ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN PENJELASAN GOING CONCERN.
ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN PENJELASAN GOING
CONCERN
SKRIPSI
Diajukan oleh : Suci Masrica 0813010003/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
(2)
ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN PENJELASAN GOING
CONCERN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Diajukan oleh : Suci Masrica 0813010003/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
(3)
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP
POTENSI PENERIMAAN OPINI AUDIT DENGAN PENJELASAN GOING CONCERN
Disusun Oleh : Suci Masrica 0813010003/FE/AK
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada Tanggal 24 Februari 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Drs. Ec. Sjafii, Ak, MM Drs. Ec.H.Munari,MM Sekretaris
Drs.Ec.Sjafii, Ak, MM
Anggota
Drs.Ec. Muslimin, Msi
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE,MM NIP. 030.202.389
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisann skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “Analisis Pengaruh Debt Default, Opini Audit Sebelumnya, dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Potensi Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung baik dalam bentuk dukungan, do’a maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Rahman A. Suwaidi, Msi, selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
(5)
4. Ibu Dr. Sri trisnaningsih, SE. Msi, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Drs. Ec. Sjafii, AK, MM, selaku Dosen Pembimbing penulis dalam mengerjakan skripsi
6. Bapak Drs. Saiful Anwar, Msi, selaku Dosen Wali Penulis.
7. Kedua orangtua penulis, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis, serta keluarga besar.
8. Seluruh teman –teman yang turut memberikan motivasi kepada penulis.
9. Serta pihak –pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. penulis juga berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, 20 februari 2012
(6)
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...7
1.3. Tujuan Penelitian ...7
1.4. Manfaat Penelitian ...7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...9
2.1. Penelitian Terdahulu ...9
2.2. Landasan Teori...12
2.2.1. Teori Agensi ...12
2.2.2. Laporan Keuangan ...13
2.2.3. Laporan Audit ...15
2.2.4. Going Concern ...16
2.2.5. Opini Audit ...17
2.2.6. Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern ...20
2.2.7. Finansial Distress ...23
2.2.8 Debt Default...24
2.2.9. Opini Audit Sebelumnya ...26
2.2.10. Pertumbuhan Perusahaan...28
(7)
2.4. Hipotesis... 30
BAB III : METODE PENELITIAN...31
3.1. Devinisi Operasional dan Pengukuran Variabel...31
3.1.1. Variabel Dependen...31
3.1.2 Variabel Independent... 32
3.2. Teknik Penentuan Sampel ...34
3.3. Teknik Pengumpulan Data ...37
3.3.1. Jenis dan Sumber Data...37
3.3.3. Prosedur Pengumpulan Data...37
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis...37
3.4.1. Teknik Analisis ...37
3.4.2. Uji Hipotesis ...38
BAB IV : HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN...42
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ...43
4.1.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia ...43
4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian... 45
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...46
4.2.1. Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern ...44
4.2.2. Debt Default... 47
4.2.3. Opini Audit Sebelumnya... 50
4.2.4. Pertumbuhan Perusahaan... 52
4.3. Analisis Regresi Logistik...54
(8)
4.3.2. Uji Kesesuaian Model...55
4.3.3 Koefisien Determinasi... 56
4.3.4 Ketepatan Klasifikasi... 56
4.3.5 Uji Hipotesis... 57
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian... 60
4.4.1. Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit ...60
4.4.2. Opini Audit Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Audit... 61
4.4.3. Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit... 64
BAB V : KESIMPULAN dan SARAN ...65
5.1. Kesimpulan ...65
5.2. Keterbatasan Penelitian... 66
5.3. Saran ...66 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1. Proses Seleksi Sampel...35
Tabel 3.2.2 Daftar nama perusahaan yang menjadi sampel penelitian...36
Tabel 4.1 Rekapitulasi Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern...47
Tabel 4.2 Rekapitulasi Status Debt Default...48
Tabel 4.3 Tabulasi Silang Default Dan Opini Audit Going Concern...49
Tabel 4.4 Rekapitulasi Opini Audit Sebelumnya...50
Tabel 4.5 Rekapitulasi Laba Perusahaan Manufaktur ...52
Tabel 4.7 Nilai Rata-Rata Laba dan Pertumbuhan Perusahaan GC dan NGC.53 Tabel 4.8 Hasil Uji Serentak...54
Tabel 4.9 Hasil Uji Kesesuaian Model...55
Tabel 4.10 Nilai R2 Nagelkerke...56
Tabel 4.11 Ketepatan Klasifikasi...57
(10)
Analisis Pengaruh Debt Default, Opini Audit Sebelumnya danPertumbuhan Perusahaan Terhadap Potensi Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan
Going Concern
Oleh : Suci Masrica
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan menguji faktor- faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Faktor yang diuji adalah debt default, opini audit sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan.
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang mengalami perolehan laba bersih negatif terdaftar di BEI periode 2008 – 2010 yang berjumlah 35 perusahaan. Regresi logistik digunakan untuk menguji faktor – faktor yang diduga berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh debt default dan opini audit sebelumnya adalah negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu (Alexander Ramadhany 2004, Praptitorini dan Januarti 2007). Dan untuk pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Hasil ini konsisten dengan penelitian terdahulu (Santosa dan Wedari 2007, serta Rudyawan dan Badera 2007) .
Kata kunci : opini audit dengan penjelasan going concern, debt default, regresi logistik, pertumbuhan perusahaan.
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan bisnis secara global dan banyaknya perusahaan yang memutuskan untuk go – public diharapkan akan membawa dampak positif untuk perekonomian negara. Dampak positif tersebut tentu bukan untuk sesaat yang hanya bertahan beberapa tahun kedepan melainkan dapat bertahan seterusnya. Perusahaan didirikan dengan asumsi going concernyakni bahwa bisnis tersebut akan terus bertahan hidup selama mungkin. Namun tidak menutup kemungkinan banyak perusahaan besar yang kemudian tidak mampu menghadapi persoalanekonomi yang ada hingga diragukan kelangsungan hidupnya (going concern) di masa mendatang, beberapa diantaranya mengarah pada likuidasi atau kebangkrutan.
Kelangsungan hidup (going concern) suatu entitas selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam menjalankan bisnisnya. Kegagalan bisnis merupakan gambaran gagalnya manajemen dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya untuk mengatur bisnisnya dengan baik sehingga wajar jika kesalahan atas terjadinya likuidasi tertuju kepada pihak manajemen selaku pengelola bisnis. Namun, tuduhan kesalahan juga dapat berpotensi mengarah
(12)
hingga ke auditor selaku penilai atas kewajaran suatu laporan keuangan melalui opini yang dituangkan dalam laporan audit.
Bangkrutnya perusahaan energi Enron merupakan salah satu contoh terjadinya kegagalan bisnis di Amerika. Enron merupakan salah satu perusahaan yang terbesar dalam bidang listrik, gas alam, komunikasi dan kertas. Enron menjadi sorotan pada akhir 2001, ketika terungkap bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi sistematis, terlembaga dan direncanakan secara kreatif.Enron mengaku penghasilannya pada tahun 2000 berjumlah sekitar $121milyar dan diketahui menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan (Tucker et al., 2003 dalam Rudyawan dan Badera, 2007). Fakta ini memunculkan pertanyaan mengapa perusahaan yang memperoleh laba begitu besar dan dinyatakan bersih dengan mendapat opini wajar tanpa pengecualian bisa berhenti beroperasi. Hal ini terungkap karena adanya skandal akuntansi yang melibatkan pihak manajemen dan auditor eksternal.Arthur Andersen dipersalahkan dalam kasus kebangkrutan Enron dan divonis pihak pengadilan karena melakukan mark up pendapat dan menyembunyikan hutang lewat business partnership (Kompas, 16 Juni 2002 dalam Ramadhany, 2004).
Kasus Enron (Woldcom, Xerox) sangat mencoreng profesi akuntan terutama akuntan publik, saat opini yang dibuat ternyata tidak sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya mengakibatkan penilaian masyarakat akan tugas dan profesi auditor menjadi buruk dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap auditor independen. Hal ini dapat dipahami karena auditor
(13)
merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam menilai kewajaran laporan keuangan perusahaan melalui pernyataan pendapat yang diberikan.
Auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP Seksi 341, 2011).Auditor harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahan mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan klien (Rudyawan& Badera, 2007). Ketika kondisi ekonomi merupakan suatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church, 1996) dalam Praptitorini (2007), karena opini auditor menjadi salah satu pertimbangan penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Oleh karena itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang berkualitas dalam laporan auditnya.
Laporan audit merupakan produk akhir auditor dalam melakukan tugasnya untuk menilai kewajaran laporan keuangan suatu entitas. Apabila auditor menetapkan bahwa ada kesangsian yang signifikan terhadap kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diharuskan untuk memperoleh informasi tentang rencana manajemen dalam mengurangi dampak kondisi tersebut. Jika rencana manajemen dirasa efektif dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan maka auditor menyatakan pendapat unqualified(wajar tanpa pengecualian) dan jika klien menolak mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan
(14)
keuangan maka diberikan adverse opinion(pendapat tidak wajar). Sementara itu
disclaimer opinion(tidak mengeluarkan pendapat) dikeluarkan oleh auditor jika
manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak tersebut atau rencana manejemen tersebut dirasa tidak efektif (SPAP Seksi 341).
Pengeluaran opini audit dengan penjelasan going concern ini sangat berguna bagi para pemakai laporan keuangan khususnya pihak eksternal sebagai dasar informasi untuk membuat keputusan yang tepat baik dalam keputusan pemberian kredit maupun dalam berinvestasi, terlebih bagi calon investor, ia perlu mengetahui dengan baik kondisi perusahaan terutama yang menyangkut kelangsungan hidup perusahaan tersebut agar dana yang diinvestasikan tidak menjadi sia-sia. Hal ini membuat auditor mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mengeluarkan opini audit dengan penjelasangoing concern yang konsisten dengan keadaan yang sesungguhnya. Untuk itu, pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah bagi auditor (Koh dan Tan, 1999 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007).
Masalah going concern merupakan hal yang kompleks. Bagaimanapun juga hampir tidak ada panduan yang jelas yang bisa menjadi acuan pemilihan tipe opini audit dengan penjelasan going concern yang harus dipilih (Lasalle dan Anandarajan, 1996 dalam Fanny dan Saputra, 2005). Namun auditor harus tetap memberikan opini auditsesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, penting bagi auditor meyakini kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.
(15)
Opini audit dengan penjelasan going concern diberikan auditor jika perusahaan auditee diragukan kemampuannya dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Opini ini pada dasarnya diterima oleh perusahaan dengan kondisi tren negatif, mengalami kesulitan keuangan, ataupun menghadapi masalah internal yang kemudian menimbulkan keraguan subtansial akan kelangsungan hidup di masa mendatang. Namun pada kenyataannya indikator lain muncul dan dapat menjadi faktor yang mengindikasikan masalah going
concerndan menjadi pertimbangan auditor dalam mengeluarkan opini audit
dengan penjelasan going concern.
Debt default atau didefinisikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
membayar hutang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo, memberikan kekuatan penjelas yang signifikan untuk keputusan opini audit dengan penjelasan
going concern. Pada umumnya informasi yang secara signifikan berlawanan
dengan asumsi kelangsungan hidup suatu entitas adalah berhubungan dengan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo atau default (SA Seksi 341).Lenard et. al. (1998) menyatakan bahwa auditor harus mempertimbangkan kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang.
Opini audit dengan penjelasan going concerntahun sebelumnya juga mempengaruhi dikeluarkannya opini serupa. Setyarno et.al.(2006) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit dengan penjelasangoing concern akan mempertimbangkan opini serupa yang telah
(16)
diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Jika perusahaaan telah menerima opini audit dengan penjelasangoing concern pada tahun sebelumnya maka besar kemungkinanan akan menerima opini yang sama tahun berikutnya, kecuali jika perusahaan mampu menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan.
Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari pertumbuhan laba yang tinggi. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Bringham, 1993) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146). Pada perusahaan yang memiliki pertumbuhan negatif (negative growth) mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan yang kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar oleh auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasan
going concern (Alman, 1968) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146).
Berdasarkan uraian diataspeneliti ingin melakukan pengujian terhadapdebt
default, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan yang
cenderung dapat mempengaruhi penerimaan opini audit dengan penjelasan going
concern. Adapun alasan faktor-faktor tersebut dipilih sebagai variabel
independent dalam penelitian ini karena peneliti tertarik untuk membuktikan kekonsistenan dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu.Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan judul “ANALISISPENGARUH DEBT DEFAULT,
OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN PENJELASAN GOING CONCERN”.
(17)
Melihat dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “ apakah debt
default, opini audit tahun sebelumnya, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern pada perusahaan manufaktur?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah faktor debt default, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern pada perusahaan manufaktur.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi kepada pihak- pihak yang berkepentingan.
1. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan peneliti dalam hal opini audit dengan penjelasan going concern yang diberikan auditor untuk auditee.
2. Bagi akademisi
Diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan di bidang akuntansi terutama mata kuliah auditing dan untuk bahan referensi penelitian selanjutnya.
(18)
a. praktisi akuntan publik (auditor)
Diharapkan audior lebih seksama dalam memberikan penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup entitas dengan memperhatikan tingkat kesehatan perusahaan selama ini.
b. Bagi pihak eksternal (investor, kreditor, supplier)
Diharapkan menjadi masukkan untuk lebih memahami kondisi perusahaan berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan sebelum memutuskan menjalin kerjasama dalam jangka waktu yang tidak pendek.
c. Bagi perusahaan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi wacana bagi pihak manajemen untuk lebih memperhatikan hal hal yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaannya sehingga opini going concern dapat dihindari.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Alexander Ramadhany (2004)
Penelitian dengan judul “Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Mengalami Financial Distress Di Bursa Efek Jakarta”.
Penelitian ini menguji apakah komisaris independen komite audit, default hutang, kondisi keuangan, opini audit sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala auditor berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa default hutang, kondisi keuangan dan opini audit sebelumnya signifikan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansi 5%. Sementara untuk komisaris independen komite audit, ukuran perusahaan dan skala auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansi 5%.
(20)
2. Fanny dan Saputra (2005)
Melalui penelitiannya “ Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Reputasi KAP”.
Penelitian ini menguji apakah model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi KAP dapat mempengaruhi penerimaan opini going concern.
Hasil penelitian dengan menggunakan regresi logistik menyatakan bahwa model prediksi kebangkrutan Almant berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern, sementara pertumbuhan perusahaan dan reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.
3. Santosa dan Wedari (2007)
Melalui penelitiannya “Analisis Faktor Faktor YangMempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going concern”.Penelitian ini untuk menguji apakah kualitas audit, kondisi keuangan, opini audit sebelumnya, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, disimpulkan bahwa kondisi keuangan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif sementara
(21)
opini audit sebelumnya berpengaruh positif dan kualitas audit serta pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan penerimaan opini audit going concern.
4. Praptitorini dan Januarti (2007)
Dalam penelitiannya “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going Concern”. Praptitorini dan Januarti menguji apakah ketiga variabel tersebut berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern.
Kesimpulan dari penelitian dengan menggunakan regresi logistik tersebut menunjukan bahwa variabel kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern, variabel debt default terbukti berpengaruh signifikan, sementara dari hasil analisis dengan metode penelitian Lennox (2002), didapatkan hasil opini non going concern cenderung didapat ketika tidak melakukan pergantian auditor.
5. Rudyawan dan Badera (2007)
Dalam penelitiannya “Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, Dan Reputasi Auditor”.
(22)
Pengujian dengan regresi logistik ini menghasilkan kesimpulan bahwa model prediksi kebangkrutan berpengaruh pada penerimaan opini going concern, sebaliknya pertumbuhan perusahaan, laverage dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada penerimaan opini going concern.
Penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang ini memiliki perbedaan dan persamaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada dimensi waktu serta variabel independent yang digunakan.
Persamaan antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan variabel terikatnya (dependent variabel) yakni penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern serta penggunaan metode pengujian regresi logistik. Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung penelitian ini.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Agensi
Jansen dan Meckling (1976) dalam Praptitorini (2007 : 5) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Agen dan prinsipal diasumsikan orang ekonomi rasional dan termotivasi oleh kepentingan pribadi, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan (Ikhasan dan Ishak, 2005 :57).Shareholders atau prinsipal mendelegasikan
(23)
pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer (agen) yang dianggap lebih memahami perusahaan. Namun, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginanshareholders.
Adanya kesenjangan informasi atau asimetri informasi antara prinsipal dengan agen menyebabkan prinsipal tidak mampu menentukan apakah agen bertindak optimal dalam menjalankan delegasi yang diberikan. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dengan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal.
Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dengan pihak manajer dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006) dalam Praptitorini (2007 : 6). Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Tugas auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan tersebut, mengenai kewajarannya dan termasuk mempertimbangankan akan kelangsungan hidup perusahaan.
2.2.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan (Baridwan, 2007 : 17). Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban untuk mengelolah perusahaan.
(24)
Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja serta informasi keuangan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bisnis oleh pihak manajemen, pemegang saham, investor maupun kreditor dan pihak berkepentingan lainnya.
Menurut Darsono dan ashari (2005 : 18-25), Laporan keuangan terdiri dari 5 komponen berikut :
1. laporan posisi keuangan (neraca), menginformasikan aset lancar dan aset tidak lancar serta liabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang yang dimiliki perusahaan pada periode tersebut.
2. Laporan laba rugi, menyajikan informasi mengenai pendapatan, beban serta laba atau rugi perusahaan selama periode tertentu.
3. Laporan perubahan ekuitas, menjelaskan perubahan modal yang terjadi selama periode tertentu.
4. Laporan arus kas, memberikan informasi mengenai sumber dan pengeluaran kas perusahaan melalui aktivitasnya (operasi, investasi dan pendanaan) selama periode tertentu.
5. Catatan atas laporan keuangan merupakan rincian berupa penjelasan umum berkaitan dengan laporan keuangan serta kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan dan pengungkapan penting lainnya.
(25)
Laporan keuangan harus disajikan secara wajar dengan menerapkan PSAK secara benar dan disertai pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan (PSAK, 2007).
2.2.3 Laporan audit
Laporan audit merupakan hasil akhir dari suatu penugasan auditor dalam penilaian kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh auditor (KAP).Laporan audit bentuk baku terdiri atas :
1. judul laporan, standar auditing menyatakan bahwa judul laporan harus mengandung kata independen dimaksudkan agar pemakai laporan mengetahui bahwa audit dilaksanakan oleh pihak independen.
2. alamat laporan audit, mencantumkan kepada siapa laporan audit ditujukan. umumnya mengalamatkan kepada dewan direksi dan pemegang saham.
3. paragraf pendahuluan, menjelaskan bahwa auditor telah melaksanakan audit dan menyatakan tanggung jawabnya hanya sebatas pada opini audit.
4. paragraf ruang lingkup, pernyataan faktual tentang proses audit yang dilakukan auditor berdasarkan standar auditing yang berlaku umum.
5. paragraf pendapat, berisiopini auditor atas kewajaran laporan keuangan.
6. paragraf penjelas (jika dibutuhkan), dalam kondisi tertentu auditor menambahkan paragraf penjelas sebagai informasi tambahan.
(26)
8. tanggal laporan audit, menunjukkan tanggal auditor menyelesaikan prosedur auditnya(Arens, 2007 : 58).
2.2.4 Going Concern
Hany et. al. (2003) dalam Santosa dan Wedari (2007) mendefinisikan going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, yakni kemampuan mempertahankan kegiatan usahanya dalam waktu yang panjang, tidak dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Setiawan (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan yang disiapkan dengan dasar going concernakan mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan melebihi jangka waktu pendek.
Petronela (2004) dalam Santosa dan Wedari(2007) menyatakan kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas, likuiditas ataupun respon investor terhadap perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern. Dengan demikian, jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan tersebut, prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas. Arens (2007 : 66) Sekalipun tujuan audit bukan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, auditor memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan dapat terus bertahan (going concern).
(27)
2.2.5 Opini Audit
Tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (SA Seksi 110). Dengan kata lain dalam melakukan penugasan umum, auditor bertugas memberikan opini atas laporan keuangan klien.
Pendapat atau opini merupakan bagian yang tak terpisah dari laporan audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan tersebut menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Pendapat audit dituangkan dalam paragraf pendapat yang merupakan bagian dari laporan audit.
Terdapat 5 jenis opini audit ( Mulyadi, 1998) yaitu :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian ( Unqualified Opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam ruang lingkup dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan. Kata wajar dalam paragraf pendapat mempunyai makna bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran. Laporan auditdengan pendapat wajar tanpapengecualian diterbitkan oleh auditor jika:
(28)
a. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterimaumum di Indonesia.
b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.
c. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi olehauditor.
d. Bukti kompeten cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telahmelaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untukmelakukan tiga standar pekerjaan lapangan.
e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambahparagrafpenjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualiaan dengan paragraf penjelas (unqualified opinion with explanatury language).
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar maka auditor menambahkan suatu paragraf penjelasdalam laporan audit, meskipun tidakmempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuanganauditan.Paragaraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaanyang menjadipenyebab utama ditambahkannya suatu paragraph penjelas ataumodifikasi kata‐kata dalam laporan audit baku adalah:
(29)
a. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup.
c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yangdikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
d. Penekanan atas suatu hal. Misal adanya transaksi dangan pihak terkait yang bernilai besar, peristiwa penting yang terjadi setelah tanggal neraca, ketidakpastian material yang diungkap dalam catatan kaki.
e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian ( Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan kepada perusahaan yang berada dalam kondisi sebagai berikut:
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit.
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting karena kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.
(30)
Pendapat tidak wajar diberikan apabila auditor yakin bahwa laporan keuangan auditee secara keseluruhan mengandung salah saji yang material atau menyesatkan sehingga tidak menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Pendapat tidak wajar diterbitkan setalah auditor melakukan investigasi mendalam.
5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat ( Disclaimer Opinion)
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika dia tidakmelaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditormemberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikanapabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehinggaauditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan ataslaporan keuangan yang diauditnya. Arens (2007) mengemukakan bahwalaporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengandemikian, auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinanprofesionalnya.
2.2.6 Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Opini auditdengan penjelasan going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Standar Auditing seksi 341 (SPAP, 2011) menyebutkan bahwa audior bertanggungjawab untuk mengevaluasi apakah
(31)
terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak melebihi satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang di audit.
(Ramadhany, 2007 ) bila terdapat kesangsian terhadap kelangsungan hidup entitas, maka auditor harus mempertimbangkan apakah disclosure (pengungkapan) yang terdapat dalam laporan keuangan dianggap wajar. Beberapa diantaranya berkaitan dengan :
a. Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai going concern .
b. Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kondis/ peristiwa tersebut.
c. Kemunkinan dihentikannya operasi satuan usaha (dilikuidasi).
d. Informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali satuan usaha.
Dalam SPAP (SA Seksi 341) disebutkan beberapa pertimbangan atas kondisi dan peristiwa yang dapat menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas diantaranya :
1. Tren negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang buruk.
(32)
2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan(financial distress), sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.
3. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubunganperburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.
4. Masalah luar yang telah terjadi, contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar, seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan, namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.
Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor harus memperoleh informasi rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif
(33)
dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi dampak kondisi going concern tersebut, auditor harus mempertimbangkan pendapat “disclaimer opinion”
Sebaliknya apabila manajemen mempunyai rencana untuk mengurangi dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kontinuitas usahanya, auditor dapat mempertimbangkan rencana tersebut. Jika berdasarkan pertimbangannya, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif menjamin kelangsungan hidup usahanya dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam notes of finacial statement-nya, maka auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualiaan dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatury language).
Opini audit dengan penjelasangoing concern dapat diterbitkan pada laporan audit dengan tambahan paragraf penjelas dibawah paragraf pendapat yang menjelaskan dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidup usaha di masa mendatang. Opini audit dengan modifikasi mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis yang normal. Dilain pihak, perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik atau sehat memperoleh opini “standard” atau “unqualified”.
2.2.7 Financial Distress
Financial distress mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti kas maupun modal kerja. Menurut Hanafi dkk (2000) dalam Ramadhany (2004 :
(34)
31),financial distress yang dihadapi perusahaan bisa bersifat jangka pendek (technical insolvency) sampai dengan tingkat yang insolvabel (actual insolvency). Perusahaan dikatakan mengalami technical insolvencyjika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut menunjukkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan akan segera mengahadapi tagihan para krediturnya. Sedangkan yang insolvabel namun tidak mengalami kesulitan jangka pendek masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangannya namun jika tidak berhasil maka perusahaan dapat mengarah pada kebangkrutan atau likuidasi ataupun insolvabilitas (Brigham dan Gapenski, 1997
www.google.com).
Kesulitan keuangan dapat terjadi akibat kerugian berulang atau kerugian besar yang diderita suatu perusahaan yang kemudian menyebabkan timbulnya saldo laba negatif atau defisit, perusahaan yang dalam kondisi defisit mungkin akan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan operasional dan dalam pendanaan operasinya. Hal yang lebih buruk bila defisit yang terjadi menyebabkan perusahaan melanggar persyaratan perjanjian kredit (debt covenant). Hal ini mendorong perusahaan ke arah kebangkrutan (PSAK, 2003 No.51). Kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalammenjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003) dalam Ramadhany (2004 : 30).
(35)
Dalam istilah akuntansi, debt (utang) adalah suatu kewajiban membayar kas atau barang kepada pihak yang telah meminjamkan. Default adalah ketidakmampuan membayar, kegagalan.Debt Defaultdidefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan debitor untuk membayar utang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Ramadhany, 2004 : 41). Dalam penelitiannya menemukan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan hutang, fakta – fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.
Sebelum atau sesudah keadaan default ini terjadi, biasanya perusahaan akan menegoisasikan penjadualan hutang kembali (restrukturisasi) dengan kreditor. Hal ini merupakan salah satu bentuk rencana manajemen untuk mengatasi kondisi yang berkaitan dengan kelangsungan hidup usahanya. (SA Seksi 341, paragraf 7). Restrukturisasi hutang merupakan suatu proses untuk merestruktur hutang bermasalah dengan tujuan untuk memperbaiki posisi keuangan debitur. (PSAK No. 54, 2009). Restrukturisasi hutang dapat mencakup pengubahan syarat hutang dengan syarat yang lebih ringan atau penundaan pembayaran kas oleh debitur karena adanya konsesi khusus yang diberikan kreditur untuk membantu debitur meningkatkan kondisi keuangannya.
Jika default hutang telah terjadi atau proses negoisasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor cenderung mengeluarkan opini audit dengan penjelasan going concern. Namun jika auditor meyakini bahwa tindakan tersebut tidak efektif menjamin kelangsungan hidup perusahaan maka auditor mengeluarkan disclaimer opinion.
(36)
Dalam PSA 30, (Praptitorini dan Januarti, 2007 : 7) indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default).Adanya status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit dengan penjelasangoing concern.
Pengaruh status debt default terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern
Sebagian besar penelitian terdahulu telah menggunakan rasio keuangan untuk mengidentifikasikan masalah going concern pada perusahaan (Koh dan Tan 1999, Chen dan Church 1992, Mutcher 1985). Wawancara yang dilakukan Mutchler (1984) terhadap auditor menyatakan bahwa mereka tidak perlu menggunakan analisis rasio dalam memutuskan keputusan going concern. Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya (default) Ramadhany (2004 : 41).
Manfaat status default terhadap potensi masalah going concern juga diteliti oleh Chen dan Church (1992). Hasil penelitiannya menemukan hubungan positif yang kuat antara status default dengan penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.
2.2.9 Opini Audit Sebelumnya
Muthcler (1984) dalam Ramadhany (2004 : 43) melakukan wawancara dengan praktisiauditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini
(37)
audit dengan penjelasangoing concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini juga didukung penelitian dari Nogler (1995) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) yang menemukan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit dengan penjelasangoing concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih (unqualified opinion) pada tahun berikutnya, jika tidak mengalami peningkatan keuangan yang signifikan maka opini yang sama dapat kembali diberikan.
Adanya opini audit dengan penjelasangoing concern tahun sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan bagi auditor untuk mengeluarkan kembali opini serupa pada tahun berikutnya. Dengan kata lain opini audit dengan penjelasangoing concern tahun sebelumnya yang telah diterima auditee dapat mempengaruhi penerimaan opini tahun berikutnya.
Pengaruh opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern
Ramadhany (2004) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Muchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit dengan penjelasan going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini juga didukung penelitian dari Nogler (1995) yang menemukan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan
(38)
opini audit dengan penjelasan going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan signifikan untuk memperoleh opini bersih (unqualified opinion) pada tahun berikutnya. Santosa dan Wedari (2007) menyatakan hal yang sama dalam penelitiannya bahwa opini tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini auidt dengan penjelasan going concern berikutnya.
2.2.10 Pertumbuhan Perusahaan
Baik tidaknya kondisi keuangan perusahaan dapat dilihat dari pertumbuhan perusahaan yang terkait dengan laba maupun arus kas bersih operasi. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 : 146). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik (Unqualified Opinion) akan lebih besar.
Almant (1958) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) menyatakan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan negatif (negative growth)mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang selalu memperoleh laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasangoing concern maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini audit dengan penjelasan going concerndengan kata lain semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka semakin kecil kemungkinan penerimaan opini
(39)
audit dengan penjelasangoing concern.Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhanlaba bersih yang didapat oleh perusahaan.
Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern
Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 : 146). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik(Unqualified Opinion) akan lebih besar.
Almant (1958) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) menyatakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan. kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasan going concern. semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka semakin kecil kemungkinan penerimaan opiniaudit dengan penjelasn going concern.
2.3 Kerangka Pikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel dependen berupa opini audit dengan penjelasangoing concern dengan variabel
(40)
independen yakni debt default, opini audit sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan.
Gambar 1: Kerangka Pikir penelitian
2.4 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka dari permasalahan yang ada dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : ada pengaruh positif antara debt default dengan penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern.
H2 : ada pengaruh positif antara opini audit dengan penjelasan going concern pada tahun sebelumnya dengan penerimaan opini audit dengan
penjelasangoing concerntahun berikutnya.
VARIABEL INDEPENDEN (X)
VARIABEL DEPENDEN (Y)
REGRESI LOGISTIK
OPINI AUDIT SEBELUMNYA (X2)
PERTUMBUHAN PERUSAHAAN (X3)
DEBT DEFAULT (X1)
OPINI AUDIT DENGAN PENJELASAN GOING
(41)
H3 : ada pengaruh negatif antara pertumbuhan perusahaan dengan penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional merupakan pendevisian konsep – konsep penelitian menjadi variabel - variabel penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan batasan dan menghindari perbedaaan persepsi terhadap makna variabel penelitian.
Pengukuran variabel merupakan penetapan cara dan satuan untuk penilaian masing – masing variabel yang didasarkan atau diperoleh dari sumber yang ada.
3.1.1 Variabel Dependen (Y)
Definisi operasional
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah opini audit dengan penjelasangoing concern(GC), yaitu opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya.
(42)
Pengukuran variabel
Termasuk dalam opini audit dengan penjelasangoing concern (GC) ini adalah opini GC unqualified with explanatory language, qualified opinion atau dislcaimer opinion. Sedangkan opini audit selain GC dikategorikan kedalam opini non - going concern(NGC). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana jika mendapat opini GC diberi kode 1 dan jika mendapat opini NGC diberi kode 0. Data tersebut diperoleh dari laporan auditor independen.
3.1.2 Variabel Independen (X)
Debt Default (DEFAULT) / (X1)
Definisi operasional
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok dan bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992) dalam Praptitorini dan Januarti (2007).
Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaaan default bila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992) dalam Ramadhany (2004), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok ataubunga.
(43)
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran tersebut tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun; atau
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang jatuh tempo.
Pengukuran variabel
Variabel dummy digunakan untuk mengukur variabel debt default. Kode 1 jika statusdefault, dan 0jika tidak default. Untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit dapat dilihat dari catatan atas laporan keuangan. Jika perusahaan sedang atau telah menstrukturisasi hutangnya maka perusahaan dikatakan default.
Opini Audit Sebelumnya (OPINI) / (X2)
Definisi operasional
Didefinisikan sebagai opini audit yang telah dikeluarkan oleh auditor independen pada tahun sebelumnya. Periode penelitian ini dimulai dari tahun 2008 hingga 2010. Opini audit sebelumnya berarti dimulai dengan opini audit di tahun 2007.
(44)
Variabel ini merupakan jenis opini audit dengan penjelasangoing concern(GC). Variabel dummy digunakan (1 = jika opini audit GC tahun sebelumnya, dan 0 = jika opini NGC). Untuk mengukur apakah perusahaan menerima opini audit dengan penjelasangoing concern (GC) pada tahun berjalan dapat dilihat dari laporan auditor indepeden.
Pertumbuhan Perusahaan (GROWTH) / (X3)
Definisi operasional
Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio pertumbuhan laba. Laba yang kecil menunjukkan perusahaan mengalami negative growth dengan kata lain pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih.
Pengukuran variabel
Rumus rasio pertumbuhan laba :
Pertumbuhan Laba = Laba Bersih t – Laba Bersih t-1
Laba Bersih t-1
3.2 Teknik Penentuan Sampel
(45)
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)pada periode 2008 - 2010.
Sampel
Dari jumlah populasi yang ada dapat ditentukan sampel penelitian dengan teknik purpose sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sesuai kriteria untuk menentukan target penelitian yang telah dirumuskan dengan maksud dan tujuan tertentu yang diharapkan oleh peneliti (Efferin, 2008). Kriteria perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Auditee terdaftar di BEI selama periode penelitian (2008 - 2010) dan sudah terdaftar sebelum 1 Januari 2008.
2. Menerbitkan laporan keuangan dari tahun (2008 - 2010) dan laporan audit independen tahun sebelumnya (2008 - 2010).
3. Laporan keuangan menggunakan satuan mata uang yang sama selama periode penelitian.
4. Mengalami rugi sekurangnya1 periode laporan keuangan selama periode penelitian (2008 - 2010) dan akumulasi laba defisit yang menyebabkan kekurangan modal. Defisiensi modal menunjukkan bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan.
5. Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap.
(46)
Proses seleksi sampel
No Kriteria Jumlah 1. Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
dari tahun 2008 -2010
144
2. Terdaftar setelah 1 Januari 2008 (11)
3. Delisting selama periode penelitian (12) 4. Tidak menerbitkan laporan keuangan, laporan audit atau
data tidak lengkap
(13)
5. Adanya perubahan penggunaan satuan mata uang dalam laporan keuangan
( 1)
5. Jumlah perusahaan yang dapat dianalisi lebih lanjut 107 6. Perusahaan yang masuk kategori sehat (memiliki laba
bersih positif selama tahun penelitian)
(72)
Total sampel selama periode penelitian (3 tahun) 105 Tabel 3.2.2
Daftra emiten yang menjadi sampel penelitian
Kode Nama perusahaan
1 ADES PT. Akasha Wira International Tbk
2 ADMG PT. Polychem Indonesia Tbk
3 AKKU PT. Aneka Kemansindo Utama Tbk
4 ARGO PT. Argo Pantes Tbk
5 BIMA PT. Primarindo Asia Infrastructur Tbk 6 BRPT PT. Barito Pasific Tbk
7 CNTX PT. Century Textile Industry Tbk
8 DAVO PT. Davomas Abadi Tbk
9 ESTI PT. Ever Shine Textile Industry Tbk
10 HDTX PT. Panasia Indosyntec Tbk
11 INAI PT. Indal Aluminium Industry Tbk 12 INKP PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk 13 INRU PT. Toba Pulp Lestari Tbk
14 JECC PT. Jembo Cable Company Tbk
15 JKSW PT. Jakarta Kyoei Manggalaa Pratama Tbk 16 KARW PT. Karwell Indonesia Tbk
17 KICI PT. Kedaung Indah Can Tbk 18 MLIA PT. Mulia Industrindo Tbk
(47)
19 MYRX PT. Hanson International Tbk 20 MYTX PT. Apac Ciitra Centertex Tbk 21 PAFI PT. Panasia Filament Inti Tbk 22 PBRX PT. Pan Beothers Tex Tbk 23 POLY PT. Asia Pasific Fibers Tbk
24 PTSN PT. Sat Nusaperda Tbk
25 RICY PT. Ricy Putra Globalindo Tbk
26 RMBA PT. Bentoel International InvestamaTbk
27 SAIP PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk
28 SIMA PT. Siwani Makmur Tbk
29 SIMM PT. Surya Intrindo Makmur Tbk
30 SPMA PT. Suparma Tbk
31 SULI PT. Sumalindo lestari Jaya Tbk
32 TBMS PT. Tembaga Mulia semanan Tbk
33 TFCO PT. Tifico Fiber Indonesia Tbk 34 TIRT PT. Tirta Mahakam Resources Tbk
35 UNTX PT. Unitex Tbk
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang dikumpulkan secara tidak langsung yang telah dipublikasikan oleh pihak lain (Suharyadi, 2009 : 14). Data tersebut berupa laporan keuangan dan laporan audit independen untuk periode 3 tahun (2008 - 2010).
Sumber data sekunder tersebut diperoleh dari publikasi BEI yang tersedia online pada situs www.idx.co.id.
(48)
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan dokumentasi. Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari serta melakukan kajian pada sumber – sumber bacaan dan referensi penelitian terdahulu yang memuat berbagai teori yang terkait dengan penelitian ini.
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa laporan keuangan dan auditan perusahaan yang terdaftar di BEI melalui www.idx.co.id serta mengumpulkan berbagai transkip yang terkait dengan penelitian ini.
3.4 Teknik Analisi dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua metode statistik yaitu statistik diskriptif dan statistik induktif (uji hipotesis).Statistik deskriptif adalah metode statitika yang digunakan untuk mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi. Statistik induktif adalah metode statistika yang digunakan untuk mengetahui tentang sebuah populasi berdasarkan suatu sampel dengan menganalisis dan menginterprestasikan data menjadi sebuah kesimpulan (Suharyadi, 2009 : 11).
Statistik Deskriptif
Statistik diskriptif digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data kuantitatif dengan tujuan untuk menggambarkan data tersebut. Data yang akan dianalisis adalah gambaran data perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dengan statistik diskriptif akan dapat diketahui nilai rata – rata
(49)
(mean), distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum serta deviasi standar. Data yang diteliti akan dikelompokkan kedalam 2 kategori, yaitu perusahaan yang menerima opini going concern (GC) dan perusahaan penerima opini non going concern (NGC).
3.4.2 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik dan non metrik (nominal).Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2001 dalam Ramadhany, 2004).Analisis dilakukan dengan metode enter dengan bantuan program SPSS.
Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel independen yang digunakan dalam model, artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linear maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup.
Gujarati (2003) dalam Ramadhany (2004) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroscedacity, artinya variabel dependen tidak memerlukan homoscedacity untuk masing – masing variabel independennya.
Karakteristik dari variabel dependen yang bersifat dichotomous dalam penelitian ini mendukung digunakannya analisis regresi logistik, yaitu opini going concern atau tidak. Model regressi logistik yang digunakan adalah untuk menguji apakah variabel – variabel debt default yang diproksi dengan (DEFAULT), opini audit tahun sebelumnya (OPINI) dan pertumbuhan perusahaan (GROWTH) mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini going concern.
(50)
Adapun model regresi logistik yang diajukan :
b0 = konstanta
b1 - b3 = koefisien
GC = opini going concern(1 jika opini GC, dan 0 untuk opini NGC) DEFAULT = debt default (1 jika perusahaan default, dan 0 jika tidak)
OPINI = opini audit sebelumnya (1 jika opini GC, dan 0 jika opini NGC) GROWTH = pertumbuhan perusahaan dengan rasio pertumbuhan laba
ɛ
= kesalahanAnalisis pengujian model regresi logistik memperhatikan hal – hal berikut :
a. Menilai model regresi(overall model fit)
Pengujian Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit. Pengujian ini dilakukan untuk menilai model yang dihipotesiskan agar data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol (H0) ditolak. Sedangkan
jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak,
artinya model mampu memprediksi nilai observasinya atau cocok dengan data.
H0 : model yang dihipotesakan fit dengan data
HA : modal yang dihipotesakaan tidak fit dengan data
Ln GC = b0 + b1 DEFAULT + b2OPINI +b3 GROWTH +
ɛ
(51)
Statistik -2 Log Likelihood untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, dapat juga digunakan untuk menentukan jika variabel bebas ditambahkan kedalam model apakah secara signifikan memperbaiki model fit. Variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen dilihat dari nilai Cox Snell’s R Square dan Nilai Nagelkerke R2.
b. Menguji koefisien regresi dengan entimasi parameter dan interprestasi
Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk menguji seberapa jauh semua variabel bebas dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Koefisien regresi dapat ditentukan dengan menggunakan wald statistic dan nilai probabilitas (Sig.) dengan cara Wald statistic dibandingkan dengan Chi-Square tabel, sedangkan nilai probabilitas (Sig.) dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α).
Untuk menentukan penerimaan atau penolakan H0didasarkan pada tingkat
signifikansi (α) 5%, dengan kriteria :
1. Ho tidak dapat ditolak apabila Wald hitung <Chi- Square tabel, dan nilai asymptotic signifinance> tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti bahwa H alternatif ditolak atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat ditolak,
2. Ho ditolak apabila Wald hitung >Chi- square tabel, dan nilai asymptotic significance< tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti H alternatif diterima atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat diterima (Ghozali, 2001 : 268).
(52)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah colonialatau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
(53)
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
2. 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
3. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
5. 1942 - 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
6. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
(54)
7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
8. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
9. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
10. 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
11. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
12. 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
13. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
(55)
14. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
15. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
16. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
17. 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
18. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
19. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
20. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
21. 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
22. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
(56)
4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008 – 2010. Perusahaan manufaktur yang terdaftar selama 3 periode tersebut sebanyak 144 perusahaan. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, akhirnya didapatkan 107 perusahaan yang dapat dianalisis lebih lanjut. Dari 107 perusahaan, sebanyak 72 perusahaan dikategorikan sehat karena memiliki laba bersih positif selama periode penelitian sehingga dikeluarkan dari sampel. Sisanya sebanyak 35 perusahaan ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian. Dengan periode penelitian 3 tahun maka jumlah sampel keseluruhan adalah sebanyak 105.
Selanjutnya 105 sampel penelitian tersebut dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu kelompok perusahaan penerima opini audit dengan penjelasan going concern (GC) dan perusahaan penerima opini audit non going concern (NGC).
Pada tabel 4.1 disajikan pengelompokan perusahaan GC dan NGC. Sebanyak 46 perusahaan merupakan kelompok GC dan 59 adalah kelompok NGC.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Opini audit dengan penjelasan going concern(GC), yaitu opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau
(57)
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Termasuk dalam opini audit dengan penjelasan going concern (GC) ini adalah opini GC unqualified with explanatory language, qualified opinion atau dislcaimer opinion. Sedangkan opini audit selain GC dikategorikan kedalam opini non - going concern (NGC).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana jika mendapat opini GC diberi kode 1 dan jika mendapat opini NGC diberi kode 0. Adapun rekapitulasi opini audit dengan penjelasan going concerntahun 2008 - 2010 pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 : Rekapitulasi Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
GC (kode 1) NGC (kode 0)
Tahun Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
2008 17 48.57 18 51.43
2009 14 40.00 21 60.00
2010 15 42.86 20 57.14
total 46 59
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur tahun 2008 mendapat opiniaudit non - going concern(NGC) yaitu 18 perusahaan (51,43%) sedangkan sisanya yaitu 17 perusahaan (48,57%) mendapat opini audit dengan penjelasangoing concern(GC).
Tahun 2009 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur mendapat opini auditnon - going concern(NGC) yaitu 21 perusahaan (60%)
(58)
sedangkan sisanya yaitu 14 perusahaan (40%) mendapat opiniaudit dengan penjelasan going concern(GC).
Tahun 2010 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur mendapat opini auditnon - going concern(NGC) yaitu 20 perusahaan (57,14%) sedangkan sisanya yaitu 15 perusahaan (42,86%) mendapat opiniaudit dengan penjelasan going concern(GC).
4.2.2 Debt Default
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok dan bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992) dalam Praptitorini dan Januarti (2007).Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaaan defaultbila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992) dalam Ramadhany (2004), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau bunga.
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran tersebut tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun; atau
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang jatuh tempo.
Variabel dummy digunakan untuk mengukur variabel debt default. Kode 1 jika status default, dan 0 jika tidak default. Untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit
(59)
dapat dilihat dari catatan atas laporan keuangan. Jika perusahaan sedang atau telah menstrukturisasi hutangnya maka perusahaan dikatakan default.Adapun rekapitulasi debt default tahun 2008 - 2010 pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 : Rekapitulasi status Debt Default
default (kode 1) Tidak default (kode 0)
Tahun Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
2008 19 54.29 16 45.71
2009 16 45.71 19 54.29
2010 16 45.71 19 54.29
total 51 54
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur tahun 2008 dikategorikan sebagai perusahaan yang defaultyaitu 19 perusahaan (54,29%) sedangkan sisanya yaitu 16 perusahaan (45,71%) dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak default.
Tahun 2009 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak default yaitu 19 perusahaan (54,29%) sedangkan sisanya yaitu 16 perusahaan (45,71%) dikategorikan sebagai perusahaan yang default.
Tahun 2010 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak default yaitu 19 perusahaan (54,29%) sedangkan sisanya yaitu 16 perusahaan (45,71%) dikategorikan sebagai perusahaan yang default.
(60)
Penjelasan Going Concern Opini Audit (Y) Debt Default
(X1) NGC GC
Total
Tidak default 48 45,7%
6 5,7%
54 51,4%
Default 11
10,5%
40 38,1%
51 48,6%
Total 59
56,2%
46 43,8%
105 100% Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabulasi silang antara variabel debt default danpenerimaan opini audit dengan penjelasan going concern menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak default cenderung mendapatkan opini audit dengan penjelasan non going concern yaitu sebanyak 45,7% sedangkan perusahaan yang default cenderung mendapatkan opini audit dengan penjelasan going concern yaitu sebanyak 38,1%.
4.2.3 Opini Audit Sebelumnya
Opini audit sebelumnya didefinisikan sebagai opini audit yang telah dikeluarkan oleh auditor independen pada tahun sebelumnya. Periode penelitian ini dimulai dari tahun 2008 hingga 2010. Opini audit sebelumnya berarti dimulai dengan opini audit di tahun 2007.
Variabel ini merupakan jenis opini audit dengan penjelasangoing concern(GC). Variabel dummy digunakan (1 = jika opini audit GC tahun sebelumnya, dan 0 = jika opini NGC). Untuk mengukur apakah perusahaan menerima opini audit dengan penjelasan going concern (GC) pada tahun berjalan
(61)
dapat dilihat dari laporan auditor indepeden.Adapun rekapitulasi opini audit sebelumnya tahun 2008 - 2010 pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 : Rekapitulasi Opini Audit Sebelumnya
GC (kode 1) NGC (kode 0)
Tahun Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
2008 14 40.00 21 60.00
2009 17 48.57 18 51.43
2010 14 40.00 21 60.00
Total 45 60
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.4 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur tahun 2008 mendapat opini auditnongoing concern(NGC) di tahun sebelumnya yaitu 21 perusahaan (60%) sedangkan sisanya yaitu 14 perusahaan (40%) mendapat opini audit dengan penjelasangoing concern(GC) di tahun sebelumnya.
Tahun 2009 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur mendapat opini auditnongoing concern(NGC) di tahun sebelumnya yaitu 18 perusahaan (51,43%) sedangkan sisanya yaitu 17 perusahaan (48,57%) mendapat opini audit dengan penjelasangoing concern(GC) di tahun sebelumnya.
Tahun 2010 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur mendapat opini audit dengan penjelasannongoing concern(NGC) di tahun sebelumnya yaitu 21 perusahaan (60%) sedangkan sisanya yaitu 14 perusahaan (40%) mendapat opini audit dengan penjelasangoing concern(GC) di tahun sebelumnya.
(62)
Tabel 4.5 : Tabulasi Silang Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Opini Audit (Y) Opini Audit Tahun
Sebelumnya (X2) NGC GC
Total
NGC 55
52,4%
5 4,8%
60 57,1%
GC 4
3,8%
41 39%
45 42,9%
Total 59
56,2%
46 43,8%
105 100% Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabulasi silang antara variabel opini audit tahun sebelumnya danpenerimaan opini audit dengan penjelasan going concern(GC) menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang tahun sebelumnya mendapatkan opini audit non going concern (NGC)cenderung akan menerima opini audit non going concern (NGC) pada tahun berikutnya yaitu sebanyak 52,4%. Begitu juga dengan perusahaan yang tahun sebelumnya mendapatkan opini audit dengan penjelasangoing concern (GC) sebagian besar akan menerima opini audit dengan penjelasangoing concern (GC) pada tahun berikutnya, yaitu sebanyak 39%.
4.2.4 Pertumbuhan Perusahaan (Growth)
Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio pertumbuhan laba. Laba yang kecil menunjukkan perusahaan mengalami negative growth dengan kata lain pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih.Rumus rasio pertumbuhan laba :
Pertumbuhan Laba = Laba Bersih t – Laba Bersih t-1
(63)
Adapun rekapitulasi laba perusahaan manufaktur tahun 2008 - 2010 pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 : Rekapitulasi Laba Perusahaan Manufaktur
Laba Positif Laba Negatif
Tahun Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
2008 6 17.14 29 82.86
2009 19 54.29 16 45.71
2010 20 57.14 15 42.86
Total 45 60
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.6 di atas menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur tahun 2008 baik yang perusahaan GC maupun NGC memiliki laba yang negatif atau perusahaan dalam keadaan merugi yaitu sebesar 82,86% sedangkan sisanya 17,14% perusahaan memiliki laba yang positif atau perusahaan dalam keadaan untung.
Tahun 2009 sebagian besar perusahaan manufaktur baik yang perusahaan GC maupun NGC memiliki laba yang yang positif atau perusahaan dalam keadaan untung yaitu sebesar 54,29% sedangkan sisanya 45,71% perusahaan memiliki laba negatif atau perusahaan dalam keadaan merugi.
Tahun 2010 sebagian besar perusahaan manufaktur baik yang perusahaan GC maupun NGC memiliki laba yang yang positif atau perusahaan dalam keadaan untung yaitu sebesar 57,14% sedangkan sisanya 42,86% perusahaan memiliki laba negatif atau perusahaan dalam keadaan merugi.
(64)
GC NGC Tahun
Perolehan Laba Pertumbuhan
Perusahaan Perolehan Laba
Pertumbuhan Perusahaan
2008 -221,167,105,744 -5.32 -32,208,031,305 2.85
2009 102,858,630,617 -1.18 -6,415,058,731 10.67
2010 4,592,042,753 -0.42 2,373,069,121 -0.74
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menyebutkan bahwa nilai rata-rata perolehan laba pada perusahaan manufaktur tahun 2008, dengan opini audit GC dan NGC adalah negatif, dan rata-rata laba perusahaan opini audit GC lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan dengan opini audit NGC.
Berbeda dengan tahun 2009, nilai rata-rata perolehan laba pada perusahaan manufaktur dengan opini audit GC adalah positif dan perusahaan dengan opini audit NGC adalah negatif, sehingga rata-rata laba perusahaan opini audit NGC lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan dengan opini audit GC.
Tahun 2010 ternyata lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, dimana nilai rata-rata perolehan laba pada perusahaan, dengan opini audit GC dan NGC adalah positif, dan rata-rata laba perusahaan opini audit NGC lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan dengan opini audit GC.
4.3 Analisis Regresi Logistik
Maksuddari analisis regresi logistik dengan menggunakan metode enter adalah suatu prosedur untuk menyeleksi variabel, dimana variabel bebas dimasukkan semua dalam satu tahap.
(65)
Uji serentak dapat dilihat pada tabel omnibus test of model coefficients, dimana pada tabel tersebut terdapat uji chi-square. Adapun hipotesis pada uji serentak ini adalah :
a. H0 : β1 = β2 = β3 = 0 (variabel X1 sampai dengan X3 secara serentak tidak
berpengaruh terhadap Y)
b. H1 : Minimal ada satu βi≠ 0 , p = 1, 2, 3 (minimal ada 1 variabel bebas (X)
yang berpengaruh terhadap Y)
Tabel 4.8 : Hasil Uji Serentak
Omnibus Tests of Model Coefficients
97.885 3 .000
97.885 3 .000
97.885 3 .000
Step Block Model Step 1
Chi-square df Sig.
Sumber : Lampiran 3
Hasil uji chi-square pada tabel omnibus test of model coefficients adalah sebesar 97,885 dengan tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu 0,000. Hal ini berarti H0 ditolak yang berarti variabel debt default, opini audit sebelumnya dan
pertumbuhan perusahaan secara serentak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.
4.3.2 Uji Kesesuaian Model
Untuk menguji kesesuaian model apakah model sesuai dalam artian tidak ada perbedan antara hasil observasi dengan hasil prediksi dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut :
(1)
menyatakan bahwa variabel debt default terbukti berpengaruh positifterhadap
penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern.
4.4.2 Opini Audit Sebelumnya TerhadapPenerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Auditee yang menerima opini audit dengan penjelasangoing concern pada
tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini
audit dengan penjelasangoing concern pada tahun berjalan. Namun, hasil
penelitian ini tidak sependapat dengan teori di atas, dimana penelitian ini menunjukkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh negatif signifikan
terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern, terlihat dari
nilai koefisien sebesar -4,411 dan nilai Wald sebesar 26,545 dengan tingkat signifikan 0,000 (sig < 5%). Berdasarkan nilai koefisien tersebut berarti
perusahaan yang menerima opini audit dengan penjelasangoing concern di tahun
sebelumnya berpotensi menerima opini audit dengan penjelasan non going
concern di tahun berikutnya.
Berdasarkan data penelitian yang ada, terdapat 5 perusahaan dari 60
perusahaan yang opini audit tahun sebelumnya menerima non going concern
tetapi tahun berikutnya menerima opini audit dengan penjelasangoing concern.
Adanya penurunan opini audit yang diterima pada tahun berikutnya dapat disebabkan oleh menurunnya kondisi perusahaan. Sedangkan 45 perusahaan yang
(2)
diantaranya menerima opini audit non going concerni di tahun berikutnya. Peningkatan opini audit yang diterima dapat disebabkan adanya peningkatan kondisi perusahaan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, Alexander
Ramadhany (2004) serta penelitian Santosa dan Wedari (2007) yang menyatakan bahwa opini audit sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern ditahun berikutnya.
4.4.3 Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 :146). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba tinggi cenderung memiliki laporan
sewajarnya, sehingga potensi mendapatkan opini bersih (unqualified opinion)
akan lebih besar. Perusahaan dengan Negative Growth mengindikasikan
kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan, kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasan
going concern. Semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka semakin kecil
kemungkinan penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.
Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan teori diatas, penelitian ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern, nilai Wald
(3)
disebabkan perusahaan yang menerima opini audit dengan penjelasan going concern dan yang non going concern, sama – sama mengalami pertumbuhan laba yang negatif.
Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Santosa dan Wedari
(2007), penelitian Fanny dan Saputra (2005) serta Rudyawan dan Badera (2007) yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah debt
default, opini audit sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan mempengaruhi
penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Berdasarkanhasil
analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Debt defaultberpengaruh negatif signifikan (-2,977)terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern, sehingga hipotesis pertama tidak teruji
kebenarannya. Dengan kata lain perusahaan yang debt defaultdapat berpotensi
menerima opini audit dengan penjelasan non going concern.
2. Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh negatif signifikan (-4,411) terhadap
penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern, sehingga hipotesis
(4)
perusahaan yang menerima opini audit going concern di tahun sebelumnya
berpotensi menerima opini audit dengan penjelasan non going concern di tahun
berikutnya.
3. Pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
opini audit dengan penjelasan going concern, sehingga hipotesis ketiga tidak
teruji kebenarannya.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu periode pengamatan yang terbatas
hanya 3 tahun (2008 – 2010) sehingga jumlah sampel yang dapat diamati pun belum cukup untuk menentukan tren penerbitan opini audit dengan penjelasan
going concern oleh auditor. Dalam menentukan sampel peneliti tidak menggunakan Zscore sebagai indikator perusahaan mengalami finansial distress, melainkan hanya melihat perolehan laba negatif. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel bebas.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan keterbatasan penelitian,
maka beberapa hal yang disarankan untuk penelitian yang akan datang adalah :
(5)
2. Menggunakan Zscore untuk menentukan sampel perusahaan yang mengalami finansial distress.
3. Menambah variabel penelitian seperti : ukuran perusahaan, skala auditor,
keberadaan komisaris independen, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi Program
studi Akuntansi, FE UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.
Arens, Alvin A., dkk. 2007, Auditing dan Jasa Assurancce, Edisi 12, jilid 1,
Salemba Empat, Jakarta.
Baridwan, Zaki, 2000, Intermediate Accounting, Edisi 7, Penerbit BPFE,
Yogyakarta.
Darsono dan Ashari, 2005, Pedoman Praktis Memahami Laporan keuangan,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Efferin, Sujoko.,Hadi darmadji, dkk, 2008, Metode Penelitian
Akuntansi;Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Edisi 1, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Estes, Ralph dan Widjajanto, 1996, Kamus Akuntansi I, Edisi 2, Erlangga, Jakarta.
Ghazali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat,
(6)
Ikhsan, Arfan dan Ishak, 2005, Akuntansi Keperilakuan, Jilid 1, Salemba Empat, Jakarta.
Institut Akuntan Publik Indonesia,2011,Standar Profesional Akuntan Publik,
Salemba Empat, Jakarta.
Mulyadi, 1998, Auditing, Cetakan 1, Edisi 5, Salemba Empat, Yogyakarta.
Siegel, Joel G dan Shim, 1995, Kamus Istilah Akuntansi, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Suharyadi dan Purwanto, 2009, Statistik untuk Ekonomi dan Keuangan Modern,
Edisi 2, Buku 1, Salemba Empat, Jakarta.
Jurnal
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005, Opini Audit Going Concern: Kajian
Berdasarkan model prediksi Kebangkrutan, pertumbuhan Perusahaan dan Reputasi KAP (Studi pada Emiten Bursa Efek Jakarta),Simposium Nasional Akuntansi VIII, 966-978, Solo.
Praptitorini, Mirna Dyah dan Indira Januarti,2007, Analisis Pengaruh Kualitas
Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern,Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X, Makassar.
Ramadhany, Alexander, 2004, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Maksi Vol.4.
Rudyawan, A.P dan I.D.Nyoman Badera, 2007, Opini Audit Going Concern:
Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage dan Reputasi Auditor, SNA 9, Padang.
Santosa, Arga Fajar dan Linda K. Wedari, 2007, Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going concern, JAAI. Vol.11, NO.2, Desember 2007: 141-158.
Website www.idx.co.id www.google.com