Studi Kerajinan Batik Tulis “Puri” Desa Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan Periode 2004 – 2008

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mempunyai seni tinggi. Seni bagi bangsa Indonesia bukan saja bermakna keindahan tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan. Berbagai bentuk seni telah ada sejak jaman prasejarah, namun hingga saat ini keberadaannya masih ada yang dilestarikan dan ada juga yang telah musnah atau dilupakan oleh masyarakat karena telah tertinggal oleh kemajuan teknologi yang semakin modern. Meskipun demikian, masih ada karya seni yang dilestarikan di negara Indonesia, bahkan menjadi satu hal yang klasik.

Suwaji Bastomi (1992: 10) berpendapat bahwa: Seni menurut bahasa Sansekerta yaitu “sani” yang berarti persembahan,

pelayanan, dan pemberian. Seni dapat diartikan pula sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa orang, dilahirkan dengan alat-alat komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra dengar, indra pandang atau dilahirkan dengan perantara. Seni merupakan hasil aktivitas kreatif seseorang, maka seni mempunyai sifat gerak.

Salah satu karya bangsa Indonesia yang dikagumi adalah seni batik, karena mempunyai nilai seni yang cukup tinggi dan merupakan suatu produk yang semakin diminati bahkan dikembangkan oleh negara lain. Bagi masyarakat Indonesia, batik selain sebagai benda fungsional dalam kehidupan sehari-hari juga sebagai benda yang memiliki nilai seni yaitu sebagai hiasan. Jadi, kerajinan batik selain memiliki fungsi guna juga memiliki fungsi seni.

Batik pada jaman dahulu merupakan benda yang hanya dimiliki oleh kaum bangsawan saja. Namun, karena perkembangan jaman batik menjadi suatu benda kerajinan yang dapat dimiliki dan dipakai oleh masyarakat luas karena kerajinan batik telah keluar menjadi kebudayaan masyarakat umum yang disebabkan oleh adanya pergeseran budaya masyarakat. Hal ini, diperkuat dengan motif-motif batik yang ada pada jaman dahulu yang dalam pembuatannya tidak hanya mengutamakan segi keindahan tetapi juga memiliki makna dan arti dari batik yang dihasilkannya. Motif-motif yang ada pada jaman dahulu mempunyai Batik pada jaman dahulu merupakan benda yang hanya dimiliki oleh kaum bangsawan saja. Namun, karena perkembangan jaman batik menjadi suatu benda kerajinan yang dapat dimiliki dan dipakai oleh masyarakat luas karena kerajinan batik telah keluar menjadi kebudayaan masyarakat umum yang disebabkan oleh adanya pergeseran budaya masyarakat. Hal ini, diperkuat dengan motif-motif batik yang ada pada jaman dahulu yang dalam pembuatannya tidak hanya mengutamakan segi keindahan tetapi juga memiliki makna dan arti dari batik yang dihasilkannya. Motif-motif yang ada pada jaman dahulu mempunyai

Pengaruh dan pergeseran kebudayaan mempengaruhi kerajinan batik pada umumnya di Indonesia. Sekarang ini, mulai terlihat jelas dimana batik yang berada di masyarakat pada umumnya tidak hanya pada pengembangan seni, akan tetapi lebih berorientasi pada usaha untuk mencari keuntungan dari segi finansial atau usaha untuk mencari nafkah.

Perkembangan batik dapat dilihat jelas dalam hal warna, motif, fungsi dan teknik pembuatannya. Pada kenyataan sekarang ini, motif batik tradisional bersaing ketat dengan batik motif-motif bebas yang lebih menarik minat para konsumen. Budaya batik tradisional yang sekarang bersaing ketat dengan jenis kerajinan-kerajinan lain dan agar kerajinan batik tidak tertinggal jauh oleh pergeseran budaya, maka perlu sekali adanya usaha untuk melestarikan dan meningkatkan kualitas baik dari segi motif, bahan, alat, dan proses pembuatan.

Kerajinan batik mempunyai gaya, corak, motif dan pewarnaan yang khas tradisional yang kuat antara lain bermotif: Cirebon, Yogyakarta, Solo, Kartasura, Pekalongan, dan Madura. Motif-motif tersebut merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dan perlu dipertahankan demi kelestariannya.

Perajin batik yang ada dan berkembang di Indonesia terdapat di berbagai daerah sampai ke pelosok pedesaan dan salah satu diantaranya berada di Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur.

Pacitan terdapat dua wilayah kecamatan sebagai potensi perajinnya yaitu Kecamatan Pacitan dan Kecamatan Ngadirojo. Kecamatan Ngadirojo merupakan daerah yang paling banyak perajin batik, salah satunya yaitu kerajinan batik tulis “Puri” dengan pemiliknya bernama ibu Puri yang beralamatkan di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.

Industri kecil batik tulis “Puri” merupakan industri rumah tangga yang diolah dan dikerjakan secara tradisional oleh para perajin yang sudah turun temurun sejak nenek moyangnya, sehingga sudah membudaya baik corak, pewarnaan dan ciri khas tersendiri. Batik tulis “Puri” banyak dipengaruhi oleh budaya Yogyakarta dan Solo karena menurut sejarah pada zaman dahulu masyarakat di wilayah Yogyakarta dan Solo banyak yang pindah ke arah timur termasuk Pacitan.

Batik tulis “Puri” tidak hanya memproduksi motif tradisional tetapi lebih banyak memproduksi motif-motif baru sesuai permintaan konsumen karena untuk mengikuti perkembangan jaman dan selera konsumen.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tergerak untuk meneliti tentang kerajinan batik tulis “Puri” di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan karena batik tulis “Puri” merupakan batik terbesar di Pacitan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri” ?

2. Bagaimana proses pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri”?

3. Bagaimana motif yang ada di kerajinan batik tulis ”Puri”?

4. Apa faktor pendukung dan penghambat kerajinan batik tulis ”Puri”?

5. Apa saja jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis ”Puri”?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui latar belakang pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri”.

2. Mengetahui proses pembuatan batik tulis ”Puri”.

3. Mengetahui motif yang ada di pusat kerajinan batik tulis ”Puri”.

4. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat kerajinan batik tulis ”Puri”.

5. Jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis ”Puri”.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang seni kerajinan kepada masyarakat luas khususnya tentang batik.

2. Manfaat praktis, sebagai sumbangan data dan informasi bagi dunia pendidikan yang dapat dipakai dalam penelitian lebih lanjut, dan diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan seni kerajinan terutama kerajinan batik.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kajian Tentang Batik

a. Pengertian Batik

Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan seni batik yang memilki banyak ragam jenisnya. Batik merupakan salah satu jenis sandang khas Indonesia yang sudah sejak lama dibuat oleh nenek moyang kita. Batik pada jaman dahulu hanya untuk busana kaum wanita, tetapi sekarang batik penggunaannya sudah mulai berubah antara lain sebagai seragam sekolah, seragam perusahaan, dan seragam kantor.

Hamzuri (1989: 6) “Batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting”. Batik termasuk sebuah karya seni dwimatra, karena batik terbuat dari material dua dimensi dan batik juga termasuk jenis lukis. Ada sebagian orang berpendapat bahwa batik termasuk jenis lukis, hanya saja proses pembuatan batik berbeda dengan proses pembuatan lukis pada umumnya. Hamzuri (1989: 6) “Orang melukis atau menggambar atau menulis pada kain mori memakai canting disebut membatik dalam bahasa Jawa dikatakan mbatik”.

Batik tidak saja untuk menghasilkan lukisan atau kain mori yang bergambar, tetapi bisa digunakan sebagai teknik dalam pembuatan suatu karya seni kerajinan yang muncul dari kekreatifan manusia. Endik S (dalam bukunya Seni Membatik, 1986: 10) “Batik adalah seni dan cara untuk menghias kain Batik tidak saja untuk menghasilkan lukisan atau kain mori yang bergambar, tetapi bisa digunakan sebagai teknik dalam pembuatan suatu karya seni kerajinan yang muncul dari kekreatifan manusia. Endik S (dalam bukunya Seni Membatik, 1986: 10) “Batik adalah seni dan cara untuk menghias kain

Amri Yahya (1971: 2) berpendapat bahwa: Batik ialah karya yang dipaparkan dengan melukis atau ditulis, dikuaskan

atau ditumpahkan atau dengan canting atau cap pada kain dengan menggunakan lilin (malam) untuk penutup pada bagian yang tetap seperti warna asli kain dasar atau jika dikehendaki warna yang lebih dari satu macam. Teknik tersebut di atas dilakukan berulang kali.

Poerwadarminta (1984: 84) “Batik adalah corak atau gambar (pada kain) yang pembuatannya secara khusus dengan menerapkan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu”.

Dari berbagai uraian tentang batik di atas maka dapat diambil kesimpulan tentang batik yaitu karya batik merupakan hasil kreatifitas manusia yang berupa lukisan yang alat dan pembuatannya memiliki alat khusus jika dibanding dengan melukis pada umumnya yaitu menggunakan canting dan lilin (malam) yang dilukiskan di kain mori dengan menerapkan pola atau motif.

2. Kajian Motif Batik

b. Pengertian Motif Batik

1) Pengertian Motif Batik

Motif batik adalah pola yang mewujudkan batik secara keseluruhan dan berfungsi sebagai penghias bidang kain sehingga memberi keindahan visual dari karya batik serta dapat menjadi ciri khas batik itu sendiri.

Riyanto (dalam katalog Batik Indonesia, 1997: 15) “Nama sehelai batik pada umumnya diambil dari motifnya. Motif merupakan kebutuhan dari subjek gambar yang menghiasi kain batik tersebut”.

Motif batik dibuat untuk mendapatkan keindahan visual dari karya batik itu sendiri. Batik tanpa motif tidak akan ada apa-apanya karena suatu motif atau corak merupakan satu bagian dari batik yang tidak dapat dipisahkan, karena motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan gambar batik secara keseluruhan.

Edi Kurniadi (dalam bukunya Seni Kerajinan Batik, 1996: 66) “Motif batik adalah kerangka atau gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan, motif batik disebut pula corak batik atau pola batik”.

Poerwadarminta (1984: 593) “Kata motif berarti pola, corak, alasan (sebab) seorang melakukan sesuatu”.

c. Motif Batik Tradisional

Sewan Susanto (1980: 212) “Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik juga disebut pola batik”. Motif-motif yang biasa dipakai dalam pembatikan dapat dikelompokkan menurut susunan bentuk visual dari motif batik yang ada. Penggolongan motif batik dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Kelompok Motif dengan Unsur Ornamen Geometris

Motif atau ornamen geometris sangat banyak coraknya, diantaranya adalah:

a) Motif Banji

Motif Banji sangat sulit dijumpai dalam proses pembatikan, motif Banji pada dasarnya adalah ornamen Swastika yang disusun dan digabungkan. Contoh motif Banji antara lain Banji Guling, Banji Bengkok, Banji Kacip, dan Banji Banyumas.

Gambar 1. Motif Banji Banyumas (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 19) Gambar 1. Motif Banji Banyumas (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 19)

Motif Ganggong merupakan motif yang sangat sedikit jumlahnya dan sudah agak sulit untuk ditemui. Contoh motif Ganggong antara lain Ganggong Branto, Ganggong Sari, dan Ganggong Ranti.

Gambar 2. Motif Ganggong Branto (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 20)

c) Motif Anyaman dan Motif Nitik

Motif-motif nitik adalah semacam ceplok yang tersusun oleh garis-garis putus. Contoh motif Nitik antara lain Rengganis, Nitik Krawitan, Nitik dan Jonggrong.

Gambar 3. Motif Nitik Rengganis

(Sumber: Hamzuri, 1989: 48)

d) Motif Kawung

Motif-motif Kawung adalah motif-motif yang tersusun dari bentuk bundar-lonjong, yang disusun secara memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri atau ke kanan berselang-seling.

Contoh motif Kawung antara lain Kawung Picis, Kawung Bribil, dan Kawung Sen.

Gambar 4. Motif Kawung (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 28)

e) Motif Lereng dan Parang

Motif-motif yang tergolong Parang dan Lereng adalah motif-motif yang tersusun menurut garis miring atau kadang-kadang kita sebut garis diagonal. Contoh motif Lereng dan motif Parang antara lain udan liris, lereng ukel, sekar liris, parang rusak, parang teja, dan parang gondosuli .

Gambar 5. Motif Gondosuli (Sumber: Hamzuri, 1989: 37)

2) Kelompok Motif dengan Unsur Ornamen Non Geometris

Motif non geometris yaitu motif yang tersusun dari ornamen-ornamen tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda, ular, dan naga yang dalam susunannya tidak teratur menurut bidang geometris. Meskipun demikian dalam bidang luas akan terjadi berulang kembali susunan motif tersebut.

Macam-macam motif non geometris adalah:

a) Motif Semen

Motif Semen adalah motif yang ornamennya terdiri dari tumbuhan, meru, burung atau lar-laran, dan binatang, yang tersusun secara harmoni tetapi tidak menurut bidang-bidang geometris.

Contoh antara lain Semen Rama, Semen Candra, dan Semen Garuda.

Gambar 6. Motif Semen Rama (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 234) Gambar 6. Motif Semen Rama (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 234)

Motif buketan adalah di mana pada penempatan bidang untuk ornamen atau gambarnya tidak sama, maksudnya adalah di satu sisi bidang penuh dengan gambar-gambar, sedang pada satu bidang sisi lainnya hampar atau kosong.

Gambar 7. Motif Terang Bulan (Sumber: Hamzuri, 1989: 96)

c) Motif Dinamis

Motif dinamis adalah motif-motif yang masih bisa dibeda-bedakan menjadi unsur-unsur motif, tetapi ornamen didalamnya tidak lagi berupa ornamen-ornamen tradisional, melainkan berupa ornamen-ornamen yang abstrak.

Contoh motif Dewa Ruci, Motif Gelombang Laut, dan motif Holobis.

Gambar 8. Motif Dewa Ruci (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 250)

d) Motif Pinggiran

Motif pinggiran adalah motif-motif yang khusus dipakai hiasan pinggir kain atau motif untuk batik antara bidang yang berpola dan bidang kosong yang tidak berpola.

Contoh antara lain: Kemada Salangan, Kemada Gandulan, Cemukiran atau Modang.

Gambar 9. Motif Kemada Salangan (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 254)

3. Ornamen Motif Batik Tradisional

Ornamen batik dibedakan menjadi dua yaitu ornamen utama dan ornamen pengisi bidang atau ornamen tambahan. Sebuah uraian menyatakan bahwa “Ornamen utama adalah suatu ragam hias yang menentukan dari pada motif tersebut, dan pada umumnya. Ornamen-ornamen utama itu masing-masing Ornamen batik dibedakan menjadi dua yaitu ornamen utama dan ornamen pengisi bidang atau ornamen tambahan. Sebuah uraian menyatakan bahwa “Ornamen utama adalah suatu ragam hias yang menentukan dari pada motif tersebut, dan pada umumnya. Ornamen-ornamen utama itu masing-masing

Namun demikian, ornamen tambahan tersebut tidak berarti kurang penting. Ornamen tambahan tersebut akan menentukan keindahan dari ornamen itu sendiri. Sehingga di dalam membuat ornamen pengisi bidang harus diperhatikan. Sedangkan ornamen tambahan disini tidak mempunyai arti di dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang. Isen motifnya sendiri berupa titik, garis-garis, gabungan titik dan garis yang berfungsi sebagai pengisi ornamen-ornamen dari motif atau mengisi bidang diantaranya ornamen-ornamen tersebut. Contoh ornamen dilihat dari paham Jawa yaitu ornamen utama antara lain : Meru, Api, Ular, Burung, Garuda, Burung, Pohon, Ular. Ornamen tambahan antara lain: cecek-cecek, cecek pitu, sisik melik, cecek sawut, sisik, dan gringsing,

a. Meru

Meru melambangkan gunung atau tanah yang disebut juga bumi.

Gambar 10. Ornamen Meru (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 260)

b. Api

Api melambangkan lidah api, nyala api, yang disebut dengan agni atau geni .

Gambar 11. Ornamen Lidah Api (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 271)

c. Ular

Ular atau naga melambangkan air atau banyu disebut juga tirta.

Gambar 12. Ornamen Ular (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 273)

d. Burung

Burung melambangkan angin atau maruta.

Gambar 13. Ornamen Burung (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 268)

e. Garuda

Garuda atau lar garuda melambangkan mahkota atau penguasa tertinggi, yaitu penguasa jagad dan isinya.

Gambar 14. Ornamen Garuda (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 266)

Ornamen-ornamen menurut paham dari kebudayaan Hindu-Indonesia dapat diartikan sebagai berikut: Ornamen-ornamen menurut paham dari kebudayaan Hindu-Indonesia dapat diartikan sebagai berikut:

Burung melambangkan dunia atas.

Gambar 15. Ornamen Burung (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 268)

g. Pohon

Pohon melambangkan dunia tengah.

Gambar 16. Ornamen Pohon (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 261)

h. Ular

Ular melambangkan dunia bawah.

Gambar 17. Ornamen Ular (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 273)

Makna-makna yang terkandung dalam ornamen tersebut hampir sudah tidak dipahami lagi oleh para perajin maupun para pengusaha batik, hanya sebagian kecil yang memahami.

4. Kajian Bahan dan Alat Batik

a. Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Batik

1) Kain

Kain yang digunakan dalam batik ialah kain yang seratnya memanjang dan melintang. Soedjono (dalam bukunya Batik Lukis, 1989: 12) “Kain yang digunakan dalam pembuatan batik pada umumnya terbuat dari benang-benang atau serat-serat alam asli. Serat-serat benang sintetis atau tiruan seperti nylon, venil, dan sebagainya, tidak dapat menyerap warna”.

2) Lilin Batik (Malam)

Prinsip dasar dari membatik adalah menutup kain yang tidak ingin diwarana dengan menggunakan lilin (malam). Lilin ialah cairan dari berbagai bahan yang dicairkan menjadi satu kemudian dibekukan. Titik cair lilin batik kira-

kira 40 o C. Abdul Hadi (2002: 41) berpendapat bahwa “Lilin batik (disebut: malam

bati) terdiri dai berjenis-jenis bahan, yang setelah dicampur satu sama lain, bati) terdiri dai berjenis-jenis bahan, yang setelah dicampur satu sama lain,

a) Malam Tawon

Malam tawon sering disebut dengan kote. Sifat malam tawon sangat mendukung dalam penghambat warna dalam pembatikan yaitu mudah lekat pada kain, tahan lama, dan tidak mudah retak. Titik leleh malam tawon adalah 59ºC.

b) Gondorukem

Pemberian pada gondorukem pada lilin adalah agar lilin batik menjadi lebih keras dan tidak mudah membeku sehingga lilin batik menjadi lebih baik karena sifat gondorukem mudah mencair maka gondorukem lebih mudah masuk

kedalam serat-serat kain. Titik leleh gondorukem adalah 70 – 80ºC.

c) Damar Mata Kucing

Damar mata kucing dipakai dalam dunia membatik sebagai campuran lilin batik (malam) dengan perbandingan tertentu dan disesuaikan dengan penggunaan lilin batik.

d) Parafin

Parafin sering disebut dengan lilin pecah, berwarna putih atau kuning muda, dipakai dalam campuran lilin batik agar lilin batik mempunyai daya tembus basah dan mudah dilorod.

e) Microwax

Microwak adalah jenis parafin yang lebih halus, berwarna kuning muda, lemas, sehingga lilin batik menjadi lemas namun ulet

f) Kendal (Gajih) Kendal merupakan lemak dari binatang, berwarna putih seperti mentega, biasanya diambil dari binatang lembu atau kerbau. Kendal dipakai dalam campuran lilin batik berfungsi sebagai pembuat lilin batik agar lebih lemas.

b. Alat yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Batik

1) Canting

Canting adalah alat utama dalam kegiatan membatik yang berfungsi untuk menuliskan malam dalam kain batik. Canting merupakan salah satu penentu dari hasil batik, apakah batik tersebut nantinya baik atau buruk. Canting terdiri dari 3 bagian yaitu:

a) Gagang

Gagang berfungsi untuk pegangan saat canting digoreskan di atas kain.

b) Nyamplung

Nyamplung berfungsi sebagai alat penampung malam cair waktu malam cair tersebut digoreskan di atas kain

c) Cucuk.

Cucuk berfungsi untuk keluarnya malam cair pada saat akan digoreskan.

Nyamplung Gagang

Cucuk

Gambar 18. Canting (Sumber: Hamzuri, 1989: 6)

2) Kuas

Dalam motif batik ada yang membutuhkan malam dalam bentuk bidang yang luas dan ada pula yang hanya berbentuk garis atau titik-titik saja. Untuk melukiskan malam dalam bidang garis atau titik-titik biasanya hanya menggunakan sebuah canting. Sedangkan untuk mengeblok bidang lukis yang luas biasanya menggunakan kuas. Kuas banyak dijual di berbagai pasaran dan berbagai macam bentuk ukuran dan kualitas.

3) Gawangan

Gawangan berfungsi untuk membentangkan kain. Gawangan harus memiliki sifat yang ringan namun kuat karena selain sebagai tempat untuk menyangga kain lebar yang dibentangkan juga harus mudah untuk dipindah. Batik Gawangan berfungsi untuk membentangkan kain. Gawangan harus memiliki sifat yang ringan namun kuat karena selain sebagai tempat untuk menyangga kain lebar yang dibentangkan juga harus mudah untuk dipindah. Batik

Gambar 19. Gawangan (Sumber: Hamzuri, 1989: 3)

4) Wajan

Wajan berfungsi sebagai tempat untuk mencairkan malam/lilin batik. Pada jaman dahulu wajan terbuat dari tanah liat, namun dengan perkembangan jaman dan kebudayaan manusia maka wajan sekarang terbuat dari bahan logam atau baja.

5) Kompor

Alat yang digunakan untuk memanaskan lilin batik pada jaman dahulu adalah anglo. Pada jaman dahulu pembatik menggunakan anglo selain senang dengan keadaan yang tradisional juga melatih kesabaran para pembatik untuk menjaga besar nyala bara api dalam anglo tersebut.

Namun, dengan keadaan jaman yang membutuhkan segala sesuatu yang serba cepat, maka pembatik memilih suatu alat yang lebih modern dan praktis yang disebut dengan kompor. Dengan menggunakan kompor pembatik lebih mudah untuk mengatur kebutuhan besar api karena tinggal menaikan atau menurunkan sumbu kompor melalui alat yang telah disiapkan.

6) Bak Celup

Bak celup berfungsi sebagai tempat untuk memberi warna pada kain batik setelah kain batik selesai di malam. Bak celup yang dibutuhkan adalah menyesuaikan dengan kebutuhan besar kecilnya kain dan banyaknya warna yang diinginkan. Bak celup yang digunakan umumnya terbuat dari plastik.

7) Panci

Panci merupakan alat untuk menghilangkan lilin/malam yang terbuat dari logam alumunium, dengan cara kain direbus dengan air dan diberi soda abu secukupnya, sehingga ketel atau panci harus kuat dan tebal dan sesuai dengan kebutuhan jumlah kain yang dilorod.

8) Sarung Tangan

Sarung tangan yang dipakai terbuat dari karet yang tidak tembus dengan air. Sarung tangan digunakan pada waktu pemberian warna pada kain batik. Dalam pemberian warna sebaiknya kita menggunakan sarung tangan yang lebih besar, hal ini memudahkan kita untuk memakai dan memudahkan untuk melepaskannya. Selain itu, sarung tangan karet juga berfungsi untuk melindungi tangan dari bahan pewarna.

5. Kajian Pembuatan Batik (Membatik)

Batik para umumnya dibuat melalui empat tahap yaitu:

a. Tahap Pertama

1) Memotong Kain (Mori)

Memotong kain/mori disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan. Ujung-ujungnya diplipit dan dijahit agar benang-benang kain bagian tepi tidak lepas.

2) Mencuci Mori

Mencuci mori tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji dan kotoran kain mori dari pabrik. Kain dari pabrik pada umumnya masih mengandung kanji dan kotoran yang dapat mengurangi kualitas hasil kain batik. Cara mencuci kain ialah dengan direndam dengan air semalam dan pada pagi harinya dibilas dengan air sampai bersih

3) Menganji Mori

Menganji mori ialah memberikan kanji tipis, tetapi jangan sampai menutup bahan pewarna. Cara ini dilakukan agar lilin batik tidak terlalu meresap Menganji mori ialah memberikan kanji tipis, tetapi jangan sampai menutup bahan pewarna. Cara ini dilakukan agar lilin batik tidak terlalu meresap

4) Mengemplong

Mengemplong ialah meratakan permukaan mori yang telah diberi kanji tipis dengan jalan memukul berkali-kali permukaan kain. Proses ini memiliki tujuan untuk memudahkan memudahkan kain dalam menyerap warna.

b. Tahap Kedua

Ngengrengan yaitu membuat pola atau motif dengan kertas minyak, sepanjang kain batik yang akan dibatik, lalu kita tempelkan di bawah kain mori dan diletakkan di atas gawangan.

Membuat gambar sesuai pola dengan menggunakan canting bercarat sedang. Setelah itu kita ambil kertas minyaknya dan kita isi bagian-bagian motifnya dengan motif-motifnya dengan menggunakan canting bercucuk kecil, agar kelihatan rapi dan halus. Jika lilin tidak panas, bagian dalam kain mori tidak tembus, sehingga harus dibatik lagi sesuai dengan motif sebelumnya. Proses ini dalam bahasa Jawanya disebut “diterusi”.

Tidak semua bagian tengah motif harus dibatik namun ada yang harus ditinggalkan atau dikosongkan. Bagian motif yang dikosongkan, ditutup lilin dengan menggunakan canting bermata besar. Penutupan ini akan memberikan warna putih setelah melalui proses penyogaan. Kegiatan ini dalam bahasa Jawanya disebut dengan “menembok”.

c. Tahap Ketiga

Tahap ketiga dalam proses membatik adalah menyoga. Tujuan dari menyoga adalah:

1) Melarutkan/menghilangkan lilin yang melekat dan bisa meninggalkan

bekas.

2) Menimbulkan warna putih batik dan latar hitam

Langkah-langkah dari menyoga adalah menyediakan bahan obat (napthol dan garam) dan tiga buah alat untuk tempat larutan, misalnya ember atau panci Langkah-langkah dari menyoga adalah menyediakan bahan obat (napthol dan garam) dan tiga buah alat untuk tempat larutan, misalnya ember atau panci

Kemudian ngengrengan yang sudah jadi, dilipat seperti wiron dengan ukuran lebar kurang lebih 20 cm, lalu dicelup ke dalam larutan napthol hingga rata. Kemudian kita pindahkan kelarutan garam.

Selanjutnya diletakkan di tempat yang lebih tinggi agar air yang meresap tersebut menetes (atus dan kering). Setelah itu, ulangi proses pencelupan ngengrengan ke dalam napthol dan garam. Tujuannya agar bahan obat warna meresap ke dalam kain. Pekerjaan dapat dilakukan dua kali atau lebih demi kualitas warna yang baik.

Selanjutnya menyiapkan ember yang ketiga, berisi air mendidih untuk ngengrengan (tujuannya untuk melarutkan malam yang masih melekat ke dalam air panas) tunggu sampai dingin, barulah dicuci dengan air biasa untuk menghilangkan kotoran, kemudian ngengrengan dijemur sampai kering. Sebagai catatan, ngengrengan yang telah melalui proses penyogaan disebut “kelengan” atau hitaman. Setelah kelengan kering dibatik lagi (bagian yang berwarna putih diberi motif lagi). Sedangkan kelengan yang berwarna hitam, kita tutup lagi dengan lilin.

d. Tahap Keempat

Tahap keempat dalam proses membatik adalah membakar kelengan yaitu:

1) Mengubah kelengan menjadi kain batik.

2) Membentuk warna coklat dari bagian putih kelengan yang sudah dibatik.

3) Mengkilapkan warna hitam kelengan.

Proses tersebut sama dengan menyoga, tetapi menggunakan obat yang berbeda. Dengan catatan kelengan yang sudah dibakar, menjadi kain batik yang siap dipakai. Sebelumnya dipres lebih dahulu agar kelihatan halus dan mengkilap. Dengan demikian, selesailah proses pembuatan kain batik melalui 4 tahapan. Agar kain batik tersebut tidak kaku, harus kita celup ke dalam kanji dan dijemur di tempat yang teduh.

6. Kerajinan Batik di Indonesia

Kerajinan batik yang tersebar di Indonesia meliputi:

a. Daerah Surakarta dan Yogyakarta

Perkembangan batik di Surakarta dan Yogyakarta pada abad XXVII, XXVIII, dan XXIX berkembang luas. Awalnya batik sekedar hobi dari keluarga raja di dalam berhias melalui busana. Namun, perkembangan selanjutnya dikembangkan oleh masyarakat sehingga batik menjadi komoditi perdagangan.

Batik Surakarta terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya. Bahan- bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak menggunakan bahan-bahan seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak jaman dahulu. Polanya antara lain Sidomukti dan Sidoluruh.

Batik di Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-1 dengan Rajanya Penembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah di Desa Plered, Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga keraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu raja.

b. Daerah Banyumas dan Pekalongan

Batik di Banyumas berpusat di Sokaraja, kerajinan batik Banyumas dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro setelah selesainya peperangan tahun 1830 mereka kebanyakan menetap di daerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal ialah Najendra dan beliau yang mengembangkan batik celup di Sokaraja. Daerah pembatikan di Banyumas sudah terkenal sejak dahulu dengan motif dan warnanya dan sekarang dinamakan batik Banyumas.

Batik Pekalongan dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini, kemudian mengembangkan usaha batik di sekitar daerah pantai. Selain itu, batik juga tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX.

c. Daerah Pacitan

Pada jaman dahulu ketika batik belum keluar dari keraton, batik tidak boleh digunakan oleh masyarakat umum. Tetapi pada waktu itu ada istilah motif Pada jaman dahulu ketika batik belum keluar dari keraton, batik tidak boleh digunakan oleh masyarakat umum. Tetapi pada waktu itu ada istilah motif

Setelah batik keluar dari kraton maka kerajinan batik terbagi menjadi dua yaitu batik Saudagar dan batik Petani/Pedesaan. Batik Saudagar adalah batik yang dihasilkan oleh kalangan saudagar atau pedagang. Batik ini lebih halus penggarapannya, namun batik ini tidak lepas dari motif-motif kraton, hanya saja batik saudagar telah mengalami pengembangan-pengembangan di dalam motifnya.

Batik Petani/pedesaan adalah batik yang dihasilkn oleh masyarakat pedesaan/petani. Batik ini penggarapannya lebih kasar jika dibandingkan dengan batik Saudagar dan batik Larangan. Namun, batik pedesaan juga tidak lepas dari motif-motif batik keraton, hanya saja batik pedesaan penggarapannya lebih kasar.

Pacitan merupakan daerah penghasil batik yang cukup besar. Batik di daerah Pacitan termasuk golongan batik petani/pedesaan. Hal ini, dapat dilihat dari ragam hias yang digunakan yaitu ragam hias tumbuh-tumbuhan/flora, dan penggabungan antara ragam hias tumbuhan dengan ragam hias makhluk hidup yaitu hewan bersayap (burung).

d. Daerah Jakarta

Perkembangan batik di Jakarta dibawa oleh para pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan di daerah-daerah pembatikan yaitu Tanah Abang, Karet, Bendungan Ilir, Udik, Kebayoran Lama, Mapang Prapatan dan Tebet.

Jakarta sebelum Perang Dunia I telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan. Setelah Perang Dunia I selesai, dimana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk batik di Jakarta yang terkenal adalah Tanah Abang.

e. Daerah Sumatera Barat

Batik di Sumatera Barat mulai berkembang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang- Batik di Sumatera Barat mulai berkembang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-

B. Kerangka Berfikir

Kerajinan Batik Tulis “Puri”

Perajin

Perkembangan Batik Tulis Periode 2004-2008

Bahan dan alat

Ide

Faktor

Proses Produksi

Faktor Pendukung Penghambat

Kerajinan Batik Tulis Puri merupakan salah satu kerajinan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Pacitan dan daerah sekitarnya, selain itu juga menghasilkan berbagai motif.

Perajin merupakan manusia kreatif yang berusaha menghasilkan karya sebaik mungkin sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi konsumen dan produsen. Keuntungan dalam hal ini bemakna, bagi produsen atau penghasil barang sebagai usaha untuk mendapatkan keuntungan finansial, sedangkan bagi konsumen adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup.

Perajin harus memiliki keterampilan, kreatifitas, serta bahan dan alat yang memadai agar mendapatkan hasil produk yang maksimal. Bahan utama dalam membuat batik adalah kain mori yang biasa digunakan oleh masyarakat pada umumnya.

Adanya ide yang didukung dengan tersedia alat dan bahan maka akan menuju pada proses produksi karya batik. Dalam suatu proses produksi sering tidak semudah apa yang ada dalam angan dan gagasan, karena dalam setiap produksi suatu barang/karya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendukung dan faktor penghambat.

Karya yang dihasilkan di kerajinan batik tulis Puri memiliki beberapa jenis produk yang dipasarkan melalui pameran-pameran yang diadakan pemerintah daerah, selain itu batik tulis Puri juga telah memiliki show room sendiri.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .

Penelitian ini berlokasi di kerajinan batik tulis “Puri” desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Alasan pemilihan lokasi, karena pusat kerajinan batik tulis “Puri” merupakan salah satu pelopor berdirinya kerajinan-kerajinan batik di Pacitan. Selain itu, pusat kerajinan batik tulis “Puri” merupakan pusat kerajinan batik tertua di Pacitan dan merupakan pusat kerajinan terbesar di Pacitan.

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2006 – Desember 2008.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Bentuk penelitian ini dirancang menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang, pelaku, peristiwa ataupun kejadian yang sedang berlangsung dan sedang diamati.

Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2002: 3), bahwa “Metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Sedangkan deskriptif merupakan bentuk penelitian yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi pada saat sekarang sebagaimana adanya saat penelitian dilakukan.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang (embedded research). Sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 112) bahwa “Penelitan terpancang merupakan suatu langkah sebelum melakukan penelitian harus memilih dan menentukan variabel yang menjadi fokus utamanya namun tetap terbuka dengan sifat interaktif dan variabel utamanya”.

Penelitian ini mempunyai objek tunggal maka strategi penelitian menggunakan strategi tunggal terpancang, disebut dengan tunggal karena penelitian diadakan pada satu lokasi saja dan disebut terpancang karena sebelum diadakan penelitian sudah direncanakan, apa yang diteliti dibatasi pada rumusan masalah yang menjadi objek kajian, yaitu mengetahui latar belakang berdirinya, Penelitian ini mempunyai objek tunggal maka strategi penelitian menggunakan strategi tunggal terpancang, disebut dengan tunggal karena penelitian diadakan pada satu lokasi saja dan disebut terpancang karena sebelum diadakan penelitian sudah direncanakan, apa yang diteliti dibatasi pada rumusan masalah yang menjadi objek kajian, yaitu mengetahui latar belakang berdirinya,

C. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan dari orang yang diamati dan diwawancarai. Suharsimi Arikunto (2003: 130), bahwa “Sumber data adalah tempat, orang atau benda dimana peneliti dapat mengamati, bertanya atau membaca tentang hal-hal yang berkenaan dengan variabel yang diteliti.

Lofland dalam (Moleong, 2002: 112), bahwa “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain lain”. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan

Moleong (2002: 90) menyatakan bahwa “Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian”. Informan tersebut dipilih karena dianggap mengetahui tentang permasalahan yang diteliti, maka diperoleh data yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Informan dalam penelitian ini adalah Ibu Puri sebagai pengrajin dan perintis batik tulis “Puri” karena beliau merupakan orang yang benar-benar mengetahui tentang permasalahan yang diteliti. Selain itu, peneliti juga mencari data dari sekretaris kerajinan batik tulis Puri yaitu Ibu Puji.

2. Tempat dan Peristiwa

Tempat dan peristiwa merupakan dua unsur pokok yang dijadikan sumber penghimpunan informasi dan data yang dilakukan dengan berbagai teknik, seperti pengamatan, wawancara, dan dokumen. Sasaran pengamatan dalam penelitian ini adalah di kerajinan batik tulis “Puri” di dusun Cerbon, desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Peristiwa yang dikaji yaitu perkembangan proses pembuatan kerajinan batik tulis “Puri”.

3. Dokumen

Dokumen merupakan sumber data yang berupa bahan tertulis atau benda yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas. Dokumen yang ada dan bisa mendukung dari proses penelitian ini antara lain data monografi desa, peta desa yang fungsinya sebagai pelengkap untuk menjelaskan keberadaan wilayah penelitian secara menyeluruh dan sebagian yang lain data-data dokumen berupa proses pembuatan kerajinan batik tulis, motif, dan jenis produk yang dihasilkan.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling atau cuplikan merupakan suatu proses yang umum dalam suatu penelitian yang mengarah pada seleksi. Sutopo (2002: 55), bahwa “Cuplikan (sampling) adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang umum dalam pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi”. Dalam hal ini cenderung bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritik yang digunakan, dan keingintahuan pribadi, sehingga peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengerti masalah secara mendalam, dianggap tahu, dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber informasi yang meyakinkan.

Teknik yang dipergunakan dalam penelitian adalah purposive sampling sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 56) bahwa “Purposive sampling adalah teknik untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap”.

Maka dari keterangan tersebut di atas maka peneliti memilih Ibu Puri sebagai key informant , selaku pemilik dan pimpinan kerajinan batik tulis Puri. Pemilihan sampel ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui latar belakang berdirinya, proses pembuatan, motif batik, faktor pendukung dan penghambat, serta jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis “Puri. Dalam penelitian ini, peneliti juga memilih motif-motif lama dan baru karena motif tersebut dianggap mewakili informasi yang dibutuhkan, dianggap mewakili karena motif tersebut banyak diminati oleh konsumen. Karya yang peneliti teliti yaitu motif lama terdiri dari: motif truntum, potowolo , parang rusak, kawung, dan dele kecer. Motif baru terdiri dari i love u , kupu rowo, kanthil, matahari, dan cokro-cikri.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian, maka teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Sutopo (2002: 64) “Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda, serta rekaman gambar”.

Sutrisno Hadi (1990: 23) “Observasi adalah sebagai metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengetahuan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang dihadapi dan diselidiki”.

Teknik observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung yang merupakan alat yang akurat untuk mengetes suatu kebenaran. Peneliti menggunakan pengamatan secara langsung dan berperan pasif dimana peneliti bisa melakukan observasi baik secara formal ataupun informal mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian, peneliti tidak terlibat dalam peran apapun, serta kehadiran peneliti di lokasi penelitian diketahui oleh yang diamati. Melalui observasi langsung dan berperan pasif diperoleh data-data yang lengkap tentang suasana kerja, aktivitas pengrajin dalam proses pembuatan kerajinan batik tulis yang menuntut kecermatan detail dan keahlian tangan pengrajinnya di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.

2. Wawancara

Moleong (2001:135) “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.

Wawancara merupakan suatu bagian penting dalam proses penelitian yang dilakukan oleh kedua belah pihak antara pewawancara dan responden, keberhasilan wawancara tergantung pada pewawancara, responden, topik pembicaraan dan situasi pada saat wawancara. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan.

Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, di mana wawancara mendalam (in-depth interview) dapat dilakukan berkali-kali atau setiap saat sesuai dengan keperluan peneliti dalam waktu dan konteks yang dianggap tepat untuk mengungkapkan dan mendapatkan data yang rinci, jujur, dan mendalam dari Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, di mana wawancara mendalam (in-depth interview) dapat dilakukan berkali-kali atau setiap saat sesuai dengan keperluan peneliti dalam waktu dan konteks yang dianggap tepat untuk mengungkapkan dan mendapatkan data yang rinci, jujur, dan mendalam dari

Wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat open- ended , dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pemandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam”

Informan dalam wawancara adalah Ibu Puri selaku pemilik dan perajin kerajinan batik tulis. Dengan teknik wawancara diharapkan dapat diperoleh data- data dari informan latar belakang berdirinya, proses pembuatan, motif batik, faktor pendukung dan penghambat, serta bentuk dan jenis batik yang dihasilkan kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.

3. Dokumentasi

Moleong (2002: 161) “Dokumentasi merupakan sumber data yang sangat penting untuk mengemukakan data dalam penelitian kualitatif”, maka digunakan sumber data berupa dokumen dalam hal pencatatan peristiwa, pengalaman atau hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian.

Dokumentasi pada dasarnya adalah merekam atau mencatat peristiwa atau aktivitas yang berhubungan dengan penelitian. Dalam metode dokumentasi penyelesaian mengumpulkan data dari sumber-sumber yang ada yaitu laporan data berupa arsip, majalah, surat kabar, buku-buku dan foto-foto yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian tentang kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Seperti yang diungkapkan Nasution (1988: 85) “Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti buku harian, surat-surat dan dokumen resmi”.

F. Validitas Data

Validitas data merupakan konsep penting yang digunakan untuk memantapkan data yang sudah terkumpul sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya.

Untuk mendapatkan kevaliditasan data diperlukan teknik yang sesuai, dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik:

1. Triangulasi

Moleong (2002: 178), bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data sesuai yang dikemukakan oleh Sutopo (2002: 79), bahwa “Triangulasi data adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis atau sama”.

Dari keterangan teknik triangulasi di atas maka peneliti dalam menguji validitas data menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber dalam penelitian ini, yaitu dengan mengumpulkan dan membandingkan data dari Ibu Puri selaku pemilik “kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.

2. Reviu Informan (Informant Review)

Reviu informan digunakan untuk meyakinkan kebenaran data yang diperoleh, juga simpulan penelitian. Maka data-data laporan yang telah disusun oleh peneliti perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui informan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 83) “Informant review adalah laporan penelitian direview oleh informant (khususnya key informant) untuk Reviu informan digunakan untuk meyakinkan kebenaran data yang diperoleh, juga simpulan penelitian. Maka data-data laporan yang telah disusun oleh peneliti perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui informan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 83) “Informant review adalah laporan penelitian direview oleh informant (khususnya key informant) untuk

Dalam hal ini peneliti mencatat segala informasi dari key informant yaitu Ibu Puri, selanjutnya dikembalikan lagi hasil catatan tersebut kepada pada key informant , untuk dapat diteliti kembali apakah ada kesalahan atau ketidaksesuaian dalam penulisan tersebut.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Patton dalam Moleong (2002: 103) “Analisis data merupakan upaya mencari data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data yang diperoleh”.

Analisis data dalam penelitian ini dikerjakan setelah pengumpulan data seperti observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti mengerjakan analisis data merupakan upaya mencari dan menata dengan sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti dan menyajikannya sebagai temuan orang lain.

Sutopo (2002: 94) “Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan”. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Sutopo (2002: 91) berpendapat bahwa “Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari fielnote. Proses ini berlangsung sepanjang pelaksanaan penelitian”. Jadi reduksi data merupakan proses seleksi pemfokusan dan penyederhanaan yang dilakukan sejak awal penelitian, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian di lapangan, penyusunan laporan sampai akhir pengumpulan data.

2. Sajian Data

Sajian data adalah pengungkapan informasi yang didapatkan dalam penelitian yang mengarah pada kemungkinan pengambilan keputusan. Sutopo (2002: 92) berpendapat bahwa “Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi, dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan”. Dalam hal ini data yang terkumpul dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai jenis permasalahan, untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh, sehingga dapat mempermudah pemahaman guna proses selanjutnya.

3. Penarikan Simpulan

Miles dan Huberman (dalam terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992: