PEMBANGUNAN PENDIDIKAN BERBASIS KEWILAYAHAN DI TINGKAT KABUPATEN.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... vii

DAFTAR ISI ... xii

DARTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 18

1. Fokus Masalah ... 18

2. Pertanyaan Penelitian ... 20

C. Tujuan Penelitian ... 21

D. Manfaat Penelitian ... 21

E. Premis-premis Penelitian ... 23

F. Paradigma Penelitian ... 24

G. Metode Penelitian... 29

H. Lokus dan Informan Penelitian ... 30

1. Lokus Penelitian ... 30

2. Informan Penelitian ... 30

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 33

A. Konsep Dasar tentang Otonomi Daerah ... 33

1. Pengertian Otonomi Daerah ………..33

2. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah ……….. 34

3. Urusan Wajib yang Menjadi Kewenangan Daerah ………….. 36

4. Prospek Implementasi Otonomi Daerah …….………..37

B. Analisis Kebijakan Kewengan Penyelenggaraan Pendidikan Pusat dan Daerah ... 41

1. Menuju Desentralisasi Pendidikan ... 46

2. Kriteria Penetapan Kewenangan Pendidikan ... 50


(2)

2. Definisi Pendidikan ... 73

3. Manajemen Pendidikan ... 76

D. Manajemen Stratejik ... 79

1. Definisi Manajemen Stratejik ... 79

2. Proses Manajemen Stratejik ... 87

a) Tipe lingkungan ... 91

1) Analisis Lingkungan ... 91

2) Interpretasi Informasi Lingkungan ... 96

3) Analisis terhadap Elemen Stakeholder ... 96

b) Perumusan Strategi... 98

1) Visi dan Misi Organisasi ... 100

2) Sasaran Organisasi ... 112

3) Menentukan Strategi ... 117

4) Kebijakan ... 118

c) Implementasi Manajemen Stratejik... 118

1) Program ... 123

2) Penganggaran ... 124

3) Prosedur ... 125

d) Pengendalian, Penilaian dan Evaluasi Strategi ... 125

1) Konsisten ... 131

2) Kesesuaian... 132

3) Kelayakan ... 132

4) Keunggulan ... 133

E. Kebijakan Publik ... 134

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 134

2. Proses Pembuatan Kebijakan Publik ... 137

F. Pengembangan Pendidikan Berbasis Kewilayahan ... 140

1. Pemerataan dan Perluasan Akses ... 142

a) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun ... 144

b) Pemberantasan Buta Huruf/Penuntasan Pendidikan Melek Huruf ... 145

2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing ... 146


(3)

a) Pembiayaan Pendidikan ... 154

b) Kemampuan Satuan Pendidikan ... 166

G. Sistem Pemantuan dan Evaluasi ... 167

1. Prinsip Pelaksanaan ... 168

2. Sistematika Pemantauan dan Evaluasi ... 169

3. Mekanisme Pelaksanaan ... 169

a) Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah ... 170

b) Pemantauan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan Tingkat Provinsi ... 171

c) Pemantauan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota... 173

d) Pemantauan dan Evaluasi oleh Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan ... 175

e) Pemantauan dan Evaluasi oleh Satuan Pendidikan ... 176

f) Pemantauan dan Evaluasi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan ... 177

H. Studi Terdahulu yang Relevan ... 178

BAB III METODE PENELITIAN ... 182

A. Pendekatan Penelitian ... 182

B. Lokus dan Informan Penelitian ... 185

1. Lokus Penelitian ... 185

2. Informan Penelitian ... 186

C. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ... 191

D. Instrumen Penelitian... 200

E. Pelaksanaan Penelitian dan Agenda Penelitian ... 201

1. Pelaksanaan Penelitian ... 201

2. Agenda Penelitian ... 202

F. Analisis Data ... 203

1. Tahap Reduksi ... 203

2. Tahap Display ... 204

G. Validitas dan Objektivitas Data ... 204


(4)

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN ... 209

A. Gambaran Umum Profil Kawasan Penelitian ... 209

1. Kondisi Geografis ... 209

2. Kondisi Ekonomi ... 210

3. Kondisi Sosial Budaya ... 234

4. Kesehatan ... 241

5. Budaya ... 246

6. Kondisi Prasarana dan Sarana ... 247

7. Kondisi Pemerintahan Umum ... 257

8. Visi dan Misi Kabupaten Indramayu ... 260

9. Strategi Pembangunan Daerah ... 263

B. Gambaran Khusus Profil Kawasan Penelitian ... 271

1. Visi dan Misi Kabupaten Indramayu ... 271

2. Kondisi Pendidikan ... 276

3. Isu dan Masalah Strategis... 281

4. Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan ... 285

5. Visi dan Misi SKPD Dinas Pendidikan ... 289

6. Program SKPD Pendidikan dalam Pengembangan Pembangunan Pendidikan ... 295

7. Permasalahan-permasalahan yang Dihadapi pada Tahun Sebelumnya ... 310

8. Arah Kebijakan SKPD Tahun Sebelumnya dalam Menjalankan Tugas dan Fungsinya untuk Mencapai Visi Sesuai Renstra SKPD ... 311

9. Program dan Kegiatan SKPD ... 312

10.Kebijakan SKPD Dinas Pendidikan dalam Pengembangan Pembangunan Pendidikan ... 320

11.Implementasi Kebijakan Program SKPD Dinas Pendidikan dalam Pengembangan Pembangunan Pendidikan ... 356


(5)

Kabupaten Indramayu ... 361

a. Pemerataan dan Perluasan Akses ... 364

b. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing ... 368

c. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik ... 371

2. Pelaksanaan Pengembangan Pendidikan dalam Peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu ... 372

2.1. Program Pendidikan Anak Usia Dini ... 373

a. Pemerataan dan Perluasan Akses ... 374

b. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing ... 375

c. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik ... 377

2.2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun ... 377

a. Pemerataan dan Perluasan Akses ... 378

b. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing ... 381

c. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik ... 384

2.3. Program Implementasi Pendidikan Menengah ... 385

a. Pemerataan dan Perluasan Akses ... 386

b. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing ... 387

c. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik ... 391

2.4. Program Pendidikan Tinggi ... 392

a. Pemerataan dan Perluasan Akses ... 392

b. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing ... 394

c. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik ... 397


(6)

Kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam

Konteks Otonomi Daerah ... 403

3.1. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan ... 407

3.2. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan ... 411

3.3. Program Penelitian dan Pengembangan Iptek... 413

3.4. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan ... 414

3.5. Program-program Lainnya ... 416

3.6. Implementasi Kegiatan Lintas SKPD, Lintas Pelaku, dan Lintas Wilayah... 420

3.7. Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah ... 423

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 397

1. Pelaksanaan Pengembangan Pendidikan di Kabupaten dalam Peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Indramayu ... 442

2. Pelaksanaan Pengembangan Pendidikan dalam Peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu ... 459

2.1. Pendidikan Anak Usia Dini ... 460

2.2. Pendidikan Dasar 9 Tahun ... 471

a. Tingkat SD (SD dan MI) ... 471

b. Tingkat SMP (SMP dan MTs) ... 476

2.3. Pendidikan Menengah ... 491

2.4. Perguruan Tinggi ... 510

3. Implementasi Kebijakan Pengembangan Pendidikan dalam kerangka Otonom Daerah ... 524

3.1. Kebijakan Pengembangan Pendidikan Berbasis Kewilayahan ... 530

3.2. Dinas Pendidikan sebagai Pelaksana Operasional dan Pengembangan Pendidikan ... 532


(7)

KEWILAYAHAN DI KABUPATEN INDRAMAYU ... 549

A. Pengertian Model ... 549

B. Asumsi dan Unsur Model ... 552

C. Konstelasi Model ... 556

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 560

A. Kesimpulan ... 560

B. Implikasi ... 571

C. Rekomendasi ... 573

DAFTAR PUSTAKA ... 579 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan globalisasi, tuntutan reformasi pembangunan nasional dan dampak krisis ekonomi serta moneter, pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Artinya, dalam konteks ini pembangunan pendidikan nasional tidak dapat lepas dari perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun global. Pendidikan harus dibangun dalam keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai kehidupan, yang masing-masing memiliki persoalan dan tantangan yang semakin kompleks.

Dalam dimensi sektoral tersebut pembangunan pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada SDM dalam rangka menyiapkan tenaga kerja, tetapi harus dilihat dari perspektif pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam perspektif demikian, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun seluruh potensi manusia agar menjadi subyek berkembang secara oftimal dan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional.

Dalam perspektif sosial, pendidikan diharapkan melahirkan insan terdidik yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Pendidikan menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan mobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru di mana menjadi elemen penting dalam memperkuat daya rekat sosial (social


(9)

cohesion). Dengan demikian, pendidikan mampu memberi kontribusi dalam upaya memantapkan integrasi sosial.

Dalam perspektif budaya, pendidikan juga merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos di kalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrument untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional dan memantapkan jatidiri bangsa, bahkan peran pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus globalisasi membawa pengaruh kontradiktif dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.

Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi sosial. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi dan mempunyai keterampilan teknis dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan wirausaha, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak memasuki persaingan antarbangsa di era global.


(10)

Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizens), yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai bangsa. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha besar untuk meletakan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis yang bertumpu pada golongan masyarakat kelas menengah terdidik yang menjadi pilar civil society yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.

Kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya pendidikan itu telah diwujudkan di dalam dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan pasal 2 dan 3 UU No. 20 Tahun 2003, yang menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin pada UUD 1945 (Pasal 31 setelah amandemen), yang menegaskan bahwa : (1) Setiap warga negara berhak


(11)

mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja negara daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Dalam bagian lain dijelaskan pula tentang hak dan tanggung jawab pemerintah, yaitu: (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang ( UUD 1945 Pasal 31 ).

Diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta PP No. 25 Tahun 2000, mempengaruhi penetapan kebijakan nasional pembangunan pendidikan, khususnya terhadap pelaksanaan program nasional yang menjadi kewenangan daerah. Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menerangkan bahwa pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai


(12)

dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaruan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa:

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN, 2003 : 2).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengamatkan pula, bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU RI No. 32, 2004 : 5). Penanganan bidang pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota, sehingga dalam implementasinya harus menjadi skala prioritas utama selain bidang kesehatan dan daya beli masyarakat (sasaran Indeks Pembangunan Manusia/IPM).

Salah satu provinsi di Indonesia yang turut memberikan kontribusi terbesar dalam pembangunan nasional adalah Provinsi Jawa Barat. Sejalan dengan pembangunan di sektor pendidikan yang dilaksanakan secara makro, tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat dapat diukur dengan Indeks pendidikan yang merupakan salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Komposit IPM menurut PBB melalui United Nations Development Programs (UNDP) (Abin, 2008 : 8) ini meliputi 3 (tiga) komponen, yaitu Indeks


(13)

Harapan/Kelangsungan Hidup (Indeks Kesehatan) /towil umri wa shahih, Indeks Pengetahuan (Indeks Pendidikan) dan Indeks Daya Beli (Indeks Ekonomi). Berdasarkan ketiga unsur indikator dasar PBB (UNDP) suatu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index ditetapkan.

Dalam pembangunan pendidikan di Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat memprioritaskan pemerataan kesempatan pendidikan di wilayahnya agar dapat meningkatkan kontribusinya terhadap IPM. Selain itu, pembangunan pendidikan ini diharapkan dapat meningkatkan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan di wilayah Provinsi Jawa Barat untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Dengan demikian, masing-masing kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Barat mempunyai hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pengembangan pendidikan di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga penanganan pengembangan bidang pendidikan di kabupaten/kota wilayah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah.

Keterkaitannya dengan hal itu, kita bisa melihat perkembangan kontribusi Indeks Pendidikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diberikan oleh masing-masing kabupaten / kota di wilayah di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003-2005. Hal ini penting dipaparkan di sini sebagai potret awal terhadap kondisi pendidikan di masing-masing kabupaten/ kota di Jawa Barat.


(14)

Tabel 1.1.

Kontribusi Indeks Pendidikan (IP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Jawa Barat Pada Tahun 2003-2005

No Wilayah 2003 2004 2005

IP IPM IP IPM IP IPM

1. Bogor 75.60 67.81 76.06 68.10 77.47 68.99 2. Sukabumi 77.22 67.13 78.49 67.56 78.97 68.54 3. Cianjur 77.66 65.58 78.61 66.18 78.82 66.79 4. Bandung 82.00 67.51 83.31 68.52 84.12 69.16 5. Garut 78.97 65.21 80.34 66.31 80.93 67.03 6. Tasikmalaya 79.71 67.06 80.20 68.46 80.64 69.08 7. Ciamis 78.11 69.93 78.42 70.89 78.63 71.08 8. Kuningan 74.66 67.28 76.14 68.00 78.04 68.80 9. Cirebon 72.75 63.00 73.49 63.97 74.05 64.58 10. Majalengka 75.39 67.35 75.61 68.01 75.98 68.52 11. Sumedang 80.34 69.67 82.56 70.65 83.30 71.40 12. Indramayu 62.52 61.90 64.86 63.24 66.98 64.48 13. Subang 72.99 67.42 73.50 68.20 74.17 68.47 14. Purwakarta 79.02 68.19 79.68 68.86 80.10 69.52 15. Karawang 72.80 64.33 73.34 65.04 74.31 66.35 16. Bekasi 78.60 69.78 79.74 70.52 79.89 70.88 17. Kota Bogor 86.60 73.96 87.74 74.64 88.10 74.92 18. Kota Sukabumi 85.27 73.40 85.84 73.96 86.37 74.58 19. Kota Bandung 89.29 77.15 88.94 77.17 89.06 77.42 20. Kota Cirebon 83.90 71.00 85.59 71.92 87.00 72.52 21. Kota Bekasi 88.63 73.49 89.61 74.95 90.03 75.48 22. Kota Depok 86.38 76.13 87.40 76.85 88.90 77.81 23. Kota Cimahi 87.18 71.98 87.55 73.83 88.87 75.16 24. Kota Tasikmalaya 87.22 69.78 83.98 71.05 84.61 71.62 25. Kota Banjar 79.68 70.96 80.43 71.52 80.67 71.73 Jawa Barat 78.41 67.87 79.02 68.36 79.59 69.35 Sumber : Provinsi Jawa Barat (internet http://www.jabar.go.id/jabar/fs/menu

/files/Tabel_Perkembangan_IPM_Jabar.pdf, 23 Juni 2008).

Berdasarkan tabel 1.1. tersebut terlihat bahwa IPM Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003 sebesar 67.87, pada tahun 2004 sebesar 68.36 dan pada tahun 2005 sebesar 69.35. Kontribusi IPM terbesar di wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003 diberikan oleh Kota Bandung (77.15), pada tahun 2004 diberikan oleh Kota Bandung (77.17) dan pada tahun 2005 diberikan oleh Kota Depok (77.81).


(15)

Tingginya nilai IPM di wilayah Provinsi Jawa Barat ini, salah satunya diperoleh dari kontribusi Indeks Pendidikan yang tinggi, yaitu pada tahun 2003 diberikan oleh Kota Bandung (89.29) dan pada tahun 2004 diberikan oleh Kota Bandung (88.94). Namun pada tahun 2005 kontribusi Indeks Pendidikan terbesar diberikan oleh Kota Bekasi (90.03), sedangkan Kota Depok (88.90) hanya menempati urutan ketiga setelah Kota Bandung (89,06). Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari indikator IPM yang lain, yaitu; kesehatan dan daya beli.

Sedangkan kontribusi IPM terendah diberikan berturut-turut oleh Kabupaten Indramayu yang pada tahun 2003 sebesar 61.90, pada tahun 2004 sebesar 63.24 dan pada tahun 2005 sebesar 64.48. Rendahnya nilai IPM di Kabupaten Indramayu ini tak luput dari rendahnya kontribusi Indeks Pendidikan di wilayahnya, yaitu pada tahun 2003 sebesar 62.52, pada tahun 2004 sebesar 64.86 dan pada tahun 2005 sebesar 66.98.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2005 (69,35) berada pada urutan ke-14 sementara IPM DKI Jakarta sebesar 76,1 menempati urutan ke-1. Hal ini merupakan tantangan bagi Pemerintahan Provinsi Jawa Barat untuk mengembangkan pendidikan di Provinsi Jawa Barat karena pendidikan merupakan salah satu faktor dari IPM. Betapa pentingnya pendidikan sebagai salah satu unsur penopang terwujudnya IPM yang baik, maka Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan Jawa Barat pada tahun 2008. Oleh karena itu, dipandang perlu diadakan suatu rencana pembangunan pendidikan di wilayah Provinsi Jawa Barat yang baik, dalam arti perencanaa itu bermuara pada upaya agar visi Jawa


(16)

Barat dapat terwujud (Agenda UPI, Internet http://www.upi.edu /?C=Agenda&id=17, 16 Juni 2008).

Pencapaian Indeks Pendidikan di Provinsi Jawa Barat ataupun propinsi lainnya di Indonesia ini diperoleh berdasarkan indikator-indikatornya. Dalam hal ini, Indeks Pendidikan ini diukur dengan 2 (dua) indikator, yaitu: 1) Angka Melek Huruf (AMH) dan 2) Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) ini dapat pula ditunjukkan dari Angka Partisipasi Kasar (APK), yaitu rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu, Angka Partisipasi Murni (APM), yaitu persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama dan angka drop out/putus sekolah, yaitu persentase siswa yang berhenti sekolah.

Berikut ditampilkan perkembangan Indeks Angka Melek Huruf (AMH) dan Indeks Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003-2005. Dengan kata lain, bahwa dengan melihat tabel di bawah ini, kita akan dengan mudah menganalisis eksistensi Indeks Pendidikan di masing-masing wilayah kabupaten / kota. Mana yang terlihat sudah maju, sedang, normal dan sangat mungkin masih ada yang dinilai masih kurang bahkan sangat kurang sehingga keberadaannya perlu dilakukan perubahan menuju sebuah kesempurnaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.


(17)

Tabel 1.2.

Indeks Angka Melek Huruf (AMH) dan Indeks Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Di Provinsi Jawa Barat Pada Tahun 2003-2005

No Wilayah 2003 2004 2005

AMH RLS AMH RLS AMH RLS

1 Bogor 92.80 41.20 93.22 41.73 93.91 44.60 2 Sukabumi 96.17 39.33 96.23 43.00 96.59 43.73 3 Cianjur 95.82 41.33 96.51 42.80 96.67 43.13 4 Bandung 97.50 51.00 98.20 53.53 98.65 55.07 5 Garut 96.11 44.67 97.63 45.76 98.16 46.47 6 Tasikmalaya 97.40 44.33 97.90 44.80 98.19 45.53 7 Ciamis 95.50 43.33 95.67 43.93 95.74 44.40 8 Kuningan 90.52 42.93 91.88 44.67 94.12 45.87 9 Cirebon 88.64 40.97 88.73 43.00 89.34 43.47 10 Majalengka 91.76 42.67 91.92 43.00 92.33 43.27 11 Sumedang 96.18 48.67 98.01 51.67 98.72 52.47 12 Indramayu 76.41 34.73 78.76 37.07 80.43 40.07 13 Subang 87.78 43.40 87.85 44.80 88.42 45.67 14 Purwakarta 95.20 46.67 95.62 47.80 95.78 48.73 15 Karawang 87.86 42.67 87.98 44.07 88.40 46.13 16 Bekasi 92.24 51.33 92.67 53.87 92.70 54.27 17 Kota Bogor 97.70 64.07 98.51 66.20 98.92 66.47 18 Kota

Sukabumi 98.90 58.00 99.03 59.47 99.06 61.00 19 Kota Bandung 99.54 68.80 99.01 68.80 99.12 68.93 20 Kota Cirebon 95.85 60.00 96.89 63.00 97.23 66.53 21 Kota Bekasi 98.12 69.67 98.71 71.40 98.85 72.40 22 Kota Depok 96.90 65.33 97.16 67.80 97.98 70.73 23 Kota Cimahi 99.33 62.87 99.82 63.00 99.84 66.93 24 Kota

Tasikmalaya 98.67 49.33 98.80 54.33 98.85 56.13 25 Kota Banjar 94.82 49.40 95.64 50.00 95.80 50.40 Jawa Barat 93.62 48.00 93.96 49.13 94.52 49.73 Sumber: Provinsi Jawa Barat (internet http://www.jabar.go.id/jabar/fs/menu

/files/Tabel_Perkembangan_IPM_Jabar.pdf, 23 Juni 2008).

Berdasarkan tabel 1.2. tersebut terlihat bahwa kontribusi terbesar Indeks Angka Melek Huruf (AMH) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003 diberikan oleh Kota Bandung (99,54), pada tahun 2004 diberikan oleh Kota Cimahi (99,82) dan pada tahun 2005 diberikan oleh Kota Cimahi (99,84). Sedangkan kontribusi


(18)

terkecil Indeks Angka Melek Huruf (AMH) di Provinsi Jawa Barat berturut-turut diberikan oleh Kabupaten Indramayu, yaitu pada tahun 2003 sebesar 76,41, pada tahun 2004 sebesar 78,76 dan pada tahun 2005 sebesar 80,43. Angka Melek Huruf (AMH) yang menggambarkan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis (latin dan huruf lainnya) sebagai salah satu variabel dari Indeks Pendidikan di samping variabel Rata-rata Lama Sekolah (RLS), pada tahun 2003-2005 terlihat mengalami peningkatan yang signifikan. Namun demikian, meskipun kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa sampai dengan tahun 2005 telah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan baca masyarakat di Provinsi Jawa Barat, tetapi peningkatan ini terlihat lambat bahkan cenderung konstan.

Selanjutnya, kontribusi terbesar Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003-2005 diberikan berturut-turut oleh Kota Bekasi, yaitu; tahun 2003 (69,67), tahun 2004 (71,40) dan tahun 2005 (72,40). Sedangkan kontribusi terkecil Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Provinsi Jawa Barat berturut-turut diberikan oleh Kabupaten Indramayu, yaitu pada tahun 2003 sebesar 34,73, pada tahun 2004 sebesar 37,07 dan pada tahun 2005 sebesar 40,07. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) sebagai salah satu variabel dari Indeks Pendidikan, pada tahun 2003-2005 terlihat juga mengalami peningkatan yang signifikan. Namun demikian, meskipun kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa sampai dengan tahun 2005 telah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap rata-rata lama sekolah masyarakat di Provinsi Jawa Barat, tetapi peningkatan ini terlihat lambat bahkan cenderung konstan.


(19)

Berdasarkan pengamatan di atas, rendahnya Indeks Pendidikan di Kabupaten Indramayu tentunya menjadi tantangan bagi pemerintahan daerah Kabupaten Indramayu untuk mengimplementasikan kebijakan pengembangan pendidikan di wilayahnya dengan baik agar dapat mengejar ketertinggalan/kesenjangan dengan wilayah kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, penanganan bidang pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi prioritas utama pada kewenangan pemerintahan daerah Kabupaten Indramayu dalam kerangka Otonomi Daerah.

Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah sebagai koordinator semua instansi sektoral dan kepala daerah merupakan penguasa tunggal yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pembinaan dan pengembangan wilayahnya. Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu sebagai satu kesatuan wilayah pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan harus mempunyai arah dan tujuan tertentu yang harus dicapai melalui pembangunan semua bidang, termasuk bidang pendidikan dan kebudayaan. Ini berarti bahwa rencana pembangunan pendidikan di Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan Kabupaten Indramayu secara keseluruhan. Oleh karena itu, segala usaha dan kegiatan pembinaan dan pengembangan di bidang pendidikan di Kabupaten Indramayu harus berada di bawah sepengetahuan dan koordinasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu untuk menjaga keserasian dan keterkaitannya dengan sektor lain dalam rangka mencapai arah dan tujuan


(20)

pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Berikut ini ditampilkan administrasi pemerintahan di Kabupaten Indramayu.

Tabel 1.3.

Administrasi Pemerintahan Kabupaten Indramayu

No. Administrasi Pemerintahan Jumlah

1 Kabupaten 1

2 Kecamatan 31

3 Desa/Kelurahan 310

4 Desa Terpencil 76

5 Luas Wilayah 2.040,11 Km2

Sumber : Bapeda Kabupaten Indramayu 2008

Dari keadaaan administrasi pemerintahan Kabupaten Indramayu tersebut, dapat dikemukakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dituntut untuk dapat melakukan pengembangan pendidikan yang merata di 31 kecamatan dan 310 desa/kelurahan serta pengembangan pendidikan tersebut juga harus dapat menjangkau 76 desa terpencil. Sehingga arah kebijakan pengembangan pendidikan yang diharapkan di Kabupaten Indramayu dapat terwujud yang akhirnya dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di wilayahnya.

Upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Indramayu khususnya dalam bidang pendidikan sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sangat terasa dampak positifnya. Hal ini terbukti dengan meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) serta semakin rendahnya angka drop out sekolah di Kabupaten Indramayu.


(21)

Berikut ditampilkan perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Drop Out Sekolah di Kabupaten Indramayu.

Tabel 1.4.

Rata-rata Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni dan Angka Drop Out Sekolah Tingkat SD dan SMP Sederajat di Kabupaten

Indramayu Pada Tahun 2005 - 2006

No. Nama Kecamatan APK APM DO

1. Indramayu 79.09 72.47 0.55 2. Sindang 129.20 118.58 0.80

3. Pasekan - - -

4. Arahan 89.57 82.26 1.86

5. Centigi 77.81 66.57 0.40 6. Balongan 99.26 91.51 0.46 7. Juntinyuat 93.62 84.80 0.78 8. Karangampel 108.13 100.93 0.49 9. Kedokan Bunder 88.99 81.27 0.01 10. Krangkeng 96.49 87.81 0.55 11. Jatibarang 103.40 96.00 0.77

12. Sliyeg 93.97 88.75 0.65

13. Tukdana - - -

14. Bangodua 87.86 82.23 1.10 15. Widasari 85.19 79.74 0.53 16. Lohbener 92.88 87.34 0.87 17. Kertasemaya 113.06 101.09 0.82 18. Sukagumiwang 107.25 97.77 0.61

19. Lelea 85.45 80.25 0.67

20. Losarang 82.68 78.71 0.98 21. Kandanghaur 85.57 80.82 1.27 22. Cikedung 50.90 46.90 0.10 23. Terisi 108.47 101.43 0.77

24. Kroya 73.83 70.33 1.26

25. Gabuswetan 83.36 77.95 0.53

26. Bongas 89.41 80.54 1.33

27. Patrol - - -

28. Sukra 81.75 76.31 1.05

29. Anjatan 84.95 79.13 1.26 30. Haurgeulis 89.82 84.29 1.26

31. Gantar 86.51 79.86 0.28

Kabupaten Indramayu 91.02 84.13 0.79 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu 2005


(22)

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa rata-rata Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SD dan SMP Sederajat di Kabupaten Indramayu pada tahun 2005/2006 sebesar 91.02%, Angka Pasrtisipasi Murni (APM) sebesar 84.13 dan angka drop out sekolah sebesar 0.79%. Di antara 31 kecamatan di Kabupaten Indramayu tersebut terlihat masih ada tiga kecamatan yang belum memiliki data mengenai data APK, APM dan Drop Out sekolah. Angka Partisipasi Kasar (APK) yang terbesar di Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Sindang (129.20%) dan yang terkecil adalah Kecamatan Cikedung (50.90%), Angka Partisipasi Murni (APM) yang terbesar di Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Sindang (118.58%) dan yang terkecil adalah Kecamatan Cikedung (46.90%), sedangkan angka drop out sekolah yang terbesar di Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Arahan (1.86%) dan yang terkecil adalah Kecamatan Kedokan Bunder (0.01%).

Dengan demikian, dapat terlihat bahwa kesenjangan antara pengembangan pendidikan di Kecamatan Sindang dan Kecamatan Cikedung sangat jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pengembangan pendidikan di Kabupaten Indramayu sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara keseluruhan mengalami peningkatan, namun peningkatan ini masih dirasakan lambat/konstan dan tidak merata di tiap kecamatan di Kabupaten Indramayu. Faktor-faktor yang menentukan keberagaman dalam pencapaian target / tujuan pendidikan, disebabkan oleh kemampuan masing-masing wilayah (kecamatan) dalam mengimplementasikan pendidikan.


(23)

Implementasi kebijakan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan, khususnya di wilayah Kabupaten Indramayu selama kurun waktu 3 tahun (2003-2005) terlihat menunjukkan adanya peningkatan, yang pada awal dilaksanakannya Otonomi Daerah jauh tertinggal dari wilayah lain di Provinsi Jawa Barat. Namun demikian, peningkatan Indeks Pendidikan di Kabupaten Indramayu ini masih terlihat lambat dan cenderung konstan dengan rangking terakhir di Provinsi Jawa Barat.

Keterlambatan peningkatan Indeks Pendidikan di Kabupaten Indramayu disebabkan oleh banyak faktor : (1) Kebijakan pemerintah sebelum reformasi (Orde Baru) yang tidak memiliki keberpihakan terhadap sektor pendidikan menyebabkan Kabupaten Indramayu tertinggal dengan daerah lain; (2) Belum adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan; (3) Luasnya wilayah, menjadi faktor penyebab lambannya ketercapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh.

Lambatnya pengembangan pendidikan di Kabupaten Indramayu ini dapat dilihat dari kenyataan-kenyataan yang ada di Kabupaten Indramayu pada awal diberlakukannya Otonomi Daerah (2001-2002), antara lain:

1. Masih Rendahnya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun (6 tahun di Sekolah Dasar/SD dan 3 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP);

2. Tingginya Angka Buta Huruf di Kabupaten Indramayu.

Hal lain yang menyebabkan pengembangan pendidikan lamban karena belum optimalnya para pelaksana kebijakan pengembangan pendidikan, terutama


(24)

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kepala Cabang Dinas Pendidikan Indramayu dan para Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan pendidikan yang dikeluarkan oleh pimpinan daerah (Bupati Indramayu), sehingga harus ada perubahan (inovasi) dari para pengambil kebijakan terutama Bupati Indramayu, Dinas Pendidikan Kabupaen Indramayu, dan Kepala Sekolah dalam pengambilan kebijakan pendidikan yang tepat untuk peningkatan pendidikan pada tahun berikutnya.

Dengan adanya fenomena dasar yang dihadapi pemerintah Kabupaten Indramayu, terutama implementasi kebijakan pengembangan pendidikan dalam kerangka Otonomi Daerah, penulis berusaha untuk mengungkapkan aspek-aspek kelemahan dan keunggulan, serta upaya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, terutama para tenaga kependidikan (Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, Kepala Cabang Dinas Kabupaten Indramayu, Kepala Sekolah, Guru, dan lain-lain), yang diharapkan dapat memberikan motivasi dan penguasaan konsep-konsep implementasi kebijakan pengembangan pendidikan di Kabupaten Indramayu semakin meningkat. Itulah sebabnya pokok-pokok persoalan di atas sangat menarik dan relevan untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan program studi Manajemen Pendidikan (Administrasi Pendidikan), konsentrasi Studi Kebijakan Pengembangan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian tertarik untuk mengangkat penelitian yang memfokuskan diri pada upaya peningkatan Indeks Pendidikan ditinjau dari pembangunan pendidikan berbasis kewilayahan, dengan judul PEMBANGUNAN PENDIDIKAN


(25)

BERBASIS KEWILAYAHAN DI TINGKAT KABUPATEN (Studi Implementasi Kebijakan Pendidikan di Kabupaten Indramayu dalam Konteks Otonomi Daerah).

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Masalah

Untuk mewujudkan Visi ”Terwujudnya Masyarakat Indramayu yang Religius, Tangguh dan Sejahtera Dalam Suasana Kehidupan yang Aman, Tertib dan Damai serta Tatanan Daerah yang Makmur, Lestari dan Mandiri” diperlukan upaya-upaya yang terencana dan matang. Upaya tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sektor yang menjadi prioritas. Prioritas pembangunan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 6 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah Kabupaten Indramayu Tahun 2001-2005 diarahkan sejalan dengan pengembangan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), salah satunya pembangunan di sektor pendidikan yang dilaksanakan secara makro.

Pengembangan Pembangunan Pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu, pada awal pelaksanaan Otonomi Daerah (kurun waktu 2001-2002), menghadapi masalah yang cukup signifikan. Oleh karena itu, perlu dikaji dan dianalisis secara mendalam berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, sehingga diharapkan ada perubahan yang sangat mendasar dan signifikan dalam pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu.


(26)

Pada penelitian ini perlu dilakukan fokus masalah agar sasaran yang diinginkan dapat terwujud dengan baik. Sebagaimana yang diungkapkan Djam’an (2009:30) bahwa begitu banyak fakta-fakta yang diungkap, keinginan yang dibuktikan, namun peneliti dapat membatasi kajian dengan menetapkan fokus studi sebagai batas penelitian agar tidak menimbulkan kebingungan dalam memverifikasi, mereduksi, dan menganalisi data”.

Fokus masalah sangat urgen untuk diteliti dalam bagian ini dan memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan pendidikan berbasis kewilayahan. Keterkaitan faktor pengembangan pendidikan dengan Indeks Pendidikan, baik dalam Angka Melek Huruf (AMH) maupun Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) siswa pendidikan dasar (SD dan SLTP) dihubungkan dengan kerangka Otonomi Daerah merupakan fokus penelitian ini. Adapun fokus masalah tersebut kemudian dibatasi pada pokok-pokok permasalahan, sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pengembangan pendidikan terhadap peningkatan Angka Melek

Huruf (AMH) berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu.

2. Pelaksanaan pengembangan pendidikan terhadap peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu.

3. Implementasi kebijakan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah.

4. Model implementasi kebijakan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah.

Pokok-pokok masalah di atas merupakan kajian penulis dalam penelitian, sehingga penulis berusaha untuk menganalisis, mengkaji, menafsirkan,


(27)

menemukan, dan menyimpulkan, serta mengadakan tindak lanjut (follow up) secara berkesinambungan (kontinuitas) dengan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama dengan para pengambil kebijakan (Bupati Indramayu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu/Kepala Cabang Dinas di Kecamatan, Para Kepala Sekolah, Para Camat, Para Kuwu/Lurah, dan pihak lainnnya). Masalah-masalah di atas juga diharapkan ada upaya pemecahan yang cukup signifikan, terutama terhadap Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, baik perubahan pada input, proses, output maupun outcomes, terutama hubungannya dengan pengembangan pembangunan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu.

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah yang telah dikemukakan, dapat dikemukakan beberapa pertanyaan guna membatasi pembahasan agar tidak menyimpang dari yang dimaksudkan dalam penelitian, sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan pengembangan pendidikan dalam peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Indramayu ?

b. Bagaimanakah pelaksanaan pengembangan pendidikan dalam peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu ?

c. Bagaimanakah implementasi kebijakan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah ?

d. Bagaimanakah model implemetasi kebijakan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah ?


(28)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Sesuai dengan masalah yang dipaparkan, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk “menganalis secara empirik berkenaan dengan pembangunan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah”.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini yakni menghimpun dan menganalisis data untuk menemukan hal-hal, sebagai berikut:

a. Gambaran pelaksanaan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan dalam peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Indramayu; b. Gambaran pelaksanaan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan

dalam peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu;

c. Gambaran implementasi Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah.

d. Gambaran Model Implemetasi Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah ?

D. Manfaat Penelitian

Setiap melakukan penelitian, diharapkan dapat mendatangkan kemanfaatan bagi kepentingan orang banyak. Dengan demikian, hasil penelitian bisa memberi kontribusi terhadap taraf kehidupan manusia itu sendiri. Hasil


(29)

penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan kegunaan baik teoritis maupun praktis yaitu :

1. Kegunaan Teoritis

a. Memperkaya khasanah ilmu Administrasi Pendidikan khususnya berkaitan dengan kajian tentang Otonomi Daerah, Manajemen Strategik, Manajemen Pendidikan, dan Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan;

b. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian terutama dalam bidang Otonomi Daerah, Manajemen Strategik, Manajemen Pendidikan, dan Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pengambil Kebijakan (Bupati Indramayu, Dinas Pendidikan/Kepala Cabang Dinas Pendidikan) penelitian ini bermanfaat : (1) memberikan informasi tentang Otonomi Daerah, Manajemen Strategik, Manajemen Pendidikan, dan Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan; (2) Menyusun kebijakan tentang Otonomi Daerah, Manajemen Strategik, Manajemen Pendidikan, dan Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan. b. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dan kepala sekolah untuk mengembangkan tentang Otonomi Daerah, Manajemen Strategik, Manajemen Pendidikan, dan Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan; c. Bagi peneliti yang berikutnya dapat dijadikan frame work yang mengkrucutkan penelitian tentang Otonomi Daerah, Manajemen Strategik, Manajemen Pendidikan, dan Kebijakan Pendidikan Berbasis Kewilayahan secara lengkap.


(30)

d. Memberikan wawasan ilmu pengetahuan mengenai pelaksanaan pengembangan pendidikan dalam peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu; e. Memberikan pedoman pemikiran atau pengembangan wawasan dalam

pelaksanaan pembangunan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah.

E. Premis-premis Penelitian

Agar penelitian ini mencapai sasarannya, maka diperlukan anggapan dasar sebagai dasar atau titik tolak penelitian. Winarno Surahmad (1985:107) menjelaskan, bahwa “anggapan dasar atau postulat adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik itu”. Memperhatikan pernyataan tersebut, anggapan dasar sebagai landasan penelitian untuk keyakinan tentang kokohnya penelitian, penulis kemukakan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pengembangan pendidikan sangat menentukan peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Indramayu;

b. Pelaksanaan pengembangan pendidikan sangat menentukan peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu;

c. Peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) sangat menentukan peningkatan Indeks pendidikan di Kabupaten Indramayu; d. Peningkatan Indeks pendidikan sangat menentukan peningkatan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator keberhasilan pembangunan dalam kerangka Otonomi Daerah di Kabupaten Indramayu.


(31)

F. Paradigma Penelitian

Berdasarkan fokus dan rumusan permasalahan serta tujuan dari studi yang dilakukan, paradigma yang disusun dapat dilihat pada gambar 1.1.

Perkembangan iptek telah mengkrucutkan dunia memasuki tatanan global. Untuk menjawab dinamika zaman seperti itu, tidak ada jalan lain kecuali menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing secara komparatif dan kompetitif seiring dinamika tantangan zaman tersebut.

Dalam upaya menghasilkan SDM yang mumpuni, pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis untuk mewujudkannya. Dalan konteks ini, seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah penanganan sektoral diberikan wewenangnya kepada daerah (kabupaten/kota) untuk memenejnya dengan baik sehingga pendidikan bisa berkembang secara maksimal.

Sejalan dengan program PBB lewat UNDP bahwa indikator mutu SDM ditentukan oleh tiga faktor : (1) pendidikan; (2) kesehatan, dan (3) daya beli masyarakat. Dengan merujuk ketiga hal tersebut, pendidikan menjadi salah satu pilar yang sangat menentukan bagi terwujudnya IPM berkualitas. Indikator pendidikan berkualitas dicerminkan oleh tingginya Indeks Pendidikan : AMH (Angka Melek Huruf) dan RLS (Rata-Rata Lama Sekolah). Atau dengan perkataan lain, Indeks Pendidikan ditentukan oleh AMH dan RLS yang baik, tanpa AMH dan RLS yang baik tidak mungkin terwujud Indeks Pendidikan yang baik pula.

Indeks Pendidikan yang baik sangat menentukan atau memberi kontribusi positif terhadap terwujudnya IPM yang baik. IPM yang baik akan sangat


(32)

menentukan kemajuan daerah, dan kemajuan suatu daerah akan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Indramayu. Dengan kesejahteraan masyarakat yang baik, maka tujuan dari lahirnya Otonomi Daerah dapat terwujud di seluruh negeri ini. Inilah kesejatian dari tujuan yang hendak dicapai oleh Otonomi Daerah.

Kabupaten Indramayu sebagai salah satu bagian wilayah Republik Indonesia (di Jawa Barat) tentu saja harus memiliki korelasi dalam menjalankan kebijakan pengembangan pendidikan di tanah air. Artinya, mengejar AMH dan RLS agar terwujud Indeks Pendidikan yang tinggi sehingga eksistensi pendidikan mampu menjadi pilar penopang dalam mewujudkan IPM yang sempurna, adalah langkah strategis dalam rangka mewujudkan kemajuan daerah. Dengan kemajuan suatu daerah, sangat berpeluang untuk mensejahterakan masyarakat di mana mereka berada di wilayah tersebut.

Masalah - masalah pokok penelitian di atas merupakan acuan penelitian. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu dijadikan sebagai Model Pembangunan Pendidikan Berbasis Kewilayahan sangat menentukan terhadap kinerja pemerintah Kabupaten Indramayu, terutama dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam bidang pendidikan di Kabupaten Indramayu.

Untuk lebih jelasnya hal tersebut di atas dapat dilihat pada model paradigma penelitian di bawah ini :


(33)

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini menunjuk pada pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu yang lebih ditekankan pada upaya peningkatan Indeks Pendidikan yang mencakup Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dalam konteks Otonomi Daerah.

Pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu ini mengacu pada proses manajemen pendidikan dalam mengaplikasikan kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dalam pengembangan pendidikan yang berdasarkan potensi yang dimiliki daerah. Artinya bahwa pendidikan yang dikembangkan di Kabupaten Indramayu selain harus merujuk kepada visi, misi, dan strategi pembangunan yang dikembangkan di Kabupaten Indramayu, juga melihat segala potensi : baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Indramayu. Dengan demikian, pembangunan pendidikan yang dikembangkan sesungguhnya dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapai pemerintah Indramayu.

Indeks Pendidikan

Otonomi Daerah

Angka Melek Huruf (AMH)

Rata-Rata Lama Sekolah

(RLS)

Peningkatan IPM

feedback

Kesejahteraan Masyarakat Pengembangan


(34)

Berbasis kewilayahan yang dimaksud tentu saja kewilayahan dalam konteks Kabupaten Indramayu dengan kultur dan karakteristik yang ada di sana. Dengan bahasa lain, bahwa telah diyakini untuk menangani problematika pengembangan pendidikan yang ada di Kabupaten Indramayu tidak terlepas dari unsur-unsur penopang yang ada di dalamnya. Misalnya potensi alam seperti sumber migas, kelautan, pertanian, kehutanan, adat istiadat, bahasa daerah yang berbeda dari bahasa di Propinsi Jawa Barat (bahasa Jawa) sedangkan di Jabar adalah bahasa Sunda, dan lain-lain. Atas dasar potensi-potensi itulah pendidikan di Kabupaten Indramayu dikembangkan. Tanpa memperhatikan potensi yang relevansi itu, dan link and match dalam konteks antara kebutuhan masyarakat dengan output sekolah tidak nyambung, kesejatian potensi yang dimiliki oleh wilayah dan warganya tidak tercover oleh “dinamika hiruk-pikuk” dunia pendidikan. Dengan demikian, pendidikan akan mejadi kawah “Kawah Candra Dimuka” lahirnya generasi baru yang terasing dari nilai-nilai dan potensi yang ada di daerahnya.

Konten dan konteks Kabupaten Indramayu dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan bisa jadi sangat kontras dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat atau wilayah-wilayah lain di Indonesia. Namun demikian, pendidikan berbasis kewilayahan di Indramayu sangat mungkin bisa diadopsi, ditiru, dan dijadikan rujukan bagi wilayah lain yang memiliki kultur dan karakteristik sama seperti Kabupaten Indramayu.


(35)

Adapun kerangka pikir penelitian mengenai pengembangan pembangunan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu, dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1.2. Kerangka Pikir Penelitian

Otonomi Daerah

Pengembangan Pendidikan

Peningkatan Angka Melek Huruf (AMH)

Peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Peningkatan Indeks Pendidikan

Peningkatan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Peningkatan

Pembangunan Daerah Kebijakan Pendidikan

Stakeholders


(36)

G. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif atau naturalistic yang menghasilkan data deskriptif, sehingga dilakukan Metode Deskriptif Analitis. Deskriptif analitis adalah metode penelitian yang digunakan untuk memberikan gambaran atau mendeskripsikan serta menganalisis hasil-hasil penelitian berdasarkan tafsiran data yang diperoleh melalui data-data dari lapangan pada kondisi obyek yang alami dengan menekankan kejadian masa kini dan masa lampau untuk memproyeksikan gambaran yang akan datang dengan menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian Deskriptif Analitis lebih menuturkan / menguraikan sesuatu secara sistematis tentang data atau karakteristik tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat, menganalisis serta menginterpretasikan data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Dengan kata lain penelitian Deskriptif Analitis memusatkan pada masalah-masalah yang bersifat aktual, untuk melukiskan variabel atau kondisi apa yang ada dalam situasi tertentu.

Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan data, peneliti harus terjun langsung ke objek yang akan diteliti. Dengan cara demikian, peneliti akan menangkap makna yang tersirat dari sikap, pola, gerak-gerik dan emosi sumber informasi. Suasana dan situasinya benar-benar dalam setting yang sesungguhnya. Melihat hal demikian, peneliti berperan sebagai key instrument dalam pengumpulan data dengan teknik dan alat bantu penelitian : Observasi, Angket (Kuesioner), Wawancara (Interview) dan Studi Dokumentasi.


(37)

Eksistensi peneliti sebagai key instrument, selain peneliti harus benar- benar konsen pada penelitian yang dilakukannya, peneliti harus teliti dan jeli dalam melihat setiap langkah penelitian yang dilakukannya.

H. Lokus dan Informan Penelitian 1. Lokus Penelitian

Sesuai dengan fokus masalah dan tujuan penelitian, maka lokasi penelitiannya adalah wilayah Kabupaten Indramayu, khususnya di Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, mengingat fokus penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk menganalisis empirik kerkenaan dengan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu yang pada awal diterapkannya kebijakan Otonomi Daerah (2001/2002) termasuk kabupaten yang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya terendah di Provinsi Jawa Barat.

3. Informan Penelitian

Informan penelitian ini adalah Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, yakni Kepala Dinas Kabupaten Indramayu beserta para Stafnya, Kepala UPTD Pendidikan kecamatan beserta para Stafnya, Para Kepala SD, SLTP, dan SLTA, serta Guru di Kabupaten Indramayu.

Dari para Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten inilah diperoleh data dan informasi mengenai berbagai hal/aktivitas yang ada kaitannya dengan fokus penelitian ini.


(38)

Dapat ditegaskan di sini bahwa informan penelitian dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, oleh Spradley (dalam Sugiyono, 2005 : 49) dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang pada situasi tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransfer ke tempat lain pada situasi yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus dipelajari.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudjana (1989) populasi adalah “totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas serta mengetahui sifat-sifat sebagaimana mestinya”. Selanjutnya dikemukakan lagi, bahwa sampel adalah sebagian dari populasi baik anggota maupun karakteristik yang ingin dipelajari Sudjana (1989 : 54). Sampel bisa berupa informan, yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan sejumlah informasi tentang situasi dan kondisi penelitian, dan masalah penelitian yang dirinci menjadi sejumlah pertanyaan penelitian. Penentuan sampel penelitian tidak dilakukan secara acak, melainkan sampel bertujuan (purposive sampling). Dikatakan berikutnya oleh Meong (1990:24), bahwa sampel bertujuan memiliki sejumlah kriteria sebagai berikut :

1) Rancangan sampel yang muncul, artinya penentuan suatu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu;


(39)

2) Penentuan sample secara berurutan; 3) Penyusunan berkelanjutan dari sampel;

4) Penilaian berakhir jika sudah terjadi pengulangan.

Dengan demikian, penggalian data dan informasi (subjek penelitian) akan berkembang menjadi internal sampling yang benar-benar mengetahui permasalahan yang sedang diteliti. Oleh karenanya, informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya, maka yang termasuk populasi dan sampel atau sebagai subjek utama adalah Kepala Dinas Kabupaten Indramayu itu sendiri, sedangkan para staf, Kepala UPTD, Kepala Sekolah dan Guru (SD, SLTP, SMA) sebagai cross check terhadap self assessment Kepala Dinas Kabupaten Indramayu.


(40)

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dengan memperhatikan tujuan penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Deskriptif Analitis yang dirancang untuk mendeskripsikan fakta dan data serta melakukan analisis dan prediksi tentang apa yang dilakukan untuk mencapai keadaan yang akan datang. Sementara kerangka prosedur penelitian yang penuh pertimbangan dilakukan dalam setting alami yang bersifat “circular” (melingkar). Artinya, pemilihan metode deskriptif kualitatif karena tidak melakukan penelitian di laboratorium.

Tujuan pokok penelitian ini lebih ditekankan untuk memperoleh informasi dan mengkaji tentang implementasi kebijakan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahaan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah, di mana fokusnya perihal Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) sebagai penopang Indek Pendidikan yang bermuara pada upaya pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam menghadapi tantangan persaingan global.

Lexy J. Maleong mengutip pendapat Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan, bahwa:

Metode kualitatif / naturalistik sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tertentu secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan (Lexy J. Maleong, 2000:3).


(41)

datanya dikumpulkan, dianalisis dan dilaporkan, bercorak kualitatif bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistik, karena situasi lapangan bersifat “natural” atau “alamiah” / ”wajar”, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, tanpa diatur dengan eksperimen atau test.

Pendekatan Deskriptif Analitis dengan menggunakan metode “kualitatif / naturalistik” ini, didasarkan pada hal-hal yang nyata berdasarkan pengamatan, akan tetapi label atau tafsiran masih dapat berubah bila kita peroleh data baru yang mungkin membantah tafsiran itu. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi.

Penelitian “Deskriptif Analitis”, menuturkan / menguraikan sesuatu secara sistematis tentang data atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat, menganalisis serta menginterpretasikan data yang ada pada saat penelitian dilakukan.

Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan inquiry qualitative interactive, yaitu suatu studi mendalam yang menggunakan teknik berhadapan langsung dengan orang di dalam latar alamiah mereka dalam pengumpulan data (MCMillan dan Schumacher, 2001 : 35). Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini cenderung mencari informasi yang tepat tentang tujuan penelitian sehingga ditemukan informasi akurat tentang bagaimana implementasi kebijakan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu.


(42)

dan menafsirkan makna dari peristiwa interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu. Dengan karakteristik seperti itu, maka pendekatan penelitian ini lebih tepat jika menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982 : 27-30) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik :

(1) Qualitatif research has the natural setting as direct of data and the researchers are the keys instrument.

(2) Qualitative research is descriptive.

(3) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.

(4) Meaning is of essential concern to the qualitative approach.

Penelitian kualitatif interaksi yang dilakukan tidak bermaksud untuk menguji suatu teori, meskipun kenyataannya tidak dapat melepaskan diri dari telaah atau kajian teori, namun perlu dinyatakan bahwa telaah dan kajian teoritis tersebut hanya digunakan untuk membantu peneliti dalam merumuskan sejumlah permasalahan bayangan (foreshadowed problems) dan alat bantu analisis. Kerena itu, perlu ditegaskan bahwa penelitian ini lebih diarahkan kepada upaya memahami bagaimana implementasi kebijakan pengembangan pendidikan berbasis kewilayahaan di Kabupaten Indramayu dalam konteks Otonomi Daerah untuk mencapai Indeks Pendidikan bisa direalisasikan dengan baik. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penulis sangat antusias untuk menganalisis dan menemukan faktor-faktor kebijakan sebagaimana yang penulis kemukakan pada tujuan penelitian ini.

Dengan demikian, output dan outcome serta impact (pengaruh) yang diharapkan dari hasil penelitian adalah untuk mencari pemecahan masalah atau kebijakan yang terbaik berkaitan dengan implementasi kebijakan pengembangan


(43)

Otonomi Daerah.

B. Lokus dan Informan Penelitian 1. Lokus Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka secara umum lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Indramayu khususnya di Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu. Mengingat fokus penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk menganalisis empirik berkenaan dengan Implementasi Kebijakan Pengembangan Pendidikan dalam Kerangka Otonomi Daerah di Kabupaten Indramayu yang pada awal diterapkannya kebijakan Otonomi Daerah (2001/2002) termasuk kabupaten yang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya sangat rendah di Provinsi Jawa Barat, maka selain eksitensi Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu menjadi lokasi sentral dalam peneltian ini, keberadaan UPTD Pendidikan Kecamatan dan Sekolah (Kepala Sekolah, Guru) menjadi tempat dalam penelitian ini.

Hal ini urgen dilakukan mengingat betapa pentingnya eksistensi mereka dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan berbasis kewilayahan di Kabupaten Indramayu. Dari merekalah sumber data dapat diperoleh, sehingga dengan mengakses semua informasinya, diharapkan hasil penelitian juga dapat ditemukan data-data yang sempurna sehingga eksistensi penelitian benar-benar bisa mendatangkan hasil yang diharapkan.


(44)

Informan utama peneilitian ini adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu sebagai pemimpin di Institusi Pendidikan tersebut. Namun demikian, karena yang menjadi obyek penelitian adalah implementasi kebijakan pendidikan berbasis kewilayahan kabupaten, maka melibatkan pula Staf Dinas Kabupaten, Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan, Kepala Sekolah, dan guru sebagai pelakasana kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Dapat ditegaskan di sini bahwa informan penelitian dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sitilah populasi, oleh Spradley (dalam Sugiyono, 2005:49) dinamakan “social situation” atau situasi social yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelakau (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.1. :

Place

Actor Activity

Sumber : Sugiyono (2005 : 50)

Gambar 3.1.

Social Situation (Situasi Sosial)

Pada penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransfer ke tempat lain

Social Situation


(45)

dipelajari.

Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1989:34) populasi adalah “totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun ukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas serta mengetahui sifat-sifat sebagaimana mestinya”. Selanjutnya dikemukakan lagi, bahwa sampel adalah sebagian dari populasi baik anggota maupun karakteristik yang ingin dipelajari (Sudjana, 1989 : 35). Sampel bisa berupa informan, yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan sejumlah informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, dan masalah penelitian yang dirinci menjadi sejumlah pertanyaan penelitian (Moelong, 1990 : 59), bahwa sampel bertujuan memiliki sejumlah kriteria sebagai berikut :

1) Rancangan sampel yang muncul, artinya penentuan suatu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu;

2) Penentuan sampel ecara berurutan; 3) Penyusunan berkelanjutan dari sampel;

4) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.

Dengan demikian, penggalian data dan informan (subjek penelitian) akan berkembang menjadi internal sampling yang benar-benar mengetahui permasalahan yang sedang diteliti. Oleh karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subyek lainnya, maka termasuk populasi dan sampel atau sebagai subyek utama adalah Pimpinan Knator Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu,


(46)

Pendidikan Kecamatan, Kepala Sekolah dan Guru sebagai cross check terhadap self assessment pimpinan kantor Unit Pelayanan Teknis Dinas Kabupaten Indramayu.

Secara keseluruhan informan yang akan diteliti berada pada lokasi/obyek penelitian sebagai berikut :

1. Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu

Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa “Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja”.

Khusus dalam bidang pendidikan Kabupaten Indramayu diberi kewenangan untuk menyelenggarakan desentralisasi pendidikan secara optimal. Hal ini mengacu pada penyerahan kewenangan pemerintahan dalam bidang pendidikan kepada daerah / kota untuk menyelenggarakan pendidikan dengan tidak melepaskan kebijakan-kebijakan dari tingkat provinsi maupun kebijakan nasional.

Upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Indramayu khususnya dalam bidang pendidikan sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999


(47)

Daerah, sangat terasa dampak positifnya. Hal ini terbukti dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Indramayu, seperti:

a) Diberlakukannya Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) di lingkungan Dinas Pendidikan yang terdiri dari lima Subdin dan satu bagian, yaitu : (1).Sub Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas);

(2).Sub Dinas Pendidikan Menengah (Dikmen); (3).Sub Dinas Pendidikan Masyarakat (Dikmas); (4).Sub Dinas Pendidikan Keagamaan (Dikag); (5).Sub Dinas Olahraga dan Kesiswaan (Orsis); dan (6).Bagian Tata Usaha

b) Diangkatnya Kepala SD, SMP, SMA, SMK Negeri/Diperbantukan (DPK) dan Pengawas (TK, SD, SMP, SMA, SMK) oleh Bupati Indramayu atas pertimbangan / saran Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, yang sebelumnya pengangkatan ini dilakukan di tingkat Provinsi Jawa Barat melalui Kepala Kantor Wilayah Pendidikan Provinsi Jawa Barat;

c) Meningkatnya dana untuk kebutuhan pendidikan Kabupaten Indramayu, mencapai di atas 30 % mulai tahun anggaran 2004.

2. Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan

Berdasarkan data dari Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dan Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu tahun 2008, bahwa jumlah UPTD


(48)

(Kecamatan Sukra) ke Timur (Kecamatan Karangampel), sebagai berikut : Tabel 3.1.

Daftar UPTD Pendidikan di Kabupaten Indramayu Tahun 2008

NO. NAMA UPTD PENDIDIKAN

KECAMATAN ALAMAT

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. INDRAMAYU SINDANG PASEKAN ARAHAN CENTIGI BALONGAN JUNTINYUAT KARANGAMPEL KEDOKAN BUNDER KRANGKENG JATIBARANG SLIYEG TUKDANA BANGODUA WIDASARI LOHBENER KERTASEMAYA SUKAGUMIWANG LELEA LOSARANG KANDANGHAUR CIKEDUNG TERISI KROYA GABUSWETAN BONGAS PATROL SUKRA ANJATAN HAURGEULIS GANTAR Jl. Song-Indramayu Desa Sindang Desa Pasekan Desa Arahan Desa Centig Desa Sukaurip Desa Juntikebon Desa Karangampel Desa Kedokan Bunder Desa Krangkeng Desa Bulak Desa Sliyeg Desa Karangkerta Desa Wanasari Desa Ujunghaya Desa Lohbener Desa Teluk Agung Desa Sukagumiwang Desa Lelea

Desa Puntang Desa Ilir

Desa Cikedung Lor Desa Cibereng Desa Kroya Desa Gabuswetan Desa Bongas Desa Patrol Desa Sukra Desa Anjatan Desa Haurgeulis Desa Gantar


(49)

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu tahun 2008, bahwa jumlah sekolah menurut jenjang dan jenis tertulis sebagaimana tabel berikut :

Tabel 3.2.

Daftar Jumlah Sekolah Menurut Jenjang Dan Jenis Tahun Pelajaran : 2007/2008

N0. JENJANG

SEKOLAH

SEKOLAH MENURUT STATUS

JUMLAH

NEGERI SWASTA

1 T K 2 248 250

2 S D 868 11 879

3 S M P 71 77 148

4 S M A 18 34 52

5 S M K 14 31 45

J U M L A H 973 401 1.374

C. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila kita lihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber sekunder dan sumber primer. Sumber sekunder merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan sumber primer merupakan data yang langsung diperoleh dari orang yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

Mengingat data yang dikumpulkan dalam penelitian ini masih merupakan data mentah / lunak (soft data), maka harus disusun, diklasifikasikan, diolah dan dianalisis menurut teknik / prosedur tertentu. Oleh karena itu, data yang dikumpulkan melalui Teknik Observasi, Angket (Kuesioner), Wawancara


(50)

validitas (internal/eksternal), reliabilitas, dan objektivitas.

Validitas internal (kredibilitas) menunjuk pada apakah instrumen sungguh-sungguh mengukur variabel yang sebenarnya, yaitu kebenaran data yang diperoleh dengan instrumen atau kesesuaian konsep per responden. Validitas eksternal (transferabilitas, applicabilitas), menunjuk pada kaitan generalisasi, yakni hingga manakah generalisasi yang dirumuskan berlaku bagi kasus-kasus lain di luar penelitian atau dapat diterapkan oleh orang lain pada situasi lain.

Reliabilitas (depentabilitas), menunjuk pada adanya konsistensi, yakni memberikan hasil yang konsisten atau kesamaan hasil, sehingga dapat dipercaya sehubungan dengan apakah penelitian itu dapat diulangi atau direplikasi oleh peneliti lain dengan hasil yang konsisten.

Objektivitas (konfirmabilitas), menunjuk bila hasil penelitian sama, siapapun penelitinya. Objektivitas terdapat, bila hasil penelitian dapat dibenarkan atau dikonfir oleh peneliti lain. Dengan kata lain berusaha untuk sedapat mungkin memperkecil subyektivitas.

Selanjutnya bila dilihat dari segi teknik pengumpulan data, seperti yang diungkapkan di atas, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan : (1) observasi (pengamatan), (2) interview (wawancara), (3) dokumentasi, (4) triangulasi.

1) Observasi

Pengumpulan data melalui cara observasi merupakan metode dengan pengamatan terhadap obyek suatu peneltian. Dalam mengadakan observasi,


(51)

(1995:98) menyatakan bahwa “through observation, the research learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Nasution (1988 : 23) mengemukakan bahwa, observasi dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai data kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil maupun yang sangat jauh dapat diobservasi dengan jelas.

2) Wawancara

Dalam melakukan wawancara pada penelitian kualitatif, menurut Nasution (1988:54) bahwa :

Wawancara yang dilakukan sering bersifat terbuka dan tak berstruktur. Ia tidak menggunakan test standard atau instrument lain yang telah diuji validitasnya. Ia mengobservasi apa adanya dalam kenyataan. Ia mengajukan pertanyaan dalam wawancar menurut perkembangan wawancara itu secara wajar berdasarkan ucapan dan bauh pikiran yang dicetuskan orang yang diwawancarai.

Dalam melaksanakan penelitian kualitatif tersebut, digunakan wawancara yang tidak berstruktur dan lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap dan keyakinan subyek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek. Pendapat yang dikemukakan oleh Enterberg (2002 : 97) bahwa wawancara adalah sebagai berikut : “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting ini communication and joint construction of meaning about a particular topic”.


(52)

ide melalui tanya-jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna ke topik tertentu. Susan Stainback (1988 : 98) mengemukakan bahwa : interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpet a situation or phenomenon than can be gained through observation alone. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

Dalam penelitian kualitatif, sering dapat dilakukan penggabungan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Untuk melakukan wawancara, dapat dilakukan dengan terstruktur sehingga pengumpulan data dapat lebih pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dan juga dapat tidak dengan terstruktur, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan, di mana peneliti berusaha mendapatkan infromasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan yang harus diteliti.

3) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, yang bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang yang bisa dijadikan data guna melengkapi penelitian yang dilakukan. Data dokumentasi akan dipublikasi dan selanjutnya dilakukan konfirmasi melalui wawancara


(1)

--- (2006). Rencana Strategik Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Dinas Pendidikan Indramayu. (2006). Rencana Strategik Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu 2006-2010. Indramayu : Dokumen, tidak dipublikasikan.

Djumberansyah. (1994). Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Aditama.

Engkoswara. (1999). Menuju Indonesia Modern 2020, Bandung: Yayasan Amal Keluarga.

---. (2001). Paradigma Manajemen Pendidikan menyongsong Otonomi Daerah, Bandung: Yayasan Amal Keluarga.

---. (2002). Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan, Bandung: Yayasan Amala Keluarga.

Fandy. (2003). Total Quality Management. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Fattah, Nanang. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Andira. ---. (2000). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung : Rosda. ---. (2002). Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Fathoni, A. (2006). Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Fiedler, Ford E.. (1967). Theory of Leadership Effectiveness, New York: Mc. Gra-Hill.

Freedman, Mike dan Tregoe, Benjamin B.. (2004). The ART and Discipline of Strategic Leadership, Pemikiran Strategis untuk Merealisasikan Visi Organisasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gaffar, Mohammad Fakr. (1987). Perencanaan Pendidikan, Teori dan Metodologi, Jakarta: P2LPTKDitjen Dikti-Depdikbud.

---. (1987). Beberapa Fenomena dalam mengembangkan Kepemimpinan Pendidikan Khas Indonesia, pada temu pendapat ISPI, Bandung: IKIP Bandung.


(2)

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly. (1997). Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Binarupa Aksara.

Goleman, D., dkk (2002). Primal Leadership, Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Hersey, Paul dan Blanchard, Kenneth H. (1982). Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources, Englewood Cliffs, New Jersey: Pretice Hall.

Hunger, David J. Dan Wheelen, Thomas L. (1996). Strategic Managemernt 5 th Edition, Florida: Published by Addison Wesley Publishing Company. Idochi Anwar, Moch.. (2003). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya

Pendidikan (Teori, Konsep, dan Isu), Bandung : Alfabeta.

Jalaluddin dan Abdullah. (2002). Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

James Mac Gregor Burn. (1979). Leadership, New York: Happer Colophon Book-Happer & Raw, Publishers.

John V. (2003). Strategic Management. Australia : Prentice Hall.

Kartini, Kartono. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Keputusan Mendiknas RI. (2002). Pedoman Penyusunan Standar Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Sekala Jalmakarya.

Komariah. (2004). Pengaruh Visionary Leadership dan Budaya Sekolah terhadap Efektivitas Sekolah di Era Desentralisasi Pada SMAN di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Propinsi Jawa Barat. Pasca Sarjana UPI Bandung : Disertasi.

Kotler, Philip. (2000). Marketing Management. Analysis, Planning, Implementation and Control. New Jersey: Prentice Hall.

Kristiadi, J.B. (1997). Manajemen Perubahan Meyongsong Globalisasi dan Milenium Baru. Paper Semarang : UNDIP.

Kusuma S., Ananto dan Wahab, Rochmat. (1998). Analisis Misi dan Visi Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud-Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal.


(3)

Lamb, Robert Boyden. (1984). Competitive Strategic Management, Englewood Cliffs, NewYork: Prentice Hall.

Lembaga Administrasi Negara. (1992). Performance Improvement Planning, Suatu Pendekatan Perencanaan Peningkatan Kinerja (Prestasi Kerja). Jakarta: Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I.

---. (2005). Akuntabilitas dan Good Governace. Jakarta : Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I.

Lester, R. (1989). MIT Commision on In Industrial Productivity. Boston: Amarica.

Lewis, Ralph G., dan Douglas H. Smith. (1994). Total Quality Higher Education. Florida: St. Lucia Press.

Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Psikologi Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Maleong, Lexy J..(2000). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Montanari, J.R., Morgan, Cryll P., Bracker, J.S. (1990). Strategik Management: A Choice Approach. United Stated of America, Chichago: The Dryden Press. Mulyadi. (2007). Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personal Berbasis

Balanced Scorecard”. Yogyakarta : STIM YKPN.

---. (1998). Perumusan Misi, Visi. Core Beliefs dan Core Values Organisasi. Manajemen Usahawan Indonesia. (27).01-7-11.

Mutharam, A. (1998). Peranan Kepemimpinan Institusional Kepala Sekolah untuk Menyelenggarakan Inovasi Pendidikan. Tesis Parca Sarjana IKIP Bandung : Tidak diterbitkan.

Mulyasa, E.. (2002), Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

---. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nanang Fattah. (2001). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remadja Rosdakarya.


(4)

Nawawi, H. (2005). Manajemen Stratejik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 39. (2000). Peraturan Pemerintah tentang perubahan atas PP Nomor 38 tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.

Permadi, Dadi. (1999). Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Kepala Sekolah, Bandung Sarana Pancakarya.

Poerwadarminta, W.J.S.. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Rangkuti, F. (2000). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT. Sun.

Rivai, Veithzal. ( 2004). Kiat Memimpin dalam Abad ke–21, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Robbins, Stephen P.. (2003). Perilaku Organisasi Jilid 2, Jakarta: Gramedia. Russell G. (1980). Planning Education for Development Volume I. Cambridge :

massachusetts.

---. (1980). Planning Education for Development Volume II. Cambridge : Massachusetts.

Sagala. (2007). Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Saladin, D. (1999). Unsur-unsur Inti Pemasaran dan Manajemen Pemasaran. Bandung: Mandar Maju.

Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education, London: British Library Cataloguing in Publication Data.

Satori, Djam’an. (2000). Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (Makalah), Bandung: Depdiknas.

Satori, Djam’an, et-all. (2001). Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat-MBS Dewan Sekolah, Bandung: Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.


(5)

Saud, S. (2005). Perencanaan Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Siagian, S. P. (2007). Manajemen Stratregik. Jakarta : Bumi Aksara.

---. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

---.(1982). Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku Administrasi. Jakarta: PT. Gunung Agung.

--- (1990). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Soebagio Atmodiwirio dan Soeranto Totosiswanto. (1991). Kepemimpinan Kepala Sekolah, Semarang: Adhi Waskita.

Stoner, James A. F. R. Edward Freeman & Daniel R. Gilbert Jr. (1996). Manajemen, Jilid I, Alih bahasa Alexander Sindoro, Jakarta: PT. Prehallindo.

Sudjana. (1996). Metode Statistika, Bandung: Tarsito.

Sudjana, H.D. (2000). Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Falah Production.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.

---.(2001). Statistika Nonpora Metris untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. --- (2006). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualtitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

--- (2006). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. ---(2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Syamsudin, A. (2000). Kumpulan Materi Seri Perencnaan. Jakarta : Depdiknas. ---. (1999). Pemberdayaan Sistem Perencanaan dan Manajemen

Brebasis Sekolah Menuju ke Arah Peningkatan Kualitas Kinerja Pendidikan yang Diharapkan. Bandung : IKIP Bandung.


(6)

---. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

---. (2004). Membangun Bangsa melalui Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Terry, G.R. (1996). Prinsiples of Management, Homewood Illinois: Richard D. Irwin, Inc.

Thoha, Miftah. (1999). Perilaku Organisasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada. ---. (199). Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Thomas, J. Sergiovanni. (2002). Moral Leadership, San Francisco: Jose Bas Publiser.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan. (2003). Pengantar Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI.

Tillar, HAR. (1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi : Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta : Grasindo.

---. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional. Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta : Rineka Karya.

Tim Kelompok Kerja MBS Jawa Barat. (2003). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat, Bandung: Dinas Pendidikan Propinsi Jawa barat.

Tjiptono, Fandy & Diana, Anastasia. (2003). Total Quality Management, Yogyakarta: Andi.

Tregoe, B.B. dan W.Z. John (1985). Strategik Management. Jakarta: Erlangga. Undang Undang RI Nomor 20. (2003). Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:

Dirjen Dikdasmen.

Undang-Undang RI Nomor 32. (2004). Sistem Pemerintahan Dearah, Jakarta: Eka Jaya.

Wahjosumidjo. (1999). Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.