IMPLEMENTASI PROGRAM REVITALISASI PASAR GADING KOTA SURAKARTA

PASAR GADING KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh : Fajar Pramudia Putra D0106055 SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Administrasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Dra. Sudaryati., M.Si

NIP. 195704261986012002

Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari

Tanggal

Panitia Penguji :

1. Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si …………….) ( NIP. 196411231988031001

Ketua

2. Drs. Suryatmojo, M.Si (……………..) NIP. 195308121986011001

Sekretaris

3. Dra. Sudaryanti, M.Si (……………..) NIP. 195704261986012002

Penguji

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Pawito, Ph.D

NIP. 1954 0805 1985 031 002

Nama

: FAJAR PRAMUDIA PUTRA

NIM

: D0106055

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul : “IMPLEMENTASI PROGRAM REVITALISASI PASAR GADING KOTA

SURAKARTA” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima saksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Desember 2011 Penulis

FAJAR PRAMUDIA PUTRA

“ Sesungguhnnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka merubah keadaan diri sendiri” (Qs. Ar. Ra`ad : 11)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Alam Nasyrafi : 6)

“ Man Jadda Wa Jadda” ( Dikutip dalam Novel Negeri 5 Menara)

“ Kalau jatuh, bangun sendiri” (Anonim)

Kerja kerasku ini kupersembahkan kepada : - Almarhum kakekku mbah Chudri. - Nenekku Muntarsih yang selalu memberikan semangat untuk terus berusaha agar

menjadi orang yang sukses.

- Kedua orang tuaku Abdul Wahab dan Haryanti yang sangat sabar dalam membesarkan aku. Sembah sujud ananda kepada ayah dan mama. - Ke tiga adikku (Roro Mentari Putri, Nabila Hana Soffia Putri dan Wibowo Yusup

Habibi) yang manis yang selalu menjadi pemicu saya untuk selalu berusaha - Wanita yang mengisi relung cintaku dan selalu menyemangati aku untuk

menyelesaikan skripsi ini, Dewi Arum Nawang Wungu

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan anugerahnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini mengambil judul “IMPELEMENTASI PROGRAM REVITALISASI PASAR GADING KOTA SURAKARTA ”. Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar pada program studi Administrasi Negara Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Berbagai hambatan dan pengalaman menjadi pengalaman yang berharga bagi penulis sebagai bagian dari proses penyelesaian studi di kampus. Berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihaklah akhirnya skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, atas segala bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan yang sangat bermanfaat.

2. Bapak Drs. Budiarjo, M.Si selaku pembimbing akademis, atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.

3. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si dan Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

dan Perdagangan Kota Surakarta dan saat ini menjabat Asisten Administrasi Kota Surakarta. Terimasih atas kesempatan berdiskusi tentang Revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta.

6. Bapak Ir. Abdul Mutholib sebagai mantan kepala proyek revitalisasi pasar gading yang bersedia memberikan informasi walaupun dalam kondisi yang sedang tidak mendukung.

7. Bapak Ir. Suhardi, MM Kasi Pemeliharaan Bangunan Pasar Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yang sangat membantu dalam kelancaran penelitian.

8. Ibu Tri Lestari S. Teks, M.Si (Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan) dan Ibu Dra. Corina Endang Pujiastuti (Kasi Perdagangan Dalam Negeri) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta yang mendukung dengan pemberian data-data revitalisasi pasar gading.

9. Kepala pasar gading Bapak Agus Suharto dan kepala paguyuban pasar gading Pak Tarmuji yang sangat hangat dalam memberikan jawaban-jawaban tentang revitalisasi pasar gading.

10. Keluarga besar AN’06 yang telah mendampingi aku selama aku belajar di rantau ini. Dan terutama kepada Achmad Junisar, Lulu Kurnia, Danar Adityo Sahar, Toofik Nugroho, Lucky Mandala Putra, Hernawan Adhie, Febrian Anthony, dan orang sisa dari AN 06 (ayo segera selesaikan skripsinya !!!!)

11. Keluarga besar MAHAFISIPPA (Mahasiswa FISIP Pecinta Alam). Terimakasih sudah menjadi keluarga keduaku selama aku di Solo.

bisa disebut satu persatu Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dari skripsi ini karena adanya keterbatasan teknik dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua yang membacanya.

Surakarta, Desember 2011 Penulis

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Halaman

Gambar 1.1 Model implementasi kebijikan menurut Edward III..........................18 Gambar 1.2 Model implementasi kebijikan menurut Grindle........ ……...………20 Gambar 1.3 Model implementasi kebijikan menurut Daniel Mazmanian

dan Paul A. Sabatier. ………….......................................……….......24

Gambar 1.4 Model implementasi kebijikan meurut Van Meter dan Van

Horn........ ………….................................................................…..…26

Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran ……...............................................................…38

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Matrik Implementasi Program Revitalisasi Pasar Gading........... …...73

Fajar Pramudia Putra, D0106055, The Implementation Program of

Revitalization of Gading Market Surakarta. Bachelor Thesis. The Department of Public Administration. Faculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta. 2011.

The background of this research is for face modern market high development so traditional market must do somenthing and the answer is revitalization. This research is aimed to analyze The Implementation Program of Revitalization of Gading Market Surakarta, kind of factor that influence The implementation, market revitalization path, and give some recommendation to make The policy implementation going well.

This research used a descriptive-qualitative method. Samples of the research were taken by using purposive sampling and snowball sampling technique. Its data were gathered through in-depth interview, observation, and documentation study. A triangulation on the data was done so as to have valid ones. Then, they were analyzed by using an interactive model of analysis.

The results of this research show that The Implementation Program of Revitalization of Gading Market Surakarta through several phases of Follows (1) Determination of strategis issue ini Ministry Of life environtment, (2) proffering development market proposal and agreement for that program, (3) Agreement proposal and the revitalization can start, (4) the finishing of revitalization. All phases is made it. Kind of aspect that influence the implementation in this research is : (1) communication, (2) Human Resources, (3) executor attitude, and (4) bureaucracy structure.

Based on the results of the research, some reccomendation proposed : (1) Construction planning must thougt of specificly and heard vendor will, (2) archive compilation must have systematic and must transparant for public.

Keywords : Implementation, Revitalitation, Gading Market

FAJAR PRAMUDIA PUTRA. D0106055. PROGRAM IMPLEMENTASI REVITALISASI PASAR GADING KOTA SURAKARTA, Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011.

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa dalam rangka menghadapi berkembangnya industri pasar modern maka pasar tradisional harus segera melakukan sebuah tindakan yatu revitalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Implementasi Program Revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi, alur revitalisasi pasar tersebut, dan memberikan rekomendasi agar implementasi kebijakan berjalan sebagaimana mestinya.

Metodel penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dimana penyajiannya dilakukan secara kualitatif. Teknik pengampilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dan snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui interview, observasi, dan telaah dokumen. Validasi data yang digunakan adalah triangulasi sumber dan data, serta analisis data dengan menggunakan mode analisis interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Impelementasi Revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta dilakukan melalui alur (1) penentuan isu strategis kementerian perdagangan (2) Pengajuan Proposal Pembangunan Pasar dan Persetujuan Program (3) Proposal Diterima dan Pekerjaan Segera Dilakukan (4) Tahap Penyelesaian Revitalisasi. Semua tahapan telah dilaksanakan dengan baik. Aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi dalam penelitian ini terdiri : (1) komunikasi, (2) Sumberdaya, (3) Sikap Pelaksana, dan (4) Struktur Birokrasi.

Adapun saran pada penelitian ini sebagai berikut : (1) Dalam membuat perencanaan konstruksi pasar harus dipikirkan secara matang dan mendengarkan kemauan dari para pedagang, (2) Penyusunan arsip harus dilakukan secara sistematis dan harus transparan kepada publik.

Kata kunci : Implementasi, Revitalisasi, Pasar Gading

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan toko modern saat ini sangat pesat sekali hal ini tidak terjadi pada kawasan ibukota saja ataupun kota-kota besar lainnya. Saat ini toko modern akan sangat mudah kita temukan pada setiap kabupaten maupun kecamatan. Contohnya Indomaret, Alfamart, Giant Department Store, Hypermart, dan lain- lain. Awal mula trend ini mungkin memang dimulai dari ibukota Negara Indonesia yaitu DKI Jakarta yang mana disana banyak sekali mall berdiri megah tak beraturan dan pertumbuhan bisnis toko modern ini menjadi menjamur.

Sebenarnya apa yang dijual oleh toko modern ? Layaknya pasar tradisional, toko modern menjual berbagai kebutuhan-kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan sayuran. Tetapi saat ini toko modern melengkapi mereka dengan menjual pakaian, peralatan rumah tangga atau bahkan sampai peralatan elektronik. Dan dalam istilah saat ini toko modern adalah “one stop shopping place” atau bisa diartikan tempat dimana masyarakat bisa menemukan semua barang-barang keperluannya sehingga masyarakat tidak perlu repot untuk mencari barang-barang keperluannya ditempat lain. Mereka sudah bisa menemukan semuanya dalam toko modern.

Sebenarnya sebelum toko modern ada, ada juga tempat sejenis “one stop shopping ” dimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tempat itu adalah pasar tradisional. Pasar tradisional adalah sebuah usaha ekonomi kecil dan menengah dimana mereka menjual kebutuhan sehari-hari. Pasar tradisional Sebenarnya sebelum toko modern ada, ada juga tempat sejenis “one stop shopping ” dimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tempat itu adalah pasar tradisional. Pasar tradisional adalah sebuah usaha ekonomi kecil dan menengah dimana mereka menjual kebutuhan sehari-hari. Pasar tradisional

Lalu apa yang membedakan toko modern dengan pasar-pasar tradisional atau warung-warung kelontong pada umumnya. Tentu saja dari fasilitas mereka sangat memanjakan pembeli. Ruangan bersih, dilengkapi pendingin ruangan, pencahayaan yang baik, alunan musik yang menambah kenyamanan, kebersihan yang terjaga, keamanan dalam berbelanja dan tentu saja sebuah kata gengsi. Dan hasilnya banyak sekali masyarakat yang menyerbu untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari di toko modern.

Apalagi jika kta membandingkan toko modern dengan pasar tradicional, bisa dibilang pasar tradisional hanya sebuah tempat untuk menampung pedagang tradisional. Tidak ada sebuah manejemen professional yang mengelola toko tersebut. Kebanyakan toko di Indonesia di kelola oleh PD. Pasar Jaya atau dinas- dinas perdagangan di daerah-daerah dan alhasil tidak ada sebuah keunggulan atau fasilitas istimewa yang diberikan oleh toko tradisional kepada pelanggannya. Hanya ada satu hal keunggulan pasar tradisional dengan toko modern yaitu adanya tawar menawar harga antara penjual dan pembeli.

Hal tersebut tidak akan kita temukan di toko-toko modern. Tetapi kelebihan tersebut tertutup dengan banyak kekurangan toko modern yaitu lingkungan yang kotor, bau dan faktor keamanan. Hal itulah yang membuat kebanyakan masyarakat memilih toko modern ditimbang pasar tradisional. Oleh sebab itu karena tingkat permintaan masyarakat yang cukup tinggi pada toko

di tempat yang menurut mereka strategis. Tentu saja jika di ibukota maupun kota besar sudah banyak dijumpai toko modern maka sasaran selanjutnya adalah kota kecil dan Surakarta adalah lahan yang pas untuk memulai mengembangkan bisnis pasar modern ini. Alhasil saat ini sudah cukup banyak toko modern yang akan kita temui di Kota Surakarta ini. Dan perlahan tapi pasti toko modern tersebut memunculkan berbagai masalah. Contohnya 7 pasar tradisional terancam ditutup karena sepi dari pengunjung contohnya adalah Pasar Penumping, Pasar Sibela Mojosongo, Pasar Buah Jurug, Pasar Ledoksari, Pasar Rejosari, Pasar Ayu Balapan, PasarBambu (kampus UTP),Pasar Dawung bubar karena sepi pembeli dan kemudian digabung dengan Pasar Hardjodaksino, dan Pasar Singosaren.

Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah peraturan untuk membatasi perkembangan pasar tradisional yang saat ini sudah merambah ke daerah-daerah pelosok. Tetapi sayangnya sampai saat ini, peraturan tersebut baru berupa raperda yang belum diketahui kapan akan direalisasikan dan juga sangat mudah sekali perizinan untuk membangun sebuah toko modern yaitu Toko modern hanya membutuhkan tiga surat izin usaha yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), dan Tanda daftar perusahaan. Apabila tiga syarat itu terpenuhi maka toko modern bisa dibangun. Harusnya perizinan pembangunan toko modern harus lebih diperketat lagi seperti toko modern harus mempunyai AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) yang bertujuan agar pembagunan toko modern tidak merusak ekosistem lingkungan tetapi hal ini masih belum menjadi sebuah Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah peraturan untuk membatasi perkembangan pasar tradisional yang saat ini sudah merambah ke daerah-daerah pelosok. Tetapi sayangnya sampai saat ini, peraturan tersebut baru berupa raperda yang belum diketahui kapan akan direalisasikan dan juga sangat mudah sekali perizinan untuk membangun sebuah toko modern yaitu Toko modern hanya membutuhkan tiga surat izin usaha yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), dan Tanda daftar perusahaan. Apabila tiga syarat itu terpenuhi maka toko modern bisa dibangun. Harusnya perizinan pembangunan toko modern harus lebih diperketat lagi seperti toko modern harus mempunyai AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) yang bertujuan agar pembagunan toko modern tidak merusak ekosistem lingkungan tetapi hal ini masih belum menjadi sebuah

Lalu bagaimana cara mengatasi hal tersebut ? Ada sebuah usaha yang baik yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta yaitu merevitalisasi pasar tradisional menjadi pasar modern. Yang dimaksud merevitalisasi adalah merubah bentuk pasar tradisional yang terkesan kumuh, “becek” dan kotor menjadi bersih dan rapi sehingga membuat para masyarakat

akan betah untuk berbelanja di pasar tradisional. Dan pasar yang akan kita ambil contoh adalah Pasar Gading.

Pasar Gading merupakah sebuah pasar yang sudah berhasil di revitalisasi oleh pemerintah kota. Proses revitalisasi tentu saja tidaklah mudah untuk dilakukan. Proses revitalisasi memerlukan sebuah perencanaan yang matang dan tentu saja keterliibatan dari beberapa stakeholder. Proses perevitalisasian pasar gading juga dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang matang. Dari awal sampai akhir proses revitalisasi semuanya dilakukan dengan cermat agar pasar gading bisa direvitalisasi secara maksimal. Saat ini pasar gading telah selesai direvitalisasi dan menjadi pasar percontohan bagi pasar tradisional yang lain.

Peraturan Daerah Kota Surakarta no 1 tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional pada pasal 19. Dan yang akan kita teliti adalah apakah proses revitalisasi Pasar Gading yang dulunya pasar tradisional menjadi pasar modern sudah sesuai dengan perda no 1 tahun 2010 ? Siapa saja stake holder yang terlibat ? Bagaimana proses implementasi kebijakan tersebut ? Hal- hal tersebut sangat menarik untuk kita teliti. Perlu diingat bahwasanya yang perlu diatur bukan hanya pasar tradisional melainkan juga pasar modern maka karena hal tersebut DPP harus bekerjasama dengan Dinas perindustrian dan perdagangan (Disperidag) Kota Surakarta karena merekalah yang mengurus toko modern di Kota Surakarta.

Dan perlu diketahui juga toko modern tidak memberikan retribusi apapun kepada daerah sehingga daerah kehilangan sebuah pemasukan yang potensial. Hal itu dikarenakan dalam aturan memang tidak ada pungutan untuk toko modern padahal apa yang mereka ambil dari daerah sangat besar sekali sehingga itu sangat tidak adil. Para anggota dewan dan para aparatur harus bisa menemukan solusi tentang masalah ini dengan tujuan banyaknya toko modern juga mempunyai hal yang positif yaitu bertambahnya jumlah pendapatan daerah.

Pemerintah Kota Surakarta (Pemkot Surakarta) Pemkot harus lebih kreatif untuk membuat program-program memajukan toko-toko tradisional. Dalam era

perdagangan bebas ini terdapat sebuah opini “siapa yang kuat dialah yang bertahan ” kuat disini bukan berarti yang mempunyai modal besar tetapi siapa yang bisa melihat peluang dan kreatif untuk mengembangkan sebuah bisnis.

pendapatan dalam usaha. Dan disini pemerintah yang diwakili oleh Pemkot Surakarta harus turun tangan dengan memproteksi para pedagang-pedagang bermodal kecil agar tidak tertindas oleh toko modern.

Pasar Gading bisa menjadi sebuah contoh percontohan pasar tradisional yang berubah menjadi pasar modern. Di Pasar Gading kita tidak akan melihat lagi lingkungan yang kotor karena pasar tersebut sudah di tata dengan baik, para penjual disusun berdasarkan barang yang mereka jual sehingga kita akan dengan mudah mencari apa yang kita ingin beli. Jika semua pasar tradisional di Solo di perbarui menjadi pasar modern semuanya maka tidak mungkin masayarakat akan kembali lagi untuk berbelanja di pasar tradisional. Karena selama belum ada peraturan tentang operasional pasar modern maka cara merubah pasar tradisional menjadi pasar modern akan menjadi solusi yang baik.

Kota Solo terkenal dengan sektor ekonomi mikronya sehingga pasar-pasar tradisional harus tetap ada karena di dalam toko tradisional memegang hajat hidup sebagian penduduk kota Solo. Dan seperti kata Walikota Solo Bpk. Ir. Jokowi Solo past is Solo future dimana perkembangan kota Solo harus tetap berpegang pada budaya-budaya setempat. Jangan sampai slogan tersebut berubah menjadi Solo future erasing the Solo past karena ketidakmampuan Kota Surakarta memproteksi pasar-pasar tradisionalnya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah yang akan diteliti, sebagai berikut : Apakah proses revitalisasi pasar gading sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan yang secara pribadi ingin dicapai oleh peneliti. Adapun dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti antara lain :

1. Tujuan Operasional

a. Untuk mengetahui apakah proses revitalisasi Pasar Gading dari pasar tradisional menjadi pasar modern sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku ?

b. Untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan revitalisasi pasar gading ?

2. Tujuan Fungsional Penelitian ini memiliki tujuan agar hasilnya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berkepentingan, baik pembaca maupuan Pemerintah Kota Surakarta tertuama Dinas Pengelolaan Pasar dan Dinas perindustrian dan perdagangan dalam mengelola pasar tradisional di kota Surakarta.

3. Tujuan Individual 3. Tujuan Individual

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat memberikah pengetahuan bagi pembaca maupun pihak lain yang membutuhkan refrensi dari hasil penelitian ini.

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan pengelolaan pasar tradisional di Kota Surakarta.

3. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk membantu penelitian selanjutnya yang sejenis.

4. Sebagai sarana aplikasi teori-teori Ilmu Administrasi Negara terhadap permasalahan pelaksanaan kebijakan di Universitas Sebelas Maret.

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Kebijakan Publik

Dalam buku “Enam Dimensi Strategis Kebijakan Publik” karangan Yeremias T. Keban (2004,55), policy dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu proses, dan sebagai suatu kerangka kerja (lihat pendapat Graycar, yang dikutip Donovan dan Jackso, 1991: 14). Sebagai suatu konsep filosofis , kebijakan merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu produk, kebijakan, dipandang sebagai serangkain kumpulan atau rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya; dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar menawar dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Dalam buku “Public Policy” karangan Dr. Riant Nugroho (2008:52) Dalam pendefinisian kebijakan, Donovan dan Jackson (1991: 15) juga mengutip pendapat Tropman dengan membeberkan elemen-elemen kebijakan organisasi yang meliputi kebijakan sebagai ide , yang disajikan secara tertulis, yang diratifikasi oleh otoritas yang legitimate, sebagai tuntutan atau pegangan kegiatan, dan harus merupakan hasil dari suatu proses pengelolaan kebijakan.

71) dalam buku Dr. Riant Nugroho (2008:53) mendefinisikannya sebagai suatu program yang diroyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected program of goals, values and practices). Sedangkan Carl I. Friedrick (1963,79) mendefinisikannya sebagai serangkain tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditunjukkan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Menurut buku Kamus Administrasi Publik (Chandler dan Plano, 1988: 107) kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah.

Shafritz dan Russel (1997: 47) dalam buku Yeremias T. Keban (2004:57) memberikan definisi kebijakan publik yang paling mudah diingat dan

mungkin paling praktis yaitu “whatever a government decides to do or not to do ”. Pendapat lain dikemukakan oleh Dan Peterson (2003: 1030), kebijakan publik secara umum dilihat sebagai aksi pemerintah dalam menghadapi

masalah, dengan mengarahkan perhatian terhadap “siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.” Ia menguip definisi kebijakan publik yang dikemukakan James Anderson yaitu “a relatively stable, purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or mattern of concern.

(2008,55) yaitu kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khusunya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengatur masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.

2. Bentuk Kebijakan Publik

Undang-Undang No. 10/ 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan Pasal 7 mengatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

c) Peraturan Pemerintah

d) Peraturan Presiden

e) Peraturan Daerah Rentetan kebijakan publik sangat banyak, namun demikian secara

sederhana dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

a. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar, yaitu kelima peraturan yang disebut diatas.

b. Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, dan Peraturan

Bersama atau SKB antar-menteri, gubernur, dan bupati atau walikota.

c. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijaksanaan mengatur pelaksanaan atau implementasi kebijakan diatasnya. Bentuk kebijakannya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah menteri, gubernur, bupati dan walikota Menurut Yeremias T. Keban (2004: 57) bentuk kebijakan dapat dibedakan :

1) Bentuk “regulatory” yaitu mengatur perilaku orang

2) Bentuk “redistributive” yaitu mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau mengambil kekayaan dari yang kaya lalu memberikannya kepada yang miskin

3) Bentuk “distributive” yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses yang sama terhadap sumberdaya tertentu, dan,

4) Bentuk “constituent” yaitu yang ditunjukkan untuk

melindungi negara.

3. Implementasi Kebijakan

Menurut Ag. Subarsono (2005,87); dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan- badan tersebut melaksanakan pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Namun dalam praktik badan0badan Menurut Ag. Subarsono (2005,87); dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan- badan tersebut melaksanakan pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Namun dalam praktik badan0badan

Sedangkan menurut Petak dalam Jurnal The Probrem of formulating public policy ada beberapa hal yang membuat kebijakan dapati dilanjutkan atau tidak,

“If we start with the basic assumption that the cycle of policy- making can be split up into five or six phases – from putting a policy on the agenda, through formulating (policy design), legitimating and implementing a policy, to evaluating and deciding whether to continue or discontinue. its implementation – it seems it is possible to abstract at least three fundamental problems to which one should pay attention. The first problem concerns a possible lack of coordination in formulating particular policies, the second one a possible lack of monitoring, and the third one an unsystematic evaluation of policies (Petak, 2008a: 160-164). “

( Jika kita memulai dengan asumsi dasar bahwa lingkatan kebijakan- dapat kita bagi menjadi lima atau enam fase- dari meletakkan kebijakan dalam sebuah agenda, sampai formulasi (desain kebijakan), legitimasi dan implementasi kebijakan, kepada evaluasi dan memutuskan apakah dilanjutkan atau tidak dilanjutkan. Implementasi ini- ini terlihat dapat diabstrakkan menjadi tiga masalah fundamental yang salah satunya harus diberikan perhatian. Masalah pertama memusatkan pada kemungkinan terjadinya kesalahan kordinasi dalam formulasi kebijakan tertentu, yang kedua kemungkinan kesalahan dan pengawasan, dan yang ketiga tidak adanya sistematika evaluasi kebijakan Petak, 2008a:160-164)

Dari jurnal tersebut kita bisa menilai bahwa dalam implementasi ada tiga hal yang perlu kita perhatikan yaitu adanya kemungkinan kesalahan baik dalam koordinasi, pengawasan dan evaluasi. Sebuah kebijakan mempunyai peluang kesalahan baik di formulasi, implementasi dan evaluasi sehingga dalam Dari jurnal tersebut kita bisa menilai bahwa dalam implementasi ada tiga hal yang perlu kita perhatikan yaitu adanya kemungkinan kesalahan baik dalam koordinasi, pengawasan dan evaluasi. Sebuah kebijakan mempunyai peluang kesalahan baik di formulasi, implementasi dan evaluasi sehingga dalam

“ The policy-implementation distinction is not only based upon a questionable set of assumption about how policy is constructed but is also a central component of a combination of a practices which have led to progressive depoliticization of local public life (Stewart 1996)

( Perbedaan Implementasi dengan kebijakan tidak hanya berdasarkan pada kumpulan pertanyaan mengenai asumsi bagaimana kebijakan tersebut dibuat tetapi itu termasuk juga bagian pusat dari kombinasi praktek untuk memimpin depolitisasi progresif kehidupan masyarakat lokal Stewart 1996)

Implementasi kebijakan juga merupakan sebuah gerakan untuk membuat depolitisasi progresif kehidupan masyakat lokal. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor. Misalnya, kebijakan komite sekolah untuk mengubah metode pengajaran guru di kelas. Sebaliknay, untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan pemerintah desa. Mengenai keterlibatan berbagai aktor dalam implementasi, Randall B.

diffuse and competing goals and expectations who work within a contexts of an increasingly large and complex mix of government programs that require participation from numerous layers and units of governtment and who are affected by powerful factors beyond their control (Ripley dan franklin, 1986 : 11)

(Proses implementasi meliputi banyak aktor yang memegang peranan dan bersaing mencapai tujuan dan berekspektasi yang bekerja tanpa konteks untukk menaikkan besarnya dan kekompleksitasan perpaduan program pemerintah yang memerlukan partisipasi dari banyak lapisan dan unit pemerintah dan siapa yang dipengaruhi oleh faktor kekuasaan selain dari kontrol mereka Ripley da Franklin, 1986 : 11)

Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Implementasi Kebijakan

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variablel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain . Untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi, maka dalam ini akan dielaborasi beberapa teori implementasi, seperti dari George C. Edwads III ( 1980), Merilee S. Grindle (1980), dan Daniel. A. Mazmanian dan Paul A. Sebatier Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variablel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain . Untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi, maka dalam ini akan dielaborasi beberapa teori implementasi, seperti dari George C. Edwads III ( 1980), Merilee S. Grindle (1980), dan Daniel. A. Mazmanian dan Paul A. Sebatier

a. Teori George C. Edwards III (1980)

Dalam pandangan Edwars III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.

(1) Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasarana suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

(2) Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangang sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangang sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi

(3) Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

(4) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Model Implementasi Kebijakan Menurut George C. Edward III

Sumber : Edward III, 1980 : 48

b. Teori Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation) seperti terlihat pada gambar 6.2. Variabel isi kebijakan ini mencakup : (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group (3) sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras pada kelompok masyarakat miskin; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan

IMPLEMENTASI

SUMBER DAYA

DISPOSISI

KOMUNIKASI

STRUKTUR BIROKRASI

memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup : (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran

Model Implementasi Kebijakan

Menurut Merile S Grindle

Sumber : Grindle, Merilee S, 1980 : 11

Isi Kebijakan : a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan

b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan c. Derajat perubahan yang diinginkan d. Kedudukan pembuat kebijakan e. (Siapa) pelaksana program

f. Sumberdaya yang dikerahkan Konteks Implementasi :

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang

terlibat b. Karakteristik lembaga dan penguasa c. Kepatuhan dan daya tanggap

Hasil Kebijakan 1.Impak pada

masyarakat, kelompok dan individu

2.Perubahan dan penerimaan masyarakat.

Tujuan Kebijakan

Tujuan yang ingin dicapai

Program aksi dan proyek individu yang didesain dan

dibiayai

Apakah program berjalan sesuai

rencana ?

Keberhasilan Implementasi Kebijakan

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems);

1.1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Sifat masalah itu sendiri akan memengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.

1.2. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif apabila kelompok sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih suli, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.

1.3 Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif lebih sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

1.4 Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat

(2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statue to structure implementation );

2.1 Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah 2.1 Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah

2.2 Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebij mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.

2.3 Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan pekerjaan- pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya.

2.4 Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan progaram sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horisontal antarinstasi yang terlibat dalam implementasi program.

2.5 Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

2.6 Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di Negara-Negara Dunia ketiga, khususnya di Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program.

2.7 Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat relatif mendapat dukungan daripada program yang 2.7 Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat relatif mendapat dukungan daripada program yang

(3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

3.1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.

3.2. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik.

3.3. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain : (1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah keputusan; (2) kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk memengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.

akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

Gambar 1.3 Model Implementsi Kebijakan

Menurut Mazmanian dan Sabatier

Sumber : Mazmanian, Daniel A dan Sabatier, Paul A, 1983:22

Mudah tidaknya Masalah Dikendalikan 1. Dukungan teori dan teknologi 2. Keragaman perilaku kelompok

sasaran

3. Tingkat perubahan perilaku yang dikendalikan

Kemampuan Kebijakan untuk menstrukturkan

proses implementasi 1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 2. Dipergunakannya teori kausal 3. Ketepatan alokasi sumberdaya 4. Keterpaduan

lembaga pelaksana 5. Aturan pelaksanaan dari lembaga pelaksana 6. Perekrutan pejabat pelaksna 7. Keterbukaan kepada pihak luar

Variabel di Luar Kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi 1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi 2. Dukungan publik 3. Sikap dan risoris dari konstituen 4. Dukungan pejabat yang lebih tinggi

5. Komitmen

dan kualitas

kepemimpinan dari pejabat pelaksana .

Output kebijakan dari lembaga pelaksana

Kepatuhan target terhadap output kebj.

Hasil nyata output kebijakan

Diterimanya hasil tersebut

Revisi Undang- Undang

Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni (1) standar dan sasaran kebijakan. Standar dana sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. (2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik seuberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources). (3) Hubungan antar organisasi. Dalam implementasi kebijakan, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. (4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yan terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program. (5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan impelementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkunga; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. (6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni (1) standar dan sasaran kebijakan. Standar dana sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. (2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik seuberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources). (3) Hubungan antar organisasi. Dalam implementasi kebijakan, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. (4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yan terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program. (5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan impelementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkunga; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. (6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan

Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan Van Meter

Sumber : Van Meter dan Horn, 1975 :463

d. Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli

Gambar berikut ini menggambarkan kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk analisis impelementasi program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Ada emapat kelompok variabel yang dapat memengaruhi kinerjadan dampat suatu program, yakni : (1) kondisi lingkungan; (2) hubungan antar organisasi; (3) sumberdaya organisasi untuk implementasi program; (4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.

e. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)

KINERJA KEBIJAKAN PUBLIK

KEBIJAKAN PUBLIK

Standar dan

Tujuan

Standar dan

Tujuan

Aktivitas Implementasi dan

Komunikasi Antarorganisasi

Karakteristik dari

Agen Pelaksana

Kondisi Ekonomi,

Sosial dan Politik

Kecenderunga/

Disosisi dari

Pelaksana

variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni :

(1) logika kebijakan Logika dari suatu kebijakan ini dimaksudkanagar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoritis. Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti halnya hubungan logis dari suatu hipotesis. (2) lingkungan tempat kebijakan;

Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis. Suatu kebijakan dapat berhasil diimplementasikan disuatu daerah tertentu, tapi ternyata gagal diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi lingkungan yang berbeda. (3) kemampuan implementor kebijakan.

Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan

B. Pengertian Revitalisasi

Kara revitalisasi menurut Depdiknas dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008) berarti “suatu perbuatan untuk menghidupkan kembali atau

menggiatkan kembali sesuatu”. Sedangkan menurut Umi Khulsum dan Windy