PUBLIKASI KARYA ILMIAH HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, LEMAK, PROTEIN DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR Hubungan Asupan Energi, Lemak, Protein, Dan Karbohidrat Dengan Kadar Gula Darah Pada Lansia Obesitas Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, LEMAK, PROTEIN DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA OBESITAS DI DESA BLULUKAN KECAMATAN
COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH
Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi
Disusun oleh :
RADITYA WAHYUNINGSIH PUSPITASARI J310 100 011
PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
(2)
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Bismillahirrahmanirrohim
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya
Nama : Raditya Wahyuningsih Puspitasari
NIM : J 310 100 011
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kesehatan / Gizi S1 Jenis : Skripsi
Judul : Hubungan Asupan Energi, Lemak, Protein, dan Karbohidrat dengan
Kadar Gula Darah Pada Lansia Obesitas Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk :
1. Memberikan hak bebas royalty kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikan, serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama masih mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya
Surakarta, 26 November 2014 Yang Menyatakan
(3)
(4)
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, LEMAK, PROTEIN, DAN KARBOHIDRAT
DENGAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA OBESITAS DI DESA
BLULUKAN KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH
Raditya Wahyuningsih Puspitasari (J 310 100 011) Pembimbing: Dwi Sarbini, SST., M.Kes Pramudya Kurnia, STP., M.Agr
Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Email : Radityapuspitasari@yahoo.com
ABSTRACT
Background : Compared to younger people, older people have a tendency to greater body fat composition. The causal factor in blood glucose levels are excess fat, genetics, obesity and low physical activity. Based on the results of the Riskesdas (Riset Kesehatn Dasar) in 2007, national obesity prevalence was 19.1%.
Objective : This study aims to analyse the relationship intake of energy, fats, proteins, and carbohydrates with blood glucose levels in obese elderly people in the village of Blulukan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Research Method : This type of research was cross-sectional. The population of elderly people with a BMI ≥ 25,00 kg / m2. It uses the sampling with simple random sampling method. The intake of energy, fats, proteins, and carbohydrates are obtained from the recall average in 2x24 hours which are not consecutive and fasting blood glucose levels, and 2-hours post prandial are obtained from the examination of health personnel. The test of data normality uses the Kolmogorov-Smirnov Test and the relationship with the person product moment test.
Results : There is no correlation between the energy intake and fasting blood glucose levels (p=0,70) and 2-hours post-prandial (p=0,34). There is no correlation between the fat intake and fasting blood glucose levels (p=0,79) and 2-hours post-prandial (p=0,95). There is no correlation between the protein intake and fasting glucose levels (p=0,75) and 2-hour post-prandial (p=0,82).There is no correlation between the carbohydrate intake and fasting glucose levels (p=0,42) and 2-hour post-prandial (p=0,99).
Conclusion : There is no correlation of the intake of energy, fat, protein and carbohydrates to blood glucose levels.
(5)
PENDAHULUAN
Secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran yaitu pada fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh pada lansia maka akan membuat lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis (Simanullang et al, 2011).
Asupan makanan tinggi energi (tinggi lemak dan gula) dan rendah serat berhubungan dengan kadar gula darah. Ketidakseimbangan antara asupan makanan yang tinggi energi dengan pengeluaran energi untuk aktivitas dalam jangka waktu lama memungkinkan terjadinya obesitas, resistensi insulin dan penyakit DM tipe 2 (Fitri dan Wirawanni, 2012).
Berdasarkan pada hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi obesitas nasional 19,1%. Pada umumnya perempuan (23,8%) lebih banyak menderita obesitas jika dibandingkan dengan pria (13,9%) (Ridwan, 2010). Persentase obesitas sentral menurut umur dari 55-64 tahun adalah 23,1%, untuk umur 65-74 tahun
adalah 18,9% dan di atas 75 tahun adalah 15,8% (Riskesdas, 2007). Kenaikan berat badan orang tua usia di atas 60 tahun karena kurangnya aktivitas fisik (Fatmah, 2006).
Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk meneliti hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah pada lansia obesitas. Penulis memilih di Desa Blulukan, Colomuadu, Karanganyar, Jawa Tengah sebagai lokasi penelitian dikarenakan dari lansia yang berumur ≥ 60 tahun sebanyak 115 lansia diantaranya berstatus gizi obesitas ada 40%. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah pada lansia obesitas.
TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORITIS 1. Lansia
Secara fisik dalam pertumbuhan level ukuran berhenti, tetapi dilanjutkan dengan pertumbuhan dan reproduksi sel yang konsisten (Ariyani, 2007).
(6)
2 Batasan lansia menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia di Indonesia dikatakan lansia apabila telah mencapai usia diatas 60 tahun (Hadywinoto, 1999; Maryam, 2008 dalam Simanullang et al, 2011).
2. Obesitas Pada Lansia
Obesitas adalah
ketidakseimbangan kalori di dalam tubuh, yaitu kalori yang masuk melebihi kalori yang dikeluarkan dan kelebihan ini menjadi lemak tubuh pada jangka waktu tertentu. Faktor perilaku dan lingkungan yang meliputi pola makan dan aktifitas fisik merupakan hal yang paling berpengaruh pada kejadian obesitas (Yamin et al, 2013).
Proses penuaan dapat mengubah metabolisme pada tubuh, yang menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan pola makan. Jika lansia makan dengan jumlah yang sama seperti orang yang masih muda, maka resiko terjadinya
obesitas akan menjadi lebih besar (Ashary, 2010).
3. Lansia Obesitas dengan Kadar Gula Darah
Obesitas yang terjadi pada lanjut usia dapat meningkatkan resiko penyakit seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus dan penyakit kanker (Ashary, 2010).
Kurniawan (2010) dalam Fadyastiti et al, (2013) Pada usia 40 tahun tubuh sudah mengalami penurunan fungsi fisiologis, sehingga pada usia 45 tahun ke atas rentan terjadi resistensi insulin. Orang yang menderita diabetes kebanyakan ternyata mengalami kelebihan berat badan (Darrly dan Barnes, 2012). 4. Asupan Energi, Lemak, Protein, dan
Karbohidrat
Gula merupakan sumber makanan dan bahan bakar atau energi bagi tubuh yang berasal dari proses pencernaan makanan. Tingginya kadar gula darah dipengaruhi oleh tingginya
(7)
asupan energi dari makanan (Wahyuni, 2008).
Disamping mensuplai energi, lemak terutama trigliserida, memiliki fungsi untuk menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam lemak esensial (Mahan dan Escott-Stump, 2008 dalam Hardinsyah et al, 2010). Sedangkan protein melalui proses hidrolisis menjadi asam amino yang berfungsi sebagai sumber utama bagi glukosa melalui jalur glukoneogenesis (Bandiara, 2004).
Karbohidrat komplek berperan dalam mengendalikan kadar gula darah tubuh. Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi sel-sel tubuh, terutama sel-sel otak dan sistem saraf pusat yang menghubungkan asupan glukosa darah (Purnakarya, 2009).
5. Kadar Gula Darah
Jumlah atau konsentrasi glukosa yang terdapat di dalam darah. Pada pemeriksaan glukosa darah
puasa responden sebelumnya sudah puasa selama kurang lebih 8 jam dan kemudian dilakukan pemeriksaan. Variabel kadar gula darah puasa digolongkan dalam kategori tinggi (GDP ≥110mg/dl) dan normal (GDP <110mg/dl) (Dalawa et al, 2013).
Pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah makan bermanfaat untuk memantau pengendalian Diabetes Melitus (Qurruaeni, 2009). Kadar gula darah 2 jam post prandial termasuk kategori baik (80-144 mg/dl), sedang (144-179 mg/dl) dan tinggi (≥180 mg/dl) (Fitri dan Wirawanni, 2012).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2014. Jumlah populasi adalah 46 lansia. Perhitungan besar sampel diperoleh 31 lansia dengan Loss to follow 10% maka menjadi 34 lansia. Sampel ditentukan dengan
(8)
4 menggunakan metode Simple Random Sampling.
Instrumen dalam penelitian ini adalah formulir identitas lansia, yang digunakan untuk mengetahui data tentang karakteristik subjek penelitian yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, berat badan dan tinggi badan. Data asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat diperoleh dari Form Food Recall 2 x 24 jam tidak berurutan. Data kadar gula darah lansia didapatkan dari tenaga kesehatan setempat menggunakan Glucometer. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Subyek Penelitian Setelah dilakukan observasi pada 46 lansia obesitas (IMT ≥ 25,00 kg/m2) yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia ikut pada penelitian hanya dapat diperoleh 32 lansia.
1. Karakterisitk Subyek Penelitian Menurut Umur
Sampel pada penelitian ini yaitu lansia yang telah berusia ≥ 60 tahun,
data ini diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung dengan lansia dan data dari kader posyandu setempat. Kategori umur lansia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Kriteria Umur Subyek Penelitian
Hal ini disebabkan karena obesitas atau kegemukan sering terjadi pada usia 50-60 tahun, hasil ini sejalan dengan penelitian Misnadiarly (2007) dalam Manampiring (2008).
2. Karakteristik Subjek Menurut Jenis Kelamin
Pada penelitian ini lansia yang bersedia menjadi responden tidak dibedakan menurut jenis kelaminnya. Kategori jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.
Umur Kriteria N Persentase (%) 60-74
tahun
Lanjut Usia
27 84,4
75-90 tahun
Lanjut Usia Tua
5 15,6
(9)
Tabel 2
Karakteristik Jenis Kelamin Subyek Penelitian Jenis
Kelamin
N Persentase (%) Laki-laki 2 6,2 Perempuan 30 93,8
Total 32 100
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Misnadiarly (2007) dalam Manampiring (2008) yang menyatakan bahwa perempuan yang telah berusia ≥ 50 tahun memiliki resiko obesitas lebih tinggi jika dibandingkan laki-laki.
B. Tingkat Asupan Energi, Lemak, Protein dan Karbohidrat
1. Asupan Energi
Data asupan energi diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Tingkat Asupan Energi Lansia
Kategori N Persentase (%) Konsumsi
Energi
Kelebihan 2 6,3 Normal 14 43,8
Defisit 16 49,9
Total 32 100
Simanullang, et al (2011) menyatakan bahwa kegemukan pada lansia tidak hanya disebabkan dari asupan makan saja, tetapi bisa juga karena aktifitas fisik yang kurang pada lansia akibat menurunnya fungsi-fungsi organ tubuh.
2. Asupan Lemak
Data asupan lemak diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Tingkat Asupan Lemak Lansia Kategori N Persentase
(%) Konsumsi
Lemak
Kelebihan 13 40,6 Normal 11 34,4 Defisit 8 25
(10)
6 Proses penuaan mengubah metabolisme tubuh, yang menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan pola makan. Jika lansia makan dengan jumlah yang sama seperti orang yang masih muda, maka resiko obesitas akan lebih besar (Ashary, 2010).
3. Asupan Protein
Data asupan protein diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Tingkat Asupan Protein Lansia Kategori N Persentase
(%) Konsumsi
Protein
Kelebihan 5 15,6 Normal 8 25,0 Defisit 19 59,4
Total 32 100
Beberapa ahli berpendapat dengan meningkatnya umur, maka intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Pada lansia sudah terjadi
penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (PAPDI, 2014). Bila insulin tidak ada atau sedikit sekali, maka tubuh akan memecah protein menjadi gula melalui proses glukoneogenensis (Wijanarko K, 2013). Jadi, apabila lansia banyak mengkonsumsi protein akan meningkatkan kadar gula darah di dalam tubuhnya.
4. Asupan Karbohidrat
Data asupan karbohidrat diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Tingkat Asupan Karbohidrat Lansia
Kategori N Persentase (%) Konsumsi
Karbohidrat
Normal 13 40,5 Defisit 19 59,5
Total 32 100
Penyebab terjadinya kegemukan atau obesitas tidak hanya disebabkan oleh kelebihan asupan
(11)
karbohidrat saja. Kelebihan asupan protein atau lemak serta aktivitas fisik yang kurang, bisa juga menyebabkan kelebihan berat badan karena terjadi penumpukan lemak di dalam tubuh, hal ini dinyatakan oleh Bintanah dan Muryati (2010) serta Muktiharti, et al (2010).
C. Tingkat Kadar Gula Darah 1. Kadar Gula Darah Puasa
Pada saat pengambilan kadar gula darah puasa ini sebelumnya lansia yang akan diambil darahnya diminta untuk melakukan puasa minimal 8 jam (Dalawa et al, 2013). Kategori kadar gula darah puasa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Tingkat Kadar Gula Darah Puasa Lansia
Kategori N Persentase (%) Kadar Gula
Darah Puasa
Normal 22 68,8 Tinggi 10 31,2
Total 32 100
Lansia yang menjadi sampel mengalami obesitas, tetapi jika aktifitas
fisik atau olahraga teratur dan mempunyai asupan makan yang baik akan menurunkan resiko tingginya kadar gula darah (Sukardji, 2002 dan Ilyas, 2007 dalam Qurratuaeni, 2009). 2. Kadar Gula Darah 2 Jam Post
Prandial
Pengambilan kadar gula darah 2 jam post prandial setelah dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa. Pada saat menunggu 2 jam untuk melakukan pengecekan lansia diberikan makan besar dan snack. Kategori kadar gula darah 2 jam post prandial dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8
Tingkat Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Lansia
Kategori N Persentase (%) Kadar Gula
Darah 2 Jam Post Prandial
Normal Sedang
14 9
43,8 28,1 Tinggi 9 28,1
Total 32 100
.
Apabila kadar gula darah puasa lansia tinggi kemudian kadar gula darah 2 jam post prandial juga tinggi ini berarti lansia tersebut terkena penyakit
(12)
8 DM. Qurruaeni (2009) menyatakan test kadar gula darah 2 jam post prandial berfungsi untuk memantau pengendalian penyakit Diabetes Melitus (DM).
D. Hubungan Asupan Energi dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Energi dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula puasa yang normal dengan asupan energi yang normal yaitu 64,3%, untuk kelebihan asupan 100% dan untuk yang asupan defisit 68,8%, sedangkan untuk kadar gula darah tinggi dengan asupan energi normal 35,7% dan untuk asupan energi defisit 31,2%. Pada penelitian ini diperoleh hasil untuk nilai p= 0,70 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar gula puasa
Simanullang, et al (2011) menyatakan lansia kebanyakan sudah bukan usia produktif lagi, tetapi menurut Ilyas (2007) dalam
Qurratuaeni (2009) menyatakan jika olahraga secara rutin dan masih melakukan aktifitas fisik bisa juga menurunkan resiko tingginya kadar gula darah.
2. Hubungan Asupan Energi dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial yang normal dengan asupan energi normal 42,8% dan asupan defisist 50%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan asupan energi normal 28,6% dan yang asupan defisit 25% untuk yang memiliki kelebihan asupan ada 50%. Pada kategori kadar gula darah 2 jam post prandial yang tinggi untuk kelebihan asupan ada 50%, asupan yang normal 28,6% dan untuk asupan defisit 25%. Pada hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,34 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar gula 2 jam post prandial.
(13)
Seltzer dan Bare (2002) dalam Qurratuaeni (2009) menyatakan apabila stres menetap, maka respon stres akan melibatkan hipotalamus pituitari yang kemudian memproduksi kortisol. Peningkatan kortisol akan menyebabkan naiknya kadar gula darah.
E. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah puasa yang normal dengan asupan lemak normal 72,7%, yang asupan defist 62,5% dan untuk kelebihan asupan ada 69,2%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan lemak normal yaitu 27,3% dan asupan defist 37,5%, sedangkan untuk yang kelebihan asupan ada 30,8%. Pada hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,79 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat
hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula puasa.
Lemak pada pankreas (pancreatic fat) merupakan lemak yang berhubungan dengan peningkatan Visceral Adipose Tissue(VAT), yaitu lemak yang melapisi organ-organ tubuh bagian dalam, semakin tinggi pancreatic fat maka sensitivitas insulin akan semakin rendah (Tropicanaslim, 2014). Selain itu, pada lansia usia di atas 40 tahun sudah terjadi penurunan sekresi pankreatik (Fatmah, 2010 dalam Akmal, 2012). 2. Hubungan Asupan Lemak
dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial yang normal dengan asupan lemak normal 54,5% dan asupan defisit 37,5% sedangkan yang kelebihan asupan 38,45%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan
(14)
10 asupan lemak normal 27,3%, untuk asupan defisit 25% dan yang kelebihan asupan 30,8%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori tinggi dengan asupan lemak normal 18,2%, untuk asupan defisit 37,5% dan yang kelebihan asupan 30,8%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,95 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula 2 jam post prandial.
Faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon adrenalin misalnya stres dan kadar lemak di bawah jaringan kulit dan di perut. Hormon adrenalin yang dipacu secara terus-menerus akan mengakibatkan insulin tidak bisa mengatur kadar gula darah yang ideal (Bintanah dan Handarsari, 2012).
F. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah puasa normal dengan asupan protein normal 37,5%, yang asupan defisit 73,7%, dan yang kelebihan asupan 100%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan protein normal yaitu 62,5% dan asupan defisit 26,3%. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,75 (p value <0,05) maka Ho ditolak, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula puasa.
Intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, selain itu karena pada lansia sudah terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (PAPDI, 2014). Bila insulin tidak ada atau sedikit sekali, maka tubuh akan memecah protein menjadi gula
(15)
melalui proses glukoneogenensis (Wijanarko K, 2013).
2. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial normal dengan asupan protein normal 37,5%, dan asupan defisit 47,4% untuk yang kelebihan asupan 40%. Kadar gula darah 2 jam post prandial dengan kategori sedang dengan asupan protein normal 25% dan asupan defisit 26,3%, untuk kelebihan asupan 40%. Kadar gula darah 2 jam post prandial dengan kategori tinggi dengan asupan protein normal 37,5% dan asupan defisit 20%, untuk kelebihan asupan 26,3%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,82 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula 2 jam post prandial.
Akmal (2012) menyatakan pemilihan protein bermutu tinggi dan mudah dicerna sangat penting bagi lansia. Proses sintesis protein pada lansia tidak sebaik saat masa muda, jika kelebihan asupan protein akan memberatkan kerja ginjal dan hati.
G. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian diperoleh kadar gula darah puasa normal dengan asupan karbohidrat normal 76,9% dan asupan defisit 63,2%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan karbohidrat normal yaitu 23,1% dan asupan defisit 36,8%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,42 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa.
(16)
12
Purnakarya (2009)
menyatakan karbohidrat memiliki peran untuk membantu regulasi
metabolisme protein,
mempengaruhi metabolisme lemak, dan glikogen. Jadi, apabila asupan karbohidrat rendah akan mempengaruhi metabolisme zat gizi yang lain.
2. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial normal dengan asupan karbohidrat normal 38,5% dan asupan defisit 47,4%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan asupan karbohidrat normal 38,5% dan asupan defisit 21%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori tinggi dengan asupan karbohidrat normal 23% dan asupan defisit 31,6%. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,99 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima,
yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah 2 jam post prandial.
Fitri dan Wirawanni (2012) pada hasil penelitiannya tidak membedakan antara asupan karbohidrat yang sederhana atau kompleks sehingga tidak diketahui hubungan masing-masing jenis karbohidrat dengan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam post prandial.
KESIMPULAN
Tidak ada hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa dan 2 jam post prandial pada lansia obesitas di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
SARAN
Perlu diupayakan
pengendalian kadar gula darah terutama pada lansia obesitas untuk mencegah gangguan
(17)
kesehatan, misalnya dengan memberikan penyuluhan pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akmal, HF. 2012. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Antara Lansia Yang Mengikuti Dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang : 9-18.
2. Ariyani. 2007. Asupan Lemak Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Esensial PadaLansia Di Posyandu Ngudi Waras Surakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: 14-15. 3. Ashary, R. 2010. Hubungan
Obesitas dengan Kadar Glukosa Darah pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Aren Jaya Bekasi Periode Januari-Agustus 2010. Bekasi.
4. Bandiara, R. 2004. Should We Still Prescribe A Reduction In Protein Intake For Chronic Kidney Disease (CKD) Patients. Universitas Padjadjaran/ Hasan Sadikin Hospital Bandung.
5. Bintanah dan Handarsari. 2012. Asupan Serat dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi Pada Pasien Diabetus Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani Semarang. UNIMUS. Semarang: 290-294.
6. Bintanah S dan Muryati. 2010. Hubungan Konsumsi Lemak Dengan Kejadian Hiperkolesterolemia Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Program Studi DIII Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
7. Dalawa, FN., Kepel, B., Hamel, R. 2013. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Masyarakat Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado. 8. Darrly, E dan Barnes, MD. 2012.
Program Olahraga DIABETES
“Panduan Untuk Mengendalikan
Glukosa Darah”. Klaten: PT Intan
Sejati.
9. Fadyastiti, M., Soemardini, dan Nugroho, AF. 2013. Hubungan Asupan Energi dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Di Klinik Dokter Keluarga Lawang dan Singosari Kabupaten Malang. Fakultas Kedokteran. Malang.
10. Fatmah. 2006. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula) Berdasarkan Usia Dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih Di DKI Jakarta Dan Tangerang Tahun 2005. Universitas Indonesia. Jakarta : 12.
11. Fitri dan Wirawanni, Y. 2012. Asupan Energi, Karbohidrat, Serat, Beban Glikemik, Latihan Jasmani dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
12. Hardinsyah, Riyadi, H., dan Napitupulu, V. 2010. Kecukupan Energi, Protein, Lemak Dan Karbohidrat. Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB dan Departemen Gizi, FK UI : 9-15. 13. Manampiring, AE. 2008. Hubungan
Status Gizi dan Tekanan Darah Pada Penduduk Usia 45 Tahun Ke Atas Di Kelurahan Pakowa Kecamatan Wanea Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado : 11-12.
(18)
14 14. Muktiharti, Purwanto, Imam, P.,
Saleh, R. 2010. Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Remaja SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 di Kota Pekalongan Tahun 2010. Universitas Pekalongan.Pekalongan. 15. PAPDI. 2014. Mengenal Diabetes Melitus. Diakses: 04 November 2014.Http://www.pbpapdi.org/papdi.p hp?pb=detil_berita&kd_berita=20. 16. Purnakarya, I. 2009. Peran Zat Gizi
Makro Terhadap Kejadian Demensia Pada Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
17. Qurratuaeni. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.
18. Ridwan, LF. 2010. Gambaran Perencanaan Dan Evaluasi Program Perbaikan Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat Tahun 2010. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta : 50.
19. Riskesdas. 2007. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: 53.
20. Simanullang, P., Zuska, F., Asfriyati. 2011. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) Di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan. USU. Medan.
21. Tropicanaslim. 2014. Semua Hal Mengenai Lemak. Diakses : 09
November 2014.
http://www.tropicanaslim.com/all-about-fat.
22. Wahyuni, S. 2008. Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro, Kadar Gula Darah Dan Perkembangan Kesembuhan Luka Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Dengan Komplikasi Gangren Di Bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Program Studi
Diploma III Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta : 11-14.
23. Wijanarko K. 2013. Mekanisme Cara Kerja Insulin dan Anatomi Pankreas. Diakses pada tanggal: 04 November 2014. http://terapimuslim.com/cara-kerja-insulin- anatomi-pankreas. 24. Yamin, B., Mayulu, dan Rottie, J.
2013. Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado: 2-3.
(1)
Seltzer dan Bare (2002) dalam Qurratuaeni (2009) menyatakan apabila stres menetap, maka respon stres akan melibatkan hipotalamus pituitari yang kemudian memproduksi kortisol. Peningkatan kortisol akan menyebabkan naiknya kadar gula darah.
E. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah puasa yang normal dengan asupan lemak normal 72,7%, yang asupan defist 62,5% dan untuk kelebihan asupan ada 69,2%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan lemak normal yaitu 27,3% dan asupan defist 37,5%, sedangkan untuk yang kelebihan asupan ada 30,8%. Pada hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,79 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat
hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula puasa.
Lemak pada pankreas (pancreatic fat) merupakan lemak yang berhubungan dengan peningkatan Visceral Adipose Tissue(VAT), yaitu lemak yang melapisi organ-organ tubuh bagian dalam, semakin tinggi pancreatic fat maka sensitivitas insulin akan semakin rendah (Tropicanaslim, 2014). Selain itu, pada lansia usia di atas 40 tahun sudah terjadi penurunan sekresi pankreatik (Fatmah, 2010 dalam Akmal, 2012). 2. Hubungan Asupan Lemak
dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial yang normal dengan asupan lemak normal 54,5% dan asupan defisit 37,5% sedangkan yang kelebihan asupan 38,45%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan
(2)
asupan lemak normal 27,3%, untuk asupan defisit 25% dan yang kelebihan asupan 30,8%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori tinggi dengan asupan lemak normal 18,2%, untuk asupan defisit 37,5% dan yang kelebihan asupan 30,8%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,95 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula 2 jam post prandial.
Faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon adrenalin misalnya stres dan kadar lemak di bawah jaringan kulit dan di perut. Hormon adrenalin yang dipacu secara terus-menerus akan mengakibatkan insulin tidak bisa mengatur kadar gula darah yang ideal (Bintanah dan Handarsari, 2012).
F. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah puasa normal dengan asupan protein normal 37,5%, yang asupan defisit 73,7%, dan yang kelebihan asupan 100%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan protein normal yaitu 62,5% dan asupan defisit 26,3%. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,75 (p value <0,05) maka Ho ditolak, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula puasa.
Intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, selain itu karena pada lansia sudah terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (PAPDI, 2014). Bila insulin tidak ada atau sedikit sekali, maka tubuh akan memecah protein menjadi gula
(3)
melalui proses glukoneogenensis (Wijanarko K, 2013).
2. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial normal dengan asupan protein normal 37,5%, dan asupan defisit 47,4% untuk yang kelebihan asupan 40%. Kadar gula darah 2 jam post prandial dengan kategori sedang dengan asupan protein normal 25% dan asupan defisit 26,3%, untuk kelebihan asupan 40%. Kadar gula darah 2 jam post prandial dengan kategori tinggi dengan asupan protein normal 37,5% dan asupan defisit 20%, untuk kelebihan asupan 26,3%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,82 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula 2 jam post prandial.
Akmal (2012) menyatakan pemilihan protein bermutu tinggi dan mudah dicerna sangat penting bagi lansia. Proses sintesis protein pada lansia tidak sebaik saat masa muda, jika kelebihan asupan protein akan memberatkan kerja ginjal dan hati.
G. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah
1. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah Puasa
Hasil penelitian diperoleh kadar gula darah puasa normal dengan asupan karbohidrat normal 76,9% dan asupan defisit 63,2%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan karbohidrat normal yaitu 23,1% dan asupan defisit 36,8%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,42 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa.
(4)
Purnakarya (2009) menyatakan karbohidrat memiliki peran untuk membantu regulasi
metabolisme protein,
mempengaruhi metabolisme lemak, dan glikogen. Jadi, apabila asupan karbohidrat rendah akan mempengaruhi metabolisme zat gizi yang lain.
2. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial
Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial normal dengan asupan karbohidrat normal 38,5% dan asupan defisit 47,4%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan asupan karbohidrat normal 38,5% dan asupan defisit 21%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori tinggi dengan asupan karbohidrat normal 23% dan asupan defisit 31,6%. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,99 (p value ≥ 0,05) maka Ho diterima,
yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah 2 jam post prandial.
Fitri dan Wirawanni (2012) pada hasil penelitiannya tidak membedakan antara asupan karbohidrat yang sederhana atau kompleks sehingga tidak diketahui hubungan masing-masing jenis karbohidrat dengan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam post prandial.
KESIMPULAN
Tidak ada hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa dan 2 jam post prandial pada lansia obesitas di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
SARAN
Perlu diupayakan
pengendalian kadar gula darah terutama pada lansia obesitas untuk mencegah gangguan
(5)
kesehatan, misalnya dengan memberikan penyuluhan pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akmal, HF. 2012. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Antara Lansia Yang Mengikuti Dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang : 9-18.
2. Ariyani. 2007. Asupan Lemak Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Esensial PadaLansia Di Posyandu Ngudi Waras Surakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: 14-15. 3. Ashary, R. 2010. Hubungan
Obesitas dengan Kadar Glukosa Darah pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Aren Jaya Bekasi Periode Januari-Agustus 2010. Bekasi.
4. Bandiara, R. 2004. Should We Still Prescribe A Reduction In Protein Intake For Chronic Kidney Disease (CKD) Patients. Universitas Padjadjaran/ Hasan Sadikin Hospital Bandung.
5. Bintanah dan Handarsari. 2012. Asupan Serat dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi Pada Pasien Diabetus Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit
Roemani Semarang. UNIMUS.
Semarang: 290-294.
6. Bintanah S dan Muryati. 2010. Hubungan Konsumsi Lemak Dengan Kejadian Hiperkolesterolemia Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Program Studi DIII Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
7. Dalawa, FN., Kepel, B., Hamel, R. 2013. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Masyarakat Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado. 8. Darrly, E dan Barnes, MD. 2012.
Program Olahraga DIABETES
“Panduan Untuk Mengendalikan
Glukosa Darah”. Klaten: PT Intan
Sejati.
9. Fadyastiti, M., Soemardini, dan Nugroho, AF. 2013. Hubungan Asupan Energi dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Di Klinik Dokter Keluarga Lawang dan Singosari Kabupaten Malang. Fakultas Kedokteran. Malang.
10. Fatmah. 2006. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula) Berdasarkan Usia Dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih Di DKI Jakarta Dan Tangerang Tahun 2005. Universitas Indonesia. Jakarta : 12.
11. Fitri dan Wirawanni, Y. 2012. Asupan Energi, Karbohidrat, Serat, Beban Glikemik, Latihan Jasmani dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
12. Hardinsyah, Riyadi, H., dan Napitupulu, V. 2010. Kecukupan Energi, Protein, Lemak Dan Karbohidrat. Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB dan Departemen Gizi, FK UI : 9-15. 13. Manampiring, AE. 2008. Hubungan
Status Gizi dan Tekanan Darah Pada Penduduk Usia 45 Tahun Ke Atas Di Kelurahan Pakowa Kecamatan Wanea Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado : 11-12.
(6)
14. Muktiharti, Purwanto, Imam, P., Saleh, R. 2010. Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Remaja SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 di Kota Pekalongan Tahun 2010. Universitas Pekalongan.Pekalongan. 15. PAPDI. 2014. Mengenal Diabetes Melitus. Diakses: 04 November 2014.Http://www.pbpapdi.org/papdi.p hp?pb=detil_berita&kd_berita=20. 16. Purnakarya, I. 2009. Peran Zat Gizi
Makro Terhadap Kejadian Demensia Pada Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
17. Qurratuaeni. 2009. Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Terkendalinya Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.
18. Ridwan, LF. 2010. Gambaran Perencanaan Dan Evaluasi Program Perbaikan Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat Tahun 2010. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta : 50.
19. Riskesdas. 2007. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: 53.
20. Simanullang, P., Zuska, F., Asfriyati. 2011. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Darusalam Medan.
USU. Medan.
21. Tropicanaslim. 2014. Semua Hal Mengenai Lemak. Diakses : 09
November 2014.
http://www.tropicanaslim.com/all-about-fat.
22. Wahyuni, S. 2008. Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro,
Kadar Gula Darah Dan
Perkembangan Kesembuhan Luka Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Dengan Komplikasi Gangren Di Bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Program Studi
Diploma III Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta : 11-14.
23. Wijanarko K. 2013. Mekanisme Cara Kerja Insulin dan Anatomi Pankreas. Diakses pada tanggal: 04 November 2014. http://terapimuslim.com/cara-kerja-insulin- anatomi-pankreas. 24. Yamin, B., Mayulu, dan Rottie, J.
2013. Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado: 2-3.