Studi deskriptif perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu di Yogyakarta - USD Repository

  

STUDI DESKRIPTIF PERILAKU BERPACARAN

PADA REMAJA TUNA RUNGU

DI YOGYAKARTA

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi

  

Disusun oleh :

ADRIAN ASCHARI

NIM : 029114022

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

  

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  30 Juli

  30 Juli

  19 Mei 2010

  Hidup adalah sebuah penyerahan Penyerahan diri kita kepada sesama

Seolah-olah itu adalah hadiah buat mereka

  Kupersembahkan karya tulis ini kepada orang-orang yang telah berjasa

dalam hidupku khususnya pada saat menempuh jenjang pendidikan hingga

saat ini.

Hanya Tuhan yang dapat membalas segala kebaikan yang tak ternilai ini.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 2010 Adrian Aschari

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Adrian Aschari

  Nomor Mahasiswa : 029114022 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

STUDI DESKRIPTIF PERILAKU BERPACARAN PADA REMAJA TUNA

RUNGU DI YOGYAKARTA

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 2010 Yang menyatakan (Adrian Aschari)

  

Studi Deskriptif Perilaku Berpacaran Pada Remaja Tuna Rungu Di

Yogyakarta.

  Adrian Aschari ABSTRAK

  Tujuan penelitian ini yaitu memberikan gambaran perilaku berpacaran para remaja tuna

rungu dengan sesama remaja tuna rungu di Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah remaja yang

mengalami kesulitan mendengar dan biasa disebut sebagai tuna rungu. Subyek juga sedang atau

pernah memiliki pacar yang juga tuna rungu. Jumlah subyek dalam penelitian ini ada 4 orang yang

terdiri dari 3 orang laki-laki dan seorang wanita. Subyek yang didapat dari seleksi angket ada 3

orang dan 1 orang lagi dari informasi narasumber. Prosedur pengumpulan data penelitian studi

kepustakaan dan studi lapangan. Metode penelitian kualitatif-fenomenologi. Penelitian kualitatif

yaitu upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep,

perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Penelitian fenomenologi adalah

suatu penelitian yang menggambarkan bagaimana individu mengkontruksikan suatu makna dari

pengalaman dalam suatu fenomena (atau topik atau konsep). Pengumpulan data menggunakan

interview sebagai sumber data utama yang didukung dengan kuesioner dan observasi sebagai

sumber data tambahan. Proses interview dengan subyek dibantu oleh translatter. Hal tersebut

disebabkan oleh keterbatasan peneliti dalam berbahasa isyarat dan untuk membantu memahami

apa yang dimaksud subyek sebagai orang yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi.

Analisis data menggunakan Content analysis yaitu proses mengidentifikasi, mengkode, dan

mengkategorikan pola primer dalam data, menggunakan indikator-indikator atau tema-tema yaitu

kencan, berdasar cinta kasih, komitmen, intimacy, dan passion yang berasal dari aspek pacaran dan

cinta. Hasil penelitian memperlihatkan bagaimana perilaku berpacaran yang dipaparkan oleh

masing-masing subyek ini beragam yaitu usaha menjalin komitmen dan komunikasi secara terus-

menerus, adanya rasa senang jika bertemu si dia, adanya rasa kangen, mengobrol atau

berkomunikasi sampai mengerti, setia untuk memberi komitmen sampai menikah, adanya

kesabaran, kejujuran, senang, dan sopan. Keragaman ini dikarenakan oleh tingkat kecerdasan dan

pengalaman subyek dalam berpacaran berbeda-beda. Kemampuan bahasa dan pemahaman bahasa

yang kurang dari masing-masing subyek menjadi alasan mengapa data yang diperoleh menjadi

sederhana. Kata kunci : perilaku, pacaran, tuna rungu, dan remaja

  

The Descriptive Study of Courtship Behavior between Deaf Teenage in

Yogyakarta.

  

Adrian Aschari

ABSTRACT

The purposes of this research are to describe the picture of courtship behavior between

deaf teenage in Yogyakarta. The subject of this research is the teenage who had difficulty to hear

and commonly referred as the deaf. The Subject is or ever had the courtship relationship before,

and they are deaf too. The number of research subject is 4 people, consisting of three men and one

girl. The subject who obtained through questionnaire selection is three persons and one more

person was from informant information. The procedures of data collecting are from literature

study and field study. The research method was using phenomenology – qualitative. Qualitative

research is the effort to present social world and its perspectives in terms o concepts, behaviors,

perceptions, and the problem of human that investigated. Phenomenology research is the research

which describes: how person was constructing the meaning of his/her experiences in a

phenomenon (or topic or concept). Data collection is using interview as the main data which

supported by questionnaire an observation as the additional resources. The interview process with

the subject was helped by the translator. That caused the limitation of the researcher in the

language cues and to help to understand what is meant by subject as the person who has limited in

communication. Data analysis was using content analyses, which mean process to identify, coding

and categorizing the primer pattern of data, using the indicators or themes like dating, based on

loved, commitment, intimacy, and passion which derived from courtship and love The result of this

research concluded that how courtship behavior which described by each subject was various.

The behavior was referred to : effort to build commitment and communicated continuously each

other, the pleasure when meet each other, missing each other, talk or communicated to

understand, loyal and polite. This variety is caused by the intelligence level and subject experience

in courtship was different each other. Language ability and less language comprehension from

each subject was become a reason why the data obtained was very simple. Keyword : behavior, courtship, deaf, and teenage

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan tuntunan, rahmad, dan cinta-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari adanya keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, sehingga dengan bantuan dari berbagai pihaklah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Tuhan YME, Pelindungku, Tumpuan hidupku, Tujuan hidupku, Sahabatku, Guruku. Terima kasih Tuhan karena telah memberikan jalan yang terbaik untukku. Walaupun kadang aku tidak setia menjalankan ibadahku dan sering kali melakukan kesalahan, aku yakin Engkau selalu ada untukku. Hanya rasa syukur yang bisa selalu kuhaturkan kepada-Mu atas segala karunia dan kemudahan yang telah diberikan kepadaku. Terima Kasih Tuhan.

  2. Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.

  3. Sylvia Carolina MYM. S.Psi., M.Si. selaku Kepala Program Studi Psikologi.

  4. A. Tanti Arini, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih ibu sudah sangat sabar dan memberikan keceriaan sekaligus ketegasan dalam menyelesaikan studi. Terima kasih pula atas bimbingan ibu beberapa tahun terakhir kepada saya selama menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi di Universitas Sanata Dharma ini.

  5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah sangat sabar menunggu kemajuan skripsi dan selalu memberikan semangat, dan dorongan. Terimakasi bapak, atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  6. Bapak dan ibu dosen yang telah bersedia membaca, memberikan masukan,

  7. Bapak dan ibu dosen penguji yang telah memberikan kritik dan masukkan yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

  8. Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni, dan Pak Gi, terima kasih atas keramahan, sapaan, dan ketulusan yang diberikan setiap waktu dalam banyak hal sehingga memberi kemudahan bagi penulis selama penulis belajar di fakultas psikologi ini.

  9. Alm. Bude Roos tercinta, terimakasih atas cinta yang begitu besar yang diberikan kepadaku sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku selama ini. Semangat dan ketulusan Bude akan selalu menjadi inspirasiku dalam menjalani hidup. Doakan aku selalu Bude dan aku yakin Bude bahagia di surga.

  10. Papi dan Mami tersayang, terimakasih atas cinta dan kepercayaan yang terus diberikan sehingga semangat ini terus ada sampai skripsi bisa terselesaikan.

  11. Tante Ati, terimakasih atas kepercayaan dan dukungan materi yang diberikan sehingga bisa lebih nyaman dalam pengerjaan skripsi ini.

  12. Sherly dan Rudi, kakak-kakakku yang selalu memahamiku dan mendukungku hingga aku berhasil sampai sejauh ini. Thanks ya bro

  13. Pakde, bude, om, tante, dan saudara-saudara sepupuku yang memberiku semangat untuk pantang menyerah, selalu mendukung, menyemangatiku dan mendoakanku supaya aku dapat menyelesaikan skripsi.

  14. Aster, terimakasih untuk semuanya karena kamu skripsi ini terasa lebih mudah.

  15. Caris tersayang, senyum dan kelucuan yang tulus darimu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

  16. Mbak Menik selaku HRD YEU, terimakasih atas kepercayaannya sehingga aku memiliki pengalaman kerja yang tidak terlupakan di Jogja dan di Aceh.

  17. Bapak Tanda selaku kepala sekolah dan Ibu Citra selaku wali kelas SLBN

  3 Yogyakarta, terimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk mengambil data dan mendukung penelitian ini hingga menjadi bahan skrisi ini.

  18. Shinta, terimakasih karena dengan bantuanmulah skripsi ini menjadi lebih sempurna. Walau dirimu tuna rungu tapi aku yakin dirimu akan menjadi orang yang berharga. Sukses selalu untukmu dan semoga selalu dalam lindungan Tuhan.

  19. Han-Han dan Remon, terimaksih untuk kegilaan-kegilaan yang kita lalui bersama sehingga beban pikiran dan stress selama mengerjakan skripsi ini menjadi terasa lebih ringan.

  20. Rekan-rekan kerjaku di Play Group Ceria: Mr Didit, Chris, Ms Aster, Meme, Mas Sugik, Ms Ketrin, Yayan, Mely, Utin, Ms Diah, Ms Aan terimakasih untuk kesempatan yang diberikan sehingga aku bisa berkerja dan mulai mengenal dunia pendidikan anak usia dini, Bu Dewi anda sungguh direksi yang bijaksana dan terimakasih atas kesediaannya mengobatiku saat sakit, dll terimasih atas pengalaman yang indah.

  21. Rekan-rekan di YEU: Mbak Menik saya banyak belajar dan terinspirasi dari anda, Erni si wanita hebat, Susi sungguh kamu tidak terduga, Mbak Sinta, Dita, Mbak Vita trims untuk kartu Hallonya, Mia, Mas Ambar kapan kita buka usaha bareng ya... dan kapan kita ber blup-blup di Sabang, dll sungguh aku bahagia bisa mengenal kalian. Terimakasih.

  22. Rekan-rekan YEU Banda Aceh: Mas Henry, Yuyun, Burhan, Bang Najib, Agus bagaimana kabarmu... semoga sukses selalu, Mila trims untuk menjadi partner yang setia dan akupunturnya, Lamhot, Lativa, Bang Armia, dr Titin trims untuk pengobatannya, dll terimakasih atas pengalaman yang mengasikkan dan penuh konflik. Sukses ya.

  23. Teman-teman di TK Beureunut: Kak Nurjamali, Kak Lisniar, Kak Yusniar alm., kakak adalah wanita yang penuh dengan senyum dan semangat semoga kakak berbahagia di surga, Bu Nira, Pak Is, dll terimakasih atas kerjasamanya. Semoga TK kita itu tetap berjalan. Sukses selalu.

  24. Rekan-rekan TB / TPA Mata Air: Anti, Lisa, Lusi, Bu Siska, Bu Amung, Bu Pepi, Pak Marman, dll terimakasih sudah menjadi partner yang baik di saat susah dan senang. Semoga sukses selalu.

  25. Teman-teman di Psikologi USD 2002: Pandji, Meme, Tyas, Tisa, Suko, Danang, Nicko, Ian ‘cewek’, Hany, Danny, Si B, Siye, Cinghe, Wawan, Lisna, Dody, Lita, Anggi dll terimakasih untuk pertemanan yang kita lalui bersama ini. Kalian sungguh berharga meski aku sering lupa dengan nama- nama kalian tapi kalian telah memberi warna dalam hidupku ini.

  26. Teman-teman Psikologi USD dari berbagai angkatan yang kukenal dan mengenalku, terimakasih untuk dukungan dan keceriaan yang dulu kita lalui bersama. Aku kangen pocinan dan nongkrong bareng bersama kalian; Mas Hendra Kusuma, Mas Hendra Bagus, Ekodok, Berta, Ariel, Nina, Farah, Nining, Siska, Dama, Ita, Dita, Desi dll.

  27. Teman-teman Basket Psikologi USD; Nicko ‘Batak’, Tama, Amek, Tien, Bona, dll dari kalian aku belajar bekerja sama, percaya teman satu tim, dan belajar menjadi pemimpin. Terimakasih untuk semua itu.

  28. Teman-teman di SLBN 3 khususnya bagian tuna rungu, terimakasih atas kesediaannya meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

  29. Teman dan saudara yang tidak tersebutkan namanya diatas, namun sudah memberiku semangat dan doa. Dari lubuk hati yang paling dalam saya mengucapkan banyak terima kasih atas semuanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini.

  Yogyakarta, Penulis

  

DAFTAR ISI

Halaman

  HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. iii HALAMAN MOTTO …………………………………………………… iv HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………… vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………. vii ABSTRAK ………………………………………………………………. viii ABSTRACT ………………………………………………………………. ix KATA PENGANTAR ……….................................................................… x DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xiv DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xvii

  BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………. 1 A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………. 5 C. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 5 D. Manfaat Penelitian …………………………………………… 5 1. Manfaat Praktis.................................................................... 6 2. Manfaat Teoritis................................................................... 6

  A.

  Remaja ....................................................................................... 7 1.

  Definisi Remaja .................................................................... 7 2. Tugas Perkembangan Remaja .............................................. 9 B. Penderita Tuna Rungu ............................................................... 9 1.

  Definisi Tuna Rungu ............................................................ 9 2. Tingkat Ketunarunguan ........................................................ 11 C. Pacaran ....................................................................................... 12 1.

  Definisi Pacaran .................................................................... 12 2. Komponen Cinta ................................................................... 13 D. Remaja Tuna Rungu ................................................................... 14 1.

  Definisi Remaja Dengan Tuna Rungu .................................. 14 2. Ciri-ciri Remaja Tuna Rungu ................................................ 15 E. Remaja Tuna Rungu Yang Berpacaran ...................................... 16

  BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 17 A. Jenis Penelitian ................................................................................ 17 B. Definisi Operasional Penelitian ....................................................... 18 C. Subyek Penelitian ............................................................................ 19 D. Metode Pengambilan Sampel Penelitian ........................................ 20 E. Metode Pengambilan Data Penelitian ............................................. 21 F. Jenis dan Sumber Data Penelitian ................................................... 27 G. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian .......................................... 27 H. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah Penelitian ....................... 28

  J.

  Kredibilitas Penelitian ..................................................................... 33

  BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 36 A. Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 36 B. Hasil Penelitian ............................................................................... 40 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 53 A. Kesimpulan ..................................................................................... 53 B. Saran ............................................................................................... 55 C. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 56 Daftar Pustaka ............................................................................................. 57 Lampiran

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1 Tabel Tingkat Ketunarunguan ............................... 11 Tabel 2 Tabel Pedoman Wawancara .................................. 23 Tabel 3 Tabel Kuesioner .................................................... 24 Tabel 4 Tabel Tahap Pengambilan Data Penelitian ........... 38 Tabel 5 Tabel Data Identitas Responden, Narasumber

  , dan Translatter ................................................... 40 Tabel 6 Tabel Observasi .................................................... 43

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa berpacaran adalah waktu dimana seseorang berusaha saling

  mengenal pasangannya berdasarkan rasa kasih sayang. Setiap pasangan menginginkan menghabiskan waktu bersama sehingga seringkali timbul rasa kangen jika tidak bersama pasangannya dan juga timbul rasa cemburu jika ada orang lain ada di dekat pasangan kita. Situasi-situasi inilah yang seringkali dirasakan pada saat berpacaran.

  Saat berinteraksi dengan teman-teman tuna rungu, penulis melihat mereka berinteraksi dengan bahasa isyarat dan membaca gerak bibir lawan bicaranya. Mereka tampak berekspresi tetapi tidak terlihat adanya rasa emosional seperti suka atau tidak suka dengan lawan komunikasinya. Ketika mereka mengatakan mempunyai pacar si A atau sedang berpacaran dengan si

  B, penulis bertanya-tanya bagaimanakah mereka pacaran itu, apakah sama seperti orang normal karena seperti kita ketahui remaja tuna rungu memiliki kekurangan pada komunikasi.

  Pendapat Ibu Chitra Eka Dewi selaku guru di salah satu SLBN di DIY mengungkapkan bahwa sebaiknya anak-anak tuna rungu pacaran sedini mungkin karena jika ternyata tidak cocok dan akhirnya putus, masing-masing dari mereka dapat segera mencari gantinya. Menurut beliau pergaulan anak semakin kesulitan mencari pasangan hidup. Disisi lain, di SLBN tersebut juga pernah terjadi seorang siswi tuna rungu yang hamil di luar nikah akibat dari hubungan sex dengan pacarnya yang juga tuna rungu. Siswi tersebut berusaha menyembunyikan kehamilannya tersebut dengan cara menggunakan jaket setiap kali ke sekolah. Tetapi sepandai-pandainya siswi itu menyembunyikan, akhirnya pihak keluarga mengetahui juga dan siswi itu kemudian ‘diambil’ dan dipindahkan oleh pihak keluarga. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 Oktober 2009 ini semakin menguatkan rasa ingin tahu penulis mengenai bagaimana perilaku berpacaran remaja tuna rungu.

  Peristiwa di atas menjelaskan bahwa meskipun kedua insan tersebut tuna rungu tetapi mereka memiliki keinginan untuk berhubungan dengan lawan jenis, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai satu sama lain dan juga kebutuhan untuk berhubungan seksual. Hal ini dikuatkan oleh Murray ( Hall & Lindzay, 1993) yang menyebutkan bahwa remaja tuna rungu memiliki kebutuhan psikogenik yang mencakup berbagai kebutuhan yang diantaranya adalah need of sex, yaitu kebutuhan untuk bergaul dengan lawan jenis dan kebutuhan untuk hubungan seksual serta need of succorance yaitu kebutuhan akan cinta.

  Usia remaja bagi anak tuna rungu tidak ada bedanya dengan anak normal, mereka mengalami masa pubertas layaknya remaja pada umumnya.

  (KOMPAS.com, 21 maret 2009) pada masa itu mereka mulai tertarik dengan lawan jenis. Mereka mengalami kesulitan dalam berbahasa tetapi tidak akan dan menjalin komunikasi sehingga dapat menimbulkan rasa saling suka di antara mereka sehingga mereka memutuskan untuk berpacaran.

  Pada kasus lain disebutkan bahwa gadis tuna rungu, En (16 th.) nekat menceburkan diri ke dalam sumur. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan. En berusaha bunuh diri dengan menceburkan diri ke dalam sumur karena mengira Maulana (16 th.) telah berpacaran dengan siswi lain.

  En dan Maulana yang sama-sama tuna rungu ini memang berpacaran dan hubungan kasih itu telah diketahui oleh banyak siswa dan guru di salah satu SLB. Setelah berhasil diselamatkan dan siuman, En langsung menangis. Kehadiran Maulana akhirnya berhasil memecahkan kesedihan. Semula En tetap berduka karena menganggap Maulana telah ingkar janji dengan berpacaran dengan siswi baru. Setelah para guru meyakinkan bahwa Maulana tidak memiliki pacar lain, En kembali tersenyum. (Kompas.com, 21 Maret 2009)

  Sumadi dan Talkah (1984) menyebutkan ciri khas remaja tuna rungu salah satunya adalah ciri emosional yang disebabkan oleh kekurangan pemahaman akan bahasa lisan dalam berkomunikasi yang seringkali menimbulkan kesalah pahaman. Selain tidak dimengerti oleh orang lain, remaja tuna rungu pun sukar memahami orang lain. Dalam ciri sosial disebutkan; dalam kehidupan sosial, remaja tuna rungu mempunyai kebutuhan yang sama dengan remaja normal, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok atau keluarga dan dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas.

  Ibu Chitra mengatakan bahwa mereka tidak mendengar tetapi melihat, dengan penglihatannya mereka melihat sekitar atau lingkungannya juga melalui televisi dimana dapat dijumpai banyak remaja yang berpacaran. Proses belajar sosial yang lebih banyak dilakukan menggunakan indera penglihatan tersebut membuat mereka ingin dan mencontoh orang-orang yang mereka lihat. Mereka juga menjadi ingin menjalin hubungan dengan lawan jenis dan berpacaran.

  Setiap manusia dalam kehidupannya selalu melakukan interaksi dengan orang lain. Komunikasi tersebut diperlukan untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan cara menjelaskan apa yang ia inginkan. Orang lain menjadi tahu dan dapat membantu untuk pemenuhan kebutuhan orang tersebut, sehingga diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik. Kemampuan komunikasi biasanya ditunjukkan dengan kemampuan berbicara dan kemampuan untuk mendengarkan yang tidak hanya sekedar mendengarkan tetapi juga mengerti apa yang dimaksud orang lain. Masa remaja pada umumnya adalah masa pencarian identitas diri, masa yang penuh harapan dan tuntutan sosial untuk segera mencapai kemandirian dalam berbagai aspek kehidupan. Pemenuhan harapan sosial tersebut seringkali tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana.

  Setiap orang melakukan komunikasi bukan hanya menyampaikan isi tidak hanya pada aspek isinya saja tetapi juga pada aspek relasional. Artinya tidak benar anggapan bahwa makin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka karena yang menjadi soal bukan berapa kali komunikasi dilakukan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jika dari komunikasi berkembang sikap curiga, maka semakin sering berkomunikasi akan semakin jauh jarak hubungan tersebut.

  Fenomena yang terjadi pada kelompok pasangan remaja tuna rungu menimbulkan ketertarikan peneliti untuk melihat bagaimana perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu.

B. Rumusan Masalah

  Beranjak dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimanakah deskripsi perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu? C.

   Tujuan Penelitian

  Tujuan yang akan diperoleh dari penulisan ini adalah mendapatkan deskripsi perilaku pacaran pada remaja tuna rungu dan sekaligus sebagai gambaran bagaimana mereka berpacaran dengan sesama remaja tuna rungu di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

  Dengan tidak mengesampingkan kelemahan-kelemahan, manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini terbagi menjadi :

  1. Manfaat praktis : Hasil penelitian ini bagi masyarakat dapat bermanfaat untuk membantu memahami keadaan remaja tuna rungu yang berpacaran sehingga dapat mengambil langkah bijak untuk membantu, mendampingi, dan bergaul dengan para penderita tuna rungu.

  Hasil penelitian ini bermanfaat untuk lembaga-lembaga pendampingan remaja tuna rungu dan peneliti selanjutnya yaitu untuk memberikan gambaran tambahan mengenai perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu yang dapat dipakai dalam proses pendampingan.

  Manfaat bagi penulis yaitu penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh semasa kuliah.

  2. Manfaat teoritis : Hasil penelitian ini dari segi ilmu pengetahuan bermanfaat untuk memberikan gambaran deskripsi mengenai perilaku pacaran di antara sesama remaja tuna rungu sehingga harapannya dapat memberikan gambaran dinamika kehidupan remaja tuna rungu yang berpacaran sebagai referensi tambahan bagi ilmu Psikologi Luar Biasa

BAB II KERANGKA TEORI A. Remaja

  1. Definisi Remaja Remaja didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang ditandai dengan perubahan fisik karena pubertas serta perubahan kognitif dan sosial. Menurut Seifert dan Hoffnung (1987). Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).

  Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa

  8 perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

  Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan menurut Gunarso dan Gunarso (1989) serta Monks, Knoers, dan Haditono (1985) masa remaja berada antara usia 12 sampai 21 tahun. Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

  G. Stanley Hall menyebutkan : adolescence is a time of ”storm and

  

stress”. Artinya, remaja adalah sebagai masa yang penuh dengan ”badai dan

  tekanan jiwa”, yaitu masa di mana terjadi perubahn besar secara fisik, intelektual, dan emosional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya. (dalam Seifert & Hoffnung, 1987)

  Berdasarkan penjelasan diatas maka remaja adalah seseorang yang pada umumnya berusia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang pada masa itu mengalami perubahan besar secara fisik, intelektual, dan emosional yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan, serta menimbulkan konflik

  9

  2. Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa

  (1991) antara lain : a.

  Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan b.

  Memperoleh peranan sosial c. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif d.

  Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya e.

  Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri f. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan g.

  Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga h. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

  Erikson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat.

B. Penderita Tuna Rungu

  1. Definisi Tuna Rungu

  10 kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.

  Hallahan dan Kauffman (1991) mengemukakan batasan mengenai pengertian tuna rungu yaitu tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan dengar dari yang ringan sampai berat dan digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah orang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.

  Menurut Donold F. Moores (1978), orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB 150 atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar.

  Sedangkan Andreas Dwidjosumarto (dalam Sumantri, 2006) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu.

  Mufti Salim (dalam Sudjadi, 2000) memaparkan bahwa individu tuna rungu adalah individu yang mengalami kekurangan atau kehilangan

  11 berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran sehingga mereka mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa.

  Definisi tuna rungu adalah seseorang menunjukkan kesulitan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

  2. Tingkat Ketunarunguan Kemampuan intelektual anak tuna rungu juga tergantung dari faktor kebahasaan, sesuai derajat ketunaan yang disandangnya. Pembedaan ini dilakukan oleh Hallahan, 1988 (Suparno, 2001 : 12) :

  Tabel 1 Tabel Tingkat Ketunarunguan

  Tingkat Ketunarunguan Pengaruh terhadap pemahaman bahasa Ringan Kemungkinan mengalami kesulitan pendengaran 27-40 dB (ISO) ringan dalam jarak tertentu. Selain itu juga mengalami kesulitan dalam beberapa bidang bahasa

  Sedang Memahami pembicaraan pada jarak 3-5 kaki 41-55 dB (ISO) (tatap muka). Mereka kehilangan sebanyak 50% aktivitas diskusi kelas apabila suara tidak diperjelas atau tidak didukung visual. Mereka memiliki keterbatasan kosa kata atau pembicaraan-pembiacaraan tertentu.

  Nyata Pembicaraan perlu diperkeras untuk dapat 56-70 dB (ISO) dipahami. Mereka mengalami kesulitan dalam diskusi kelompok karena kemampuan berbicara cenderun berkurang. Ia juga memiliki kelemahan dalam pemahaman bahasa dan kosa kata yang terbatas.

  12 Berat Hanya dapat memahami pembicaraan yang 71-90 dB (ISO) diperkeras dalam jarak 1 kaki dari telinga. Ada kemungkinan dapat mengidentifikasi asal suara, membedakan vocal dan beberapa konsonan. Berbicara dan bahasanya tidak teratur dan cenderung kacau. Ekstrem Sudah tidak dapat mendengar meskipun suara 91 dB atau lebih (ISO) sudah diperkeras, namun masih menyadari akan adanya getaran atau vibrasi suara. Lebih mengandalkan penglihatan karena kemampuan berbicara dan bahasanya kacau.

C. Pacaran 1.

  Definisi Pacaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002: 807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih, berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sedangkan kencan adalah (hal. 542) berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.

  Lips (1998) menjelaskan hubungan heteroseksual ini dengan istilah kencan atau dating yang kemudian berlanjut dengan pacaran atau going steady (devito, 1995). Soesilowindradini mengatakan dating adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan hubungan antara remaja putra dan putri pada tahap pengenalan, yaitu : suatu tahap awal dari suatu hubungan yang serius.

  Sejalan dengan perkembangan fisiologis yang dimulai pada masa remaja awal, maka para remaja pun mulai merasakan adanya dorongan seksual (Monks, Knoers, & Haditono, 1992; Sarwono, 1994) dan ketertarikan secara fisik terhadap lawan jenis (Lips, 1988). Pacaran, dalam kegiatan psikologi sosial, biasanya melalui proses perkenalan, berteman,

  13 1994). Proses tersebut diawali dengan berkencan. Acara kencan biasanya merupakan kesepakatan berdua untuk berjalan-jalan, menonton bioskop, atau makan.

  Definisi pacaran didapat dari merangkai definisi-definisi di atas dan definisi pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap yang hubungannya berdasarkan cinta kasih.

2. Komponen Cinta

  Sternberg (dalam Baron & Byrne, 1994) menjelaskan cinta memiliki 3 komponen, yaitu : a.

  “intimacy” yang merupakan aspek emosional dari cinta dan meliputi saling berbagi, komunikasi, dan dukungan yang mutualisme. Intimitas merupakan sisi kedekatan dan keterikatan antara pribadi dalam hubungan cinta.

  b.

  “passion” yang merupakan aspek konstitusional dan meliputi ketertarikan fisik dan gairah romantik.

  c.

  “Commitment” yang merupakan aspek kognitif yang meliputi keputusan-keputusan yang diambil dengan saling mempertimbangkan kepentingan satu sama lain.

  Komponen intimasi menempati posisi yang paling atas. Komponen ini melibatkan emosi yang tumbuh secara tetap pada fase-fase awal suatu hubungan, kemudian cenderung berkembang pada tingkatan yang lebih tinggi melaui pengalaman bersama. Komponen gairah berkembang cepat dalam hubungan heteroseksual yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu melalui hubungan dengan rentang waktu yang cukup lama. Komponen komitmen tumbuh secara bertahap untuk kemudian bertambah besar seiring dengan perkembangan hubungan tersebut. Bila sepasang kekasih

  14 hubungan yang penuh dengan hasrat seksual semata, sementara bila hanya aspek komitmen yang dimiliki maka hubungan itu bisa dikatakan cinta kosong. Oleh karena itu, ketiga komponen dari hubungan cinta ini harus dimiliki oleh pasangan manusia yang berpacaran secara seimbang sehingga mereka dikatakan memiliki cinta yang sempurna.

D. Remaja Tuna Rungu 1.

  Definisi Remaja Dengan Tuna Rungu Menurut Papalia dan Olds (2001), remaja adalah seseorang yang memasuki masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

  Menurut Gunarso dan Gunarso (1989) serta Monks, Knoers, dan Haditono (1985) masa remaja berada antara usia 12 sampai 21 tahun.

  G. Stanley Hall mencetuskan bahwa : adolescence is a time of

  “storm and stress “ . Artinya, masa remaja adalah masa yang penuh

  dengan “badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa di mana terjadi perubahan besar secara fisik, intelektual dan emosional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya (Seifert & Hoffnung, 1987)

  Hallahan dan Kauffman (1991) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan dengar dari yang ringan sampai berat dan digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

  Remaja tuna rungu adalah seseorang yang pada umumnya berusia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang pada masa itu mengalami perubahan besar secara fisik, intelektual, dan emosional yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan, serta menimbulkan konflik

  15 sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

2. Ciri-Ciri Remaja Tuna Rungu

  Ciri khas remaja tuna rungu memurut Sumadi dan Talkah (1984) a. Ciri fisik, secara fisik remaja tuna rungu ditandai dengan : cara berjalan yang biasanya cepat dan agak membungkuk yang disebabkan adanya kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran bagian keseimbangan, gerakan matanya cepat, gerakan anggota badannya cepat dan lincah yang terlihat pada saat mereka sedang berkomunikasi menggunakan gerakan isyarat dengan orang-orang disekelilingnya, pada saat berbicara pernafasannya pendek dan sedikit terganggu.

  b.

  Ciri inteligensi, intelegensi remaja tuna rungu tidak banyak berbeda dengan remaja normal pada umumnya, namun mereka sukar menangkap pengertian-pengertian yang abstrak, sebab hal ini memerlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun tulisan. Sehingga dapat dikatakan intelegensinya tidak berbeda dengan remaja normal tetapi dalam hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah.

  c.

  Ciri emosi, kekurangan pemahaman akan bahasa lisan dalam berkomunikasi seringkali menimbulkan kesalah pahaman, karena selain tidak dimengerti oleh orang lain, remaja tuna rungu pun sukar memahami orang lain. Bila pengalaman tersebut terus berlanjut maka dapat menimbulkan tekanan pada emosinya dan dapat menghambat perkembangan kepribadianya.

  d.

  Ciri sosial, dalam kehidupan sosial, remaja tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama dengan remaja normal lainnya, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok atau keluarga, dan dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga atau masyarakat dapat menimbulkan dampak negatif, seperti timbulnya perasaan rendah diri dan merasa diasingkan,

  16 agresif atau sebaliknya.

  e.

  Ciri bahasa, ciri remaja tuna rungu dalam hal bahasa ialah : miskin dalam perbendaharaan kata, sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak, kurang menguasai irama, dan gaya bahasa.

E. Remaja Tuna Rungu Yang Berpacaran

  Remaja tuna rungu adalah seseorang yang pada umumnya berusia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang pada masa itu mengalami perubahan besar secara fisik, intelektual, dan emosional yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Ia sekaligus menunjukkan kesulitan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

  Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap yang hubungannya berdasarkan cinta kasih.

  Peneliti menyimpulkan berdasarkan penjelasan di atas definisi remaja tuna rungu yang berpacaran adalah gabungan dari dua definisi di atas yaitu seseorang yang pada umumnya berusia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang mengalami perubahan besar secara fisik, intelektual, dan emosional yang juga sekaligus mengalami kesulitan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa. Ia juga sedang melakukan hubungan dengan lawan jenis yang tetap yang hubungan tersebut berdasarkan cinta kasih.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk menggali definisi pacaran

  pada remaja tuna rungu yaitu deskriptif dengan metode penelitian kualitatif - fenomenologis. Menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Sedangkan penelitian fenomenologi merupakan suatu penelitian yang menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (topik dan konsep) pada beberapa individu (Creswell, 1998). Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan memaparkan secara komprehensif, mendalam dan detail tentang suatu fenomena atau gejala (Handayani & Hartoko, 2003). Penelitian dengan metode kualitatif – fenomenologis diharapkan dapat memberikan gambaran definisi pacaran oleh para remaja tuna rungu sekaligus sebagai gambaran bagaimana mereka berpacaran dengan sesama remaja tuna rungu di Yogyakarta.