REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA JULIA PEREZ ( Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra Julia Perez Di Televisi ).

(1)

DALAM IKLAN KONDOM SUTRA

VERSI GOYANG KAMASUTRA JULIA PEREZ

( Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra Julia Perez Di Televisi )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

UPN “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh :

TRI WORO SETYOWATI

NPM : 0643010391

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

TRI WORO SETYOWATI. (0643010391). REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra di Televisi)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui representasi sensualitas perempuan dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra yang ditayangkan di televisi.

Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis semiotik Charles Sanders Peirce dalam teorinya mengkategorikan tanda menjadi tiga, yaitu icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Oleh karena itu peneliti akan menginterpretasikan makna-makna yang ada pada iklan yang diteliti tersebut berdasarkan kategori tersebut.

Dari hasil pemaknaan dan penjelasan peneliti mengenai Iklan Kondom Sutra di Televisi, maka dapat terlihat kategori tanda yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol dalam iklan tersebut yang juga merupakan korpus dalam penelitian ini.Julia Perez adalah merupakan ikon dari Iklan Kondom Sutra di Televisi karena pada gambar tersebut mengisyaratkan sebuah kemiripan antara tanda dan objeknya. Pada Iklan Kondom Sutra di Televisi yang termasuk dalam kategori indeks adalah segala bentuk tulisan atau kata-kata, garis wajah, alis, serta background atau latar belakang yang ada pada iklan tersebut. Kategori ketiga dari tanda menurut Peirce adalah simbol, dan yang termasuk simbol dalam Iklan Kondom Sutra di Televisi tersebut adalah baju warna merah, bibir merah, anting dan microphone. Dari hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ikon, indeks, dan simbol dalam penelitian ini saling berhubungan atau terkait. Hal ini semakin mempertegas maksud dari iklan Kondom Sutra yang menggunakan Julia Perez sebagai bintang iklannya sebagai sosok yang seksi, dengan goyangan dan desahan yang menggoda untuk menarik penonton, jika ingin menikmati keseksiannya harus menggunakan kondom sutra terlebih dahulu..

Kata kunci : iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra, Semiologi, Charles Sanders Peirce


(3)

(4)

 

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra di Televisi)

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsi ini Penulis telah mendapatkan bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi skripsi ini, diantaranya:

1. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Zainal Abidin A. M.Si, M.Ed Dosen Pembimbing Utama Penulis yang


(5)

  nya selama ini.

5. Spesial untuk Galyh yang mensupport, serta teman-temanku yang selalu memberi semangat.

6. Untuk semua pihak yang mendukung baik semangat maupun doa-nya yang Peneliti tidak dapat sebutkan satu per satu.

Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang telah diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

Surabaya, Juli 2010


(6)

Halaman

KATA PENGANTAR………...………..………..…………..i

DAFTAR ISI……….……...………..………..……...……ii

BAB I PENDAHULUAN………...………..……….…..1

1.1 Latar Belakang Masalah……….………..………...1

1.2 Perumusan Masalah………..…………....………….9

1.3 Tujuan Penelitian……. …………...………..………....9

1.4 Manfaat Penelitian……..……….…….……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA…...………..…………...…….…………... ... 11

2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1 Periklanan ... 11

2.1.1.1. Tujuan Iklan... 14

2.1.1.2. Fungsi Iklan ... 15

2.1.1.3. Jenis-Jenis Iklan... 16

2.1.1.4. Iklan Televisi ... 18

2.1.1.4.1. Unsur-Unsur Iklan Televisi ... 21

2.1.2 Sensualitas... 24

2.1.3 Perempuan Dalam Iklan... 27


(7)

2.1.6 Representasi ... 36

2.1.7 Respon Psikologi Warna... 37

2.2. Kerangka Berpikir... 39

BAB III METODE PENELITIAN………...….….41

3.1 Metode Penelitian....………..…..41

3.2 Kerangka Konseptual………...…..……….……41

3.2.1 Corpus………..41

3.3 Unit Analisis…....………42

3.4 Teknik Pengumpulan Data……...……..………..…………...44

3.5 Teknik Analisis Data……….……….….…44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...….….46

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian………..…..46

4.1.1 Iklan Kondom Sutra..………..46

4.2 Penyajian Data……..………...…..……….……48

4.3 Ikon, Indeks dan Simbol….………48

4.4 Analisis Iklan Kondom Sutra Di televisi ………51

4.4.1 Tampilan Visual Dalam Scene 1 ... 51

4.4.2 Tampilan Visual Dalam Scene 2 ... 52


(8)

4.5 Representasi Keseluruhan Iklan Kondom Sutra……….57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...….…62

5.1 Kesimpulan……….………..….62

5.1 Saran……..……….………..…..63

LAMPIRAN………..iii


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap hari kita dijejali oleh ratusan tampilan iklan baik di televisi, radio, surat kabar, majalah ataupun media yang lainnya. Ada iklan yang menarik, kurang menarik atau bahkan sama sekali tidak menarik, sehingga kita tidak pernah ingat akan iklan yang tidak menarik tersebut. Nampaknya iklan dipercaya sebagai cara untuk mendongkrak penjualan oleh kebanyakan pengusaha yang punya anggaran yang besar untuk kegiatan promosi (Sutisna, 2003:275).

Iklan merupakan bentuk penyajian dan promosi mengenai suatu produk, jasa atau ide yang penyajian dan promosinya itu dilakukan dan dibayar oleh perusahaan. Iklan telah lama digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan kebutuhan membeli bagi konsumen atau menjual berbagai produk barang ataupun jasa. Iklan dipandang sebagai “senjata” yang sangat ampuh bagi pengiklan untuk memasarkan produknya.

Tujuan periklanan pada umumnya adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli sebuah produk. Agar periklanan dapat menarik dan berkomunikasi dengan khalayaknya dalam cara tertentu sehingga membuahkan hasil yang diinginkan, pengiklan pertama-tama harus memahami khalayak mereka. Mereka harus


(10)

mengakrabkan diri dengan cara berfikir para konsumen, dengan faktor-faktor yang memotivasi mereka, serta dengan lingkungan di mana mereka hidup (Lee & Johnson, 2004:108).

Untuk menampilkan pesan iklan yang mampu membangkitkan dan mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan, memerlukan daya tarik bagi audiens sasaran. Daya tarik iklan sangat penting karena akan meningkatkan keberhasilan komunikasi dengan audiens (Sutisna, 2003:278). Namun sering kita jumpai di dalam mengiklankan suatu produk dan warna-warna logo beserta kalimat pesan yang mengandung makna konotasi.

Dari berbagai media iklan yang ada, menurut Morissan (2007:187). Iklan di televisi memiliki keunggulan dibandingkan dengan media yang lain. Pertama karena daya jangkau yang luas karena siaran televisi saat ini sudah dinikmati oleh berbagai kelompok masyarakat. Daya jangkau siaran yang luas ini memungkinkan pemasar memperkenalkan dan mempromosikan produk barunya secara serentak dalam wilayah yang luas bahkan ke seluruh wilayah suatu negara. Kedua karena selektivitas dan fleksibilitas karena televisi sering dianggap sebagai media lebih cocok untuk konsumsi produk konsumsi massal. Fokus perhatian karena siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audiens pada saat iklan itu ditayangkan. Ketiga, kreativitas dan efek karena televisi merupakan media iklan yng paling efektif karena dapat menunjukkan cara bekerja suatu produk pada saat digunakan. Prestise karena perusahaan yang


(11)

mengiklankan produknya di televisi biasanya akan menjadi sangat dikenal orang. Waktu tertentu karena suatu produk dapat diiklankan di televisi pada waktu-waktu tertentu ketika pembeli potensialnya berada di depan televisi.

Semakin beragamnya iklan-iklan yang muncul di televisi, menuntut pihak produsen dan biro iklan untuk memproduksi iklan-iklan yang kreatif dan menarik perhatian para pemirsa. Namun dalam proses kreativitas tersebut, seringkali kita temukan iklan-iklan yang memuat unsure pornografi dengn menggunakan simbol perempuan sebagai daya tarik. Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang seronok, jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual (Bungin, 2005:124).

Penelitian ini didasarkan atas konsep pornografi di atas, bahwa sebagaimana diketahui tubuh perempuan didefinisikan sebagai tubuh yang mengandung sensualitas yang dapat menimbulkan hasrat seksual laki-laki, sehingga secara keseluruhan setiap bagian dari tubuh perempuan seperti wajah, dada, paha, kaki dan lain-lain merupakan sasaran utama bagi para pengiklan untuk menarik perhatian pemirsa. Persoalan seksualitas wanita dalam media seperti halnya iklan-iklan di televisi memicu timbulnya sensualitas yang berlebihan dalam tubuh wanita sebagai daya tarik.

Di dalam masyarakat tontonan (society of spectale), wanita mempunyai fungsi dominan sebagai pembentuk citra (image) dan tanda


(12)

(sign) berbagai komoditi (sales girl, cover girl, model girl). Masyarakat tontonan menurut Guy Debord adalah masyarakat yang di dalamnya setiap sisi kehidupan menjadi komoditi dan setiap komoditi tersebut menjadi “tontonan”. Di dalam masyarakat tontonan, “tubuh wanita” sebagai obyek tontonan dalam rangka menjual komoditi atau tubuh itu sendiri sebagai satu komoditi tontonan mempunyai peran yang sanagat sentral. Menjadikan tubuh sebagai “tontonan” bagi sebagian wanita merupakan jembatan atau jalan pintas untuk memasuki pintu gerbang dunia budaya popular, untuk mencapai popularitas, untuk mengejar gaya hidup, dan untuk memenuhi kepuasan material tanpa ada menyadari bahwa mereka sebetulny telah dikonstruksi secara sosial untuk berada di dunia marginal, dunia obyek, dan dunia komoditi (Ibrahim dan Suranto, 2007:14).

Fungsi tubuh perempuan saat ini telah bergeser dari fungsi organis/biologis/reproduktif ke arah fungsi ekonomi politik, khususnya fungsi ‘tanda’. Seperti misalnya, secara organis dan biologis fungsi payudara adalah untuk menyusui bayi sedangkan saat ini fungsi payudara lebih ditonjolkan sebagai penambah daya tarik wanita di setiap penampilan. Tubuh menjadi bagian dari semiotika komoditi kapitalisme yang diperjualbelikan tanda, makna dan hasratnya. Tubuh wanita dimuati dengan ‘modal simbolik’ daripada sekedar modal biologis. Erotisasi tubuh wanita di dalam media adalah dengan mengambil fragmen-fragmen tubuh tersebut sebagai ‘penanda’ (signifier) dengan berbagai posisi dan pose serta dengan berbagai asumsi ‘makna’. Tubuh wanita yang ‘ditelanjangi’


(13)

melalui ribuan variabel, sikap, gaya, penampilan (appearance) dan kepribadian mengkonstruksi dan menaturalisasikan tubuhnya secara sosial dan kultural sebagai ‘obyek fetish’ yaitu obyek yang ‘dipuja’ (sekaligus dilecehkan) karena dianggap mempunyai kekuatan ‘pesona’ (rangsangan, hasrat, citra) tertentu (Ibrahim dan Suranto, 2007:15).

Di dalam wacana media, wanita diposisikan bukan sebagai ‘subyek’ pengguna bahasa tetapi sebagai obyek tanda (sign object) yang dimasukkan ke dalam ‘sistem tanda’ (sign system). Bibir, mata, pipi, rambut, paha, betis, pinggul, perut, buah dada, semuanya menjadi fragmen-fragmen ‘tanda’ dalam media patriarki yang digunakan untuk menyampaikan makna tertentu (Ibrahim dan Suranto, 2007:15).

Media menjadikan tubuh atau fragmen-fragmen tubuh sebagai ‘penanda’ (signifier) yang dikaitkan dengan makna atau ‘petanda’ (signified) tertentu, sesuai dengan tujuan ekonomi politik. Tubuh yang indah ekivalen dengan mobil yang indah, pinggul yang sempurna ekivalen dengan jeans yang sempurna. Sensualitas bibir ekivalen dengan sensualitas permen karet dan sebagainya (Ibrahim dan Suranto, 2007: 15).

Wacana penggunaan perempuan sebagai pemanis dan daya tarik sebuah iklan adalah suatu hal yang sering terjadi. Biro iklan seringkali beralasan bahwa hal tersebut bahwa hal tersebut adalah salah satu bagian dari proses kreativitas padahal hal tersebut dapat mengakibatkan berbagai permasalahan sosial seperti misalnya memicu pelecehan seksual, sensualitas, atau bahkan yang paling menakutkan adalah pemerkosaan,


(14)

karena iklan di televisi dinikmati oleh seluruh lapisan dan seluruh kalangan baik tua, muda, maupun anak-anak yang tidak semuanya memiliki kemampuan dalam mencerna pesan atau informasi yang disampaikan dalam iklan.

Salah satu iklan vulgar yang ditayangkan di televisi dan menarik perhatian pemirsa karena adanya unsur sensualitas perempuan didalamnya adalah iklan produk kondom Sutra. Dalam iklan tersebut di ceritakan seorang perempuan cantik yang diperankan oleh Julia Perez dengan menggunakan baju ketat sambil bergoyang dan berjoged diiringi dengan menyanyi bersama seorang laki-laki. Sosok Julia Perez sebagai salah satu icon artis bertubuh seksi sudah melekat pada khalayak umum. Penampilan perempuan dalam iklan tersebut cenderung erotis dan sensual. Suaranya dalam menyanyi dan lirik lagunya bermakna ambigu yang menggambarkan isi pesan dari iklan tersebut.

Nilai lebih dari iklan kondom Sutra terdapat dalam alur cerita yang dibuat menarik karena ada unsur humor didalamnya. Namun bila diperhatikan lebih seksama, iklan tersebut mengandung unsur sensualitas perempuan karena lebih menonjolkan keseksian dan kecantikan tokoh perempuan dalam cerita dibandingkan pada kegunaan dari produk kondom Sutra tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dari penggunaan wanita seksi dengan baju sangat minim serta balahan dada yang sangat menonjol. Di beberapa scene justru menampilkan secara close up gambar bagian dada dan paha dari perempuan tersebut.


(15)

Iklan yang baik seharusnya menampilkan pesan yang baik pula bagi pemirsanya. Pesan tersebut dikemas dengan menggunakan kode sedemikian rupa dengan maksud agar audience dapat menangkap pesan yang disampaikan. David K. Berlo (2000) mengatakan bahwa ‘kode’ adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti, (Sobur, 2002:43). Tentu saja kode-kode tersebut tidak sembarang ditampilkan oleh para pengiklan, melainkan telah dipilih melalui proses pemikiran matang agar dapat memiliki makna tertentu, untuk dapat merujuk realitas konteks sosial budaya masyarakat yang dituju.

Perkembangan iklan dan periklanan di dalam masyarakat consumer dewasa ini telah memunculkan berbagai persoalan sosial dan cultural mengenai iklan, khususnya mengenai tanda (sign) yang digunakan, citra (image) yang ditampilkan, informasi yang disampaikan, makna yang diperoleh, serta bagaimana semuanya mempengaruhi persepsi, pemahaman dan tingkah laku masyarakat. Apakah sebuah iklan dibuat berdasarkan suatu realitas sosial atau iklan dibuat untuk menjual produk yang diiklankan. Menurut Noviani, iklan merangkum aspe-aspek realitas sosial. Tetapi iklan tidak merepresentasikan aspe-aspek realitas sosial tersebut secara tidak jujur. Iklan menjadi cermin yang mendistorsi bentuk-bentuk obyek yang direfleksikannya tetapi juga menampilkan citra-citra dalam visinya. Iklan tidak berbohonh tetapi juga tidak menyatakan yang sebenarnya (Widyatama, 2007:54).


(16)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan pemaknaan terhadap iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra ditelevisi karena beberapa hal diantaranya adalah pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut sangat kreatif. Pemirsa tidak langsung ditunjukkan keunggulan dari produknya melainkan membandingkan terlebih dahulu dengan seorang wanita yang menjadi tokoh utama dalam alur cerita.Selain iotu peneliti tertarik karena adanya unsur sensualitas perempuan didalamnya serta stereotip yang ada di masyarakat bahwa keseksian dan kecantikan merupakan modal utama seorang perempuan untuk menarik perhatian pria.

Signifikasi dalam penelitian ini yaitu berguna bagi pemirsa wanita agar kebih kritis melihat segala bentuk sensualitas wanita dalam media. Dalam iklan tersebut terdapat wanita yang menggunakan pakaian sangat mini dan bergoyang mengikuti musik sehingga dapat menimbulkan terjadinya pelecehan seksual. Diharapkan dengan ditayangkannya iklan tersebut dapat mengurangi timbulnya bentuk-bentuk pelecehan yang dapat terjadi kepada wanita.

Pemaknaan pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan semiotika yaitu tentang tanda-tanda dan segala yang berhubungan dengan iklan, cara berfungsi, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya, oleh mereka yang mempergunakan, maka peneliti mencoba untuk menginterpretasikan dan menafsirkan pesan, makna, tanda


(17)

dan gambar yang ditampilkan dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra di televisi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana representasi sensualitas perempuan dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra yang ditayangkan di televisi ? ”.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui representasi sensualitas perempuan dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra yang ditayangkan di televisi.

1.4. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotik, dan pada seluruh mahasiswa pada umumnya. Sehingga dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.


(18)

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak produsen dan pengiklan agar mempedulikan dampak penyajian muatan sensualitas perempuan dalam iklan kepada khalayaknya.


(19)

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA

(Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra di Televisi)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

TRI WORO SETYOWATI

0643010391

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(20)

Judul Penelitian : REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra di Televisi)

Nama Mahasiswa : TRI WORO SETYOWATI

NPM : 0643010391

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Pembimbing Utama

Zainal Abidin S.Sos, M.Si NPT : 3 7303 99 0170 1

Mengetahui, Dekan

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 030 175 349


(21)

Judul Penelitian : REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra di Televisi)

Nama Mahasiswa : TRI WORO SETYOWATI

NPM : 0643010391

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Menyetujui,

DOSEN PEMBIMBING T I M P E N G U J I : 1. Ketua

Zainal Abidin A. M.Si, M.Ed Juwito, S.Sos, M.Si NPT : 3 7305 99 0170 1 NPT : 367049500361

2. Sekretaris

Drs.Saifuddin Zuhri,MSi. NPT. 3 7006 94 0035 1 3. Anggota

Zainal Abidin A. M.Si, M.Ed NPT : 3 7305 99 0170 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 030 175 349


(22)

(23)

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Iklan

2.1.1.1. Definisi Iklan

Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan merubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian. AMA (American Marketing Association) mendefinisikan iklan sebagai berikut :

“Semua bentuk bayaran untuk mempresentasikan dan mempromosikan ide, barang atau jasa secara non personal oleh sponsor yang jelas. Sedangkan yang dimaksud periklanan adalah seluruh proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan iklan” (Tjiptono, 2001:226).

Sedangkan definisi periklanan menurut Institusi Periklanan Inggris adalah periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang di arahkan kepada konsumen yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang paling ekonomis” (Jefkins, Frank : 1997).


(24)

 

Definisi standar dari periklanan menurut Sutisna mengandung enam elemen yaitu :

1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun beberapa bentuk periklanan seperti iklan layanan masyarakat, biasanya menggunakan ruang khusus yang gratis atau walaupun harus membayar tapi dengan jumlah yang sedikit.

2. Dalam iklan juga terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya menampilkan pesan mengenai kehebata produk yang ditawarkan, tapi juga sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan.

3. Periklanan merupakan upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen. 4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media penyampai

pesan.

5. Periklanan memiliki sifat non personal (bukan pribadi).

6. Audience. Tanpa identifikasi audience yang jelas, pesan yang disampaikan dalam iklan tidak akan efektif (Sutisna, 2003:275-276).

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa periklanan merupakan bentuk komunikasi non personal yang dibayar dari sponsor yang terindetifikasi yang menggunakan media massa untuk membujuk atau mempengaruhi audience sasaran. Pembuatan program periklanan harus selalu dimulai dengan mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli. Kemudian


(25)

 

membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program periklanan, yang disebut lima (Kotler 2000:578).

1. Mission (misi) : Apakah tujuan periklanan ?

2. Money (uang) : Berapa banyak yang dapat dibelanjakan ? 3. Messsage (pesan) : Pesan apa yang harus disampaikan ? 4. Media (media) : Media yang akan digunakan ?

5. Measurement (pengukuran) : Bagaimana mengevaluasi hasilnya ?

2.1.1.2. Manfaat Dan Fungsi Iklan

Kasali menyebutkan ada beberapa manfaat iklan, antara lain : 1. Iklan memperluas alternatif bagi konsumen.

2. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya. 3. Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya. (Kasali, 1995:16)

Seiring dengan menjamurnya penawaran-penawaran produk melalui berbagai media maka konsumen juga dipermudah dalam memilih produk sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Konsumen juga dengan mudah dapat membandingkan dan memilih produk mana yang lebih baik. Melalui iklan penyampaian pesan dalam penjualan produk akan efektif. Jika sebelumnya produsen menjual produknya dengan cara bertatap muka secara terbatas oleh ruang dan waktu melalui iklan produsen, dapat mempromosikan produknya mengenai manfaat, memperlihatkan fisik produk, harga dan sebagainya di berbagai media.


(26)

 

Terlebih lagi jika dalam tayangan iklan tersebut ditampilkan tokoh yang sudah dikenal oleh public, sehingga public akan semakin percaya kepada perusahaan. Dari tayangan iklan juga konsumen akan mengenal, meningkat dan mempercayai produk yang akhirnya pada perusahaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menayangkan iklan dengan frekuensi berulang-ulang, sehingga konsumen akan cepat mengenal, selalu ingat dan percaya pada produk.

(Wright, dkk, 1978) mengatakan, dalam periklanan mencangkup beberapa fungsi, antara lain :

1. Fungsi pemasaran. 2. Fungsi komunikasi. 3. Fungsi pendidikan. 4. Fungsi ekonomi. 5. Fungsi sosial.

6. Fungsi yang ditinjau dari segi komunikator dan komunikasi. (Wright dalam Liliweri, 1992:52).

Fungsi pemasaran dalam periklanan merupakan fungsi untuk memenuhi permintaan para pemakai ataupun pembeli terhadap barang ataupun jasa serta gagasan yang diperlukannya. Melihat fungsi komunikasi dalam periklanan, semua bentuk iklan memang mengkomunikasikan melalui media berbagai pesan dari komunikator kepada komunikan yang terdiri atas sekelompok orang yang menjadi khalayaknya. Pada umumnya orang belajar


(27)

 

sesuatu dari iklan yang dibacanya, ditonton dan didengarnya hal tersebut yang menjadikan periklanan memiliki fungsi pendidikan.

Selain itu iklan mengakibatkan orang semakin tahu tentang produk tertentu, pelayanan jasa maupun kebutuhan serta memperluas ide yang mendatangkan keuntungan financial, tentunya hal ini pula yang menyebabkan dalam periklanan mencangkup fungsi ekonomi. Sifat manusia yang ingin terus maju dan menjadi lebih baik dalam iklan juga memiliki fungsi sosial yang membantu menggerakan sesuatu perubahan standar hidup yang ditentukan oleh kebutuhan manusia di seluruh dunia. Jika fungsi periklanan ditinjau dari segi komunikator dan komunikan terdiri dari menambah frekuensi penggunaanya, menambah frekuensi penggantian benda yang sama, menambah volume pembelian dari barang atau jasa yang dianjurkan, menambah dan memperluas musim penggunaan barang atau jasa.

2.1.1.3. Tujuan Kegiatan Periklanan

Tujuan periklanan dapat digolongkan menurut sasarannya. Menurut (Kotler, 2002:659), mengatakan bahwasannya iklan itu untuk membujuk, menginformasikan, atau mengingatkan. Periklanan informatve biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk. Tujuannya adalah membentuk permintaan pertama. Periklanan persuasive penting dilakukan pada tahap kompetitif tujuannya adalah membentuk permintaan selektif untuk suatu merek tertentu.


(28)

 

Beberapa periklanan persuasive telah beralih ke jenis periklanan perbandingan (Comparative Advertising), yang berusaha untuk membentuk keunggulan suatu merek melalui perbandingan atribut spesifik dengan satu atau beberapa merek lain di jenis produk yang sama. Iklan pengingat sangat penting untuk produk yang sudah mapan. Bentuk iklan ini adalah iklan penguat (Reinforcement Advertising), yang bertujuan meyakinkan pembeli.

2.1.1.4. Strategi Kreatif Pesan Iklan

Strategi kreatif pesan iklan diuraikan oleh Durianto, Sugiarto, Widjaja dan Supratikno (2003:25-30) dengan menjawab pertanyaan “How to Say?”, yaitu:

1. Directed Creativity

Ada 14 teknik visual untuk membuat naskah iklan yang dramatis: a. Spokes Person

Suatu teknik dimana seseorang langsung berhadapan dengan kamera yang menampilkan pandangan atau pendapatnya tentang suatu produk kepada pemirsa televisi.

b. Testimonial

Teknik ini menggunakan artis untuk memberikan kesaksiannya setelah menggunakan suatu produk.


(29)

 

c. Demonstrasi

Periklanan yang memakai teknik ini menggambarkan dengan jelas bagaimana suatu produk bekerja.

d. Close-ups

Teknik ini membuat gambar menjadi lebih hidup. Contohnya adalah foto-foto gambar makanan yang ada di restoran-restoran, menggambarkan kelezatan makanan yang ada dalam foto tersebut, sehingga terlihat lebih indah dan lebih menyentuh jika dibandingkan dengan aslinya.

e. Story line

Iklan yang menggunakan teknik ini dibuat dalam bentuk cerita yang pendek untuk menggambarkan merek yang di iklankan.

f. Direct Product Comparison

Teknik ini langsung membandingkan merek suatu produk dengan merek pesaingnya. Di Indonesia, teknik ini tidak bisa dibandingkan langsung antara dua merek yang sedang bertarung di pasaran. Biasanya, pemasar menyiasatinya dengan membuat perbandingan tidak langsung, seperti dengan menutup merek dari pesaing yang akan dibandingkan.

g. Humor

Banyak iklan yang menggunakan teknik humor karena biasanya lebih diingat oleh konsumen.


(30)

 

h. Slice of Life

Iklan dengan teknik ini menggambarkan penggalan kehidupan sehari-hari yang dimulai dengan adanya masalah, pemecahan masalah, dan diakhiri dengan happy ending.

i. Customer Interview

Iklan dengan teknik ini berisi wawancara langsung dengan konsumen yang telah mengkonsumsi produk yang telah di iklankan. Biasanya konsumen akan menceritakan pengalaman dan pendapatnya tentang produk tersebut.

j. Vignettesa and Situations

Dalam iklan dengan teknik ini digambarkan seseorang yang sedang menikmati suatu produk diiringi dengan iringan musik.

k. Animation

Iklan yang menggunakan teknik animasi biasanya ditujukan kepada konsumen anak-anak.

l. Stop Motion

Jika teknik story line berisi sebuah cerita pendek, maka stop motion berisi rangkaian cerita bersambung.

m. Rotoscope

Teknik ini menggabungkan animasi dengan gambar nyata. n. Combination


(31)

 

2. Brand Name Exposure

Brand name exposure terdiri dari individual brand name dan company brand name. Brand name exposure dianggap penting karena bertujuan untuk mendapatkan brand awareness. Bila terlalu mementingkan kreativitas iklan dan mengabaikan brand name exposure maka akan mengalami kegagalan karena konsumen hanya mengingat kreativitas iklannya (misal, slogannya saja) tanpa mengingat mereknya.

3. Positive Uniquness

Iklan yang efektif harus mampu menciptakan asosiasi yang positif. Jangan sampai setelah melihat iklan, konsumen justru memiliki asosiasi yang salah atau bahkan melenceng. Pertama-tama iklan harus efektif, kemudian kreatif, karena akan sia-sia bila iklan dibuat sekreatif mungkin namun tidak efektif mencapai konsumen sasarannya.

4. Selectivity

Berkaitan dengan:

a. Message sources, yaitu pembawa pesan / product endorser yang terbagi menjadi: expertise (ahli), trustworthness (dipercaya), dan likability (disukai). Karakter product endorser harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan diiklankan.

b. Message structure


(32)

 

1. Conclusion maksudnya: apakah perusahaan yang akan membuat kesimpulan sendiri atau menyerahkan langsung kepada konsumen untuk menarik kesimpulan.

2. Argumentation, maksudnya: menjelaskan argumen yang mendukung pesan perusahaan. Umumnya, jenis iklan argumentasi hanya one side, artinya mendukung dengan argumentasi yang baik. Tetapi, ada juga yang mendukung dengan two side, artinya mendukung sisi yang baik.

3. Climax, maksudnya: apakah suatu iklan akan menampilkan klimaks di depan atau di akhir iklan. Pada umumnya, iklan yang banyak dibuat memunculkan klimaks di akhir.

c. Message content

Isi pesan dalam iklan biasanya terdiri dari: 1. Rational, untuk industry goods.

2. Emotional, untuk consumer goods. 3. Moral, untuk iklan layanan masyarakat.

2.1.2 Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect) (S-M-C-R-E). Sumber disini tidak lain adalah pengiklan itu sendiri atau


(33)

 

komunikator/orang-orang kreatif di biro iklan. Unsur pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber pengiklan tersebut. Unsur pesan ini memiliki sifat terbuka untuk umum (publicity), singkat dan simultan (rapid), segera dan sekali pakai (transient). Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan internet). Unsur penerima adalah khalayak sasaran (mass audience) dari pesan komunikasi massa yang disampaikan melalui media. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan banyak (large), beragam (heterogen), antara sasaran dengan dengan komunikator tidak saling kenal (anonim). Untuk itu, dalam strategi pemilihan media iklan dan strategi kreatif periklanan dikenal tahapan identifikasi dan segmentasi khalayak sasaran untuk membuat pesan dan media yang dipilih menjadi lebih fokus dan spesifik. Unsur efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada khalayak sasaran setelah menerima pesan tersebut. Identifikasi efek perubahan dalam tiga kecenderungan perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku. Untuk itu, dalam strategi periklanan harus ada upaya-upaya :

a. Merubah pengetahuan baru bagi khalayak, dengan cara menginformasikan produk baru dan atau kelebihan produk tersebut

b. Merubah sikap khalayak sehingga sasaran menjadi tertarik dan menyukai

c. Merubah perilaku sehingga khalayak sasaran memutuskan untuk membeli produk yang diiklankan.

Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus


(34)

 

dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen pemasaran dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat memenihi kebutuhan dan keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins, 1996 : 15).

2.1.3 Iklan Televisi (TVC / television commercial)

Iklan bisa didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Sponsor iklan dalam hal ini tidak terbatas pada perusahaan, namun mencakup semua pihak yang menyebarkan pesannya pada publik sasaran termasuk sekolah, organisasi, amal dan lembaga pemerintahan. Iklan merupakan cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun preferensi merek atau mengedukasi masyarakat. Secara garis besar iklan mempunyai 3 tujuan yaitu : (1) iklan informatif, iklan ini umumnya dianggap sangat penting untuk peluncuran produk baru, dimana tujuannya adalah merangsang permintaan awal, (2) iklan persuasive, sangat penting apabila mulai tercipta tahap persaingan, dimana tujuan iklan adalah membangun preferensi pada merek tertentu, (3) iklan yang bertujuan mengingatkan (remainder advertising) lebih cocok untuk produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan


(35)

 

lanjutan dari iklan pengingat ini adalah reinforcement advertising yang bertujuan meyakinkan konsumen atau calon konsumen bahwa mereka membeli produk yang tepat. Tujuan iklan semestinya merupakan kelanjutan atau turunan dari keputusan perusahaan sebelumnya tentang pasar sasaran, positioning dan bauran pemasaran. Selain itu, tujuan iklan harus didasarkan pada analisa mendalam situasi pasar terkini. Jika produknya sudah masuk tahap kedewasaan, perusahaan juga pemimpin pasar, tapi penggunaan mereknya masih rendah, maka tujuan yang lebih tepat adalah mendorong penggunaan (usage) lebih besar lagi. (Sulaksana, 2005 : 92-93).

Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Tindakan mengkonsumsi secara berulang (repeat buying) adalah salah satu tujuan dalam pemasaran. Iklan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowladge), elastisitas permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanyalah bagian kecil dalam proses branding. Masih banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi. (http://www.makin.co.id)

Dalam membuat iklan yang cerdas, harus kreatif sekaligus menjual artinya dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal) iklan tersebut mampu menarik target audience untuk melihat (stopping power), mengerti dan kemudian mengambil tindakan yang diharapkan. Jadi iklan yang cerdas bukan hanya


(36)

 

tertanam kuat dalam benak konsumen (reminding) tetapi juga mampu menggerakkan calon konsumen untuk mengambil keputusan (action). (Majalah Cakram edisi khusus Juni-Juli 2005).

Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu perusahaan (khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.

Penggunaan televisi dalam mengkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan. Biaya iklan televisi per tampil relatif murah dibanding iklan di majalah atau koran. Meskipun demikian, biasanya biaya keseluruhan iklan televisi lebih besar dan kurang tersegmentasi. (Suyanto,2005:4-5)


(37)

 

Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang kosong yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers) yang membawa bersama sederet penanda atau makna (signifieds), menyangkut gaya hidup, karakter manusia, nilai kepemimpinan, hingga wajah realitas sosial masyarakat

(www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)

Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan menyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi memiliki kelebihan tersendiri tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali, 1992:172).

2.1.4 Strategi Dalam Merancang Iklan Televisi

Pertimbangan dalam strategi merancang iklan televisi adalah cerita atas narasi iklan. Hal ini penting mengingat cerita bisa menjadi daya tarik sebuah iklan. Pada era dimana iklan menjadi komoditas hiburan, maka unsur cerita atau narasi akan semakin kuat. Memang tidak semua pengiklan membuat cerita menjadi kekuatan iklan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah atribut-atribut dalam iklan seperti logo, warna, slogan,/tagline, suara dan message. Kreatifitas iklan memang benar-benar diuji saat


(38)

 

semua atribut tersebut bisa ditangkap dengan mudah oleh audiens dan kemudian recall. Strategi yang lain yang perlu diperhatikan adalah melihat perilaku / sikap konsumen atau calon konsumen yang berhubungan dengan iklan tersebut. Dalam experimental merketing, yang perlu diperhatikan adalah melihat perilaku / sikap konsumen atau calon konsumen pada tahap ini meliputi sense, feel, dan think. Tujuannya adalah agar audience bisa merespon iklan tersebut. Kemampuan memberikan rangsangan ini perlu diperhatikan karena bisa membuat konsumen atau calon konsumen tidak jadi berpindah channel televisinya. Perilaku seseorang terhadap iklan juga mencakup apa yang terlintas di otak pada saat melihat iklan ditayangkan seperti rasa bangga, rasa percaya, kemegahan dan lain sebagainya. Hal ini khususnya iklan yang ingin menancapkan image apa yang dipikirkan audience, pada saat melihat iklan menjadi penting (majalah marketing, hal:34-35,maret 2007)

Pertimbangan yang lain dalam strategi dalam merancang iklan televisi harus berdasarkan prinsip-prinsip dasar dengan menggunakan teknik dalam membuat sebuah karya film. Beberapa perimbangan dalam membuat iklan televisi :

1. Memahami penglihatan, suara dan gerakan. Masing-masing tersebut harus berhubungan dengan persepsi dari pesan yang diinginkan penonton, yaitu membuat kepastian bahwa produk yang di iklankan menampilkan audio yang sesuai dengan gambar yang ditampilkan.

2. Kata yang ditampilkan dalam iklan mengitepretasikan gambar dan pemikirannya selanjutnya.


(39)

 

3. Tampilan iklan televisi umumnya lebih efektif dalam penampilan daripada perkataan. Untuk itu karena kemampuan video untuk berkomunikasi dengan penonton harus lebih menonjol.

4. Sejumlah adegan harus direncanakan secara hati-hati karena jika adegan terlalu banyak akan membuat penonton bingung.

5. Tampilan iklan televisi harus merupakan acara yang mengalir sehingga penonton akan mengikuti dengan mudah.

6. Pada dasarnya televisi adalah media yang close-up. Layar televisi umumnya terlalu kecil untuk mengungkapkan secara rinci adegan dalam iklan. Long lebih efektif untuk membangun latar belakan tetapi tidak efektif untuk menampilkan keunggulan produk.

7. Waktu yang difungsikan dengan baik. Adegan yang ditampilkan iklan televisi membutuhkan lebih banyak waktu daripada copy (narasi) oleh pengisi suara secara langsung. Karena itu, iklan harus banyak menampilkan adegan dibandingkan pembacaan naskah.

8. Menggunakan slogan/tagline sebagai tema dasar, sehingga penonton melihat dan mendengar keunggulan produk yang diiklankan.

9. Jika memungkinkan iklan dapat menampilkan nama merek dengan menonjolkan bidikan kamera pada kemasan atau logo untuk membangun identifikasi merek (Suyanto, 2005: 153-154).


(40)

 

2.1.5 Seksualitas Dalam Media Massa

Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai “pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta”.

Ternyata kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilas sex, padahal antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin).

Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.

Lebih lanjut Menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhadmo (1999) menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan aperilaku yang berkaitan dengan seks.


(41)

 

2.1.5.1. Dimensi seksualitas

Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain: dimensi sosiokultural, agama & etika, psikologis, dan biologis.

a. Dimensi Sosiokultural

Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

Dengan kata laian seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.

Contoh lain tradisi seksual kultural adalah sirkumsisi. Meskipun di AS masih merupakan masalah kontroversial, akan tetapi hampir 80% neonatus laki-laki disana disirkumsisi dengan alasan higienis atau simbol keagamaan dan identitas etnik tertentu. Demikian pula pada wanita, dalam


(42)

 

budaya beberapa negara sirkumsisi pada wanita merupakan tanda fisik kedewasaan seorang wanita, simbol kontrol sosial terhadap kesenangan seksual dan reproduksi mereka.

Survei definitif dan komprehensif mengenai keyakinan dan praktek seksual di Amerika yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Chicago menunjukan bahwa seorang individu dipengaruhi oleh jaringan sosial mereka dan cenderung untuk melakukan apa yang digariskan oleh lingkungan sosial mereka (Michael et al, 1994). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian kualitatif mengenai perilaku seksual anak jalanan di stasiun kereta api Lempuyangan Jogjakarta. Lingkungan sosial yang bersifat permisif membuat mereka dengan usia yang sangat muda telah akrab dengan berbagai aktivitas seksual, mulai dari meilhat sampai dengan melakukan hubungan intim. (Purnawan, 2004).

Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya bagi bangsa timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai memudar, akan tetapi bagi masyarakat Barat hal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi.


(43)

 

b. Dimensi Agama dan Etik

Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik Jika keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu maka akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa dan lain-lain. Spektrum sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan) sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan individu tentang perbuatannya.

Akan tetapi meskipun agama memegang peranaan penting, akan tetapi keputusan seksual pada akhirnya diserahkan pada individu, sehingga sering timbul pelanggaran etik atau agama. Seperti yang dikemukakan Denney & Quadagno (1992) bahwa seseorang dapat menyatakan pada publik bahwa ia meyakini sistem sosial tertentu tetapi berperilaku cukup berbeda secara pribadi. Misalnya: Seseorang meyakini kalau hubungan sex diluar nikah itu tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga.

Michael et al (1994) membagi sikap dan keyakinan individu tentang seksualitas menjadi 3 kategori:

1) Tradisional : keyakinan keagamaan selalu dijadikan

pedoman bagi perilaku seksual mereka. Dengan demikian homoseksual, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan diluar nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.


(44)

 

2) Relasional :  berkeyakinan bahwa sex harus menjadi bagian

dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan pernikahan.

3) Rekreasional :  menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada

kaitannya dengan cinta. c. Dimensi biologis

Merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan fungsional organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjag kesehatan dan memfungsikan secara optimal.

d. Dimensi psikologis

Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-anaknya. Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka.

Menurut Deney & Quadagno hasil penelitian menunjukan kecenderungan orang tua memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula respon terhadap tindakan mereka.

Orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangjan anak perempuan


(45)

 

sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas permaian sesuai dengan jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka. Kesimpulannya orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan jender.

2.1.5.2. Identitas seksual a. Identitas biologis

Perbedaan biologis antara pria dan wanita ditentukan pada masa konsepsi. Janin perempuan menerima kromosom X (satu dari setiap orang tuanya), sedangkan janin laki laki menerima satu kromosom X dari ibunya dan satu kromosom Y dari ayahnya.

Walaupun awalnya genitalia janin belum bisa dibedakan, tetapi pada saat hormon seks mulai mempengaruhi janin, genitalia membentuk karakteristik pria atau wanita. Pada saat pubertas wanita mengalami putaran siklus menstruasi dan karakteristik seks skunder. Sedangkan pada anak laki-laki mengalami pembentukan sperma dan karakteristik seks skunder pria.

b. Identitas Jender

Jender adalah suatu ciri yang melekat pada kaum lelaki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Faqih, 1996). Sedangkan Identitas Jender merupakan rasa menjadi feminin atau maskulin.

Dimana segera setelah bayi lahir orang tua dan komunitasnya akan memberikan label sebagai perempuan atau laki-laki. Kemudian orang dewasa


(46)

 

akan memperlakukan secara berbeda antara bayi laki-laki dengan perempuan. Pola interaksi yang berbeda inilah yang kemudian mempengaruhi bayi mengembangkan rasa identitas jendernya.

Pada usia tiga tahun, anak-anak sudah menyadari bahwa mereka akan menjadi anak perempuan atau anak-laki-laki. Pengenalan ini merupakan bagian dari perkembangan konsep diri.

c. Peran Jender

Peran jender merupakan cara dimana seseorang bertindak sebagai wanita atau pria. Ternyata faktor lingkungan (orang tua, teman sebaya, media massa dll) bukan satu-stunnya faktor yang membentuk perbedaan perilaku seksual individu, beberapa peneliti berkeyakinan hormon seks yang mempengaruhi perkembangan otak janin, ikut membentuk terbentuknya peran jender tersebut. Sehngga perilaku seksual merupakan hasil kombinasi fakor lingkungan dan biologis.

Selanjutnya faktor kultural juga merupakan elemen penting dalam menentukan peran seks atau jender. Ada kultur yang secara ketat menggambarkan peranaan sebagai feminin atau maskulin (misal: pencari nafkah dan koordinator finansial rumah tangga sebagai peran maskulin; sedangkan pemberi perawatan anak dan memasak adalah peran feminin). Kelompok kultur lain mungkin lebih fleksibel dalam mendefinisikan peran jender mendorong wanita maupun pria untuk menggali berbagai peran atau perilaku tanpa memberikan label tertentu yang berkaitan dengan seks.


(47)

 

2.1.5.3. Orientasi Seksual

Orientasi seksual merupakan preferensi yang jelas, persisten, dan erotik seseorang untuk jenis kelaminnya atau orang lain. Dengan kata lain orientasi seksual adalah keteratarikan emosional, romatik, seksual, atau rasa sayang yang bertahan lama terhadap orang lain

Orientasi seksual memiliki rentang dari Homoseksual murni sampai dengan Heteroseksual murni termasuk didalamnya Biseksual. Sebagian besar orang termasuk heteroseksual yang memiliki ketertarikan hanya dengan lawan jenis. Sedangkan sebagian kecil termasuk homoseksual atau biseksual.

Homoseksual merupakan orang yang mengalami ketertarikan emosional,

romantik, seksual, atau rasa sayang pada sejenis, sedangkan biseksual merasa nyaman melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin. Kaum homoseksual disebut gay (bila laki-laki) atau lesbian (perempuan).

Rentang ini memberikan model konseptual tentang orientasi seksual dalam masyarakat dan komplesitas perilaku manusia. Sehingga ada kemungkinan individu mempunyai perasaan erotik yang ditujukan pada seseorang dengan jenis kelamin yang sama tanpa melakukan aksi terhadap perasaan itu.

Gaya hidup gay atau lesbian sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka memutuskan untuk merahasiakan atau terbuka tentang orientasi seksualnya. Hal ini berkaitan dengan proses penghargaan diri, penerimaan diri, dan keterbukaan diri. Melihat kenyataan diatas maka bukan sesuatu yang benar jika kemudian


(48)

 

pria gay selalu berkelakuan agak feminin atau memiliki keinginan menjadi seorang wanita, atau sebaliknya wanita lesbian tidak mesti maskulin atau memiliki keinginan untuk jadi pria. Sebagian besar dari mereka merasa puas dengan jender dan peran sosial mereka, dan hanya memiliki keinginan untuk bersama dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri

2.1.5.4. Variasi dalam expresi seksual

Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jender nya berlawanan dengan sex biologisnya. Seorang pria mungkin berfikir tentang dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh pria, atau seorang wanita mungkin menggambarkan dirinya sebagai pria yang terperangkap dalam tubuh wanita. Perasaan ’terperangkap’ ini disebut juga dengan ’disforia jender’.

Transvetit biasanya adalah pria heteroseksual secara periodik berpakaian seperti wanita untuk pemuasan pikologis dan seksual. Sikap ini bersifat sangat pribadi bahkan bagi orang yang terdekat sekalipun.

2.1.7 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, Ogden dan Richards telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistic dalam penjelasan Umberto Ecco,


(49)

 

makna dari sebuah wahana tanda (sign-vehicle) adalah satuan cultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta dengan begitu secara semantic mempertunjukkan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya.

Makna, merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat daripada teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respons yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi, kata Jerold Katz (dalam Fiser) setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa, seperti misalnya jawaban Plato telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban yang salah. Dari mana datangnya makna? Makna ada dalam diri manusia, “kata Devito. Menurutnya, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “kata, “ lanjut Devito, menggunakan kata-kata yang mendekati makna yang kita ingin komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makan yang dimaksudkan.

Demikian pula makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi di benak pendengar, apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.


(50)

 

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni : (1) Menjelaskan makna secara ilmiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Muhajir, dalam Sobur, 2003 : 256)

Menurut Muhajir, terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau subtansi yang sama dengan media berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran setiap berpegang materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteks agar dapat dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Eksplorasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan. Sedangkam memberi makna merupakan upaya yang lebih jauh dari penafsiran yang mempunyai kesejajaran dengan eksplorasi. Pemaknaan lebih menuntut pada kemampuan intregative manusia, indrawinya, daya pemikirannya dan akal budinya. Materi yang disajikan seperti juga eksplorasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Hanya saja eksplorasi terbatas dalam arti empirik, logic sedangkan dalam pemaknaan dapat menjangkau yang etik maupun transendental (Sobur, 2003 : 256).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model proses makna Johnson dalam Devito (1997 : 123-125) sebagai berikut :

a. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap


(51)

 

menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi, dibenak pendengar, apa yang ada di benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.

b. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah dan khususnya terjadi pada dimensi emosional makna.

c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

d. Penyitaan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan yang timbul akibat penyingkatan yang berlebihan tanpa mengkaitkan dengan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep yang lain yang serupa tanpa mengkaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknnya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

f. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna


(52)

 

tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003 : 285-259).

2.1.8. Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna (Sobur, 2006:15). Sebuah tanda menunjuk pada sesuatu selain dirinya sendiri yang mewakili barang atau sesuatu yang lain itu, dan sebuah makna merupakan penghubung antara suatu objek dengan suatu tanda (Hartoko dan Rahmanto, 1986:131 ). Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani ‘semeion’ yang berarti “tanda” (Sudjiman dan Van Zoest, 1996:vii) atau ‘seme’ yang berarti ‘penafsir tanda’ (Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atau seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). ‘Tanda’ pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yng menunjuk pada adanya hal lain.

John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau kode- kode televise. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan muncul pada sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode- kode tersebut saling berhubungan dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak ada begitu saja. Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas


(53)

 

penggunanya. Lebih lanjut mengenai teori ini, kode digunakan sebagai penghubung antara produser, teks dan penonton.

Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidaklah muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul. Namun juga diolah melalui pengindraan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa. Dalam artian, sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda pula.


(54)

 

Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television (Fiske, 1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah diencode oleh kode- kode social adalah sebagai berikut :

1. Level Realitas

Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, yang berhubungan dengan kode- kode social antara lain : Penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up), lingkungan (environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression), dan suara (sound).

2. Level Representasi

Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Level ini berhubungan dengan kode- kode social antara lain: kamera (camera), pencahayaan (lightning), perevisian (editing), music (music), dan suara (sound).

3. Level Ideologi

Bagaimana kode- kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi social, seperti kelas social atau kepercayaan dominan yang ada di dalam masyarakat seperti individualism, patriarki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan lain sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita


(55)

 

melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideology tersebut.

2.1.8.1. Respon Psikologi warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna :

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti “Bahagia” di budaya oriental, menggairahkan, merangsang, melindungi.

2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan.

3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.

4. Kuning : Optimis, Harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut (untuk budaya Barat), pengkhianat.

5. Ungu/Jingga: Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan.

6. Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.

7. Coklat : Tanah/Bumi, Reliability, comfort, daya tahan.

8. Abu-abu : Intelektual, Masa depan (kaya warna millennium), keserdehanaan, kesedihan.


(56)

 

9. Putih: Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidakbersalahan, kematian, ketakutan, kesedihan, keanggunan (

http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)

2.1.8.2. Tipe-tipe Shot pada Kamera

Pada pembuatan video, film dan industri televisi kita akan mengenal beberapa tipe-tipe pengambilan gambar agar hasil yang dicapai nantinya optimal sesuai dengan keinginan.

Bagi yang pengen mendalami dunia videografi tentunya harus memahami teknik ini. Barangkali kita sudah sering melakukan teknik yang sudah benar, tetapi taukah nama dari teknik pengambilan tersebut ? Saya akan sharing sedikit mengenai istilah-istilah dalam pengambilan gambar tersebut.

Ada beberapa istilah yang akan dibahas, sbb :

Teknik ini adalah teknik mengambil gambar sangat jauh dari subyek yang mungkin tidak akan kelihatan dengan jelas. Teknik ini bertujuan untuk menunjukan lingkungan disekitar subjek dan dirancang untuk menunjukan pendengar di mana tempat tindakan diambil. EWS juga disebut dengan istilah extra long shot or extreme long show.

VWS (Very Wide Shot)

Teknik ini sudah mengambil lebih dekat dengan lingkungan disekitar subjek. Subjek akan terlihat berada di lingkungan seperti apa. Teknik ini juga bisa


(57)

 

memfokuskan pada satu objek seperti jendela atau berada dibagian apa dalam lingkunganya.

WS (Wide Shot)

Teknik ini mengambil subyek dalam bingkai yang penuh. Kita mengambil dari gambar kaki subjek dan juga mengambil pada bagian kepala hampir pada bagian atas frame. Teknik ini sungguh sulit untuk dikerjakan, karena dari awal sampai akhir harus selalu mengikuti pergerakan subjek. Kalo tidak kita akan mendapatkan gambar yang terpotong dari subjek.

MS (Mid Shot)

Teknik pengambilan ini bertujuan untuk menunjukan subyek lebih detail, dan juga bisa menunjukan emosi yang ditampulkan oleh subjek. Teknik ini banyak digunakan pada penyampaian berita televisi oleh presenter, wartawan yang akan mewawancara sehingga subjek dengan leluasa mengeluarkan expresinya, seperti gerak tangan, dll.

MCU (Medium Close Up)

Teknik yang mengambil gambar dari dada sampai atas kepala untuk menunjukan ekspresi wajah lebih jelas.

CU (Close Up)

Teknik mengambil gambar hanya pada bagian wajah (close up). Teknik ini lebih menonjolkan pada ekspresi wajah dari subjek. Close-up juga dapat digunakan sebagai teknik cut-in. Dengan teknik ini penonton dapat menggambar atau merasakan bahwa pribadinyalah yang menjadi sebagai subjek.


(58)

 

ECU (Extreme Close Up)

Pengambilan gambar dengan teknik ini akan menunjukkan secara detil ekspresi dari subjek, seperti linangan air mata dan luapan kegembiraan terpancarkan dari wajah atau mata subjek.

CA (Cutaway)

Teknik yang mengambil pergerakan dan reaksi dari sekitar subjek atau menekankan sesuatu milik dari subjek, contoh gambar kucing adalah objek dari pemiliknya.

Cut-In

Hampir mirip dengan Cutaway, bedanya hanya menjelaskan bagian dari subejk secara lebih jelas, contoh pengambilan tangan yang menunjukan berupa luapan emosi, grogi, takut, dll.

Two-Shot

Ini merupakan variasi pengambilan gambar. Pada saat interview atau wawancara bisa dilakukan pengambilan presenter dan subjek atau hanya presenter saja dan juga hanya subjek saja yang akan di ambil. Dengan teknik ini bisa membuat suasana wawancara menjadi lebih hidup dan tidak terjadi kekosongan objek disekitarnya.


(59)

 

Teknik ini merupakan teknik pengambilan subjek dari sisi belakang orang lain. Pengambilan gambar dilakukan dengan memotong frame dari belakang telinga sekitar 1/3 dari lebar frame dan orang yang diambil harus menduduki kira-kira 2/3 dari lebar frame. Subjek yang diambil harus terlihat dengan jelas dan usahakan juga bahunya terambil.

Noddy Shot

Sering digunakan pada wawancara, penonton akan terlihat mendengarkan dan berinteraksi dengan subjek.

Weather Shot

Teknik yang mengambil suasana dari cuaca hari ini, biasanya akan mengambil paling sedikit 2/3 dari frame untuk ditampilkan. Cara ini menunjukan bagaimana cuara yang sedang terjadi pada saat program acara dilakukan, seperti olahraga.

2.1.9. Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol.(Piliang, Yasraf amir, 2006:24).

Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. (http: // kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm). Melaluirepresentasi, ide-ide


(60)

 

ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui system penandaan yang tersedia:dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. (http: Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas pesan dan produk):

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan menkonsumsi produk 2. Pesan atau produk itu sendiri

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.

4. Dan penampakan akhir dari produk tersebut.

Menurut Struat Hall (1977) representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami sesuatu, memprooduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu tergantung dari cara kita merepresentasikannya.


(61)

 

Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, kita bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Di sini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional di mana kita menggunakan bahasa untuk mengkomuinikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Struart Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua bahasa berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatundengan sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi


(62)

 

dalam bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan representasi. (Juliastuti, 2000: http// kunci.or.id/ teks/ 04rep2.htm)

Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditujukan dalam media massa (Eriyanto, 2001:113).

2.2 Kerangka Berpikir

Iklan televisi sebagai agen pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Agar tampak di mata pemirsa televis, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talent atau endorser berikut segala macam bentuk atau imagi yang diciptakan sebagai penyampai pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan televisi akan memperoleh perhatian pemirsa.

Dalam penelitian ini , peneliti melakukan pemaknaan mendalam mengenai makna pesan komunikasi yang disampaikan dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra dilakukan dengan pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi tiga level utama yaitu pada realitas, level representasi, dan level ideologi. Serta analisis semiologi dari Roland Barthes dalam proses pemaknaan tataran kedua (second-order of signification) melalui petanda dan penanta serta dengan menggunakan kode pembacaan yang terdiri dari lima kode. Kelima kode


(63)

 

tersebut meliputi, kode Kode Hermenutik atau kode teka-teki, kode Semik, kode kultural, kode Paretik, kode Simbolik dalam - gambar dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra di televisi sehingga di dapat pemaknaan menyeluruh dari tampilan iklan tersebut.

Adapun hasil kerangka berpikir diatas digambarkan dalam bentuk bagan :

Gambar 2.1

Bagan kerangka berpikir penelitian tentang pemaknaan iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra

Iklan kondom Sutra versi

goyang kamasutra 

Analisis semiologi John Fiske melalui tiga tingkatan dalam proses pemaknaan tataran kedua

melalui penanda dan petanda dalam tiap scene iklan kondom Sutra versi

goyang kamasutra

Hasil pemaknaan iklan kondom

Sutra versi goyang kamasutra


(64)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini mempresentasikan penggambaran iklan televisi komersial. Metode penelitian diskriptif dengan menggunakan pendekatan semiologi John Fiske untuk mengetahui pemaknaan secara meneyeluruh iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra di televisi dimana proses pembentukan makna oleh semiotika bersifat intensional dan memiliki motivasi.

3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Corpus


(65)

 

Corpus merupakan sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannnya oleh analisa dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001 : 70). Sifat yang homogeny ini diperlukan untuk member harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang dapat ditangkap atau dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan. Corpus adalah kata lain dari sampel, bertujuan tetapi khusus digunakan untuk analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Corpus penilitian ini adalah tiap potongan scene iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra.

3.3 Unit analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua tanda-tanda dalam komposisi visual (setting, wardrobe, property, slogan / tagline, camera angel, sound / suara, dll) yang terdapat dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiologi John Fiske dalam shot-shot gambar dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra di televisi sehingga di dapat pemaknaan memnyeluruh dari tampilan iklan tersebut.


(66)

 

Pengumpulan data dalam penelitian ini dalah dengan cara mengamati iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra di televisi secara langsung merekam dalam bentuk digital, kemudian mengcapture berdasarkan shot perpindahan pengambilan gambar dalam iklan tersebut. adalah suatu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang yang hanya direkam dengan satu take saja. Data yang terkumpul disebut data primer dan selanjutnya dianalisis berdasarkan semiotik John Fiske. Data dari penelitian ini kemudian digunakan untuk mengetahui bagaimana makna iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra.

3.5 Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberepa level utama yaitu pada level realitas, level representasi dan level ideologi. Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan semua unsur atau elemen (talent, setting, wardrobe, adegan, slogan / tagline, camera angel, sound / suara , dll) kemudian dilanjutkan dengan analisis semiologi John Fiske yang terdapat pada iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra di televisi dan menyimpulkan berbagai makna dan dari tampilan visulisasi tersebut dalam beberapa scene dan beberapa shot potongan-potongan visual iklan.


(67)

(68)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. Iklan Kondom Sutra

Permasalahan AIDS saat ini adalah isu global yang sedang marak, bukan terkait permasalahan medisnya semata tetapi justru juga permasalahan sosial. AIDS adalah sekumpulan penyakit kompleks yang mematikan dan memang belum ada obat yang mampu menghentikannya 100%. Jadi obat terampuh bagi AIDS adalah pencegahan. Dari sini peneliti mengambil iklan SUTRA yang menurut peneliti menarik karena ada Julia Pereznya sebagai bintang iklan dan cara penyampaian pesannya yang berbeda karena menggunakan media lagu terlebih lagi lagu dangdut yang sudah memasyarakat pada Negara Indonesia. Menurut peneliti iklan tersebut membawa dampak positif karena terbukti kondom dapat menurunkan penularan AIDS melalui hubungan seksual secara nyata. Sudah saatnya kita mendukung kehadiran kondom dalam pencegahan AIDS.

Banyak teori yang bertebaran mengenai masalah ini dan menurut kesimpulan William E. Kruck, asal kata kondom tidak diketahui secara pasti. Salah satu pendapat yang berupaya menjelaskan asal kata kondom menyatakan bahwa kondom berasal dari kata Latin “condon”, artinya penampung. Yang lain bilang bahwa kondom berasal dari kata Latin “condamina” yang bermakna rumah. Ada pula yang spekulasi kondom itu dari kata Italia “guantone” berasal dari “guanto”, maksudnya sarung. Di Inggris beda lagi teorinya. Menurut cerita rakyat


(1)

Televisi, merupakan sebuah realitas dalam bentuk simbolik. Segala yang ditampilkan dalam televisi diwujudkan dalam simbol-simbol tertentu dimana simbol-simbol itu harus dimaknai agar dapat menangkap makna dari apa yang ditampilkan oleh televisi. Disinilah permasalahannya, dalam menafsirkan simbol-simbol yang ada dalam televisi masyarakat seringkali hanya melihat dalam kerangka tekstual semata. TV telah mentransformasikan barang-barang real menjadi symbol yang terikat pada sistem pemaknaan tertentu (Abdullah, 2006: 56). Televisi, sebagai bagian dari media massa mempunyai “pekerjaan” untuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi atau dengan kata lain mengkonstruksikan realitas yang akan disiarkan. Proses pengkonstruksian ini pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas yang membentuk sebuah cerita yang bermakna. Dan dalam proses pengkonstruksian ini bahasa memegang peranan yang penting. Televisi, memegang peranan penting dalam bergesernya makna akan siaran-siaran yang mereka tayangkan. Atas nama globalisasi dan kapitalisme, terjadi reproduksi makna dari televisi. Simbol-simbol yang muncul dalam televisi mengalami reproduksi dalam bentuk estetisasi dimana sentuhan nilai seni menjadi kekuatan dalam berbagai iklan (produk), maupun acara televisi. Dengan demikian, televisi ini telah berperan sebagai tangan kapitalis dalam proses penyebaran berbagai produk yang dihasilkan dan dalam pengkonstruksian pola pikir masyarakat dalam memandang sebuah acara maupun iklan televisi.

Dalam produk media, perempuan dicitrakan untuk menjadi pihak yang kalah atau selalu harus melayani dan memenuhi kebutuhan laki -laki dalam relasinya. Laki-laki dicitrakan memiliki kontrol terhadap kaum perempuan. Perempuan,


(2)

hanya menjadi objek-objek pasif dari hasrat-hasrat seksual dan erotis laki -laki. Seksualitas yang dominant pada laki -laki ini merupakan cerminan dari ideologi palosentris. Phailo atau Phallus yang berarti penis dipandang sebagai simbol kekuasaan dan dipercayai bahwa atribut-atribut maskulinitas merupakan norma bagi rumusan-rumusan kultural. Pallocentrisme yang merupakan sumber dari penindasan perempuan adalah dasar dari patriarkat yang mewarnai tatanan politik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Disamping itu kelemahan dari penayangan iklan SUTRA ini mengajarkan masyarakat tentang beberapa hal yang meresahkan dan merugikan konsumen sebagai pemakai kondom, diantaranya :

1. Memperbesar Seks Bebas

Kondom bukan jalan keluar yang menuntaskan, malah memperbesar terlibat seks bebas. Soalnya, kondom tidak sekadar disosialisasikan kepada pelanggan PSK, tetapi kepada para pelajar dan masyarakat umum. Kecenderungan orang bermain seks dengan memakai kondom, membuat mereka leluasa melakukan seks bebas yang memicu bahaya HIV/AIDS. Tak seratus persen pemakaian kondom aman. Masyarakat yang tak ingin terjangkit penyakit yang mematikan ini, caranya menjauhkan diri dari penyebab penularan HIV/AIDS.

2. Banyak yang Kumpul Kebo

Pemakaian kondom banyak disalahgunakan. Lembaga perkawinan memberi isyarat kapan seseorang boleh melakukan hubungan seksual


(3)

yakni saat sudah menikah. Seseorang akan mampu mengendalikan diri jika mendalami ajaran agama. Kenyataannya, generasi muda banyak yang kumpul kebo. Tersedianya “jajanan” di luar dapat merangsang orang untuk melakukan seks bebas meski awalnya sekadar coba-coba. Inilah peluang penyebaran penyakit ini.

Penyebaran kondom haruslah pada tempatnya, dimana kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi bagi orang yang sudah berumah tangga dan tidak diperkenankan untuk yang belum berumah tangga apalagi pada kaum remaja yang notabene adalah masa dimana tingkat keingintahuan dan mencoba sangat tinggi. Sehingga dari situ akan muncul banyaknya pergaulan bebas. Sehingga seks bebas bukan dengan ada tidak kondom semata tetapi terutama kepribadian dan komitmen tiap pasangan


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pemaknaan dan penjelasan peneliti mengenai Iklan Kondom Sutra di Televisi, maka dapat terlihat kategori tanda yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol dalam iklan tersebut yang juga merupakan korpus dalam penelitian ini. Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol.(Piliang, Yasraf amir, 2006:24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. (http: // kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm). Melaluirepresentasi, ide-ide ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui system penandaan yang tersedia:dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb.

Perempuan selalu dikaitkan dengan kelemah-lembutan, kehalusan perasaan, terlebih lagi kaum perempuan itu memiliki paras ayu dan keindahan tubuh yang sempurna. Karena memiliki daya pesona dalam keindahan dan sensualitas, maka tidak jarang perempuan ditampilkan sebagai inspirasi karya seni, termasuk objek desain. Khususnya dalam desain komunikasi visual, perempuan banyak sekali ditampilkan sebagai objek dalam bidang periklanan. Intinya, iklan tanpa perempuan sebagai objek, sebenarnya sudah dapat “berbicara”


(5)

atau sudah dimengerti. Dalam karya seni lukis, grafis maupun patung seringkali perempuan juga dijadikan objek yang pada umumnya digemari kaum pria bahkan sepanjang masa perempuan dijadikan objek sensualitas. Karena keindahannya, tak bisa dipungkiri perempuan sering ditampilkan dalam iklan, meski kehadirannya terkadang agak diada-adakan. Karena keindahannya pula, untuk iklan sebuah produk yang bobot kehadiran tokohnya sama, antara laki-laki dan perempuan, biasanya perempuanlah yang dipilih. Antara lain juga karena keindahannya, perempuan sering menjadi inspirasi, termasuk dalam melahirkan sebuah produk. Walhasil, atribut atau sikap yang mencirikan ke-perempuan-nan, sebagai potensi melekat yang dimiliki perempuan secara kodrati , kini justru kian menjadi aset dalam serangkaian produksi dan pasar industri kebudayaan bernama iklan, temasuk iklan Kondom Sutra.

5.2. Saran

Konsep Iklan Kondom Sutra yang ditampilkan di Televisi ini cukup menarik, namun dalam Bab ini peneliti ingin menambahkan sedikit saran bagi pihak instansi terkait:

1. Dalam memproduksi sebuah iklan televisi menggunakan strategi apapun dalam penyampaian pesannya diharapkan agar lebih peka dalam menggunakan tanda, lambang dan simbolisasi dalam memaknai sebuah produk. Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam iklan permen Iklan Kondom Sutra di Televisi telah dikaji dalam penelitian ini. Peneliti menyarankan sebaiknya bagi pengiklan tidak


(6)

mengembangkan konsep iklan yang memuat unsur sensualitas dalam tampilannya karena setelah dianalisis memiliki ancaman yang cukup serius terhadap moral setiap khalayak yang menyaksikannya dan generasi penerus bangsa pada umumnya seperti hasarat meniru apa yang dilihatnya dari media, jika upaya untuk memenuhi hasrat seksual tidak dilandasi oleh bekal moral yang memadai maka akan muncul berbagai tindak kriminalitas.

2. Penelitian yang dilakukan pada semiotik Iklan Kondom Sutra di Televisi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian lanjut guna memperbaiki kekurangan yang mungkin ditemui agar dapat memberikan masukkan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi pada umumnya.


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN PADA IKLAN POMPA AIR SHIMIZU DI TELEVISI (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Pada Iklan Pompa Air Shimizu di Televisi).

2 14 115

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

Representasi Sensualitas Perempuan dalam Iklan Victoria Perfume Body Scent Versi “We are the star” (Studi Semiotika Representasi Sensualitas dalam Iklan Victoria Perfume Body Scent Versi “We are the star”).

45 240 96

REPRESENTASI FEMINISME DALAM IKLAN "FIESTA ULTRASAFE KONDOM VERSI YESMAN" (Studi Analisis Semiotika Representasi Feminisme dalam iklan” fiesta ultrasafe kondom versi yesman” di televisi).

4 5 92

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA VERSI GOYANG KAMASUTRA JULIA PEREZ ( Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Dalam Iklan Kondom Sutra Versi Goyang Kamasutra Julia Perez Di Televisi )

0 0 22

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN TELEVISI TIM TAM SLAM (Studi Semiotik Tentang Representasi Sensualitas pada Iklan Televisi Tim Tam Slam versi “Titi Kamal sebagai Pramugari”)

0 0 23

REPRESENTASI FEMINISME DALAM IKLAN "FIESTA ULTRASAFE KONDOM VERSI YESMAN" (Studi Analisis Semiotika Representasi Feminisme dalam iklan” fiesta ultrasafe kondom versi yesman” di televisi)

0 0 15

Representasi Sensualitas Perempuan dalam Iklan Victoria Perfume Body Scent Versi “We are the star” (Studi Semiotika Representasi Sensualitas dalam Iklan Victoria Perfume Body Scent Versi “We are the star”)

0 0 19

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN PADA IKLAN POMPA AIR SHIMIZU DI TELEVISI (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Pada Iklan Pompa Air Shimizu di Televisi)

0 1 99

PENGGAMBARAN PEREMPUAN DALAM IKLAN KONDOM SUTRA OK VERSI PUSH UP

0 0 15