PERUBAHAN FUNGSI SENI BELUK PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIKARAMAS DESA SUKAWANGI KECAMATAN PAMULIHAN KABUPATEN SUMEDANG.

(1)

vi DAFTAR ISI

Hal

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR FOTO ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Definisi Oprasional ... 11

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II. LANDASAN TEORETIS ... 17

A. Teori Fungsi ... 17

1. Teori Fungsi Seni Di Masyarakat. ... 17

a. Fungsi Primer ... 21


(2)

2). Fungsi Hiburan Pribadi ... 26

3). Fungsi Estetis ... 28

b. Fungsi Sekunder ... 29

1). Fungsi Sosial ... 29

2). Fungsi Ekonomi ... 30

3). Fungsi Komunikasi ... 31

4). Fungsi Pendidikan ... 33

2. Teori Pertunjukan ... 34

a. Sarana Yang Diperlukan ... 39

1). Teori Sesaji... 40

2). Waditra Pengiring Seni Beluk ... 42

3). Tempat Pertunjukan ... 42

4). Kostum yang digunakan ... 43

b. Materi Saji ... 44

1). Karawitan Seni Beluk ... 44

2). Wawacan yang digunakan dalam seni beluk ... 53

B. Payung Penelitian Terkait Teori Subtansi ... 55

1. Teori Etnomusikologi ... 56

2. Teori Teknik Vokal ... 59

a). Teknik Pernapasan ... 60

b). Diksi dan Artikulasi ... 62

c). Sikap Badan ... 64


(3)

e). Ornamentasi ... 66

f). Intonasi ... 67

g). Placement (Penempatan Suara) ... 67

h). Ekspresi ... 68

C. Penelitian Terdahulu Mengenai Seni Beluk ... 69

BAB III. METODE PENELITIAN... 77

A. Metode dan Pendekatan ……… ... . 77

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 81

1. Lokasi Penelitian ... 81

2. Subjek Penelitian ... 81

C. Langkah-langkah Penelitian ... 82

1. Tahap Orientasi atau Deskripsi ... 82

2. Tahap Eksplorasi ... 83

3. Tahap Selection ... 84

D. Instrumen Penelitian ... 84

E. Teknik Pengumpulan Data ... 85

1. Observasi ... 86

2. Wawancara ... 88

3. Dokumentasi ... 90

4. Studi Pustaka ... 91

F. Pengolahan Data ... 91


(4)

1. Reduksi Data ... 94

2. Penyajian ... 94

3. Pengambilan Kesimpulan/verifikasi ... 94

H. Penulisan Laporan ... 96

BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97

A. Seni Beluk Grup Pusaka Jaya Sari Modern di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang ... 97

1. Personil Grup Seni Beluk Pusaka Jaya Sari Modern ... 102

2. Pembelajaran Seni Beluk Grup Pusaka Jaya Sari Modern ... 105

3. Wawacan yang digunakan pada grup Seni Beluk Pusaka Jaya Sari Modern ... 108

4. Demografi lokasi Grup Seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern yaitu Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang ... 112

5. Kepercayaan Masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang ... 114

B. Bentuk Penyajian Seni Beluk Grup Pusaka Jaya Sari Modern Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang……… 116

1. Bentuk pertunjukan Seni Beluk buhun grup Pusaka Jaya Sari Modern ... 117


(5)

2. Bentuk pertunjukan seni beluk celempung grup Pusaka Jaya Sari Modern ... 122 3. Bentuk pertunjukan seni lukpong grup Pusaka Jaya Sari

Modern ... 133 C. Pertunjukan Seni Beluk pada Grup Pusaka Jaya Sari Modern ... 136

1. Pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern

dalam upacara 40 hari kelahiran bayi ... 137 2. Pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern

dalam upacara khitanan ... 139 3. Pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern

dalam upacra pernikahan ... 141 4. Pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern

dalam acara Arak-arakan 17 Agustus ... 142 5. Pertunjukan Seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern

dalam acara syukuran hari jadi Desa ... 143 6. Pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern

dalam acara Pasanggiri ... 145 D. Analisis pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari

Modern ... 148 1. Sesaji dalam pertunjukan seni beluk ... 149 2. Lagu yang digunakan dalam penyajian kesenian beluk Grup

Pusaka Jaya Sari Modern ... 152 3. Teknik vokal seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern ... 181


(6)

4. Tempat pertunjukan seni beluk grup Pusaka Jaya Sari

Modern ... 187

E. Fungsi seni beluk Grup Pusaka Jaya Sari Modern pada Masyarakatnya ... 188

1.Fungsi Primer ... 189

a. Fungsi Ritual ... 189

b. Fungsi Hiburan ... 195

c. Presentasi Estetis ... 197

2.Fungsi Sekunder ... 198

a. Fungsi Sosial ... 199

b. Fungsi Ekonomi ... 202

c. Fungsi Komunikasi ... 204

d. Fungsi Pendidikan ... 205

F. Faktor Penyebab Perubahan Fungsi Seni Beluk Grup Pusaka Jaya Sari Modern………... 207

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 211

A. Kesimpulan ... 211

B. Saran dan Implikasi... 215

1. Bagi Pemerintah ... 216


(7)

3. Bagi Masyarakat ... 217

4. Bagi Pendidikan ... 217

DAFTAR PUSTAKA ... 218

LAMPIRAN ... 222


(8)

DAFTAR FOTO

Hal

1. Foto: 1 Piagam penghargaan dan piala pasanggiri seni beluk………… 100

2. Foto: 2 Personil grup Seni Beluk Pusaka Jaya Sari Modern generasi kedua……… 104

3. Foto: 3 Wilayah Penelitian………... 113

4. Foto: 4 Peta wilayah perbatasan daerah Kabupaten Sumedang……… 114

5. Foto: 5 Penyajian seni beluk dalam acara 40 hari kelahiran bayi di tepas………. 123

6. Foto: 6 Kostum pertunjukan beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern.. 123 7. Foto: 7 Sesaji pertunjukan seni beluk dalam acara syukuran 40 hari Kelahiran bayi………...125

8. Foto: 8 Buku Cerita Wawacan Danu Maya Dalam Tulisan Arab……….125

9. Foto: 9 Pimpinan grup Seni Beluk Pusaka Jaya Sari Moderen OS sedang ngukus……… 127

10. Foto: 10 Waditra celempung………. 129

11. Foto: 11 Kacapi siter………. 130

12. Foto : 12 Waditra tarompet dan kecrek……… 131

13. Foto : 13 Pertunjukan kesenian beluk dalam bentuk lukpong di atas Panggung……….144

14. Foto: 14 Pertunjukan kesenian beluk di atas panggung pada saat pasanggiri ………146


(9)

15. Foto Spanduk grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern…...…… 236

16. Foto: 16 Wawancara dengan bah Otong April 2010………... 236

17. Foto: 17 Wawancara dengan bah Otong Feb 2011……….... 237

18. Foto: 18 Wawancara dengan bah Otong Maret 2011………. 237

19. Foto: 19 Wawancara dengan salah satu personil seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern………... 238

20. Foto: 20 Wawancara dengan ibu bayi pada acara syukuran 40 hari….. 238

21. Foto: 21 Foto pertunjukan beluk celempung di tepas dan penonton di dalam rumah……….. 239

22. Foto: 22 Foto pertunjukan beluk celempung di tepas dan penonton di luar rumah……….. 239

23. Foto : 23 Foto pemain beluk sedang melantunkan beluk……….. 240


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Glosari. ……… 222

Lampiran 2. Instrumen Penelitian ………... 226

Lampiran 3. Lagu pupuh gaya beluk………. 231

Lampiran 4. Sempalan wawacan Danumaya……… 234


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesenian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa. Salah satu di antaranya adalah seni beluk. Kesenian beluk merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang hidup dan berkembang pada masyarakat Sunda peladang atau masyarakat huma. Kesenian tersebut mencerminkan identitas masyarakatnya sebagai masyarakat ladang yang memiliki ciri khas dan gaya tersendiri, baik dalam bentuk penyajian maupun dalam olah vokalnya. Sebagai salah satu ciri khas kesenian beluk yaitu menggunakan vokal dalam suara yang relatif tinggi. Hal ini bermula dari kebiasaan masyarakat peladang yang tinggal berjauhan, sehingga untuk melakukan komunikasi diperlukan resonansi suara yang dapat didengar dan dipahami oleh mitra komunikasi. Kebiasaan tersebut selain untuk berkomunikasi dilakukan juga untuk menghibur dirinya, sebagai pelepas lelah saat bekerja di ladang.

Berdasarkan kebutuhan masyarakatnya, kesenian beluk difungsikan sebagai kalangenan atau penghibur diri dan sebagai alat komunikasi dengan orang lain yang berjauhan. Sukanda dalam Wiratmadja (1997:28-29) mengungkapkan bahwa, sebagai berikut.

Sebagai seni suara, beluk mempunyai 2 fungsi. Pertama sebagai penghibur diri dalam kesunyian, dan kedua untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam kesunyian di tengah ladang atau di perjalanan yang sekitarnya hutan belantara, mereka bernyanyi menghibur diri dan sebagai tanda untuk memberitahukan kepada orang lain atas kehadirannya di daerah itu.


(12)

Kebiasaan yang khas dalam berkomunikasi antar individu dalam masyarakat, berkorelasi kuat dengan sifat dan karakter aktivitas budaya masyarakat ladang (agraris). Bentuk dan kontur lagu yang cenderung menggunakan nada tinggi, merupakan bagian ekspresi masyarakat peladang dalam berkreasi. Akhirnya kebiasaan tersebut berkembang menjadi salah satu jenis kesenian dalam konteks ini adalah kesenian beluk. Kesenian beluk mencerminkan jati diri masyarakat peladang sebagai gambaran kehidupan kesehariannya. Hal itu merupakan salah satu hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang difungsikan sebagai pemuas rasa estetisnya.

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang senan tiasa berhubungan erat dengan unsur lain. Kebudayaan yang dimaksud adalah sistem pengetahuan, sistem teknologi, sistem ekonomi/mata pencaharian, sistem religi, sistem kemasyarakatan, dan bahasa yang bersifat dinamis dan adaptif. Artinya kesenian akan mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu. Begitu pula halnya dengan seni beluk yang awalnya berfungsi sebagai hiburan pribadi dan sarana komunikasi, maka sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman kesenian beluk diangkat menjadi seni pertunjukan. Kesenian beluk dalam sebuah seni pertunjukan disajikan dalam bentuk wawacan, yang biasanya ditampilkan dalam upacara daur hidup manusia, diantaranya; acara 40 hari kelahiran bayi, khitanan, dan pernikahan, sehingga memiliki fungsi lain di samping pemuas rasa estetis masyarakatnya.

Fenomena di atas jika dilihat dari teori fungsi, Malinowski dalam Koentjaraningrat (2009:175) mengungkapkan sebagai berikut.


(13)

Teori fungsionalisme menyangkut berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat manusia berfungsi untuk memuaskan suatu rangkaian hasrat naluri akan kebutuhan hidup dan mahluk manusia (basic humaneeds). Dengan demikian unsur “kesenian” mempunyai fungsi guna memuaskan hasrat naluri manusia akan keindahan; unsur sistem pengetahuan untuk memuaskan hasrat nauri manusia untuk tahu.

Kaitannya dengan teori di atas, kesenian beluk termasuk jenis kesenian resitasi yang ada di masyarakat Sunda. Berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hasrat akan keindahan dari masyarakat pendukungnya. Kesenian beluk mengalami perkembangan berdasarkan kebutuhan naluri manusia itu sendiri. Perkembangan tersebut membawa perubahan baik bentuk maupun fungsi seni beluk di masyarakat, sesuai dengan pola pikir dan perkembangan zaman, baik dalam bidang komunikasi, sosial, religi, ekonomi, hiburan, maupun pendidikan.

Seni beluk merupakan salah satu seni local genius yang layak dilestarikan dalam rangka revitalisasi kesenian tradisional. Kesenian beluk merupakan salah satu sajian sekar irama bebas atau sekar irama merdeka, mempunyai gaya yang khas. Pengolahan dinamika dan ornamen-ornamen dalam surupan tinggi, terbentuk dari pengolahan vokal senimannya memberi warna vokal yang berbeda dari seni vokal Sunda yang lain. Kelebihan tersebut di atas tidak mustahil akan hilang.

Berdasar studi pendahuluan, kesenian beluk saat ini terdapat di daerah Banten, Banjaran, Lembang, dan Sumedang, keragaman gaya pada penyajiannya memiliki ciri khas yang berbeda. Di daerah Banjaran ciri khas tembangnya yang memiliki suara tinggi, melengking, dan meliuk-liuk, namun saat ini sudah mulai hilang. Mereka hanya melantunkan wawacan dengan melodi pupuh dalam ambitus suara sedang. Pertunjukan kesenian beluk saat ini jarang disajikan oleh


(14)

masyarakat umum. Salah satu penyebabnya adalah faktor perkembangan zaman yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesenian tradisi sebagai jati diri bangsa, dan lemahnya sikap serta rasa memiliki kesenian tradisi dalam hal ini kesenian beluk. Berdasarkan hal tersebut maka perkembangan kesenian beluk menjadi terhambat. Asumsi ini sejalan dengan pendapat seorang musikolog Belanda Kunst (1938:1:3–4) dalam Linsday yang mengungkapkan bahwa kehawatiran akan punahnya kesenian tradisi banyak dipengaruhi oleh budaya asing. Akibatnya bukan hanya mengubah nilai-nilai budaya yang ada tanpa merangsang organisme yang dipengaruhinya, tetapi bagaikan asam perusak, bagaikan suatu tranfusi darah dari golongan yang berbeda, menyerang dan menghancurkan hatinya yang paling dalam, (1991:7). Pendapat Kunst tersebut tentang bahayanya pengaruh asing terhadap seni budaya bangsa menjadi salah satu faktor terjadinya kepunahan kesenian tradisional.

Kekhawatiran Jaap Kunst di atas, memang benar bahwa pengaruh budaya asing akan mempengaruhi segala aspek termasuk kesenian tradisionalnya. Gejala kepunahan suatu kesenian mulai terlihat terutama dari perkembangan beberapa bentuk kesenian tradisional yang ditandai jarangnya masyarakat memfungsikan kesenian tradisional seperti halnya kesenian beluk. Kosasih (2005:5) mengungkapkan bahwa: ”Faktor penyebab terhambatnya perkembangan seni beluk adalah karena kurangnya daya apresiasi masyarakat, kebijakan pemerintah terhadap pelestarian dan pengembangan kesenian tradisi serta regenerasi” (17-12-09). Hal itulah yang harus dicari solusinya agar kesenian kita tetap hidup di masyarakat pendukungnya.


(15)

Faktor-faktor di atas, mempengaruhi pada setiap perkembangan kesenian tradisi termasuk seni beluk. Apabila dilihat dari materi penyajiannya yang memiliki ciri khas mandiri merupakan suatu daya tarik tersendiri. Namun dalam mempelajari kesenian ini seorang harus memiliki potensi vokal dengan kriteria tertentu serta memiliki daya kreativitas yang cukup tinggi. Berdasar hal itu maka jarang sekali orang yang dapat mempelajarinya, karena tidak memiliki kemampuan dengan syarat di atas.

Hal lain yang menghambat perkembangan seni beluk, pada mulanya sifat dalam pertunjukannya cenderung statis. Hal tersebut kurang diminati oleh mayoritas masyarakat yang telah mengalami perubahan paradigma dan pola berpikir sesuai zamannya. Akan tetapi hal ini bukan berarti seni beluk sudah tidak berfungsi pada masyarakatnya. Keberadaan kesenian beluk masih difungsikan terbukti bahwa di Desa Sukawangi Kabupaten Sumedang terdapat 12 grup seni beluk dan masih difungsikan oleh masyarakat pendukungnya. Kenyataan ini cukup menggembirakan tetapi intensitas pertunjukanya kurang, dengan demikian maka perlu adanya inovasi agar kesenian beluk lebih menarik tanpa menghilangkan esensi dari seni beluk itu sendiri.

Kesenian beluk yang berada di Sumedang melakukan inovasi dalam hal musikal, yaitu pertama pengembangan melodi pupuh sebagai media dasar seni beluk ke dalam beberapa versi atau gaya. Pengembangan ini sangat bergantung kepada keterampilan senimannya dalam pengolahan vokal, sehingga kesenian itu menjadi menarik dan unik. Kedua menambahkan instrument kacapi dalam penampilannya. Ketiga menggabungkan kesenian beluk dengan jaipongan yang


(16)

diiringi dengan kesenian celempungan. Inovasi di atas menjadi ciri khas kesenian beluk daerah tersebut, baik dari segi musikal maupun bentuk pertunjukannya.

Bentuk pertunjukan kesenian beluk di atas, mencerminkan salah satu perkembangan budaya suatu daerah yang disesuaikan dengan pola pikir dan perkembangan zaman tanpa harus merusak jati dirinya. Seni beluk sebagai satu unsur kebudayaan yang memiliki ciri khas yang unik harus tetap dipelihara keberadaannya . Hal ini dilakukan supaya kesenian beluk tetap dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman di tengah masyarakat pendukungnya.

Salah satu seni beluk yang masih eksis di masyarakat yaitu grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern, yang beralamat di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Berdasarkan hasil wawancara kata modern ini digunakan karena dalam penyajiannya tidak hanya bentuk beluk buhun saja, tetapi sudah dikreasikan dari segi musikal maupun bentuk pertunjukannya. Sujana mengungkapkan bahwa: “istilah modern dicandak kumargi dina panampilan seni belukna tos aya parobahan, (11 Januarai 2011)”. Penggunaan istilah modern dalam grup tersebut karena dalam penyajiannya telah terdapat beberapa pembaharuan, tidak hanya menampilkan kesenian beluk buhun saja. Hal tersebut merupakan salah satu perubahan yang menambah daya tarik bagi penikmatnya.

Faktor penyebab kesenian beluk ini tetap eksis di tengah perkembangan zaman dan mendapat dukungan dari masyarakatanya, bahwa kesenian tersebut mampu menyesuaikan dengan keadaan zaman tanpa merusak ciri khas seni itu


(17)

sendiri. Hal tersebut didukung oleh letak geografis yang berada di daerah pegunungan dan belum banyak mengenal jenis seni lain. Kesuksesan ini tak lepas dari eksistensi seorang tokoh pelopor yang memajukan kesenian beluk. Tokoh yang dimaksud adalah Otong Sujana (OS) yang dikenal dengan sebutan Bah Otong. OS yang telah menekuni seni beluk sejak tahun 1964, mulai saat itu secara bertahap melakukan pengembangan baik dari segi musikalnya maupun dari segi bentuk pertunjukannya. Perkembangan bentuk pertunjukan seni beluk buhun menjadi pertunjukan seni beluk yang digabungkan dengan seni jaipongan dengan diiringi oleh seni celempungan tanpa menghilangkan esensi seni beluk itu sendiri, mampu mendapatkan perhatian pendukungnya.

Kolaborasi tersebut memberikan warna dan daya tarik tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Pengembangannya dalam bidang musikal yaitu mengembangkan suatu lagu pupuh ke dalam beberapa versi atau gaya sebagai ciri khas kesenian beluk grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern, sehingga penyajian lagu-lagunya menjadi menarik dan tidak membosankan. Soepandi (1992) dalam Wiratmadja (1997:30) mengungkapkan bahwa: “seni beluk melagukan pupuh-pupuh dari wawacan yang digunakannya dengan surupan tinggi, melengking, berliuk-liuk saling sahut sesuai dengan kepandainya masing-masing”.

Ciri khasnya merupakan satu hal yang menarik untuk diteliti, karena ditengah isyu kepunahannya masih terdapat kesenian beluk yang masih hidup dan berkembang di masyarakat pendukungnya. Ketertarikan ini menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian terhadap hal-hal esensial tentang kesenian beluk pada grup tersebut.


(18)

Apabila kesenian ini dapat diselamatkan dari kepunahannya terdapat banyak hal yang bermanfaat, diantaranya terselamatkannya satu budaya bangsa yang merupakan identitas dan jati diri daerah tersebut. Nilai-nilai dan makna kesenian ini dapat ditransper ke dalam kehidupan yakni nilai kebersamaan, saling menghargai dalam kehidupan bermasyarakat, gotong royong, silaturahmi dan makna lain yang terkandung dalam simbol-simbol pada kesenian tersebut. Hal ini sebagai upaya pemahaman hidup menuju ke arah yang positif.

Manfaat lain untuk dunia pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan seni, dapat digunakan sebagai bahan ajar seni vokal maupun sebagai bahan untuk meningkatkan daya kreativitas seni dan penanaman nilai–nilai budaya. Adanya perubahan garap dan masih bertahannya seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern serta manfaat di atas, sangat menarik bagi peneliti untuk mengetahui perubahan bentuk pertunjukan dan fungsinya di masyarakat.

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti pada kesempatan ini melakukan penelitian dengan judul: ”Perubahan Fungsi Seni Beluk Pada Masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabuaten Sumedang”. Subjek penelitiannya adalah grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern yang beralamat di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang dalam wawacan Danumaya.

B. Rumusan Masalah

Kesenian beluk tergolong jenis seni vokal yang memiliki gaya yang khas, berbeda dengan seni vokal lainnya yang memiliki warna dan keunikan tersendiri.


(19)

Grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern dalam penyajiannya memiliki keunikan, sehingga sampai saat ini masih eksis dan berfungsi pada masyarakat pendukungnya. Permasalahan tersebut menjadi daya tarik untuk diteliti.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka penelitian ini mengkaji permasalahan tentang perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Fungsi seni beluk yang dimaksud adalah hubungan antara beberapa hal sebagai suatu sistem secara terintegrasi, yang terjadi dalam pertunjukan seni beluk dengan melagukan pupuh dari wawacan yang menggunakan surupan tinggi. Hubungan tersebut di atas, memiliki makna tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Pengorganisasi dalam sistem tersebut, sebagai sarana berinteraksi dalam sebuah bentuk pertunjukan seni beluk yang berfungsi pada masyarakatnya.

Berdasar paparan di atas, batasan penelitian merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk penyajian seni beluk buhun pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern?

2. Bagaimana bentuk penyajian seni beluk celempung pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern?

3. Bagaimana bentuk penyajian seni beluk lukpong pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern?

4. Bagaimana fungsi seni beluk di masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan yakni mendeskripsikan dan menganalisis:

1. Bentuk penyajian kesenian beluk buhun pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern.

2. Bentuk penyajian kesenian beluk celempung pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern.

3. Bentuk penyajian kesenian beluk lukpong pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern.

4. Mengetahui Fungsi seni beluk pada masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak terkait dalam berbagai kondisi dan permasalahan serupa dengan masalah yang dikaji, sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menambah wawasan pada peneliti tentang fungsi seni beluk di masyarakat. 2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar dalam

pengembangan pendidikan seni di berbagai tingkat pendidikan.

3. Sebagai bahan referensi kajian fungsi tentang seni beluk untuk para seniman dan pemerhati seni.


(21)

4. Memberi motivasi dan konstribusi terhadap pelaku seni dalam mengembangkan seni tradisional.

5. Memberi kontribusi pada lembaga UPI khususnya Sekolah Pascasarjana Program Studi Pendidikan Seni tentang kajian musik tradisional.

E. Definisi Oprasional

Perubahan fungsi seni beluk merupakan variabel utama dalam penelitian ini. Fungsi yang dimaksud dalam konteks ini adalah fungsi seni pertunjukan, Sudarsono (2002:122) mengungkapkan bahwa: “Fungsi seni pertunjukan menjadi dua kelompok yaitu kelompok fungsi-fungsi primer dan kelompok fungsi-fungsi sekunder”. Menurut Purwanto (2000:143) yang dimaksud dengan: “fungsi adalah hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal lain dalam satu sistem yang terintegrasi”. Adapun pengertian kata seni beluk, menurut Wiratmadja (1997:30) mengungkapkan bahwa: “seni beluk adalah seni vokal yang melagukan pupuh-pupuh dari wawacan yang menggunakan surupan tinggi, melengking, berliuk-liuk saling sahut sesuai dengan kepandainya masing-masing".

Pendapat di atas menggunakan istilah pupuh dan wawacan. Istilah pupuh dan wawacan dalam konteks ini adalah:

1. Pupuh adalah: “aturan-aturan atau patokan-patokan puisi Jawa Lama dalam penyususnan rumpaka sebagai sarana penampilan lagu-lagu tembang (Soepandi, 1992:4)”. Tembang dalam penelitian ini adalah melantunkan nyanyian yang membawakan cerita wawacan.


(22)

2. Wawacan adalah: “cerita yang berbentuk puisi Jawa dan biasanya dinyanyikan seperti membaca (Koentjaraningrat,1979: 802)”.

Berdasarkan penjelasan peristilahan di atas kajian perubahan fungsi seni beluk dimaksudkan untuk mengkaji bentuk pertunjukan seni beluk pada saat ini dan fungsi kesenian beluk pada masyarakat sekarang, baik berdasar fungsi primer maupun fungsi sekunder.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini mengkaji musik tradisi dengan menerapkan payung penelitian etnomusikologi. Metode penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Berdasar pada metode yang digunakan, maka peneliti dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, baik tertulis maupun lisan dari orang-orang serta prilaku yang diamati. Dengan demikian dalam penelian ini mendeskripsikan perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Objek dalam penelitian ini adalah grup Pusaka Jaya Sari Modern. Alasan memilih lokasi dan objek penelitian di atas antara lain; seni beluk grup Pusaka Jaya Sri Modern yang berlokasi di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang yang dipimpin olah Otong Sujana, memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri baik dalam bentuk penyajiannya maupun dari materi yang disajikannya.

Keunikan tersebut, memberi makna tersendiri bagi masyarakatnya. Makna yang ada di dalamnya, menumbuhkan fungsi seni beluk pada masyarakat menjadi


(23)

lebih kompleks dan menarik untuk diteliti. Berdasar keunikan tersebut, maka sasaran penelitian ini terkait dengan bentuk penyajian seni beluk dan fungsi seni beluk pada masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Observasi dilakukan dengan mengamati aktivitas masyarakat dan seniman seni beluk pada saat pertunjukan kesenian beluk, mulai dari persiapan, pelaksanaan, sampai pada penutupan. Selain itu observasi dilakukan pada kehidupan sehari-sehari masyarakat dan sikap masyarakatnya terhadap kesenian beluk. Persiapan yang dilakukan pada saat observasi adalah menyiapkan catatan dan panduan observasi.

Selanjutnya melakukan wawancara secara mendalam guna mengetahui informasi atau keterangan yang terkait dengan masalah penelitian. Wawancara dilakukan pada pimpinan grup Pusaka Jaya Sari Modern, yaitu Otong Sujana. Responden lain adalah para personil yaitu Ade, Suparman, Enceng Rohana, dan Ai orang yang hajatan. Studi dokumentasi dilakukan dengan mendokumentasikan kegiatan pertunjukan seni beluk, aktivitas masyarakatnya dan dokumen lain yang berkaitan dengan seni beluk berupa foto, dan audio visual. Pengambilan sampel analisis karya lagu dalam seni beluk diperoleh dari hasil rekaman secara langsung.

Langkah selanjutnya peneliti melakukan pentranskripsian yakni mencatat hal-hal yang esensial. Transkripsi data musik dibantu dengan sistem alat rekam dengan dua cara yaitu menggunakan notasi yang detail dan menggunakan notasi sebagai kerangkanya saja. Setelah data dianggap memadai, langkah selanjutnya


(24)

adalah seleksi terhadap data yang telah diperoleh, ketika masih terdapat kekurangan informasi yang diperlukan maka dilakukan pencarian data lanjutan. Data yang terkumpul secara simultan direduksi, diinterpretasi, dianalisis, dan disajikan dalam laporan penelitian.

Teknik pengolahan data digunakan untuk mendapatkan keabsahan data. Analisis data dalam penelitian ini diterapkan teknik triangulasi. Moleong (1996) mengungkapkan bahwa: “triangulasi data dalam penelitian harus dilakukan dengan mencocokan data hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi”. Semua data yang berhubungan dengan bidang seni musik, maka analisis dilakukan berdasarkan keilmuan entnomusikologi, sedangkan pengambilan sampel analisis karya seni beluk diperoleh dari hasil rekaman langsung. Mengkaji mengenai fungsi seni beluk di masyarakat menggunakan pendekatan antropologi seni. Mengkaji mengenai bentuk pertunjukan seni beluk pada grup tersebut menggunakan pendekatan bentuk pertunjukan.

Mengungkap permasalahan mengenai fungsi seni beluk pada masyarakat tersebut, menggunakan pendekatan multidisifliner. Hal ini terjadi karena dalam pengkajiannya dilihat dari berbagai sudut pandang ilmu yaitu ilmu etnomusikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagian terdapat ilmu psikologi. Sehingga data didapat secara ilmiah dan tidak menimbulkan kontradiksi dan interpretasi menyimpang dari makna yang di sajikan.


(25)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, yang di dalamnya membahas hal-hal sebagai berikut.

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manpaat penelitian, definisi oprasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

Landasan Teoretis

Pada bab ini dibahas mengenai hasil penelitian terdahulu dan uraian teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fungsi seni yaitu teori fungsi seni pertunjukan dan teori pertunjukan. Teori pendukung subtansi penelitian yaitu teori etnomusikologi, dan teori teknik vokal.

BAB III

Metode Penelitian

Bab tiga membahas metode dan pendekatan penelitian termasuk aspek-aspek yang meliputi: Subjek, Lokasi, Instrumen, Teknik pengumpulan data, dan Teknik analisis data.


(26)

BAB VI Pembahasan

Pada bab ini merupakan penjelasan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi aspek: Latar belakang objek, bentuk pertunjukan seni beluk, pertunjukan seni beluk pada grup tersebut, fungsi penyajian seni beluk pada masyarakat pendukungnya, dan faktor penyebab perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat tersebut.

BAB V

Kesimpulan Dan Saran

Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diinginkan. Daftar Pustaka


(27)

77 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan

Penelitian yang berjudul “Perubahan Fungsi Seni Beluk Pada Masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang”, mengkaji mengenai musik tradisi dengan menerapkan payung penelitian etnomusikologi. Penelitian ini menggunakan pendekatan disiplin ilmu antropologi seni, yang menekankan teori fungsi Soedarsono dan teori inisiasi menurut Van Gennep. Pendekatan kedua adalah pendekatan disiplin ilmu pertunjukan berdasar teori Scehner. Pengkajian secara kontekstual dalam penelitian ini dapat dibantu berdasar beberapa disiplin ilmu yaitu teori sosiologi, antropologi budaya, dan teori sosial lainnya. Penggunaan teori dalam analisis dapat dilakukan secara silang, antara teks dan konteks dari beberapa disiplin ilmu yang disebut dengan pendekatan multidisiplin. Namun secara garis besar penelitian ini berada pada payung keilmuan etnomusikologi.

Metode dalam penelitian merupakan alat untuk mencapai sebuah tujuan. Alwasilah (2009:85) mengungkapkan bahwa: “untuk mencapai tujuan penelitian, harus menyiapkan metodenya”. Berdasarkan hal itu untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, secara keseluruhan menggunakan metode kualitatif. Vidich dan Lyman dalam Norman (2009:30) mengungkapkan bahwa: “metode kualitatif yaitu pengamatan realita sosial secara langsung oleh peneliti individual”. Metode kualitatif dalam penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata


(28)

tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati. Poerwandari dalam Moleong (1998:3) mengungkapkan bahwa, sebagai berikut.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video. Selanjutnya dijelaskan lagi bahwa: metode penelitian, cara kerja, alat bantu, dan pendekatan, disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, bukan angka-angka.

Berdasar pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini dilakukan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Alasan menggunakan metode kualitatif karena dalam penelitian ini menggambarkan objek apa adanya, yang dilakukan secara sistematis berdasar fakta dan karakter objek sesuai permasalahan penelitian. Hartanto (2009:1) mengungkapkan bahwa: “alasan penggunaan metode kualitatif Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua metode ini sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia”.

Kedua alasan tersebut sangat relevan dengan tujuan penelitian kualitatif yaitu agar peneliti dapat menyesuaikan data dengan kenyataan yang ada, terdapat keterkaitan antar peneliti dengan responden sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hal itu, maka metode kualitatif tepat digunakan untuk menemukan data mengenai perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat tersebut. Hartanto (2009:5) mengungkapkan bahwa: “penelitian yang bersifat deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek


(29)

yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakeristik objek yang diteliti secara tepat”.

Berdasar hal itu maka penelitian kualitatif ini bersifat studi intensif, karena dilakukan secara mendalam dengan tujuan untuk mendapatkan data mengenai seni beluk sebanyak mungkin. Hartanto (2009:1) mengungkapkan bahwa, sebagai berikut.

Penelitian deskriptif juga dapat dikembangkan ke arah penenelitian naturalistik yang menggunakan kasus yang spesifik melalui deskriptif mendalam atau dengan penelitian setting alami fenomenologis dan dilaporkan secara thick description (deskripsi mendalam) atau dalam penelitian ex-postfacto dengan hubungan antar variabel yang lebih kompleks.

Pemilihan fokus penelitian yang spesifik pada wilayah penelitian yang terbatas, memperkuat ketepatan penggunaan metode ini yang bersifat intensif. Supanggah (1995:96) mengungkapkan bahwa: “studi intensif adalah suatu studi dimana peneliti memilih wilayah tertentu yang terbatas dan memusatkan penelitiannya pada permasalahan tersebut”. Penelitian yang berjudul seperti di atas, menentukan objek penelitian grup Pusaka Jaya Sari Modern di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, dengan fokus penelitian perubahan fungsi seni beluk di masyarakat. Jenis metode kualitatif yang bersifat deskriptif ini, tergolong jenis deskriptif asosiatif karena di dalamnya melakukan berbagai analisis data dengan menggunakan teknik triangulasi.

Pendekatan yang digunakan untuk mengungkap permasalahan mengenai perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat adalah pendekatan antropologi budaya berdasar pandangan teori fungsi Soedarsono, untuk mengkaji fungsi


(30)

pertunjukan seni beluk di masyarakat. Teori fungsi yang sejalan dengan teori fungsi Soedarsono, digunakan pula teori fungsi menurut Merriam dan ditunjang dengan teori inisiasi menurut Van Gennep. Namun dalam menganalisis fungsinya secara keseluruhan menggunakan teori fungsi Soedarsono. Kedudukan peneliti dalam hal ini adalah sebagai partisipan observer, baik dalam tahap observasi awal, lanjutan dan observasi penyempurnaan yang bertindak sebagai insider.

Pendekatan kedua mengunakan pendekatan disiplin ilmu pertunjukan berdasar teori pertunjukan menurut Schener. Teori ini digunakan untuk mengkaji bentuk pertunjukan dari awal atau persiapan pertunjukan, tengah atau jalannya pertunjukan, dan akhir atau penutupan pertunjukan seni beluk. Secara teks dan konteks analisis musik, penelitian ini berdasar keilmuan etnomusikologi. Hal yang terkait dalam analisis musik yaitu menentukan struktur musik sebagai ciri dari sebuah gaya, dianalisis berdasar ilmu etnomusikologi. Elemen-elemen gaya dalam menganalisis musik meliputi aspek-aspek bentuk musikal, seperti interval melodi, pola-pola ritme, kontur melodi, arah gerak melodi, ukuran melodis, nilai-nilai durasi, struktur formal, ornamentasi, tangga nada, nada, bar dan tempo. Sebelum dianalisis lagu pada seni beluk, terlebih dahulu ditranskripsi melalui telinga yang direkam terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang tepat dari nyanyian yang akhirnya dapat digunakan untuk mengungkap elemen-elemen musik dalam nyanyian seni beluk.

Penganalisisan elemen di atas, dilakukan dalam menganalisis lagu pupuh yang digunakan dalam seni beluk, serta menganalisis keterkaitan anatara pupuh yang digunakan dalam kesenian beluk dengan wawacan yang dibawakan. Hal


(31)

yang sering terlupakan dalam menganalisis musik adalah hubungan tingkah laku manusia dengan musik dan suara musik itu sendiri.

Berdasar hal tersebut, maka penelitian ini mengarah kepada pengertian yang lebih dalam tentang musik merupakan suatu gejala universal di dalam masyarakat. Menggunakan dua pendekatan di atas, maka data didapat secara ilmiah dan tidak menimbulkan kontradiksi dan interpretasi menyimpang dari makna yang disajikan sehingga dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang berbatasan dengan Kecamatan Rancakalong dan Kecamatan Tanjung Sari. Memilih lokasi ini dengan alasan karena grup seni beluk yang berada di Dusun tersebut memiliki kekhasan yang unik baik dari segi musikalnya maupun dari bentuk penyajiannya, sehingga menumbuhkan daya tarik tersendiri yang mempengaruhi terhadap fungsinya di masyarakat.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah kesenian beluk, dan objeknya adalah grup Pusaka Jaya Sari Modern, yang beralamat di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Alasan grup ini menjadi objek


(32)

dalam penelitian ini karena grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern merupakan cikal bakal dari grup kesenian beluk yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan informasi bahwa di desa ini terdapat 12 grup dan pimpinan grupnya adalah personil dari grup tersebut. Hal lain yang menjadi pertimbangan memilih grup ini sebagai objek penelitian karena grup tersebut mengembangkan dan membuat inovasi dalam pertunjukan seni beluk, sehingga memiliki ciri khas tersendiri. Berdasar hal tersebut maka memilih grup tersebut sebagai objek dalam penelitian ini tepat.

C. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian kualitatif secara garis besar dibedakan atas tiga tahap, yaitu tahap orientasi, tahap eksplorasi, dan tahap selection. Penelitian ini pun menggunakan tiga tahap tersebut di atas.

1. Tahap Orientasi atau Deskripsi

Tahap ini merupakan tahap persiapan pengumpulan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan pencarian lokasi grup seni beluk, dilanjutkan dengan pendekatan pada pimpinan dan pemain grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern. Permohonan ijin melakukan penelitian pada grup tersebut. Selanjutnya peneliti memproses administrasi untuk melakukan penelitian ke lapangan.

b. Menyiapkan pedoman observasi dan wawancara untuk pimpinan grup tersebut yaitu OS, dan pemain seni beluk lainnya yaitu Ade, Suparman, Enceng


(33)

Rohana, serta Ai sebagai masyarakat pendukungnya. Proses ini terlebih dahulu dikonsultasikan pada pembimbing.

c. Menghubungi subyek penelitian untuk melakukan persetujuan jadwal observasi dan wawancara kepada pimpinan grup tersebut, guna mendapatkan data awal sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.

2. Tahap Eksplorasi.

Tahap ini merupakan kegiatan reduksi segala informasi dan implementasi kegiatan pengumpulan data yang meliputi:

a. Melakukan wawancara dengan pimpinan grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern OS mengenai: (1) sejarah terbentuknya grup tersebut; (2) bentuk pertunjukan seni beluk; (3) lagu-lagu pupuh yang digunakan; (4) ciri khas seni beluk termasuk ornamentasinya; (5) teknik vokal; (6) dalam acara apa saja seni beluk dipertunjukan; (7) proses regenerasi dan pembelajarannya. Pertanyaan lainnya mengenai; wawacan yang digunakan, keterkaitan pupuh dengan wawacan, makna simbolik dalam seni beluk, makna seni beluk bagi pemain, cara belajar seni beluk, manajemen grup seni beluk ditanyakan pada pemain lainnya. Makna seni beluk bagi masyarakat ditanyakan pada orang yang hajatan.

b. Melakukan observasi terhadap pertunjukan seni beluk dan masyarakat penikmatnya dalam acara 40 hari kelahiran bayi dan syukuran desa, yang dilakukan sejak persiapan pertunjukan, jalannya pertunjukan awal sampai akhir pertunjukan.


(34)

c. Melakukan observasi sikap masyarakat terhadap pertunjukan seni beluk untuk mengetahui kebermaknaan seni beluk guna mengetahui fungsi seni beluk di masyarakat.

d. Melakukan studi dokumentasi terhadap pertunjukan seni beluk dan dokumen-dokumen lainya yang relefan dengan penelitian ini.

e. Melakukan studi pustaka untuk melengkapi data sebagai landasan teori dan membandingkan data yang didapat dari lapangan berdasar teori atau hasil penelitian terdahulu.

3. Tahap Selection

Tahap ini merupakan kegiatan pengecekan terhadap kebenaran data, serta informasi yang dikumpulkan agar hasil penelitian lebih akurat. Kegiatan ini meliputi:

a. Melakukan analisis terhadap data dan informasi yang dikumpulkan.

b. Meminta penjelasan lebih lanjut kepada informan jika dianggap perlu untuk melengkapi data yang diperlukan.

c. Mengecek kembali kebenaran data dan informasi yang dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka dan observasi kembali dengan membawa observer lain untuk menanyakan topik yang sama.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data di lapangan pada penelitian ini adalah observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka.


(35)

Observasi dilakukan untuk mengamati segala hal mengenai seni beluk dan lingkungan sekitarnya. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai bentuk pertunjukan dan fungsi seni beluk dari informan. Studi dokumentasi dilakukan untuk mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian. Studi pustaka dilakukan untuk bahan landasan teori dalam membedah permasalahan penelitian. Bahasan secara terperinci dalam pelaksanaannya terdapat pada pokok bahasan teknik pengumpulan data. Panduan observasi dan wawancara terlampir.

E. Teknik Pengumpulan Data

Keberhasilan suatu penelitian tidak hanya ditentukan oleh tepatnya metode yang digunakan, tetapi tidak kalah pentingnya ketepatan bagaimana proses pengumpulan data di lapangan. Jika pengumpulan data dilakukan dengan teknik yang salah maka data yang diinginkan tidak akan sesuai dengan kebutuhan. Nasution (1988:56) dalam Kostawa (2009:50) mengemukakan bahwa: “keberhasilan dalam suatu penelitian kualitatif sangat tergantung pada ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan yang disusun peneliti. Catatan lapangan dapat disusun berdasarkan hasil observasi, wawancara dan studi dokumenter”.

Berdasar pada pendapat di atas, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sedetail mungkin sehingga data didapat dengan akurat.


(36)

1. Observasi

Observasi dilakukan secara langsung yaitu peneliti bertindak sebagai participant obseration, hal ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui secara langsung berbagai hal berkaitan dengan seni beluk pada grup Pusaka Jaya Sari Modern termasuk fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Observasi ini bertujuan agar peneliti mendapatkan data sedetail mungkin sehingga memudahkan peneliti untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan memaknai gejala-gejala yang terjadi di lapangan. Berdasar hal tersebut maka data dari narasumber dapat diperoleh secara langsung. Surakhmad (1994:162) dalam Kostawa (2009:51) mengungkapkan bahwa: “observasi suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala yang diteliti, baik pengamatan ini di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan”. Observasi dalam penelitian ini dilakukan pada kondisi yang sebenarnya tanpa rekayasa, dalam konteks pertunjukan seni beluk grup Puska Jaya Sari Modern peneliti bertindak sebagai apresiator.

Observasi dilakukan dalam tiga tahap yaitu observasi pendahuluan, lanjutan, dan penyempurnaan. Observasi pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan objek penelitian yang terpilih, dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 3 dan 12 Desember 2009, serta 10 Januari 2010. Observasi penjajagan untuk memastikan kebenaran eksistensi grup seni beluk tersebut. Tahap kedua observasi lanjutan, dilakukan beberapa kali yaitu untuk mendapatkan data baik berupa pengamatan tingkah laku masyarakat sekitar


(37)

dan sikap para pelaku seni kaitannya dengan seni beluk serta observasi pertunjukan seni beluk yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2011 dalam upacara syukuran Desa dan tanggal 22 Pebruari 2011 dalam upacara hurip bayi di usia 40 hari.

Hal yang diobservasi adalah jalannya pertunjukan seni beluk serta sikap pelaku seni dan masyarakat terhadap pertunjukan kesenian beluk. Suasana yang didengar dan terlihat merupakan data atau informasi yang diobservasi secara langsung. Tahap ketiga adalah tahap penyempurnaan data yang didapat atas kekurangannya, serta untuk menguji validitas data dengan cara melakukan observasi bersama observer lain.

Langkah awal persiapan observasi dalam setiap tahapannya yaitu menyiapkan catatan, instrumen penelitian, dan peralatan yang diperlukan selama observasi, seperti alat perekam audio untuk merekam selama kegiatan observasi dan foto yang digunakan untuk medekomentasikan semua kegiatan observasi. Hal ini dilakukan untuk menggali aspek-aspek:

a. Mengamati proses aktivitas kegiatan yang terjadi pada pertunjukan seni beluk wawacan Danumaya di lingkung seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern.

b. Mencatat dan mendokumentasikan gerak gerik dan prilaku informan dan lingkungan sekitar untuk mendapatkan informasi tentang fungsi seni beluk di masyarakat tersebut.

c. Mencatat situasi peristiwa yang berhubungan dengan aktivitas kegiatan seni beluk di lingkung seni Pusaka Jaya Sari Modern dalam hal penyajian seni


(38)

beluk dari mulai latihan sampai penyajiannya pada pertunjukan kesenian beluk.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan langsung kepada responden dan informan dengan teknik wawancara terstuktur dan wawancara tak-terstuktur. Wawancara terstruktur dilakukan untuk meraih keakuratan data dari karakteristik yang dapat di-kode-kan prilaku dalam berbagai katagori yang telah ditetapkan. Hal ini diawali dengan mempersiapkan pedoman wawancara secara terstruktur dalam bentuk uraian melalui lisan dengan menggunakan bahasa ibu. Wawancara tak-terstruktur digunakan untuk memahami kompleksitas prilaku anggota masyarakat tanpa adanya kategori prioritas yang dapat membatasi kekayaan data yang diperoleh. Kedua teknik wawancara ini dapat dilakukan secara berdampingan dalam satu fokus penelitian.

Wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melalui wawancara secara langsung (personal atau Face Interview) dan wawancara dengan melalui telepon (Telephone Interview).

a. Wawancara secara langsung (personal atau Face Interview)

Wawancara dilakukan untuk mendaparkan data yang diinginkan guna melengkapi data primer dalam penelitian ini, sehingga tatap muka atau komunikasi secara langsung anatara peneliti dengan subjek yang diteliti perlu dilakukan. Wawancara dilakukan di beberapa tempat yaitu di rumah OS pimpinan kesenian beluk grup tersebut, di rumah Ai yang melakukan hajatan yang


(39)

beralamat di Kampung Cikaramas Desa Pasigaran Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

b. Wawancara melalui Telepon (Telephone Interview)

Teknik ini dapat mengatasi kelemahan wawancara tatap muka, selain ekspresi peneliti dan responden tidak dapat saling melihat juga keuntungan geografis yang berimbas pada masalah finansial yang relatif lebih mudah, murah dan lebih cepat. Namun dalam pelaksanaannya terjadi beberapa kendala teknis yang kurang menguntungkan, seperti terputusnya hubungan telepon, terbatasnya jumlah pertanyaan yang dapat diajukan karena durasi pembicaraan dengan telepon antara peneliti dengan subjek yang diteliti paling lama rata-rata antara 5 sampai dengan 10 menit.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap beberapa responden yang diantaranya adalah pimpinan lingkung seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern yaitu Otong Sujana (71 th) untuk mendapatkan data mengenai sejarah terbentuknya grup Pusaka Jaya Sari Modern, bentuk petunjukan, jenis pupuh yang digunakan, kekhasan dari seni beluk termasuk ornamentasinya, teknik vokal, proses regenerasi pada grup tersebut termasuk pembelajarannya dan mengetahui wawacan yang digunakan pada grup tersebut, dalam acara apa, pupuh apa yang digunakan dan keterkaitan pupuh dengan wawacan. Ade (60 th) untuk mengetahui makna seni beluk bagi pemain dan makna simbolik dalam seni beluk, Ade Suparman (35 th) sebagai pemain dan menejer grup tersebut. Data yang ditanyaakan pengolahan penghasilan, pengaturan pementasan, makna seni beluk menurut generasi muda. Enceng Rohana (40 th) data yang ditanyakan mengenai


(40)

cara belajar seni beluk di grup tersebut menurut pemain serta ornamentasi dalam membeluk.

Pemain yang lain seperti Domo (50 th), Aso (40 th), Ade (42 th), Dia (65 th) melengkapi jawaban dari rekan-rekannya. Ai orang yang hajatan data yang didapat mengenai makna seni beluk menurut masyarakat. Pemerintah setempat menanyakan mengenai dukungan pemerintah terhadap upaya pelestarian seni di daerah tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaring data-data primer yang berkaitandengan permasalahan bentuk penyajian kesenian beluk dan fungsi seni beluk pada masyarakatnya. Pedoman wawancara terlampir.

3. Dokumentasi

Teknik dokumenter adalah suatu teknik pengumpulan data dari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti. Objek yang diteliti pada konteks ini adalah mengenai perubahan fungsi seni beluk di masyarakat, berdasar analisis penyajian seni beluk grup Pusaka Jaya Sari Moderen pimpinan OS yang beralamat di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Teknik ini dilakukan untuk menghimpun berbagai informasi dan dokumen yang berhubungan dengan penelitian, dokumen-dokumen itu didapat dengan cara merekam proses Penyajian, wawancara tentang seni beluk. Dokmentasi lain yang didapat adalah buku cerita wawacan dalam tulisan arab, piala penghargaan, dan piagam penghargaan. Data ini didapat secara visual dengan melakukan pemotretan dan perekaman audio visual terhadap pertunjukan.


(41)

4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari data dari sumber skunder baik bentuk tulisan atau bacaan yang berupa buku sumber yang terkait, tesis, sekripsi, jurnal, laporan penelitian, artikel budaya, dokumen pribadi dan karya ilmiah lainnya yang terkait dengan topik ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya duplikasi ihwal studi yang dilakukan peneliti dan sebagai reperensi dalam penelitian ini, serta sebagai landasan teori dalam memecahan permasalahan yang diteliti.

F. Pengolahan Data

Data-data yang terkumpul dalam penelitian harus diolah, agar data yang didapat menjadi bermakna yaitu dengan cara melakukan analisis dan interpretasi sehingga mempertajam kepekaan terhadap data yang terkumpul. Langkah tersebut membantu untuk mempermudah dalam pengkategorisasian data serta uji validitas untuk menghindari bias dan reactivity terhadap data yang didapat. Ancaman ini akan timbul apabila dalam pemilihan dan pengolahan data dalam hal ini mengenai seni beluk tidak tepat dan tidak lengkap. Berdasar hal tersebut maka data yang didapat harus serinci dan sedetail mungkin, sehingga dapat menghalau ancaman terhadap kesahehan, keistiqomahan penelitian yang kita lakukan, dalam hal ini adalah mengenai perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat dalam wawacan Danumaya.


(42)

Pengolahan data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang diteliti yaitu mengenai bentuk penyajian kesenian beluk dan fungsi seni beluk pada masyarakat. Bukti fisik berupa photo dan audio visual direduksi sesuai dengan yang dibutuhkan. Kegiatan akhir setelah data yang terkumpul diperkirakan memiliki tingkat kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan, maka dilanjutkan dengan penganalisisan dan penapsiran data.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan suatu cara untuk memeriksa keabsahan data yang kita ketahui dari hasil penelitian. Proses analisis data dilakukan peneliti dengan melalui tiga pendekatan, yaitu analisis data sebelum di lapangan, analisis data selama di lapangan, dan analisis data setelah di lapangan. Data di atas dianalisis dengan menggunakan triangulasi yaitu pengkajian data dengan cara membandingkan data yang didapat dari beberapa sumber dalam hal ini adalah pimpinan grup dan pemainnya serta masyarakat setempat, yang kemudian beberapa data ditinjau kembali berdasar telaah pustaka, untuk menghasilkan data yang akurat. Wahyudin (2010:4) mengungkapkan bahwa: “triangulasi dalam penelitian berarti para penyelidik dapat meningkatkan penyelidikan-penyelidikan mereka dengan mengumpulkan dan mempertemukan (mengintegrasikan) jenis data berbeda yang membahas fenomena yang sama”. Artinya data yang didapat dari sumber pertama dan seterusnya dapat diintegrasikan berdasar topik dan permasalahan yang ingin dipecahkan.


(43)

Analisis data dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data skunder yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian yang sifatnya masih sementara yang dilanjutkan terhadap analisis data dari lapangan. Observasi awal dalam studi pendahuluan analisis data mana yang relevan dengan fokus penelitian, kamudian baru dilakukan observasi tahap selanjutnya untuk mendapatkan data dan pengembangan teori selanjutnya. Berdasar langkah-langkah tersebut maka tidak akan terjadi penumpukkan data yang sia-sia, hal ini tidak akan terjadi jika kita lakukan strategi di atas.

Analisis data lanjutan harus diperkuat oleh hasil analisis data pada studi pendahuluan, dengan menganalisis ulang semua hasil observasi dan wawancara. Semua data skunder yang didapat baik audio, visual maupun dokumen berupa foto, dianalisis sebagai penguat data primer. Selama berlangsung penganalisisan data awal yang berhubungan dengan topik Seni Beluk dalam wawacan Danumaya di lingkung Seni Pusaka Jaya Sari Modern, harus dibuat pengkatagorisasian data ke dalam bagian-bagian yang memiliki keterkaitan. Langkah selanjutnya dilakukan sintesiasi guna disusun menjadi “hipotesis kerja” yang mendalam dan tajam sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, menurut Milles dalam Huberman (1992:15-20) dalam Moleong (2000:91) mengungkapkan bahwa: “Analisis data dilakukan secara intensif secara terus menerus sampai tuntas. Tahap dalam analisis data yaitu: (1) reduksi data; (2) penyajian data; (3) Penarikan kesimpulan/verifikasi”. Teknik analisis di atas digunakan dalam penelitian ini dengan langkah-langkah sebagai berikut.


(44)

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis data mentah hasil dari pencatatan di lapangan mengenai seni beluk diklasifikasikan berdasarkan aspek permasalahan yang bertujuan mempertajam, memilih dan memfokuskan data sedemikian rupa sehingga tepat sasaran dan kesimpulan akhir dari penelitian mudah dipahami. Penyederhanaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mereduksi data mentah mengenai kesenian beluk berdasar pada permasalahan bentuk penyajian seni beluk dan fungsi seni beluk di masyarakat.

2. Penyajian

Penyajian data atau display data mengenai seni beluk dilakukan agar mempermudah bagi peneliti untuk melihat gambaran data secara keseluruhan yang disajikan dalam bentuk uraian lengkap dan terperinci. Data yang telah direduksi kemudian di tandai data mana yang relepan dengan pokus penelitian serta disajikan dalam sebah laporan penelitian. Setelah direduksi maka data disajikan secara tertulis dan sistematis mengenai bentuk pertunjukan seni beluk dan fungsi seni beluk di masyarakatnya. Data yang disajikan penulis merupakan kesimpulan atau bahasan temuan.

3. Pengambilan kesimpulan/verifikasi

Langkah terakhir dalam analisa adalah pengambilan kesimpulan data. Kesimpulan terhadap analisis data dinyatakan dalam bentuk deskripsi berdasar


(45)

pola urutannya. Secara oprasional penafsiran data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi bentuk penyajian kesenan beluk dan fungsi seni beluk di masyarakat yang sebelumnya dilakukan dengan tahap-tahap:

a. Mencari data dari sumber tertulis mengenai seni beluk.

b. Menganalisis dan merangkum data dari objek penelitian seni beluk pada grup Pusaka Jaya Sari Modern.

c. Membaca hasil analisis dan merangkuman hasil penelitian secara teliti mengenai bentuk pertunjukan seni beluk dan fungsi seni beluk di masyarakat pada grup Pusaka Jaya Sari Modern.

Selanjutnya pada tahap akhir peneliti membuat kesimpulan, tetapi setiap kesimpulan dalam tahap penelitian dapat diverifikasi selama penelitian berlangsung. Komponen analisis data di atas, sebagai model interaktif dapat digambarkan sebagai berikut.

Diagram 3:1

KOMPONEN ANALISIS TRIANGULASI DATA

Wawancara

udi Pustaka Observasi

Sumber didapat dari Moleong dibuat skema oleh lilis Pengumpulan

data: Wawancara Observasi Studi Pustaka Dokumentasi Reduksi data Penyajian data Menarik kesimpulan


(46)

H. Penulisan Laporan

Kegiatan akhir setelah data yang telah terkumpul diperkirakan memiliki tingkat kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan dengan berpijak pada pengolahan data dan analisis data yang diperoleh maka tertuang dalam kerangka penulisan berupa deskriptif.


(47)

211 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat yang dilakukan pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern beralamat di Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan yang diharapkan dapat mendukung hasil penelitian.

Kesenian beluk memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat peladang, dalam konteks ini khususnya masyarakat daerah tersebut. Hal ini terjadi karena kesenian beluk merupakan salah satu perwujudan kebudayaan suatu daerah, sebagai suatu simbol identitas unik yang mencerminkan ciri khas dari masyarakatnya. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip luhur yang ada di dalam seni beluk, layak dijungjung tinggi keberadaannya, dengan tujuan untuk melestarikan dan pewarisan kesenian beluk agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Upaya pelestarian dan pewarisan kesenian beluk telah dilakukan oleh grup tersebut.

Perubahan bentuk pertunjukan seni beluk pada grup Pusaka Jaya Sari Modern, dilakukan dengan cara mengembangan materi sajinya. Bentuk materi sajian pertunjukan seni beluk pada grup tersebut, dikembangkan menjadi tiga bentuk yaitu bentuk seni beluk buhun, bentuk seni beluk-celempung, dan bentuk lukpong. Ketiga bentuk di atas, dilihat dari materi sajian beluknya pada dasarnya


(48)

sama, walau dalam bentuk penyajiannya terjadi kolaborasi dengan kesenian lain. Persamaan tersebut terdapat pada jenis pupuh yang dipertunjukan, senggol, tata cara, etika penyajian, dalam konteks pertunjukan yang sama tidak mengalami perubahan. Apabila konteksnya upacara , maka pertunjukan seni beluk buhun, beluk celempung, maupun lukpong, pada saat tersebut dilaksanakan berdasar aturan yang berlaku.

Perubahan terjadi pada urutan penyajian materinya. Penyajian bentuk beluk buhun yang dibagi tiga tahapan yaitu bagian persiapan, isi pertunjukan, dan penutup. Tahap persiapan terdiri dari menyediakan dan mengecek sarana prasarana pertunjukan, sambutan dan doá. Tahap isi dari awal sampai akhir pertunjukan, melantunkan beluk saja. Lagu-lagu yang dipertunjukan hanya menyajikan lagu pupuh dalam wawacan tersebut. Secara musikal, wilayah melodi lagu, ornamen, pola interval, dan unsur lainnya masih bersifat sederhana. Namun pada saat pertunjukannya, melodi dasar dalam lagu pupuh tersebut dikembangkan berdasarkan kemampuan pemainnya. Sekitar tahun 1980-an, dalam pertunjukan beluk buhun pun lagu pupuh yang disajikan sudah mengalami perkembangkan, seperti halnya dalam beluk celempung dan lukpong.

Bentuk pertunjukan beluk celempung sama halnya dengan proses pertunjukan beluk buhun. Lagu beluk yang disajikan, tata cara, etika pertunjukan, dan aturan lainnya pada dasarnya sama. Perbedaannya terletak pada kadar kehikmat. Materi yang disajikan tidak hanya lagu pupuh dalam wawacan tersebut, Pada pembukaan ditampilkan lagu Kembang Gadung dan Kidung. Selanjutnya meneruskan cerita wawacan dengan lagu pupuh selanjutnya. Setiap akhir pada


(49)

dalam pupuh tersebut dilanjutkan dengan alok dan di tengah pertunjukan di tampilkan lagu-lagu kiliningan atau kawih dalam wanda celempungan. Selanjutnya meneruskan cerita wawacan tersebut dan diakhiri dengan doa penutup. Dilihat dari lagu pupuh yang ditampilkan perbedaanya terletak pada jumlah lagu pupuh yang disajikankan lebih sedikit, durasi melantunkan pupuh berkurang, Pengulangan kalimat wawacan dengan saling bersahutan dan improvisasi pemain durasinya berkurang, serta tempo permainan lebih cepat.

Bentuk yang ketiga yaitu bentuk lukpong, pada dasarnya sama dengan beluk celempung, urutan penyajian lagu yang disajikan di awal, tengah, maupun akhir pertunjukan. Perbedaannya adalah pada saat selingan, hiburan di tengah pertunjukan materi sajinya adalah lagu kiliningan dalam wanda jaipongan. Perbedaan unsur-unsur musikal dalam penyajian pupuh, terletak pada tempo pertunjukan lebih cepat, penggunaan ornamentasi dan kesempatan untuk melakukan improvisasi menjadi berkurang, sedangkan nada-nada akhir, interval dalam melodi tetap sama dengan bentuk pertunjukan di atas. Ketiga bentuk pertunjukan tersebut, terdapat persamaan lain yaitu jenis senggol yang digunakan. Secara umum yang sering digunakan adalah senggol rancag buhun, kolear, pamuradan, dan jalendra. Persamaan lain adalah teknik ornamentasi khas seni beluk grup ini, yang dikenal dengan sebutan bengék.

Berdarar paparan di atas, maka perubahan pada bentuk pertunjukan terjadi pada struktur penyajian yang di dalamnya mengkolaborasikan seni beluk dengan kesenian celempungan dan jaipongan. Perubahan tersebut memberi pengaruh


(50)

terhadap karakter pertunjukan dan fungsi di masyarakat pendukungnya. Secara esensi seni beluk itu tidak berubah.

Perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat terjadi sesuai dengan konteks dan bentuk pertunjukannya. Pertunjukan seni beluk buhun yang dipentaskan dalam upacara 40 hari kelahiran bayi, hitanan, maupun pernikahan memiliki fungsi ritual. Pertunjukan seni beluk celempung dan lukpong dalam upacara 40 hari kelahiran bayi, khitanan, dan pernikahan, selain memiliki fungsi ritual berfungsi pula sebagai hiburan. Seni beluk buhun lebih dominan fungsi ritual, sedangkan pada beluk cempung dan lukpong fungsi yang dominan adalah fungsi hiburan.

Perubahan fungsi seni beluk yang kedua terjadi dalam upacara ritus desa dan upacara memperingati kemerdekaan negara RI. Pertunjukan seni beluk dalam acara ini mengalami perubahan fungsi dari fungsi yang bersifat sakral menjadi fungsi yang bersifat pseudo ritual yaitu ritual yang semu. Hal ini terjadi karena dalam pertunjukannya tidak dilengkapi dengan sesaji dan ciri-ciri pertunjukan ritual lainnya. Berdasar hal itu maka pada upacara ini, seni beluk digunakan sebagai sarana pengikat solidaritas masyarakatnya.

Perubahan fungsi yang ketiga, terjadi pada pertunjukan seni beluk dalam acara pasanggiri. Bentuk yang dipentaskan adalah seni beluk buhun yang telah diolah berdasar aturan yang ditentukan dalam konteks tersebut. Nilai-nilai estetis dalam pertunjukan, menjadi fokus perhatian. Berdasarkan proses pengolahan dan konteksnya, maka seni beluk dalam acara pasanggiri mengalami perubahan fungsi


(51)

dari fungsi yang bersifat sakral menjadi bersipat profan. Dengan demikian maka seni beluk dalam konteks ini berfungsi sebagai pendidikan dan fungsi estetis.

Faktor-fator yang mempengaruhi perubahan adalah faktor informasi dan kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pemahaman seni dan budaya masyarakatnya. Hal ini membuat pandangan masyarakat menganggap kesenian lokal itu kolot. Faktor lain adalah pengaruh dari ekonomi, politik, pendidikan dan upaya senimannya untuk mengembangkan seni tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, maka seni beluk di masyarakat Kampung Cikaramas telah mengalami perubahan bentuk pertunjukan yang diikuti dengan perubahan fungsi. Fungsi ritual yang bersifat sakral terdapat pada pertunjukan beluk buhun. Fungsi Pseudo ritual terdapat pada bentuk pertunjukan beluk celempung. Fungsi Pseudo ritual yang mengarah pada hiburan pribadi, terdapat pada bentuk pertunjukan lukpong. Fungsi beluk sebagai hiburan pribadi terdapat pada acara perayaan hari kemerdekaan RI dan syukuran Desa. Fungsi pendidikan dan estetis terdapat pada acara pasanggiri. Dengan demikian maka fungsi seni beluk di masyarakat Kampung Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, telah mengalami perubahan fungsi yang bertahap dari sakral menuju profan.

B. Saran dan Implikasi

Kelangsungan hidup kesenian tradisional tergantung pada kesenian itu sendiri, pendukungnya, maupun tempat tumbuh dan berkembangnya. Begitu pula halnya dengan kesenian beluk grup Pusaka Jaya Sari Modern di Kampung


(52)

Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang pimpinan Otong Sujana. Kesenian beluk yang merupakan salah satu kesenian local genius perlu adanya revitalisasi serta mendapat perhatian dan upaya-upaya baik dari seniman, pemerintah, maupun masyarakatnya. Upaya tersebut bukan hanya tarap pelestarian saja tetapi perlu adanya proses regenerasi supaya tidak punah. Berdasar hal itu, maka memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk semua pihak.

1. Bagi Pemerintah

Kesenian di suatu daerah bukan hanya sekedar aset yang dimusieumkan dan dijadikan kebanggan masa lalu, tetapi yang lebih penting lagi adalah potensi kesenian yang ada dijadikan inspirasi penciptaan di masa kini. Hanya dengan cara inilah kesenian akan tetap hidup dan dinamis, tetapi bukan berarti merubah keaslian kesenian tersebut. Berdasar hal tersebut maka peneliti mengusulkan agar pemerintah daerah lebih banyak memprogramkan kegiatan-kegiatan pembenahan sarana kesenian, peningkatan sarana apresiasi masyarakat dengan mengadakan berbagai pertunjukan kesenian tradisional.

2. Bagi Grup Seni Beluk Pusaka Jaya Sari Modern

Tulisan dalam tesis ini, bukan dimaksudkan untuk menyudutkan grup seni beluk tersebut, tetapi alangkah bijaknya apabila dilihat sebagai kritik dan kajian membangun bagi pengembangan grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern. Citra dan cita seni beluk grup tersebut harus tetap dipertahankan sebagai jati diri dengan


(53)

peningkatan kualitas kekaryaannya. Langkah yang terbaik adalah ciptakanlah kreativitas terus menerus, sampai kemudian tercipta generasi kreatif berikutnya sebagai generasi penerus dari generasi yang ada sekarang.

3. Bagi Masyarakat

Salah satu upaya dalam pengembangan kesenian di daerah tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan dari masyarakat. Tanpa dukungan dari masyarakat maka segala macam program pemerintah mustahil tercapai, bahkan menjadi tidak berarti dan hanya slogan saja. Alangkah bijaknya apabila masyarakat mulai memikirkan keberadaan kesenian tradisional dalam konteks ini adalah khususnya kesenian beluk di daerah Sumedang di Jawa Barat.

4. Bagi Pendidikan

Kesenian daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai tradisi sebagai identitas dan jati diri bangsa. Nilai-nilai tradisi tersebut mengandung makna pendidikan bagi pemiliknya dan dapat membentuk karakter masyarakatnya. Berdasarkan hal itu maka kesenian daerah dalam konteks ini adalah kesenian beluk yang memliki nilai-nilai pendidikan di dalamnya, dapat diangkat menjadi salah satu materi ajar dalam pendidikan seni sebagai bahan dalam meningkatkan kreativitas peserta didik dan membentuk pendidikan yang berkarakter kedaerahan. Alangkah bijaknya apabila pendidikan khususnya pendidikan seni kini mulai membuat pembelajaran yang berbasis kesenian daerah.


(54)

218

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar, A. (2009). Pokoknya Kualitatif. Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Bratawidjaja, Wiyasa. T. (1990). Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Budidharma, PRA. (2001). Seni Pustaka Musik Farabi Metode Vokal Profesional. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Christy, V. (1977). Fondation In Singing. Lowa: W. Mc. Brown Company. Publisher.

Danasasmita, M. (1984). “Sastra Lagu Dalam Tembang Sunda”. Bandung: Proyek pengembangan Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek ASTI.

Denzin, N.K. dan Lincolen, Y.S. (2009). Hand book of Qualitative Research (terjamah bahasa Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djohan. (2009). Psikologi Musik. Yogyakarta: Best Publisher.

Ekadjati, Edi. S. (1995). Kebudayaan Sunda. Bandung: Pustaka Jaya. Endang, S. (1988). PengajaranTembangSunda. Bandung: Pelita Masa.

Fedyani, A. (2006). Antropologi Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hadi, Sumandio.Y. (2006). Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Buku Pustaka.

Hartomo, (2001). Upacara Ritual. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hermawan, D. (1983). “Fungsi Olah Vokal dalam Penyajian Kawih”. Bandung: ASTI.

(2002). Etnomusikologi. Beberapa Permasalahan Dalam Musik Sunda. Bandung: STSI Press.

Hesti, R.M. (2001). KesenianBeluk Pancawarna di Kampung Pojok Tengah Desa Cikahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandun. Skripsi FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

.


(1)

Cikaramas Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang pimpinan Otong Sujana. Kesenian beluk yang merupakan salah satu kesenian local genius perlu adanya revitalisasi serta mendapat perhatian dan upaya-upaya baik dari seniman, pemerintah, maupun masyarakatnya. Upaya tersebut bukan hanya tarap pelestarian saja tetapi perlu adanya proses regenerasi supaya tidak punah. Berdasar hal itu, maka memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk semua pihak.

1. Bagi Pemerintah

Kesenian di suatu daerah bukan hanya sekedar aset yang dimusieumkan dan dijadikan kebanggan masa lalu, tetapi yang lebih penting lagi adalah potensi kesenian yang ada dijadikan inspirasi penciptaan di masa kini. Hanya dengan cara inilah kesenian akan tetap hidup dan dinamis, tetapi bukan berarti merubah keaslian kesenian tersebut. Berdasar hal tersebut maka peneliti mengusulkan agar pemerintah daerah lebih banyak memprogramkan kegiatan-kegiatan pembenahan sarana kesenian, peningkatan sarana apresiasi masyarakat dengan mengadakan berbagai pertunjukan kesenian tradisional.

2. Bagi Grup Seni Beluk Pusaka Jaya Sari Modern

Tulisan dalam tesis ini, bukan dimaksudkan untuk menyudutkan grup seni beluk tersebut, tetapi alangkah bijaknya apabila dilihat sebagai kritik dan kajian membangun bagi pengembangan grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern. Citra dan cita seni beluk grup tersebut harus tetap dipertahankan sebagai jati diri dengan


(2)

217

peningkatan kualitas kekaryaannya. Langkah yang terbaik adalah ciptakanlah kreativitas terus menerus, sampai kemudian tercipta generasi kreatif berikutnya sebagai generasi penerus dari generasi yang ada sekarang.

3. Bagi Masyarakat

Salah satu upaya dalam pengembangan kesenian di daerah tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan dari masyarakat. Tanpa dukungan dari masyarakat maka segala macam program pemerintah mustahil tercapai, bahkan menjadi tidak berarti dan hanya slogan saja. Alangkah bijaknya apabila masyarakat mulai memikirkan keberadaan kesenian tradisional dalam konteks ini adalah khususnya kesenian beluk di daerah Sumedang di Jawa Barat.

4. Bagi Pendidikan

Kesenian daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai tradisi sebagai identitas dan jati diri bangsa. Nilai-nilai tradisi tersebut mengandung makna pendidikan bagi pemiliknya dan dapat membentuk karakter masyarakatnya. Berdasarkan hal itu maka kesenian daerah dalam konteks ini adalah kesenian beluk yang memliki nilai-nilai pendidikan di dalamnya, dapat diangkat menjadi salah satu materi ajar dalam pendidikan seni sebagai bahan dalam meningkatkan kreativitas peserta didik dan membentuk pendidikan yang berkarakter kedaerahan. Alangkah bijaknya apabila pendidikan khususnya pendidikan seni kini mulai membuat pembelajaran yang berbasis kesenian daerah.


(3)

218

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar, A. (2009). Pokoknya Kualitatif. Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Bratawidjaja, Wiyasa. T. (1990). Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Budidharma, PRA. (2001). Seni Pustaka Musik Farabi Metode Vokal Profesional. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Christy, V. (1977). Fondation In Singing. Lowa: W. Mc. Brown Company. Publisher.

Danasasmita, M. (1984). “Sastra Lagu Dalam Tembang Sunda”. Bandung: Proyek pengembangan Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek ASTI.

Denzin, N.K. dan Lincolen, Y.S. (2009). Hand book of Qualitative Research (terjamah bahasa Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djohan. (2009). Psikologi Musik. Yogyakarta: Best Publisher.

Ekadjati, Edi. S. (1995). Kebudayaan Sunda. Bandung: Pustaka Jaya. Endang, S. (1988). PengajaranTembangSunda. Bandung: Pelita Masa.

Fedyani, A. (2006). Antropologi Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hadi, Sumandio.Y. (2006). Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Buku Pustaka.

Hartomo, (2001). Upacara Ritual. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hermawan, D. (1983). “Fungsi Olah Vokal dalam Penyajian Kawih”. Bandung: ASTI.

(2002). Etnomusikologi. Beberapa Permasalahan Dalam Musik Sunda. Bandung: STSI Press.

Hesti, R.M. (2001). KesenianBeluk Pancawarna di Kampung Pojok Tengah Desa Cikahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandun. Skripsi FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

.


(4)

219

(2007). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Lembaga Basa dan Sastra Sunda. (1995). Kamus Umum Basa Sunda. Bandung: Tarate.

Kostawa, I. (2009). Gaya Petikan Kacapi Dalam Penyajian Seni Celempungan Pada Grup Lokapala Jatinangor Sumedang. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mahfud, C. (2008). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moleong, J. Lexi. (2000). Metodologi Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhada, M. (1995). “Analisis Teknik Vokal Dalam Tembang Sunda Cianjuran”. Bandung: IKIP.

Rahmawati, Y. (2005). Musik Sebagai Pembentuk Budi Pekerti. Yogyakarta: Panduan.

Patahudin, D.A. (2002). Seni Beluk Mitra Sunda Desa Cipaus Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandun. (Kajian Teknik Vokal). Skripsi STSI Bandung: tidak diterbitkan.

Poerwanto, H. (2000). Kebudayaan Dan Lingkungan: Dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar offset.

Setiawan,I., Rachmat, I. (1996). Seni karawita. Bandung: CV Geger Sunten. Setyobudi., Munsi, M. F., Setyaningsih, D.P., Sugianto. (2007). Seni Budaya.

Jakarta: Erlangga.

Soedarsono, R.M. (2003). Seni Pertunjukan Dari Perspektif Politik, Sosial dan Ekonomi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(2002). Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sopandi, A. (1988). Kamus Istilah Karawitan Sunda Buhun Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

(1992). Lagu Pupuh, Pengetahuan Dan Notasinya. Bandung: C.V. Pustaka Buana.


(5)

(1975). “Teori Dasar Karawitan”. Bandung Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia Sub. Proyek ASTI Bandung.

Suhaeri, W. (1984). TinjauanDeskriptif Karawitan Seni Beluk.Tugas akhir sarjana muda ASTI Bandung: tidak diterbitkan.

Sukanda, E. (1984). “Tembang Sunda Cianjuran Sekitar Pembentukan dan Perkembangannya”. Proyek Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumardjo, J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

(2006). Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Perss STSI Bandung.

Supanggah, R. (1995). Etnomusikologi. Surakarta : Yayasan Bentang Budaya. Suratno, N., Warnika, K . (1983). “Pengetahuan Karawitan Sunda”. Bandung:

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Suwandi, T. (2009). Kontinuitas dan Perkembangan Musik Gambang Kromong Betawi Grup Sinar Pusaka Cibubur Jakarta timur. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

UPI, (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI

Wiradiredja, Y.H.M., Hermawan, D., Herdini, H., Ruswandi, T., Sarinah, R.& Wiardi, D. (2003). “Tembang Sunda Cianjuran”. Bandung: Dinas P&K Kab. Cianjur dan STSI Bandung.

Zoetmulder, P.J. (1982). Javanese English Old Dictionary. Gravenhage: Martinusny hoff.

Sumber Pustaka Internet

Ardana, I.K. (2010). Fungsi Karawitan Bali Di Yogyakarta: Sebuah Tinjauan Kontekstual. http://m.fungsi-Karawitan-Bali.go.id (Desember 2010).

Endraswara, S. (2010). Kajian Budaya Religi dan Ritual. (UGM Press). http://m.endo/2010/studi -religi-ritual-antro.go.id (September 2010).

Fitriansyah, E. (2010). Fungsi Seni Dalam Hidup Manusia.

http://m.anakciremai/2010/fungsi-seni.go.id (Pebruari 2011).

Harini, (2010). Fungsi Seni Bangren. http://m.harini/2010/fungsi-seni,go.id (Pebruari 2011)


(6)

221

Hartoto. (2009). Penelitian Deskriptif. http://www.penalaran-unm.org/index.php. / artikel - nalar/ penelitian /163-penelitian-deskriptif.html (Pebruari 2011) Kosasih, E. (2009). Eksistensi dan Regeneras: Studi Kasus Seni Beluk Pusaka

Mekar di Kampung Cipulus Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. http://m.tasikmalayakab.go.id 112 Maret 2010).

Phetex. Urang Banjar.Com. Seni Resitasi Madihin. profil pentas seni sastra lisan tradisional Banjar. http://m.seni-resitasi-madhin-profil-pentas.go.id (Januari 2011).

Schener,R. (2010). Seni pertunjukan Indonesia. http://m.seni-pertunjukan-indonesia-seni.go.id (Pebruari 2011).

Sedyawati, E. (2010). Inisiasi Buah dari Adopsi Agama. http://m.gong-majalah-seni-budaya.go.id (Pebruari 2011).

Siregar. (1985). Komunikasi sosial. http://m.Komunikasi sos.go.id 17 Oktober 2010)

Sukanto, A. (2010). Seni pertunjukan wayang ruwatan, kajian fungsi dan makna. http://m.seni-pertunjukan-ruwatan-kajian.go.id (Januari 2011)

Voschoir, (2007). Unsur-unsur Teknik Vokal.

http://cepspenza,blogspotcom/2007/06/seni-adalah-ungkapan-perasaan-seseorang.html (Pebruari 2011)

Wiroharjo, A. (2008). Fungsi seni. http://wiroharjo.blogspot.com/2008/04/fungsi-seni.html (Januari 2011).

Daftar Nara Sumber.

Ade. (60 th). Pekerjaan: Petani Ladang. Alamat: Kampung Cikaramas.

Ade Suparman. (35 th). Pekerjaan: Petani Ladang. Alamat: Kampung Nangkod. Ai. (38 th). Pekerjaan: Ibu rumah tangga. Alamat: Kampung Cikaramas.

Enceng Rohana. (40 th). Pekerjaan: Petani Ladang. Alamat: Kampung Sukamaju. Otong Sujana. (71th). Pekerjaan; Petani Ladang. Alamat: Kampung Cikaramas. Uus Karwati, S. Kar. M.Sn. Pekerjaan Dosen.