Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Usia Sekolah dengan Retardasi Mental di SLB Bina Putra Salatiga T1 462007017 BAB IV

(1)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Riset Partisipan Penelitian

4.1.1 Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia riset partisipan dikategorikan menjadi 5 yaitu 20-25 tahun, 26-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun dan di atas 40 tahun. Distribusi data dapat dilihat pada gambar 4.1:

Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Riset Partisipan Berdasarkan Usia Gambar 4.1 menunjukkan paling banyak riset partisipan yang berumur 36-40 tahun 33% dan yang paling rendah di atas 40 tahun 10%. 4.1.2 Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan riset partisipan dikategorikan menjadi wiraswasta, ibu rumah tangga, pegawai negeri dan pegawai swasta. Distribusi data dapat dilihat pada gambar 4.2:

10% 33% 17% 25%

15%

> 40 tahun 36 - 40 31 - 35 26 - 30 20-25


(2)

Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Riset Partisipan Berdasarkan Pekerjaan Gambar 4.2 menunjukkan paling banyak riset partisipan yang bekerja sebagai wiraswasta 51% dan yang paling sedikit bekerja sebagai pegawai swasta 11%.

4.1.3 Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan pendidikan riset partisipan dikategorikan menjadi pendidikan SMA, SMP, D3 dan S1. Distribusi data dapat dilihat pada gambar 4.3:

Gambar 4.3 Distribusi Frekuensi Riset Partisipan Berdasarkan Pendidikan Gambar 4.3 menunjukkan paling banyak riset partisipan yang berpendidikan SMA 53% dan paling rendah SMP 11%.

51% 26%

12% 11%

wiraswasta ibu rumah tangga pegawai negeri pegawai swasta

53% 11%

23% 13%

SMA SMP D3 S1


(3)

4.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB Bina Putra Salatiga, yang terletak di Jalan Hasanudin Gang III Banjaran Salatiga. Waktu penelitian pada tanggal 16-20 November 2012. Jumlah riset partisipan yang diteliti ada 45 orangtua.

4.3 Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen 4.3.1 Validitas Instrumen

Untuk mengetahui validitas instrumen, data hasil uji coba dianalisis dengan uji validitas pearson product moment . Kuesioner dinyatakan valid jika masing-masing butir pertanyaan didapatkan nilai r hitung > nilai r tabel. Nilai r tabel pada n = 20 sebesar 0,444. Hasil uji validitas instrument pengetahuan dan sikap orangtua terhadap kemandirian anak usia sekolah dengan retardasi mental di SLB Negeri Salatiga yaitu:

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen

Kusioner Jumlah Nilai Validitas r Tabel Pengetahuan Orangtua 15 0,470-0.510 0,444

Sikap Orangtua 15 0,503-1,000 0,444

Kemandirian Anak Retardasi Mental 15 0,571-1,298 0,444

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan semua item pernyataan atau pertanyaan variabel tentang pengetahuan dan sikap orangtua terhadap kemandirian anak usia sekolah dengan retardasi mental di SLB Negeri Salatiga memiliki nilai r hitung > 0,444, sehingga disimpulkan semua item valid.


(4)

4.3.2 Reliabilitas Instrumen

Untuk mengetahui reliabilitas instrumen, data hasil uji coba dianalisis dengan teknik alpha cronbach. Hasil uji reliabilitas instrument pengetahuan dan sikap orangtua terhadap kemandirian anak usia sekolah dengan retardasi mental di SLB Negeri Salatiga yaitu:

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Variabel Alpha Cronbach Keterangan

Pengetahuan Orangtua 0,867 Reliabel

Sikap Orangtua 0,916 Reliabel

Kemandirian Anak Retardasi Mental 0,924 Reliabel

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan semua item pernyataan atau pertanyaan variabel tentang pengetahuan dan sikap orangtua terhadap kemandirian anak usia sekolah dengan retardasi mental di SLB Negeri Salatiga adalah reliabel.

4.4 Hasil Penelitian 4.4.1 Analisis Deskripsi 4.4.1.1 Pengetahuan Orangtua

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa 15 item pengetahuan orangtua tergolong valid (tidak ada yang gugur). Masing-masing item memiliki 2 alternatif jawaban dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 2. Kriteria tinggi rendahnya pengetahuan ditentukan dengan persentase jumlah jawaban benar, kategori baik jika x ≥ 76% jawaban yang diberikan


(5)

benar, kategori cukup jika 56% ≤ x < 75% jawaban yang diberikan benar, dan kategori kurang jika <56% jawaban yang diberikan benar. Berdasarkan kriteria, hasil pengetahuan orangtua yaitu:

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Variabel Pengetahuan Orangtua Kategori Interval f % Mean SD Maks Min Kurang < 56% 0 0

24,31 3,88 15 30 Cukup 56% ≤ x < 75% 13 28,9

Baik ≥ 76% 32 71,1

Jumlah 45 100

Berdasarkan data pada Tabel 4.3 nampak bahwa pengetahuan orangtua terdistribusi pada kategori baik dengan persentase 71,1%, dan kategori sedang 28,9%. Dengan demikian, kebanyakan orangtua memiliki pengetahuan pada kategori baik. Hal ini diperkuat dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 24,31 (≥ 76%) yang menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan orangtua berada pada kategori baik.

4.4.1.2 Sikap Orangtua

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa jumlah item sikap orangtua yang valid sebanyak 15 item dengan 4 alternatif jawaban dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 4. Total skor maksimal yang bisa diperoleh masing-masing subjek adalah 60 (diperoleh dari 4 x 15) sedangkan skor minimal yang dapat diperoleh subjek adalah 15 (diperoleh dari 1 x 15). Dalam pengukuran ini dibuat 3 kategori yaitu baik, cukup, kurang, maka lebar interval masing-masing kategori dapat dihitung sebagai berikut:


(6)

Interval =

Berdasarkan kriteria, hasil pengukuran sikap orangtua yaitu: Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Variabel Sikap Orangtua Kategori Interval f % Mean SD Maks Min Kurang 15 ≤ x < 30 0 0

45,27 5,73 54 31 Cukup 30 ≤x < 45 18 40

Baik 45 ≤ x < 60 27 60

Jumlah 45 100

Berdasarkan data pada Tabel 4.4, tampak bahwa sikap orangtua terdistribusi pada dua kategori, yaitu baik sebesar 60% dan cukup sebesar 40%. Data ini menunjukkan, orangtua pada umumnya memiliki sikap yang baik dalam memperlakukan anak mereka. Berdasarkan nilai rata-rata 45,27 ini menunjukkan bahwa orangtua rata-rata memiliki sikap terhadap anak pada kategori baik.

4.4.1.3 Kemandirian Anak Retardasi Mental

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa jumlah item kemandirian anak retardasi mental terdiri dari 15 butir item valid dengan 4 alternatif jawaban dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 4. Total skor maksimal yang bisa diperoleh masing-masing riset partisipan adalah 60 (diperoleh dari 4 x 15)


(7)

sedangkan skor minimal yang dapat diperoleh subjek adalah 15 (diperoleh dari 1 x 15). Dalam pengukuran ini dibuat 3 kategori yaitu mandiri, cukup mandiri, dan kurang mandiri, maka lebar interval masing-masing kategori dapat dihitung sebagai berikut:

nter al skor tertinggi skor terendah banyaknya kategori Interval =

Berdasarkan kriteria, hasil pengukuran kemandirian anak yaitu:

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Variabel Kemandirian Anak Retardasi Mental Kategori Interval f % Mean SD Maks Min Kurang mandiri 15 ≤ x < 30 13 28,9

37,22 9,57 55 23 Cukup mandiri 30 ≤x < 45 19 42,2

Mandiri 45 ≤ x < 60 13 28,9

Jumlah 45 100

Berdasarkan data pada Tabel 4.5 kemandirian anak retardasi mental terdistribusi pada tiga kategori. Kemandirian anak kebanyakan berada pada kategori cukup mandiri 42,2%, dan selebihnya anak yang mandiri dan kurang mandiri masing-masing sebesar 28,9%. Skor rata-rata sebesar 37,22 menunjukkan bahwa kemandirian anak retardasi mental rata-rata berada pada kategori cukup mandiri.


(8)

4.4.2 Analisis Korelasi

Pada bagian ini penulis menyajikan hasil analisis korelasi antara variabel pengetahuan orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, variabel sikap orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, variabel pengetahuan orangtua dan sikap orangtua secara bersama-sama dengan kemandirian anak retardasi mental.

4.4.2.1 Uji Korelasi antara Pengetahuan Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental

Tabel 4.6 di bawah ini menyajikan data hasil korelasi spearman antara pengetahuan orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental. Tabel 4.6 Koefisien Korelasi antara Pengetahuan Orangtua (X1)

dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental (Y) Variabel Bebas

(X1)

Variabel Terikat (Y)

N Koefisien Korelasi (r)

Probabilitas (p)

Pengetahuan Orangtua

Kemandirian Anak Retardasi Mental

45 -0.064 0,675

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara pengetahuan orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental sebesar rx1y = -0,064 dengan probabilitas 0,675 > 0,05. Hal ini berarti ada hubungan dengan arah negatif tetapi tidak signifikan antara pengetahuan orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, sehingga pengetahuan


(9)

orangtua yang baik maupun yang kurang tidak berhubungan dengan kemandirian anak retardasi mental.

4.4.2.2 Uji Korelasi antara Sikap Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental

Tabel 4.7 di bawah ini menyajikan data hasil Korelasi Spearman antara sikap orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental.

Tabel 4.7 Koefisien Korelasi antara Sikap Orangtua (X2) dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental (Y)

Variabel Bebas (X2)

Variabel Terikat (Y)

N Koefisien Korelasi (r)

Probabilitas (p)

Sikap Orangtua Kemandirian Anak 45 0,649** 0,000

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara sikap orangtua dengan kemandirian anak sebesar rx2y =0,649 dengan probabilitas 0,000 < 0,05. Hal ini berarti ada hubungan dengan arah positif dan signifikan antara sikap orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental. Semakin baik sikap orangtua maka kemandirian anak retardasi mental akan semakin mandiri, sebaliknya semakin kurang sikap orang tua maka kemandirian anak retardasi mental akan semakin kurang.

4.4.2.3 Uji Korelasi antara Pengetahuan Orangtua dan Sikap Orang Tua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental

Korelasi antara pengetahuan orangtua dan sikap orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental diuji dengan menggunakan korelasi


(10)

berganda, yaitu korelasi yang menggunakan satu variabel terikat (kemandirian anak) dengan lebih dari satu variabel bebas (pengetahuan orangtua dan sikap orangtua) secara bersama-sama.

Tabel 4.8 Koefisien Korelasi antara Pengetahuan Orangtua dan Sikap Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental Variabel Bebas

(X1,2)

Variabel Terikat (Y)

N Koefisien Korelasi (r)

R Square Pengetahuan Orangtua,

Sikap Orangtua

Kemandirian Anak

45 0,626 0,391

Hasil uji korelasi berganda pada Tabel 4.8 memperoleh nilai r sebesar 0,626. Hal ini menunjukkan secara bersama-sama dua variabel bebas yang digunakan memiliki hubungan yang positif dengan kemandirian anak retardasi mental. Hasil ini menunjukkan bahwa bila variabel bebas pengetahuan orangtua dan sikap orangtua ada bersama-sama akan berdampak lebih baik kepada kemandirian anak retardasi mental.

Nilai rsquare menunjukkan koefisien determinan, yaitu kemampuan variabel bebas menjelaskan perubahan variabel terikat. Hasil uji pada tabel 4.8 di atas menunjukkan besarnya nilai rsquare sebesar 0,391, hal ini bermakna 39,1% perubahan kemandirian anak retardasi mental ditentukan oleh perubahan pada pengetahuan orang tua dan sikap orangtua. Selebihnya 60,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.


(11)

4.5 Pembahasan

4.5.1 Pengetahuan Orangtua

Hasil penelitian pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan orangtua 71,1% berada pada kategori pengetahuan baik dan 28,9% kategori pengetahuan sedang. Hal ini disebabkan karena orangtua dengan melalui panca indera mereka mengetahui kondisi anak dan apa yang dibutuhkan anak, sehingga orangtua mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dalam menghadapi anak dengan retardasi mental.

Berdasarkan sebaran jawaban dari riset partisipan tentang pengetahuan sebagian besar orangtua mengetahui tentang pengertian dan penyebab dari retardasi mental serta mengetahui pentingnya menanamkan kemandirian pada anak yang mengalami retardasi mental yaitu dengan cara melatih anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Dominasi tingkat pengetahuan orangtua yang baik tentang retardasi mental didukung oleh latar belakang pendidikan dan usia dari riset partisipan. Hal ini dapat dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, sedangkan usia yang dimiliki orangtua paling banyak berkisar antara 36-40 tahun. Dalam usia yang


(12)

matang orangtua memiliki kemampuan untuk menyerap informasi dari berbagai media mengenai keadaan anak dengan retardasi mental, sehingga pengetahuan orangtua yang baik dapat mempengaruhi orangtua dalam menghadapi anak mereka yang mengalami retardasi mental.

4.5.2 Sikap Orangtua

Hasil penelitian sikap menunjukkan bahwa sikap orangtua 60% berada pada kategori baik dan 40% pada kategori cukup. Hal ini menunjukkan pada umumnya orangtua memiliki sikap yang baik dalam memperlakukan anak mereka. Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka.

Sikap orangtua yang baik dalam menghadapi anak dengan retardasi mental ini dapat disebabkan karena orangtua berhubungan langsung dengan anak yang mengalami retardasi mental sehingga dapat mengembangkan sikap positif yang dimilikinya. Orangtua memberikan sikap positif kepada anak yang mengalami retardasi mental seperti melatih, membimbing serta memberikan dukungan agar anak bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Dominasi tingkat sikap orangtua yang baik tentang retardasi mental didukung oleh latar belakang pendidikan dari riset partisipan. Hal ini dapat


(13)

dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, pendidikan yang lebih tinggi dapat menyerap pengetahuan yang lebih tinggi pula bagi orangtua sehingga dapat membentuk sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi anak dengan retardasi mental. Sikap yang baik ini berarti orangtua menerima keadaan anak yang mengalami retardasi mental sehingga dapat memberikan dukungan kepada anak untuk tumbuh kembang.

4.5.3 Kemandirian Anak dengan Retardasi Mental

Hasil penelitian kemandirian anak yang mengalami retardasi mental menunjukan bahwa 42,2% kategori cukup mandiri dan selebihnya pada ketegori mandiri dan kurang mandiri masing-masing sebesar 28,9%. Anak yang mengalami retardasi mental untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau kemandirian yang berkaitan dengan kemampuan dalam merawat diri sendiri, masih mengalami kesulitan sehingga mereka perlu diajarkan atau dilatih secara khusus dalam bentuk bimbingan dan latihan.

Kemandirian yang dapat dilakukan oleh anak yang mengalami retardasi mental seperti makan, minum, mencuci dan mengeringkan tangan, memakai dan melepaskan pakaian, memakai dan melepas sepatu dan kaos kaki, mau berinteraksi dengan teman sebaya. Anak yang mengalami retardasi mental cenderung mengalami ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya (Somantri, 2006).


(14)

Kemandirian anak dengan retardasi mental yang tergolong cukup mandiri ini dapat disebabkan adanya pengetahuan orangtua yang baik tentang keadaan anak dengan retardasi mental serta sikap orangtua yang mau menerima anak dengan retardasi mental sehingga dapat mendorong anak untuk lebih berkembang sesuai dengan keadaan yang mereka alami tanpa ada rasa disisihkan. Meskipun memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, anak retardasi mental lebih berkembang apabila lingkungan sekitarnya menerima mereka dan memperlakukan mereka seperti anak normal lainnya. Dan hal ini hanya dapat dilakukan apabila orangtua memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap anak dengan retardasi mental.

4.5.4 Hubungan Pengetahuan Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental

Berdasarkan hasil uji statistik tampak bahwa hasil uji memperoleh nilai r sebesar -0,064 dengan signifikansi sebesar 0,675. Hasil uji ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif tetapi tidak signifikan antara pengetahuan orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, ini berarti bahwa kemandirian anak retardasi mental tidak ditentukan oleh pengetahuan orangtua. Orangtua yang memiliki pengetahuan mengenai keadaan anaknya terjadi setelah mereka mendukung tindakan anak mereka (Notoatmodjo, 2003).

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa pada umumnya orangtua memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan ini belum terbukti berhubungan dengan kemandirian anak yang mengalami retardasi mental.


(15)

Orangtua memiliki pengetahuan yang baik tetapi tidak mendidik anak untuk mandiri. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) menyatakan orangtua perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang cara-cara memandirikan anak secara tepat sehingga anak nantinya dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.

Hal ini dapat dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, sedangkan usia yang dimiliki orangtua paling banyak berkisar antara 36-40 tahun. Orangtua yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai keadaan anak yang mengalami retardasi mental belum tentu mampu menangani atau mengatasi keadaan anak mereka. Keadaan psikologis orangtua juga mempengaruhi, mereka harus mengurusi anak dengan retardasi mental serta seluruh kebutuhan mereka yang berbeda dengan anak normal lainnya. Perasaan minder karena memiliki anak dengan retardasi mental membuat orangtua tidak terlalu memperhatikan anak dengan perhatian khusus, yang pada akhirnya anak dibiarkan tumbuh sebagaimana anak normal lainnya, tanpa ada perlakuan khusus yang dapat mendorong kemandirian anak dengan retardasi mental. 4.5.5 Hubungan Sikap Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi

Mental

Berdasarkan hasil uji statistik tampak bahwa hasil uji memperoleh nilai r sebesar 0,649 dengan signifikansi sebesar 0,000. Hasil uji ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap


(16)

orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, ini berarti bahwa kemandirian anak dengan retardasi mental salah satunya juga ditentukan oleh sikap orangtua.

Hal ini dapat dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, pendidikan yang lebih tinggi dapat menyerap pengetahuan yang lebih tinggi pula bagi orangtua sehingga dapat membentuk sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi anak dengan retardasi mental. Adanya sikap positif orangtua untuk mendekati, menyenangi, menerima dan mengharapkan anak dengan retardasi mental untuk bisa menjadi sama dengan anak normal lainnya. Sikap orangtua yang menerima anak dengan retardasi mental, akan memunculkan sikap tanggung jawab lebih terhadap anak tersebut, sehingga pada akhirnya orangtua akan mengambil sikap dalam mendampingi tumbuh kembang anak dengan retardasi mental untuk lebih mandiri.

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Govender (2002) sikap orangtua berpengaruh positif terhadap anak-anak mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Kedua orang tua memiliki sikap yang positif, tidak ada perbedaan antara sikap ibu dan ayah dalam memperlakukan anak yang mengalami retardasi mental.

Menurut deskripsi data, rata-rata orangtua memiliki skor sikap pada kategori baik. Hal ini berarti orangtua memiliki dorongan yang kuat, semangat yang tinggi dalam mendampingi anak dengan retardasi mental.


(17)

Dengan adanya sikap yang baik, orangtua akan mampu memberikan dukungan dan motivasi kepada anak, sehingga anak terdorong untuk lebih mandiri.

4.5.6 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

Secara keseluruhan, dua variabel bebas yang digunakan yaitu pengetahuan orangtua dan sikap orangtua memiliki hubungan yang positif dengan nilai r 0,626. Hasil ini menunjukkan adanya dua variabel bebas tersebut secara bersamaan, akan memberikan dampak positif yang lebih besar dibanding hanya satu variabel. Jadi untuk meningkatkan kemandirian anak dengan retardasi mental tidak cukup hanya mengutamakan pengetahuan orangtua saja, namun kedua variabel tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama.

Tidak mudah bagi orangtua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami kelainan. Masalah itu merupakan stressor yang cukup berat sehingga menimbulkan kecemasan pada orangtua. Pengetahuan dan sikap orangtua yang ditunjukkan kepada anak akan membawa dampak terhadap pertumbuhan mental anak yang mengalami retardasi mental. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sako (2006) menyatakan pendidikan orangtua dan pengetahuan orangtua mempunyai hubungan dengan sikap penerimaan orangtua pada anak yang terlahir Tuna Grahita.


(18)

Orangtua yang memiliki pengetahuan baik, namun tidak memiliki sikap yang baik, maka pengetahuan yang dimilikinya tidak dapat diterapkan secara maksimal kepada anak dengan retardasi mental. Sebaliknya, orangtua yang memiliki sikap baik, namun tidak memiliki pengetahuan yang baik akan keadaan anak, membuat orangtua bingung mengenai tindakan yang dilakukan untuk anak dengan retardasi mental. Kedua hal ini (pengetahuan dan sikap) harus ada bersama-sama dalam diri orangtua untuk bisa meningkatkan kemandirian anak dengan retardasi mental.

Adanya keseimbangan antara pengetahuan dan sikap orangtua dengan anak yang mengalami retardasi mental akan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak, dimana dengan pengetahuan yang memadai mengenai retardasi mental orangtua tahu mengenai apa saja yang harus dilakukan terhadap anak mereka yang mengalami retardasi mental, sedangkan sikap positif yang ditunjukkan orangtua terhadap anak mereka akan membawa perkembangan positif bagi psikologis anak untuk merasa diterima di lingkungannya. Sehingga apabila kedua hal tersebut dilakukan akan memberikan hal-hal positif bagi perkembangan fisik maupun psikologis anak.


(1)

dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, pendidikan yang lebih tinggi dapat menyerap pengetahuan yang lebih tinggi pula bagi orangtua sehingga dapat membentuk sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi anak dengan retardasi mental. Sikap yang baik ini berarti orangtua menerima keadaan anak yang mengalami retardasi mental sehingga dapat memberikan dukungan kepada anak untuk tumbuh kembang.

4.5.3 Kemandirian Anak dengan Retardasi Mental

Hasil penelitian kemandirian anak yang mengalami retardasi mental menunjukan bahwa 42,2% kategori cukup mandiri dan selebihnya pada ketegori mandiri dan kurang mandiri masing-masing sebesar 28,9%. Anak yang mengalami retardasi mental untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau kemandirian yang berkaitan dengan kemampuan dalam merawat diri sendiri, masih mengalami kesulitan sehingga mereka perlu diajarkan atau dilatih secara khusus dalam bentuk bimbingan dan latihan.

Kemandirian yang dapat dilakukan oleh anak yang mengalami retardasi mental seperti makan, minum, mencuci dan mengeringkan tangan, memakai dan melepaskan pakaian, memakai dan melepas sepatu dan kaos kaki, mau berinteraksi dengan teman sebaya. Anak yang mengalami retardasi mental cenderung mengalami ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya (Somantri, 2006).


(2)

Kemandirian anak dengan retardasi mental yang tergolong cukup mandiri ini dapat disebabkan adanya pengetahuan orangtua yang baik tentang keadaan anak dengan retardasi mental serta sikap orangtua yang mau menerima anak dengan retardasi mental sehingga dapat mendorong anak untuk lebih berkembang sesuai dengan keadaan yang mereka alami tanpa ada rasa disisihkan. Meskipun memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, anak retardasi mental lebih berkembang apabila lingkungan sekitarnya menerima mereka dan memperlakukan mereka seperti anak normal lainnya. Dan hal ini hanya dapat dilakukan apabila orangtua memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap anak dengan retardasi mental.

4.5.4 Hubungan Pengetahuan Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental

Berdasarkan hasil uji statistik tampak bahwa hasil uji memperoleh nilai r sebesar -0,064 dengan signifikansi sebesar 0,675. Hasil uji ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif tetapi tidak signifikan antara pengetahuan orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, ini berarti bahwa kemandirian anak retardasi mental tidak ditentukan oleh pengetahuan orangtua. Orangtua yang memiliki pengetahuan mengenai keadaan anaknya terjadi setelah mereka mendukung tindakan anak mereka (Notoatmodjo, 2003).

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa pada umumnya orangtua memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan ini belum terbukti berhubungan dengan kemandirian anak yang mengalami retardasi mental.


(3)

Orangtua memiliki pengetahuan yang baik tetapi tidak mendidik anak untuk mandiri. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) menyatakan orangtua perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang cara-cara memandirikan anak secara tepat sehingga anak nantinya dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.

Hal ini dapat dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, sedangkan usia yang dimiliki orangtua paling banyak berkisar antara 36-40 tahun. Orangtua yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai keadaan anak yang mengalami retardasi mental belum tentu mampu menangani atau mengatasi keadaan anak mereka. Keadaan psikologis orangtua juga mempengaruhi, mereka harus mengurusi anak dengan retardasi mental serta seluruh kebutuhan mereka yang berbeda dengan anak normal lainnya. Perasaan minder karena memiliki anak dengan retardasi mental membuat orangtua tidak terlalu memperhatikan anak dengan perhatian khusus, yang pada akhirnya anak dibiarkan tumbuh sebagaimana anak normal lainnya, tanpa ada perlakuan khusus yang dapat mendorong kemandirian anak dengan retardasi mental.

4.5.5 Hubungan Sikap Orangtua dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental

Berdasarkan hasil uji statistik tampak bahwa hasil uji memperoleh nilai r sebesar 0,649 dengan signifikansi sebesar 0,000. Hasil uji ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap


(4)

orangtua dengan kemandirian anak retardasi mental, ini berarti bahwa kemandirian anak dengan retardasi mental salah satunya juga ditentukan oleh sikap orangtua.

Hal ini dapat dilihat dari data pendidikan terakhir orangtua terbanyak adalah SMA dan perguruan tinggi, pendidikan yang lebih tinggi dapat menyerap pengetahuan yang lebih tinggi pula bagi orangtua sehingga dapat membentuk sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi anak dengan retardasi mental. Adanya sikap positif orangtua untuk mendekati, menyenangi, menerima dan mengharapkan anak dengan retardasi mental untuk bisa menjadi sama dengan anak normal lainnya. Sikap orangtua yang menerima anak dengan retardasi mental, akan memunculkan sikap tanggung jawab lebih terhadap anak tersebut, sehingga pada akhirnya orangtua akan mengambil sikap dalam mendampingi tumbuh kembang anak dengan retardasi mental untuk lebih mandiri.

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Govender (2002) sikap orangtua berpengaruh positif terhadap anak-anak mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Kedua orang tua memiliki sikap yang positif, tidak ada perbedaan antara sikap ibu dan ayah dalam memperlakukan anak yang mengalami retardasi mental.

Menurut deskripsi data, rata-rata orangtua memiliki skor sikap pada kategori baik. Hal ini berarti orangtua memiliki dorongan yang kuat, semangat yang tinggi dalam mendampingi anak dengan retardasi mental.


(5)

Dengan adanya sikap yang baik, orangtua akan mampu memberikan dukungan dan motivasi kepada anak, sehingga anak terdorong untuk lebih mandiri.

4.5.6 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

Secara keseluruhan, dua variabel bebas yang digunakan yaitu pengetahuan orangtua dan sikap orangtua memiliki hubungan yang positif dengan nilai r 0,626. Hasil ini menunjukkan adanya dua variabel bebas tersebut secara bersamaan, akan memberikan dampak positif yang lebih besar dibanding hanya satu variabel. Jadi untuk meningkatkan kemandirian anak dengan retardasi mental tidak cukup hanya mengutamakan pengetahuan orangtua saja, namun kedua variabel tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama.

Tidak mudah bagi orangtua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami kelainan. Masalah itu merupakan stressor yang cukup berat sehingga menimbulkan kecemasan pada orangtua. Pengetahuan dan sikap orangtua yang ditunjukkan kepada anak akan membawa dampak terhadap pertumbuhan mental anak yang mengalami retardasi mental. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sako (2006) menyatakan pendidikan orangtua dan pengetahuan orangtua mempunyai hubungan dengan sikap penerimaan orangtua pada anak yang terlahir Tuna Grahita.


(6)

Orangtua yang memiliki pengetahuan baik, namun tidak memiliki sikap yang baik, maka pengetahuan yang dimilikinya tidak dapat diterapkan secara maksimal kepada anak dengan retardasi mental. Sebaliknya, orangtua yang memiliki sikap baik, namun tidak memiliki pengetahuan yang baik akan keadaan anak, membuat orangtua bingung mengenai tindakan yang dilakukan untuk anak dengan retardasi mental. Kedua hal ini (pengetahuan dan sikap) harus ada bersama-sama dalam diri orangtua untuk bisa meningkatkan kemandirian anak dengan retardasi mental.

Adanya keseimbangan antara pengetahuan dan sikap orangtua dengan anak yang mengalami retardasi mental akan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak, dimana dengan pengetahuan yang memadai mengenai retardasi mental orangtua tahu mengenai apa saja yang harus dilakukan terhadap anak mereka yang mengalami retardasi mental, sedangkan sikap positif yang ditunjukkan orangtua terhadap anak mereka akan membawa perkembangan positif bagi psikologis anak untuk merasa diterima di lingkungannya. Sehingga apabila kedua hal tersebut dilakukan akan memberikan hal-hal positif bagi perkembangan fisik maupun psikologis anak.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING PADA ANAK RETARDASI MENTAL Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kemandirian Toilet Training Pada Anak Retardasi Mental Di SLB Negeri Surakarta.

0 1 18

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING PADA ANAK RETARDASI MENTAL Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kemandirian Toilet Training Pada Anak Retardasi Mental Di SLB Negeri Surakarta.

0 4 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Usia Sekolah dengan Retardasi Mental di SLB Bina Putra Salatiga T1 462007017 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Usia Sekolah dengan Retardasi Mental di SLB Bina Putra Salatiga T1 462007017 BAB II

4 16 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Usia Sekolah dengan Retardasi Mental di SLB Bina Putra Salatiga T1 462007017 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Usia Sekolah dengan Retardasi Mental di SLB Bina Putra Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Usia Sekolah dengan Retardasi Mental di SLB Bina Putra Salatiga

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Keluarga pada Anak dengan Retardasi Mental Ringan dan Sedang (Sebuah Studi Fenomenologi) T1 462009038 BAB IV

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Religiusitas dengan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental T1 802007090 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial dengan Penerimaan Ibu dengan Anak Retardasi Mental di SLB N Semarang

0 0 2