KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

  

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNAA’

KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

MUHAMMAD SULKHAN

  

NIM: 111-12-143

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2017

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO َن َﻻ ْﻦَﻣ ا ْﻮُﻌِﺒﱠﺗا

  ْوُﺪَﺘْﻬُﻣ ْﻢُﻫَو اًﺮْﺟَأ ْﻢُﻜُﻟَﺄْﺴَﻳ

  Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu, dan mereka adalah orang- orang yang mendapat petunjuk (QS Yasiin: 21)

  PERSEMBAHAN

  Untuk Orang tuaku, Bapak Dul Bakri (Alm) dan Ibu Mutmainah. Semoga Allah selalu menjaga dan melimpahkan rahmat-Nya. Kakakku tercinta, Nikmatul Azizah dan Muhammad Mahfud, serta ponakanku Dafiq Rival Pratama Mahfud. Keluarga Ndalem KH. Mahfudz Ridwan.Lc, yang telah memberikan ilmu dalam pijakan hidupku. Para Asatidz dan Keluarga besar PP. Edi Mancoro yang telah membimbing dan menemani perjalananku. Semua orang yang pernah berjasa dalam nafasku maupun yang pernah menyibukkan pikiranku.

  

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

  Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ Karya Muhammad Syakir Al-Iskandari’

  Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga terang benderang, semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.

  Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Intitut Agama Islam Negeri Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

  4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dalam memempuh studi di IAIN Salatiga.

  5. Bapak H. Agus Ahmad Su’aidi, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

  6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi.

  7. Keluarga dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

  8. Keluarga Ndalem KH. Mahfudz Ridwan, Lc yang telah memberikan ridho dan bimbingan dalam menuntut ilmu.

  9. Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, para asatidz dan teman- teman santri yang telah mendewasakan penulis setiap harinya dalam

  10. Teman-teman Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam angkatan 2012, terutama Kelas PAI D yang telah memberikan banyak cerita dan canda selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan wawasan yang lebih luas dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

  Wassalammu’alaikum wr.wb.

  Salatiga, 14 Maret 2017 Penulis, Muhammad Sulkhan NIM. 11112143

  

ABSTRAK

  Sulkhan, Muhammad. 2017. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al

  Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-Iskandari. Jurusan

  Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: H. Ahmad Agus Su’aidi, M.A.

  Kata Kunci: Konsep Pendidikan Akhlak, Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al- Iskandari. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak didalam kitab Washoya Al Aba’ Lil

  

Abnaa’ ?, (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak didalam kitab

Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dengan zaman kekinian?

  Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif, filosofis dan kontekstual.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab

  

Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada

  Rasulullah, akhlak kepada orang tua, akhlak kepada saudara (teman), adab sehari- hari, akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Sedangkan relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dalam konteks kekinian dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang atau kekinian.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR BERLOGO.............................................................................................ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................................ v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

  BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4 D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5 E. Metode Penelitian ............................................................................. 6 F. Telaah Pustaka..................................................................................7 G. Penegasan Istilah .............................................................................. 8 H. Sistematika Penelitian .................................................................... 11

  BAB II : BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI A. Situasi Sosial Politik Menjelang Kelahiran Muhammad Syakir ... 13 B. Riwayat Muhammad Syakir Al-Iskandari ...................................... 15 C. Karya-Karya Muhammad Syakir Al-Iskandari .............................. 17 D. Sistematika Penulisan Kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ .......... 18 BAB III: LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Akhlak ........................................................... 20 B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .............................................. 24 C. Tujuan Pendidikan Akhlak............................................................ 29 D. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlak .................................................. 30 E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak .............. 40 F. Macam-Macam Akhlak Dalam Al-Qur’an ................................... 42 BAB IV : ANALISIS A. Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Syakir Al-Iskandari ....... 47 B. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ .... 50 C. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ Dikaitkan Dengan Konteks Kekinian.................. 71 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 74 B. Saran ................................................................................................. 77

  DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

  Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK Lamp. 4 : Biografi Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama yang universal dan abadi memberikan pedoman

  hidup (way of life) bagi manusia menuju kebahagiaan hidup lahir dan batin, serta dunia akhirat (Razak, 1984:9). Kebahagiaan hidup manusia itulah yang menjadi sasaran hidup manusia yang pencapaiannya sangat bergantung pada proses pendidikan. pendidikan Islam mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), tetatur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan (Iqbal, 2015:566).

  Pendidikan akhlak mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan. Dilihat dari substansinya, manusia memiliki perilaku istimewa yang tidak dimiliki oleh entitas-entitas lain di alam semesta sehingga manusia merupakan entitas yang paling unggul.

  Oleh karena itu, pendidikan akhlak sangat penting bahkan menjadi bagian yang terpenting dalam pendidikan Islam. Ajaran Islam banyak yang membahas ajaran-ajaran tentang akhlak mulia karena pembentukan akhlak mulia itu adalah misi Islam yang utama. Akhlak dalam Islam menempati posisi yang sangat esensial, karena kesempurnaan iman seorang muslim itu ditentukan oleh kualitas akhlaknya.

  Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki nilai-nilai akhlak yang mulia dengan merujuk pada pribadi Rasulullah Muhammad SAW sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat Al Ahzab ayat 21:

                   

  Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang

  baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

  Lingkungan berkontribusi sangat besar bagi pembentukan akhlak seseorang. Jika seseorang hidup di lingkungan yang baik maka sangat mungkin kepribadian seseorang tersebut akan baik. Tetapi, perkembangan zaman terus melaju seiring perkembangan moral yang semakin memburuk. Karena pendidikan yang ada hanyalah proses transfer penghetahuan saja dan belum menyentuh akar yang lebih mendalam lagi, seperti pembentukan kepribadian, pengembangan potensi diri dan mental yang sanggup menghadapi perkembangan zaman. Masalah pendidikan semakin runyam dengan kondisi anak didik yang semakin sulit untuk diingatkan dan tidak bernilai dalam tindak tanduknya (Sutrisno, 2006: 5). Tawuran antar pelajar adalah contoh kerusakan moral dan akhlak generasi muda.

  Fenomena ini sangat memprihatinkan, mengingat banyaknya masyarakat yang lemah pemahamannya tentang pendidikan terutama pendidikan akhlak padahal telah terjadi perubahan yang sangat besar dalam pola kehidupan anak akibat perkembangan teknologi. Banyak terjadi perubahan yang menyulitkan anak dalam memahami hal-hal mendasar tentang diri manusia serta perubahannya. Orang tua mengalami kesulitan ketika menyampaikan hal tersebut kepada anaknya. Dalam kondisi tersebut orang tua dituntut lebih bijaksana dalam mendidik anaknya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

  (ﺪﲪا ﻩاور) ٍﻦ ٍب ِﻣ ِﻩ َأ ْﻓ َﻀ َا َد ََﳓ ﺎ

  َﺣ ْﻦ َو ِﻟ ِﺪ ٌﺪَﻟاَو َﻣ َﺴ ُﻞ َﻞ

  Artinya: “Tiada pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada

  anaknya, selain pendidikan yang baik”. (H.R Ahmad). (Musnad Ahmad juz 4, hlm. 14977).

  Mendidik dan memberi tuntunan merupakan sebaik-baik pemberian yang diberikan oleh orang tua. Karena orang tua sangat berperan penting dalam pembentukan kepribadian dan pendidikan agama seorang anak. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT dalam Qur’an Surat At Tahrim ayat 6:

                        

  Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

  dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

  Melihat begitu pentingnya pendidikan akhlak yang dimulai dari masa dini hingga masa yang akan datang dan untuk menumbuhkan akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah maka Muhammad Syakir Al-Iskandari menulis sebuah kitab yang berisi nasehat tentang akhlak dan diberi nama Washoya Al-

  

Abaa Lil Abnaa’ . Beliau lahir di Jurja’. Beliau merupakan seorang ulama besar

  dan sekaligus seorang guru besar dari Al-Azhar. Kitab Washoya Al-Abaa Lil

  Abnaa’ dapat diartikan sebagai kitab yang memudahkan seseorang untuk

  memahami dan mengajarkan akhlak. Kitab ini menjelaskan akhlak-akhlak yang harus dilaksanakan dan akhlak yang harus ditinggalkan. Kitab ini terdiri dari 52 halaman dan terbagi menjadi 20 bab.

  Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh dalam sebuah penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

  KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI”.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab

  Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’? 2.

  Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-

  Aba’ Lil Abnaa’ dengan konteks kekinian? C.

   Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’.

2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al- Aba’ Lil Abnaa’ dengan konteks kekinian.

D. Kegunaan Penelitian

  Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat, adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis a.

  Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’.

  b.

  Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan.

  c.

  Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan akhlak bagi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam 2.

  Manfaat Praktis Setelah proses penelitian diselesaikan, diharapkan hasil tulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran yang jelas tentang konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ lil Abnaa’ dan relevansinya terhadap zaman kekinian. Dengan demikian penulisan ini bisa memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis dalam dunia pendidikan, yaitu wacana baru yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan bersama sesama praktisi pendidikan dalam memberikan cara pandang dan landasan pijak dalam memahami bagaimana relevansi pendidikan akhlak dalam kitab

  Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ untuk menghadapi kebutuhan zaman.

E. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan

  (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

  2. Sumber Data a.

  Data primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-Iskandari.

  b.

  Data Sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul 3.

  Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dari berbagai buku dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan mengutamakan data primer.

  4. Teknik Analisis Data Melihat objek penelitian yang berupa buku-buku atau literatur, maka penelitian ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriptif, filosofis dan kontekstual.

  a.

  Metode Deskriptif Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk pengumpulan data untuk menguji atau menjawab objek yang di teliti

  (Muhamad, 2008:18). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif, faktual dan akurat tentang objek yang diteliti.

  b.

  Metode Filosofis Metode filosofis adalah metode penelitian pendidikan yang meneliti, mengurai, melakukan analisa, mencari dan menemukan hal baru, serta berusaha mengembangkannya secara maksimal (Muliawan, 2014:91).

  c.

  Metode Kontekstual di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara isi yang ada di dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan situasi dunia nyata dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan penerapannya dalam kehidupan kekinian.

F. Telaah Pustaka

  Untuk menghindari terjadinya plagiasi, maka penulis memaparkan karya ilmiah yang sudah ada. Selain itu telaah pustaka juga untuk melihat orisinilitas skripsi.

  Muhammad Irsyadi dengan skripsinya yang berjudul “Pendidikan

  Kepribadian Anak Dalam Kitab Washoya Al aba’ Lil Abnaa Karya Muhammad Syakir”. Berisi tentang kepribadian anak dan relevansinya

  terhadap kehidupan era sekarang ( http://perpus.iainsalatiga.ac.id

  /resultDocDig.php?rd =2&keyword=washoya&by2=0&by=0 , diakses pada 04

  April 2017, 00.28) Penulisan skripsi ini berbeda dengan skripsi yang diatas, kajian difokuskan tentang konsep pendidikan akhlak secara umum dan dikaitkan dengan zaman sekarang.

G. Penegasan Istilah

  Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi berikut:

  1. Konsep Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan pemikiran

  (Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu ada juga yang mengartikan bahwa konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2005:588).

  2. Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI,2003:204). Menurut Omar Mohammad al- Toumy al-Syaebani pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan masyarakatnya dan kehidupan alam sekitarnya (Muhmidayeli, 2013:66).

  Jadi dengan kata lain, pendidikan memiliki makna sentral sebagai proses pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai apa yang di cita- citakan 3. Tujuan Pendidikan

  Tujuan pendidikan adalah sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan yang terbagi pada tiga tahap, yaitu tujuan khusus (objectives),

4. Unsur-unsur pendidikan

  Menurut Muliawan (2014: 20) unsur-unsur pendidikan terdiri dari 5 unsur yaitu pendidik, anak didik, kurikulum, metode dan lembaga.

  a.

  Pendidik Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat membantu perkembangan kepribadian seseorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004:39).

  b.

  Anak didik Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali, 2004:35).

  c.

  Kurikulum Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU RI No 20, 2003: 7).

  d.

  Metode Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa

  Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan (Arifin, 1996 : 61). Lembaga

  Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI, 2005:582).

  5. Akhlak Al Ghazali dalam kitab ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan dan analisa (Jamil, 2013:2)

  6. Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yaitu kitab yang berisi tentang akhlaq-akhlaq yang mulia ( yang diridhoi Allah ). Kitab ini ditulis oleh seorang ulama’ yang bernama Muhammad Syakir Al-Iskandari, beliau dilahirkan di Jurja’ pada 1866 M. Kitab yang berisi sebanyak 52 halaman dan berisi sebanyak 20 bab ini sangat ringkas dan mudah dipelajari. Kitab ini sangat dibutuhkan bagi setiap murid untuk mewujudkan cita-citanya.

H. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkaitan

  BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah pustaka, penegasan istilah, sistematika penulisan.

  BAB II BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI. Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intelektual tokoh Muhammad Syakir Al-Iskandari, yang meliputi: biografi Muhammad Syakir Al-Iskandari, situasi sosial politik menjelang kelahiran Muhammad Syakir Al-Iskandari, karya pemikiran Muhammad Syakir Al-Iskandari, sistematika penulisan kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’.

  BAB III LANDASAN TEORI TENTANG KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’. Pada bab ini dibahas pengertian konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, unsur-unsur pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak, dan macam-macam akhlak.

  BAB IV ANALISIS KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNA’ DAN RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL-ABAA LIL ABNAA’ DI KAITKAN DENGAN KONTEKS KEKINIAN. Pada bab ini dijelaskan pemikiran Muhammad Syaki tentang konsep pendidikan akhlak dan relevansi konsep pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Washoya Al-Abaa Lil Abnaa’ yang di kaitkan BAB V PENUTUP. Bab ini memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan daftar pustaka.

BAB II BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI A. Situasi Sosial Politik Menjelang Kelahiran Muhammad Syakir Al- Iskandari Pada masa abad ke-19 (1800 M) bangsa Eropa telah mendominasi dunia. Dalam abad ke 19 dan awal abad ke 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi

  industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya, juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain, negara-negara Eropa menegakkan teritorial dunia. Pada awal abad ke 20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia Islam (Munthoha dkk., 2002: 83).

  Albert Hourani mengatakan pada saat Negara Arab ditaklukan oleh Prancis, membuat masyarakat Arab waktu itu tidak lagi hidup dalam keadaan stabil serta tidak mapan pada sistem kebudayaannya. Sehingga, keperluan mereka yang mendesak adalah bagaimana menggerakkan kekuatan agar selamat dari dominasi bangsa lain. Kerajaan Usmani misalnya, harus mengadopsi metode-metode baru dalam pengorganisasian militer, administrasi dan kode-kode hukum pola Eropa. Begitu juga yang dilakukan oleh dua penguasa otonomi dari propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia (Munthoha dkk., 2002: 84).

  Dalam perkembangan bidang pendidikan di Mesir yang sudah terpengaruh oleh pendidikan Barat, madrasah di Mesir menjadi lembaga pendidikan yang terpisah dari masjid. Hal ini terjadi karena model pendidikan Barat yang klasikal dan memisahkan antara ilmu agama dan umum. Dengan demikian, madrasah dipandang sebagai model pengajaran formal dari ilmu-ilmu agama saja (Al Qur’an, hadist, akhlak, akidah dan fiqih).

  Pada saat Mesir dibawah kekuasaan Usmaniyah Turki, kitab-kitab yang berada di perpustakaan Mesir dipindahkan di Istanbul. Hal tersebut menyebabkan Mesir menjadi mundur dalam ilmu pengetahuan dan pusat pendidikan berpindah ke Istanbul. Pada masa Usmaniyah, pendidikan dan pengajaran mengalami kemunduran, terutama di wilayah Mesir (Kodir: 2015: 130). baru mulai bermunculan yang mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab kekuatan Eropa dan mengusulkan negeri-negeri Islam agar dapat mengadopsi ide-ide Eropa tanpa kehilangan identitas dan kepercayaan diri. Sebagian besar dari mereka adalah para lulusan sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah maupun para misionaris asing. Surat kabar dan jurnal menjadi media bagi mereka untuk mengekspresikan pemikiran-pemikirannya (Munthoha dkk., 2002: 84).

  Pada tahun 1881, muncul suatu gerakan menentang dominasi politik, ekonomi dan budaya Eropa, tetapi karena kelihatan mengancam investasi asing, gerakan ini mendorong Inggris melakukan invasi militer pada tahun 1882 (Rahnema, 1996: 127). Dalam hal ini agresi militer yang dilakukan Inggris tersebut bertepatan dengan lahirnya Muhammad Syakir.

  Keunggulan bangsa Barat dalam bidang industri, teknologi, tatanan politik dan militer menjadi kekuatan pokok untuk menguasai bangsa-bangsa muslim. Melihat penetrasi yang dilakukan bangsa Barat di Mesir pada akhir abad 19 menunjukkan bahwa Mesir sebagai pusat Islam tidak mampu menghadapi kekuatan bangsa Barat.

  Keadaan politik yang labil menjadikan masyarakat Mesir pada umumnya resah karena Islam dengan nilai-nilai ajaran yang luhur dan bermartabat semakin tidak berdaya berhadapan dengan hegemoni pemerintah Barat. Dengan demikian, iklim politik di Mesir pada tahun-tahun sebelum kelahiran Muhammad Syakir dalam keadaan dominasi asing dan perlawanan masyarakat B.

   Riwayat Muhammad Syakir Al-Iskandari

  Beliau lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal tahun 1282 H bertepatan pada tahun 1866 M. dan wafat pada tahun 1939 M. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits (Bruinessen, 1995: 160).

  Beliau berasal dari keluarga Ulayya, keluarga ini merupakan keluarga paling kaya dan dikenal dermawan. Masa kecilnya hingga beranjak dewasa dihabiskan di Jurja, mulai menghafal Al-Qur’an sampai belajar ilmu Hadist dan bidang ilmu-ilmu lainnya. Karena pada saat itu kota Jurja termasuk kota yang sudah berkembang pesat dalam bidang pendidikan. Muhammad Syakir Al- Iskandari tidak menisbatkan nama kota Jurja di belakang namanya, namun lebih dikenal dengan nama al-Iskandari. Nama al-Iskandari diambil dari nama sebuah kota tempat beliau mengembangkan ilmunya, yaitu kota Iskandariyah di Mesir. Beliau termasuk Min ba’dhil muhaddistin atau ahli hadis, memang bukan karena periwayatannya terhadap hadis sebagaimana Imam Bukhori dan lainnya, tapi karena bidang keilmuan yang digelutinya.

  Beliau lahir dalam lingkungan Mazhab Hanafi, beliau menjadikan Imam Hanafi sebagai teladan, yakni saat Imam Hanafi ditanya tentang keberhasilannya memperoleh ilmu pengetahuan, beliau menjawab

  “saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan pada orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu, sebagian warga Mesir adalah pengikut Mazhab Hanafi. Madzhab Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan

  Beliau dikenal sebagai seorang pembaharu Universitas Al-Azhar. Beliau adalah mantan wakil rektor Universitas Al-Azhar (Taufik, 2002:172). Karirnya dimulai dari menghafal Al-Qur'an dan belajar dasar-dasar studinya di Jurja, Mesir, kemudian beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke Universitas Al-Azhar dan beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Beliau menduduki jabatan sebagai ketua Mahkamah mudiniyyah al-qulyubiyyah dan tinggal di sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau juga orang pertama yang menduduki jabatan ini, dan orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum syar'i di Sudan.

  Kemudian pada tahun 1322 H, beliau ditunjuk sebagai guru bagi para ulama-ulama Iskandariyyah. Hal ini bagi orang muslimin memunculkan orang- orang yang menunjukkan umat supaya dapat mengembalikan kejayaan Islam, beliau juga ditunjuk sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, kemudian beliau menggunakan kesempatan pendirian Jam'iyyah Tasyni'iyyah pada tahun 1913 M.

  Beliau berusaha untuk menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dari jabatan- jabatan tersebut dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat dirinya. hayatnya beliau terbaring dirumahnya karena sakit lumpuh. Muhammad Syakir menerimanya dengan sabar dan ikhlas atas apa yang diberikan oleh Allah SWT dengan penuh keyakinan bahwa dirinya telah menegakkan apa yang telah di perintah agama. Setelah sakit beberapa lama, pada tahun 1939 beliau wafat akses pada 18 Januari 2017, 01.37 WIB)

C. Karya-karya Muhammad Syakir Al-Iskandari

  Muhammad Syakir al-Iskandari merupakan ulama yang mumpuni dalam berbagai bidang ilmu. Hal ini dapat diketahui melalui karya-karya beliau yang mencakup berbagai bidang keilmuan. Diantara karya-karyanya dalam bidang akhlak adalah Washoya al-abaa’ lil abnaa, dalam bidang ilmu Mantik beliau berhasil menulis kitab Min al-Himayah ala Sayyadah, sedangkan kitab al-Idah

  

li al Matan Isauji adalah karyanya dalam bidang ilmu Hadist. akses pada 18 Januari 2017, 01.37 WIB).

  Tidak banyak para pendahulu yang menelusuri sejarah Muhammad Syakir al-Iskandari. Para ahli waris juga sangat sulit untuk ditelusuri karena keberadaan penyusun yang tidak memungkinkan menelusuri sampai negara asal atau tempat dimana beliau pernah berkiprah.

  D.

  Sistematika Penulisan Kitab Washoya Al abaa’ Lil Abnaa menjadi beberapa wasiat akhlak yaitu: BAB I: Nasihat guru kepada muridnya.

  BAB II: Wasiat agar bertaqwa kepada Allah. BAB III: Hak-hak Sang Pencipta Yang Maha Agung dan Rasulullah. BAB IV: Hak dan kewajiban terhadap kedua orang tua. BAB V: Hak dan kewajiban terhadap saudara teman. BAB VI: Adab dalam mencari ilmu. BAB VII: Adab belajar, mengkaji ulang dan berdiskusi. BAB VIII: Adab olahraga dan berjalan di jalan umum. BAB IX: Adab majelis dan ceramah. BAB X: Adab makan dan minum. BAB XI: Adab beribadah dan masuk masjid. BAB XII: Keutamaan berbuat jujur. BAB XIII: Keutamaan amanah.

  BAB XIV: Keutamaan dalam ‘iffah. BAB XV: Keutamaan Muruah (menjaga kehormatan diri), syahamah (mencegah hawa nafsu) dan ‘izzatin nafsi (kemuliaan diri). BAB XVI: Ghibah, namimah, dendam, iri hati, dan sombong BAB XVII: Tobat, rasa takut, harapan dan kesabaran disertai syukur BAB XVIII: Keutamaan beramal, bekerja disertai tawakal dan zuhud BAB XIX: Keikhlasan niat untuk Allah Ta’ala dalam semua amal BAB XX: Wasiat-wasiat terakhir

BAB III LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Akhlak Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama

  

paedagogos yang berarti penuntun anak. Paedagogos ialah seorang pelayan

  atau bujang dalam zaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke sekolah dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos artinya anak, dan agogos artinya saya membimbing atau memimpin (Purwanto, 1988:1).

  Meskipun istilah pedagogik pada mulanya digunakan untuk konotasi rendah (pelayan) pada akhirnya dipakai untuk pekerjaan mulia dan terhormat.

  

Pedagog ialah seorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhan

  ke arah yang dapat berdiri sendiri. Dalam bahasa arab disebut Mu’allim, Mudarris atau Murabbi).

  Menurut M. J. Koenen dan J. Endepols, pedagogic dalam bahasa Belanda ditulis pedagogie. Menurut A. Broers, pedagogic diberi arti “Theory of

  

education” (Walidin, 2005: 5). Secara bahasa memang tidak dibedakan antara

Pedagogy dan pedagogik, akan tetapi dalam konteks kependidikan kedua

  istilah itu dibedakan. Pedagogy mempunyai kecenderungan makna praktek dan cara mengajar (applied), sedangkan pedagogic bermakna teori atau ilmu mendidik. Soegarda Poerbakawatja menulis: pedagogy mempunyai dua arti: 1.

  Praktek dan cara mengajar

  2. Ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, mengawasi dengan sebutan pendidikan (Poerbakawadja, 1976: 212).

  Konferensi Internasional I tentang Muslim Education menyimpulkan pengertian pedagogi menurut Islam, yaitu keseluruhan pengertian yang terkandung dalam tarbiyah, ta’lim dan ta’dib (Walidin, 2005:7).

  Dalam kitab Washoya al Abaa’ lil Abnaa’ istilah tarbiyah ( ًﺔَﯿِﺑْﺮَﺗ) dan ta’lim (

  ًﻢْﯿِﻠْﻌَﺗ) disebut tiga belas (13) kali. Istilah tarbiyah dan ta’lim memiliki makna spesifik dalam litelatur pendidikan Islam.

  Istilah tarbiyah itu sedikitnya bisa memiliki arti tujuh macam, yaitu:

  

education (pendidikan), upbringing (asuhan), teaching (pengajaran),

instruction (perintah), pedagogy (pendidikan), breeding (pemeliharaan),

raising (peningkatan). Istilah tarbiyah itu sendiri berasal dari akar kata raba- yarbu yang berarti “tumbuh” dan “berkembang” (Mas’ud, 2001: 57).

  Semua arti itu sejalan dengan lafal yang digunakan oleh Al Qur’an untuk menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan kekuatan fisik, akal dan akhlak. Hal ini diantaranya nampak dalam QS Al-Syu’ara: 18:

  َﲔِﻨِﺳ َكِﺮُﻤُﻋ ْﻦِﻣ ﺎَﻨﻴِﻓ َﺖْﺜِﺒَﻟَو اًﺪﻴِﻟَو ﺎَﻨﻴِﻓ َﻚﱢﺑَﺮُـﻧ َْﱂَأ َلﺎَﻗ : "

  Artinya Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,

  

waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu ” Ayat lain yang seirama maksud atau kandungannya adalah QS. Al-Isra: 24:

  اًﲑِﻐَﺻ ِﱐﺎَﻴﱠـﺑَر ﺎَﻤَﻛ ﺎَﻤُﻬَْﲪْرا ﱢبَر ْﻞُﻗَو ِﺔَْﲪﱠﺮﻟا َﻦِﻣ ﱢلﱡﺬﻟا َحﺎَﻨَﺟ ﺎَﻤَُﳍ ْﺾِﻔْﺧاَو

  Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

  kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

  Al Tabataba’i menafsirkan bahwa seorang anak supaya selalu mengingat pengasuhan dan pembinaan dalam rangka mendidik (tarbiyah) yang dilakukan orang tuanya sewaktu kecil. Oleh karena itu, seorang anak harus berdoa supaya Allah memberikan rahmat kepada keduanya sebagaimana mereka berdua memberikan kasih sayangnya dan mendidik pada waktu kecil. Jadi makna

  

tarbiyah tidak hanya berupa upaya pendidikan pada umumnya, tetapi

menembus pada aspek etika religius (Mas’ud, 2001: 58).

  Dalam kitab Washoya al Aba’ lil Abnaa’, Muhammad Syakir menggunakan istilah pendidikan dengan kata at-tarbiyah, karena anak-anak sebagai subjek pendidikan yang masih tumbuh dan berkembang menuju keadaan yang lebih baik. At-tarbiyah juga meliputi proses yang meliputi sikap dan perilaku pada peserta didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga terwujud ketakwaan, budi pekerti dan pribadi yang luhur (Muhaimin, 1993: 129).

  Secara bahasa kata akhlak diambil dari kosakata bahasa arab. Terdapat dua pendapat mengenai kata akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa kata akhlak merupakan isim mashdar dari kata akhlaqa, yukhliqu, yang berarti al

  

thabi’ah (tabiat), al‘adat (kebiasaan), al muru’ah (peradaban baik) atau al din

  (agama). Pendapat kedua menyatakan bahwa kata akhlak bukan merupakan

  isim mashdar . Namun adalah isim jamid atau ghairu mustaq yakni kata benda

  yang tidak memiliki akar kata karena bentuknya memang telah ada sedemikian (Jamil, 2013: 2).

  Secara istilah, terdapat beberapa pendapat ulama mengenai pengertian akhlak. Istilah-istilah yang mereka kemukakan pada dasarnya memiliki pengertian yang sama.

1. Ibn Miskawaih dalam bukunya Jamil (2013: 3) menyatakan bahwa akhlak melalui pertimbangan pemikiran.

  2. Al-Ghazali dalam bukunya Jamil (2013: 3) menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran. Imam al-Gazhali berpendapat bahwa suatu perbuatan itu bisa disebut akhlak jika perbuatan tersebut dilakukan dengan spontan atau tanpa pertimbangan karena sikap dan perbuatan yang sudah melekat dalam pribadi menjadi watak. Batasan tentang perbuatan yang sudah menjadi watak ini yang kemudian banyak disepakati sebagai salah satu ciri akhlak.

  Berdasarkan berbagai definisi yang telah disebutkan, maka dapat diketahui bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai akhlak yang baik itu haruslah memenuhi kriteria perulangan (kontinuitas) sehingga seseorang hanya melakukan kebaikan sekali waktu saja tidak lantas dikatakan telah berakhlak baik (Jamil, 2013: 3). Selain itu akhlak yang baik harus dilakukan tanpa ada paksaan, apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan paksaan bukanlah pencerminan dari akhlak.

  Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Abuddin Nata, sebagaimana dikutip oleh Jamil (2013: 4) bahwa setelah memperhatikan berbagai definisi yang diberikan para ulama, maka ia melihat 5 ciri-ciri yang dikandung dari sebuah pengertian akhlak, yaitu:

  1. Akhlak merupakan perbuatan yang tertanam di dalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi bagian dari pribadinya.

  2. Akhlak tersebut dilakukan secara mudah tanpa memerlukan pemikiran.

  3. Akhlak dilakukan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang.

  4. Akhlak tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh.

  5. Akhlak juga dilakukan karena ikhlas semata-mata mengharapkan ridha dari Allah SWT dan bukan pujian manusia.

  Dengan begitu dapat disimpulkan juga bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah laku yang mulia dan menjadikannya sebagai kebiasaan.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

  Pendidikan akhlak secara global mengandung dua cakupan yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Sedangkan ruang lingkup materi dan substansi pendidikan akhlak meliputi: akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa, akhlak terhadap Rasul, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan. Atau bisa disimpulkan sebagai tuntutan tanggung jawab sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bagian dari umat (Zuriah, 2007: 173).

  1. Akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa Akhlak dalam lingkup ini diartikan sebagai sikap yang ditunjukkan oleh manusia kepada Allah SWT. Sikap ini dimanifestasikan dalam bentuk kepatuhan menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya. Selain itu, manifestasi akhlak kepada Allah SWT juga keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Intinya semua perilaku seseorang yang memiliki akhlak yang baik kepada Allah harus tercermin dalam tingkah laku yang sesuai dengan syariat Allah SWT (Jamil, 2013:4).

  Seseorang yang dianggap memiliki akhlak yang baik kepada Allah pasti memiliki keinginan yang kuat tanpa paksaan untuk terus berupaya menjadi seorang hamba yang patuh kepada penciptanya, sebaliknya seseorang dianggap memiliki akhlak yang buruk kepada penciptanya jika ia tidak memiliki keinginan untuk melakukan perintah Allah SWT.

  2. Akhlak terhadap Rasul Akhlak terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah menjalankan apa yang telah diajarkannya. Sebagai umat Islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk keimanan, kita perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah (Salamulloh, 2008: 33).

  Oleh karena itu, sebagai umat Islam harus menaati dan meneladani Rasul. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An nisa ayat 80:

  ﺎًﻈﻴِﻔَﺣ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َكﺎَﻨْﻠَﺳْرَأ ﺎَﻤَﻓ ﱠﱃَﻮَـﺗ ْﻦَﻣَو َﻪﱠﻠﻟا َعﺎَﻃَأ ْﺪَﻘَـﻓ َلﻮُﺳﱠﺮﻟا ِﻊِﻄُﻳ ْﻦَﻣ

  Artinya: “Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah

  menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.

3. Akhlak terhadap sesama manusia

  Akhlak terhadap Allah sebagai pencipta tidak bisa dipisahkan dari akhlak menusia kepada manusia. Dalam konteks hubungan sebagai sesama muslim, maka Rasulullah SAW mengumpamakan bahwa hubungan tersebut sebagai sebuah anggota tubuh yang saling terkait, sebagaimana disebutkan dalam hadist:

  ﻰَﻋ اَﺪَﺗٌﻮْﻀُﻋ ُﻪْﻨِﻣ ﻰَﻜَﺘْﺷا اَذِإ ،ِﺪَﺴَْﳉا ُﻞَﺜَﻣ ،ْﻢِﻬُِﲪاَﺮَـﺗَو ،ْﻢِﻬِﻔُﻃﺎَﻌَـﺗَو ،ْﻢِﻫﱢداَﻮَـﺗ ِﰲ َﲔِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻞَﺜَﻣ ﻰﱠﻤُْﳊاَو ِﺮَﻬﱠﺴﻟﺎِﺑ ِﺪَﺴَْﳉا ُﺮِﺋﺎَﺳ

  Artinya:“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai,

  mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim].

  Akhlak terhadap sesama manusia juga harus ditunjukkan kepada manusia yang non muslim dimana mereka tetap dipandang sebagai makhluk Allah SWT yang harus disayangi. Penjabaran dari akhlak kepada manusia bisa juga mencakup kepada berbagai aspek kehidupan lainnya. Secara lebih rinci, menurut Hamzah Ya’qub yang menjadi lapangan pembahasan etika Islam atau akhlak adalah: a.

  Menyelidiki sejarah etika dan pelbagai teori lama dan baru tentang tingkah laku manusia.

  b.

  Membahas tentang cara-cara menghukum atau menilai baik dan buruknya sesuatu pekerjaan.

  c.

  Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi dan mendorong lahirnya tingkah laku manusia yang meliputi fitrahnya, adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak dan cita-citanya, suara hatinya dan motif yang mendorong dalam berbuat.

  Menerangkan mana akhlak yang baik.

Dokumen yang terkait

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM KITAB TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)

0 1 108

KONSEP PENDIDIKAN JASMANI DALAM KITAB ZAADUL MA’AD KARANGAN IBNU QAYYIM AL JAUZIYAH SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd)

0 3 81

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB ‘AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL – MARZUKI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

0 2 112

PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM BUKU CARA NABI MENDIDIK ANAK KARYA MUHAMMAD IBNU ABDUL HAFIDH SUWAID SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 79

NILAI-NILAI SPIRITUAL DALAM NOVEL SYAHADAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 3 168

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB MAKARIMUL AL-AKHLAQ KARYA SYEIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 2 111

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TAISIRUL KHALAK KARYA HAFIDZ HASAN AL MAS’UD SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

1 3 104

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB KHULASHAH NURUL YAQIN KARYA MUHAMMAD KHUDHARI BEK SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

2 5 115

PEMBELAJARAN AKHLAK DENGAN MENGGUNAKAN KITAB AKHLAK LIL BANIIN DI PONDOK PESANTREN DARUT TAUCHID AL‟ALAWIYAH AL AWWALIYAH KORIPAN TEGALREJO KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 166

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB ‘IDHOTU AN-NASYIIN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 105