Hubungan Neutrophil-Lymphocyte Ratio Dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner Pada Pasien Sindroma Koroner Akut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sindroma Koroner Akut

2.1.1

Defenisi
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu terminologi yang

digunakan untuk menggambarkan spektrum penyakit arteri koroner yang bersifat
trombotik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan
terjadinya plak ateroma. Rupturnya plak ateroma ini akan menimbulkan trombus
yang nantinya dapat menyebabkan iskemia sampai infark miokard.19
Spektrum klinis dari SKA terdiri dari angina pektoris tidak stabil (APTS),
infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST
(IMA Non STE), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan
elevasi segmen ST (IMA STE) (Gambar 2).20


Gambar 2 . Spektrum dan definisi SKA dikutip dari: Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman Tatalaksana Penyakit
Kardiovaskuler di Indonesia. Edisi ke-3;2012:3-54
APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama,
hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard
(peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI;
sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total,

Universitas Sumatera Utara

sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresitifitas, trombosis dan
vasokonstriksi. Sedangkan pada STEMI terjadi oklusi koroner total yang bersifat akut
sehingga diperlukan reperfusi segera dengan angioplasti primer atau terapi
fibrinolitik.21-23

2.1.2

Epidemiologi


Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Data GRACE 2001, didapatkan dari semua pasien yang datang ke
rumah sakit dengan nyeri dada ternyata penyebab terbanyak adalah IMA STE
(34%), IMA Non STE (31%) dan APTS (29%). Angka mortalitas dalam rawatan
rumah sakit pada IMA STE ialah 7% sedangkan IMA non STE adalah 4%, tetapi
pada jangka panjang, angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih
tinggi dibanding pasien IMA STE.24

2.1.3 Faktor Risiko
Faktor risiko SKA dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor yang tidak
dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, stress,
diet tinggi lemak, dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor risiko ini masih dapat
diubah, sehingga dapat memperlambat proses aterogenik Sedangkan faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi antara lain seperti usia, jenis kelamin, suku/ras dan
riwayat penyakit keluarga.25

2.1.4 Patofisiologi
Patogenesis aterosklerosis dimulai ketika terjadi kerusakan endotel
koroner akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan

yang berbeda, yang menimbulkan disfungsi endotel. Kerusakan endotel akan
memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi
aterosklerotik.26
Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling
berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid yaitu oksidasi,
agregasi

dan

proteolisis

lipid

dalam

dinding

arteri

yang


selanjutnya

mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen

Universitas Sumatera Utara

elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit akan
mengalami adhesi pada endotel, adhesi diperantarai oleh molekul adhesi yaitu
inter cellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1

(VCAM-1) dan selectin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit
bermigrasi ke lapisan lebih dalam. Monosit yang telah memasuki dinding arteri
akan teraktivasi menjadi makrofag dan mengikat LDL yang teroksidasi. Hasil
fagositosis ini membentuk foam cell dan akan menjadi fatty streaks. Aktivasi ini
menghasilkan sitokin dan growth factor yang merangsang migrasi sel-sel otot
polos ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti
elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous
cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan


disebut

sebagai

plak

aterosklerotik.

Pembentukan

plak

aterosklerotik

menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi penurunan aliran darah.
Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan
platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, terjadi perdarahan subendotel,
mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan arteri
koroner (Gambar 3). Pada saat ini muncul berbagai presentasi klinik seperti
angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis dapat stabil, tetapi dapat juga

tidak stabil atau.26

Gambar 3. Patogenesis aterosklerosis dikutip dari: Packard RRS, Libby P.
Inflammation in atherosclerosis: from vascular biology to biomarker discovery
and risk prediction. Clinical Chemistry,2008;54:24-38

Universitas Sumatera Utara

Ruptur plak berperan penting untuk terjadinya sindroma koroner akut.
Resiko ruptur plak tergantung dari ketidakstabilan plak. Ciri plak yang tidak stabil
antara lain lipid core besar >40% volume plak, fibrous cap tipis yang
mengandung sedikit kolagen dan sel otot polos serta aktivitas dan jumlah sel
makrofag, limfosit T dan sel mast yang meningkat. Trombosis akut yang terjadi
pada plak yang ruptur berperan penting dalam sindroma koroner akut. Setelah
plak ruptur, komponen trombogenik akan menstimulasi adhesi, agregasi dan
aktivasi trombosit, pembentukan trombin dan pembentukan trombus.27,28
Trombus yang terbentuk mengakibatkan oklusi atau suboklusi pembuluh
koroner dengan manifestasi klinis angina pektoris. Bukti angiografi menunjukkan
pembentukan trombus koroner pada >90% pasien IMA STE, dan sekitar 35-75%
pada pasien APTS dan IMA Non STE.29

Pada APTS terjadi erosi pada plak atherosklerosis yang relatif kecil dan
menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya menyebabkan
oklusi sementara yang berlangsung 10-20 menit. Pada IMA Non STE kerusakan
plak lebih berat dan menimbulkan oklusi trombus yang lebih persisten dan
berlangsung >1 jam. Pada sekitar 25% pasien IMA STE terjadi oklusi trombus
yang berlangsung >1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terjadi kolateral. Pada
IMA STE disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang menetap yang menyebabkan perfusi miokard terhenti
secara tiba-tiba yang berlangsung >1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard
transmural.27,29
Lipid core mengandung bahan yang bersifat trombogenik karena

mengandung banyak tissue factor yang diproduksi makrofag. Tissue factor adalah
suatu prokoagulan yang mengaktifkan kaskade pembekuan ekstrinsik sehingga
paling kuat sifat trombogeniknya.30
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga berperan pada pathogenesis
sindroma koroner akut. Ini terjadi sebagai respons terhadap disrupsi plak
khususnya trombus yang kaya platelet. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskuler
dengan melepaskan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal dengan
Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin dan faktor kontraksi

seperti endothelin-1, thromboxan A2, prostaglandin H2. Trombus kaya platelet

Universitas Sumatera Utara

yang

mengalami

disrupsi

menyebabkan

terjadinya

platelet

dependent

vasoconstriction yang diperantarai serotonin dan thromboxan A2 sehingga


menginduksi vasokonstriksi.28

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis sindroma koroner akut ditegakkan berdasarkan adanya
presentasi klinis nyeri dada yang khas, perubahan elektrokardiografi dan
peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas angina biasanya berupa nyeri dada
dengan rasa berat/ditindih/dihimpit didaerah retrosternal yang dapat menjalar
kelengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah dimana nyeri
biasanya berdurasi >20 menit dan berkurang dengan istirahat dan pemberian
nitrat. Nyeri dada juga biasanya disertai gejala sistemik lain berupa mual, muntah
dan keringat dingin. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dapat dijumpai
perubahan berupa depresi ST segmen atau inversi T, elevasi segmen ST, dimana
pada awal masih dapat berupa hiperakut T yang kemudian berubah menjadi ST
elevasi, dapat dijumpai Left Bundle Branch Block (LBBB) baru yang juga
merupakan tanda terjadinya infark gelombang Q. Marker yang biasa dipakai
sebagai penanda adanya kerusakan miokard ialah enzim CK (Creatinin kinase)
dan CK-MB. Enzim ini meningkat setelah 4 jam serangan. Selain enzim tersebut,
juga dapat dinilai Troponin T dan I yang biasanya meningkat 3-12 jam setelah
infark.31
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS) ditegakkan apabila dijumpai

adanya angina pada waktu istirahat/aktivitas ringan serta pada EKG dapat
dijumpai gambaran depresi segmen ST ≥0,05 mV atau inversi gelombang T >0,1
mV pada dua lead yang berdampingan serta enzim jantung yang tidak meningkat.
Diagnosis IMA Non STE dapat ditegakkan apabila dijumpai adanya nyeri dada
khas infark pada saat istirahat selama >20 menit, gambaran depresi segmen ST
≥0,05 mV atau inversi gelombang T >0,1 mV pada dua lead yang berdampingan
dengan prominent R atau rasio R/S >1 dan peningkatan enzim jantung. Diagnosis
IMA STE dapat ditegakkan apabila didapatkan adanya nyeri dada khas infark
yang terjadi pada saat istirahat selama >20 menit, elevasi segmen ST batu pada J

Universitas Sumatera Utara

point pada 2 lead yang berdampingan dengan cut point ≥0,1 mV pada semua lead
selain V2-V3 dimana pada lead V2-V3 cut point ialah ≥0,2 mV pada pria atau ≥
0,15 mV pada wanita dan peningkatan serial dari enzim jantung.31,32

2.2

Hubungan Leukosit dan Sindroma Koroner Akut
Leukosit disebut juga sel darah putih adalah sel darah yang mengandung


inti. rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 400010000/mm3. Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan
granular. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu limfosit dan monosit dan
terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan eosinofil.33
Hitung jenis leukosit merupakan penghitungan jenis leukosit yang ada
dalam darah berdasarkan proporsi tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit,
hal ini dapat memberikan gambaran dan informasi spesifik kejadian dan proses
penyakit dalam tubuh. Dalam keadaan normal, sekitar dua pertiga leukosit dalam
darah adalah granulosit, terutama neutrofil, sementara sepertiga adalah
agranulosit, terutama limfosit.34
Beberapa mekanisme dari leukosit dalam mempengaruhi aterosklerosis
adalah melalui sekresi enzim proteolitik yang merusak sel endothel, mencetuskan
proses agregasi dan adhesi leukosit menyebabkan terjadinya penyumbatan
mikrovaskular dan menurunkan perfusi mikrovaskular, meningkatkan ekspresi
monocyte tissue factor , menyebabkan aktivasi sistem koagulasi, meningkatkan

formasi thrombus, menyebabkan ketidakstabilan elektrik, serta berinteraksi
dengan faktor risiko aterosklerosis yang lain.35
Pada dekade terakhir ini para peneliti mencoba mempelajari hubungan
antara leukosit dengan aterosklerosis, PJK dan SKA dikarenakan pemeriksaan ini
mudah dilakukan dan tidak mahal. Dari beberapa studi didapatkan bahwa nilai
leukosit yang tinggi merupakan suatu faktor risiko independent terhadap PJK,
penyakit kardiovaskular dan juga dapat menjadi faktor prognostik terhadap
prognosis PJK. Penelitian juga menunjukkan bahwa nilai leukosit dapat menjadi
prediktor independent yang kuat terhadap mortalitas pasien dengan SKA.36-38
Korelasi jumlah leukosit sebagai faktor risiko maupun faktor prognostik
pada pasien dengan PJK dan SKA sebenarnya sesuai dengan konsep yang

Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa aterosklerosis merupakan suatu kelainan yang disebabkan
inflamasi. Menurut konsep ini, setelah terjadinya kerusakan pada endotel maka
monosit akan direkrut dari aliran darah perifer ke dalam dinding vaskuler.
Monosit yang direkrut tersebut akan mengalami diferensiasi menjadi makrofag
yang akan memfagositosis lipid serta mensekresikan enzim metaloproteinase
seperti elastase dan kolagenase pada lesi aterosklerotik.39,40
Sebagai tambahan, neutrofil dan sel mast juga akan mensekresikan dan
menginduksi protease degradatif untuk berakumulasi di dalam plak. Seiring
waktu, akumulasi dari sel-sel inflamasi tersebut akan meningkatkan konsentrasi
lipid dan konten dari sel inflamasi yang akan menyebabkan terjadinya
neovaskularisasi pada tunika adventitia dan intima. Plak aterosklerosis akan
menjadi tidak stabil dan rentan untuk ruptur dan ketika ruptur plak terjadi,
biasanya akan diikuti langsung oleh terjadinya oklusi dan thrombosis koroner
serta vasokontriksi pada jaringan intima yang terkena atau di sekitar lumen yang
mengalami inflamasi.41,42
Saat ini, penelitain terhadap penanda inflamasi difokuskan terhadap jenisjenis leukosit dan didapatkan bahwa dibandingkan dengan total leukosit, nilai dari
tiap jenis leukosit mempunyai faktor prediktor risiko dan prognostik PJK dan
SKA yang lebih baik.10,12

2.3

Hubungan Neutrofil dan Sindroma Koroner Akut
Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Sel ini

berdiameter 12–15 μm dan memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma
pucat di antara 2 hingga 5 lobus dan mengandung banyak granula merah jambu
(azuropilik). Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium
promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada
neutrofil matang. Granula primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan
asam hidrolase lain, sementara yang sekunder mengandung fosfatase dan lisosom.

Neutrofil adalah komponen utama dari sistem imun nonspesifik. Nilai normal
neutrophil ialah 2–7×109/l atau 40-80% per millimeter kubik darah. Bila neutrofil
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6
jam.43

Universitas Sumatera Utara

Sumsum tulang normal orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar
neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya jika terjadi
inflamasi akut. Neutrofil berperan dalam proses imun nonspesifik melalui sekresi
enzim proteolitik dalam jumlah besar dan kemampuannya yang cepat dalam
memproduksi reactive oxygen species (ROS).44
Neutrofil yang telah matur disimpan dalam jumlah besar di dalam sumsum
tulang. Dalam kondisi normal, hanya sebagian kecil saja neutrofil yang dilepas
dari sumsum tulang ke sirkulasi, dimana masa hidup neutrofil ini sangat pendek
dan secara cepat dihancurkan melalui proses apoptosis. Dalam keadaan
berlangsungnya suatu inflamasi maka produksi neutrofil akan meningkat, dan baik
sel yang sudah matur maupun yang belum matur akan mengalami mobilisasi.
Dalam keadaan ini, maka neutrofil yang beredar akan melakukan interaksi dengan
sel endotel, neutrofil akan mengalami adhesi dengan dengan sel endotel,
kemudian berdiapedesis diantara ikatan sel endotel dan akhirnya bermigrasi ke
jaringan yang mengalami inflamasi. Setelah teraktivasi, neutrofil akan
berkontribusi dalam merekrut sel imun lain, memperberat proses inflamasi dan
kerusakan jaringan dengan menghasilkan ROS dan mensekresi protease, kemokin
dan sitokin.45
Banyak penelitian yang telah menunjukkan adanya hubungan dan manfaat
dari pemeriksaan nilai neutrofil absolut sebagai faktor prediktor maupun sebagai
prognostik independent pada PJK dan SKA.11,46
Pada proses aterosklerosis, neutrofil akan diaktivasi melalui sinyal
inflamasi dari sekitarnya yang akan menginduksi mediator yang terdapat didalam
granul intrasel. Neutrofil akan menghasilkan gelastinase yang memegang peranan
penting dalam proses atherogenesis dan aterothrombosis. Gelatinase akan
mendegradasi kolagen tipe IV dan juga substrat matriks lain seperti elastin,
fibronektin, laminin, agrecan, neurocan dan decorin. Gelatin juga akan
mengaktivasi molekul inflamasi seperti growth factor , sitokin (TGF-β, TNF-α, IL1) kemokin dan endothelin.46
Granul neutrofil juga akan mensekresikan beberapa kolagenase seperti
MMP-1,MMP-8, MMP-13 yang akan meningkatkan proses aterogenesis dan
degradasi matriks ekstraseluler sehingga meningkatkan kerapuhan plak. Granul

Universitas Sumatera Utara

azurophilic dari neutrofil juga akan menghasilkan elastase yang akan berperan
dalam menyebabkan ketidakstabilan plak melalui peningkatan kemotaksis
leukosit, serta meningkatkan akumulasi hemoglobin di dalam plak yang akan
meningkatkan kerapuhan plak. Selain itu granul azurophilic akan melepaskan
proteinase yang akan mendegradasi elastin dan molekul matriks extraseluler lain
yang

menyebabkan

penipisan

dari

kapsul

fibrous

yang

meningkatkan

ketidakstabilan plak.46
Neutrofil yang teraktivasi juga akan menghasilkan ROS. Enzim NADPH
oksidase merupakan enzim yang digunakan dalam produksi ROS dalam neutrofil.
Selain aktivitas NADPH, Hidrogen peroksida (H2O2) juga berfungsi dalam
pembentukan ROS dengan cara merubah pH, memicu aktivasi enzim proteolitik
dan berperan sebagai substrat untuk myeloperoksidase (MPO).46
MPO merupakan protein utama yang dihasilkan oleh granul primer
neutrofil. MPO akan mengaktivasi ROS yang akan merangsang terjadinya
ketidakstabilan plak aterosklerosis melalui beberapa mekanisme. Pertama,
oksidan derived MPO akan menghasilkan lipid peroksida yang akan berikatan

dengan reseptor makrofag dan mencetuskan terjadinya pembentukan inti lipid
nekrotik. Ditambah ROS yang dihasilkan oleh MPO ini akan berkontribusi dalam
degradasi matriks ekstraseluler dengan cara mengaktivasi MMP-7, MMP-8 dan
MMP-9, serta juga akan meningkatkan survival neutrofil dan menyebabkan
perubahan sel otot polos menjadi fenotipe fibroblastik yang akan meningkatkan
ketidakstabilan plak. Neutrofil juga akan berinteraksi dengan sel imun lain dan
juga sel vaskular. Neutrofil yang teraktivasi akan melepaskan sitokin dan kemokin
(TNF-α, IL-17, CCL3, CCL4, IFN) yang akan merekrut sel inflamasi lain dan
menyebabkan diferensiasi sel di intraplak.46
IL-17 juga akan merangsang produksi limfosit T (Th-17) yang akan
menyebabkan progresi dari lesi aterosklerotik dan juga akan meningkatan aktivasi
dari neutrofil. TNF-α akan meningkatkan survival dari neutrofil dan antigen
precenting cell dari neutrofil. MPO yang dihasilkan neutrofil juga akan berikatan

dengan makrofag dan melepaskan ROS.46
Neutrofil juga akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dengan cara
melepaskan ROS dan protease. MPO akan menyebabkan penurunan dari kadar

Universitas Sumatera Utara

Nitrit Oksida (NO) dan mencetuskan apoptosis dari oksidan yang dihasilkan NO
serta mengaktivasi jalur tissue factor . Disfungsi endotel ini akan yang
berkontribusi terhadap terjadinya vaskonstriksi, aktivasi koagulasi, aktivasi
platelet dan aktivitas anti fibrinolitik.46
Protease yang dihasilkan neutrofil juga akan menyebabkan disfungsi
endotel dengan cara mendegradasi basement membrane dan kolagen tipe IV.
Neutrofil juga akan menghasilkan protein yang membantu unfiltrasi dari monosit
ke dalam plak. Neutrofil juga akan berinteraksi dengan platelet pada saat fase
formasi thrombus (Gambar 4).45

Gambar 4. Produk neutrofil yang berperan dalam atherogenesis dikutip dari:
Carbone F, Nencioni A, Mach F, Vuilleumier N, Montecucco F.
Pathophysiological role of neutrophils in acute myocardial infarction. Thrombosis
and Haemostasis. 2013; 110(2):1-14
2.4

Hubungan Limfosit Dan Sindroma Koroner Akut
Limfosit merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya

gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan
tidak berbatas tegas. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan
sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti.43
Limfosit berperan penting dalam sistem imun spesifik. Sebagian besar
limfosit berada dalam organ limfoid, yang terdiri dari organ limfoid primer
(sumsum tulang dan timus) dan organ limfoid sekunder (kelenjar limfe, limpa,

Universitas Sumatera Utara

tonsil). Organ limfoid primer mensuplai limfosit yang telah matur ke organ
limfoid sekunder, yang selanjutnya akan mengalami aktivasi oleh adanya antigen.
Proses pengenalan dan eliminasi pathogen diatur oleh limfosit T, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan cara merekrut limfosit B untuk
membentuk antibidi spesifik. Respon sel T timbul oleh adanya signal yang
dihasilkan oleh dendritik sel matur, yang diinduksi oleh neutrofil. Dalam keadaan
normal, jumlah limfosit berkisar 1.0–3.0×109/l atau sekitar 20–40% dari total sel
darah putih dalam aliran darah.34
Limfosit memiliki peran dalam proses aterosklerosis. Dalam penelitian
dikatakan bahwa limfosit T mempunyai peran proktetif terhadap proses
atheroscklerosis. Peran limfosit T ialah dengan memodulasi proliferasi otot polos
yang terjadi selama proses perbaikan vaskular. Didapatkan pada kadar limfosit
yang rendah dijumpai lesi aterosklerosis yang lebih berat.47
Pada SKA, penelitian Ommen dkk menunjukkan bahwa limfofenia relatif
merupakan salah satu penanda awal pada pasien IMA, hal ini disebabkan oleh
peningkatan kortisol endogen sebagai respons tubuh terhadap adanya stress berat.
Penelitian Blum dkk mendapatkan terjadinya penurunan CD4 dan rasio CD4/CD8
pada pasien dengan IMA. Selain itu, pada penelitian lain didapatkan pasien
dengan CD4 yang rendah memiliki resiko reinfark dan tingkat mortalitas yang
lebih tinggi.48,49
Penelitian oleh Mor dkk juga menemukan bahwa terjadi penurunan subtipe
limfosit seperti CD4 setelah terjadinya IMA dan berkorelasi dengan fraksi ejeksi
yang rendah dan ukuran infark yang lebih luas pada fase akut SKA. Limfopenia
pada SKA dapat disebabkan abnormalitas dari sel T regulatori yang berfungsi
memodulasi aktivasi sel T autoaggresive yang aktif pada SKA. Selain itu,
limfopenia juga dapat disebabkan oleh karena pada kondisi inflamasi berat terjadi
peningkatan apoptosis limfosit. Dalam kondisi ini, juga akan terjadi gangguan
klirens sel-sel apoptosis dari hasil fagositosis yang buruk yang merangsang
sekresi sitokin proinflamasi yang akan menginduksi terjadinya nekrosis.50,51,52

Universitas Sumatera Utara

2.5

Neutrophil-Lymphocyte Ratio dan Sindroma Koroner Akut
Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR) merupakan rasio yang didapatkan

dari pembagian antara nilai neutrofil absolut dengan nilai limfosit absolut.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa NLR merupakan faktor prediktor
yang lebih baik dibandingkan subtipe leukosit lain terhadap PJK dan SKA.
Penelitian Azab dkk mendapatkan bahwa nilai NLR merupakan suatu prediktor
independent terhadap survival baik jangka pendek dan jangka panjang yang lebih
baik dibandingkan dengan parameter leukosit lain.53
Zazula dkk. yang melakukan studi pada pasien dengan keluhan nyeri dada
mendapatkan bahwa pasien yang didiagnosis dengan nyeri dada noncardiak
memiliki nilai NLR pada saat masuk yang terendah (3 ± 1,6), diikuti oleh
diagnosa APTS (3,6 ± 2,9), IMA non STE (4,8 ± 3,7) dan IMA STE (6,9 ± 5,7) (p