TERAPI REALITAS DENGAN TEKNIK SINDIRAN DALAM MENANGANI PERASAAN AVERSI (KETIDAKSUKARELAAN) DI KECAMATAN RUNGKUT SURABAYA.

(1)

S K R I P S I

DiajukanKepadaUniversitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperolehGelar

SarjanaSosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh: DEWI MASITHO

NIM : B33210042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2015


(2)

TERAPI REALITAS DENGAN TEKNIK SINDIRAN DALAM MENANGANI PERASAAN AVERSI (KETIDAKSUKARELAAN) DI

KECAMATAN RUNGKUT SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu PersyaratanMemperoleh Gelar

Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh:

DEWI MASITHO NIM : B33210042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2015


(3)

PERNYATAAN

PERTANGGUNGJAWABAN PENELITIAN SKRIPSI

Bismillahirrahmaanirrahim.

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dewi Masitho NIM : B33210042

Prodi : Bimbingan dan Konseling Islam

Alamat : Jl. Wisma Penjaringan Sari Blok D-27 Surabaya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1) Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2) Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3) Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang terjadi.

Surabaya, 29 Januari 2015 Yang Menyatakan,

Dewi Masitho NIM. B33210042


(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Nama : Dewi Masitho NIM : B33210042

Prodi : Bimbingan dan Konseling Islam

Judul : Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Surabaya, 29 Januari 2015 Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing,

Agus Santoso, S.Ag, M.Pd NIP: 19700825 199803 1 002


(5)

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi oleh Dewi Masitho ini telah dipertahankan di depan

Tim Penguji Skripsi Surabaya, 11Februari2015

Mengesahkan,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dekan,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si. NIP. 195801131982032 001

Ketua,

Agus Santoso, S.Ag, M.Pd NIP. 19700825 199803 1 002

Sekretaris,

Mohamad Thohir, M.Pd.I. NIP.197905172009011007

Penguji I,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si. NIP. 195801131982032 001

Penguji II,

Dra. Pudji Rahmawati, M. Kes NIP. 196703251984032002


(6)

MOTTO

“ Boleh jadi kamu memBenci sesuatu, padahal ia amat Baik Bagimu, dan Boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat Buruk Bagimu; allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al BaQarah: 216)


(7)

PERSEMBAHAN

“Jangan resah andai ada yang membencimu, karena masih ramai yang mencintaimu di dunia, tetapi, resahlah andai Allah membencimu, karena tiada lagi yang mencintaimu di akhirat.

TerimaKasihku

Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin…. Alhamdulllahirabbilalamin….

Akhirnyasayasampaiketitikini,

sepercikkeberhasilan yang EngkauhadiahkanpadakuyaRabb Takhenti-hentinyaakumengucapsyukurpada_MuyaRabb

Serta shalawatdansalamkepadaidolakuRasulullah SAW danparasahabat yang mulia

Semogasebuahkaryamungilinimenjadiamalsholehbagikudanmenjadi kebanggaan

bagikeluargakutercinta

Ku persembahkankaryamungilinikepada… Allah SWT

Bapakdan Ibu tercinta Adikkutersayang

Teman-teman ku BKI angkatan 2010 Almamater “UIN SA Surabaya”


(8)

ABSTRAK

Dewi Masitho (B33210042),Terapi Realitas dengan Teknik Sindirandalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

Fokus penelitian ini adalah (1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?,(2)Bagaimana prosesterapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?, (3) Bagaimana hasil terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani peransaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Adapun proses observasi dan wawancara kepada ketiga konseli, yaitu; Tina, Dela, Sara, ketiga orang tua mereka, dan teman terdekat.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa, perilaku-perilaku yang nampak pada diri konseliadalah membolos kuliah, sering melakukan kesalahan saat bekerja, tidak mau mengikuti kegiatan apapun di pesantren, dan hubungan dengan orang tua menjadi renggang. Dalam penelitian ini konselor menggunakan terapi realitas dengan teknik sindiran yang dilakukan pada saat proses konseling berlangsung, konselor memberikan sindiran-sindiran dengan gaya bahasa berupa majas. Konselor menggunakan tiga majas kepada ketiga konseli; Majas Perbandingan, Majas Penegasan atau Penguatan, dan Majas Pertentagan. Tujuannya adalah agar konseli dapat langsung menyadari kesalahan yang dilakukannya dan berpikir tidak akan melakukan kesalahannya lagi, karena perilakunya itu telah membuat dirinya sendiri rugi. Selain itu, konselor juga menerapkan cara mengonfrontasikan konseli dan menolak alasan apapun yang menjadikan konseli melakukan perilaku negatif serta konselor membantu konseli merumuskan rencana tindakan yang spesifik. Dengan begitu akan menyadarkan konseli dan konseli akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka konseli pasti akan merubah tingkah lakunya menjadi lebaik lagi.

Dalam penelitian ini hasil dari proses konseling dikategorikan berhasil, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya penurunan dari tingkah laku klienyang kurang baik menjadi lebih baik, hubungan konseli dengan orang tuanya kini sudah tidak renggang lagi. Kuliah tidak pernah membolos lagi, fokus kuliah, mengikuti semua kegiatan di pesantren, setelah mendapatkan terapi realitas dengan teknik sindiran.

Kata kunci: Terapi Realitas, Teknik Sindiran, Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan).


(9)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN (SAMPUL) ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENELITIAN SKRIPSI vi ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTARTABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. TujuanPenelitian ... 8

D. ManfaatPenelitian ... 9

E. DefinisiKonsep ... 9

F. MetodePenelitian ... 12

G. SistematikaPembahasan ... 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 27

A. KajianTeoretik ... 27

1. Terapi Realitas ... 27

a. Sejarah Terapi Realitas ... 27

b. Pengertian Terapi Realitas ... 29

c. Konsep-Konsep Utama Terapi Realitas... 30

d. Tujuan Terapi Realitas ... 36

e. Fungsi dan Peran Konselor dalam Terapi Realitas ... 39

f. Hubungan antara Terapis dan Klien dalam Terapi Realitas .. 41

g. Teknik-teknik Terapi Realitas ... 43

2. Teknik Sindiran ... 45

a. Pengertian TeknikSindiran... 45

b. Macam-MacamTeknikSindirandengan Gaya Bahasa (Majas) ... 46

3. Perasaan Aversi... 52

a. Pengertian Perasaan ... 52

b. Pengertian Aversi ... 53

c. Faktor-Faktor Aversi ... 55


(10)

BAB III PENYAJIAN DATA ... 61

A. DeskripsiUmumObjekPenelitian ... 61

1. DeskripsiLokasiPenelitian ... 61

2. DeskripsiKonselor... 65

3. Deskripsi Klien ... 66

4. DeskripsiMasalah ... 69

B. DeskripsiHasilPenelitian ... 74

1. Deskripsi Faktor-Faktor yang Menyebabkan TimbulnyaPerasaanAversi (Ketidaksukarelaan) di KecamatanRungkut Surabaya... 74

2. Deskripsi Proses Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 76

3. Deskripsi Hasil Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 95

BAB IV ANALISIS DATA ... 98

A. Analisis DataFaktor-Faktor yang Menyebabkan TimbulnyaPerasaanAversi (Ketidaksukarelaan) di KecamatanRungkut Surabaya ... 98

B. Analisis DataProses Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 102

C. Analisis Data Hasil Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 104

BAB V PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Jenis Data, Sumber Data, danTeknikPengumpulanData ... 22 Tabel 3.1 : StrukturOrganisasiKecamatanRungkut ... 64 Tabel4.1 : SebelumdanSesudah Proses Konseling ... 108


(12)

A.Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Karena manusia mempunyai akal dan pikiran untuk berfikir secara logis dan dinamis, serta bisa memilih perbuatan mana yang baik (positif) atau buruk (negatif) untuk diri sendiri. Selain itu, manusia juga memiliki perasaan didalam dirinya, dimana perasaan itu merupakan sesuatu tentang keadaan jiwa manusia yang dihayati secara senang atau tidak senang. Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu, tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama.

Perasaan yang biasa dialami seseorang yaitu perasaan senang dan perasaan tidak senang. Perasaan senang merupakan suatu emosi yang menjadikan seluruh dunia menjadi indah. Ketika seseorang itu mengalami perasaan yang senang sering merasa bersatu dengan seluruh dunia dan dengan sesama.1 Rasa senang memang merupakan rasa yang istimewa, tetapi mungkin tidak dapat dinikmati setiap hari. Karena ada kalanya seseorang merasakan perasaan yang tidak senang, seperti

1Rochelle Semmel Albin, Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima, dan Mengarahkannya,


(13)

perasaan kecewa, marah, sedih, takut, dan keterpaksaan (ketidaksukarelaan). Perasaan yang tidak menyenangkan itu, sangat sulit dikendalikan, sehingga menyebabkan kerugian pada dirinya sendiri.

Perasaan yang ada didalam diri seseorang, baik itu perasaan senang ataupun perasaan yang tidak senang akan terlihat dari raut wajah dan tingkah lakunya. Seseorang yang merasakan perasaan yang senang, pasti terlihat dari wajahnya yang tertawa atau tersenyum bahagia, melakukan sujud syukur, memeluk erat seseorang yang ada disampingnya, dll. Sama halnya dengan perasaan yang tidak senang, pasti akan terlihat dari raut wajahnya yang murung, sedih, acuh tak acuh, dan pasti melakukan hal-hal yang negatif. Sebagai bentuk pelampiasannya karena merasakan hal yang tidak menyenangkan tersebut. Hal seperti ini pasti akan berdampak buruk terutama bagi diri sendiri dan juga bisa berimbas pada orang tua serta orang-orang disekelilingnya.

Sebab-sebab dari timbulnya perasaan tidak menyenangkan itu berbeda-beda pada umur yang berberbeda-beda-berbeda-beda. Pada masa kanak-kanak, perasaan tidak menyenangkan itu lebih sering disebabkan oleh adanya pertentangan-pertentangan sehubungan dengan hal-hal sehari-hari dan milik. Sedangkan sebab-sebab munculnya perasaan tidak menyenangkan anak remaja kebanyakan bersifat sosial. Anak remaja menjadi marah dalam situasi yang menyebabkan dia merasa


(14)

terganggu, terserang, malu, dll. Adapun orang dewasa merasa tidak menyenangkan hanya apabila merasa keadilannya tersinggung.2

Perasaan yang muncul pada diri manusia pasti akan terlihat dari tingkah lakunya. Banyak sekali anak-anak remaja yang tidak dapat mengendalikan perasaan yang tidak menyenangkan itu yang sedang dirasakannya. Dan mereka juga tidak tahu bagaimana mengendalikan perasaan yang menggangu itu, sehingga seringkali orang-orang terdekatnya menjadi imbas karena tingkah lakunya yang negatif. Seperti pada saat ini, banyak sekali para remaja, merasa dirinya sudah dewasa dan merasa berhak mengambil keputusan apapun yang menjadi keinginannya tanpa mengetahui resiko apa yang akan menimpanya nanti. Kebanyakan remaja memang menghadapi sesuatu dengan tidak memikir panjang, apa akibatnya nanti, bagaimana jika resiko yang tidak diinginkannya itu muncul, bagaimana nanti menghadapi resiko yang tidak enak itu, dll. Yang dipikirkan anak remaja memang hanya kesenangan diawal. Apa yang dirasakan itu menyenangkan pasti ia akan melakukannya. Sehingga berakibat pada tingkah lakunya nanti, yaitu tingkah laku yang negatif. Pasti akan terjadi penyimpangan pada tingkah lakunya nanti yang pasti akan merugikan dirinya sendiri. Kebanyakan anak remaja, jika sudah mempunyai masalah dia akan lari dari masalahnya tersebut. Karena sudah muncul dalam dirinya perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Dan tindakan seperti ini tidak boleh terjadi, harus ada yang menasehati dan


(15)

memotivasi agar dia harus dan berani menghadapi masalahnya sendiri dan dari situ pula nanti akan muncul kedewasaannya.

Rasa tanggung jawab harus selalu ditanamkan pada diri sejak dini. Kebanyakan para remaja merasa sulit untuk melaksanakan tanggung jawab yang harus diembannya. Keputusan-keputusan yang sudah diambilnya harus dipertanggung jawabkan walaupun nantinya timbul perasaan tidak menyenangkan dalam dirinya. Karena itu semua sudah resiko yang ia ambil, jadi enak ataupun tidak enaknya nanti diakhir ia harus menerimanya dan menjalaninya. Dari situ nanti akan terbentuk kedewasaannya. Semua itu memang sulit, apalagi menjalaninya dengan perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Sesuatu hal apabila dilakukan dengan perasaan yang tidak meyenangkan pasti akan terasa sangat berat dan sulit. Tapi, jika tidak dilakukan, anak remaja itu pun pasti akan terjebak dengan masalahnya itu terus dan bisa-bisa akan terjadi tekanan dalam dirinya. Perasaan yang dialami anak remaja ini disebut dengan perasaan aversi (ketidaksukarelaan).

Aversi merupakan perasaan tidak senang terhadap sesuatu yang tidak ia inginkan. Psikologis tidak menghendaki ketidaksukarelaan karena sering tidak mungkin dipertahankan. Semua orang tidak menghendaki untuk mengerjakan suatu perbuatan yang sama sekali tidak melintas dipikiran dirinya sendiri. Tetapi apabila memikirkannya dan lebih-lebih sudah merenungkannya dan menimbang hal-hal tersebut, mau tidak mau tentu menjalankan salah satu, yaitu mau


(16)

mengerjakannya atau tidak mengerjakannya.3 Melakukan sesuatu tetapi tidak dengan keinginan sendiri akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman serta akan merasa sulit melaluinya. Dan pada akhirnya akan banyak tingkah laku yang menyimpang yang dilakukan oleh sang anak untuk melampiaskan perasaan yang tidak ia senangi ini.

Perasaan aversi ini telah dialami oleh beberapa remaja yang tinggal di daerah Kecamatan Rungkut dengan masalah yang berbeda. Remaja yang pertama ini adalah seorang remaja yang baru saja lulus SMA, sebut saja namanya Tina (nama samaran). Setelah lulus SMA, Tina ingin melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi. Tina sudah memilih universitas yang diinginkan dan diimpikannya. Tetapi Tuhan berkata lain, Tina tidak lulus masuk ke universitas yang ia inginkan. Tina keterima di universitas yang tidak ia harapkan. Hal itu membuat Tina kecewa, sedih, dan merasa tidak senang, tetapi orang tua Tina menyarankan untuk tetap masuk di universitas yang menerima Tina. Dari situlah muncul perasaan aversi (ketidaksukarelaan) pada diri Tina. Karena orang tua Tina memaksa Tina untuk tetap kuliah di universitas yang sebenarnya tidak Tina inginkan, tetapi Tina tidak bisa menolak keinginan orang tuanya. Oleh karena itu, Tina memiliki perasaan aversi (ketidaksukarelaan) dalam dirinya. Perasaan aversi yang dirasakan Tina memebuat Tina sering membolos kuliah, jarang mengerjakan tugas-tugas kuliah, lebih aktif dalam kegiatan organisasi, hubungan dengan orang tuanya pun memburuk.


(17)

Remaja yang kedua, adalah seorang remaja yang menjalani kesehariannya dengan kuliah dan bekerja. Dela (nama samaran) adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya, tidak hanya itu Dela juga adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Kuliah Dela selama ini berjalan dengan lancar. Beda halnya dengan kerja Dela, pada awal bekerja Dela sangat senang dan orang tua Dela sangat mendukung Dela. Setelah kurang lebih enam bulan bekerja Dela mulai merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja. Dela merasa ada yang tidak senang pada dirinya sehingga membuat Dela sering ditegur atasan Dela yang seolah-olah Dela yang melakukan kesalahan itu. Dela memang sangat baru dalam dunia kerja, apalagi diusianya yang masih sangat muda Dela tidak memiliki pengalaman kerja yang banyak dan baik. Dela merasa salah satu teman kantornya itu memanfaatkan Dela, karena Dela yang paling muda di situ. Dela pun sering menapat teguran dari atasan Dela. Dela merasa sangat tidak nyaman dan tidak ada keadilan baginya. Dari situlah Dela ingin resign dari perusahaan itu. Tetapi orang tua Dela melarang Dela resign dari kerjaannya, dengan alasan karena mencari pekerjaan saat ini sangat susah, jadi enak tidak enaknya pekerjaan di hadapi saja. Dela pun tidak bisa menolak keinginan orang tuanya. Perasaan aversi (ketidaksukarelaan) muncul dalam diri Dela. Adanya perasaan aversi dalam diri Dela, membuat hubungan Dela dan orang tuanya menjadi renggang, Dela sering menyendiri di kamar, dan Dela sering menghabiskan waktu Dela diluar rumah. Di tempat kerja pun, kini Dela tidak


(18)

banyak bicara. Dela merasa sangat tertekan bila ia sedang bekerja. Dan kini kuliah Dela terbengkalai, Dela jarang kuliah.

Remaja yang ketiga, sebut saja namanya dengan Sara (nama samaran). Sara adalah seorang remaja yang duduk di bangku SMA kelas 1. Sara tinggal dengan paman dan bibinya di Surabaya yang sudah merawatnya sejak kecil dan Sara sudah menganggap paman dan bibinya adalah orang tuanya sendiri, sama halnya dengan paman dan bibinya yang sudah menganggap Sara sebagai anaknya sendiri. Karena kini Sara sudah SMA, paman dan bibinya berencana menaruh Sara di pesantren dekat rumahnya. Tujuan mereka agar Sara bisa beljar agama lebih mendalam lagi serta paman dan bibinya tidak ingin Sara sampai terjerumus dalam pergaulan bebas yang memang sangat rawan di usia Sara saat ini. Ternyata, keinginan paman dan bibinya sangat tidak diinginkan Sara. Sara tidak ingin tinggal di pesantren, tapi Sara tidak bisa menolak keinginan paman dan bibinya. Dari situlah Sara memiliki perasaan aversi (ketidaksukarelaan) dalam dirinya, Sara tidak mengiginkan tetapi Sara pun tidak bisa menolaknya. Hal ini membuat Sara banyak melakukan penyimpangan, seperti tidak pernah mau mengikuti kegiatan di pesantren, Sara lebih sering berdiam diri, lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah jadi sering pulang telat, hubungan dengan paman dan bibinya pun menjadi tidak baik.

Gejala yang ada pada diri ketiga remaja ini, akan berdampak sangat merugikan bagi dirinya sendiri. Perasaan aversi (ketidaksukarelaan) itu sangat menganggu, sehingga seringkali remaja yang tidak menyadarinya menyepelekan


(19)

masalahnya dan akan mencari pelampiasan untuk perasaannya itu. Pelampiasan itulah yang akan menimbulkan perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang yang dilakukannya adalah wujud pemberontakan para remaja karena adanya perasaan aversi dalam dirinya. Banyak sekali remaja yang tidak meyadari bahwa ini akan menjadi masalah yang besar jika tidak cepat-cepat diselesaikan dan kebanyakan remaja tidak peduli akan masalah yang dihadapinya karena merasa sudah tidak ada yang bisa dilakukannya lagi.

Berangkat dari masalah diatas, penulis termotivasi untuk mengangkat penelitian dengan judul “Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

2. Bagaimana proses terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

3. Bagaimana hasil terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor-faktor yag menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya


(20)

2. Mengetahui proses terapi realitas dengan teknik sindiran dalam manangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

3. Mengetahui hasil terapi Realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, agar dapat menjadi catatan akademis yang ilmiah maka peneliti berharap dapat muncul pemanfaatan dari hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis bagi para pembacanya, anatara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Dengan tersusunnya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu bagi peneliti lain bagaimana menangani perasaan aversi.

b. Sebagai sumber informasi dan referensi menagani perasaan aversi. 2. Manfaat Praktis

Bagi konselor, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan).

E. Definisi Konsep

Adapun definisi dari penelitian ini adalah: 1. Terapi Realitas

Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang hanya bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Terapi


(21)

menekankan kekuatan-kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-keberhasilan, dan kualitas-kualitas yang positif dari klien, dan tidak hanya memperhatikan kemalangan dan gejala-gejalanya. Glasser (1965) berpendapat bahwa klien dipandang sebagai “ pribadi dengan potensi yang luas, bukan hanya sebagai pasien yang memiliki masalah-masalah”. Ia menentang penggunaan waktu terapi untuk penyajian masalah-masalah dan kegagalan-kegagalan serta menganjurkan agar terapis mencari kekuatan-kekuatan klien dan menegaskannya dalam percakapan-percakapan.4

Terapi realitas bertitik-tolak pada paham dasar bahwa manusia memilh perilakunya sendiri dan karena itu ia bertanggung jawab, bukan hanya terhadap apa yang ia lakukan, tetapi juga terhadap apa yang ia pikir. Maka terapi realitas bertujuan untuk memberikan kemungkinan dan kesempatan kepada pasien agar ia bisa mengembangkan kekuatan-kekuatan psikis yang dimilikinya untuk menilai perilakunya sekarang dan apabila perilakunya tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka perlu memperoleh perilaku baru yang lebih efektif.

Tujuan umun dari terapi realitas adalah agar pasien menemukan jalan yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ini meliputi kegiatan terhadap pasien agar memeriksa apa yang ia lakukan, apa yang ia

4Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoerapi, (Bandung: Eresco, 1988), hal.


(22)

pikir, apa yang ia rasakan, untuk menunjukkan apakah ada jalan lain yang dapat berfungsi lebih baik.5

Pada penelitian ini, peneliti mengonfrontasikan konseli dan menolak alasan apapun dari konseli. Dengan begitu konseli akan lebih memahami masalah yang dihadapinya dan bisa menerima kenyataan tentang keadaannya saat ini. Dengan begitu, sedikit demi sedikit perasaan aversi (ketidaksukarelaan) akan hilang dalam dirinya. Dan konseli akan lebih bisa menerima kenyataan yang terbaik untuk dirinya serta konseli akan tidak akan merasakan aversi lagi dan perasaan itu akan berubah menjadi perasaan senang dan ikhlas. Tidak hanya itu, nantinya peneliti juga akan melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif. Seorang konselor nantinya akan melibatkan diri dengan konseli dalam mencari kehidupan konseli yang lebih baik lagi. Konseli tetap menentukan sendiri tindakan apa yang mereka inginkan setelah ini. Tetapi konselor tetap memberikan dukungan jika tindakan yang konseli putuskan adalah tindakan yang positif dan jika tindakan yang diambil tindaka yang berujung negatif, konselor akan memberikan gambaran-gambaran tentang akibat keputusan yang diambilnya. Dengan begitu konseli bisa berpikir tentang tindakan baik buruk yang diambilnya.

Teknik ini merupakan teknik dengan cara memeberikan sebuah pernyataan dan pertanyaan kepada konseli pada saat proses konseling

5 Singgih D.Gunarsa, Konseling Dan Psikoterapi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), hal.


(23)

berlangsung. Pernyataan dan pertanyaan yang dilontarkan kepada konseli ini merupakan kata-kata yang akan membuat konseli sadar akan masalahnya dan tindakan yang dilakukannya selama ini. Sehingga dapat menyadarkan konseli dalam menghadapi masalah yang sedang dihadapi konseli.

2. Teknik Sindiran

Sindir-menyindir: mengatakan sesuatu seperti mencela, mengejek, dan sebagainya, tetapi tidak secara langsung atau tidak dengan terus terang.6

Menggunakan teknik sindiran ini layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis. Dengan menggunakan teknik sindiran yang diucapkan secara langsung dan kasar. Agar sindiran yang diucapkan tidak terdengar kasar, teknik sindiran menggunakan gaya bahasa (majas).

3. Aversi

Aversi merupakan sikap atau perasaan tidak senang terhadap sesuatu yang disertai dengan implus untuk menjauhkan diri.7 Aversi juga dapat diartikan sikap terpaksa atau ketidaksukarelaan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pedekatan kualitatif atau disebut juga naturalistic. Dimana data yang diperoleh dinyatakan dalam keadaan yang

6 A.A.Waskito, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Wahyu Media, 1999), hal. 553. 7 Kartini Kartono dan Dali Gulo. Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir Jaya, 2000), hal. 40.


(24)

sebenarnya atau sebagaimana adanya, tanpa ada rekayasa atau manipulasi. Dengan maksud dari penelitian kualitatif ini adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang diamati dari subyek yang diteliti, kemudian diarahkan pada suatu latar belakang dan individu secara holistic.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti yang dirinci, dibentuk dengan kata- kata gambaran holistic dan rumit. Definisi ini lebih melihat perspektif emik dalam penelitian yaitu memandang sesuatu upaya membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata- kata, gambaran holistic dan rumit.8

Jadi didalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan jenis studi kasus dimana peneliti mengumpulkan data yang erat hubungannya dengan proses pelaksanaan konseling dengan terapi realitas dalam menangani perasaan aversi di Kecamatan Rungkut. Data yang terkumpul

8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),


(25)

dalam penelitian ini berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Serta memahami fenomena yang diteliti secara terinci, mendalam dan menyeluruh dari hasil lapangan.

2. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tiga subjek yang penulis teliti, diantaranya:

a. Konseli

Dalam penelitian ini, konselor mengambil tiga konseli yang berjenis kelamin perempuan, ketiga konseli adalah sebagai berikut:

1) Konseli Tina

Tina adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya. Tina adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Tina memiliki perasaan aversi (ketidaksukarelaan) dalam dirinya. Karena orang tuaya memaksa untuk kuliah di Universitas yang tidak Tina senangi dankarena perasaan yang tidak meyenangkan itu ada dalam diri Tina, kini Tina sangat berubah. Tina sering sekali membolos kuliah, tidak pernah mengerjakan tugas dari dosennya, lebih mementingkan kegiatan organisasi yang diikutinya untuk melampiaskan perasaan aversinya tersebut. Hubungan dengan orang tuanya pun kini sangat renggang.


(26)

2) Konseli Dela

Dela adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya dan juga merupakan karyawan swasta di salah satu perusahaan di Surabaya. Dela adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Karena perbedaan pendapat dengan orang tuanya, kini Dela memiliki perasaan aversi dalam dirinya. Dela sering menyendiri di kamar, jika bekerja Dela sangat tidak fokus dan sering melakukan kesalahan dalam bekerja. Kuliah Dela kini pun terbengkalai, Dela jarang kuliah. Dela pun sering menghabiskan waktunya di luar rumah. Hubungan dengan orang tuanya pun sangat renggang.

3) Konseli Sara

Sara adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah atas di Surabaya. Sara tinggal di Surabaya bersama paman dan bibinya, orang tua Sara tinggal di Jawa Tengah. Sara merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Semenjak tinggal di pesantren, Sara memiliki perasaan aversi. Sara memang tidak ingin tinggal di pesantren, oleh karena itu untuk melampiaskan ketidaksukarelaannya itu Sara tidak mau mengikuti kegiatan di pesantrennya. Sara sering menyendiri, acuh tak acuh kepada lingkungannya. Sara lebih memilih di hukum dari pada harus mengikuti kegiatan di pesantren. Sara juga sering pulang terlambat karena Sara lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah. Sara juga menjadi benci kepada paman dan bibinya yang meminta Sara untuk tinggal di pesantren.


(27)

b. Konselor

Konselor adalah seorang mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Prodi Bimbingan Konseling Islam c. Informan

Informan dalam penelitan ini adalah orang tua konseli dan sahabat terdekat konseli. Dan lokasi penelitian, berada di Kecamatan Rungkut Surabaya.

3. Jenis dan Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana ia peroleh.

a. Jenis Data dalam penelitian ini adalah:

1.)Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada saat penelitian dari sumber pertama sebagai sumber informasi yang dicari. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah konseli, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan konseling.

2.)Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari subyek penelitian atau diperoleh lewat pihak lain. Diperoleh dari keadaan lingkungan konseli dan perilaku keseharian konseli.


(28)

b. Sumber Data

Untuk menghasilkan data yang akurat perlu adanya sumber data yang tepat, dalam penelitian ini adalah informasi konseli yang bersangkutan yang menggambarkan perasaan aversi. Adapun sumber data dalam suatu penelitian terdiri dari dua sumber yaitu:

1) Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpulan data. Yakni informasi dari konseli dan peneliti yang melakukan konseling.

2) Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung diperoleh datanya dari informan. Dalam hal ini, peneliti memperoleh informasi dari orang tua dan sahabat terdekatnya.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap- tahap penelitian terdiri atas: a. Tahap Pralapangan

Dalam tahap ini langkah-langkah yang akan peneliti lakukan adalah: 1) Menyusun Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian terdiri dari latar belakang masalah, kajian pustaka, pemilihan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, pemilihan alat penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisis data, rancangan perlengkapan (yang diperlukan dalam penelitian), rancangan pengecekan kebenaran data.


(29)

2) Memilih Lapangan Penelitian

Setelah mengamati fenomena yang ada, peneliti mengambil penelitian di Kecamatan Rungkut Surabaya.

3) Mengurus Perizinan

Setelah memilih lapangan penelitian, peneliti mengurus perizinan sebagai bentuk birokasi dalam penelitian. Selain itu harus mengetahui siapa saja yang berwenang untuk memberikan izin agar penelitian tidak mengalami gangguan dan berjalan dengan lancar.

4) Menjajaki Dan Menilai Keadaan Lapangan

Peneliti berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik dan keadaan alam serta menyiapkan perlengakapan yang diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan yang dipilih dengan kebaikannya dan atas dasar sukarela. Seorang informan dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, sifat, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua dan sahabat terdekat konseli.


(30)

6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang berhubungan dengan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan deskripsi data lapangan dan juga bertujuan untuk memperoleh deskripsi data secara global mengenai obyek penelitian.

7) Persoalan Etika Penelitian

Etika penelitian pada dasarnya menyangkut hubungan peneliti dengan subjek penelitian baik secara perorangan maupun kelompok. Oleh sebab itu peneliti harus mengetahui kebudayaan, adat istiadat, bahasa dan kebiasaan tempat yang dijadikan penelitian.9

b. Tahap Pekerjaan Lapangan 1) Memahami Latar Penelitian

Untuk memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu, juga mempersiapkan diri baik fisik maupun mentalagar penelitian berjalan dengan lancar dan efektif. 2) Memasuki Lapangan

Hal yang perlu diperhatikan saat memasuki lapangan adalah menjalin hubungan keakraban dengan subyek penelitian dan informan. Sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data. Disamping

9 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(31)

itu juga harus mampu menggunakan bahasa yang mudah dipahami supaya memudahkan dalam menjalin keakraban.

3) Berperan serta Sambil Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan menggunakan panduan yang bersifat terbuka, melakukan analisis hasil wawancara, setiap hasil wawancara akan dikonfirmasikan ulang pada tujuan penelitian, diadakan review terhadap hasil sementara untuk dikaji mana yang akan dipertajam atau ditemukan suatu fenomena yang baru atau berubah dari yang diharapkan.

c. Tahap Analisi Data

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.

Peneliti menganalisis data yang telah dilakukan dalam suatu proses yang berarti pelaksanaanya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif.

Teknik analisa yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan beberapa data dan menguraikan hasil dari pengumpulan data yaitu tentang perasaan aversi.


(32)

5. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu tahap penting dalam proses penelitian adalah kegiatan pengumpulan data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan beberapa teknik, diantaranya:

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya. Dari pemahaman observasi diatas, sesungguhnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.10

Dalam penelitian ini, peneliti akan memperhatikan dan mencatat fenomena yang muncul ketika bersama subyek. Fenomena tersebut meliputi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku, kebiasaan, dan sebagainya pada diri subyek selaku responden ini. Selain perilaku subyek, peneliti juga melakukan observasi dengan melihat dan memperhatikan lokasi penelitian daerah sekitar serta suasana yang melingkupinya.


(33)

b. Wawancara

Wawancara yang juga disebut interview merupakan pengumpulan data melalui Tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis. Wawancara yang mendalam dan terbuka yang perlu dilakukan oleh peneliti. Peneliti berusaha mendapatkan informasi tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek.

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.11

Tabel 1.1

Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis Data Sumber Data TPD

1. Gambaran tentang lokasi Penelitian

Konselor +

Informan W + O

2. Deskripsi tentang siswa dan

masalah Konselor + Konseli W + O

3. Deskripsi Konselor Konselor O

4. Proses Konseling Konselor + Konseli W

5. Hasil dari Proses Konseling Konselor + Konseli O + W

11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualtatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),


(34)

Keterangan:

TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi

W : Wawancara 6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan cara mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.12

Analisis yang dilakukan adalah teknik analisis deskriptif komparatif yaitu setelah data terkumpul dan diolah maka selanjutnya menganalisis data tersebut. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan perasaan aversi, proses dan hasil konseling terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi, dan membandingkan kondisi konseli sebelum dan sesudah dilaksanakan proses konseling.

12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualtatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),


(35)

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar penelitian bisa menjadi sebuah penelitian yang dipertanggung jawabkan, maka peneliti perlu untuk mengadakan pemikiran keabsahan data, yaitu:

a. Perpanjangan keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan yaitu lamanya keikutsertaan peneliti pada penlitian dalam pengumpulan data serta meningkatkan kepercayaan data yang dilakukan dalam kurun waktu yang relatif panjang.

Yang dimaksud disini keikutsertaan yaitu untuk membangun kepercayaan klien terhadapa peneliti agar mendapatkan data-data yang valid. b. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Ketekunan pengamatan diharapkan sebagai upaya untuk memahami pokok perilaku, situasi kondisi, dan proses tertentu sebagai pokok penelitian. Oleh karena itu, ketekunan pengamatan merupakan bagian penting dalam pemeriksaan keabsahan data, maka peneliti akan melakukan pengamatan dengan teliti, memahami dan mampu menelaah terhadap proses konseling yang dilakukan oleh konselor.


(36)

c. Trianggulasi

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang besifat menggabungkan dari beberapa teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.13 Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan trianggulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kebenaran data, yaitu mengecek kembali data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti akan mencantumkan sistematika pembahasannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Yang berisi tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian. Dalam metode penelitian meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian,teknik pengumpulan data,teknik analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan data, dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualtatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),


(37)

Membahas tentang Terapi Realitas, terdiri dari: sejarah terapi realitas, pengertian terapi realitas, konsep-konsep utama terapi realitas,tujuan terapi realitas,fungsi dan peran konselor dalam terapi realitas, hubungan antara terapis dan klien dalam terapi realitas, teknik-teknik terapi realitas. Teknik Sindiran terdiri dari: pengertian teknik sindiran, macam-macam teknik sindiran dengan gaya bahasa (majas). Perasaan Aversi terdiri dari: pengertian perasaan, pengertian aversi, faktor-faktor aversi.

BAB IIIPENYAJIAN DATA

Terdiri dari deskripsi umum objek penelitian. Deskriptif umum objek penelitian membahas tentang: deskripsi lokasi penelitian, deskripsi konselor, deskripsi klien, deskripsi masalah, dan selanjutnya yaitu tentang deskripsi hasil penelitian yang berisi: deskripsi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan), deskripsi proses terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi, deskripsi hasil terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan).

BAB IVANALISIS DATA

Yang mana analisis data dari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan), prosesTerapi Realitas Dengan Teknik Sindiran Dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) sehingga akan diperoleh hasil konseling terapi realitas dengan teknik sindiran dapat menangani masalah tersebut.


(38)

A.Kajian Teoritik

1. Terapi Realitas

a. Sejarah Terapi Realitas

William Glasser adalah psikiater yang mengembangkan konseling realitas (reality therapy) pada 1950-an. Menurut Colvin pengembangan konseling realitas ini karena merasa tidak puas dengan prati psikiatri yang ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi pada Freudian, karena hasilnya terasa tidak memuaskan.

Glasser dilahirkan pada 1925 dan dibesarkan di Clavelend, Ohio. Pada mulanya Glasser studi bidang teknik kimia pada Case Institute of Technology. Pada usia 19 tahun Glasser dilaporkan sebagai penderita Shyness (rasa malu) yang akut.

Pada perkembangan selanjutnya Glasser tertarik studi psikologi, kemudian dia mengambil program Psikologi Klinis pada Western Reserve University, dan membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih Ph.D. Akhirnya Glasser menekuni profesinya dengan menetapkan diri menjadi sebagai psikiater.

Setelah beberapa waktu melakukan praktik pribadi di bidang klinis, Glasser mendapatkan kepercayaan diri California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School for Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang prinsip dan teknik reality therapy. Dari kerja kerasnya sebagai psikiater, Glasser menulis buku dan mempublikasikan karya tulisannya, diantaranya (1) Mental Health or Mental Illness?, (2) Reality Therapy: School without Failure, dan (3) Identity Society.


(39)

mengembangkan program-program untuk mencegah kegagalan sekolah. Banyak pihak yang dilatih lembaganya ini, antara lain: perawat, pengacara, dokter, polisi, psikolog, pekerja sosial, dan guru.

Teori yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas dikalangan konselor, baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang, misalnya sekolah lembaga kesehatan mental maupun petugas-petugas sosial lain. Banyak hal yang psitif dari teori konseling realitas ini, misalnya mudah dimengerti, non teknis, didasarkan atas pengetahuan masyarakat, efisien waktu, sumber daya dan usaha-usaha yang dilakukan konselor.1

b. Pengertian Terapi Realitas

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Iti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi realitas dari keyakinan bahwa psikiatri konvensional sebagian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Terapi realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang


(40)

masyarakat.

Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengondisian operan yang tidak ketat. Menurut hemat penulis, salah satu sebab mengapa Glasser meraih popularitas adalah keberhasilannya dalam menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana dan tidak berbelit-belit.2

c. Konsep-Konsep Utama Terapi Realitas

1) Pandangan Tentang Sifat Manusia

Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua kebudayaan.

Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya (identity imange) berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan kebutuhannya, yaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan perhargaan akan mengembangkan gambaran diri sendiri orang yang berhasil yang membentuk identitasnya dengan (success identity) sebaliknya jika anak yang gagal

2


(41)

Menurut Glasser & Wubbolding di dalam terapi realitas disebutkan bahwa pembelajaran manusia adalah proses seumur hidup yang berdasarkan pada pilihan. Jika individu tidak belajar sesuatu di awal kehidupan, seperti bagaimana cara berhubungan dengan orang lain, dia dapat memilih untuk mempelajarinya nanti. Pada prosesnya dia dapat mengubah identitas dan caranya berperilaku.

Pandangan tentang manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan

pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas

keberhasilan. Sebagaimana dinyatakan oleh Glasser dan Zunin, “Kami percaya bahwa masing-masing individu memiliki suatu kekuatan ke arah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukkan tingkah laku yang bertanggung jawab dan

memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna”. Penderitaan pribadi bisa

diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka mereka pun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas bergantung pada perubahan tingkah laku.

Maka jelaslah bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministic tentang manusia, tetapi dibangun di atas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk menerima


(42)

konsekuensi-Reality Therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku tidak tepat. Menurut Glasser, individu yang berperilaku tidak tepat itu disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akhirnya kehilangan

“sentuhan” denga realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab, dan realitas.

Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah yang dikemukakakn Glasser yaitu identitas kegagalan. Identitas kegagalan itu ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan. 4

3) Ciri-Ciri Terapi Realitas

Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut:

(a)Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentu-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah

3

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoerapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal. 265.


(43)

peraaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.

(c)Terapi realitas berfokus pada saat seakrang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Kalaupun didiskusian daam terapi, masa lampau selalu dikaitkan dengan tingkah laku klien sekarang. Terapis terbuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan klien sekarang, mencakup harapan-harapan, ketakutan-ketakutan, dan nilai-nilainya.

(d)Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalam yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya. Jika para klien menjadi sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata karena mereka menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik daripada gaya mereka sekarang yang tidak realistis.


(44)

pribadi. Terapi realitas menghimbau agar para terapismenempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien. Glasser menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan di masa lampau yang tidak berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun suatu hubungan yang personal dan tulus.

(f)Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Teori psikoanalistik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik-konflik tak sadar melalui tekni-teknik seperti analisis transferensi, analisis mimpi, asosiasi-asosiasi bebas, dan analisis resistensi. Sebaliknya, terapi realitas menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diingingkannya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis.

(g)Terapi realistis menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian

hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalam melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik. Ia


(45)

mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.

(h)Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser didefinisikan

sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun kita semua memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

Glasser menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas. Jika kebanyakan hewan didorong oleh naluri, manusia mengembangkan kemampuan untuk belajar dan mengajarkan tanggung jawab. Oleh karenganya, terapi realitas menekankan fungsi terapis sebagai pengajar. Terapis mengajari para klien cara-cara yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan mengeksplorasi keistimewaan-keistimewaan dari kehidupan sehari-harinya dan kemudian membuat

pernyataan-pernyataan direktif dan saran-saran mengenai cara-cara

memecahkan masalah yang lebih efektif . terapi menjadi suatu pendidikan khusus di mana rencana-rencana dibuat serta alat-alat yang realistik dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi diuji. d. Tujuan Terapi Realitas

Sama dengan kebanyakan sisitem psikoterapi, tujuan umum terapi realitas adalah membantu seesorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi


(46)

mereka serta menggembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan-tujuan mereka. Terapi realitas membantu orang-orang dalam menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan mereka. Selanjutnya, ia membantu mereka dalam menjelaskan cara-cara mereka menghambat kemajuan kearah tujuan-tujuan yang ditentukan oleh meraka sendiri. Terapis membantu klien menemukan alternatif-alternatif dalam mecapai tujuan-tujuan, tetapi klien sendiri yang menetapkan tujuan-tujuan terapi.

Glasser dan Zuni sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan-tujuan itu harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual alih-alih dari segi tujuan-tujuan behavioral karena klien harus menentukan tujuan-tujuan itu bagi dirinya sendiri. Mereka menekankan bahwa criteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada tujuan-tujuan yang ditentukan oleh klien. Meskipun tidak ada kriteria yang kaku yang pencapaiannya menandai selesainya terapi kriteria umum mengenai pencapaian tingkah laku yang bertanggung jawab dan pemenuhan tujuan-tujuan klien menunjukkan bahwa klien mampu melaksanakan rencana-rencanaya secara mandiri dan tidak perlu lagi diberi treatment.5

Tujuan utama dari terapi realitas adalah membantu klien menjadi rasional dan memiliki mental yang kuat, serta menyadari bahwa dia mempunyai pilihan dalam memperlakukan diri sendiri dan orang lain. Tujuan pertama ini berkaitan dengan tujuan kedua: untuk membantu klien mengklarifikasi apa yang

5


(47)

273-lingkungan dan penghambatnya. Klien yang bertanggung jawab untuk memilih perilaku yang memenuhi kebutuhan pribadi. Tujuan ketiga dari terapi realitas adalah membantu klien merumuskan rencana yang realistis, untuk mencapai tujuan dan harapan pribadi.

Terakhir, terapi realitas bertujuan untuk menghapus dukungan dan dalih dari kehidupan klien. Seringkali, klien berdalih bahwa dia tidak dapat menjalankan rencana karena takut terkena hukuman jika gagal, baik dari konselor maupun orang-orang di lingkungan luar. Tetapi realitas membantu klien memformulasikan suatu rencana baru, jika rencana yang lama tidak berjalan dengan baik.6

e. Fungsi dan Peran Konselor dalam Terapi Realitas

Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser merasa bahwa, ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah mereka

akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Terapis tidak

membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yag membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.

Terapis diharapakan memberikan pujian apabila klien bertindak dengan cara yang bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak bertindak demikian. Para klien membutuhkan tipe penilaian semacam itu, menurut


(48)

menciptakan kebahagiaannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaanadalah penerimaan tanggung jawab. Oleh karena itu, terapis tidak menerima pengelakan atau pengabaian kenyataan, dan tidak pula menerima tindakan klien menyalahkan apa pun atau siapa pun diluar dirinya atas ketidakbahagiaannya pada saat sekarang. Tindakan yang demikian akan melibatkan klien dalam

“kenikmatan psikiatrik” yang segera akan hilang dan mengakibatkan penyesalan. Fungsi penting lainnya dari terapis realitas adalah memasang batas-batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seesorang. Glasser dan Zunin menunjuk penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi bagian dari proses terapi, bisa mencakup pelaporan klien mengenai keberhasilan maupun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situasi terapi. Acap kali suatu kontrak menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya terapi. Pada akhir waktu, terapi bisa diakhiri, dan klien diperbolehkan menjaga dirinya sendiri. Sebagian klien berfungsi lebih efektif apabila mereka menyadari bahwa banyaknya pertemuan terapi dibatasi sampai jumlah tertentu.

Selain fungsi-fungsi dan tugas-tugas tersebut, kemampuan terapis untuk terlibat dengan klien serta untuk melibatkan klien dalam proses terapeutik dianggap paling utama. Fungsi ini sering kali sulit, terutama apabila klien tidak menginginkan konseling atau apabila dia meminta “tolong” sekedar coba-coba. Glasser menunjukkan bahwa terjadinya keterlibatan antara dua orang yang asing banyak berurusan dengan kualitas-kualitas yang diperlukan pada terapis. Makin besar


(49)

kemampuan dan kesediaan terapi untuk menuntut, namun peka; memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri dalam kenyataan; secara terbuka berbagi perjuangannya sendiri; bersikap pribadi dan tidak memelihara sikap menjauhkan diri; membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang oleh klien; tidak menerima dalih bagi penghindaran tindakan yang bertanggung jawab; menunjukkan keberanian dengan secara sinambung menghadapi klien, tanpa mengindahkan penentangan dari para klien apabila mereka tidak hidup secara realistis; memahami dan merasakan simpati terhadap klien; dan membangun keterlibatan yang tulus dengan klien. 7 f. Hubungan antara Terapis dan Klien dalam Terapi Realitas

Sebelum terjadi yang efektif, keterlibatan antara terapis dank lien harus berkembang. Para klien perlu mengetahui bahwa orang yang membantu mereka, yakni terapis, menaruh perhatian yang cukup kepada mereka, menerima dan membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di dunia nyata. Berikut tinjauan ringkas atas prinsip-prinsip atau konsep-konsep yang spesifik yang menyajikan kerangka bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan antara terapi dan klien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan oleh Glasser serta Glasser dan Zunin.

1. Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis dan klien. Terapis, dengan kehangatan penegertian, penerimaan, dan kepercayaan atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus mengkomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi

7


(50)

274-penyalahan atau dalih-dalih dari klien.

2. Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas. Situasi terapeutik tidak terbatas pada diskusi-diskusi antar terapis dan klien. Mereka harus membentuk rencana-rencana yang, jika telah membentuk, harus dijalankan; dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Rencana-rencana harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas motivasi dan kesanggupan-kesanggupan masing-masing klien. Rencana-rencana bukanlah hal yang mutlak, melainkan terutama merupakan cara-cara alternatif bagi klien untuk memecahkan masalah-masalah dan untuk memperluas pengalaman-pengalaman hidup yang penuh keberhasilan. Sejumlah besar rencana bisa diterapkan pada pemecahan masalah. Jika suatu rencana tidak bisa terlaksanakan maka rencana tersebut harus di evaluasi dan rencana-rencana lain bisa diajukan.

3. Komitmen adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat pertimbangan-pertimbangan nilai mengenai tingkah laku mereka sendiri dan memutuskan rencana-rencana tindakan, terapis membantu mereka dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pernyataan-pernyataan dan rencana-rencana tidak ada artinya sebelum ada keputusan unuk melaksanaknnya. Oleh karena itu, dengan menjalani rencana-rencana itu para klien diharapkan bisa memperoleh rasa berguna.


(51)

cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, terapi realitas juga tidak menggunakan diagnostik karena dianggap membuang waktu dan merusak klien dengan menyematkan label pada dirinya. Teknik lain yang tidak digunakan adalah: penafsiran, pemahaman, wawancara nondirektif, sikap diam berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi dan analisis mimpi.

Adapun fokus utama teknik realitas adalah mengembangkan kekuatan potensi klien untuk mencapai keberhasilannya dalam hidup. Menurut Corey, teknik-teknik yang dapat dilakukan berupa:

1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien.

2. Menggunakan humor.

3. Mengonfrontasikan klien dan menolak alasan apapun dari klien. 4. Membantu klien merumuskan rencana tindakan secara spesifik. 5. Bertindak sebagai guru/model.

6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.

7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk

mengonfrontasikan dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.

8. Melibatkan diri dengan klien untuk mencari kehidupan yang lebih efektif.

Pelaksanaan teknik tersebut dibuat tidak secara kaku. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik konselor dan klien yang menjalani terapi realitas. Jadi pada pratiknya, dapat saja beberapa teknik tidak disertakan. Hal tersebut tidak akan


(52)

2. Teknik Sindiran

a. Pengertian Teknik Sindiran

Pada dasarnya sindiran hendak menunjukkan kenyataan yang sebenarnya merupakan kebalikan dari pada yang dikatakan. Oleh karena itu sesuatu baru menjadi sindiran bila suatu kenyataan tampil cukup jelas, sehingga mengatakan yang sebalikanya akan mempertajam kenyataan tersebut.

Sindiran ini tidak hanya menyiratkan kebalikan dari kenyataan, tetai juga menegaskan absurditas. Anak yang malas belajar tidak cukup hanya dibilang bagus, tetapi juga si anak malah mengira bisa jadi pintar dengan tidak belajar, suatu yang tidak masuk akal.9

Dalam teknik sindiran ini, digunakan gaya bahasa seperti majas. Gaya bahasa sindiran merupakan salah satu cara seseorang untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan cara tidak langsung.

Gaya bahasa menurut Slamet Muljana adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa disebut pula majas.10

Gaya bahasa seseorang pada saat mengungkapkan perasaannya, baik secara lisan maupun tulisan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa tanggapan. Secara

8

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 189.

9

Parakitri T. Simbolon, Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad ke-21 (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 1999), hal. 35-36.


(53)

Majas dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Majas Penegasan

a. Inversi

Adalah kalimat yang predikatnya terletak di depan subjek. Contoh: Besar sekali rumahnya.

b. Retoris

Adalah kalimat tanya tak bertanya, yang menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.

Contoh: Itukah bukti janji yang engkau ucapkan? c. Koreksio

Adalah membetulkan kembali ucapan yang salah, baik dengan sengaja atau tidak.

Contoh: Dia baru saja makan, oh bukan, dia tidur. d. Repetisi

Adalah pengulangan kata-kata dalam bahasa prosa.

Contoh: Kita telah merdeka, kita telah membangun, kita telah bahagia. e. Paralelisme

Adalah pengulangan kata-kata untuk penegasan dalam bahasa puisi.

f. Enumerasio

Adalah melukiskan suatu peristiwa atau keadaan dengan cara menguraikan satu demi satu situasi/keadaan sehingga merupakan suatu keseluruhan.


(54)

Adalah gaya bahasa yang menguraikan suatu keadaan secara berturut-turut makin lama makin memuncak.

Contoh: Sejak dari kecil sampai dewasa, malah sampai setua ini perangainya tidak pernah berubah.

h. Anti klimaks

Adalah gaya bahasa yang menguraikan suatu keadaan secara berturut-turut makin lama makin menurun.

Contoh: Jangankan sejuta, seribu, seratus pun tak mau aku memberikan uang itu kepadamu.

i. Pleonasme

Adalah menggunakan sepatah kata yang sebenarnya tidak perlu dikatakan lagi sebab arti kata tersebut telah terkandung dalam kata yang diterangkannya. Contoh: Ia tidak ingin naik ke atas.

j. Tautologi

Adalah mengulang beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat. Contoh: Tidak, tidak mungkin dia yang mencuri uang itu.

k. Ekslamasio

Adalah gaya bahasa yang didalamnya memakai kata seru. Contoh: Wah, cantik benar gadis itu!

2. Majas Pertentangan a. Paradoks


(55)

b. Antitesis

Adalah pengungkapan mengenai situasi, benda atau sifat yang keadaannya saling bertentangan, dan menggunakan kata-kata berlawanan arti.

Contoh: Besar kecil, tua muda, pria wanita ikut menyaksikan perlombaan itu.

c. Anakhronisme

Adalah gaya bahasa yang melukiskan suatu keadaan tidak sesuai dengan peristiwa sejarah.

Contoh: Candi Borobudur dibuat oleh nenek moyang dengan menggunakan komputer.

d. Kontrakdiksio interminis

Adalah gaya bahasa yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan penjelasan semula.

Contoh: Semua telah beres, kecuali surat jalan. 3. Majas Sindiran

a. Ironi (sindiran halus)

Adalah sindiran yang dikatakan, kebalikan dari apa yang sebenarnya.

Contoh: Lekas betul abang pulang, hari baru pukul satu malam (lekas betul=terlambat sekali).

b. Sinisme

Adalah sindiran lebih kasar dari ironi yang bermaksud mencemoohkan.

Contoh: “Bersih benar badanmu, ya?” Kata ibu kepada anaknya yang belum


(56)

Contoh: Hai, binatang pergi engkau dari sini!11

4. Majas perbandingan

Majas perbandingan terdiri dari 4 jenis, yaitu:

a. Majas Perumpamaan

Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berkaitan dan yang sengaja dianggap sama.

Contoh:

1.)Bak mencari kutu dalam ijuk. (Melakukan sesuatu yang mustahil).

2.)Bagai kambing dihalau ke air. (Hal orang yang enggan disuruh atau diajak mengerjakan sesuatu).

b. Majas Metafora

Metafora adalah perbandingan yang implisit. Jadi, tanpa kata pembanding di antara dua hal yang berbeda. Dengan kata lain, metafora yaitu majas yang berupa kiasan persamaan antara benda yang diganti namanya dengan benda yang menggantinya.

Contoh:

1.)Siti Mutmainah adalah kembang desa di sini. 2.)Kelaparan masih tetap menghantui rakyat Etiopia. c. Majas Personifikasi

Personifikasi adalah majas perbandingan yang menuliskan benda-benda mati menjadi seolah-olah hidup, dapat berbuat, atau bergerak.

11


(57)

d. Majas Alegori

Alegori pada umumnya menganding sifat-sifat moral manusia. Contoh:

1.)Mendayung bahtera rumah tangga. (Perbandingan yang utuh bagi seseorang dalam rumah tangga).12

Dalam penelitian ini, terdapat tiga konseli. Untuk konseli pertama, konselor menggunakan Majas Perbandingan. Karena konselor ingin memberikan perbandingan kepada konseli antara kuliah di tempat yang diinginkannya dengan kuliah yang ia jalani saat ini. Oleh, karena itu konselor menggunakan teknik sindiran dengan majas perbandingan kepada konseli pertama.

Untuk konseli yang ke dua, konselor menggunakan Majas Penegasan atau Penguatan. Konselor memberikan majas ini karena masalah yang dihadapi konseli ke dua ini adalah masalah pekerjaan. Dimana yang menjalani dan yang langsng merasakan masalahnya adalah konseli sendiri, dengan memberikan majas penegasan atau penguatan, konseli akan dapat berpikir akibat dari keputusan yang diambilnya tentang pekerjaan yang dijalaninya.

Konseli yang ketiga ini, konselor memberikan teknik sindiran dengan Majas Pertentangan, karena konseli tidak ingin tinggal di pesantren, padahal tinggal di pesantren adalah demi kebaikan dirinya. Oleh karena itu, konselor memberikan majas pertentangan kepadanya dengan menentang semua apa yang telah salah dalam


(58)

a. Pengertian Perasaan

Perasaan atau dalam istilah lain disebut “Renjana” adalah gejala psikis yang

memiliki sifat khas subjektif yang berhubungan dengan persepsi dan dialami sebagai rasa senang-tidak senang, sedih-gembira dalam berbagai derajat dan tingkatannya.

Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda walaupun menghadapi stimulus yang sama. Kualitas perasaan ditentukan oleh perasaan senang-tidak senang, gembira-sedih, dan simpati-antipati. Perasaan dan emosi biasanya disifatkan sebagai keadaan dari diri individu pada suatu saat, misalnya seseorang merasa terharu melihat banyaknya warga masyarakat yang tertimpa musibah kebanjiran.

Menurut Maramis, “Perasaan adalah nada perasaan menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang

disertai oleh komponen fisiologik”.

Perasaan adalah “Sesuatu tentang keadaan jiwa manusia yang di hayati secara senang atau tidak senang”.

Contoh:

 Perasaan menyenangkan: senang, bangga, kasih sayang, gembira, enak, lezat, keindahan, dan ketenangan.

 Perasaan tak menyenangkan: sedih, kecewa, sakit, gelisah, kacau, mual, dan busuk.


(59)

atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat

subjektif”.13

b. Pengertian Aversi

Aversi (paksaan) adalah tekanan dari luar yang memaksa seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang melawan kehendaknya. Reaksi terhadap suatu ancaman tekanan adalah ketakutan. Paksaan bukan hanya sekedar ancaman, tetapi pemakaian tekanan yang sungguh-sungguh.14

Paksaan tidak dapat menyentuh kehendak secara langsung karena hanya menyentuh perbuatan-perbuatan luaran, dan bukan perbuatan dalam dari kehendak sendiri, dimana terletak kesukarelaan. Kita dapat terus menghendaki yang berlawanan, tidak peduli dengan hebat dan kasar kita dipaksa menjalankan perbuatan itu. Jadi, perbuatan yang dipaksa untuk dikerjakan adalah tak sukarela selama paksaan tadi terus ditentang. Orang lain mungkin mempunyai kekuatan fisik dan membuat kita mengerjakan sesuatu, tetapi ia tidak dapat membuat kita menghendakinya.

Terhadap hal hal yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang bersifat ancaman individu akan melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan ini bermacam-macam, tetapi pada garis besarnya dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu perlawanan (agression) dan pelarian (withdrawl). Apabila individu merasa kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan yang mengancam dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan terhadap lingkungan,

13


(60)

atau mencaci-maki, memarahi sampai dengan merusak dan menghancurkan.15

Jadi, pengertian perasaan aversi adalah suatu keadaan jiwa manusia dengan adanya tekanan dari luar yang memaksa untuk mengerjakan sesuatu yang melawan kehendaknya.

c. Faktor-Faktor Aversi

Emosi ada dua, yaitu meliputi emosi hasrat dan aversi (ketakutan atau marah), keduanya berasal dari dalam dan dari luar diri. Kita tahu bahwa didalam diri ini ada hasrat, desire, yang tumbuh dari dalam diri. Ada faktor keinginan manusia yang tanpa dipelajari. Kita ingin ini dan itu, bukan karena belajar. Tapi, tumbuh secara alami. Marah pun tumbuh secara alami. Itu emosi yang berasal dari dalam. Namun, emosi, baik yang berupa hasrat ataupun aversi juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor dari luar diri manusia. Misalnya, jika kita dihina akan timbul kemarahan.16

B.Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dapat dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang relevan antara lain adalah sebagai berikut:

15

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 60.

16


(61)

Nama : Uhti Nisaul Amalia

Nim : B03207022

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam

Tahun : 2011

Universitas : IAIN Sunan Ampel Surabaya

Dalam penelitian ini, dipaparkan bahwa terapi realitas dalam mengatasi rasa minder seorang laki-laki yang terlambat menikah, dengan menggunakan terapi ini proses konseling dapat megubah perilakunya kearah yang lebih baik dengan mulai terbuka dan bergaul dengan teman-temannya. Hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan konseling islam dengan terapi realitas dalam penelitian sudah berhasil walau keberhasilannya belum mencapai seratus persen. Tetapi konseli sudah menunjukkan perubahannya.

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan terapi realitas dalam menangani masalah. Perbedaannya adalah pada permasalahan dimana peneliti ini menangani masalah minder, sedangkan peneliti kali ini menangani masalah perasaan aversi (ketidaksukarelaan).

2. BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM

MENGATASI ANXIETY SEORANG ISTRI YANG MENGHADAPI

PERCERAIAN DI DESA MEDAENG KEC. WARU KAB.SIDOARJO

Nama : Suadah

Nim : B03207009


(62)

menghadapi perceraian telah mengalami perubahan setelah konselor memberikan terapi realitas kepada konseli. Konseli sudah bisa fokus pada pekerjaan dan orang-orang disekelilingnya juga menganggap banyak perubahan positif pada konseli. Terapi realitas berhasil merubah konseli menjadi lebih baik lagi.

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan terapi realitas dalam menangani masalah. Perbedaannya terletak pada masalah yang dihadapi, peneliti ini dengan masalah anxiety (kecemasan) sedangkan peneliti kali ini menangani masalah aversi (ketidaksukarelaan).

3. BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM

MENGATASI PERASAAN BERSALAH (Studi Kasus Seorang Remaja Yang Membunuh Bayinya di Banjarsugihan Tandes Surabaya)

Nama : Emma Juwita Sari

Nim : B03207020

Jurusan : Bimbingan Konseling Islam

Tahun : 2011

Universitas : IAIN Sunan Ampel Surabaya

Di dalam penelitian ini, peneliti menangani konseli yang masih remaja dengan kasus bahwa remaja tersebut telah membunuh bayinya. Sungguh sangat mengerikan sekali peristiwa ini. Masih sangat belia dan sudah terjerumus dalam pergaulan bebas. Hingga menelan akibat yang pahit. Karena telah membunuh bayinya, konseli pun memiliki perasaan bersalah karena telah berbuat perilaku negatif. Konselor memberikan bantuan penyelesaian masalah dengan menggunakan terapi realitas.


(1)

Tabel 4.1

Sebelum dan Sesudah Proses Konseling Konseli Sebelum Proses

Konseling Kata-Kata

Sesudah Proses

Konseling Majas

Tina Kuliah tidak nyaman

Tina, memangnya dengan Tina kuliah di universitas yang Tina inginkan akan mengubah pribadi Tina? Dan apakah jika Tina kuliah di kampus Tina

sekarang ini akan menjadikan Tina menjadi

pribadi yang tidak baik?

Kuliah menjadi nyaman

Majas Perbandingan

Dela terpaksa Kerja

Dela boleh-boleh saja memiliki keputusan untuk

keluar dari tempat Dela bekerja. Karena memang

yang menjalankan pekerjaan Dela itu adalah Dela sendiri. Dela kan juga

sudah mengetahui dan mempertimbangkan baik dan buruknya keputusan yang nantinya akan Dela ambil. Karena bila Dela bekerja dengan perasaan senang dan terpaksa pun Dela tetap mendapatkan gaji dari perusahaan.

Kerja rela Penegasan atau Majas Penguatan

Sarah tidak mau Mondok

Dengan Sara tinggal di pesantren dan ada atau tidaknya perasaan terpaksa dalam diri Sara, akan sama saja di mata Allah. Hanya saja, Sara memilih tinggal

di pesantren dengan perasaan terpaksa.

Modok


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor-Faktor yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya:

a. Perbedaan Pendapat b. Ketidaknyamanan

c. Tidak Bisa Menerima Kenyataan

2. Proses konseling terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menagani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

Dalam hal ini konselor memberikan bantuan dengan menggunakan terapi realitas dengan cara mengonfrontasikan konseli dan menolak alasan apa pun dari konseli yang membuatnya tetap berperilaku negatif dan membantu konseli merumuskan rencana tindakan secara spesifik serta menggunakan teknik sindiran yaitu dengan menggunakan gaya bahasa, seperti majas. Memberikan sindiran dengan menggunakan majas, akan membuat konseli sadar akan tindakan yang dilakukannya dan membuat konseli menyesal akan perbuatannya yang menyimpang selama ini. Dengan terapi dan teknik yang


(3)

konselor berikan, perasaan aversi yang ada didalam diri konseli perlahan menghilang dan membuat konseli menerima keadaannya sekarang dan mengajak konseli untuk melakukan semuanya dengan hati yang ikhlas dan senang.

3. Hasil terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

Walaupun hasilnya belum sempurna, tetapi ketiga konseli sudah menunjukkan perubahan yang baik dalam dirinya. Ketiga konseli kini lambat laun menghilangkan perasaan aversi (ketidaksukarelaan). Mereka kini menjalani kehidupannya dengan senang hati dan menerima kenyataan bahwa keadaan yang sedang mereka jalani ini adalah yang terbaik menurut Allah. Dan ketiga konseli pun memiliki hubungan yang kembali baik dengan orang tuanya. Perasaan aversi yang ada dalam dirinya dahulu, kini sudah hilang. Konseli sudah dapat menerima kenyaatan dan dapat menerima takdirnya.

B.Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini sangat kurang dari sempurna. Peneliti berharap kepada peneliti selanjutnya untuk lebih baik agar tercapai hasil yang lebih baik lagi. Berdasarkan hasil peelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Berusahalah menjadi orang yang lebih baik lagi tanpa ada perasaan

aversi (ketidaksukarelaan). Semua masalah pasti ada jalan keluarnya jika kita menyelesaikannya dengan cara yang baik-baik. Belajar menerima kenyataan yang terbaik menurut Allah. Belum tentu yang terbaik menurut kita baik juga menurut Allah.

2. Bagi Konselor

Mengingat adanya keberhasilan meskipun belum sempurna terhadap konseli yang mengalami perasaan aversi (ketidaksukarelaan), maka hendaknya bentuk konseling islam ini dapat digunakan oleh konselor dan bisa lebih ditingkatkan lagi dan memperbanyak pengalaman dan teknik yang baru.

Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti membutuhkan saran agar dapat lebih baik lagi. Kesempurnaan hanya milik Allah, salah dan lupa adalah milik peneliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Albin, Rochelle Semmel,Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima, dan

Mengarahkannya, Yogyakarta: Kanisius, 1986

Aprillia,Astri, (

http://astriaprillia.blogspot.com/2012/08/macam-macam-gaya-bahasa.html) diakses pada tanggal 26 Januari 2015

Bungin, Burhan, H.M.,Penelitian kualitatif, Jakarta: Kencana, 2007

Chodjim,J Achmad,Al Falaq Sembuh dari Penyakit Batin dengan Surah Subuh, Yogyakarta: Serambi, 2004

Cory, Gerald, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung: Eresco, 1988 , Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama, 2009

Ernawati, EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan, Jakarta: Kawan Pustaka, 2008 Gladding, Samuel T., The Konseling Profesi yang Menyeluruh, Jakarta: PT Indeks,

2012

Gunarsa, Singgih D., Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992 Kartono, Kartini, dkk, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya, 2000

Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2008

Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2011

Mahmud,Dimyati, Psikologi Suatu Pengantar, Yogyakarta: BPFE, 1990

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosadakarya, 2008

., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2001


(6)

Poespoprodjo, W,Filsafat Moral, Bandung: Pustaka Grafika, 1999

Setyana, Buku Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia, Semarang: Aneka Ilmu, 1999 Simbolon, Parakitri T., PesonaBahasa Nusantara Menjelang Abad ke-21 Jakarta:

KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 1999

Skinner, Ilmu Pengetahuan Dan Perilaku Manusia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2009

Sukmadinata, Nana Syaodih,Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta: Kedokteran EGC,2002 Waskito,A.A., Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Wahyu Media 1999