NILAI–NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

  NILAI –NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH

SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL

SKRIPSI

  

Diajukan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Muhamad Syaifudin

NIM 111-14-302

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018/2019

  

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAN

KESEDIAAN DI PUBLIKASIKAN

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhamad Syaifudin NIM : 111-14-302 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SEJARAH

MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat dan tiruan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Skripsi ini di perbolehkan untuk di publikasikan pada e-repository

  IAIN Salatiga.

  

MOTTO

“Sesuatu yang bikin saya bertahan ngerjain skripsi semalaman adalah bahwa

apa yang saya kerjakan ini adalah hal yang membedakan saya dengan orang

malas

  Rocket Rockers

  

PERSEMBAHAN

  Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karuniaNya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

  1. Pahlawanku Bapak Nur Salim dan Ibu Ngatemi tercinta yang telah merawat, menjaga dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggali ilmu pengetahuan melalui tingkat pendidikan yang setinggi ini, juga atas semangat dan doa tiada hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikaan studi ini.

  Semoga ilmu yang penulis raih dapat membahagiakan orang tua, berguna bagi agama, nusa dan bangsa.

  2. Kakakku Nur Kholis, Siti Baiti Kuniah, Keluarga besarku yang tak bisa kusebut satu per-satu, terima kasih untuk kasih sayang yang selalu menguatkan hingga sampai di titik ini.

  3. Teman dekatku Nely Maksudah yang telah memberikan motivasi, dukungan dan bantuan selama menempuh studi, khususnya dalam proses penyusunaan skripsi.

  4. Sahabat-sahabatku terima kasih selalu menemani dalam suka maupun duka mendengarkan segala keluh kesah.

  5. Teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya jurusan Pendidika Agama Islam.

  6. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

KATA PENGANTAR

  Assalamu’alaikum Wr.Wb

  Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karunian-Nya kepada kami sehingga perencanaan, pelaksanaan dan tersusunnya skripsi dapat terlaksana dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis haturkan sehingga penulis da pat menyelesaikan skripsi ini, dengn judul”Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Sejarah Muhammad Al Fatih Sebagai Penakluk Konstantinopel ”.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salat satu persyaratan guna memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan. Penulis menyadari tanpa bantuan dari pihak, penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada: 7.

  Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

  8. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

  9. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

  10. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah rela menyisihkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kebijaksanaan dan petunjuk-petunjuk serta dorongan-dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  11. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat dan mudah-mudahan dengan skripsi ini akan menambah semangat untuk meneruskan langkah dalam memperjuangkan cita-cita pendidikan. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

  Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti berharap atas saran dan kritis yang membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

  W assalammu’alaikum Wr.Wb

  Salatiga, 28 Agustus 2018 Muhamad Syaifudin NIM.111-14-302

  

ABSTRAK

  Syaifudin, Muhamad. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Sejarah

  Muhammad Al Fatih Sebagai Penakluk Konstantinopel. Skripsi,

  Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Maryatin, M.Pd.

  Kata Kunci: Nilai Pendidikan Islam, Muhammad Al Fatih, Konstantinopel

  Tujuan penelitian ini ingin menjawab permasalahan (1) Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terdapat pada sejarah Muhammad Al Fatih penakluk Konstantinopel ? (2) Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad Al Fatih jika diterapkan pada pendidikan Islam di era sekarang ?

  Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Metode pengumpulan data dalam penilitian ini yaitu pengumpulan sumber (heuristik), langkah kritik (verifikasi), langkah interpretasi, dan langkah historiografi. Data yang sudah ada, dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan (verifikasi).

  Hasil penelitian ini menunjukkan : (1) Nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada sejarah Muhammad Al-Fatih penaklukan Konstantinopel adalah pengamalan sunnah, tawadhu, rela mati syahid, khusu’ , bertaqarrub kepada Allah SWT, berdoa setiap saat, bersikap lemah lembut, berbuat baik pada penduduk, menjalankan syiar agama, memiliki akidah yang kuat, serta memiliki komitmen yang tulus. (2) Nilai- nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad Al-Fatih jika diterapkan pada pendidikan Islam di era sekarang yaitu pendidikan dalam temuan ini dapat di terapkan pada pendidikan Islam di era sekarang, melalui pembelajaran di sekolah.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii PENGESAHAN KELULUSAN.............................................................. iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................. iv MOTTO ..................................................................................................... v PERSEMBAHAN .................................................................................... vi KATA PENGANTAR................................................................................ vii ABSTRAK ............................................................................................ ix DAFTAR ISI............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian...................................................................... 6 E. Sistematika Penulisan ................................................................ 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Tentang Nilai-nilai Pendidikan Islam........... 9 B. Tinjauan Umum Tentang Muhammad Al Fatih.......................... 16 C. Sejarah Turki Ustamani................................................................ 27 D. Konstantinopel............................................................................. 33

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian........................................................................... 34 B. Metode Pengumpulan Data....................................................... 34 C. Sumber Data............................................................................... 36 D. Metode Analisis Data................................................................. 36 E. Kajian Pustaka............................................................................ 37 BAB IV PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian......................................................................... 42 Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terdapat Pada Sejarah Muhammad Al Fatih................................................................... 42 B. Pembahasan..................................................................................

  46 Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Sejarah Muhammad Al Fatih dalam Penerapan Pendidikan Islam di Era Sekarang...... 46

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 47 B. Saran ............................................................................................. 47 C. Kata Penutup ................................................................................ 48 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 49 LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi Lampiran 2 Daftar Nilai SKK Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 4 Lukisan Muhammad Al Fatih Lampiran 5 Riwayat Hidup Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata Arab syajarah

  artinya “pohon”. Dalam bahasa Inggris peristilahan sejarah disebut history yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis. Sementara itu, pengetahuan serupa yang tidak kronologis diistilahkan dengan science. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sejarah itu adalah aktivitas manusia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara kronologis (Syamruddin Nasution, 2013: 1).

  Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa bangsa Arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak dikenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. Ia sangat cepat bergerak mengembangkan dunia membina suatu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol (Syamruddin Nasution, 2013: 3)

  Menurut Harun Nasution, bahwa sejarah Islam dapat dibagi kedalam 3 periode dengan karakteristiknya masing-masing. Pertama, periode klasik, mulai dari zaman Nabi Muhammad Saw. pada abad ke 7, sampai dengan akhir zaman Abbasiyah abad ke 13 yang ditandai dengan berbagai kemajuan dalam berbagai bidang: politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial dan sebagainya.

  Kedua periode pertengahan mulai dari zaman kehancuran Baghdad pada akhir abad ke 13, terbentuknya Dinasti-dinasti (Turki Usmani, Safawi, Moghul, dan Fatimi) hingga datangnya penjajahan Barat, di awal abad ke 17, yang ditandai dengan perpecahan dunia Islam, kemuduran dalam bidang politik, ekonomi, budaya, hingga dunia Islam dikuasai dan dijajah oleh Barat, seperti Perancis, Inggris, Belanda, dan Portugis.

  Ketiga periode modern yang dimulai akhir abad ke 18 hingga sekarang yang dimulai dari timbulnya kesadaran dari sebagian tokoh Islam di berbagai negara Islam yang dijajah seperti India, Mesir dan lainnya untuk melepaskan diri dari cengkraman penjajah dan bangkit kembali sebagaimana yang terjadi di zaman kejayaan Islam di abad Klasik (Abuddin Nata, 2010: 83).

  Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan suatu ajaran yang membawa banyak perubahan dan dalam perubahan itu mengalami suatu peningkatan dan penurunan dalam setiap periodenya, dimulai dari periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.

  Didalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji sejarah Islam di periode pertengahan dan dalam kemajuan suatu kerajaan Turki Ustmani yaitu ketika masa kepemimpinan Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukan Konstantinopel untuk mencari nilai-nilai pendidikan Islam yang dapat di ambil dalam sejarah tersebut.

  Sultan Muhammad II bin Murad II atau lebih sering di kenal dengan Muhammad Al-Fatih, yang berhasil mewujudkan bisyarah tentang penaklukan Konstantinopel. Sejak kecil, dia telah dididik oleh ulama-ulama besar pada zamannya, khususnya Syaikh Aaq Syamsuddin yang tidak hanya menanamkan kemampuan beragama dan ilmu Islam, namun juga membentuk mental pembebas pada diri Muhammad Al-Fatih. Beliau selalu membekali Al-Fatih dengan cerita dan kisah para penakluk dan selalu mingingatkan Muhammad II tentang bisyarah Rasulullah saw dan janji Allah yang menjadikan seorang anak kecil bernama Muhammad II memiliki mental seorang penakluk (Felix Y Siauw, 2013: 195).

  Oleh karena itu, tidak mengherankan pada saat dia berusia kurang dari 17 tahun, Al-Fatih telah menguasai tujuh bahasa dan telah memimpin ibukota kesultanan Utsmani di Andianopel (Edirne) sejak berusia 19 tahun (ada juga sejarawan yang memberikan keterangan bahwa Al-Fatih telah matang dalam politik sejak berusia 12 tahun). Sebagian besar hidupnya berada diatas kuda, dan beliau tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan izin-Nya atas keinginan yang kuat yaitu, menaklukan Konstantinopel (Felix Y Siauw, 2013: 195).

  Al-Fatih pun sadar untuk menaklukan Konstantinopel, dia memerlukan perencanaan yang baik serta orang-orang yang bisa diandalkan. Dia sungguh memahami hadits Rasulullah saw:

  ‘’Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat- hebat amir (panglima perang) adalah amirn-nya dan sekuat- kuatnya pasukan adalah pasukannya.” (H.R. Ahmad bin Hanbal Al- Musnad 4/335).

  Berdasarkan hadits di atas dalam bukunya Felix yang berjudul

  

beyond the inpiration menjelaskan bahwa dalam penaklukan

  Konstantinopel, sangat mengindikasikan dua keadaan penaklukan Konstantinopel, yaitu panglima (Amir) yang paling baik dan pasukan (jaisy) yang paling kuat (Felix Y Siauw, 2013: 196).

  Berdasarkan paparan di atas sejak usia kecil Muhammad Al-Fatih sudah dekat sekali dengan agama Islam dan banyak ulama yang mengajarinya tentang agama serta dukungan dari orang tuanya dia berambisi untuk menaklukan konstantinopel serta mewujudkan hadits Rasulullah tersebut maka beliau termotivasi untuk merealisasikannya. Dari kisah tersebut terlihat banyak sekali nilai-nilai pendidikan dalam sejarah Muhammad Al-Fatih salah satunya terlihat dari nilai keimanan bahwa dia tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya guna selalu mendekatkan diri kepada Allah. Pendidikan Islam sangat perlu di tanamkan sejak dini oleh setiap keluarga.

  Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina atau membentuk pribadi Muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT., cinta pada orang tua dan sesama hidupnya, juga pada tanah airnya, sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT (Beni Ahmad Saebani, 2012: 42).

  Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiya dalam bukunya ilmu pendidikan Islam yang mengutip dari Ahmad D.Marimba mengartikan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menerut ketentuan-ketentuan Islam. Maksud kepribadian utama adalah kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

  Kemudian beliau mengutip lagi dari Muhammad At-Toumy Asy-Syaibany mengartikan pendidikan Islam sebagai usaha yang diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada tataran tingkah laku individu maupun pada tataran kehidupan sosial serta pada tataran relasi dengan alam sekitar, atau pengajaran sebagai aktivitas asasi, dan sebagai proporsi di antara profesi-profesi dalam masyarakat (Beni Ahmad Saebani, 2012: 42).

  Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan, pendidikan Islam adalah usaha sadar untuk mendidik peserta didik yang sesuai dengan ajaran Islam sehingga peserta didik dapat menerapkan ajaran yang sesuai dengan Islam dan tidak melenceng dari Islam. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam guna menemukan nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terdapat dalam kisah Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel sehingga dapat diterapkan dalam sebuah pendidikan Islam.

  Kemudian penulis ingin mengangkatnya menjadi sebuah bahan penelitian dengan judul

  “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM

  SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL”.

  B. Rumusan Masalah

  Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terdapat pada sejarah Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel ? 2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad

  Al-Fatih jika diterapkan pada pendidikan Islam di era sekarang ? C.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Untuk menemukan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada sejarah Muhammad Al-Fatih penaklukan Konstantinopel.

  2. Untuk mendeskripsikan bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad Al-Fatih jika diterapkan pada pendidikan Islam di era sekarang.

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah khasanah keilmuan, khususnya dalam bidang program studi

  tarbiyah di perpustakaan IAIN Salatiga dalam penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih.

2. Secara Praktis

  Penelitian ini dapat menemukan nilai-nilai pendidikan Islam pada masa Muhammad Al-Fatih dan bisa diterapkan diera sekarang, sehingga pembaca dapat memiliki semangat seperti dalam kisah sejarah Muhammad Al-Fatih ini.

E. Sistematika Penulisan

  Dalam proses penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab guna untuk memudahkan pembaca dalam melihat penulisan ini, diantaranya bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.Bagian Isi dalam bagian ini terdapat bab yang berisi sebagai berikut.

  Bab I berisi pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

  Bab II berisi tentang landasan teori yang meliputi pengertian nilai, pengertian pendidikan Islam, nilai-nilai pendidikan Islam, biografi singkat Muhammad Al-Fatih, Turki Ustmani dan Konstantinopel.

  Bab III berisi tentang metodologi penelitian untuk meneliti nilai- nilai pendidikan Islam dalam sejarah penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih.

  Bab IV berisi temuan penelitian dan pembahasam nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel.

  Bab V berisi berupa penutup, kesimpulan, dan saran. Kemudian pada bagian akhir, penelitian ini terdapat kata penutup dan daftar pustaka.

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam 1. Pengertian Nilai Nilai adalah segala yang bermanfaat dan menjadi sarana bagi

  kehidupan. Nilai atau value dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa Latin, valere (berguna, mampu, akan, berdaya, berlaku, dan kuat). Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Nilai merupakan suatu konsep, yaitu pembentukan mentalitas yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik, dan perlu dihargai sebagaimana mestinya (Beni, 2012: 32-33).

  Dalam kamus besar bahasa indonesia nilai bisa diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) atau hal penting yang berguna bagi manusia (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1005).

  Berdasarkan beberapa kutipan di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai adalah suatu takaran dalam suatu objek untuk memberikan anggapan apakah suatu objek tersebut baik, atau buruk, bagus atau tidak, berguna atau tidak berguna, bermanfaat atau tidak dan sebagainya.

2. Pengertian Pendidikan Islam

  Secara sederhana Ahmad Tafsir(2014: 12) mendefinisikan pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Kemudian Abdul Majid(2005: 130) yang mengutip dari Zakiah Daradjat mendefinisikan suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

  Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi Allah, manusia, dan alam semesta (Haidar, 2012: 3).

  Umiarso(2010: 42) mengutip dari Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf mengatakan bahwa pendidikan Islam, suatu pendidikan yang melatih perasaan peserta didik dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar dapat mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan dipengaruhi oleh nilai etis Islam.

3. Landasan Pendidikan Islam

  Landasan pendidkan Islam pada hakikatnya adalah identik dengan pendidikan Islam. Asas pendidikan Islam kata Abdullah yang di kutip oleh Fatah Yasin adalah Al-

  Qur’an dan Hadis Nabi. Sedangkan nilai-nilai ajaran Islam tersebut jika dipetakan dapat dibagi menjadi 2 hal : a.

  Al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan ideal operasional pendidikan Islam

  Cita-cita ideal dalam pendidikan Islam adalah sebagaimana yang tergambar dalam Al- Qur’an dan contoh operasionalnya adalah sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Nabi Saw dalam kehidupan. Semua yang dilakukan oleh Nabi adalah contoh proses pendidikan Islam yang mengajarkan semua aspek kehidupan menuju arah perbaikan hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu nilai-nilai yang ditanamkan dalam proses pendidikan haruslah diambil dan bersumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam Al-

  Qur’an dan Hadis Nabi. Seperti terdapat dalam surat Ali Imran ayat 110: Artinya:

  “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang

munkar, dan beriman kepada Allah.”(Qs. Ali Imran: 110).

  Ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia adalah diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk terbaik, yang diberi tugas untuk memerintah orang lain agar berbuat: pertama, amar ma’ruf atau

  

humanisme dan emansipasi, yang dikutip dari Kuntowijoyo oleh

  Fatah Yasin maksudnya memanusiakan manusia dan mendudukan manusia pada posisi sederajat secara nurani. Kedua, mencegah perbuatan yang munkar atau liberasi, yaitu membebaskan manusia dari penindasan. Ketiga, tujuan akhir dari tugas manusia dalam membebaskan manusia lain adalah dilandasi karena tuntutan iman atau ke arah Transendensi¸yaitu penyucian diri yang ditunjukan melalui kerja kemanusiaan yang ditunjukkan semata-mata hanya karena dan untuk Tuhan Allah Swt dan dalam Islam dikenal sebagai manusia yang beruntung dan optimal.

  Secara partikulasi, di dalam Al- Qur’an juga terdapat bagian- bagian penting, atau ada ayat-ayat tertentu, atau tema-tema pokok dalam Hadis, yang secara langsung membicarakan tentang proses pendidikan Islam sebagai berikut:

  )ى ِراَخُبْلا ُها َوَر( Artinya:

  “Abdullah Bin Amra Al-Ashro: Bersabda Nabi SAW: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun hanya satu ayat dan ceritakanlah Bani Israil dengan terbatas dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja hendaknya menentukan tempat di api neraka” (HR. Bukhari Muslim no. 3202).

  Mengajak orang lain untuk menerima ajaran Islam, tentunya adalah diambil dari sumber pokoknya yaitu Al- Qur’an, dan cotoh praktiknya bersumber dari hadis Nabi.

  b.

  Hasil Ijtihad ulama Islam sebagai landasan pengembangan pendidikan Islam Yang dimaksud dengan ijtihad sebagai landasan pengembangan pendidikan Islam adalah hasil pemikiran para ulama

  Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan, kemudian dijadikan sebagai rujukan atau dasar untuk melaksanakan kegiatan pendidikan. Dari sini dapat diketahui mana hal-hal penting yang harus di-(de/re)-kontruksi sesuai dengan konteks pendidikan yang dilaksanakan. Inilah dalam sebuah pesan pendidikan disebutkan, “

  Menjaga/ melestarikan nilai-nilai lama yang dianggap masih baik dan menemukan/mengambil nilai- nilai baru yang lebih baik.”

  Proses pendidikan pada dasarnya memiliki fungsi antara lain untuk melestarikan atau mewariskan nilai-nilai historis kepada generasi baru, supaya diikuti dan dijadikan sebagai landasan pengembangan pendidikan untuk menemukan nilai-nilai baru yang sebelumnya belum ada (Yasin, 2008: 39-48).

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan Islam terdiri dari Al- Qur’an dan Hadis sebagai landasan ideal operasional yang dipraktikkan oleh Nabi Saw dalam kehidupan guna menuju perbaikan hidup dunia dan akhirat. Kemudian Ijtihad ulama Islam sebagai landasan pengembangan pendidikan Islam yaitu sebuah rundingan oleh para ulama mengenai sesuatu hal yang baru yang belum ada pada masa Nabi Saw seperti contohnya lembaga pendidikan Islam dan hal itu dapat digunakan sebagai rujukan guna melaksanakan pendidikan Islam.

4. Fungsi Pendidikan Islam

  Syafaat(2008: 173) yang mengutip dari Djamaludin dan Abdullah Aly mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam memiliki empat macam fungsi, sebagai berikut: a.

  Menyiapkan generasi muda memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang.

  b.

  Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua ke generasi muda.

  c.

  Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradapan. d.

  Mendidik anak agar beramal saleh di dunia ini untuk memperoleh hasilnya di masyarakat.

  Kemudian Syafaat(2008: 173-174) juga mengutip lagi dari Zakiah Darajat fungsi pendidikan Islam yaitu sebagai berikut: a.

  Pembekalan, yaitu untuk membimbing anak dalam memiliki akhlak.

  b.

  Penerangan, yaitu membantu anak untuk mengetauhi prinsip- prinsip dan hukum agama agar dalam pelaksanaanya sesuai dengan ajaran agama.

  c.

  Perbaikan, yaitu menolong anak dalam menentukan akidah yang baik dan benar serta pembentukan jiwa keagamaan yang baik dan kokoh.

  d.

  Penyadaran, yaitu untuk memberikan penyadaran anak-anak atau remaja agar memahami dan mampu menjaga kesehatan, baik jasmani maupun rohani.

  e.

  Pengajaran, yaitu untuk menyiapkan peluang dan suasana praktis untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan akhlak dalam kehidupan.

  Berdasarkan beberapa definisi di atas tentang fungsi pendidikan Islam, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam adalah untuk membina peserta didik agar mampu menjadi insan yang mempunyai pribadi yang baik seperti dalam Islam, serta untuk mensejahterakan kehidupan duniawi untuk bekal di akhirat.

B. Tinjauan Umum Tentang Muhammad Al Fatih 1.

  Masa Kecil dan Proses Pendidikan Al Fatih Sultan Mehmed II yang lahir pada 833 H (1429 M), Sultan

  Utsmani ketujuh dalam silsilah keluarga Utsman, bergelar Muhammad Al-Fatih dan Abu Khairat, memerintah kurang lebih selama 30 tahun dan berhasil membawa kebaikan dan kemuliaan bagi kaum Muslimin.

  Dia diangkat menjadi penguasa daulah Ustmaniyah setelah kematian ayahnya pada 16 Muharram 855 H (18 Februari 1451 M), pada waktu itu umurnya baru 22 tahun (Ash-Shalabi, 2015: 168).

  Dikatakan bahwa ketika menunggu proses kelahiran, Murad II menenangkan dirinya dengan membaca Al- Qur’an dan lahirlah anaknya saat bacaanya sampai pada surah Al-Fath, surat yang berisi janji-janji Allah akan kemenangan kaum Muslim. Sebagai anak laki- laki ketiga, Mehmed tidak diperkirakan siapapun untuk menjadi pengganti Murad II menjadi sultan (Felix Y. Siauw, 2017: 43).

  Ketika berumur 2 tahun, Mehmed (namanya dalam keluarganya, dan Al-Fatih adalah gelar setelah melakukan penaklukan Konstantinopel) dikirim bersama Ahmed kakak tertuanya ke Amasya, sebuah kota tempat mempelajari pemerintahan bagi keluarga kesultanan. Murad II termasuk sultan yang sangat memperhatikan pendidikan. Di masa pemerintahannya, banyak madrasah yang bermunculan di Edirne, Bursa, Amayasa, Manisa dan kota-kota Utsmani lainnya. Dia berpendapat bahwa keimanan dan ketakwaan adalah modal dasar peradaban yang kuat dan membangun kebudayaan Utsmani berdasarkan darinya. Ketika menggantikan ayahnya hal pertama yang dilakukan Murad adalah melakukan pengepungan Konstantinopel dalam jangka waktu 22 hari pada 1422 akan tetapi belum berhasil kemudian Murad mempersiapkan estafet penaklukan Konstantinopel dan memepersiapkan anak-anaknya. Selain itu, Murad juga menyemangati dan berdiskusi arti penting penaklukan Konstantinopel, bahkan hampir setiap hari bertanya akan strategi dalam menaklukan Konstantinopel pada mereka (Felix Y. Siauw, 2017: 43- 44).

  Ketika berumur 6 tahun, Mehmed yang masih sangat belia diangkat menjadi gubernur Amasya, Mehmed bertukar tempat dengan Ali untuk memimpin Manisa. Malang bagi Murad, di kota yang sama, sekitar 1443, Ali bin Murad pun dibunuh oleh seorang Turki yang kemungkinan besar kaki tangan Byzantium yang selalu mencari kesempatan untuk menimbulkan kekacauan pada Utsmani. Peristiwa yang menimpa anaknya, Ali yang disebut-sebut anak kesayangannya membuat Murad sangat terpukul. Harapannya bertumpu pada anak laki- lakinya yang terakhir maka saat itu pula, ia memanggil Mehmed ke Edirne untuk dididik secara khusus dan mempersiapkanya menjadi pengganti dirinya (Felix Y. Siauw, 2017: 45).

  Semenjak remaja dia terlihat unggul atas teman-teman sebayanya dalam banyak ilmu yang dipelajari di Madrasah al-Umara, khususnya penguasaan bahasa yang berkembang di masanya dan kecenderungannya untuk mempelajari kitab-kitab sejarah. Hal ini semua membantunya di kemudian hari menjadi sosok yang menonjol di bidang manajemen dan perang. Hingga ia tersohor di dalam sejarah sebagai Muhammad Al-Fatih, karena berhasil menaklukan kota Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul (Ash-Shalabi, 2015: 101-102).

  Sultan Murad menugaskan kepada para syaikh yang paling bagus pada masanya untuk membentuk kepribadiannya yaitu di serahkan kepada syaikh Ahmad Al-Kurani adalah ulama berilmu lagi faqih serta masyur dengan berbagai keutamaan menurut Imam Suyuti, dan syaikh Aaq Syamsuddin adalah ulama yang nasabnya bersambung pada Abu Bakar Ash-Shiddiq dan seorang yang pengetahuannya tidak terbatas pada satu bidang sebagaimana kebanyakan ulama pada masanya (Felix Y. Siauw, 2017: 46).

  Dibawah tempaan Syaikh Al-Kurani, Mehmed mulai menyerap ayat-ayat Al- Qur’an dan menghafalnya pada usia 8 tahun. Ia juga mempelajari etika belajar dari beliau yang tidak menganggapnya berbeda dari anak-anak lain. Ulama lain yang sangat berpengaruh dalam membentuk mental seorang penakluk adalah syaikh Aaq Syamsuddin, beliau mendidikan bukan hanya dengan ilmu yang dikuasainya akan tetapi juga menceritakan tentang ahlu bisyarah yang membebaskan Konstantinopel dan menceritakan Rasulullah dalam menegakkan Islam, serta menanamkan sirahnya kepada Mehmed. Ia juga menceritakan kepahlawanan para sahabat dan kekepahlawanan para penakluk awal seperti Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid, Abu Ubaidah bin Al-Ayubbi, Utsman I dan semua kstria Islam adalah blueprint bagi Mehmed Celebi (Felix Y. Siauw, 2017: 47).

  Keyakinan Mehmed II yang ditanamkan para syaikh bahwa ia adalah seseorang yang di maksud dalam hadits Rasulullah yang menaklukan Konstantinopel berpengaruh sangat besar. Dalam umur kurang dari 17 tahun Mehmed dapat menguasai bahasa Arab, Turki dan Persia dan juga fasih dalam percakapan bahasa Prancis, Yunani, Serbia, Hebrew, dan Latin. Dalam ilmu sejarah dan geografi, syair dan puisi, seni, serta ilmu teknik terapan Mehmed juga sangat tertarik dan mahir.

  Keahlian dalam perang pun menjadi buah bibir, Mehmed dikatakan menghabiskan sebagian waktunya diatas kuda. Ini merupakan sebuah gabunga yang membentuk kepribadian yang unik (Felix Y. Siauw, 2017: 47-48).

  Dari semua hal yang ada pada Mehmed II, tentu saja yang paling mempesona pada dirinya adalah kedekatanya dengan Allah. Mehmed sadar bila keinginannya untuk menjadi ahlu bisyarah sangat dipengaruhi dengan kedekatanya dengan yang Maha memenangkan dan Menolong. Mehmed selalu menyibukan diri dengan bertaqarrub kepada Allah, dan dia satu-satunya panglima yang tidak pernah masbuq dalam shalatnya, dan dia selalu menunaikan dengan berjama’ah, dan dia juga menjaga shalat malamnya sebagai mahkota dan shalat rawatib sebagai pedangya dan tidak pernah meninggalkan shalat malam dan rawatib semasa baligh hingga ia meninggal. Ketika Mehmed berusia 12 tahun, Murad menandatangani perjanjian damai di Szeged dengan pasukan salib menyusul kekalahan pasukan Ustmani oleh pasukan salib yang dipimpin oleh John Hunyad pada 1444 dan berisi tentang genjatan senjata selama 10 tahun dan Ustamani kehilangan Serbia dan Wallachia. Setelah mengamankan Ustamani dari ancaman Eropa, Murad bersegera untuk menyeberangi Selat Dardanela dan memadamkan pemberontakan di Karaman. Sebelum ia menyerahkan tahta sultan kepada Mehmed II memastikan anaknya menjalankan tigas dengan baik semasa ia masih hidup dan mempercayakan kepada Halil Pasha, wazir kepercayaan untuk mendidiknya tentang tugas kesultanan dan kepemimpinan (Felix Y. Siauw, 2017: 49-51).

2. Pengangkatan dan Penurunan Jabatan Kesultanan

  Strategi Murad II membuahkan tantangan besar bagi kaum Muslim, setelah Mehmed diangkat menjadi sultan, dan Murad berada di tempat jauh dari pemerintahan. Mendengar hal ini kemudian Paus Eugene IV membujuk Ladislas untuk menghianati perjanjian damai dan memanfaatkan situasi ini dan mengusir pasukan kaum Muslim di Eropa. Sedangkan pasukan utama Eropa diarahkan ke Varna sebuah kota pelabuhan di laut Hitam, untuk menyerang kaum Muslim dari utara. Keadaan menjadi sangat kacau di Edirne, dan Mehmed sangat bingung menghadapi gejolak politik yang belum pernah dihadapi sebelumnya dan kemudian ia mengirim surat kepada ayahnya di Anatolia untuk membantu mengatasi kekacauan di Edirne. Surat yang dikirimkan Mehmed kepada ayahnya adalah seperti ini : Siapakah yang saat ini menjadi sultan, saya atau ayahanda ?,Bila ayahanda yang menjadi sultan, datanglah kemari dan pimpinlah pasukanmu. Tetapi bila engkau menganggap saya sebagai sultan maka dengan ini saya meminta ayahanda segera datang kemari untuk memimpin pasukan saya!. (Felix Y. Siauw, 2017: 52).

  Surat ini tidak memberikan pilihan kepada Murad, kemudian Murad langsung sesampainya di Eropa, memobilisasi pasukannya ke Varna untuk mencegah gerakan pasukan salib dan atas pertolongan Allah, Murad II mendapatkan kemenangan yang gemilang dan hampir 20.000 pasukan gabungan dipimpin Hungaria di hukum atas penghianatan dan raja Ladislah terbunuh saat menantang Murad II dan kemudian ia kembali ke Anatolia setelah turun tahta untuk ke dua kalinya dan bertaqarrub kepada Allah (Felix Y. Siauw, 2017: 52).

  Keadaan menjadi stabil dan Mehmed membuat kebijakan baru sebagai manifestasinya sejak kecil yaitu penaklukan Konstantinopel, akan tetapi Mehmed salah perhitungan karena ia belum sepopuler ayahnya yang mempunyai hubungan yang baik dengan aparatur negara seperti militer, industri dab khususnya pasukan khusus Yenisari. Halil Pasha yang mengkuatirkan bahwa kebijakan Mehmed membuat gejolak kaum Kristen di Eropa untuk membantu Konstantinopel akhirnya mensabotase kebijakan Mehmed dengan memanfaatkan pemberontakan Yeniseri dan Menggugat Murad kembali menjadi Sultan dan usahanya berhasil, sekali lagi Murad II menjadi sultan pada 1446, sedangkan Mehmed dalam kondisi kalah dan terhina di tempatkan kembali sebagai gubernur kota Manisa (Felix Y. Siauw, 2017: 52-53).

3. Proses perbaikan diri dan melanjutkan misi ayahnya

  Dalam jangka waktu 2 tahun, Mehmed membenahi seluruh kekurangan dan kelmahanya untuk membuktikan bahwa layak menjadi pemimpin, dan di bulan Oktober 1448 dia menemani ayahnya memerangi pasukan Hungaria di Kosovo. Peperangan ini menjadi ajang pembuktian dan pelantikannya sebagai komandan terbaik bagi Mehmed

  II. Pasca Kosovo 1448, Mehmed seringkali muncul dalam ekspedisi maupun pertempuran yang dilancarkan oleh Murad II, seolah sebagai bekal terakhir dari ayah pada anaknya sebelum menutup usianya dalam ketenangan di Edirne pada Februari 1451 (Felix Y. Siauw, 2017: 55).

  Berita kematian ayahnya sampai kepadanya bersamaan dengan permintaan Halil Pasha agar Mehmed segera ke Edirne menggantikan ayahnya dan dinobatkan sebagai sultan. Begitu ia memegang kendali penuh terhadap pemerintahan Utsmani ia segera menerapkan kebijakan yang diambil oleh ayahnya, dan kegagalan dahulu merupakan pembelajaran yang berharga, sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menjalin hubungan baik dengan aparatur negara dan militer, khususnya pasukan Yeniseri. Usianya baru 19 tahun pada saat itu dan dunia barat, baik Kosntantinopel maupun Eropa meremehkannya dan menganggap sebagai anak remaja manja tak berpengalaman yang memiliki catatan kepemimpinan yang buruk (Felix Y. Siauw, 2017: 56-57).

4. Proses Penaklukan Konstantinopel

  Banyak sejarawan mengatakan bahwa motif utama penaklukan Konstantinopel bukan pada Islamnya. Namun, sungguh mereka telah salah besar. Memang betul, secara geografis keberadaan Konstantinopel merupakan ancaman bagi Turki Ustmani disebabkan letaknya seperti duri di dalam daging. Tetapi, penglihatan Mehmed II jauh dari hanya pendekatan geografis, dia tumbuh bersama dengan impiannya akan penaklukan Konstantinopel, seluruh hidupnya diabadikan untuk usaha mewujudkan bisyarah Rasulullah. Bagi Mehmed II, Konstantinopel bukan hanya sebuah kota yang strategis dan banyak hartanya. Baginya Kosntantinopel adalah pertaruhan akan kebenaran lisan Rasulullah, inspirator dalam hidupnya (Felix Y. Siauw, 2017: 59).

  Kota Konstantinopel dikelilingi oleh perairan laut di tiga front: Selat Bosporus, laut Marmara, dan Tanduk Emas yang diproteksi dengan rantai raksasa, yang dapat mengontrol arus masuk kapal-kapal yang menujunya. Di samping itu ada dua garis dari tembok-tembok yang mengelilingi dari arah darat, tepatnya dari tepi pantai laut Marmara hingga Tanduk Emas dan diapit oleh sungai Lycus.antara kedua tembok terdapat halaman yang luas yang lebarnya mencapai 60 kaki. Tinggi tembok tersebut dari dalam adalah 40 kaki. Di Antaranya terdapat sejumlah mercusuar yang ketinggiannya mencapai 60 kaki.

  Sedangkan tinggi tembok dari luar mencapai hampir 25 kaki, di antaranya terdapat sejumlah mecusuar yang terpancar-pancar, yang dijaga oleh para prajurit. Ini sangat sulit untuk masuk menerobos ke dalamnya. Karena itu pulihan percobaan militer mengalami kesulitan untuk menerobos masuk ke dalamnya, termasuk di antaranya sebelas percobaan Islam sebelumnya (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 113- 114).

  Meski para pendahulunya pernah berusaha merebutkan kota kuno Konstantinopel dari para penguasa Kristen, mereka gagal menerobos tembok kota yang sangat kuat. Setelah Rasulullah dulu meramalkan penaklukan kota tersebut oleh umat Islam pada abad ketujuh, pasukan Muslim sudah berulang kali mencobanya, tetapi tidak cukup berhasil. Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan, pendiri Dinasti Umayyah, merupakan salah satu penguasa pertama Muslim yang mengirimkan ekspedisi untuk menaklukan Konstantinopel. Abu Ayyub Al-Ansari, seorang sahabat terkemuka Rasulullah , tewas dengan gagah berani dalam ekspedisi tersebut kala menghadapi Byzantium, dia dikebumikan di pinggir kota Konstantinopel. Sepertinya sudah ditakdirkan, tugas menaklukan benteng terakhir Kekaisaran Romawi Suci ini jatuh di pundak Sultan Muhammad II. Karena ingin memperluas kekuasaannya sampai ke daratan Eropa, sehingga menjadi penguasa yang paling kuat pada masanya, sang Sultan bertekad membebaskan Konstantinopel. Menurutnya, pembebasan kota bersejarah ini akan mengonsolidasikan posisinya sebagai penguasa sejati dunia Islam dan memberinya sebuah tempat unik dalam catatan sejarah (Khan, 2010: 268).

  Segera setelah penaklukan Konstantinopel, Sultan Mehmed memindahkan ibu kota Utsmani ke kota itu dan memerintah rakyatnya dengan adil. Kemampuannya dalam urusan administrasi dan pengelolaan kota sama baiknya ketika ia berhadapan dengan pasukan perang. Mehmed Al-Fatih adalah sutlan pertama yang mengodifikasi aturan-aturan hukum dalam setiap urusan-urusan, yang selanjutnya akan disempurnakan oleh keturunannya, Khalifah Suleyman II yang dikenal sebagai Al-Qanuni, sang pembuat hukum. Sultan mengatur semuanya dengan hukum-hukum yang rinci, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, kepegawaian, peradilan, kesehatan, militer, seni dan budaya, perdagangan, sampai hukum-hukum sipil. Tidak heran bila pada masa pemerintahannya, banyak diantara penduduk Yunani yang memilih Islam sebagai agama baru mereka. Pusat perhatian Sultan berikutnya adalah membangun Konstantinopel dan mengembalikannya sebagai pusat peradaban. Atas kemahirannya dalam mengatur administrasi negara, dalam waktu dari 30 tahun sejak jatuhnya Konstantinopel, Sultan Mehmed telah melipatgandakan penduduk kota menjadi 4 kali lipat dan menjadi fondasi bagi penguasa-penguasa setelahnya untuk menjadikannya kota termegah di dunia (Felix Y. Siauw, 2017: 261).

5. Penaklukan Menuju Roma dan Kematian Al-Fatih

  Setelah membangun kembali Konstantinopel dan memastikannya dapat bertahan dari serangan internal dan external, Sultan Mehmed memulai rangkaian perjalannya menuju kota Roma, setapak demi setapak. Setahun setelah penaklukan Konstantinopel, Sultan Mehmed menaklukan sebagian besar wilayah Serbia sampai sampai kepinggir sungau Danudabe yang berbatasan dengan Hungaria.

  Jalan menuju Roma terus-menerus dibangun, selain membebaskan wilayah Eropa di sebelah barat, Karaman juga dapat ditaklukan pada 1468 sehingga lengkaplah kekuasaan Ustmani di Asia. Pada tahun 1479, Sultan sampai di perbatasan Italia sebelah utara Venesia, menaklukan Friuli dan Isonzo, kala itu pasukan Muslim terdengar meneriakan dengan lantang “Roma...! Roma..!. Merasa takut wilayahnya akan segera diserang, Venesia segera mengajukan perjanjian damai kepada Sultan dan memberikan upeti dalam jumlah yang besar. Namun, langkah Mehmed tidak terhenti sampai di sana, jalan menuju Roma kini dialihkan ke laut, pada 1480, Otranto berhasil ditaklukan setelah tentara Ustsmani gagal menaklukan pulau Rhodes.

  Kini jalan menuju Roma tinggal setapak lagi (Felix Y. Siauw, 2017: 268-269).

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMP ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 132

PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM BUKU CARA NABI MENDIDIK ANAK KARYA MUHAMMAD IBNU ABDUL HAFIDH SUWAID SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 79

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP ORANG TUA KAJIAN SURAT AL ISRA’ AYAT 23-24 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 2 110

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB MAKARIMUL AL-AKHLAQ KARYA SYEIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 2 111

NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13) SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

1 1 91

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 132

PERAN KHALIFAH HARUN Al - RASYID DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 89

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 2 102

KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF IBNU KHALDUN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 1 80

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK N 2 SALATIGA DAN UPAYA-UPAYA PEMECAHANNYA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 126