SIKAP MASYARAKAT ADAT DI BALI SEHUBUNGAN DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014.

(1)

Bidang unggulan: Sosial, Ekonomi, Bahasa Kode 596 /Bidang Ilmu/Ilmu Hukum

LAPORAN PENELITIAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

SIKAP MASYARAKAT ADAT DI BALI SEHUBUNGAN

DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

TIM PENELITI

Dr. Ni Nyoman Sukerti,SH.,MH. (Ketua)

A.A.Sg. Wiratni Darmadi,SH.,MH. (Anggota)

I G. A. A. Ari Krisnawati,SH.,MH.(Anggota)

DIBIAYAI DARI DANA DIPA UNIVERSITAS UDAYANA

NO: SP DIPA-042.04.2.400107/2015 TANGGAL 15 APRIL 2015

DENGAN SPK/KONTRAK NO: 959D/UN14.1.11/KU/2015

TANGGAL 04 MEI 2015

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

HALAMAN PENGESAHAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

1. Judu Penelitian : Sikap Masyarakat Adat di Bali Sehubungan Diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014.

2. Ketua Penelitian :

a. Nama Lengkap : Dr. Ni Nyoman Sukerti, SH.,MH. b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. NIP/NIDN : 19560807 198303 2 001/0007085602 d. Jabatan Struktural : -

e. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala f. Fakultas/Jurusan : Hukum g. Pusat Penelitian : Denpasar

h. Alamat : Jln. Pulau Bali No. 1 Denpasar i. Telpon/Faks : 0361222666

j. Alamat Rumah : Br. Taruna Bhineka Blok C No. 66 Pemogan, Denpasar

k. Telpon/E-mail : 0361722470/nyomansukerti10@yahoo.com

3. Jumlah Anggota Peneliti : 2 (dua) Orang 4. Jumlah Mahasiswa : 2 (dua) Orang

5. Pembiayaan :

Jumlah biaya yang diajukan ke

Fakultas : Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) Denpasar, 10 Nopember 2015

Mengetahui

Ketua Bagian Hukum & Masyarakat Ketua Tim Peneliti Fakultas Hukum Unud.

I Nyoman Wita, SH,MH. Dr. Ni Nyoman Sukerti, SH.,MH. NIP: 19541231 198610 1 001 NIP: 19650807 198303 2 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum Unud.

Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH. NIP: 19530401 198003 1 004.


(3)

PRAKATA

Berkat asung kertha wara nugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), penelitian yang berjudul “Sikap Masyarakat Adat di Bali Sehubungan Diberlakunya Undang-Undang No.6 Tahun 2014” dapat diselesaikan sesuai jadwal.

Selama penelitian, berbagai hambatan ditemukan, berupa kesibukan-kesibukan fakultas yang tidak dapat dikesampingkan serangkaian dengan ulang tahun emas Fakultas Hukum Universitas Udayana dan juga perkuliahan yang sangat padat.

Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari fasilitas Fakultas yang telah memproses surat ijin penelitian dan tentunya juga telah membiayai penelitian ini. Di samping itu kerjasama antar tim peneliti juga tidak kalah pentingnya dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

Sangat disadari bahwa laporan penelitian ini, masih banyak kekurangannya, oleh karena itu, kritik dan saran maupun komentar yang positif sangat diharapkan demi sempurnanya laporan penelitian ini.

Atas segala bantuan, kritik, saran dan komentar yang telah diberikan oleh berbagai pihak, melalui laporan peneletian ini kami mengucapkan terimakasih.

Denpasar, 10 Nopember 2015. Ketua Tim Peneliti


(4)

ABSTRAK

Masyarakat hukum adat di Bali disebut Desa Adat dan kemudian diganti namanya menjadi DesaPakraman berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 3 Tahun 2001 yang kemudian diubah menjadi No. 3 Tahun 2003. masyarakat hukum adat (Desa pakraman) diakui keberadaannya berdasar ketentuan Pasal 18B ayat 2 UUD NKRI 1945.

Terkait pemberlakuan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, keberadaan Desa Pakraman dapat menimbulkan masalah bagi warga masyarakat adat di Bali. Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahannya bagaimana sikap masyarakat adat di Bali terkait pemberlakukan Undang-Undang Desa tersebut?

Penelitian ini bertujuan menggali dan menganalisis sikap masyarakat adat di Bali terkait pemberlakuan Undang-Undang Desa tersebut.

Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat adat di Bali menyikapi perberlakuan Undang-Undang tersebut secara bervariasi. Adapun sikap-sikap tersebut; 1). Sikap yang menolak memilih salah satu dari dua jenis desa melainkan memilih keduanya untuk didaftarkan. Sikap ini sebanyak 64 % dari jumlah responden. 2). Sikap yang menerima, memilih desa pakraman untuk didaftarkan. sebanyak 32 % dari jumlah responden. 3).Sikap yang menerima, memilih adalah desa (dinas) untuk didaftarkan adalah sebanyak 4 % dari jumlah responden.

Kesimpulannya, pemberlakuan Undang-Undang Desa tersebut disikapi secara bervariasi oleh masyarakat adat di Bali.


(5)

ABSTRACT

Indigenous people in Bali called Village People and was renamed pakraman village based Bali Provincial Regulation No. 3 of 2001 which was later changed to No. 3 Year 2003. customary law community (pakraman village) recognized based on the provisions of Article 18B Homeland paragraph 2 of the constitution in 1945.

Related to the application of Law No. 6 2014 on the village, where Pakraman can cause problems for indigenous peoples in Bali. In connection with this, the problem is how the attitude of the indigenous peoples in Bali related to the enforcement of the Law of the village?

This study aims to explore and analyze the attitude of the indigenous peoples in Bali related to enactment of the village.

The results showed that the indigenous people in Bali to address enforcement Act are varied. As these attitudes; 1). Attitude that refuses to choose one of two types of villages but rather choose neither to be registered. This attitude as much as 64% of respondents. 2). Attitude that accepts, choose Pakraman village to be registered. 32% of respondents. 3) . Attitude that receives, choosing is the village (register) to be registered are as much as 4% of the respondents.

In conclusion, the implementation of the Act addressed the village varies by indigenous peoples in Bali.


(6)

RINGKASAN

Penelitian ini berjudul “Sikap Masyarakat Adat di Bali Sehubungan Diberlakukannya Undang-Undang No.6 Tahun 2014”. Masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat atau masyarakat adat adalah merupakan lembaga adat yang sudah ada sebelum lahirnya Negara Indonesia.

Masyarakat hukum adat disebut dengan berbagai nama di Indonesia, seperti Nagari di Minangkabau, Huta di Sumatra Utara, Pekon di Lampung, dan lain-lainnya di Bali disebut Desa Adat, akan tetapi dengan Perda Propinsi Bali No. 3 Tahun 2003 nama desa adat diganti dengan Desa Pakraman. Walaupun namanya diganti tidak mengurangi fungsi yang telah dilakukan sebelumnya, hanya bajunya saja yang diganti sementara badannya masih tetap. Di Bali terdapat dua jenis desa yaitu desa dinas dan desa adat, dimana kedua jenis desa tersebut mempunyai fungsi yang berbeda dan ini sudah berjalan harmonis cukup lama serta tidak pernah ada gesekan.

Keberadaan masyarakat hukum adat diakui keberadaan berdasarkan Pasal 18 B ayat 2 UUD Negara RI 1945. Sementara itu dengan berlakunya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mana dalam penjelasan Pasal 6 ditentukan bahwa hanya mengakui satu desa dalam satu wilayah oleh karena itu maka harus memilih salah satu antara desa adat (desa pakraman) atau desa dinas untuk didaftarkan. Terkait dengan hal tersebut maka permasalahannya bagaimana sikap masyarakat adat di Bali sehubungan diberlakukannya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tersebut?. Oleh karena itu maka dipandang perlu melakukan penelitian.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis sikap masyarakat adat (desa pakraman) di Bali terkait pemberlakuan U U No. 6 Tahun 2014 tertang Desa tersebut. Metode penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan bantuan pedoman wawancara(interview guide)

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat bervariasi sikap dari warga masyarakat hukum adat terkait pemberlakuan Undang-Undang Desa tersebut. Adapun variasi sikap dari warga masyarakat hukum adat tentang hal tersebut sebagai berikut:


(7)

1. Sikap yang menolak memilih salah satu dari dua jenis desa yaitu desa dinas dan desa pakraman, melainkan memilih keduanya dengan memberi alasan yaitu; kedua desa tidak saling tumpang tindih karena mempunyai fungsi yang berbeda, berjalan berdampingan dan tidak ada gap, dalam hal tertentu desa pakraman dan desa dinas saling bersinergi. Sikap yang memilih kedua jenis desa tersebut merupakan yang paling banyak yaitu 64 % dari jumlah responden.

2. Sikap yang menerima memilih salah satu dari dua jenis desa, dan yang dipilih adalah desa pakraman dengan memberi alasan yaitu; melestarikan hukum adat dan budaya Bali, desa adat/pakraman merupakan benteng masyarakat Bali, tidak diatur oleh pemerintah karena mempunyai hak otonomi, ciri khas masyarakat Bali. Sikap yang memilih desa pakraman sebanyak 32 % dari jumlah responden.

3. Sikap yang menerima memilih salah salah satu dari dua jenis desa dan yang dipilih adalah desa (dinas) adalah sebanyak 4 % dari jumlah responden. Sikap warga masayarakat adat ada yang menolak memilih salah satu dari dua jenis desa artinya memilih keduanya untuk didaftarkan, ada yang menerima memilih salah satu dari dua jenis desa dimana yang dipilih desa adat untuk didaftarkan, dan ada yang menerima memilih salah salah satu dari dua jenis desa yang dipilih adalah desa dinas untuk didaftarkan adalah mencermikan budaya hukum masyarakat adat di Bali yang bervariasi menyikapi tentang pemberlakuan Undang-Undang Desa tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan dalam bentuk artikel pada jurnal ilmiah.


(8)

SUMMARY

This study entitled " Attitudes of Indigenous Peoples in Bali regard enactment of Act 6 2014 " . Community customary law or customary law partnership or indigenous peoples are the traditional institutions that existed before the birth of the State of Indonesia .

Customary law community is called by various names in Indonesia , such as Nagari in Minangkabau , Huta in North Sumatra , Pekon in Lampung , and others in Bali called adat Village, but with the Bali Provincial Regulation No. 3 In 2003 the name changed to the traditional pakraman village. Although the name was changed not reduce the function that has been done before , only his clothes are replaced while the body remains . In Bali there are two types of villages of agencies and indigenous villages , where both types of villages has a different function and it has been running long enough harmonic and never no friction .

The existence of indigenous people recognized the existence under Article 18 and paragraph 2 of the constitution of RI 1945. Meanwhile, with the enactment of Law No. 6 2014 on the village , which in the explanation of Article 6 determined that only recognizes one village in the region therefore it must choose one of the indigenous villages ( Pakraman ) or village office for registration. Related to this , the problem is how the attitude of indigenous people in Bali respect of the implementation of Act 6 Year 2014 ?. Therefore it is necessary to do research .

He purpose of this study was to determine and analyze the attitude of the indigenous community (Pakraman) in Bali related to the application of Law No. 6 In 2014 the village tertang. Data collection methods used in this study were interviews to help guide the interview (interview guide).

The results showed that there are varying attitudes of citizens customary law related to enactment of the village. The variations in the attitude of citizens customary law on the subject as follows:

1. The attitude that refuses to choose one of two types of villages of service and Pakraman, but chose both by giving reasons, namely: two villages do not


(9)

overlap because they have different functions, running side by side and there is no gap, in certain cases Pakraman and village offices synergy. Attitude choose both types of these villages is the most that 64% of respondents. 2. The attitude that accepts choose one of two types of villages, and chosen was

Pakraman to give a reason, namely; preserving the customary law and culture, traditional village / pakraman a fortress of the Balinese, is not regulated by the government because it has the right to autonomy, characteristic of the people of Bali. Choose Pakraman attitude as much as 32% of respondents.

3. The attitude that accepts choose either one of the two types of the selected village and is the village (office) is as much as 4% of the respondents. The attitude of indigenous peoples there who refuse to choose one of two types of villages means choosing both to be registered, no one accepts choose one of two types of villages where the selected indigenous villages to be registered, and no one accepts choose either one of the two types of villages Preferred is the village's registered office is reflects the legal culture of indigenous peoples in Bali which vary address of the enactment of the village.

Results of this study are expected to be published in the form of articles in scientific journals.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

ABSTRAK ... iv

RINGKASAN ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 7

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 9

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 20


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Masyarakat hukum adat atau juga persekutuan hukum adat adalah merupakan lembaga adat yang ada jauh sebelum Negara Indonesia ini lahir. Masyarakat hukum adat merupakan warisan dari para leluhur dan masih dipelihara sampai sekarang. Mengenai keberadaannya diakui oleh negara berdasarkan Pasal 18 B ayat 2 UUD Negara RI 1945. Masyarakat hukum adat tersebut disebut dengan berbagai nama di Indonesia seperti nagari di Sumatra Barat, huta/nagori di Sumatra Utara, gampong di Aceh, lembang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, pekon di Lampung, dan desa adat di Bali1.

Desa adat di Bali, diubah namanya menjadi desa pakraman dengan Peraturan Daerah No. 3 tahun 2001 yang kemudian diubah menjadi Peraturan Daerah No.3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman.

Desa pakraman sebagai masyarakat hukum adat mempunyai otonomi, yaitu kewenangan untuk mengatur atau mengurus rumah tangganya sendiri, kewenangan tersebut lahir dari desa adat tersebut dan tidak dari kekuasaan yang lebih tinggi karena desa adat tidak berada di bawah pemerintahan desa dinas. Wirta Griadhi menjabarkan bahwa ada tiga jenis kekuasaan yang melekat pada otonomi yaitu :

a. kekuasaan untuk menetapkan aturan-aturan hukum yang mesti diperhatikan dan ditaati oleh setiap bagian dari masyarakat yang tersebut;

1I Wayan Koster, “Desa Adat Mendapat Kepastian Hukum”, Bali Post, Tanggal 6 Januari


(12)

b. kekuasaan untuk menyelenggarakan tata kehidupan masyarakat dalam rangka kesejahteraan warga;

c. kekuasaan untuk menyelesaian sengketa yang terjadi di kalangan warga2. Berkaitan dengan tiga jenis kekuasaan seperti tersebut di atas, dimana kekuasaan pertama selaras dengan pandangan Kusumadi Pujosewoyo, yang mengatakan bahwa masyarakat hukum adalah masyarakat yang menerapkan aturan hukumnya sendiri dan tunduk sendiri pada aturan yang dibuatnya3. Terkait dengan aturan hukum yang dibuat sendiri oleh masyarakat hukum dalam hal ini desa pakraman tersurat dalam bentuk awig-awig (hukum adat tertulis). Awig-awig ini yang dipakai sebagai pedoman oleh warga desa dalam bertingkah laku, baik dalam hubungannya sesama warga, dengan lingkungan alam dan yang paling penting dalam hubungannya dengan Tuhan (Tri Hita Karana).

Kekuasaan yang kedua, yakni yang berkaitan dengan penyelenggaraan tata kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan warga dilandasi oleh corak kehidupan masyarakat adat yang sosial religius. Dalam kaitan inilah dapat dilihat arti pentingnya memperdayakan sumber daya alam yang menjadi penghasilan bagi kehidupan masyarakat hukum adat.

Kekuasaan ketiga, yaitu untuk menyelesaikan sengketa merupakan perwujudan dari kekuasaan peradilan yang dimiliki desa adat, yakni kekuasaan untuk mewujudkan keadilan dan kepatutan apabila terjadi sengketa di kalangan warga desa.

2I Ketut Wirta Griadhi, “Peranan Otonomi Desa Adat dalam Pembangunan”, Kertha Patrika,

Fakultas Hukum, Universitas Udayana, 1977, h. 50.

3 Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia , Penerbit Universitas


(13)

Ketiga kekuasaan yang ada pada desa adat tersebut yang merupakan otonomi desa adat, persoalannya menjadi penting manakala otonomi desa adat tersebut dikaitkan dalam lingkup bernegara, dalam hal ini dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut.

Di Bali terdapat dua jenis desa yakni desa adat dan desa dinas. Kedua desa tersebut mempunyai wewenang dan fungsi masing-masing. Sekalipun demikian ada kalanya kedua desa tersebut bersinergi dalam menjalankan fungsinya seperti misalnya dalam mendata penduduk pendatang. Hal yang humanis tersebut nampaknya tidak akan dapat berjalan kedepannya terkait berlakunya Undang-Undang Desa tersebut. Hal mana dikarenakan dalam penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 menentukan harus memilih salah satu antara desa dinas dan desa adat (pakraman) untuk didaptarkan.

Terkait hal tersebut maka menjadi penting untuk melakukan penelitian mengenai sikap masyarakat adat di Bali dan hal-hal yang timbul sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tersebut.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Desa pakraman adalah merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau

kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri (Pasal 1 angka 4 Perda No. 3 Tahun 2003).

Desa pakraman tersebut lebih dikenal dengan sebutan desa adat merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang dilandasi aturan-aturan hukum adat yang dibentuk dan ditetapkan oleh masyarakat hukum itu sendiri. Desa pakraman merupakan satu pergaulan hidup yang bertindak sebagai satu kesatuan baik ke dalam maupun ke luar, memiliki tata susunan yang tetap, memiliki pengurus dan harta kekayaan baik yang bersifat duniawi maupun gaib, dan tidak ada satu keinginanpun dari warga untuk membubarkan kelompoknya itu karena dipandangnya sebagai satu hal yang bersifat kodrati demikian diungkap oleh Ter Haar4, hal yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Soepomo5.

Landasan filosofi desa pakraman bersumber pada ajaran Agama Hindu yang disebut tri hita karana yang dimanifestasikan dalam keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam lingkunan, dan hubungan

4 Ter Haar, Bzn, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K. Ng. Subakti Pusponoto,

Pradnya Paramita, Jakarta, 1984, h. 54.


(15)

manusia dengan sesamanya. Keharmonisan hubungan itu diatur dalam awig-awig. Ciri khas sebuah desa pakraman di Bali ditandai dengan adanya tempat pemujaan yang disebut Kahyangan tiga/Kahyangan desa yang meliputi : Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem. Ini merupakan perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan, sementara hubungan manusia dengan lingkungan diwujudkan dalam aturan kewajiban warga memlihara lingkungan yang dikenal dengan palemahan. Di samping itu dalam hubungan antar sesama diketahui dari adanya aturan tentang pasuka-dukan yaitu hubungan sesama warga dalam suka maupun duka. Semua aturan yang ada disertai dengan sanksi manakala warga tidak mematuhinya, sanksi mana disebut sanksi adat. Penjatuhan sanksi oleh desa pakraman sejalan dengan otonomi desa yang dimilikinya.

Desa pakraman sebagai masyarakat hukum adat yang ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir, bahkan setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat tetap diakui.

Pasal 18 B ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghomati kaesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Pengaturan lebih lanjut tentang masyarakat hukum adat dapat ditemukan dalam U U No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dalam U U ini masyarakat hukum adat disebut dengan nama desa sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12, dinyatakan bahwa: Desa adat atau yang disebut nama lain selanjutnya yang


(16)

disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Repulik Indonesia.

Dengan diakuinya kesatuan masyarakat hukum sebagai desa, ini berarti dalam pemerintahan negara terdapat dua jenis desa yaitu desa yang dibentuk oleh masyarakat hukum adat dan desa yang dibentuk oleh pemerintah atau negara. Kondisi tersebut, sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Pada penjelasan Pasal 6 dari Undang-Undang tersebut ditentukan bahwa dalam satu wilayah hanya satu desa, oleh karena itu maka harus memilih antara desa adat dan desa dinas untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa Adat dalam satu wilayah. Ini berarti kedepannya hanya ada satu desa yakni Desa Dinas atau Desa Adat berdasarkan Undang-Undang Desa tersebut. Ketentuan penjelasan 6 tersebut dapat berpengaruh terhadap sikap masyarakat adat di Bali. Berkenaan dengan hal maka penelitian tentang sikap masyarakat adat di Bali menjadi penting untuk dilakukan.


(17)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana pengetahuan dan pemahaman masyarakat hukum adat di Bali mengenai Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, sedangkan tujuan khususnya dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sikap masyarakat hukum adat di Bali sehubungan diberlakukannya Undang-Undang Desa tersebut, mengingat masyarakat hukum adat di Bali begitu menghormati Desa Adat atau Desa Pakraman yang merupakan warisan leluhur dan mempunyai hak otonomi yang diakui oleh negara tetapi tidak diberikan oleh negara. Sementara negara dengan Undang-Undang Desa mengharuskan memilih salah satu untuk didaftarkan antara desa dinas atau desa pakraman. Dalam kondisi yang tidak s maka penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.

3.2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep maupun asumsi dalam ilmu hukum khususnya studi hukum dan masyarakat. Di samping itu untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang makna dari pemberlakuan Undang-Undang Desa tersebut.


(18)

Secara praktis hasil penelitian ini dapat sebagai informasi mengenai adanya pembaharuan hukum tentang desa, di samping itu juga sebagai informasi bagi masyarakat luas terkait dengan kedudukan anak luar kawin.

Laporan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan publikasi ilmiah dalam bentuk artikel yang dimuat pada jurnal ilmiah baik lokal maupun nasional.


(19)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian tentang sikap masyarakat hukum adat di Bali sehubungan diberlakunnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah merupakan penelitian hukum empiris yang merupakan data lapangan sebagai data primer. Penelitian ini tidak akan menguji hipotesis, akan tetapi menggali informasi sebanyak mungkin sehubungan dengan diberlakunnya Undang-Undang No.6 Tahun 2014. Oleh karenanya penelitian ini bersifat deskritif, yaitu menggambarkan situasi dan sikap masyarakat adat di Bali disehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa antara menerima atau menolak ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Desa tersebut.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digali dan dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber data lapangan dalam wilayah desa pakraman. Sebagai lokasi penelitian dipilih beberapa desa pakraman di Kota Denpasar dengan dasar pertimbangan bahwa Kota Propinsi Bali terletak di Denpasar dan di samping itu masyarakat Kota Denpasar merupakan masyarakat yang hetrogen yang berasal dari seluruh daerah di Bali. Sebagai responden adalah beberapa warga masyarakat hukum adat dari beberapa desa pakraman yang ada di Kota Denpasar.


(20)

Data sekunder diperoleh dari bahan-bahan tertulis atau dokumen-dokumen yang memuat informasi yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 4.3. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk mendapat data yang diperlukan, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawcara yang berpedoman pada pedoman pertanyaan (interview guide).

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode yang bersifat kualitatif dilengkapi dengan analisis situasional. Metode ini akan dapat menunjukan sikap masyarakat adat di Bali terkait berlakunya Undang-Undang No.6 Tahun 2014.


(21)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tinjauam Umum Masyarakat Hukum Adat

Berbicara tentang masyarakat hukum adat tidak ada satu istilah yang pasti karenanya masyarakat hukum adat disebut dengan berbagai nama. Walaupun demikian maknanya tidaklah jauh berbeda seperti desa pakraman di Bali, nagari di Minangkabau, huta di Sumatra Utara, Gampong di Aceh dan lain-lainnya. Masyarakat hukum adat itu ada sejak adanya masyarakat, oleh karena itu jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir. Oleh karenanya tidak salah kalau dalam Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 mengakui keberadaannya. Keberadaan masyarakat meruapakan kekayaan yang tiada duannya yang membentengi NKRI ini.

Masyarakat hukum adat yang di Bali di sebut Desa Adat, akan tetapi dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001 yang kemudian dirubah namanya menjadi Desa Pakraman dengan Pewraturan Daerah No. 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman.

Desa pakraman adalah merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri (Pasal 1 angka 4 Perda No. 3 Tahun 2003).


(22)

Desa pakraman tersebut lebih dikenal dengan sebutan desa adat merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang dilandasi aturan-aturan hukum adat yang dibentuk dan ditetapkan oleh masyarakat hukum itu sendiri. Desa pakraman merupakan satu pergaulan hidup yang bertindak sebagai satu kesatuan baik ke dalam maupun ke luar, memiliki tata susunan yang tetap, memiliki pengurus dan harta kekayaan baik yang bersifat duniawi maupun gaib, dan tidak ada satu keinginanpun dari warga untuk membubarkan kelompoknya itu karena dipandangnya sebagai satu hal yang bersifat kodrati6, terhadap itu juga diungkap oleh Soepomo7.

Landasan filosofi desa pakraman bersumber pada ajaran Agama Hindu yang disebut tri hita karana yang dimanifestasikan dalam keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam lingkunan, dan hubungan manusia dengan sesamanya. Keharmonisan hubungan itu diatur dalam awig-awig. Ciri khas sebuah desa pakraman di Bali ditandai dengan adanya tempat pemujaan yang disebut Kahyangan tiga/Kahyangan desa yang meliputi : Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem. Ini merupakan perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan, sementara hubungan manusia dengan lingkungan diwujudkan dalam aturan kewajiban warga memlihara lingkungan yang dikenal dengan palemahan. Di samping itu dalam hubungan antar sesama diketahui dari adanya aturan tentang pasuka-dukan yaitu hubungan sesama warga dalam suka maupun duka. Semua aturan yang ada

6 Ter Haar, Bzn, Loc., Cit. 7


(23)

disertai dengan sanksi manakala warga tidak mematuhinya, sanksi mana disebut sanksi adat. Penjatuhan sanksi oleh desa pakraman sejalan dengan otonomi desa yang dimilikinya.

Suasana harmonis secara konkrit diterjemahkan dengan suasana tertib, aman dan damai (trepti, sukerta, sekala niskala)8. Dalam kehidupan desa pakraman filosofi Tri Hita Karana diwujudkan dalam tiga unsur pembentuk desa pakraman yaitu:

1. Parahyangan yaitu adanya Kahyangan Desa/Kahyangan Tiga (Pure Desa atau Bale Agung, Pure Puseh, Pure Dalem) sebagai tempat pemujaan bersama terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Palemahan sebagai wilayah tempat tinggal dan tempat mencari penghidupan sebagai proyeksi adanya bhuana yang tunduk di bawah kekuasaan hukum teritorial Bale Agung.

3. Pakraman yaitu warga (penduduk) desa pakraman yang disebut krama desa sebagai satu kesatuan hidup masyarakat desa pakraman9 Desa pakraman sebagai masyarakat hukum adat yang ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir, bahkan setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat tetap diakui.

8 I Ketut Sudantra, “Pola penyelesaian Persoalan-Persoalan Hukum Adat Oleh Desa Adat”,

Dinamika Kebudayaan, Lembaga Penelitian, Universitas Udayana, Denpasar, 2001, h.2.

9 Tim Peneliti Pusat Studi Hukum Adat “Kedudukan Desa Adat Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa Setelah Berlakunya U U No. 22 Tahun 1999 di Kabupaten Gianyar”, Laporan Penelitian, Kerjasama BAPEDA Kabupaten Gianyar dan Lembaga Penelitian Universitas Udayana, Denpasar, 2001, 24.


(24)

Pasal 18 B ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghomati kaesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Pengaturan lebih lanjut tentang masyarakat hukum adat dapat ditemukan dalam U U No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dalam U U ini masyarakat hukum adat disebut dengan nama desa sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12, dinyatakan bahwa: Desa adat atau yang disebut nama lain selanjutnya yang disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Repulik Indonesia.

Dengan diakuinya kesatuan masyarakat hukum sebagai desa, ini berarti dalam pemerintahan negara terdapat dua jenis desa yaitu desa yang dibentuk oleh masyarakat hukum adat dan desa yang dibentuk oleh pemerintah atau negara. Kondisi tersebut, sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, pada penjelasan Pasal 6 dari Undang-Undang tersebut ditentukan bahwa dalam satu wilayah hanya satu desa, oleh karena itu maka harus memilih antara desa adat dan desa dinas untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa Adat dalam satu wilayah. Ini berarti kedepannya hanya ada satu desa


(25)

yakni Desa Dinas atau Desa Adat berdasarkan Undang-Undang Desa tersebut. Ketentuan penjelasan Pasal 6 tersebut dapat berpengaruh terhadap sikap masyarakat adat di Bali.

Mengenai keberadaan dua jenis desa di Bali yakni antara desa adat/pakraman dan desa dinas tidak pernah ada masalah atau konflik. Yang bernah berkonflik adalah antara desa adat yang satu dengan desa adat yang lainnya, antara desa dinas yang satu dengan desa dinas yang lainnya. Antara desa adat dan desa dinas mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda yaitu desa adat tugas dan fungsinya di bidang sosial keagamaan sementara desa dinas tugas dan fungsinya di bidang admintratif serta kondisi ini sudah terjalin dengan harmonis sejak masa dahulu.

5.2. Sikap Masayarakat Hukum Adat di Bali Sehubungan Berlakunya

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Sebagaimana sudah diuraikan di atas bahwa di Bali terdapat dua jenis desa pakraman dan desa dinas adalah terjalin hubungan yang harmonis sudah dari dahulu. Bahkan seiringan adanya perpindahan penduduk belakangan ini yang cukup deras, tidak jarang desa dinas bersinergi dengan desa pakraman untuk mendata penduduk pendatang. Jadi antara desa pakraman tidak ada benturan fungsi dengan desa dinas dan begitu juga sebaliknya.

Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat Hukum Adat di Bali umumnya dan di Kota Denpasar khususnya menjadi binggung. Kebingungan warga dapat ketahui dari


(26)

pemberitaan di media cetak maupun media elektronik hampir setiap hari menjadi head news. Salah satunya Bali Post memuat berita sebagai berikut; Terkait U U Desa Masih Ada Perbedaan Pilihan10. Sebagai sebuah Undang-Undang sebagai produk legislatif mestinya tidak membuat binggung warga mana kala proses pembuatannya didahui dengan penjajagan ke lapangan. Atas dasar kebingungan warga desa pakraman tersebut makanya peneliti melakukan penelitian tentang sikap masyarakat hukum adat di Bali sehubungan diberlakukannya Undang Desa tersebut. Terkait berlakunya Undang-Undang Desa, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) meemberi tiga opsi yaitu mendaftarkan desa pakraman, mendaftarkan desa dinas atau tetap seperti yang sudah berjalan11.

Penelitian dilakukan terhadap lima desa pakraman di Kota Denpasar dengan lima puluh responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan sikap dari warga desa pakraman terkait pemberlakuan Undang-Undang Desa, yang pada penjelasan Pasal 6 menentukan bahwa dalam satu wilayah hanya ada Desa atau Desa Adat, maka harus memilih salah satu dari dua jenis desa tersebut. Perbedaan sikap dari warga desa pakraman terhadap penjelasan Pasal 6 tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Sikap yang menolak memilih salah satu dari dua jenis desa tersebut melainkan memilih keduanya dengan memberi alasan yaitu; kedua

10…….., ”Terkait UU Desa Masih Ada Perbedaan Pilihan”, Bali Post, Kamis Paing, tanggal

23 April 2015, h. 11.

11Majelis Utama Desa Pakraman, ”Tiga Opsi Menyikapi Berlakunya Undang-Undang Desa”,


(27)

desa tidak saling tumpang tindih karena mempunyai fungsi yang berbeda, berjalan berdampingan dan tidak ada gap, dalam hal tertentu saling bersinergi. Sikap yang memilih kedua jenis desa tersebut merupakan yang paling banyak yaitu 64 % dari jumlah responden.

2. Sikap yang menerima memilih salah satu dari dua jenis desa, dan yang dipilih adalah desa pakraman dengan memberi alasan yaitu; melestarikan hukum adat dan budaya Bali, desa adat/pakraman merupakan benteng masyarakat Bali, tidak diatur oleh pemerintah karena mempunyai hak otonomi, ciri khas masyarakat Bali. Sikap yang memilih desa pakraman sebanyak 32 % dari jumlah responden.

3. Sikap yang menerima memilih salah salah satu dari dua jenis desa dan yang dipilih adalah desa adalah sebanyak 4 % dari jumlah responden.

Meneliti tentang sikap warga masyarakat hukum adat di Bali sebubungan dengan diberlakunyan Undang-Undang Desa adalah meneliti tentang budaya hukum masyarakat. Berkaitan dengan budaya hukum Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa budaya hukum mencakup gambaran sikap dan prilaku terhadap hukum dan faktor-faktor yang menentukan diterimanya sistem hukum tertentu dalam masyarakat12. Selanjutnya Achmad Ali

12 Lawrence M. Friedman, Law and Society, An Introduction, Prenitice Hall, New Jersey,


(28)

mengungkap bahwa budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan13.

Mencermati budaya atau kultur hukum seperti telah dikutip di atas dihubungkan dengan sikap masyarakat adat di Bali adalah sangat relevan, dimana sikap warga masyarakat adat terkait berlakunya Undang-Undang Desa tersebut. Sikap warga masayarakat adat ada yang menolak memilih salah satu dari dua jenis desa, ada yang menerima, memilih salah satu dari dua jenis desa dimana yang dipilih desa adat, dan ada yang menerima, memilih salah salah satu dari dua jenis desa yakni yang dipilih adalah desa. Sikap tersebut mencermikan budaya hukum masyarakat adat di Bali. Budaya hukum adalah suatu sikap yang menolak, menerima dan menyalahgunakan suatu pemberlakuan hukum. Dalam suatu masyarakat majemuk adanya hal yang berbeda adalah hal yang wajar, bahkan adanya perbedaan dalam menyikapi sesuatu peristiwa hukum dapat memperkaya budaya suatu masyarakat. Adanya perbedaan dalam hal menyikapi suatu pemberlakuan hukum bukan berarti konflik.

13


(29)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan papar atau pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

4. Sikap yang menolak memilih salah satu dari dua jenis desa yaitu desa dinas dan desa pakraman, melainkan memilih keduanya dengan memberi alasan yaitu; kedua desa tidak saling tumpang tindih karena mempunyai fungsi yang berbeda, berjalan berdampingan dan tidak ada gap, dalam hal tertentu desa pakraman dan desa dinas saling bersinergi. Sikap yang memilih kedua jenis desa tersebut merupakan yang paling banyak yaitu 64 % dari jumlah responden.

5. Sikap yang menerima memilih salah satu dari dua jenis desa, dan yang dipilih adalah desa pakraman dengan memberi alasan yaitu; melestarikan hukum adat dan budaya Bali, desa adat/pakraman merupakan benteng masyarakat Bali, tidak diatur oleh pemerintah karena mempunyai hak otonomi, ciri khas masyarakat Bali. Sikap yang memilih desa pakraman sebanyak 32 % dari jumlah responden.

6. Sikap yang menerima memilih salah salah satu dari dua jenis desa dan yang dipilih adalah desa (dinas) adalah sebanyak 4 % dari jumlah responde.


(30)

6.2. Saran

Melalui laporan penelitian ini disarankan kepada pemerintah hendaknya

merevisi penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, agar masyarakat adat di Bali tidak berkonflik baik vertikal maupun horizontal mengingat terdapat berbedaan sikap dalam menyikapi berlakunya Undang-Undang Desa tersebut. Selama ini tidak pernah ada konflik antara desa dinas dengan desa pakraman bahkan kedua desa tersebut saling mendukung satu sama lainnya. Oleh karenanya hubungan yang harmonis tetap terpelihara.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad, 2001, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Friedman, Lawrence M., 1977, Law and Society, An Introduction, Prenitice Hall, New Jersey.

Koster, I Wayan, 2014, ”Desa Adat Mendapat Kepastian Hukum”, Bali Post, tanggal 6 Januari 2014.

Kusumadi Pudjosewojo, 1967, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Penerbit Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.

Pide, A. Suriyaman Mustari, 2014, Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang, Prenadamedia Group, Jakarta.

Soepomo,R, 2009, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sudantra, I Ketut, 2001, “Pola penyelesaian Persoalan-Persoalan Hukum Adat Oleh Desa Adat”, Dinamika Kebudayaan, Lembaga Penelitian, Universitas Udayana, Denpasar.

Ter Haar, B.Zn, 1984, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K. Ng. Subakti Pusponoto, Pradnya Paramita, Jakarta.

Tim Peneliti Pusat Studi Hukum Adat, 2001, “Kedudukan Desa Adat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Setelah Berlakunya U U No. 22 Tahun 1999 di Kabupaten Gianyar”, Laporan Penelitian, Kerjasama BAPEDA Kabupaten Gianyar dan Lembaga Penelitian, Universitas Udayana, Denpasar.


(32)

Wiranata, I Gede A.B, 2005, Hukum Adat Indonesia (Perkembangannya dari masa ke masa), PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Wirta Griadhi, I Ketut, 1977, ”Peranan Otonomi Desa Adat dalam Pembangunan”.

Kerta Patrika, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

..., 2014, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Fokusindo Mandiri, Bandung.


(33)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dukungan Sarana dan Prasarana

1. Perpusatakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana

2. Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti/Pelaksana dan Pembagian tugas

N o

Nama/NIDN Instansi

Asal Bidang Ilmu Alokasi waktu (jam/minggu) Uraian tugas

1 Dr. Ni Nyoman Sukerti,

SH.,MH./0007085602

FH Unud Hukum 6

jam/minggu

Membuat proposal, review data, mengolah data, membuat laporan dan menyajikan publikasi

2 A.A.Sg. Wiratni Darmadi, SH.,MH./0020075401

FH Unud Hukum 6

jam/minggu

Membuat proposal, review data, mengolah data, membuat laporan dan menyajikan publikasi

3 I G.A.A.Ari Krisnawati, SH.,MH./0014088105

FH Unud Hukum 6

jam/minggu

Membuat proposal, review data, mengolah data,


(34)

membuat laporan dan menyajikan publikasi

Lampiran 3. DAFTAR INFORMAN DAN RESPONDEN

1. Nama : I Made Sukarta Umur : 49 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Karyawan Swasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Gn. Batur No. 66 Pemecutan. 2 Nama : Ida Bagus Wirabawa

Umur : 40 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Gn. Batur Gg. Kaliasem No. 5 Denpasar.

3. Nama : I Nyoman Suandi Umur : 52 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Gn. Batur Gg. Carik, Pemecutan 4. Nama : I Nyman Janiarsa


(35)

Umur : 51 Tahun Pendidikan : S2

Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Gn Batur, Pemecutan

5. Nama : I Gst. Ag. Bagus Cahya Nugraha Umur : 22 Tahun

Pendidikan : Mahasiswa Pekerjaan : -

Jabatan : -

Alamat : Jln. Gn. Batur Gg. Salak III/3 Denpasar. 6 Nama : I Made Suryanatha, SH.

Umur : 40 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Karyawan Swasta Jabatan : -

Alamat : Br. Kaje, Panjer, Denpasar.

7. Nama : I Gst. Agung Oka Adnyana Umur : 50 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Pengusaha Jabatan : -.

Alamat : Br. Marisega, Panjer. 8. Nama : I Made Suanda Umur : 42 Tahun


(36)

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wiraswasta

Jabatan : Kelian Banjar Celuk, Panjer. Alamat : Br. Celuk, Panjer.

9. Nama : I Nyoman Astawa, SE. Umur : 32 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -

Alamat : Br. Sasih, Panjer. 10. Nama : Drs. I Made Piara Umur : 45 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : Karyawan

Jabatan : Kalian Banjar Kertasari Alamat : Br. Kertasari, Panjer.

11. Nama : Ni Made Surati Umur : 49 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Jabatan : -

Alamat : Jln. Seroja, Gg. Kepundung No.3 Denpasar. 12. Nama : I Nyoman Karsana


(37)

Umur : 56 Tahun Pendidikan : S2

Pekerjaan : PNS Jabatan : Guru

Alamat : Jln. Nangka Utara No. 268 Denpasar.

13. Nama : Dra. Ni Wayan Sasih Umur : 49 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : Guru Jabatan : -

Alamat : Jln. Seroja No. 1 Denpasar. 14. Nama : Ni Kadek Ari Suartini Umur : 54 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : Guru Jabatan : -

Alamat : Jln. Seroja No.57 Denpasar.

15. Nama : I Ketut Sudirga. Umur : 58 Tahun Pendidikan : D3

Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -.


(38)

16. Nama : I Ketut Sika Umur : 50 Tahun Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan TU, LPD Kepaon. Jabatan : -

Alamat : Kepaon.

17. Nama : I Gede Sugiarta Umur : 46 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Swasta

Jabatan : Kepala LPD Kepaon. Alamat : Kepaon.

18. Nama : Ida Bagus Suteja Umur : 52 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : Swasta

Jabatan : Bendesa, Desa Pakraman Kepaon Alamat : Br. Dalem, Pemogan.

19. Nama : I Putu Bambang Surya Candra, SH. Umur : 37 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : Swasta


(39)

Jabatan : Penyarikan Desa Pakraman Panjer. Alamat : Br. Kaje, Panjer.

20. Nama : Luh Gede Aryani Koriawan, SH.,Msi. Umur : 54 Tahun

Pendidikan : S2 Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Siulan No. 171 Denpasar.

21. Nama : I Wayan Suraga. Umur : 23 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : BPBD Kota Denpasar Jabatan : Kontrak

Alamat : Jln. Trenggana, Penatih

22. Nama : I Wayan Suwitra Umur : 55 Tahun Pendidikan : SLTA Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Gawang Sari, Anggabaya, Penatih.

23. Nama : Komang Agus Sutawirawan Umur : 23 Tahun


(40)

Pekerjaan : Pegawai Kontrak Jabatan : -

Alamat : Jln. Trenggana No. 132 Denpasar. 24. Nama : I Gede Ciri

Umur : 57 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Kasuari, Gg. 5 No. 8 Denpasar.

25. Nama : I Wayan Cahayama Umur : 24 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Karyawa Honorer Jabatan : -

Alamat : Jln. I B. Japa No. 8 Denpasar. 26. Nama : I Made Sutarka

Umur : 51 Tahun Pendidikan : PASMTP Pekerjaan : Swasta Jabatan : -

Alamat : Br. Anggabaya Penatih.

27. Nama : Kadek Tomy Pratama Umur : 24 Tahun


(41)

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Pegawai Kontrak Jabatan : -

Alamat : Jln. Trenggana No. 132 Denpasar.

28. Nama : I Made Sudarsana Umur : 55 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Pegawai Swasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Ratna Gg. Jepun I/5 Denpasar

29. Nama : Ni Made Arya Riarawati Umur : 50 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Nangka Utara Gg. Saupati No. 1 Denpasar. 30. Nama : I Made Arya Widastra

Umur : 51 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Kemuda No. 17 Tonja Denpasar.


(42)

Umur : 58 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru Jabatan : -

Alamat : Jln. Kemuda No. 15 Denpasar. 32. Nama : I Wayan Suraga

Umur : 24 Tahun Pendidikan : SMA

Pekerjaan : BPBD Kota Denpasar Jabatan : -

Alamat : Jln. Trenggana, Penatih.

33. Nama : Made Yuda Umur : 70 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pensiunan Jabatan : -

Alamat : Jln. Nangka Utara, Denpasar.

34. Nama : I Made Kariarta, SP. Umur : 47 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -


(43)

35. Nama : I Wayan Sudiana Umur : 35 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Nangka No. 265 Denpasar.

Lampiran 4.

SIKAP MASYARAKAT ADAT DI BALI SEHUBUNGAN DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

PEDOMAN PERTANYAAN (INTERVIEW GUIDE) IDENTITAS DIRI INFORMAN/RESPONDEN

Nama : Umur : Pendidikan : Pekerjaan :


(44)

Jabatan : Alamat : Pertanyaan:

1. Apakah ibu/bapak mengetahui tentang Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa? Mohon penjelasannya!

2. Kalau mengetahui, bagaimana pandangan ibu/bapak tentang pemberlakuan Undang-Undang tersebut? Tolong penjelasannya!

3. Di Bali dikenal dua jenis desa yakni desa adat/pakraman dan desa dinas. Bagaimana pandangan ibu/bapak terkait adanya dua jenis desa tersebut? Mohon penjelasannya!

4. Dari dua jenis desa tersebut, menurut ibu/bapak mana yang lebih cocok dipilih untuk masyarakat Bali? Mohon penjelasannya!

5. Kalau desa dinas yang didaftarkan, bagaimana pandangan ibu/bapak tentang keberadaan desa adat/pakraman dimasa yang akan datang? Mohon penjelasannya!

6. Bagaimana pula keberadaan hukum adat Bali menurut ibu/bapak dimasa mendatang? Mohon penjelasannya!

7. Kalau hukum adat tidak ada, apa yang menjadi ciri khas masyarakat Bali Hindu menurut ibu/bapak? Mohon penjelasannya!

8. Apakah ibu/bapak ada rasa ragu tentang desa adat/pakraman, budaya Bali akan hilang terkait berlakunya undang-undang desa tersebut? Mohon penjelasannya!


(45)

9. Apa harapan ibu/bapak untuk mempertahankan dan melestarikan adat dan budaya Bali? Mohon penjelasannya!

10.Apa saran ibu/bapak untuk mempertahankan desa adat/pakraman


(1)

Pekerjaan : Pegawai Kontrak Jabatan : -

Alamat : Jln. Trenggana No. 132 Denpasar.

24. Nama : I Gede Ciri Umur : 57 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Kasuari, Gg. 5 No. 8 Denpasar.

25. Nama : I Wayan Cahayama Umur : 24 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Karyawa Honorer Jabatan : -

Alamat : Jln. I B. Japa No. 8 Denpasar.

26. Nama : I Made Sutarka Umur : 51 Tahun Pendidikan : PASMTP Pekerjaan : Swasta Jabatan : -

Alamat : Br. Anggabaya Penatih.

27. Nama : Kadek Tomy Pratama Umur : 24 Tahun


(2)

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Pegawai Kontrak Jabatan : -

Alamat : Jln. Trenggana No. 132 Denpasar.

28. Nama : I Made Sudarsana Umur : 55 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Pegawai Swasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Ratna Gg. Jepun I/5 Denpasar

29. Nama : Ni Made Arya Riarawati Umur : 50 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Nangka Utara Gg. Saupati No. 1 Denpasar.

30. Nama : I Made Arya Widastra Umur : 51 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : PNS Jabatan : -

Alamat : Jln. Kemuda No. 17 Tonja Denpasar.


(3)

Umur : 58 Tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru Jabatan : -

Alamat : Jln. Kemuda No. 15 Denpasar.

32. Nama : I Wayan Suraga Umur : 24 Tahun Pendidikan : SMA

Pekerjaan : BPBD Kota Denpasar Jabatan : -

Alamat : Jln. Trenggana, Penatih.

33. Nama : Made Yuda Umur : 70 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pensiunan Jabatan : -

Alamat : Jln. Nangka Utara, Denpasar.

34. Nama : I Made Kariarta, SP. Umur : 47 Tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -


(4)

35. Nama : I Wayan Sudiana Umur : 35 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : -

Alamat : Jln. Nangka No. 265 Denpasar.

Lampiran 4.

SIKAP MASYARAKAT ADAT DI BALI SEHUBUNGAN DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

PEDOMAN PERTANYAAN (INTERVIEW GUIDE) IDENTITAS DIRI INFORMAN/RESPONDEN

Nama : Umur : Pendidikan : Pekerjaan :


(5)

Jabatan : Alamat : Pertanyaan:

1. Apakah ibu/bapak mengetahui tentang Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa? Mohon penjelasannya!

2. Kalau mengetahui, bagaimana pandangan ibu/bapak tentang pemberlakuan Undang-Undang tersebut? Tolong penjelasannya!

3. Di Bali dikenal dua jenis desa yakni desa adat/pakraman dan desa dinas. Bagaimana pandangan ibu/bapak terkait adanya dua jenis desa tersebut? Mohon penjelasannya!

4. Dari dua jenis desa tersebut, menurut ibu/bapak mana yang lebih cocok dipilih untuk masyarakat Bali? Mohon penjelasannya!

5. Kalau desa dinas yang didaftarkan, bagaimana pandangan ibu/bapak tentang keberadaan desa adat/pakraman dimasa yang akan datang? Mohon penjelasannya!

6. Bagaimana pula keberadaan hukum adat Bali menurut ibu/bapak dimasa mendatang? Mohon penjelasannya!

7. Kalau hukum adat tidak ada, apa yang menjadi ciri khas masyarakat Bali Hindu menurut ibu/bapak? Mohon penjelasannya!

8. Apakah ibu/bapak ada rasa ragu tentang desa adat/pakraman, budaya Bali akan hilang terkait berlakunya undang-undang desa tersebut? Mohon penjelasannya!


(6)

9. Apa harapan ibu/bapak untuk mempertahankan dan melestarikan adat dan budaya Bali? Mohon penjelasannya!

10.Apa saran ibu/bapak untuk mempertahankan desa adat/pakraman