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pada belajar berbasis masalah atau penemuan, guru mengajukan pertanyaan atau masalah kepada siswa dan memperbolehkan siswa untuk menemukan ide dan teori mereka sendiri.

B. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam pelaksanaannya, PBM tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari PBM.

1. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata

b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok

e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi

f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri

g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka

h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

2. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

c. PBM kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk siswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.

d. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.

e. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik.

f. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

C. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based learning)

Menurut Fibrayir (2012), berbgai pengembang pembelajaran berbasis masalah telah menunjukkkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.

1. Pengajuan masalah atau pertanyaan Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban 1. Pengajuan masalah atau pertanyaan Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban

a. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

b. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

c. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

e. Bermanfaat. Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer. Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Tahapan Kegiatan Guru

Guru menjelaskan tujuan

Tahap 1:

pembelajaran, menjelaskan logistik

Orientasi siswa

yang dibutuhkan, memotivasi siswa

kepada masalah

agar terlibat pada pemecahan masalah yang dipilihnya.

Guru membantu siswa mendefinisikan

Tahap 2:

dan mengorganisasikan tugas belajar

Mengorganisasi

yang berhubungan dengan masalah

siswa untuk belajar

tersebut.

Tahapan Kegiatan Guru Tahap 3:

Guru mendorong siswa untuk

Membimbing

mengumpulkan informasi yang sesuai,

penyelidikan

melaksanakan eksperimen, untuk

individual dan

mendapatkan penjelasan dan

kelompok

pemecahan masalahnya Guru membantu siswa merencanakan

Tahap 4:

dan menyiapkan karya yang sesuai

Mengembagkan dan

seperti laporan, video dan model serta

menyajikan hasil

membantu mereka berbagi tugas

karya

dengan temannya.

Tahap 5:

Guru membantu siswa melakukan

Menganalisis dan

refleksi atau evaluasi terhadap

mengevaluasi proses

penyelidikan mereka dan proses-proses

pemecahan masalah

yang mereka gunakan.

a. Langkah-Langkah PBM

Pelaksanaan PBM memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah pembelajarannya. Barret (2005) menjelaskan langkah- langkah pelaksanaan PBM sebagai berikut :

1) Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengalaman siswa)

2) Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan Mendefinisikan masalah

Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah

3) Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan

cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi

4) Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam menyelesaikan masalah.

5) Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan

6) Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa dalam kelompok.

7) Sementara itu Yongwu Miao et.al. membut model Protokol PBM yang disajikan dalam ilustrasi berikut.

Gambar 1. Model Protokol PBL

Pada dasarnya, langkah-langkah menurut Barret (2005) dan Miao et.al. (2000) ini memiliki kesamaan. Peran guru sebagai fasilitator sangat penting karena berpengaruh kepada proses belajar siswa. Walaupun siswa lebih banyak belajar sendiri tetapi guru juga memiliki peranan yang sangat penting. Peran Pada dasarnya, langkah-langkah menurut Barret (2005) dan Miao et.al. (2000) ini memiliki kesamaan. Peran guru sebagai fasilitator sangat penting karena berpengaruh kepada proses belajar siswa. Walaupun siswa lebih banyak belajar sendiri tetapi guru juga memiliki peranan yang sangat penting. Peran

Barret (2005) menyebutkan beberapa hal yang harus dikuasai atau dilakukan oleh tutor agar kegiatan PBM dalap berjalan dengan baik, yaitu :

1) Harus berpenampilan meyakinkan dan antusias

2) Tidak memberikan penjelasan saat siswa bekerja

3) Diam saat siswa bekerja

4) Menyarankan siswa untuk berbicara dengan siswa lain bukan dengan dirinya

5) Meyakinkan siswa untuk menyepakati terlebih dahulu tentang pemahaman terhadap permasalahan secara kelompok sebelum siswa bekerja individual

6) Memberikan saran pada siswa tentang sumber informasi yang dapat diakses berkaitan dengan permasalahan

7) Selalu mengingat hasil pembelajaran yang ingin dicapai

8) Mengkondisikan lingkungan atau suasana belajar yang baik untuk kegiatan kelompok Menjadi diri sendiri atau tampil sesuai dengan gaya sendiri sehingga tidak menampilkan sikap di luar kebiasaan dirinya.

b. Penilaian Pada PBM

Penilaian dalam PBM tentunya tidak hanya kepada hasilnya saja tetapi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. National Research Council (NRC) (dalam Waters and McCracken, -) memberikan tiga prinsip berkaitan penilaian dalam PBM, yaitu yang berkaitan dengan konten, proses pembelajaran, dan kesamaan. Lebih jelasnaya sebagai berikut. Konten : penilaian harus merefleksikan apa yang sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh siswa.

Proses pembelajaran : penilaian harus sesuai dan diarahkan pada proses pembelajaran Kesamaan : penilaian harus menggambarkan kesamaan kesempatan siswa untuk belajar. Oleh karena itu, menurut Waters and McCracken penilaian yang dilakukan harus dapat :

1) Menyajikan situasi secara otentik

2) Menyajikan data secara berulang-ulang

3) Memberikan peluang pada siswa untuk dapat mengevaluasi dan merefleksi pemahaman dan kemampuannya sendiri

4) Menyajikan laporan perkembangan kegiatan siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian dalam PBM tidak hanya kepada hasil aakhir tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian proses. Penilaian ini bisa didasarkan pada jenis penilaian otentik (autentic assessment) dimana penilaian difokuskan terhap proses belajar. Oleh karena itu, peran guru dalam proses PBM tidak pasif tetapi harus aktif dalam memantau kegiatan siswa serta mengontrol agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Sementar itu, untuk mengetahui sejauhmana hasil belajar yang telah diperoleh siswa, guru pun perlu untuk mengadakan tes secara individual. Jadi penialaian dilakukan secara kelompok juga individual.

D. Contoh Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based learning)

Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa/siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa/siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa/siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa/siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa/siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa/siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat

Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu:

1. mengidentifikasi masalah,

2. mengumpulkan data,

3. menganalisis data,

4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,

5. memilih cara untuk memecahkan masalah,

6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,

7. melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan, dan

8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berfikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut. Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL.

Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi ‖masalah‖ bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyeimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi ‖masalah‖ bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyeimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah

Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan

dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.

menjelaskan

permasalahan

Fase-fase implementasi PBL dengan merujuk pada tahap- tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah, yaitu: menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar, yaitu: membantu siswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, yaitu: mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu: membantu siswa merencanakan dan menyi-apkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yaitu: membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

1. Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru/dosen harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa/siswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Sutrisno (2006) menekankan empat hal penting pada proses ini, yaitu: (1) Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah- masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri, (2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mut lak ―benar―, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan, (3) Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya, dan (4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

2. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa/siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru/dosen

dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.