Sitotoksisitas fraksi protein daun mimba [Azadirachta indica A. Juss] FP10, FP20, FP30, dan FP40 terhadap kultur sel myeloma.
x
INTISARI
Kanker merupakan jenis tumor ganas yang menjadi penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular. Telah banyak dikembangkan pengobatan antikanker menggunakan obat tradisional, salah satunya adalah daun mimba. Berdasarkan penelitian yang sebelumnya, diketahui bahwa daun mimba pada fraksi 30% memiliki sitotoksisitas yang paling tinggi dibandingkan fraksi 60% dan fraksi 100% terhadap sel Myeloma dan paling berpotensi sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan melakukan fraksinasi lebih lanjut untuk mengetahui keberadaan protein yang mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel Myeloma.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola satu arah. Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro terhadap sel Myeloma dan sel Vero menggunakan metode MTT (3-4(4,5-dimetil-diazol-2-il)-2,5-diphenil tetrazolium bromid). Fraksi protein diperoleh dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%. Hasil uji dinyatakan dalam persentase kematian dan nilai LC50 dan selanjutnya dihitung menggunakan uji T.
Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa FP10 memiliki sitotoksisitas paling besar terhadap sel Myeloma dan sel Vero. Harga LC50 untuk FP10, FP20, FP30, dan FP40 berturut-turut untuk sel Myeloma adalah 0,01 ng/ml; 0,57µg/ml; 0,73µg/ml; dan 2.07µg/ml. Sedangkan untuk sel Vero adalah 0,24 ng/ml; >1g/ml; 0,01ȝg/ml; dan >1g/ml. FP30 menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) tetapi dilihat dari nilai LC50-nya untuk sel Vero, FP30 memiliki nilai LC50 yang lebih kecil dibandingkan sel Myeloma. Berarti FP30 lebih bersifat toksik terhadap sel Vero dibandingkan dengan sel Myeloma, sehingga kurang baik untuk diterapkan dalam pengobatan kanker.
(2)
xi
ABSTRACT
Cancer is a disease to cause death only exceeded by cardiovaskular disease. Alternative therapy and traditional medicine had been developed to treat cancer, one of them is neem leaves. Previously research showed that protein fraction 30% had highest cytotoxic activity compare to that of protein fraction 60% and 100% against Myeloma cells and consider to be the most potential fraction as anticancer. This research aim to carried out a further fractination of protein fraction of neem leaves to investigate the existence protein having cytotoxic activity against Myeloma cells.
This research was an experimental research with complete random design one way pattern. The cytotoxic activity assay was conduted against Myeloma and Vero cells in vitro using MTT (3-4(4,5-dimetil-diazol-2-il)-2,5-diphenil tetrazolium bromid) method. Protein fractions were obtained by precipitating with ammonium sulphate with the concentration of 10%, 20%, 30% and 40%. Data expressed by percentage of death and LC50 value and were calculate by T test.
The result showed that FP10 had the highest cytotoxic activity against Myeloma and Vero cells. LC50 value of FP10, FP20, FP30, and FP40 for Myeloma cells are 0,01ng/ml; 0,56ȝg/ml; 0,71 ȝg/ml; dan 2,04 ȝg/ml. While for Vero cells are 0,24ng/ml; >1g/ml; 0,01ȝg/ml; dan >1g/ml. FP30 differ manifestly with cytotoxicity Vero cells (p<0.05) but LC50 of FP30 for Vero cells is smaller than Myeloma cells, so it’s less good to be use as medication of cancer.
(3)
i
SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP10, FP20, FP30, dan FP40
TERHADAP KULTUR SEL MYELOMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Alfonsia Purnamasari NIM : 038114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
ii
SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP10, FP20, FP30, dan FP40
TERHADAP KULTUR SEL MYELOMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Alfonsia Purnamasari NIM : 038114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang terbaik adalah karya hasil dari pengorbanan diri
Karya ini walau bukan yang terbaik bagi orang lain, tetapi terbaik bagi diriku (Shary)
Kupersembahkan karya ini untuk
Jesus Christ yang selalu menyertaiku dalam segala hal
Papa, Mama, Bude, my brothers n’ sister Ius, Adit, Onna
Yang selalu memberi doa, semangat dan dukungan
Untuk teman-teman terbaikku dan Almamaterku tercinta
(8)
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis bisa
menyelesaikan skripsi yang berjudul Sitotoksisitas fraksi protein daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) FP10, FP20, FP30, dan FP40 terhadap kultur sel Myeloma.
Sebagai salah satu tugas akhir di jenjang pendidikan S1, kiranya penelitian ini dapat
memberikan sumbangan informasi yang berharga bagi pengembangan obat
antikanker dari tanaman Azadirachta indica A. Juss di masa mendatang.
Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis tidak
lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa meluangkan
waktu dan pikirannya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. A. Yuswanto, Ph.D., S.U., Apt, yang telah memberikan bimbingan
selama penyusunan skripsi.
2. dr. Luciana Kuswibawati,MKes yang memberikan saran sebagai dosen
penguji skripsi.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang memberikan saran sebagai dosen penguji
skripsi.
4. Ign. Y Kristyo B, M.Si., yang telah memberikan banyak masukan dalam
identifikasi dan determinasi tumbuhan.
5. Segenap Dosen dan karyawan yang telah banyak memberikan bimbingan dan
(9)
vii
6. Mbak Yuli, Pak Rajiman, Mas Dwi dan segenap karyawan Laboratorium
Hayati UGM yang telah banyak membantu, membimbing dan menemani
dalam jalannya penelitian skripsi ini.
7. Arry, Candra, Robby dan Nadia yang telah memberi masukan-masukan dan
diskusi dalam terselesainya skripsi ini.
8. Mama, Papa, Bude Sur, Ius dan segenap keluarga yang bersedia
mendengarkan keluh kesahku dan atas doa dan dorongan semangat yang telah
diberikan kepadaku.
9. Vita, Jenny, Lucy, Melon, Anna, Ndari, Leea, Agnes, Wati, Mila, dan Ratih
atas kerjasama, diskusi, canda tawa dan keluh kesahnya hingga skripsi ini
bisa terselesaikan.
10. Angger, Rosa, Tata, Vera, Dita atas kesabaran mendengar keluh kesahku,
masukan dan dorongan semangat juga atas persahabatan yang indah ini.
11. Teman-teman kelas A, khususnya kelompok praktikum B atas kebersamaan
dan kerjasamanya, canda tawa dan persahabatannya yang indah.
12. Teman-teman angkatan 2003 Fakultas Farmasi Univesitas Sanata Dharma,
yang telah bersama-sama berjuang.
13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material
(10)
viii
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu penulis tidak menutup diri atas koreksi, kritik dan saran dari tulisan ini.
Penulis berharap, karya ini dapat bermanfaat dan mendorong mahasiswa angkatan
berikutnya untuk berkarya lebih baik lagi demi majunya dunia kefarmasian di
Indonesia.
(11)
(12)
x INTISARI
Kanker merupakan jenis tumor ganas yang menjadi penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular. Telah banyak dikembangkan pengobatan antikanker menggunakan obat tradisional, salah satunya adalah daun mimba. Berdasarkan penelitian yang sebelumnya, diketahui bahwa daun mimba pada fraksi 30% memiliki sitotoksisitas yang paling tinggi dibandingkan fraksi 60% dan fraksi 100% terhadap sel Myeloma dan paling berpotensi sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan melakukan fraksinasi lebih lanjut untuk mengetahui keberadaan protein yang mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel Myeloma.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola satu arah. Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro terhadap sel Myeloma
dan sel Vero menggunakan metode MTT (3-4(4,5-dimetil-diazol-2-il)-2,5-diphenil tetrazolium bromid). Fraksi protein diperoleh dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%. Hasil uji dinyatakan dalam persentase kematian dan nilai LC50 dan selanjutnya dihitung menggunakan
uji T.
Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa FP10 memiliki sitotoksisitas
paling besar terhadap sel Myeloma dan sel Vero. Harga LC50 untuk FP10, FP20, FP30,
dan FP40 berturut-turut untuk sel Myeloma adalah 0,01 ng/ml; 0,57µg/ml; 0,73µg/ml;
dan 2.07µg/ml. Sedangkan untuk sel Vero adalah 0,24 ng/ml; >1g/ml; 0,01 g/ml; dan >1g/ml. FP30 menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) tetapi dilihat dari
nilai LC50-nya untuk sel Vero, FP30 memiliki nilai LC50 yang lebih kecil
dibandingkan sel Myeloma. Berarti FP30 lebih bersifat toksik terhadap sel Vero
dibandingkan dengan sel Myeloma, sehingga kurang baik untuk diterapkan dalam pengobatan kanker.
(13)
xi ABSTRACT
Cancer is a disease to cause death only exceeded by cardiovaskular disease. Alternative therapy and traditional medicine had been developed to treat cancer, one of them is neem leaves. Previously research showed that protein fraction 30% had highest cytotoxic activity compare to that of protein fraction 60% and 100% against
Myeloma cells and consider to be the most potential fraction as anticancer. This research aim to carried out a further fractination of protein fraction of neem leaves to investigate the existence protein having cytotoxic activity against Myeloma cells.
This research was an experimental research with complete random design one way pattern. The cytotoxic activity assay was conduted against Myeloma and Vero
cells in vitro using MTT (3-4(4,5-dimetil-diazol-2-il)-2,5-diphenil tetrazolium bromid) method. Protein fractions were obtained by precipitating with ammonium sulphate with the concentration of 10%, 20%, 30% and 40%. Data expressed by percentage of death and LC50 value and were calculate by T test.
The result showed that FP10 had the highest cytotoxic activity against Myeloma and Vero cells. LC50 value of FP10, FP20, FP30, and FP40 for Myeloma cells
are 0,01ng/ml; 0,56 g/ml; 0,71 g/ml; dan 2,04 g/ml. While for Vero cells are 0,24ng/ml; >1g/ml; 0,01 g/ml; dan >1g/ml. FP30 differ manifestly with cytotoxicity Vero cells (p<0.05) but LC50 of FP30 for Vero cells is smaller than Myeloma cells, so
it’s less good to be use as medication of cancer.
(14)
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... .. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI... x
ABSTRACT... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING... xxi
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah ... 2
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian... 3
B. Tujuan ... 4
1. Tujuan umum…… ... 4
(15)
xiii
BAB II PENELAAH PUSTAKA ... 5
A. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)... 5
1. Keterangan Botani... 5
2. Nama Daerah... 5
3. Deskripsi ... 5
4. Kandungan kimia ... 6
5. Kegunaan ... 6
B. Protein ... 7
C. Kanker………. ... 7
D. Sel Myeloma………... 8
E. Sel Vero... 9
F. Uji Sitotoksisitas ... 9
G. Landasan Teori... 10
H. Hipotesis... 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 12
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 12
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 12
1. Variabel bebas... 12
2. Variabel tergantung... 12
3. Variabel pengacau terkendali... 12
4. Variabel pengacau tak terkendali ... 12
5. Definisi operasional ... 13
(16)
xiv
1. Alat ... 13
2. Bahan ... 13
D. Tata Cara Penelitian ... 14
1. Determinasi tanaman... 14
2. Pengumpulan daun mimba... 15
3. Sterilisasi alat dan bahan... 15
4. Preparasi fraksi protein daun mimba ... 15
5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV ... 16
6. Propagasi dan panen sel Myeloma... 17
a. Propagasi sel Myeloma... 17
b. Panen sel Myeloma... 17
7. Propagasi dan panen sel Vero... 18
a. Propagasi sel Vero... 18
b. Panen sel Vero... 18
8. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Myeloma. 19
9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero... 20
E. Analisis Hasil... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
A. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 22
B. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba ... 22
C. Pengukuran Konsentrasi Fraksi Protein Secara Spektrofotometer UV.. 25
D. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba terhadap sel Myeloma dan sel Vero... 26
(17)
xv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 35
A. Kesimpulan ... 35
B. Saran... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
LAMPIRAN... 38
(18)
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV dan konsentrasi protein masing-
masing fraksi protein daun mimba... 26
Tabel II. Hasil Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein terhadap sel Myeloma.... 29
Tabel III. Hasil Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein terhadap sel Vero... 31
Tabel IV. Harga LC50 hasil analisis probit pada sel Myeloma dan sel Vero 32
Tabel V. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV dan rasio serapan pada panjang
gelombang 280nm dan 260nm ... 40
Tabel VI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
indica A Juss. FP10 terhadap kultur sel Myeloma... 41
Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
indica A Juss. FP20 terhadap kultur sel Myeloma... 41
Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
indica A Juss. FP30 terhadap kultur sel Myeloma... 42
Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
indica A Juss. FP40 terhadap kultur sel Myeloma... 42
Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
indica A Juss. FP10 terhadap kultur sel Vero... 43
Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta indica
(19)
xvii
Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
indica A Juss. FP30 terhadap kultur sel Vero... 44
Tabel XIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun Azadirachta
(20)
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Foto Sel Myeloma ... 27
Gambar 2. Foto Sel Vero... 27
Gambar 3. Grafik Konsentrasi fraksi protein daun mimba VS
persen kematian sel Myeloma... 30
Gambar 4. Grafik Konsentrasi fraksi protein daun mimba VS
persen kematian sel Vero... 31
(21)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat pada derajat
kejenuhan tertentu ... 38
Lampiran 2. Cara Perhitungan Konsentrasi Protein ... 40
Lampiran 3. Absorbansi Sel Myeloma dengan Metode MTT ... 41
Lampiran 4. Absorbansi Sel Vero dengan Metode MTT ... 43
Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein Azadirachta indica A.Juss terhadap kultur sel Myeloma dengan metode MTT ... 45
Lampiran 6. Hasil analisis probit fraksi protein Azadirachta indica A.Juss terhadap kultur sel Vero dengan metode MTT ... 57
Lampiran 7. Uji distribusi data sel Myeloma dengan Kolmogorov-Smirnov ………….……….. 69
Lampiran 8. Uji distribusi data sel Vero dengan Kolmogorov-Smirnov ……….……….. 70
Lampiran 9. Hasil uji signifikansi LC50 antara sel Myeloma dan sel Vero dengan analisis statistic uji T-independent sampel...……… 72
Lampiran 10. Foto Tanaman Azadirachta indica A. Juss ... 73
Lampiran 11. Foto Daun Azadirachta indica A. Juss.………... 73
Lampiran 12. Foto ELISA reader SLT 340ATC ... 74
Lampiran 13. Foto Mikroskop Olympus...………... 74
(22)
xx
Lampiran 15. Foto 96 Well Plate... 75
Lampiran 16. Foto Spektrofotometer UV...……….……... 76
Lampiran 17. Foto Sentrifuge K PLC Series ... 76
(23)
xxi
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING
FP : Fraksi Protein
FP10 (PF10) : Fraksi protein (protein fraction) daun Azadirachta indica A.
Juss. hasil pengendapan amonium sulfat 10% jenuh
FP20 (PF20) : Fraksi protein (protein fraction) daun Azadirachta indica A.
Juss. hasil pengendapan amonium sulfat 20% jenuh
FP30 (PF30) : Fraksi protein (protein fraction) daun Azadirachta indica A.
Juss. hasil pengendapan amonium sulfat 30% jenuh
FP40 (PF40) : Fraksi protein (protein fraction) daun Azadirachta indica A.
Juss. hasil pengendapan amonium sulfat 40% jenuh
continous cell linse : sel yang berasal dari sel primer yang ditumbuhkan terus
menerus
FBS : Fetal Bovine Serum
MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid )
reagen Stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N
RPMI : Rosswell Park Memorial Institute
round single cell : sel tunggal yang berbentuk bulat
SDS : Sodium Dodesil Sulfat
tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan leher
bengkok
96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam
(24)
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Kanker adalah jenis tumor yang ganas. Kanker disinyalir merupakan
penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Baik dinegara maju
maupun di negara berkembang penderita kanker dari tahun ke tahun cenderung
makin bertambah. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, setiap tahun jumlah
penderita kanker didunia bertambah 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang
diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Kanker dapat
menimpa semua orang pada semua bagian tubuh dan pada semua golongan umur
(Anonim, 2003). Jika kanker ditemukan pada stadium dini kemungkinan
penyembuhannya cukup besar, tetapi jika telah terjadi penyebaran luas kemungkinan
penyembuhannya menjadi semakin kecil.
Penyakit kanker hingga kini termasuk salah satu penyakit yang sulit
ditemukan obatnya, terkecuali dengan operasi atau terapi kimia dan radiasi dengan
sinar . Di rumah sakitpun pengobatan kanker masih sangat terbatas sehingga
pelayanan pengobatan kanker ini juga terbatas. Biasanya pengobatan kanker bersifat
umum yaitu bisa digunakan untuk semua jenis kanker. Selain kerja obat yang tidak
selektif, obat-obat kanker juga merusak sel-sel tubuh yang normal. Karena itu sangat
diharapkan suatu antikanker yang memiliki toksisitas selektif menghancurkan sel
kanker tanpa merusak sel normal.
Perlu dikembangkan obat anti kanker dari bahan alam yang memiliki efek
(25)
Salah satu tanaman yang dipercaya dapat menyembuhkan kanker adalah tanaman
mimba. Daun mimba telah digunakan untuk antiinflamasi, antirematik, antipiretik,
penurunan gula darah, antitukak lambung, hepatoprotektor, imunopotensiasi,
antifertilitas, antivirus dan antikanker (Sukrasno, 2003).
Suatu penelitian menggunakan total protein daun mimba yang diendapkan
dengan ammonium sulfat terbukti memiliki sitotoksisitas terhadap kultur sel
myeloma (Rahmawati, 2004) meskipun daya sitotoksiknya kecil. Fraksi protein yang
diendapkan dengan amonium sulfat 30% dan 60% berpotensi sebagai antikanker,
dan pada fraksi protein 30% jenuh mempunyai efek sitotoksik yang paling tinggi
terhadap sel myeloma dan paling berpotensi sebagai antikanker (Hariyadi, 2006).
Suatu senyawa dinyatakan memiliki potensi sebagai antikanker jika memiliki nilai
LC50 lebih kecil dari 20µg/ml (Suffness and Pezzuto cit Candra, 2006).
Diharapkan penelitian dengan menggunakan fraksi protein daun mimba
yang yang lebih kecil, yaitu fraksi protein 10%, 20%, 30% dan 40% yang
diperlakukan terhadap sel Myeloma akan memberikan daya sitotoksik dan berpotensi
sebagai antikanker tanpa membunuh sel normal dengan melihat daya sitotoksik
terhadap sel Vero.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. seberapa besar nilai LC50 fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan
(26)
b. diantara fraksi protein daun mimbaFP10, FP20, FP30, dan FP40, manakah yang
mempunyai daya sitotoksisitas paling besar terhadap sel Myeloma dan Sel
Vero?
c. apakah fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan FP40 berpotensi untuk
dikembangkan sebagai antikanker jika dilihat daya sitotoksisitasnya terhadap
sel Myeloma dan sel Vero?
2. Keaslian penelitian
Sebelumnya pernah dilakukan penelitian mengenai Sitotoksisitas Fraksi
Protein Daun Mimba Hasil Pengendapan dengan Ammonium Sulfat 30%, 60% dan
100% jenuh terhadap sel Myeloma (Hariyadi, 2006). Sejauh yang diketahui penulis,
bahwa belum pernah dilakukan penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi protein daun
mimba (Azadirachta indica A.Juss) FP10, FP20, FP30, dan FP40 terhadap Kultur Sel
Myeloma.
3. Manfaat penelitian
Penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi protein daun mimba diharapkan
memiliki beberapa manfaat antara lain:
a. manfaat teoritis ialah untuk melengkapi dan memperkaya teori yang telah ada
mengenai khasiat, kegunaan dan efek sitotoksisitas fraksi protein daun mimba
terhadap sel Myeloma dengan sel Vero sebagai pembanding
b. manfaat praktis yang dapat diperoleh ialah dapat membuktikan khasiat daun
(27)
B. Tujuan Penelitian Tujuan umum:
untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A.
Juss) FP10, FP20, FP30 dan FP40 jenuh memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
senyawa antikanker.
Tujuan khusus:
a. untuk mengetahui nilai LC50 fraksi protein FP10, FP20, FP30, dan FP40 terhadap
sel Myeloma dan sel Vero
b. untuk mengetahui fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan FP40 yang
mempunyai daya sitotoksisitas paling besar terhadap sel Myeloma dan sel
Vero
c. untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan
FP40 berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker jika dilihat daya
(28)
5 BAB II
PENELAAH PUSTAKA
A. Mimba (Azarirachta indica A. Juss) 1. Keterangan Botani
Tumbuhan mimba termasuk dalam suku Meliaceae, marga Azadirachta,
jenis Azadirachta indica A. Juss. (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965).
2. Nama Daerah
Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) dengan sinonim Melia
azadirachta Linn memiliki nama daerah Jawa yaitu imba, mamba, membha,
mempheuh sedangkan nama Nusa Tenggara ialah intaran, mimba (Hutapea, 1993).
3. Deskripsi
Perawakan berupa pohon dengan tinggi 8-15m, bunga banci, batang
simpodial, kulit batang mengandung gum dan berasa pahit. Daun menyirip gasal
berpasangan, anak daun berupa helaian berbentuk memanjang-lanset-bengkok
dengan panjang 3-10cm, lebar 0,5-3,5cm, pangkal runcing tidak simetri, ujung
runcing sampai mendekati meruncing, gundul tepi daun bergerigi kasar, remasan
berasa pahit, warna hijau muda. Bunga berupa susunan malai, terletak diketiak daun
paling ujung, 5-30cm, gundul atau berambut halus pada pangkal tangkai karangan,
tangkai bunga 1-2mm, kelopak bewarna kekuningan, bersilia dengan panjang
5-7mm. Benang sari membentuk tabung benang sari, sebelah luar gundul atau
berambut pendek halus, sebelah dalam berambut rapat, panjang putik rata-rata 3mm,
gundul. Buah berbentuk bulat, hijau kekuningan 1,5-2cm, berbunga pada bulan
(29)
4. Kandungan kimia
Metabolit yang ditemukan dari tanaman mimba antara lain disentil vilasinin,
nimbandiol, 3-desasentil salanin, salanol, azadirachtin. Biji mengandung
azadirachtin, azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion, gedunin, 17-epiazadiradion,
17- -hidroksi azadiradion dan alkaloid. Kulit batang dan kulit akar mengandung
nimbin, nimbinin, nimbidin, nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol, margosin
(suatu senyawa alkaloid). Hasil hidrolisis ekstrak bunga ditemukan kuersetin,
kaemferol dan sedikit mirisetin. Dari bagian kayu ditemukan nimaton, C24H30O5,
15% zat samak terkondensasi. Buah mengandung alkaloid (azaridin). Daun
mengandung Paraisin, suatu alkaloid dan komponen minyak atsiri mengandung
senyawa sulfida. Tangkai dan ranting hijau mengandung 2
tetranorterpenoid-hidroksibutenolida yaitu desasetilnimbinolida dan desasetilsonimbinolida yang
berhasil diisolasi bersama dengan desasetilnimbin. Disamping itu terdapat pula
senyawa 17-epiazadiradion, 17- -hidroksiazadiradion, azadirachtin, azadiron,
azadiradion, epoksiazadiradion dan gedunin (Sudarsono,dkk, 2002).
5. Kegunaan
Daun digunakan untuk penambah nafsu makan, untuk menanggulangi
disentri, borok, malaria, anti bakteri. Minyak untuk mengatasi eksim, kepala yang
kotor, kudis, cacing, menghambat perkembangan dan pertumbuhan kuman. Kulit
batang digunakan untuk mengatasi nyeri lambung, penguat, penurun demam. Buah
(30)
B. Protein
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang
sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Suatu protein terdiri dari
asam amino yang terikat satu dengan yang lain oleh ikatan peptida (Poedjiadi, 1994).
Beberapa protein dalam tanaman memiliki sifat sebagai protein racun. Sebagian
diantaranya berperan dalam melindungi tumbuhan dari serangan mikroba. Protein
beracun lain memberikan harapan sebagai antikanker dan penyakit lain yang
disebabkan oleh virus (Robinson, 1991).
Pemurnian protein dapat dilakukan dengan cara fraksionasi, yaitu
memisahkan masing-masing protein dalam campuran secara fraksi demi fraksi.
Proses pengendapan protein dapat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat
berkonsentrasi tinggi atau larutan jenuh (Poedjiadi, 1994). Hasil pengendapan
didialisis untuk menghilangkan amonium sulfat yang sebelumnya digunakan untuk
mengendapkan protein. Dialisis ini didasarkan pada perbedaan konsentrasi antara
dua permukaan membran dialisis. Molekul kecil, dalam hal ini adalah amonium
sulfat, akan keluar dari kantong dialisis dan protein yang mempunyai bobot molekul
besar akan tetap tertinggal di dalam kantong dialisis. Proses dialisis akan berhenti
setelah tercapai keadaan setimbang atau equilibrium (Kerese, 1984).
C. Kanker
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya, sel-sel
kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan
(31)
tumor adalah kanker (Anonim, 2003). Perbedaan yang utama yaitu kanker
merupakan neoplasma yang menyebar dan ganas atau disebut malignant neoplasm
dan tumor merupakan neoplasma yang tidak menyebar dan tidak ganas atau disebut
benign neoplasm (Bosman, 1996).
Tingkatan perubahan sel pada pertumbuhan kanker adalah sebagai berikut:
1. hiperplasi yaitu pembengkakan organ tubuh akibat pertumbuhan sel-sel baru
yang abnormal karena kehilangan kontrol pertumbuhan.
2. metaplasi yaitu perubahan epitel suatu jenis jaringan dewasa menjadi jaringan
lain yang juga dewasa.
3. displasi yaitu eprubahan sel dewasa ke arah kemunduran dalam hal bentuk, besar
dan orientasinya, masih bersifat reversibel.
4. anaplasi yaitu perubahan serupa displasi yang menyimpang lebih jauh dari
normal. Bersifat ireversibel.
5. karsinoma insitu yaitu gambaran sel menjadi sangat atipik namun belum terdapat
pertumbuhan infiltratif.
6. invasi yaitu sel kanker telah menembus lapisan basal jaringan.
(Yuswanto&Sinaradi, 2000)
D. Sel Myeloma
Multiple myeloma dikenal juga sebagai Myeloma atau sel plasma Myeloma,
merupakan kanker sel plasma, bagian penting dari sistem imun yang menghasilkan
immunoglobulin (antibodi) untuk melawan infeksi dan penyakit. Karakteristik
multiple myeloma ditandai dengan jumlah sel plasma yang abnormal dalam sumsum
(32)
(IgG, IgA, IgD, atau IgE) atau protein Bence-Jones. Hiperkalsemia, anemia,
kerusakan ginjal, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri dan rusaknya
produksi immunoglobulin normal yang merupakan manifestasi umum dari multiple
myeloma. Ditandai dengan osteoporosis dalam tulang panggul, tulang punggung,
tulang rusuk dan tulang tengkorak (Anonim, 2006 b).
E. Sel Vero
Sel vero diambil pertama kali dari ginjal African Green Monkey dewasa
oleh Y. Yasamura dan Y. Kawakita dari Universitas Chiba, Jepang. Meskipun secara
luas digunakan untuk produksi vaksin dan transinfection, sel vero juga sering
digunakan untuk deteksi verotoxin, (Anonim, 2006a). Sel vero mempunyai
morfologi fibroblastik dan telah digunakan secara ekstensif untuk propagasi virus
dan deteksi mikoplasma. Sel vero umumnya digunakan untuk menyelidiki
toksoplasma, trikomonas, tripanosom dan infeksi klamidia. Sel ini sensitif terhadap
infeksi yang disebabkan virus dan parasit protozoa yang telah menyebar luas (Doyle,
2002).
F. Uji Sitotoksisitas
Suatu obat atau senyawa agar dapat dinyatakan sebagai antikanker harus
melalui beberapa tahap pengujian. Salah satu dari pengujian yang sering dilakukan
adalah uji praklinik. Uji praklinik biasanya dilakukan terhadap hewan percobaan
yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang mirip dengan manusia. Penelitian dengan
menggunakan hewan percobaan pada masa sekarang ini mulai dikurangi. Sekarang
yang lebih sering digunakan adalah dengan kultur sel untuk mengidentifikasi agen
(33)
ini adalah karena lebih ekonomis dibandingkan dengan tes invivo, adanya perbedaan
fisiologis antara hewan percobaan dan manusia, dan adanya pertimbangan moral
dalam menggunakan hewan untuk penelitian (Freshney, 2000).
Uji MTT, didasarkan pada kemampuan enzim mitokondria dehidrogenase
dari sel sehat untuk merusak cincin tetrazolium pada MTT dan membentuk suatu
kristal formazan yang berwarna biru tua yang tidak dapat menembus membran sel,
sehingga terakumulasi dalam sel sehat. Jumlah sel yang hidup berbanding lurus
terhadap jumlah formazan yang dihasilkan. Warna kemudian dapat diukur
menggunakan metode kolorimetri sederhana. Hasil dapat dibaca pada multiwell
scanning spectrophotometer ( ELISA reader) (Anonim, 2006c).
Uji sitotoksisitas pada umumnya menggunakan parameter nilai LC50. Nilai
LC50 adalah besaran konsentrasi yang dapat mengakibatkan kematian 50% pada
subyek uji. Suatu senyawa dikatakan memiliki daya antikanker bila memiliki nilai
LC50 lebih kecil dari 20µg/ml (Suffness and Pezzuto cit Candra, 2006).
G. Landasan Teori
Berbagai macam penelitian tentang daun mimba telah banyak dilakukan
untuk menanggulangi penyakit kanker. Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah berhasil membuktikan adanya senyawa antikanker. Diketahui bahwa senyawa
protein yang terkandung dalam tumbuhan dapat beraktivitas untuk menghambat
pertumbuhan sel kanker, salah satunya adalah terhadap sel Myeloma. Sel Myeloma
digunakan sebagai model untuk mengetahui daya sitotoksisitas.
Hasil penelitian yang menggunakan fraksi protein dari beberapa tanaman
(34)
daun Mirabilis jalapa L (Aceka, 2003), fraksi protein daun cangkring (Handayani,
2000), fraksi total protein daun Azadirachta indica A.Juss (Rahmawati, 2004). Fraksi
protein yang diendapkan dengan amonium sulfat 30% dan 60% berpotensi sebagai
antikanker, dan pada fraksi protein 30% jenuh mempunyai efek sitotoksik yang
paling tinggi terhadap sel Myeloma dan paling berpotensi sebagai antikanker
(Hariyadi, 2006).
Pernyataan tersebut mendasari dilakukannya penelitian menggunakan fraksi
protein daun mimba yang yang lebih kecil, yaitu fraksi protein 10%, 20%, 30% dan
40% yang diperlakukan terhadap sel Myeloma akan memberikan daya sitotoksik dan
berpotensi sebagai antikanker tanpa membunuh sel normal dengan melihat daya
sitotoksik terhadap sel Vero.
H. Hipotesis
Fraksi protein dari daun mimba hasil pengendapan dengan ammonium sulfat
(35)
12 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan
FP40 terhadap kultur sel Myeloma termasuk penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Variabel penelitian dan Definisi operasional 1. Variabel bebas
Kadar fraksi protein daun mimba.
2. Variabel tergantung
Persentase kematian sel Myeloma dan sel Vero.
3. Variabel pengacau terkendali
1) pH dan suhu pembuatan fraksi protein, dikendalikan pada pH 7,2 dan suhu
4oC.
2) medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI
1640-serum (untuk sel Myeloma) dan M199 (untuk sel Vero).
3) tempat tumbuh dan waktu pemanenan daun mimba dikendalikan dengan
memanen daun pada tempat dan waktu yang sama.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Kematian alami sel Myeloma dan sel Vero dan kandungan kimia tanaman
(36)
5. Definisi operasional
a. Sitotoksisitas ialah sifat toksik atau beracun dari fraksi protein daun mimba
terhadap sel Myeloma dan sel vero.
b. Fraksi protein ialah fraksi protein daun mimba yang diperoleh dari hasil
pengendapan dengan garam amonium sulfat pada konsentrasi 10%, 20%,
30% dan 40%, dinyatakan dalam µg/ml.
c. LC50 ialah konsentrasi fraksi protein daun mimba yang mampu membunuh
atau menyebabkan kematian sejumlah 50% sel Myeloma atau 50% sel Vero
dan dinyatakan dalam µg/ml.
C. Alat dan Bahan 1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas,
stamper, mortir, timbangan analitik (AND ER-400 H), alumunium foil, magnetic
stirrer, tabung conical, autoklaf, tissue culture flask, swing rotor sentrifuge (PLC),
inkubator (Nuaire), mikropipet, membran dialisis (Sigma), lemari pendingin, cell
counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), spektrofotometer UV (Cecil CE-292), ELISA
reader (SLT 340 ATC), laminar air flow (Nuaire), mikroskop (Olympus IMT-2),
haemocytometer (Nebauer), kain monel, tissue, glove, masker.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah
a. daun mimba segar
b. kultur sel Myeloma yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati
(37)
c. kultur sel Vero yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
d. pereaksi-peraksi yang digunakan untuk preparasi fraksi protein daun mimba
1) larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 (Merck)
2) larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 yang mengandung 0,14 M
NaCl (Merck)
3) amonium sulfat p.a. (Merck)
e. Pereaksi-pereaksi untuk uji sitotoksisitas
1) media pencuci: RPMI 1640 (Sigma), natrium bikarbonat, Hepes
2) media penumbuh: RPMI 1640, M199, FBS (Foetal Bovine Serum)
10%, Penisilin-Streptomisin 2% (Gibco), dan Fungison 0,5% (Gibco).
3) reagen Stopper : SDS (sodium dodeksil sulfat) dalam HCl 0,01 N
(Merck)
4) MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide)
(Sigma)
5) bahan untuk isolasi sel Vero : tripsin 0,5%
D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun mimba,
telah dideterminasi terlebih dahulu di laboratorium Farmakognosi Fitokimia,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan dipastikan juga
kebenarannya menggunakan acuan baku (Backer dan Backuizen van den Brink,
(38)
2. Pengumpulan daun mimba
Daun mimba yang digunakan diambil dari pohon mimba yang tumbuh di
pekarangan Laboratorium Hayati, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada bulan
Juni 2006.
3. Sterilisasi alat dan bahan
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh organisme, maka alat-alat
yang digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat
tersebut dicuci bersih dengan sabun dan dikeringkan, setelah itu dibungkus dengan
alumunium foil dan disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit pada suhu 1210C.
4. Preparasi fraksi protein dari daun mimba
Daun tanaman mimba dikumpulkan segar, diseleksi, dan ditimbang
sebanyak 400 gram. Daun kemudian dicuci bersih dengan air mengalir kemudian
dibungkus plastik dan disimpan dalam freezer semalam. Bahan ditumbuk halus
dalam mortir bersih dan steril dengan penambahan sedikit demi sedikit dapar
natrium fosfat 5 mM pH 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl pada suhu dingin
(dengan penambahan es di sekitarnya). Bahan diperas dan disaring dengan kain
monel, ditampung dalam tabung conical yang bersih dan steril. Cairan yang
diperoleh disentrifus dengan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh
merupakan ekstrak gubal, dikumpulkan dalam beker gelas dan diukur volumenya.
Supernatan ekstrak gubal yang diperoleh, diendapkan proteinnya dengan
menambahkan amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 10%. Penambahan
amonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit, diikuti pengadukan teratur dengan
(39)
dengan kecepatan 10000 rpm 4ºC selama 25 menit. Supernatan (1) ditampung dalam
labu ukur sedangkan endapan yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin
larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya endapan tadi didialisis
dengan memasukkan larutan endapan dalam dapar natrium fosfat ke dalam membran
dialisis yang salah satu ujungnya telah dijepit dengan penjepit khusus membran
kemudian ujung membran yang lainnya ditutup dengan dijepit dengan penjepit
khusus membran dengan kuat. Membran dialisis lalu digantung dalam bekerglass
yang berisi dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sebanyak 1000 ml. Proses dialisis
dilakukan dalam almari es selama semalam dengan di-stirrer perlahan dan dilakukan
penggantian dapar natrium fosfat satu kali. Hasil dialisis disentrifus dengan
kecepatan 8000 rpm selama 20 menit. Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan
diambil. Supernatan ini merupakan sampel fraksi protein daun mimba dengan
konsentrasi amonium sulfat 10% jenuh.
Supernatan (1), (2) dan (3) ditampung secara bertahap kemudian ditambah
dengan ammonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 20%, 30% dan 40% dengan
menggunakan langkah yang sama dengan konsentrasi 10% jenuh.
5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV
Sampel fraksi protein daun mimba 10%, 20%, 30% dan 40%,
masing-masing sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml lalu ditambah 990 µl
larutan dapar natrium fosfat 5 mM, diukur serapannya dengan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang 280 nm dengan blanko larutan dapar natrium fosfat 5 mM.
Untuk mengoreksi adanya serapan oleh asam nukleat pada panjang gelombang
(40)
Perbandingan antar serapan pada 280 nm dan 260 nm merupakan rasio serapan R
280/260, dan digunakan untuk menghitung faktor koreksi dengan cara ekstrapolasi
terhadap tabel kadar protein (Layne cit Candra, 2006). Selanjutnya, kadar protein
dihitung dari perkalian antara serapan pada 280 nm, faktor koreksi dan faktor
pengenceran.
6. Propagasi dan panen sel Myeloma a. Propagasi sel Myeloma
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam
penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul
dibuka dan sel Myeloma dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi
medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan
dibuang, diganti dengan medium RPMI yang baru, kemudian disuspensikan
perlahan. Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian
dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium
penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai
homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan
diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah
24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan
jumlahnya cukup untuk penelitian (Freshney cit Candra, 2006).
b. Panen sel Myeloma
Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), media
diganti dengan RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari
(41)
dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai
volume 10 ml dan disentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang
dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian
dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah
medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x104/100 l dan siap
dipakai untuk penelitian (Freshney cit Candra, 2006).
7. Propagasi dan panen sel Vero a. Propagasi sel Vero
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam
penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul
dibuka dan sel normal dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi
medium M199. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang,
diganti dengan medium M199 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan.
Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang
sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang
mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen,
kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan
dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam,
medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya
cukup untuk penelitian (Freshney cit Candra, 2006).
b. Panen sel Vero
Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), sel dicuci
(42)
diberi tripsin 2,5% sebanyak 1 ml. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril
yang sudah berisi M199 sebanyak 7 ml. Kemudian sel dibilas kembali dengan
FBS 10% sebanyak 3 ml. Hasil bilasan dituang ke dalam tabung conical yang
sama dan disentrifuse selama 5 menit. Untuk menghilangkan sisa tripsin, sel
dicuci sekali lagi dengan menggunakan medium yang sama. Kemudian pelet
ditambah media kultur sebanyak 1 ml. Selanjutnya lakukan perhitungan jumlah
sel dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah
medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x104/100 l dan siap
dipakai untuk penelitian (Freshney cit Candra, 2006).
8. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Myeloma
Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 l suspensi sel Myeloma dengan
kepadatan 2,5x104/100 l dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang
telah berisi 100 l fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada sumuran
A1, B1 dan C1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A2, B2 dan C2 di kolom 2
ditambahkan 100 l suspensi sel Myeloma pada sumuran yang telah berisi 100 l
fraksi protein daun mimba dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya hingga
diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam penelitian. Sebagai
kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium
RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sedangkan untuk faktor koreksi,
100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan
dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan selama
24 jam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 (Freshney, 1986;
(43)
Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 l
MTT 2,5 g/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada suhu
37oC, dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT
dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 l reagen
stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap
sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya
serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup.
9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero
Untuk uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero
menggunakan langkah yang sama dengan uji sitotoksisitas fraksi protein pada sel
Myeloma, tetapi pada sel Vero menggunakan medium M199.
E. Analisis Hasil
Pada metode MTT ini, serapan terbaca menunjukkan jumlah sel yang hidup
dan hasil akhir uji sitotoksisitas yaitu persentase kematian sel yang dihitung
menggunakan modifikasi rumus Abbot, dengan persamaan berikut:
% Kematian sel = x 100%
A C) (B
A− −
Keterangan :
A = Rata-rata absorbansi kontrol
B = Rata-rata absorbansi perlakuan
C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel
(44)
Untuk menghitung harga LC50 dilakukan perhitungan secara statistik
menggunakan analisis probit sedangkan untuk membandingkan LC50 anatara sel
(45)
22 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi alat merupakan langkah pertama sebelum dilaksanakannya
penelitian. Sterilisasi alat dan bahan ini dilakukan untuk menghilangkan kontaminan
atau mikroorganisme yang mungkin ada dialat atau bahan yang akan digunakan,
sehingga tidak menggangu jalannya penelitian. Sterilisasi dilakukan selama kurang
lebih 20 menit dengan suhu 1210C menggunakan autoklaf. Prinsip kerja autoklaf
adalah dengan menaikkan tekanan untuk mendapatkan suhu tinggi sehingga
terbentuk uap air panas (Ansel, 1989). Uap air panas yang dihasilkan akan masuk
kedalam mikroorganisme dan mematikannya dengan mekanisme denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial dari mikroorganisme tersebut.
Sterilisasi medium digunakan membran filter. Dilakukan penyaringan untuk
sterilisasi medium ini karena bahan-bahan tersebut dapat rusak dengan adanya panas.
Penyaringan bertujuan agar pengotor akan tertahan pada memban filter sehingga
cairan yang telah melewati membran akan bebas dari mikroorganisme.
B. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba
Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah fraksi protein daun
mimba. Daun mimba yang digunakan diperoleh dari tanaman Azadirachta indica A.
Juss yang terdapat didaerah jalan Kaliurang pada bulan Agustus 2006. Daun mimba
segar dipetik dan dicuci bersih dengan air mengalir. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan berbagai macam pengotor yang kemungkinan besar menempel pada
(46)
sehingga daun lebih mudah ditumbuk. Semua perlakuan protein dilakukan secara
steril pada suhu dingin (4ºC) untuk mencegah denaturasi dan reaksi enzim proteolitik
yang dapat merusak protein. Fraksi protein ekstrak gubal diperoleh dengan
penambahan sejumlah larutan dapar Natrium Phospat 5mM pH 7,2 yang
mengandung 0,14M NaCl pada daun yang ditumbuk halus. Larutan dapar berfungsi
untuk memudahkan protein terekstraksi dari selnya yang terdapat pada daun, dengan
pH 7,2 ditujukan untuk menciptakan kondisi isotonis dengan cairan didalam sel
tumbuhan. Dengan adanya NaCl, protein akan berada dalam keadaan terlarut dan
stabil didalam dapar. Bahan diperas dan cairan yang diperoleh disentrifuse selama 20
menit. Supernatan yang diperoleh sebanyak 500ml merupakan ekstrak gubal dari
daun mimba.
Pembuatan fraksi protein dalam penelitian ini menggunakan metode salting
out. Adanya amonium sulfat pada konsentrasi tertentu dalam larutan akan
mengurangi kelarutan protein. Ion anorganik dari molekul amonium sulfat akan
bersaing dengan molekul protein yang mengikat air karena amonium sulfat bersifat
lebih polar dibandingkan dengan protein maka air akan lebih banyak terikat pada
amonium sulfat sehingga terjadi penurunan kelarutan protein dan menyebabkan
protein terendapkan. Maka pada proses fraksinasi, protein nonpolar akan mengendap
terlebih dahulu diikuti pengendapan protein yang bersifat polar dengan derajat
kejenuhan tertentu. Oleh karena itu, protein yang terkandung pada masing-masing FP
tidak sama.
Pengendapan protein ini dilakukan secara bertingkat yaitu dengan derajat
(47)
protein dalam fraksi-fraksi tertentu. Penambahan amoium sulfat untuk
masing-masing fraksi 10%, 20%, 30% dan 40% adalah 27.45gram, 27.48gram, 28.35gram
dan 29.29gram. Penambahan amonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit sambil
diaduk agar pengendapan berlangsung dengan sempurna.
Sampel fraksi-fraksi protein yang diperoleh ini berwarna hijau kecoklatan
dan disimpan dalam suhu dingin. Proses preparasi sampel fraksi protein ini dilakukan
dalam suhu dingin untuk menjaga agar tidak terjadi denaturasi protein dan
penguraian protein karena protein dapat rusak atau terurai pada suhu tinggi atau pH
yang ekstrim.
Pemurnian fraksi protein dalam penelitian ini menggunakan cara dialisis.
Dialisis ini berguna untuk menghilangkan amonium sulfat yang mungkin terikat pada
protein yang terendapkan. Dialisis didasarkan pada perbedaan gradien konsentrasi
yang besar didalam dan diluar permukaan tubing dialisis sehingga memungkinkan
terjadinya mekanisme difusi pasif. Konsentrasi amonium sulfat pada tubing dialisis
lebih tinggi dibandingkan diluar tubing dialisis, sehingga mengakibatkan amonium
sulfat akan keluar dari dalam tubing dialisis dengan mekanisme difusi pasif. Selain
adanya gradien konsentrasi yang besar, tubing dialisis bersifat semipermeabel,
memiliki pori yang hanya mengeluarkan partikel-partikel berukuran sekitar
15000-20000 Dalton, sehingga amonium sulfat yang berukuran lebih kecil dari protein akan
keluar dari dalam tubing dialisis sedangkan protein yang merupakan makromolekul
akan tetap tinggal didalam tubing dialisis.
Keempat fraksi protein dimasukkan tubing dialisis dan direndam dalam
(48)
dengan stirer ini untuk mencegah terjadinya kejenuhan yang tidak merata pada
larutan dapar Natrium fosfat 5mM pH7,2 yang berada diluar tubing dialisis sehingga
dapat mengakibatkan proses dialisis berjalan kurang sempurna. Dilakukan
penggantian dapar setelah 5jam. Hal ini bertujuan agar amonium sulfat yang keluar
dari tubing dialisis tidak terlalu jenuh sehingga perbedaan gradien konsentrasi
amonium sulfat yang berada diluar maupun didalam tubing dialisis tetap besar dan
mekanisme difusi pasif dapat terus berjalan.
C. Pengukuran Konsentrasi Fraksi Protein Secara Spektrofotometer UV Sampel fraksi-fraksi protein daun mimba yang diperoleh kemudian diukur
kadarnya menggunakan spektrofotometer UV dengan kuvet kuarsaglass. Pengukuran
dilakukan pada dua panjang gelombang yaitu 280 nm dan 260 nm. Pemilihan metode
pengukuran kadar fraksi protein menggunakan spektrofotometer UV didasarkan pada
adanya residu asam amino dari protein yaitu tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang
memberikan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 280 nm. Panjang
gelombang 260nm digunakan sebagai faktor koreksi, karena adanya
senyawa-senyawa lain seperti asam nukleat serta adanya senyawa-senyawa-senyawa-senyawa yang mengandung
cincin purin dan pirimidin yang memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi secara
maksimal pada panjang gelombang 260nm sehingga dapat mempengaruhi
pembacaan kadar protein yang didapat.
Penggunaan metode spektrofotometer UV memiliki beberapa keuntungan
yaitu sensitif, waktunya singkat, tidak perlu menggunakan reagen dan tidak merusak
(49)
Hasil yang diperoleh dari pengukuran menggunakan spektrofotometer UV ini adalah
absorbansi fraksi protein daun mimba (tabel I).
Tabel I: Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan konsentrasi protein masing-masing fraksi
protein daun mimba
Fraksi protein daun mimba (%)
Absorbansi pada 280 nm
Absorbansi pada 260 nm
Konsentrasi fraksi protein (mg/ml)
10 0.197 0.186 16.331
20 0.191 0.177 16.101
30 0.223 0.245 15.899
40 0.195 0.276 9.379
Nilai absorbansi masing-masing fraksi protein yang diperoleh tidak sama,
mungkin dikarenakan sifat protein yang terendapkan pada tiap FP berbeda.
Kandungan protein yang berbeda maka sifat asam amino aromatik penyusunnya
dapat berbeda-beda pula sehingga memberikan hasil serapan yang tidak sama.
Rumus perhitungan kadar protein dapat dilihat pada Lampiran 2.
D. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba terhadap Sel Myeloma dan Sel Vero
Uji sitotoksisitas pada penelitian ini menggunakan kultur sel Myeloma dan
kultur sel Vero yang ditumbuhkan dari stok kultur sel Myeloma dan kultur sel Vero
di Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada. Uji sitotoksisitas dalam penelitian
ini dilakukan secara invitro menggunakan metode MTT. Seri kadar yang digunakan
sebanyak 11 seri kadar, dengan konsentrasi tertinggi 200 g/ml dan konsentrasi
terendah 0.2 g/ml.
Morfologi sel myeloma dapat diamati. Sel Myeloma sehat tampak berbentuk
bulat, berkoloni, menempel didasar dinding dan berwarna transparan. Sedangkan sel
(50)
(a) (b)
Gambar1. Sel Myeloma tanpa perlakuan fraksi protein daun mimba (a) sel Myeloma yang diinkubasi dengan fraksi protein daun mimba FP20 dengan konsentrasi 0.2 μg/ml
(b) (i) sel hidup (ii) sel mati
Sel Vero sehat berbentuk panjang dan menempel pada dasar dinding. Sel
Vero yang hidup tampak berbentuk berbentuk seperti serabut-serabut panjang dan
menempel pada dasar flask. Sedangkan sel Vero yang mati tampak berbentuk bulat
dan tidak menempel pada dasar flask (Gambar 2).
(a) (b)
Gambar 2. Sel Vero tanpa perlakuan fraksi protein daun mimba (a) sel Vero yang diinkubasi dengan fraksi protein daun mimba FP10 dengan konsentrasi 0.2 μg/ml (b) (i) sel
hidup (ii) sel mati
Metode yang digunakan untuk menentukan prosentase kematian sel adalah
(51)
sebanding dengan jumlah sel hidup yang masih aktif melakukan metabolisme. Uji ini
dirasa cukup aman karena tidak menggunakan zat-zat yang berbahaya, sederhana
karena perlakuan yang harus diberikan pada sampel sebelum diuji relatif cukup
mudah, cepat karena waktu yang dibutuhkan cukup singkat sehingga memungkinkan
untuk menguji sampel dalam jumlah cukup banyak (menggunakan multiwell ELISA
Reader).
Metode MTT merupakan metode pengukuran secara kolorimetri.
Penambahan MTT pada sumuran akan menyebabkan terjadinya pemecahan garam
tetrazolium MTT oleh enzim reduktase suksinat tetrazolium yang terdapat didalam
mitokondria sel sehingga terbentuk kristal formazan berwarna ungu yang tidak larut.
Kristal formazan yang tidak larut ini hanya terbentuk pada sel Myeloma dan sel Vero
yang tetap hidup setelah pemberian senyawa uji. Sel yang masih hidup menandakan
sel tersebut masih aktif melakukan aktivitas metabolisme, sehingga dengan adanya
MTT pada lingkungan akan segera dipecah oleh enzim reduktase suksinat
tetrazolium yang terdapat dalam mitokondria sel tersebut membentuk kristal
formazan berwarna ungu. Semakin banyak sel yang hidup, maka akan warna ungu
yang dihasilkan semakin pekat. Jumlah formazan yang terbentuk berkorelasi dengan
sel yang aktif secara metabolik (sel hidup). Hal ini berbanding lurus dengan nilai
absorbansi pada ELISA Reader.
Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan penambahan reagen stop
solution SDS 1% dalam HCl 0,01N yang berfungsi melarutkan formazan, kemudian
diinkubasi pada suhu kamar semalaman. Dari hasil pengukuran dengan ELISA
(52)
warna formazan pada sumuran perlakuan lebih rendah daripada sumuran kontrol. Hal
ini menunjukkan pada sumuran perlakuan sel yang mati lebih banyak sehingga
intensitas warna ungu yang dihasilkan lebih rendah.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran absorbansi dari pelakuan sel
Myeloma dengan fraksi protein daun mimba, perlakuan fraksi protein daun mimba
tanpa sel Myeloma, dan kontrol yaitu sel Myeloma tanpa perlakuan. Untuk sel Vero
juga dilakukan pengukuran sama dengan pengukuran pada sel Myeloma.
Nilai absorbansi uji sitotoksisitas dengan metode MTT pada inkubasi
selama 24 jam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
1. Sel Myeloma
Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Myeloma
Rata-rata persen kematian sel (%) Konsentrasi fraksi
protein daun mimba ( g/ml)
Fraksi 10% Fraksi 20% Fraksi 30% Fraksi 40%
0.2 55.94 48.25 46.88 40.40
0.4 59.23 54.38 52.49 45.83
0.8 57.67 56.16 49.76 44.92
1.6 62.49 53.14 51.84 43.84
3.1 58.23 59.82 57.22 49.08
6.3 53.70 57.78 69.25 43.22
12.5 54.13 57.75 52.51 51.70
25 60.57 65.19 62.46 63.85
50 59.66 70.93 82.07 76.51
100 61.60 86.37 91.64 86.99
(53)
Konsentrasi VS % Kematian
30 40 50 60 70 80 90 100
0.2 0.4 0.8 1.6 3.1 6.3 12.5 25 50 100 200
Konsentrasi
%K
emat
ia
n
FP10 FP20 FP30 FP40
Gambar3. Grafik hubungan antara konsentrasi fraksi protein dengan persen kematian
Persen kematian sel myeloma oleh perlakuan daun mimba diperoleh data
yang fluktuatif (tabel II). Jumlah sel yang mati seharusnya berbanding lurus dengan
peningkatan kadar fraksi potein daun mimba, semakin tinggi kadar fraksi protein
daun mimba maka persen kematian sel Myeloma akan semakin meningkat. Dari data
yang diperoleh ini tidak dapat ditarik suatu korelasi untuk menyatakan aktivitas
sitotoksisitas dari fraksi protein daun mimba. Hal ini mungkin dikarenakan adanya
kematian sel alami yang tidak dipengaruhi oleh perlakuan fraksi protein daun mimba,
tetapi juga bisa karena adanya faktor lingkungan yang rentan kontaminasi.
Persen kematian sel Myeloma pada FP20 lebih tinggi dibandingkan persen
kematian sel pada FP10, FP30, dan FP40 (gambar 3). Hal ini mungkin dikarenakan
protein yang bersifat sitotoksik terendapkan lebih banyak pada FP20 sehingga
menyebabkan kematian sel lebih besar. Namun dalam penelitian ini belum dapat
(54)
2. Sel Vero
Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Vero
Rata-rata persen kematian sel (%) Konsentrasi fraksi
protein daun mimba ( g/ml)
Fraksi 10% Fraksi 20% Fraksi 30% Fraksi 40%
0.2 66.88 93.45 63.66 82.75
0.4 64.96 85.33 68.93 79.64
0.8 64.14 77.10 67.71 85.06
1.6 71.44 79.35 69.34 75.84
3.1 63.82 80.01 76.81 77.03
6.3 66.04 73.63 82.06 70.07
12.5 75.06 69.91 78.38 66.81
25 60.73 67.59 85.49 79.22
50 73.62 65.56 90.60 85.14
100 70.65 70.43 80.47 75.42
200 84.79 75.13 89.50 74.41
Konsentrasi VS % Kematian
50 60 70 80 90 100
0.2 0.4 0.8 1.6 3.1 6.3 12.5 25 50 100 200
Konsentrasi % K em at ian
FP10 FP20 FP30 FP40
Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi fraksi protein dengan persen kematian
Persen kematian sel Vero oleh perlakuan fraksi protein daun mimba, dapat
dilihat bahwa data yang diperoleh fluktuatif (tabel III). Seharusnya fraksi protein
daun mimba tidak memberikan persentase kematian karena sel Vero ini digunakan
sebagai pembanding antara sel Myeloma sebagai sel kanker dan sel Vero sebagai sel
(55)
yang relatif sulit dikendalikan sepenuhnya seperti faktor pertumbuhan, kondisi
fisiologis sel, proses kematian alami sel dan kontaminasi lingkungan. Dari data yang
diperoleh sel Vero tetap memberikan persentase kematian sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa fraksi protein daun mimba juga membunuh sel Vero.
Setelah didapatkan data jumlah persen kematian sel, maka nilai LC50 dapat
dihitung menggunakan analisis probit dari program SPSS 13. Analisis probit
merupakan salah satu analisis regresi linier untuk mengetahui hubungan
konsentrasi-respon (prosentase kematian) agar diperoleh persamaan garis lurus yang dapat
digunakan untuk menentukan LC50 lebih akurat. Dari hasil analisis didapat nilai LC50
untuk setiap fraksi protein baik untuk sel Myeloma (Lampiran 5) maupun sel Vero
(Lampiran 6).
Tabel IV. Harga LC50 hasil analisis probit pada sel Myeloma dan sel Vero
Sel Myeloma Sel Vero
Fraksi Protein
Daun Mimba
LC50 r hitung r tabel (95%)
LC50 r hitung r tabel (95%) 10% 0,01 ng/ml 0,452 0,602 0,24 ng/ml 0,589 0,602 20% 0,57µg/ml 0,829 0,602 >1g/ml 0,787 0,602 30% 0,73µg/ml 0,869 0,602 0,01µg/ml 0,892 0,602 40% 2.07µg/ml 0,887 0,602 >1g/ml 0,321 0,602
Gambaran toksisitas suatu senyawa dilihat dari nilai LC50, semakin rendah
nilai LC50 maka semakin besar efek sitotoksiknya. Suatu senyawa dikatakan
memiliki efek sitotoksik apabila memiliki nilai LC50 kurang dari 1000µg/ml.
Berdasarkan hasil penelitian, semua fraksi protein untuk sel Myeloma dinyatakan
bersifat sitotoksik, sedangkan untuk sel Vero hanya FP10 dan FP30 yang dinyatakan
(56)
Kemampuan untuk membunuh sel uji yang paling tinggi dilihat dari nilai
LC50 yang paling kecil. FP10 dengan nilai LC50 terkecil bersifat paling sitotoksik
terhadap sel Myeloma dimana dengan kadar 0,01 ng/ml sudah mampu membunuh sel
uji sebesar 50% populasi (tabel IV). Untuk sel Vero, FP10 yang bersifat paling
sitotoksik karena nilai LC50-nya terkecil. Untuk bisa dikembangkan sebagai
antikanker, menurut National Cancer Institute (NCI) suatu senyawa harus memiliki
nilai LC50 untuk sel kanker ≤ 20 g/ml (Suffness dan Pezzuto cit Candra, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian, LC50 untuk sel Myeloma ≤ 20 g/ml, berarti daun
mimba berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker. Untuk sel Vero pada
FP10 dan FP30 juga memiliki LC50 ≤ 20 g/ml padahal sel Vero disini digunakan
sebagai model untuk sel normal karena diharapkan pengobatan kanker bersifat
selektif dan tidak merusak sel normal. Oleh karena itu FP20 dan FP40-lah yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker.
Nilai LC50 sel Myeloma FP20, FP30, dan FP40 signifikan untuk taraf
kepercayaan 95% dimana r hitung lebih besar dari r tabel. Sedangkan untuk sel Vero,
nilai LC50 untuk FP20 dan FP30 signifikan untuk taraf kepercayaan 95%. Data LC50
kemudian dianalisis dengan uji Kolmorgorov-Smirnov untuk melihat distribusi
datanya. Dari hasil pengolahan data dinyatakan bahwa data dari keempat fraksi
protein daun mimba (FP10, FP20, FP30, dan FP40) terhadap sel Myeloma maupun sel
Vero, lebih besar 0,05 (p>0,05) maka data tersebut memenuhi persyaratan uji
normalitas atau mempunyai distribusi normal (Lampiran 7 dan 8).
Berdasarkan asumsi tersebut, perlu diuji signifikansi untuk melihat adanya
(57)
Pertama dengan menguji kesamaan varian dua populasi (homogenitas), untuk FP30
diperoleh p>0,05 dan dikatakan kedua varian populasi sama, sedangkan untuk FP10,
FP20, dan FP40 diperoleh p<0,05 dan dikatakan kedua varian populasi tidak sama.
Kedua menguji signifikansi perbedaan rata-rata, untuk FP30 diperoleh p<0,05 maka
kedua rata-rata populasi tidak sama, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan rata-rata LC50 antara sel Myeloma dan sel Vero pada taraf kepercayaan
95%. Sedangkan untuk FP10, FP20, dan FP40 diperoleh p>0,05 berarti tidak terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata LC50 antara sel Myeloma dan sel Vero.
Berdasarkan hasil uji t-independent, FP30 menunjukkan perbedaan yang
signifikan tetapi dilihat dari nilai LC50-nya untuk sel Vero, FP30 memiliki nilai LC50
yang lebih kecil dibandingkan sel Myeloma. Berarti FP30 lebih bersifat toksik
terhadap sel Vero dibandingkan dengan sel Myeloma, sehingga kurang baik untuk
diterapkan dalam pengobatan kanker.
(58)
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:
1. nilai LC50 fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan FP40 terhadap sel
Myeloma berturut-turut adalah 0,01 ng/ml; 0,57µg/ml; 0,73µg/ml; dan
2.07µg/ml. Sedangkan untuk sel Vero adalah 0,24 ng/ml; >1g/ml; 0,01 g/ml; dan
>1g/ml.
2. dilihat dari nilai LC50, FP10 memiliki sitotoksisitas paling besar terhadap sel
Myeloma dan sel Vero.
3. fraksi protein daun mimba FP10, FP20, FP30, dan FP40 tidak berpotensi
dikembangkan sebagai antikanker.
B. SARAN
Dari hasil penelitian dapat disarankan: perlu dilakukan uji sitotoksisitas fraksi protein
(59)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003, Apa Yang HArus Anda Ketahui Tentang Kanker,
http://www.indosiar.com/v2003/pk/pk_read.htm?id=72, Diakses pada 6 Februari 2006.
Anonim, 2006 a, Normal African Green Monkey Kidney Epithelial Cells (Vero line),http://www.olympusmicro.com/primer/techniques/fluorescence/galler y/cells/vero/verocells.html, Diakses pada 5 Febuari 2006.
Anonim, 2006 b, Definition Myeloma,
http://www.multiplemyeloma.org/about_myeloma/, Diakses pada 6 Febuari 2006.
Anonim, 2006c, MTT Cell Proliferation Assay,
http://www.protocolonline.org/prot/Cell_Biology/Cell_GrowthCytotoxicity /MTT_Cell_Proliferation_Assay/index.html, diakses 29 September 2006.
Anonim, 2006d, Methods for Concentrating Protein Solutions,
http://sbio.uct.ac.za/Sbio/documentation/Protein%20Concentration.html, diakses tanggal 22 November 2006
Ansel, C. Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 410-413, Penerbit UI, Jakarta.
Bachrudin, Z., 1992, Petunjuk Laboratorium Isolasi, Identifikasi dan Pemurnian Protein, 131-169, PAU-Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Backer, C.A. dan Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, Vol I, 3-12 N.V.P. Noordhoof, Groningen, The Netherlands.
Backer, C.A. dan Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, Vol II, 116-117, 121, N.V.P. Noordhoof, Groningen, The Netherlands.
Bosman, F.T.,1996, Onkologi, diterjemahkan oleh Arjono, edisi ke5, 3-10, Panitia Kanker RSUP Sardjito, Yogyakarta.
Candra, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan Dengan Amonium Sulfat 30%, 60%, 100% Jenuh Terhadap Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Doyle, A., & J. B. Griffiths, 2000, Cell and Tissue Culture for Medical Research, John Willey & Sons Inc., USA.
(60)
Freshney, R. Ian., 2000, Culture of Animal Cells: A Manual Basic Technique, 4th Edition, John Willey & Sons Inc., USA.
Hariadi, Arry, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica
A. Juss) Hasil Pengendapan Dengan Amonium Sulfat 30%, 60%, 100% Jenuh Terhadap Sel Myeloma, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Hutapea, J., 1993, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 67-68, Badan LitBang kesehatan, Departemen Kesehatan Indonesia.
Kerese, I., 1984, Methods of Protein Analysis, John Wiley and Sons, New York.
Poedjiadi, Anna, 1994, Dasar- Dasar Biokimia, 81-124, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rahmawati, N., 2004, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap Kultur Sel Myeloma, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sukrasno, 2003, Mimba Tanaman Obat Multifungsi, 9, PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Yuswanto, Ag & F. Sinardi, 2000, Kanker, 1-13, 29-35, Penerbitan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
(61)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat pada derajat kejenuhan tertentu
Penambahan amonium sulfat dihitung dengan menggunakan rumus:
1 3 . 0 100 ) 1 2 ( 533 S S S G − − =
Keterangan: G = gram amonium sulfat yang ditambahkan per liter
S1 = % kejenuhan dari larutan awal
S2 = % kejenuhan dari larutan akhir
Rumus penambahan amonium sulfat di atas hanya dapat diaplikasikan ketika
penambahan amonium sulfat dilakukan pada suhu dingin (± 4oC).
(Anonim, 2006d)
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 10% kadar amonium sulfat jenuh:
) 0 3 . 0 ( 100 ) 0 10 ( 533 x G − − =
= 53,3 gram/liter
Volume supernatan yang diperoleh adalah 515 ml, sehingga perlu ditambahkan
27,45 mg amonium sulfat.
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 20% kadar amonium sulfat jenuh:
) 10 3 . 0 ( 100 ) 10 20 ( 533 x G − − =
= 54,95 gram/liter
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan
(62)
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 30% kadar amonium sulfat jenuh:
) 20 3 . 0 ( 100 ) 20 30 ( 533 x G − − =
= 56,70 gram/liter
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan
28,35 mg amonium sulfat.
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 40% kadar amonium sulfat jenuh:
) 30 3 . 0 ( 100 ) 30 40 ( 533 x G − − =
= 58,57 gram/liter
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 29,29 mg amonium sulfat.
(63)
Lampiran 2. Cara Perhitungan Konsentrasi Protein Konsentrasi protein dihitung dengan menggunakan rumus:
Konsentrasi = ([1,55 x E(280)] – [0,76 x E(260)] x faktor pengenceran) mg/ml
Keterangan: E(280) = absorbansi pada λ 280 nm E(260) = absorbansi pada λ 260 nm
(Layne cit Richterich & Colombo, 1981)
Tabel V. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometri UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm
Fraksi protein daun mimba
Absorbansi pada
λ 280 nm
Absorbansi pada
λ 260 nm
FP10 0,197 0,186
FP20 0,191 0,177
FP30 0,223 0,245
FP40 0,195 0,276
• FP10
Konsentrasi protein = [([1,55 x 0,197] – [0,76 x 0,186]) x 100] mg/ml
= 16,40 mg/ml
• FP20
Konsentrasi protein = [([1,55 x 0,191] – [0,76 x 0,177]) x 100] mg/ml
= 16,15 mg/ml
• FP30
Konsentrasi protein = [([1,55 x 0,223] – [0,76 x 0,245]) x 100] mg/ml
= 15,95 mg/ml
• FP40
Konsentrasi protein = [([1,55 x 0,195] – [0,76 x 0,276]) x 100] mg/ml
(64)
Lampiran 3. Absorbansi sel Myeloma dengan metode MTT
Tabel VI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP10 terhadap kultur sel Myeloma Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 1.013 1.073 1.020 0.947 1.047 1.020 0.560 0.597 0.572 0.576 0.40 0.907 1.040 0.982 1.058 0.969 0.991 0.584 0.556 0.602 0.581 0.80 0.946 1.066 1.051 1.035 1.015 1.023 0.624 0.552 0.613 0.596 1.56 0.975 1.005 1.027 1.101 1.059 1.033 0.761 0.568 0.638 0.656 3.13 1.027 1.034 1.020 0.999 1.035 1.023 0.582 0.592 0.633 0.602 6.25 0.995 1.046 1.025 1.063 1.032 1.032 0.606 0.565 0.527 0.566 12.50 0.994 1.010 1.043 1.026 1.053 1.025 0.557 0.527 0.606 0.563 25.00 0.939 0.982 0.943 1.005 0.993 0.972 0.555 0.564 0.607 0.575 50.00 0.871 0.929 0.987 0.917 0.967 0.934 0.527 0.543 0.514 0.528 100.00 0.897 0.838 0.880 0.887 0.925 0.885 0.495 0.497 0.504 0.499 200.00 0.822 0.750 0.741 0.977 0.817 0.821 0.463 0.467 0.462 0.464
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
1.025 1.031 0.987 0.978 1.014 1.007
Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP20 terhadap kultur sel Myeloma Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 1.027 1.051 1.081 1.115 1.095 1.074 0.572 0.518 0.486 0.525 0.40 1.029 1.042 1.000 0.988 1.007 1.013 0.517 0.522 0.55 0.530 0.80 0.933 1.020 1.045 1.072 1.005 1.015 0.538 0.563 0.55 0.550 1.56 1.001 1.006 1.027 1.064 1.002 1.020 0.477 0.55 0.543 0.523 3.13 0.948 0.982 0.995 0.926 0.998 0.970 0.541 0.531 0.56 0.544 6.25 0.995 0.987 0.953 0.944 0.908 0.957 0.498 0.515 0.517 0.510 12.50 0.841 0.945 0.953 0.923 0.967 0.926 0.473 0.476 0.485 0.478 25.00 0.784 0.740 0.788 0.883 0.836 0.806 0.427 0.442 0.443 0.437 50.00 0.680 0.720 0.749 0.744 0.736 0.726 0.416 0.409 0.428 0.418 100.00 0.583 0.578 0.572 0.584 0.585 0.580 0.436 0.439 0.433 0.436 200.00 0.551 0.468 0.493 0.477 0.486 0.495 0.485 0.458 0.408 0.450
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
(65)
Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30 terhadap kultur sel Myeloma Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 1.128 1.055 1.088 1.143 1.148 1.112 0.508 0.521 0.525 0.518 0.40 1.060 1.047 1.070 1.085 0.973 1.047 0.516 0.511 0.519 0.515 0.80 1.045 1.052 1.100 1.054 1.098 1.070 0.496 0.503 0.524 0.508 1.56 1.022 1.027 1.071 1.023 1.070 1.043 0.489 0.500 0.522 0.504 3.13 0.960 1.027 0.973 1.021 1.051 1.006 0.524 0.531 0.528 0.528 6.25 0.870 0.830 0.845 0.896 0.906 0.869 0.559 0.502 0.515 0.525 12.50 0.902 0.965 0.990 1.046 1.039 0.988 0.409 0.467 0.495 0.457 25.00 0.914 0.909 0.966 0.984 0.949 0.944 0.466 0.618 0.489 0.524 50.00 0.687 0.739 0.778 0.706 0.710 0.724 0.480 0.585 0.505 0.523 100.00 0.609 0.567 0.647 0.600 0.615 0.608 0.469 0.508 0.565 0.514 200.00 0.636 0.619 0.600 0.635 0.625 0.623 0.499 0.525 0.516 0.513
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
1.041 1.092 1.116 1.147 1.199 1.119
Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP40 terhadap kultur sel Myeloma Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 1.081 1.119 1.183 1.196 1.173 1.150 0.488 0.515 0.526 0.510 0.40 1.136 0.997 1.088 1.055 1.104 1.076 0.473 0.498 0.510 0.494 0.80 1.041 1.048 1.102 1.119 1.062 1.074 0.469 0.478 0.500 0.482 1.56 1.043 1.069 1.089 1.071 1.078 1.070 0.439 0.474 0.486 0.466 3.13 0.952 0.975 1.102 0.964 1.049 1.008 0.436 0.462 0.485 0.461 6.25 1.047 1.076 1.050 1.045 1.044 1.052 0.430 0.450 0.446 0.442 12.50 0.919 1.006 0.988 0.954 0.961 0.966 0.444 0.442 0.453 0.446 25.00 0.805 0.879 0.870 0.791 0.848 0.839 0.436 0.458 0.456 0.450 50.00 0.693 0.711 0.673 0.697 0.727 0.700 0.441 0.449 0.453 0.448 100.00 0.608 0.603 0.588 0.556 0.621 0.595 0.446 0.464 0.456 0.455 200.00 0.598 0.631 0.654 0.612 0.585 0.616 0.477 0.505 0.528 0.503
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
(66)
Lampiran 4. Absorbansi sel Vero dengan metode MTT
Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP10 terhadap kultur sel Vero Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 0.893 0.867 0.879 1.165 0.873 0.935 0.608 0.642 0.642 0.631 0.40 0.842 0.858 0.861 1.117 0.871 0.910 0.594 0.602 0.566 0.587 0.80 1.140 0.857 0.781 0.990 0.782 0.910 0.617 0.593 0.530 0.580 1.56 1.149 0.880 0.849 0.819 0.852 0.910 0.633 0.678 0.630 0.647 3.13 1.175 0.889 0.884 0.919 0.906 0.955 0.613 0.648 0.604 0.622 6.25 0.869 0.883 0.803 0.875 0.874 0.861 0.643 0.641 0.361 0.548 12.50 0.905 0.898 0.880 0.877 0.879 0.888 0.666 0.657 0.652 0.658 25.00 0.895 0.849 0.869 0.896 0.871 0.876 0.545 0.606 0.393 0.515 50.00 0.873 0.869 0.844 0.852 0.844 0.856 0.722 0.591 0.528 0.614 100.00 0.790 0.853 0.806 0.827 0.846 0.824 0.600 0.575 0.488 0.554 200.00 0.699 0.659 0.738 0.716 0.768 0.716 0.594 0.508 0.626 0.576
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
0.872 0.918 0.853 1.050 0.908 0.920
Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP20 terhadap kultur sel Vero Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 0.879 0.900 0.931 0.889 0.891 0.898 0.844 0.939 0.724 0.836 0.40 0.892 0.819 0.886 0.880 0.921 0.880 0.870 0.685 0.665 0.740 0.80 0.866 0.901 0.776 0.851 0.886 0.856 0.615 0.619 0.680 0.638 1.56 0.862 0.876 0.890 0.845 0.803 0.855 0.633 0.621 0.722 0.659 3.13 0.890 0.903 0.916 0.855 0.904 0.894 0.737 0.676 0.697 0.703 6.25 0.934 0.932 0.848 0.910 0.841 0.893 0.639 0.593 0.694 0.642 12.50 0.857 0.868 1.093 0.841 0.818 0.895 0.598 0.601 0.628 0.609 25.00 0.884 0.880 1.102 1.012 0.866 0.949 0.666 0.631 0.624 0.640 50.00 0.853 0.880 1.151 0.829 0.841 0.911 0.556 0.610 0.583 0.583 100.00 0.844 0.828 0.966 0.854 0.855 0.869 0.555 0.564 0.645 0.588 200.00 0.769 0.818 0.932 0.818 0.825 0.832 0.586 0.590 0.611 0.596
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
(67)
Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30 terhadap kultur sel Vero Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 0.868 0.850 0.840 1.185 0.854 0.919 0.589 0.586 0.593 0.589
0.40 0.886 0.796 0.857 1.167 0.798 0.901 0.596 0.648 0.612 0.619
0.80 1.097 0.957 0.838 0.772 0.794 0.892 0.558 0.593 0.644 0.598
1.56 1.153 0.821 0.851 0.833 0.766 0.885 0.565 0.641 0.613 0.606
3.13 1.034 0.798 0.818 0.927 0.796 0.875 0.598 0.604 0.790 0.664
6.25 0.824 0.814 0.807 0.746 0.782 0.795 0.557 0.680 0.658 0.632
12.50 0.776 0.830 0.784 0.793 0.812 0.799 0.566 0.603 0.639 0.603
25.00 0.749 0.739 0.802 0.773 0.766 0.766 0.699 0.586 0.617 0.634
50.00 0.753 0.785 0.837 0.793 0.779 0.789 0.578 0.811 0.723 0.704
100.00 0.783 0.708 0.835 0.724 0.725 0.755 0.577 0.593 0.563 0.578 200.00 0.847 0.751 0.720 0.700 0.707 0.745 0.601 0.793 0.555 0.650
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
1.020 0.880 0.811 1.098 0.732 0.908
Tabel XIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP40 terhadap kultur sel Vero Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 0.799 0.788 0.768 0.776 0.788 0.784 0.489 0.831 0.598 0.639 0.40 0.813 0.762 0.759 0.815 0.770 0.784 0.552 0.560 0.728 0.613 0.80 0.815 0.783 0.856 0.753 0.767 0.795 0.679 0.561 0.769 0.670 1.56 0.822 0.753 0.721 0.757 0.742 0.759 0.524 0.568 0.578 0.557 3.13 0.786 0.741 0.764 0.755 0.744 0.758 0.548 0.582 0.567 0.566 6.25 0.762 0.790 1.027 0.764 0.730 0.815 0.541 0.554 0.597 0.564 12.50 0.791 0.780 1.091 0.768 0.713 0.829 0.522 0.549 0.581 0.551 25.00 0.759 0.727 0.905 0.599 0.695 0.737 0.552 0.562 0.575 0.563 50.00 0.696 0.671 0.818 0.691 0.693 0.714 0.640 0.549 0.579 0.589 100.00 0.754 0.753 0.782 0.746 0.709 0.749 0.515 0.553 0.561 0.543 200.00 0.804 0.763 0.737 0.758 0.781 0.769 0.562 0.550 0.551 0.554
I II III IV V
Rata-rata Kontrol
(68)
Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel Myeloma dengan metode MTT
Fraksi 10% Myeloma
Probit
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
DATA Information
11 unweighted cases accepted.
0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group.
0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information
ONLY Normal Sigmoid is requested.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Parameter estimates converged after 5 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
konsentr .03946 .04030 .97923 Intercept Standard Error Intercept/S.E. .19319 .04978 3.88125
Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 3.826 DF = 9 P = .922
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
konsentr Subjects Responses Responses Residual Prob
(1)
Lampiran 12. Foto ELISA reader SLT 340ATC
(2)
Lampiran 14. Foto Sentrifuge Hitachi
(3)
Lampiran 16. Foto Spektrofotometer UV
(4)
Lampiran 18. Nilai r tabel dan r hitung pada sel Myeloma dan sel Vero Diketahui nilai korelasi (r) pada tabel untuk taraf signifikansi 5%: r = 0,602
Nilai korelasi FP pada sel Myeloma
FP10 r2 = 0,204 r = 0,452
r hitung < r tabel, sehingga kolerasinya tidak linier
FP20 r2 = 0,687 r = 0,829
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
FP30 r2= 0,755 r = 0,869
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
FP40 r2= 0,786 r = 0,887
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
• Nilai korelasi FP pada sel Vero
FP10 r2 = 0,348 r = 0,589
r hitung < r tabel, sehingga kolerasinya tidak linier
FP20 r2 = 0,620 r = 0,787
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
FP30 r2= 0,795 r = 0,892
t hitung > t tabel, sehingga kolerasinya linier
FP40 r2= 0,103 r = 0,321
(5)
(6)
BIOGRAFI PENULIS
.
Penulis yang bernama lengkap Alfonsia Purnamasari lahir di Yogyakarta pada tanggal 01 Agustus 1985. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Eddy Purnomo dan Ibu Yustina Maria S. Tahun 1989 hingga 1991 menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Karitas Nandan Yogyakarta. Tahun 1991 hingga 1997 menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Tarakanita Bumijo Yogyakarta, dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SLTP Stella Duce 1 Yogyakarta. Tahun 2000 hingga 2003 menempuh pendidikan di SMU Bopkri II Yogyakarta. Tahun 2003 berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.