Pengaruh Mutu Pelayanan Kefarmasian terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara

(1)

PENGARUH MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM

CUT MEUTIA ACEH UTARA

TESIS

Oleh LINDAWATI 107032038/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE QUALITY OF PHARMACEUTICAL SERVICE ON THE SATISFACTION OF THE PATIENTS AT CUT MEUTIA

GENERAL HOSPITAL, ACEH UTARA DISTRICT

THESIS

By LINDAWATI 107032038/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

3

PENGARUH MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM

CUT MEUTIA ACEH UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh LINDAWATI 107032038/IKM

PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Tesis : PENGARUH MUTU PELAYANAN

KEFARMASIAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA ACEH UTARA

Nama Mahasiswa : Lindawati Nomor Induk Mahasiswa : 107032038

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si) (dr. Fauzi, S.K.M)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

5

Telah diuji

pada Tanggal : 22 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM

CUT MEUTIA ACEH UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

LINDAWATI 107032038/IKM


(7)

7

ABSTRAK

Data laporan bagian farmasi yang diperoleh dari kotak saran bahwa jumlah kritik dan saran yang disampaikan oleh pasien dari Januari 2012-Desember 2012 sebanyak 89 kritikan. Kritikan dan saran tertinggi pada bulan Desember 2012 sebanyak 13 kritikan, dan jika dilihat tren yang terjadi bahwa terjadi peningkatan jumlah kritikan dan saran dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak yang dikeluhkan pasien terhadap mutu pelayanan yang diterimanya dari bagian farmasi.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik atau explanatory dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Populasi penelitian sebanyak 8.359 orang (kunjungan Januari 2012-Desember 2012) dan sampel diperoleh sebanyak 95 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaminan dan empati petugas farmasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien, sedangkan bukti langsung, kehandalan, dan ketanggapan tidak berpengaruh. Dengan jaminan petugas farmasi yang baik maka pasien akan merasa puas 10 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang menyatakan bahwa jaminan petugas farmasi kurang baik. Dengan empati petugas farmasi yang baik pasien akan merasa puas 13 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang menyatakan bahwa empati petugas farmasi kurang baik. Probabilitas atau kemungkinan pasien akan merasa puas jika empati dan jaminan petugas farmasi baik, maka kepuasan pasien pada mutu pelayanan petugas farmasi sebesar 91,06%. Sebaliknya, jika empati dan jaminan petugas farmasi kurang baik, maka kepuasan pasien pada mutu pelayanan petugas farmasi sebesar 6,85%.

Disarankan pimpinan dan manajemen RSU Cut Meutia untuk memberikan pelatihan kepada petugas farmasi tentang kualitas atau mutu pelayanan kepada pasien sehingga seluruh petugas farmasi memahami peran dan fungsinya dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian, mengetahui hak-hak pasien, memberikan pelayanan sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan.


(8)

ABSTRACT

The data based on the report of pharmacy department obtained from the suggestion box showed that there were 65 criticisms and suggestion lodged by the patients from January to December 2012. With 10 criticisms, December became the month with the highest number of criticisms and suggestion in 2012. The increasing number of criticisms and suggestion occurred from January to December 2012 indicated that more patients complained about the quality of services they received from the pharmacy department.

The purpose of this explanatory study with cross-sectional design conducted at Cut Meutia General Hospital, Aceh Utara District was to analyze the influence of the quality of pharmaceutical service on the satisfaction of patients. The population of this study was 8,359 patients visiting the hospital from January to December 2012 and 95 of them were selected to be the samples for this study. The data used in this study were primary and secondary data. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that assurance and empathy of the staff of pharmacy department had influence on the satisfaction of patients while tangible, reliability and responsiveness did not have any influence on the satisfaction of patients. With the good assurance of the staff of pharmacy department, the patients will feel satisfied 10 times higher compared to the patients saying that the assurance of the staff of pharmacy department is not good. With the good empathy of the staff of pharmacy department, the patients will feel satisfied 13 times higher compared to the patients saying that the empathy of the staff of pharmacy department is not good. If the empathy and assurance of the staff of pharmacy department is good, the patient will probably feel satisfied, then, the satisfaction of patients for the quality of service provided by the staff of pharmacy department is 91.06%. On the contrary, if the empathy and assurance of the staff of pharmacy department poor, then, the satisfaction of patients for the quality of service provided by the staff of pharmacy department is 6.85%.

The management of Cut Meutia General Hospital is suggested to provide training to the staff of pharmacy department on the quality of service provided for the patients that all of the staff of pharmacy department understand their role and function in improving pharmaceutical service, knowing the rights of patients, and providing the service in accordance with the established standard and procedure.


(9)

9

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang membebaskan kita dari rasa gundah dan sedih. Yang maha menjawab doa hambaNya, syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Mutu Pelayanan Kefarmasian terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara”.

Peneliti menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti banyak menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya penelitian ini.

5. dr. Fauzi, S.K.M, selaku pembimbing II yang juga telah banyak membantu dalam memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.


(10)

6. dr. Heldy BZ, M.P.H, dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

8. drg. Anita Syafrida, M.Kes selaku Direktur RSU Cut Metia Aceh Utara yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RSU Cut Metia Aceh Utara.

9. Syarifah Roslianizar, S.Far yang telah sudi memberikan bantuan selama dilakukan penelitian.

10.Teristimewa buat suami tercinta Ns. Dedy Ahmady, M.Kes dan buah hati ananda Muhammad Delloviera Nesiano serta Dynara Gladysha, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga karena berkat do’a restu dan motivasi kalian semua peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

11.Seluruh keluarga tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, semangat, motivasi, pada penulis terutama dalam penyusunan tesis ini.

12.Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya minat studi Administrasi Rumah Sakit yang telah menyumbangkan masukan-masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.


(11)

11

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Lindawati 107032038/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Lindawati dilahirkan di Desa Lancang Barat Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 14 Februari 1970, beragama Islam, anak kedua dari empat bersaudara dari Alm. Abdur Rauf dan Almh. Siti Habsah. Peneliti menikah pada tahun 2000 dengan Ns.Dedy Ahmady, M.Kes dan dikaruniai seorang putera (Muhammad Delloviera Nesiano) dan seorang putri (Dynara Gladysha).

Peneliti menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1983 di MIN Alue Beunot Dewantara Kabupaten Aceh Utara, pada tahun 1986 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Lhoksukon, tahun 1989 peneliti menamatkan pendidikan di SMA Negeri Lhoksukon. Pada tahun 1990 peneliti bekerja sebagai tenaga honor Puskesmas Lhoksukon sampai tahun 1992. Dari tahun 1992 sampai bulan Februari 2013 peneliti bekerja di RSU Cut Meutia Aceh Utara.

Tahun 2006 peneliti menamatkan pendidikan Akademi Teknik ElektroMedik Dep.Kes RI Jakarta dan tahun 2004 menamatkan Program Studi Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Unimal Lhokseumawe. Dalam tahun yang sama peneliti masih berstatus PNS pada RSU Cut Meutia Aceh Utara.

Pada bulan Maret 2013 s/d sekarang peneliti menjadi pegawai pada Kantor Camat Lhoksukon. Pada tahun 2010 peneliti melanjutkan pendidikan pasca sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada minat studi Administrasi Rumah Sakit.


(13)

13

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Hipotesis ... 8

1.5.Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Konsep Mutu Pelayanan Kefarmasian ... 10

2.2. Konsep Kepuasan ... 22

2.3. Landasan Teori ... 34

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.6. Metode Pengukuran ... 43

3.7. Metode Analisis Data ... 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 48

4.2. Analisis Univariat ... 55

4.3. Analisis Bivariat ... 68


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Kepuasan Pasien pada Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara ... 76

5.2. Pengaruh Bukti Langsung Pelayanan Kefarmasian terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara ... 81

5.3. Pengaruh Kehandalan Petugas Farmasi terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara ... 83

5.4. Pengaruh Ketanggapan Petugas Farmasi terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara ... 85

5.5. Pengaruh Jaminan Petugas Farmasi terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara ... 87

5.6. Pengaruh Empati Petugas Farmasi terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


(15)

15

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1.1. Jumlah Kritik dan Saran yang Diterima Melalui Kotak Saran di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Periode

Januari-Desember 2012 ... 6

1.2. Jenis Keluhan, Kritik dan Saran yang diterima melalui Kotak Saran di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Periode Januari-Desember 2012 ... 7

3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 40

3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 41

3.3. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 45

4.1. Jumlah Tenaga Medis Menurut Jenis Kegiatan Dan Status pada Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012 . 53 4.2. Jumlah Tenaga Para Medis Non Keperawatan Menurut Jenis Kegiatan dan Status pada Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012 ... 54

4.3. Jumlah Tenaga Paramedis Non Keperawatan Menurut Jenis Kegiatan dan Status pada Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012 ... 55

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Identitas di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 56

4.5. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Bukti Langsung di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 57

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Bukti Langsung di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 . 58 4.7. Distribusi Jawaban Responden Variabel Kehandalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 59

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kehandalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 59

4.9. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Ketanggapan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 61


(16)

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Ketanggapan di Rumah

Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 61 4.11. Distribusi Jawaban Responden Variabel Jaminan di Rumah Sakit

Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 63 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Jaminan di Rumah Sakit

Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 64 4.13. Distribusi Jawaban Responden Variabel Empati di Rumah Sakit Umum

Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 65 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Empati di Rumah Sakit

Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 65 4.15. Distribusi Jawaban Responden Variabel Kepuasan Pasien di Rumah

Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 ... 66 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kepuasan Pasien di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 . 67 4.17. Tabulasi Silang Hubungan Bukti Langsung dengan Kepuasan Pasien

di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun

2013 ... 68 4.18. Tabulasi Silang Hubungan Kehandalan dengan Kepuasan Pasien di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 . 69 4.19. Tabulasi Silang Hubungan Ketanggapan dengan Kepuasan Pasien di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 . 70 4.20. Tabulasi Silang Hubungan Jaminan dengan Kepuasan Pasien di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 . 71 4.21. Tabulasi Silang Hubungan Empati dengan Kepuasan Pasien di

Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013 . 72 4.22. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 74 4.23. Nilai Probabilitas Pasien Akan Merasa Puas ... 75


(17)

17

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 36


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 94

2. Data Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 97

3. Output SPSS Validitas Reliabilitas Data ... 98

4. Master Data Penelitian ... 105

5. Output SPSS Data Penelitian ... 129


(19)

7

ABSTRAK

Data laporan bagian farmasi yang diperoleh dari kotak saran bahwa jumlah kritik dan saran yang disampaikan oleh pasien dari Januari 2012-Desember 2012 sebanyak 89 kritikan. Kritikan dan saran tertinggi pada bulan Desember 2012 sebanyak 13 kritikan, dan jika dilihat tren yang terjadi bahwa terjadi peningkatan jumlah kritikan dan saran dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak yang dikeluhkan pasien terhadap mutu pelayanan yang diterimanya dari bagian farmasi.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik atau explanatory dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Populasi penelitian sebanyak 8.359 orang (kunjungan Januari 2012-Desember 2012) dan sampel diperoleh sebanyak 95 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaminan dan empati petugas farmasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien, sedangkan bukti langsung, kehandalan, dan ketanggapan tidak berpengaruh. Dengan jaminan petugas farmasi yang baik maka pasien akan merasa puas 10 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang menyatakan bahwa jaminan petugas farmasi kurang baik. Dengan empati petugas farmasi yang baik pasien akan merasa puas 13 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang menyatakan bahwa empati petugas farmasi kurang baik. Probabilitas atau kemungkinan pasien akan merasa puas jika empati dan jaminan petugas farmasi baik, maka kepuasan pasien pada mutu pelayanan petugas farmasi sebesar 91,06%. Sebaliknya, jika empati dan jaminan petugas farmasi kurang baik, maka kepuasan pasien pada mutu pelayanan petugas farmasi sebesar 6,85%.

Disarankan pimpinan dan manajemen RSU Cut Meutia untuk memberikan pelatihan kepada petugas farmasi tentang kualitas atau mutu pelayanan kepada pasien sehingga seluruh petugas farmasi memahami peran dan fungsinya dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian, mengetahui hak-hak pasien, memberikan pelayanan sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan.


(20)

ABSTRACT

The data based on the report of pharmacy department obtained from the suggestion box showed that there were 65 criticisms and suggestion lodged by the patients from January to December 2012. With 10 criticisms, December became the month with the highest number of criticisms and suggestion in 2012. The increasing number of criticisms and suggestion occurred from January to December 2012 indicated that more patients complained about the quality of services they received from the pharmacy department.

The purpose of this explanatory study with cross-sectional design conducted at Cut Meutia General Hospital, Aceh Utara District was to analyze the influence of the quality of pharmaceutical service on the satisfaction of patients. The population of this study was 8,359 patients visiting the hospital from January to December 2012 and 95 of them were selected to be the samples for this study. The data used in this study were primary and secondary data. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that assurance and empathy of the staff of pharmacy department had influence on the satisfaction of patients while tangible, reliability and responsiveness did not have any influence on the satisfaction of patients. With the good assurance of the staff of pharmacy department, the patients will feel satisfied 10 times higher compared to the patients saying that the assurance of the staff of pharmacy department is not good. With the good empathy of the staff of pharmacy department, the patients will feel satisfied 13 times higher compared to the patients saying that the empathy of the staff of pharmacy department is not good. If the empathy and assurance of the staff of pharmacy department is good, the patient will probably feel satisfied, then, the satisfaction of patients for the quality of service provided by the staff of pharmacy department is 91.06%. On the contrary, if the empathy and assurance of the staff of pharmacy department poor, then, the satisfaction of patients for the quality of service provided by the staff of pharmacy department is 6.85%.

The management of Cut Meutia General Hospital is suggested to provide training to the staff of pharmacy department on the quality of service provided for the patients that all of the staff of pharmacy department understand their role and function in improving pharmaceutical service, knowing the rights of patients, and providing the service in accordance with the established standard and procedure.


(21)

19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan (Depkes RI, 2006).

Kualitas layanan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan perusahaan atau organisasi dan tidak dapat dipungkiri dalam dunia bisnis saat ini, karena tidak ada yang lebih penting lagi bagi sebuah perusahaan kecuali

menempatkan masalah kepuasan pelanggan melalui pelayanan sebagai salah satu komitmen bisnisnya. Belakangan, para pelaku usaha dituntut untuk berusaha lebih, karena iklim persaingan semakin keras, namun kemampuan ekonomi masyarakat terus menurun. Untuk itu para pelaku usaha perlu melakukan usaha pemasaran yang baik. Yang dimaksud dengan pemasaran itu sendiri adalah proses merencanakan konsepsi, harga, promosi, dan distribusi ide, menetapkan peluang yang dapat memuaskan individu dan sesuai dengan tujuan organisasi (Kotler, 2007).

Penerapan manajemen kualitas dalam industri jasa menjadi kebutuhan pokok apabila ingin berkompetisi di pasar domestik apabila di pasar global (Barney, 2001). Hal ini disebabkan keunggulan pelayanan dapat memberi kontribusi pada kepuasan pelanggan, pangsa pasar dan profitabilitas. Oleh karena itu, perhatian para manajer saat ini lebih diprioritaskan pada pemahaman dampak kualitas layanan terhadap keuntungan dan hasil-hasil finansial yang lain dalam perusahaan, belum sepenuhnya memperhatikan kepuasan pasien. (Fornel, 2002).

Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi melalui cara pelayanan farmasi yang baik. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), membagi mutu pelayanan ke dalam lima dimensi, yaitu bukti fisik (bukti langsung), reliabilitas (kehandalan), daya tanggap, jaminan, dan empati (Bustami, 2011). Dengan menerapkan kelima dimensi mutu pelayanan tersebut akan meningkatkan kepuasan pelanggan karena mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang diharapkan.


(22)

Pada kenyataannya saat ini, sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat beberapa kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian sehingga banyak pasien yang merasa tidak puas (Depkes RI, 2006).

Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam meninjau mutu pelayanan khususnya pelayanan kefarmasian di sebuah rumah sakit, Pascoe (dalam Krownisky dan Steiber) mendefenisikan kepuasan pasien dari sisi yang berbeda, pasien memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan. (Suryawati, 2004). Pasien baru merasa akan puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sesuai dengan harapannya. Maka dapat disimpulkan kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan pasien yang timbul dikarenakan hasil dari membandingkan kinerja layanan kesehatan yang diterimanya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2006).

Faktor-faktor yang meningkatkan kepuasan pasien salah satunya adalah mutu pelayanan farmasi, untuk itu kefarmasian sebagai sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit diharuskan memiliki keunggulan agar mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dipilih pasien dan akan memberikan kepuasan pada pelanggan. Terbentuknya persepsi positif dari pelanggan diharapkan memunculkan kepuasan yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi upaya peningkatan profit dan pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Hasil penelitian Ainaini, dkk. (2011) di Unit Rawat Jalan Instalasi Farmasi RSUD Sleman mendapatkan hasil bahwa outcome pelayanan belum sesuai dengan target sasaran mutu pelayanan pihak IFRSUD Sleman dimana nilai gap seluruh dimensi kualitas pelayanan bernilai negatif, indeks kepuasan pelanggan rawat jalan hanya mencapai 74,41% yang disebabkan karena masih terdapat beberapa sumber daya pendukung variabel input yang kurang sempurna dan belum memenuhi Undang-Undang tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, serta masih terdapat beberapa kendala pada variabel proses yang mempengaruhi pelayanan farmasi yang diberikan oleh pihak unit rawat jalan IFRSUD Sleman.

Penelitian Prasetya (2009) membahas mengenai tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap kualitas pelayanan informasi obat instalasi farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan mengintegrasikan metode Servqual dan diagram Kartesius. Penelitian ini menunjukkan hubungan antara tingkat kepuasan dengan tingkat harapan, tanpa membahas dan menunjukkan lebih lanjut strategi apa yang digunakan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas layanan.

Hasil penelitian oleh Yunus M. (2006) di RSUD Bengkulu, berdasarkan empat belas indikator pada Kepmenpan No. 25/M/PAN/2/2004 menunjukkan bahwa kategori indeks kepuasan tidak baik tertinggi ditunjukkan oleh indikator keadilan


(23)

21

mendapatkan pelayanan (92,0%), sementara kategori kurang baik tertinggi ditunjukkan indikator kepastian jadwal pelayanan (86,0%). Nilai indeks rata-rata indikator kenyamanan merupakan indeks tertinggi (2,21) sementara indikator

terendah ditunjukkan oleh keadilan mendapatkan pelayanan (1,08). Dengan demikian nilai indeks unit pelayanan setelah dikonversi yaitu mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan adalah tidak baik.

Perkembangan rumah sakit di Kabupaten Aceh Utara sedang tumbuh pesat, pertumbuhan ini dilatar belakangi oleh akibat adanya otonomi daerah sehingga peningkatan pelayanan, peralatan, ketenagaan hingga peningkatan kapasitas tempat tidur juga mengalami hal yang sama. Untuk pengembangan pelayanan berkaitan erat dengan aspek pendidikan, ekonomi, kependudukan, sosial budaya dan harus

berwawasan lingkungan. Rumah Sakit Umum Cut Meutia adalah rumah sakit pemerintah di Kabupaten Aceh Utara dan rumah sakit yang banyak dipilih oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Rumah Sakit Umum Cut Meutia memiliki orientasi tidak hanya kepada profit semata menjadikannya layak menjadi rumah sakit pilihan masyarakat. Seperti pelayanan rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Umum Cut Meutia juga memberikan beberapa macam pelayanan, seperti: perawatan medik (rawat inap dan rawat jalan), penunjang medik (farmasi, alat-alat kedokteran, para petugas medis yang berkompeten), rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, tempat pendidikan atau latihan tenaga medik, tempat penelitian, serta pengembangan ilmu teknologi kesehatan (Profil Rumah Sakit Umum Cut Meutia, 2012).

Sebagai salah satu layanan penunjang medik dan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap layanan rumah sakit khususnya bagian kefarmasian Rumah Sakit Umum Cut Meutia menyediakan layanan kotak saran untuk menampung

keluhan, aspirasi, kritik dan saran pasien, sekaligus kepuasan yang dirasakan terhadap pelayanan bagian farmasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Cut Meutia bahwa data kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian dapat diketahui dari jumlah kritik dan saran yang diterima melalui kotak saran. Adapun jumlah kritik dan saran yang diterima selama Januari 2012-Desember 2012 di Rumah Sakit Umum Cut Meutia adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1. Jumlah Kritik dan Saran yang Diterima Melalui Kotak Saran di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Periode Januari-Desember 2012

No Bulan Jumlah Persentase

1 2 3 4 5 Januari Februari Maret April Mei 4 3 6 7 5 4,5 3,4 6,7 7,8 5,7


(24)

7 8 9 10 11 12 Juli Agustus September Oktober November Desember 5 10 9 8 11 13 5,7 11,2 10,2 8,9 12,4 14,6

Jumlah 89 100,0

Berdasarkan Tabel 1.1. di atas diketahui bahwa jumlah kritik dan saran yang disampaikan oleh pasien dari Januari 2012 -Desember 2012 sebanyak 89 kritikan. Kritikan dan saran tertinggi pada bulan Desember 2012 sebanyak 13 kritikan, dan jika dilihat tren yang terjadi bahwa terjadi peningkatan jumlah kritikan dan saran dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak yang dikeluhkan pasien terhadap pelayanan yang diterimanya pada bagian farmasi. Keluhan, kritikan dan saran yang masuk pada kotak saran di Rumah Sakit Umum Cut Meutia adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2. Jenis Keluhan, Kritik dan Saran yang diterima melalui Kotak Saran di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Periode Januari-Desember 2012

No Jenis Keluhan, Kritik dan Saran Jumlah Persentase 1

2 3 4

Kelambanan dalam pelayanan Pegawai kurang ramah

Kurangnya informasi Petugas kurang empati

48 19 13 9 53,9 21,3 14,7 10,1

Jumlah 89 100,0

Tabel 1.2. di atas menunjukkan bahwa keluhan, kritikan dan saran yang diterima melalui kotak saran Rumah Sakit Umum Cut Meutia paling banyak tentang kelambanan petugas dalam pelayanan (petugas kurang cekatan) yaitu 48 orang (53,9%). Adanya fenomena keluhan, kritikan dan saran dari pasien tersebut menunjukkan bahwa pasien kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas kefarmasian. Peneliti menduga bahwa mutu pelayanan kefarmasian berpengaruh terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

Berdasarkan data dan adanya fenomena masih banyaknya pelanggan yang merasa kurang puas terhadap layanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara sehingga peneliti tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan memilih judul: Pengaruh Mutu Pelayanan Kefarmasian Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.


(25)

23

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah apakah mutu pelayanan kefarmasian berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh mutu pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Untuk menambah pengalaman dan mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi dengan konsep ilmiah tentang mutu pelayanan kefarmasian dan kepuasan pasien rawat jalan.

2. Bagi Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan


(26)

kualitas pelayanan publik (berkaitan langsung dengan pelanggan) yaitu bagian kefarmasian.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut tentang mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan kepuasan pasien.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Mutu Pelayanan Kefarmasian

2.1.1. Pengertian Mutu

Konsep pengembangan mutu dalam pelayanan industri sudah sejak lama dikembangkan. Pada awalnya, gerakan pengembangan mutu dimulai pada tahun 1930-an di Amerika. Kemudian, pada tahun 1950-an konsep mutu berkembang di Jepang yang berinisiatif mengundang ahli mutu dari Amerika seperti DR. Edwards E. Deming dan Joseph M. Juran. Kedua ahli ini berjasa mengembangkan konsep mutu manajemen perusahaan Jepang berdasarkan pendekatan pengendalian mutu terpadu (total quality control) atau disingkat TQC.

Selanjutnya, konsep mutu di perusahaan berkembang ke berbagai bentuk pelayanan termasuk pelayanan kesehatan. Banyak kajian digunakan oleh para pakar yang menggeluti manajemen mutu untuk mengembangkannya di bidang pelayanan kesehatan. Kini, para pakar mutu di dunia termasuk bidang kesehatan sudah mengembangkan berbagai instrumen dan pendekatan pengembangan mutu pelayanan (Bustami, 2011).

Secara sederhana, mutu atau kualitas menurut kamus bahasa Indonesia adalah ukuran, derajat, atau taraf tentang baik buruknya suatu produk barang atau jasa. Dalam istilah lain, dapat dikemukakan bahwa mutu adalah perpaduan sifat-sifat atau karakteristik produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan pemakai atau pelanggan (Azwar, 2006).


(28)

Mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan dengan proses pelayanan, yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes (Syafruddin, 2010).

Deming (1980) dalam Bustami (2011) mengemukakan bahwa mutu dapat dilihat dari aspek konteks, persepsi pelanggan, serta kebutuhan dan keinginan peserta.

1. Dari aspek konteks, mutu adalah suatu karakteristik atau atribut dari suatu produk atau jasa

2. Dari aspek persepsi pelanggan, mutu adalah penilaian subjektif pelanggan. Persepsi pelanggan dapat berubah karena pengaruh berbagai hal seperti iklan, reputasi produk atau jasa yang dihasilkan, pengalaman, dan sebagainya.

3. Dari aspek kebutuhan dan keinginan pelanggan, mutu adalah apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh pelanggan.

2.1.2. Dimensi Mutu

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, menurut Syafrudin (2011), dimensi mutu adalah sebagai berikut :

1. Kompetensi teknis, yaitu bilamana pengetahuan dan keterampilan si pemberi pelayanan kesehatan kurang memadai maka pelayanan kesehatan yang sesuai standar tidak akan terlaksana.

2. Akses atau jangkauan pelayanan, bila pelayanan kesehatan tidak terjangkau oleh masyarakat misalnya karena letaknya yang terlampau jauh atau harganya tidak


(29)

27

sesuai dengan kemampuan masyarakat, bahasa yang digunakan untuk komunikasi tidak dimengerti.

3. Efektivitas pelayanan, apakah teknologi yang digunakan dalam standar pelayanan sudah bisa memberikan kesembuhan bagi yang sakit.

4. Hubungan antara manusia, interaksi antara pemberi pelayanan dengan pasien atau antara sesama petugas kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan mutu pelayanan kesehatan.

5. Efisiensi pelayanan, pelayanan yang efisien menghasilkan mutu pelayanan yang optimal sesuai dengan sumber daya yang dapat dipikul oleh masyarakat/ konsumen dan sarana pelayanan kesehatan.

6. Kesinambungan pelayanan. Kesinambungan pelayanan berarti pasien mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan, tidak terputus-putus atau pengulangan diagnosa dan pengobatan yang tidak perlu dan mempunyai akses kepada pelayanan rujukan yang diperlukan.

7. Keamanan pelayanan, dimensi keamanan pelayanan berarti pelayanan kesehatan harus aman dari risiko cedera, efek samping dan bahaya-bahaya lainnya.

8. Kenyamanan/kenikmatan. Kenyamanan atau kenikmatan pelayanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan kemauan untuk datang kembali berobat ke puskesmas untuk memperoleh pelayanan lanjutan.


(30)

9. Informasi kepada pasien. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus dapat memberikan informasi kepada pasien yang jelas misalnya hari apa dan jam berapa sampai jam berapa loket dibuka, biaya-biaya pemeriksaan, dan lain-lain.

Selain dimensi-dimensi yang dikemukakan di atas, berbagai dimensi mutu pelayanan kesehatan dikemukakan oleh para ahli. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) melalui penelitiannya mengidentifikasi 10 (sepuluh) dimensi pokok, yaitu daya tanggap, kehandalan (reliabilitas), kompetensi, kesopanan, akses, komunikasi, kredibilitas, kemampuan memahami pelanggan, keamanan, dan bukti fisik. Pada penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Parasuraman dkk (1988), mereka menggabungkan beberapa dimensi menjadi satu, yaitu kompetensi, kesopanan, keamanan, dan kredibilitas yang disatukan menjadi jaminan (assurance). Dimensi komunikasi, akses, dan kemampuan memahami pelanggan digolongkan sebagai empati (empathy). Akhirnya menjadi lima dimensi utama, yaitu bukti fisik (bukti langsung), reliabilitas (kehandalan), daya tanggap, jaminan, dan empati (Bustami, 2011).

1. Bukti fisik atau bukti langsung (tangible), dapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai serta penampilan karyawan/staf yang menyenangkan.

2. Kehandalan (reliability) adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Secara umum dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan) dari penyedia pelayanan. Dengan kata lain, reliabilitas


(31)

29

berarti sejauhmana jasa mampu memberikan apa yang telah dijanjikan kepada pelanggannya dengan memuaskan. Hal ini berkaitan erat dengan apakah perusahaan/organisasi memberikan tingkat pelayanan yang sama dari waktu ke waktu, apakah perusahaan/organisasi memenuhi janjinya, membuat catatan yang akurat, dan melayani secara benar.

3. Ketanggapan (responsiveness), yaitu keinginan para karyawan/staf membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan, dan masalah dari pelanggan. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen perusahaan atau instansi untuk memberikan pelayanan yang tepat pada waktunya dan persiapan perusahaan/organisasi sebelum memberikan pelayanan. 4. Jaminan (assurance), artinya karyawan/staf memiliki kompetensi, kesopanan dan

dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari risiko dan keragu-raguan. Dimensi-dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan, keramahan (sopan santun) kepada pelanggan, dan keamanan operasinya. Kompetensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa.

5. Empati (empathy), dalam hal ini karyawan/staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian


(32)

yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan kemampuan pekerja (karyawan) untuk menyelami perasaan pelanggan.

2.1.3. Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan merupakan gabungan dari kata mutu dan pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan sering dipertanyakan banyak orang namun pembahasannya seringkali tidak utuh sehingga setiap pengguna memiliki persepsi yang beragam mengenai mutu itu sendiri. Bagi seorang pasien, mutu yang baik ia kaitkan dengan kesembuhannya dari penyakit, meningkatnya derajat kesehatan, kecepatan pelayanan, kepuasannya terhadap lingkungan fisik sarana kesehatan dan tarif yang dianggapnya memadai. Setiap orang yang menilai mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar atau kriteria karakteristik yang berbeda-beda/ Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan (Jacobalis dalam Saragih, 2009).

Pengertian mutu pelayanan kesehatan menurut beberapa ahli yaitu :

1. Mutu pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk (Donabedian, 1981).

2. Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, dan dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada penurunan


(33)

31

angka kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Milton I Roemer dan C. Montoya Aguilar, WHO, 1988).

Menurut Syafruddin, dkk (2010) arti mutu pelayanan kesehatan dari berbagai sudut pandang, yaitu :

1. Pasien, petugas kesehatan dan manajer: mutu merupakan fokus sentral dari tiap upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan.

2. Pasien dan masyarakat: mutu pelayanan berarti suatu empathy, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.

3. Petugas kesehatan: mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mau, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik.

4. Kepuasan praktisioner: suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerja praktisioner. Untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri.

5. Manajer: mutu pelayanan tidak begitu berhubungan langsung dengan tugas mereka sehari-hari, namun tetap sama pentingnya. Kebutuhan untuk supervisi, manajemen keuangan dan logistik, dan alokasi sumber daya yang terbatas sering memberikan tantangan yang tidak terduga. Hal ini kadang-kadang menyebabkan manajer kurang memperhatikan prioritas. Untuk manajer fokus pada mutu akan


(34)

mendorongnya untuk mengatur staf, pasien dan masyarakat dengan baik (Wijono, 2009).

6. Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit: mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cakap. Pada umumnya para manajer dan pemilik institusi mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya (Wijono, 2009).

Menurut Kasl dan Cobb dalam Saragih (2009), biasanya orang memanfaatkan pelayanan kesehatan karena tiga alasan yakni: (1)Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sakit), (2) untuk mendapatkan diagnosa penyakit dan tindakan yang diperlukan bila gejala penyakit telah dirasakan (perilaku sakit), dan (3) untuk mengobati penyakit, jika penyakit tersebut telah dipastikan agar sembuh atau agar penyakit tersebut tidak bertambah parah.

2.1.4. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit 2.1.4.1. Pengertian

Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut (Depkes RI, 2006).

2.1.4.2. Tujuan Pelayanan Farmasi

Menurut Depkes RI (2006) tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/ SK/X/2004, tujuan pelayanan farmasi ialah :


(35)

33

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.

3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat. 4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.

6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.

7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. 2.1.4.3. Tugas Pokok dan Fungsi

1. Tugas Pokok

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi

c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit 2. Fungsi

a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit 2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal


(36)

4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit

5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku

6) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian

7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan 1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan

3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan

4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan 5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga 6) Memberi konseling kepada pasien/keluarga

7) Melakukan pencampuran obat suntik 8) Melakukan penyiapan nutrisi parenteral 9) Melakukan penanganan obat kanker

10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah 11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan

12) Melaporkan setiap kegiatan 2.1.5. Kualitas Pelayanan Kefarmasian

Kualitas layanan dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi atas layanan nyata yang mereka terima dengan layanan yang sesungguhnya


(37)

35

diharapkan. Menurut Zeithaml dkk (1990) dalam Harijono (2011), variabel kualitas meliputi lima dimensi, yaitu:

1. Dimensi bukti fisik (tangibles)

a. Ruang tunggu farmasi sejuk ber-AC. b. Ruang tunggu farmasi bersih.

c. Tata ruang tunggu farmasi menarik.

d. Tempat duduk ruang tunggu farmasi nyaman.

e. Tersedia obat yang lengkap baik macam maupun jumlah. 2. Dimensi kehandalan (reliability)

a. Kecepatan pelayanan obat racikan < 25 menit. b. Kecepatan pelayanan obat non racikan < 15 menit.

c. Ketelitian petugas apotik dalam membaca resep yang diterima. d. Ketelitian petugas kasir dalam menangani masalah pembayaran. 3. Dimensi ketanggapan (responsiveness)

a. Kesediaan petugas farmasi menerima dan menanggapi keluhan pasien/ keluarga pasien dengan baik.

b. Kesediaan petugas farmasi menerima & memproses resep dengan cepat. c. Kesediaan petugas farmasi memberi informasi terkait obat yang telah

diresepkan.

d. Kesediaan petugas farmasi memberikan saran tentang obat yang telah diresepkan.


(38)

a. Kemampuan petugas farmasi menjawab pertanyaan dan menanggapi permasalahan pasien/keluarga pasien terkait obat yang diresepkan dengan tepat dan cepat.

b. Kemampuan petugas farmasi berkomunikasi dan memberi informasi dengan tepat, benar, dan jelas.

c. Petugas farmasi bersikap ramah dan sopan dalam menjalankan tugasnya. d. Kesediaan petugas farmasi meminta maaf apabila terjadi kesalahan.

e. Kesediaan petugas farmasi memberikan informasi jika kemudian diketahui ada kesalahan mengenai pemberian resep (nama obat, jumlah obat, dosis, bentuk sediaan).

f. Kesediaan petugas farmasi memberikan informasi jika kemudian diketahui ada kesalahan mengenai harga obat.

g. Kesediaan petugas farmasi menuliskan aturan pakai obat dengan lengkap dan jelas.

5. Dimensi empati (empathy)

a. Kesediaan petugas farmasi mendengarkan keluhan pasien/keluarga pasien dengan seksama.

b. Kesediaan petugas farmasi memberikan perhatian kepada pasien/keluarga pasien dengan tulus.

2.2. Konsep Kepuasan 2.2.1. Pengertian

Menurut Kotler (2007) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu.

Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan yang dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan. Dengan kata lain kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini adalah pasien (Anjaryani, 2009)


(39)

37

Kepuasan konsumen dalam hal ini pasien penting karena konsumen yang puas akan menjaga hubungannya dengan provider. Sedangkan Strasser dan Davies dalam Anjaryani (2009), menyatakan bahwa konsumen memainkan peran yang besar sebagai evaluator mutu atau kualitas, maka keberhasilan organisasi di masa depan akan tergantung pada derajat kepuasan konsumen.

Kepuasan konsumen dapat diartikan sebagai sikap konsumen, yakni berapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang pernah dirasakan. Oleh karena itu perilaku konsumen dapat juga sebagai model perilaku pembeli, sedangkan kepuasan dan kesetiaan (loyalitas) pasien sebagai pengguna pelayanan adalah unsur pokok diantara kepuasan dan kesetiaan lainnya.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain :

1. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.

2. Kualitas pelayanan

Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

3. Faktor emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap

konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.


(40)

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini

mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga pengobatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

5. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Tjiptono (2007) mengemukakan bahwa kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu

1. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana tenaga kesehatan dalam memberikan jasa pengobatan terutama pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan obat di farmasi. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feetures), merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan,

misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.

3. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan di dalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standard-standard yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.

6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dengan

memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

7. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan tenaga kesehatan, peralatan rumah sakit yang


(41)

39

lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi bagian farmasi, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit

serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tanggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu : 1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang

bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

2. Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga

merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap

pelayanan kefarmasian yang diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan kefarmasian.

4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. Pasien akan


(42)

tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien.

7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama tenaga farmasi dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan di dalam pelayanan farmasi, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual.

2.2.3. Aspek yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut Purwanto (2007) aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut: (a) sikap pendekatan pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang ke tempat pelayanan kesehatan;

(b)kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan kesehatan kepada pasien selama berada di tempat pelayanan kesehatan; (c) prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk, selama perawatan berlangsung sampai ke luar dari tempat layanan kesehatan; (d) fasilitas-fasilitas yang disediakan tempat layanan kesehatan yaitu seperti, fasilitas rawat jalan, ruang rawat inap, kualitas makanan, pakaian ganti pasien, privasi dan waktu kunjungan pasien.

Menurut Sugito (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa adalah: (a) pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.

Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact; (b) empathy (prilaku peduli) yang ditujukan oleh petugas kesehatan, prilaku ini akan menyentuh emosi pasien, faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance); (c) biaya (cost), tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan


(43)

41

keluarganya. Prilaku kurang peduli (ignorance) pasien dan keluarganya “ yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan akibatnya biaya perawatan menjadi mahal, informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien; (d)

penampilan fisik (kerapian) petugas. Kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility); (e) jaminan keamanan yang ditujukan oleh petugas kesehatan

(assurance), ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan oleh doter, perawat termasuk pada faktor ini; (f) keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam perawatan; (g) kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

Menurut Zeithhml Parasuraman (1997) dalam Purwanto (2007), model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian, sebagai berikut: (a) responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan cepat , tanggap dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan; (b) reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan tepat, cepat dan akurat atau tidak ada kesalahan; (c) assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan

pelayanan kepada pasien sehingga dipercaya terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan juga mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya resiko serta keragu-raguan; (d) empathy (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan pasien yang terwujud dalam perhatian terhadap setiap pasien; (e) tangible (kenyataan), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh pasien juga penampilan petugas yang dapat dilihat oleh indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan.

2.2.4. Mengukur Tingkat Kepuasan

Kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif (dengan membandingkannya) dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan. Dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan, kita akan dapat mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan yang kita berikan dapat memenuhi harapan pasien (Pohan, 2006).

Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan merupakan masukan kepada organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan harapannya, maka pasien itu akan selalu mencari pelayanan kesehatan yang diperolehnya dapat memenuhi harapannya atau tidak mengecewakan (Pohan, 2006).

Pengukuran kepuasan pasien tidaklah mudah, karena untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tersebut akan


(44)

yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan, kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa menyembunyikan kritik adalah merupakan kesopanan dan sebaliknya, mengemukakan kritik adalah menunjukkan ketidaksopanan (Pohan, 2006).

Menurut Kotler (2007) ada berbagai metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran

Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan cara menerima saran, keluhan masukan mengenai produk atau jasa layanan. Jika penanganan keluhan, masukan dan saran ini baik dan cepat, maka pelanggan akan merasa puas, sebaliknya jika tidak maka pelanggan akan merasa kecewa. Contohnya dengan menggunakan formulir, kotak saran, kartu komentar.

2. Riset kepuasan pelanggan

Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Survei akan mencerminkan kondisi lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap produk atau jasa yang digunakan.

3. Ghost shopping

Yaitu model yang mirip dengan marketing intelligence yaitu pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura sebagai pembeli atau pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing dalam menangani keluhan.

4. Analisa pelanggan yang hilang

Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.

Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat di pastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan public. Pada kondisi persaingan sempurna, dimana pelanggan mampu untuk memilih diantara beberapa alternatif pelayanan dan

memiliki informasi yang memadai, kepuasan pelanggan merupakan satu determinan kunci dari tingkat permintaan pelayanan.

Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan tanggap terhadap


(45)

43

kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.

2.3. Landasan Teori

Dalam menghadapi persaingan antar rumah sakit (perusahaan) yang semakin ketat, maka rumah sakit bersaing untuk memikat agar para pelanggannya tetap loyal dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang diberikannya. Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian penting adalah kualitas layanan yang

diberikan oleh rumah sakit seperti halnya pada bagian farmasi. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berpikir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra mutu atau kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pasien atau pelanggan. Baik buruknya mutu layanan menjadi tanggung jawab seluruh bagian organisasi (Rusdarti, 2004).

Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan obat dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan interaksi dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya, dengan melaksanakan pelayanan ‘Pharmaceutical care’ secara menyeluruh oleh tenaga farmasi sehingga kualitas layanan kefarmasian dapat optimal.

Menurut Zeithaml dkk (1990) kualitas layanan dibangun atas adanya

perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi atas layanan nyata yang mereka terima dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan. Berbagai dimensi mutu pelayanan kesehatan dikemukakan oleh para ahli. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) melalui penelitiannya mengidentifikasi 10 (sepuluh) dimensi pokok, yaitu daya


(46)

kredibilitas, kemampuan memahami pelanggan, keamanan, dan bukti fisik. Pada penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Parasuraman dkk (1988), mereka menggabungkan beberapa dimensi menjadi satu, yaitu kompetensi, kesopanan, keamanan, dan kredibilitas yang disatukan menjadi jaminan (assurance). Dimensi komunikasi, akses, dan kemampuan memahami pelanggan digolongkan sebagai empati (empathy). Akhirnya menjadi lima dimensi utama, yaitu bukti fisik (bukti langsung), kehandalan (reliabilitas), ketanggapan, jaminan, dan empati. Dengan dipenuhinya mutu pelayanan kesehatan maka akan meningkatkan kepuasan pasien (Bustami, 2011).

Kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan

konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan. Indarjati (2009) menyebutkan adanya dua macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau

kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan

kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan rumusan teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian serta variabel-variabel yang akan di teliti, seperti berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Mutu pelayanan kefarmasian:

1. Bukti fisik (tangible) (X1)

2. Kehandalan (reliability) (X2)

3. Ketanggapan (responsiveness) (X3)

4. Jaminan (assurance) (X4)

5. Empati (empathy) (X5)

Kepuasan Pasien


(47)

45

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan desain cross sectional yang merupakan studi satu tahap yang datanya diambil pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara dengan pertimbangan:

1. Meningkatnya jumlah kritik dan saran setiap bulan. Jumlah kritik dan saran yang disampaikan oleh pasien dari Januari 2012 -Desember 2012 sebanyak 89 kritikan 2. Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dengan judul penelitian yang

sama dengan penelitian ini. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2012 sampai dengan Agustus 2013. Pengambilan data pada bulan Juni 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan yang datang ke instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara, dari bulan Januari 2012-Desember 2012 sebanyak 8.359 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pasien rawat jalan yang mendapatkan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara yang dipilih dengan menggunakan rumus: (Lemeshow, 1994)


(48)

P) P(1 Z 1) (N d N P) (1 P Z

n 2 2

2 − + − − = Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Galat Pendugaan (0,1)

Z = Tingkat Kepercayaan (95% = 1,960) P = Proporsi Populasi (0,5)

Dengan perhitungan: ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 96 , 1 ) 1 359 . 8 ( 1 , 0 359 . 8 ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 96 , 1 2 2 2 − + − − = x n 5404 , 84 98 , 027 . 8 = n

n = 94,96 atau dibulatkan menjadi 95 orang.

Maka sampel terpilih sebanyak 95 orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling yaitu memilih atau menentukan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri-cirinya), maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden) (Riduwan, 2008). Adapun kriteria sampel sebagai berikut :

1. Berusia 17 tahun ke atas.

2. Mendapatkan pelayanan kefarmasian.

3. Dapat berkomunikasi dan mengerti bahasa Indonesia dengan baik. 4. Bersedia menjadi responden.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden yang berpedoman pada kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.


(49)

47

3.4.2. Uji Validitas

Kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu akan dilakukan ujicoba terhadap 30 orang responden di Rumah Sakit Umum Bireuen Kabupaten Jeumpa untuk

mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r),dengan ketentuan jika nilai r-hitung ≥ 0,361 (responden 30 orang) dinyatakan valid, sedangkan jika Nilai r-hitung < 0,361 dinyatakan tidak valid. Dari hasil perhitungan uji product moment semua item butir soal dinyatakan valid karena memiliki nilai lebih besar dari 0,361 Hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner No.

Butir soal

Validitas No. Butir

soal

Validitas Harga

r-hitung

Harga

r-tabel Ket.

Harga r-hitung

Harga

r-tabel Ket.

Bukti Langsung Kehandalan

1 0,548 0,361 Valid 1 0,665 0,361 Valid 2 0,774 0,361 Valid 2 0,527 0,361 Valid 3 0,885 0,361 Valid 3 0,466 0,361 Valid 4 0,827 0,361 Valid 4 0,666 0,361 Valid 5 0,893 0,361 Valid 5 0,592 0,361 Valid 6 0,800 0,361 Valid 6 0,662 0,361 Valid

Ketanggapan Jaminan

1 0,777 0,361 Valid 1 0,706 0,361 Valid 2 0,882 0,361 Valid 2 0,652 0,361 Valid 3 0,870 0,361 Valid 3 0,566 0,361 Valid


(50)

5 0,551 0,361 Valid 5 0,859 0,361 Valid 6 0,857 0,361 Valid 6 0,696 0,361 Valid

Empati Kepuasan Pasien

1 0,688 0,361 Valid 1 0,739 0,361 Valid 2 0,771 0,361 Valid 2 0,835 0,361 Valid 3 0,851 0,361 Valid 3 0,941 0,361 Valid 4 0,799 0,361 Valid 4 0,841 0,361 Valid 5 0,662 0,361 Valid 5 0,795 0,361 Valid 6 0,584 0,361 Valid 6 0,759 0,361 Valid 7 0,484 0,361 Valid 8 0,837 0,361 Valid 9 0,743 0,361 Valid 10 0,692 0,361 Valid 3.4.3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan kehandalan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha >0,600, maka dinyatakan reliabel (Riduwan, 2008).

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas data penelitian bahwa seluruh variabel penelitian dinyatakan reliabel karena nilai Cronbach Alpha setiap variabel yang diteliti lebih besar dari 0,600 (Cronbach Alpha >0,600). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket Variabel Cronbach's Alpha

Hitung

Cronbach's Alpha Tabel

Keputusan

Bukti Langsung 0,867 0,600 Reliabel

Kehandalan 0,716 0,600 Reliabel

Ketanggapan 0,859 0,600 Reliabel

Jaminan 0,762 0,600 Reliabel

Empati 0,824 0,600 Reliabel

Kepuasan Pasien 0,916 0,600 Reliabel

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian


(51)

49

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen yaitu mutu pelayanan kefarmasian meliputi bukti langsung

(tangible), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsive), jaminan (assurance), dan empati (empathy), sedangkan Variabel independen dalam penelitian ini yaitu kepuasan pasien.

3.5.2. Definisi Operasional

1. Mutu pelayanan kefarmasian adalah kualitas layanan yang diberikan petugas kesehatan pada bagian kefarmasian kepada pasien meliputi bukti langsung (tangible), kehandalan (reliability), cepat tanggap (responsive), jaminan (assurance), dan empati (empathy).

2. Bukti langsung adalah kualitas layanan yang diberikan petugas kefarmasian kepada pasien meliputi fasilitas/peralatan dan kenyamanan, ruang tunggu pasien serta waktu tunggu.

3. Kehandalan adalah kualitas layanan yang diberikan petugas kefarmasian kepada pasien meliputi cara kerja yang terampil, akurat, menghilangkan keluhan pasien, dan tepat waktu.

4. Cepat tanggap adalah kualitas layanan yang diberikan petugas kefarmasian kepada pasien meliputi kemampuan, kesigapan tenaga kesehatan untuk selalu siap membantu dan memberikan pelayanan yang cepat, tepat.

5. Jaminan adalah kualitas layanan yang diberikan petugas kefarmasian kepada pasien meliputi kemampuan dan pengetahuan petugas kesehatan dalam menumbuhkan kepercayaan kepada pasien.

6. Empati adalah kua litas layanan yang diberikan petugas kefarmasian kepada pasien meliputi perhatian petugas kesehatan, keramahan, dan hubungan komunikasi yang baik.


(52)

7. Kepuasan pasien adalah rasa puas, rasa senang dan kelegaan pasien atas mutu layanan yang diterima dari tenaga kesehatan bagian kefarmasian.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Mutu Pelayanan Kefarmasian a. Bukti langsung (tangible)

Pengukuran variabel bukti langsung berdasarkan pada skala ordinal dari 6 pertanyaan dengan alternatif jawaban 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (sedang), 2 (buruk), dan 1 (buruk sekali), sehingga skor terendah adalah 6 (6x1), skor tertinggi adalah 30 (6x5), kemudian bukti langsung (tangible) dikategorikan menjadi:

1 Baik, jika responden memperoleh skor >50% (19-30) 0 Kurang baik, jika responden memperoleh skor ≤50% (6-18) b. Kehandalan (reliability)

Pengukuran variabel kehandalan berdasarkan pada skala ordinal dari 6 pertanyaan dengan alternatif jawaban 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (sedang), 2 (buruk), dan 1 (buruk sekali), sehingga skor terendah adalah 6 (6x1), skor tertinggi adalah 30 (6x5), kemudian kehandalan (reliability) dikategorikan menjadi:

1 Baik, jika responden memperoleh skor >50% (19-30) 0 Kurang baik, jika responden memperoleh skor ≤50% (6 -18)


(53)

51

c. Ketanggapan (responsiveness)

Pengukuran variabel ketanggapan berdasarkan pada skala ordinal dari 6 pertanyaan dengan alternatif jawaban 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (sedang), 2 (buruk), dan 1 (buruk sekali), sehingga skor terendah adalah 6 (6x1), skor tertinggi adalah 30 (6x5), kemudian dikategorikan menjadi:

1 Baik, jika responden memperoleh skor >50% (19-30) 0 Kurang baik, jika responden memperoleh skor ≤50% (6-18) d. Jaminan (assurance)

Pengukuran variabel jaminan berdasarkan pada skala ordinal dari 6 pertanyaan dengan alternatif jawaban 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (sedang), 2 (buruk), dan 1 (buruk sekali), sehingga skor terendah adalah 6 (6x1), skor tertinggi adalah 30 (6x5), kemudian dikategorikan menjadi:

1 Baik, jika responden memperoleh skor >50% (19-30) 0 Kurang baik, jika responden memperoleh skor ≤50% (6 -18) e. Empati (empathy)

Pengukuran variabel empati berdasarkan pada skala ordinal dari 6 pertanyaan dengan alternatif jawaban 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (sedang), 2 (buruk), dan 1 (buruk sekali), sehingga skor terendah adalah 6 (6x1), skor tertinggi adalah 30 (6x5), kemudian dikategorikan menjadi:

1 Baik, jika responden memperoleh skor >50% (19-30) 0 Kurang baik, jika responden memperoleh skor ≤50% (6-18)


(1)

jaminan * kepuasan pasien

Crosstab

kepuasan pasien

Total tidak puas puas

jaminan kurang baik Count 40 7 47 % within jaminan 85.1% 14.9% 100.0% % of Total 42.1% 7.4% 49.5%

baik Count 9 39 48

% within jaminan 18.8% 81.3% 100.0% % of Total 9.5% 41.1% 50.5%

Total Count 49 46 95

% within jaminan 51.6% 48.4% 100.0% % of Total 51.6% 48.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 41.867a 1 .000

Continuity Correctionb 39.252 1 .000 Likelihood Ratio 45.715 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 41.427 1 .000 N of Valid Cases 95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.76. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

empati * kepuasan pasien

Crosstab

kepuasan pasien

Total tidak puas puas

empati kurang baik Count 41 7 48 % within empati 85.4% 14.6% 100.0% % of Total 43.2% 7.4% 50.5%

baik Count 8 39 47

% within empati 17.0% 83.0% 100.0% % of Total 8.4% 41.1% 49.5%

Total Count 49 46 95

% within empati 51.6% 48.4% 100.0% % of Total 51.6% 48.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 44.480a 1 .000

Continuity Correctionb 41.783 1 .000 Likelihood Ratio 48.839 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 44.012 1 .000 N of Valid Cases 95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.76. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Regresi Logistik Ganda

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent Selected Cases Included in Analysis 95 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 95 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 95 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value tidak puas 0

puas 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

kepuasan pasien

Percentage Correct tidak puas puas

Step 0 kepuasan pasien tidak puas 49 0 100.0

puas 46 0 .0

Overall Percentage 51.6

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -.063 .205 .095 1 .758 .939


(4)

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 0 Variables Bukti langsung 39.171 1 .000

Kehandalan 23.310 1 .000 ketanggapan 36.978 1 .000 jaminan 41.867 1 .000

empati 44.480 1 .000

Overall Statistics 56.006 5 .000

Block 1: Method = Forward Stepwise (Conditional)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig. Step 1 Step 48.839 1 .000

Block 48.839 1 .000 Model 48.839 1 .000 Step 2 Step 14.709 1 .000 Block 63.547 2 .000 Model 63.547 2 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 82.765a .402 .536

2 68.056b .488 .651

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

b. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

kepuasan pasien

Percentage Correct tidak puas puas

Step 1 kepuasan pasien tidak puas 41 8 83.7

puas 7 39 84.8

Overall Percentage 84.2

Step 2 kepuasan pasien tidak puas 46 3 93.9

puas 11 35 76.1


(5)

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 82.765a .402 .536

2 68.056b .488 .651

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a empati 3.352 .564 35.341 1 .000 28.554 9.457 86.215

Constant -1.768 .409 18.683 1 .000 .171

Step 2b jaminan 2.367 .629 14.145 1 .000 10.667 3.107 36.629 empati 2.564 .628 16.683 1 .000 12.985 3.794 44.435 Constant -2.610 .552 22.319 1 .000 .074

a. Variable(s) entered on step 1: empati. b. Variable(s) entered on step 2: jaminan.

Model if Term Removeda

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log Likelihood df

Sig. of the Change Step 1 empati -65.843 48.921 1 .000 Step 2 jaminan -42.018 15.980 1 .000

empati -43.688 19.320 1 .000

a. Based on conditional parameter estimates

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 1 Variables bukti langsung 11.309 1 .001

kehandalan 2.006 1 .157 ketanggapan 6.085 1 .014 jaminan 17.934 1 .000 Overall Statistics 21.602 4 .000 Step 2 Variables bukti langsung 2.830 1 .093 kehandalan .119 1 .730 ketanggapan .063 1 .802 Overall Statistics 3.401 3 .334


(6)