KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN ALASTUWO DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN TUBAN.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial

(S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

DIAN YULIA RAHMAWATI

NIM. B35213028

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii

ABSTRAK

Dian Yulia Rahmawati, 2017,Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban, Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Kehidupan Sosial Ekonomi, Pra dan Pasca Panen Padi.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini ada dua yakni bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen padi di dusun Alastuwo desa Mojomalang kecamatan Parengan kabupaten Tuban dan bagaimana strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup di masa pra dan pasca panen padi di dusun Alastuwo desa Mojomalang kecamatan Parengan kabupaten Tuban.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi pada Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban adalah Teori Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi Max Weber.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa; Kehidupan sosial ekonomi masyarakat sangat beranekaragam yang terbentuk dari hasil panenan padi. Serta perubahan gaya hidup warga yang beranekaragam dalam memanfaatkan hasil panen padi dengan pertimbangan-pertimbangan matang agar hasil panen bisa mencukupi kebutuhan selama satu tahun. Selain hal tersebut juga ditemukan bahwa; 1) kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan meningkat, ketika masyarakat panen padi. Karena mereka dapat memenuhi segala macam kebutuhan, tidak hanya kebutuhan primer, sekunder maupun kebutuhan tersier, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan tradisi seperti hajatan, syukuran, selamatan, dan lain sebagainya. Sedangkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan menurun, ketika menunggu panen padi dan menunda segala macam kebutuhan keluarga seperti pembayaran pendidikan anak serta kebutuhan tradisi seperti syukuran, hajatan, dan lain sebagainya, yaitu sekitar empat bulan setengah antara bulan November sampai Maret. Sebagian dari mereka, harus menjual beberapa aset yang dimiliki seperti hewan peliharaan, perhiasan, dan lain sebagainya untuk mencukupi kebutuhan pada masa sebelum panen, karena masyarakat juga sangat kesulitan dalam modal untuk menanam padi kembali. 2) Strategi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kelangsungan hidup di masa pra dan pasca panen padi agar tetap sama adalah bekerja pada sektor lain seperti (beternak dirumah atau disawah, buruh tani, bekerja di kota terdekat, bekerja di TPA, mendirikan toko atau warung, berjualan sayur keliling, berjualan gorengan keliling, berdagang di pasar), menanam tanaman lainnya di sawah atau tegalan, mendahulukan kebutuhan daripada keinginan, menyimpan sebagian hasil panen padi untuk membeli barang-barang berharga (aset) yang akan terjual mahal dan masih standart, serta tetap hidup sederhana.


(7)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Definisi Konseptual ... 15

F. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II :KERANGKA ANALISA KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI PERSPEKTIF MAX WEBER ... 23


(8)

xii

B. Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Petani ... 29

C. Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi - Max Weber ... 40

BAB III : METODE PENELITIAN ... 49

A. Jenis Penelitian ... 49

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

C. Pemilihan Subyek Penelitian ... 52

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 58

F. Teknik Analisis Data ... 62

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 63

BAB IV : KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN ALASTUWO DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN TUBAN ... 64

A. Profil Dusun Alastuwo ... 64

B. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra Dan Pasca Panen Padi ... 97

C. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi dilihat dari kaca mata Teori Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi Max Weber ... 143

BAB V : PENUTUP ... 160

A. Kesimpulan ... 160

B. Saran ... 164


(9)

xiii

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Pedoman wawancara 2. Jadwal Penelitian

3. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian) 4. Biodata Peneliti


(10)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Daftar Informan Penelitian ... 54 Tabel 4.1: Batas wilayah Desa Mojomalang... 65 Tabel 4.2: Data kependudukan desa Mojomalang kecamatan Parengan kabupaten


(11)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1: Peta Desa Mojomalang ... 65


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia, serta antara samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Negara Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau yang biasa di sebut Nusantara. Sumber daya alam di Indonesia, tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja, tetapi berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang. Di samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman.

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, kerena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Pertanian merupakan sektor produktif penopang perekonomian Indonesia. Hal ini di dukung dengan masih tingginya tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini. Didasarkan pada kenyataan bahwa, Negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap ditanam, di mana sebagian besarnya dapat ditemukan di pulau Jawa. Demikian luasnya wilayah pertanian dengan tanah yang subur mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah pertanian, memanfaatkan sumber pertanian atau bercocok tanam sebagai tumpuan hidup. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian atau bercocok tanam memberikan identitas tersendiri sebagai


(13)

masyarakat agraris atau masyarakat tani dengan pola hidup dan karakteristik tersendiri.

Petani merupakan kelompok masyarakat yang penting, artinya tidak hanya di negara industri Eropa, tetapi juga banyak di negara sedang berkembang. Usaha tani kecil yang mengolah lahan terbatas, menggunakan semua atau sebagian besar tenaga keluarganya sendiri dalam kesatuan usaha ekonomi yang mandiri. Tetapi petani juga merupakan masalah pembangunan yang benar-benar sulit. Tidak mudah mengikutsertakan mereka dalam kemajuan ekonomi dan sosial. Dalam pembangunan justru yang menyulitkan adalah keterkaitan antara situasi ekonomi, infrastruktur dan lembaga sosial. Walaupun menghadapi berbagai kesulitan, ternyata keberhasilan dalam bidang ekonomi dapat tercapai. Dilain pihak terlihat bahwa penduduk tumbuh dengan cepat di atas lahan yang sudah sempit, sebagian petani dan juga buruh tani terdesak ke marginalisasi ekonomi dan sosial.1

Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dan bermukim pada daerah perdesaan dimana mereka bermata pencaharian sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun hal tersebut bergantung pada faktor alam yang ada. Dalam UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa Pasal 1 Ayat 9 dinyatakan bahwa, “Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi”. Dalam kutipan UU RI

1


(14)

Nomor 6 Tahun 2014 tersebut dijelaskan bahwa keadaan desa memang harus tepat pengelolaan sumber daya alamnya agar dapat tercipta keseimbangan kehidupan sosial dan sebagai wujud mencapai kesejahteraan ekonomi.

Dewasa ini berbicara mengenai kehidupan sosial maupun ekonomi, tidak terlepas dari masyarakat. Masyarakat terbentuk berawal dari seorang individu ketika hidup bersama dengan individu lain dan mereka saling berinteraksi, membuat sebuah kelompok kecil sampai kelompok besar. Mereka menempati satu daerah tertentu, yang secara tidak langsung terdapat struktur sosial di dalamnya. Status tersebut terbentuk, karena adanya perbedaan status antara individu satu dengan individu lain. Akan tetapi, dewasa ini banyak makna mengenai struktur sosial yang berkembang di masyarakat luas. Soeleman B. Taneko menjelaskan bahwa stuktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial.2

Pola penyesuaian diri masyarakat desa dengan lingkungan pertanian membuat suatu rantai hubungan timbal balik yang bertujuan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonominya. Adanya desa pada kawasan pertanian membuka segala jalan usaha bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup terkait dengan komoditi yang ditanam pada pertanian tersebut. Dalam hal ini pertanian juga berpeluang untuk memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa sekitar, sebagai upaya pemberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan

2Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala


(15)

dengan membangun jaringan sosial ekonomi ketenagakerjaan petani pada desa tersebut.

Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan tanah yang subur atau pegunungan, masyarakat tani mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang lain. Di beberapa kawasan pertanian yang berkembang, struktur masyarakat bersifat heterogen, memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial. Sekalipun demikian, masalah kemiskinan masih melanda sebagian masyarakat tani, sehingga fakta sosial ini terkesan ironi di tengah kekayaan sumber daya tanah yang subur.

Akan tetapi, kemiskinan dapat dengan mudah dijumpai disektor pertanian Indonesia, yang memiliki potensi ekonomi dan sumber daya yang sangat berlimpah, namun profesi sebagai petani yang merupakan mayoritas terbesar dipedesaan masih terjerat budaya kemiskinan. Masyarakat yang tidak sadar bahwa kemiskinan sudah menjadi budaya yang sebagian besar di buat sendiri di tengah lingkungan dengan berbagai macam adat istiadat, norma, dan aturan, sehingga bagaimanapun juga masyarakat harus melakukannya, yang sudah tidak terkesan ironi di tengah kehidupan masyarakat pedesaan. Masyarakat di miskinkan karena adat istiadat yang harus mereka lakukan. Perubahan sosial, modernisasi dan globalisasi juga menuntut masyarakat untuk bergaya hidup yang sebagian besar tidak sesuai dengan penghasilan yang di miliki. Inilah beberapa hal yang membuat masyarakat miskin semakin miskin, sedangkan yang kaya semakin kaya, dengan tuntutan-tuntutan demikian.


(16)

Berbagai kondisi sosial dan ekonomi yang dialami oleh masyarakat, setiap individu mempunyai cara yang berbeda atau tindakan yang berbeda dalam penyelesaian masalahnya. Menurut Weber, tindakan yang dilakukan oleh setiap individu dalam masyarakat Ia istilahkan dengan tindakan yang penuh arti dari individu.3 Yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti suyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Pelaku hendak mencapai suatu tujuan atau Ia didorong oleh motivasi. Hal ini sesuai dengan setiap individu dalam masyarakat pertanian yang mempunyai cara berbeda-beda dalam menghadapi atau menjalani kehidupan sosial ekonomi mereka.

Seperti halnya Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban, merupakan salah satu dusun yang dikelilingi dengan hutan Jati dan hamparan sawah dan ladang yang cukup luas. Sehingga, dusun ini merupakan salah satu dusun yang produktif dalam aspek pertanian di desa Mojomalang. Sektor utama pembentuk perekonomian di dusun Alastuwo adalah sektor pertanian sebagai penopang perekonomian penduduk. Hal ini didukung dengan kondisi masih luasnya lahan pertanian produktif di wilayah tersebut. Ada beberapa komoditi pertanian yang menjadi andalan penduduk diantaranya padi, jagung, kedelai, tembakau dan kacang hijau. Sektor pertanian ini menjadi sektor andalan desa yang mampu memberikan banyak keuntungan

3George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014), 38.


(17)

bagi desa terutama penduduk jika mampu mengolah dengan efektif dan efesien.

Sebagian besar wilayah kabupaten Tuban merupakan areal pertanian. Pertanian yang dikembangkan penduduk Alastuwo ini adalah pertanian tadah hujan yang hanya bisa menanam padi sekali pada musim penghujan. Diluar musim hujan penduduk menanami sawah mereka dengan tanaman selain padi. Jadi, bisa dikatakan bahwa dusun ini dapat dua kali panen setiap tahunnya. Satu kali panen padi, dan satu kali panen tanaman palawija. Tetapi tanaman padi merupakan tanaman primer, dan tanaman palawija adalah tanaman sekunder. Tanaman palawija merupakan tanaman ke dua disamping padi, biasa ditanam oleh warga ketika air sudah tidak mencukupi untuk menanam padi, karena tanaman ini tidak membutuhkan air yang banyak ataupun tidak sama sekali, tergantung kelembapan tanah. Tanaman ini merupakan hasil panen yang ke dua setelah padi. Tanaman palawija yang sering di tanam oleh warga dusun Alastuwo antara lain, jagung, kacang hijau, kacang tunggak, kedelai, kangkung, dan sebagainya.

Tetapi yang menjadi tumpuan hidup bagi warga Dusun Alastuwo untuk satu tahun kedepan adalah hasil panen padi yang akan menjadi bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan keluarga, seperti biaya pendidikan anak, kebutuhan hajatan pernikahan atau sunatan, syukuran berbagai macam acara, serta kebutuhan sehari-hari lainnya untuk satu tahun kedepan sampai musim penghujan datang kembali, dan sebagian masyarakat tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka karena hasil panen yang terbatas. Memang ada tanaman


(18)

palawija yang mereka tanam selain padi yang dapat membantu perekonomian sehari-hari, tetapi sering kali di saat apa yang di tanam tersebut panen, harga jual sangat murah, bahkan untuk mengembalikan modal awal saja mereka kesulitan.

Hasil panen padi mereka juga keluarkan untuk mengolah tanah kembali menanam tanaman palawija, tetapi sering kali petani tidak bisa mengembalikan modal awal. Disinilah hasil panen padi terkadang habis hanya untuk menanam tanaman palawija. Harga pasar juga sering kali tidak bersahabat dengan petani, Seperti ketika masyarakat panen jagung, cabe, kacang panjang, kedelai, kacang hijau, kacang tunggak, tembakau, dan sebagainya, nilai jual harga pasar sangat rendah yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, bahkan untuk mengembalikan modal awal saja mereka kesulitan.

Sebagian besar masyarakat Dusun Alastuwo, dalam proses penanaman tanaman Palawija yang mereka tanam setelah panen Padi, hanya sebagai pemutaran uang hasil panen dan agar sawah tidak di biarkan “Bero” alias tidak di tanami apa-apa. Untung rugi jarang sebagai ukuran dalam proses penanaman hingga panen, sering kali panen hanya mengembalikan modal mereka sudah senang.

Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, satu-satunya yang mereka simpan adalah sebagian hasil dari panen padi, selain di jual ke distributor untuk di simpan dirumah, sebagai bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Sebagian hasil panen padi mereka jual untuk kebutuhan-kebutuhan besar seperti hajatan perkawinan, sunatan, dan lain-lain. Dan tidak hanya kebutuhan


(19)

yang mereka anggap besar tersebut, tetapi juga untuk kebutuhan tersier atau kebutuhan barang-barang mewah seperti motor baru, HP baru untuk anaknya dan lain sebagainya, yang terkadang tidak menjadi pertimbangan warga dusun Alastuwo untuk pengelolaan hasil panen yang menjadi tumpuan hidup selama satu tahun ke depan. Hal-hal tersebut yang kerap kali mengakibatkan hasil panen padi tidak mencukupi kebutuhan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam waktu satu tahun kedepan. Belum lagi sebagian masyarakat dalam proses penanaman juga menggunakan modal hutangan di Bank atau tetangga yang kaya, yang mana ketika panen juga menggunakan sebagian hasil jual untuk mengembalikan modal yang telah dipakai.

Hasil dari panen padi masyarakat sebagian besar hanya mampu bertahan tujuh sampai delapan bulan, itu saja harus mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan atau panenan tanaman lainnya yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan yang mendadak. Antara bulan Maret sampai bulan Oktober sebagian masyarakat biasanya masih mempunyai tumpukan gabah istilah jawa (padi) dirumahnya untuk di masak sehari-hari dan kadang di jual di toko untuk ditukarkan belanja, itu saja yang mempunyai lahan luas yang mampu bertahan sampai tujuh-delapan bulanan, dan untuk masyarakat yang hanya mempunyai lahan terbatas biasanya hanya mampu bertahan sampai lima enam bulan-an atau ada yang hanya bisa bertahan satu sampai dua bulan untuk yang benar-benar memiliki lahan terbatas.

Waktu penanaman padi dilakukan antara bulan November dan Desember di musim penghujan, yang membutuhkan waktu empat bulan setengah untuk


(20)

memanen hasil. Antara bulan Nopember sampai bulan Maret ini yang di sebut sebagai “pra-panen” atu masa sebelum panen.

Di mana pada masa pra panen ini sebagian besar masyarakat sudah tidak mempunyai simpanan padi di rumah, sampai empat bulan-an menunggu panen datang. Sebelum musim penghujan datang, terdapat musim kemarau yang mana masyarakat tidak mempunyai panenan dengan harga jual yang tinggi, biasanya panen jagung, dan simpanan beras tinggal sedikit untuk masyarakat yang hanya mempunyai sawah yang terbatas.

Keadaan masyarakat pada masa pra panen sangat memprihatinkan karena kebutuhan masyarakat yang tidak bisa ditunda seperti pembayaran sekolah anak, kebutuhan untuk mengembalikan “buwohan” (dalam istilah Jawa yang artinya menghadiri hajatan tetangga), serta kebutuhan mendadak lainnya yang harus terpenuhi, dan belum lagi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Salah satu pekerjaan yang menjadi alternatif lain bagi warga selama menunggu panen adalah menjadi buruh tani di desa lain atau di tetangga sendiri dalam pemeliharaan tanaman. Biasanya beberapa warga mulai beralih ke pekerjaan ini pada musim penghujan tiba, karena upah yang didapat dari pekerjaan ini cukup membantu mengatasi masalah ekonomi warga. Selain itu bekerja di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) juga menjadi pekerjaan yang ditekuni sebagian warga, walaupun hanya sebagian kecil.

Pada saat menunggu panen, sebagian masyarakat juga ada yang bekerja di kota untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebelum panen, dan saat musim panen tiba, mereka memberhentikan pekerjaannya di kota dan kembali


(21)

bekerja di desa untuk memanen hasil pertanian. Sebagian masyarakat terkadang tidak hanya sulit dalam masa pra panen tetapi juga pada “pasca panen”.

Pasca panen yaitu masa dimana masyarakat memanen hasil tanamannya yang akan di kelola dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan lainnya selama satu tahun kedepan. Dimana pada masa ini sebagian masyarakat juga dengan pengeluaran yang sangat besar, karena sebagian masyarakat sudah mengagendakan berbagai macam acara seperti pesta-pesta hajatan misalnya pernikahan, sunatan, syukuran, dan sebagainya. Yang mana acara acara semacam itu tidak cukup hanya mengeluarkan budged yang sedikit. Belum lagi menghadiri hajatan tetangga dan sebagainya, adat istiadat yang ada di sana secara tidak langsung telah menjadikan masyarakat harus melakukan hal-hal yang terkadang tidak sesuai dengan batas kemampuan mereka. Mereka harus melakukan seperti apa yang dilakukan tetangga mereka, karena disana control sosial di lakukan masyarakat kepada mereka yang tidak melakukan hal-hal yang secara tidak langsung menjadi ketetapan-ketetapan mereka, misalnya menjadi bahan pembicaraan masyarakat, dan lain sebagainya.

Sebenarnya, masyarakat tidak hanya takut karena menjadi bahan pembicaraan, tetapi juga karena sudah mendarah dagingnya adat istiadat sehingga jika tidak melakukan takut akan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Semacam syukuran kematian, kelahiran, acara-acara lainnya yang mana ketika masyarakat tidak melakukan hal tersebut, mereka takut akan


(22)

terjadinya kejadian yang tidak di inginkan. Dan acara-acara demikian tidak cukup hanya mengeluarkan budged yang sedikit.

Perubahan gaya hidup masyakat pada masa pra dan pasca panen juga sangat terlihat, bagaimana mereka mengatur perekonomian dalam hal pemutaran uang, mendahulukan kebutuhan, juga menjadi pertimbangan-pertimbangan yang akan mereka lakukan dalam tindakan yang akan mereka lakukan. Pada penelitian ini bermaksud mengkaji kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen padi, perubahan gaya hidup antara masa pra dan pasca panen padi, serta bagaimana strategi yang dilakukan oleh keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup agar di masa pra dan pasca panen padi tetap sama.

Dari latar belakang yang sudah di paparkan di atas, kehidupan sosial ekonomi masyarakat sangat beranekaragam, hubungan sosial warga antara pemilik sawah, memiliki sawah terbatas dan menjadi buruh tani, dan tidak mempunyai sawah dan menjadi buruh tani, mereka hidup bersama dalam satu usaha yaitu pertanian. Strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup juga sangat beragam yang tidak hanya mengandalkan hasil panen padi, walaupun panenan padi adalah penopang kehidupan warga, seperti usaha bersama warga untuk bekerja sebagai buruh tani di desa lain, usaha bersama menanam tanaman palawija setelah memanen padi, bekerja di kota terdekat (bangunan dan lain lain), usaha dagang (hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam, dan lain-lain), serta berbagai macam usaha lain yang di lakukan oleh warga dalam mempertahankan kelangsungan kehidupan pada


(23)

masa pra dan pasca panen. Perubahan gaya hidup warga juga beranekaragam bagaimana mereka memanfaatkan hasil pertanian dengan pertimbangan-pertimbangan matang agar hasil panen bisa mencukupi kebutuhan selama satu tahun.

Ketika hasil panen padi tidak mencukupi kelangsungan hidup selama satu tahun, maka keluarga tani akan melakukan berbagai macam usaha, mulai dari usaha mandiri dan usaha bersama warga. Dengan demikian, penelitian dilakukan dan di anggap sebagai suatu hal yang menarik karena kehidupan sosial ekonomi yang terbangun oleh warga sangat baik serta strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup pada masa pra dan pasca yang di lakukan oleh keluarga tani terbilang sangat beranekaragam. Oleh karena itu peneliti mengangkat judul penelitian “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban”.

B.Rumusan Masalah

Dalam penelitian kualitatif perumusan masalah lebih ditekankan untuk mengungkapkan aspek kualitatif dalam suatu masalah. Maka dari itu dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan perumusan masalah atau batasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban?


(24)

2. Bagaimana strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup di masa pra dan pasca panen padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang terbentuk pada masa pra dan pasca panen padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban.

2. Untuk mengetahui strategi ekonomi yang di lakukan keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup agar di masa pra dan pasca panen padi tetap sama.

D.Manfaat Penelitian

Berpijak pada tujuan penelitian yang telah dipaparkan diatas, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang dapat diaktualisasikan secara aplikatif dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan sosial masyarakat, khususnya di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan gambaran kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani, perubahan gaya hidup masyarakat petani, dan bagaimana strategi ekonomi keluarga pada masa pra dan pasca panen


(25)

padi yang terdapat di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban, serta dapat memunculkan teori baru yang relevan. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman khususnya di bidang Sosiologi Ekonomi dan Sosiologi Pedesaan. Serta dapat mengaplikasikan teori yang telah di dapat di bangku perkuliahan dan dapat di gunakan sebagai referensi bagi semua pihak, terutama bagi mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Secara Praktis

a. Bagi peneliti, dapat memberikan konstribusi pengetahuan dan wawasan sehingga dapat di gunakan sebagai bahan acuan mahasiswa yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar bagi perkembangan sistem pendidikan guna terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, Sehingga dalam kehidupan sosial sebagai seorang sosiolog dapat menjadi penengah yang bijaksana dalam menghadapi setiap gejala sosial yang ada di lingkungan mereka masing-masing, serta dapat di jadikan bahan rujukan bagi program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

b. Bagi Masyarakat Petani Desa, Sebagai acuan untuk melihat kehidupan sehari-sehari masyarakat petani desa. Mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra-panen dan pasca panen padi dan perubahan gaya hidup serta strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan


(26)

kelangsungan hidup agar di masa pra dan pasca panen padi tetap sama. Serta Diharapkan penelitian ini sebagai sumber informasi bagi masyarakat petani desa agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup yang lebih baik.

E.Definisi Konseptual

Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai bahan penguat sekaligus spesifikasi penelitian yang akan dilakukan, sebagai berikut:

1. Kehidupan Sosial Ekonomi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kehidupan adalah cara (keadaan, hal) hidup. Dimana hidup orang di desa yang berbeda dengan orang di kota.4

Sedangkan pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah berkenaan dengan masyarakat5, seperti perlu adanya komunikasi dan interaksi dalam usaha menunjang pembangunan. Kita harus mengakui bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia lain, bahkan urusan sekecil apapun tetap membutuhkan orang lain untuk membantu. Manurut Philip Wexler, sosial adalah sifar dasar dari setiap individu manusia. Sedangkan menurut Enda M.C, sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan. Seperti halnya dengan individu dalam masyarakat

4“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016,

http://kbbi.web.id/hidup.

5“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016,


(27)

Dusun Alastuwo, tidak mungkin mereka dapat menyelesaikan segala macam urusannya sendiri, pasti mereka membutuhkan orang lain untuk berkontribusi dalam kehidupannya. Dan begitupun sebaliknya mereka akan saling berhubungan untuk menciptakan suatu lingkungan yang utuh.

Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos yang berarti keluarga, rumah tangga, dan kata Nomos yang artinya peraturan, aturan hukum. Secara garis besar ekonomi di artikan sebagai aturan rumah tangga atau management rumah tangga.6 Adapun yang dimaksud dengan ekonomi sebagai pengelolaan rumah tangga adalah suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya rumah tangga yang terbatas di antara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan masing-masing.7

Seperti hal nya di Dusun Alastuwo, karena memang di sana aspek penunjang ekonomi adalah pertanian, maka mereka akan memanfaatkan sebaik-baiknya potensi yang ada, dengan pertimbangan agar keputusan dan pelaksanaan dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dapat menunjang perekonomian yang baik.

Ekonomi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena menyangkut tentang bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan manusia yang jumlahnya terbatas.

6Siti Azizah, Sosiologi Ekonomi (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press Anggota IKAPI, 2014), 8.

7

Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 9-10.


(28)

Menurut Soerjono Soekanto sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya. Sedangkan Sosial ekonomi menurut Abdulsyani adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, usia, jenis rumah tinggal, dan kekayaan yang dimiliki.

Kehidupan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan pendapatan, pekerjaan, usia, pemilikan kekayaan, jenis tempat tinggal, perubahan gaya hidup, budaya, adat istiadat, hubungan sosial ekonomi warga dalam satu usaha yaitu pertanian, bagaimana hubungan antara pemilik sawah, tidak memiliki sawah dan sebagai pekerja serta meliliki sawah juga menjadi pekerja dan usaha apa yang dilakukan oleh masyarakat untuk menanggulangi atau mengurangi kesulitan hidup dalam masa pra-panen dan pasca panen. Di dusun Alastuwo sendiri keadaan sosial ekonomi setiap orang berbeda-beda dan bertingkat, ada yang keadaan sosial ekonominya tinggi, sedang, dan rendah. Dengan keadaan yang begitu kompleks masyarakat menjalani kehidupan ekonomi yang seragam yaitu pertanian. Hubungan sosial dalam perekonomian yang terbangun bisa di katakan baik karena antara pemilik sawah, pekerja dan memiliki sawah juga menjadi pekerja sangat terjalin erat dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat.


(29)

2. Pra-panen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pra mempunyai arti sebelum, di depan, prasejarah.8 Sedangkan Panen berarti pemungutan (pemetikan) hasil sawah atau ladang, panuaian.9 Jadi pra-panen diartikan sebagai kondisi atau masa sebelum petani memetik atau mengambil hasil tanaman. Dalam artian pra-panen pada penulisan penelitian ini adalah masa sebelum panen padi, yaitu keadaan masyarakat dalam masa penanaman padi kembali dari awal sampai menuai hasil panen tanaman di sawah atau ladang yaitu antara empat bulanan setengah.

Pra panen padi merupakan masa sulit petani, karena sebagian besar masyarakat sudah tidak mempunyai simpanan padi di rumah, sampai empat bulanan menunggu panen datang yaitu antara bulan November sampai dengan bulan Maret. Karena waktu penanaman yang membutuhkan waktu antara empat bulan setengah, dan satu bulanan sebelum proses penanaman kembali, untuk persediaan dari hasil panenan yang dulu terkadang juga sudah habis. Sebagian persediaan terkadang juga mereka jual sebagai modal untuk menanam padi kembali.

Sebelum musim penghujan datang, terdapat musim kemarau yang mana masyarakat tidak mempunyai panenan dengan harga jual yang tinggi, biasanya panen Jagung, dan simpanan beras tinggal sedikit untuk masyarakat yang hanya mempunyai sawah yang terbatas.

8“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016,

http://kbbi.web.id/pra.

9“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016,


(30)

Keadaan masyarakat pada masa pra panen sangat memprihatinkan, karena kebutuhan masyarakat yang terkadang harus ditunda seperti pembayaran sekolah anak. Dan terkadang juga harus mengusahakan

kebutuhan untuk mengembalikan “buwohan” istilah Jawa menghadiri

hajatan tetangga, serta kebutuhan keluarga mendadak lainnya yang harus terpenuhi, dan belum lagi kebutuhan sehari-hari keluarga. Pada masa pra panen masyarakat juga sangat kesulitan dalam hal modal untuk penanaman padi kembali. Dengan berbagai macam pengeluaran keluarga, setiap individu akan melakukan berbagai macam hal untuk dapat bertahan pada masa tersebut.

3. Pasca-panen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pasca mempunyai arti sesudah.10 Jadi pasca-panen diartikan sebagai kondisi atau masa sesudah petani memetik atau mengambil hasil tanaman. Dalam artian pasca-panen pada penulisan penelitian ini adalah keadaan masyarakat sesudah menuai hasil panen tanaman padi di sawah atau ladang.

Pasca panen yaitu masa dimana masyarakat memanen hasil tanamannya yaitu tanaman padi yang akan di kelola dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan lainnya selama satu tahun kedepan. Dimana pada masa ini sebagian masyarakat juga dengan pengeluaran yang sangat besar, karena sebagian masyarakat sudah mengagendakan berbagai

10“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, di akses pada tanggal 20 Oktober 2016, http://kbbi.web.id/pasca-.


(31)

macam acara seperti pesta hajatan misalnya pernikahan, sunatan, syukuran, dan sebagainya. Yang mana acara semacam ini tidak cukup hanya mengeluarkan budged yang sedikit dan belum lagi menghadiri hajatan tetangga dan sebagainya.

Hasil dari panen padi masyarakat sebagian hanya mampu bertahan tujuh sampai delapan bulan, yaitu antara bulan Maret sampai dengan Oktober sebagian masyarakat masih mempunyai tumpukan gabah istilah jawa (padi) dirumahnya untuk di masak sehari-hari dan kadang di jual di toko untuk ditukarkan belanja, itu yang mempunyai lahan luas yang mampu bertahan sampai tujuh-delapan bulanan, dan untuk masyarakat yang hanya mempunyai lahan terbatas biasanya hanya mampu bertahan sampai lima enam bulan-an, dan terkadang hanya mampu bertahan antara dua bulanan yang benar-benar hanya mempunyai lahan yang sangat terbatas. Waktu penanaman padi dilakukan antara bulan November dan Desember di musim penghujan, yang membutuhkan waktu empat bulan untuk memanen hasil. Antara bulan Maret sampai dengan Oktober inilah yang dinamakan masa “pasca panen”.

F. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang akan di teliti. Selanjutya, peneliti


(32)

menentukan Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah dan menyertakan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual, dan Sistematika Pembahasan

BAB II : KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN EKONOMI MAX WEBER

Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Serta peneliti memberikan gambaran tentang kajian pustaka yang di arahkan pada penyajian informasi terkait yang mendukung gambaran umum tema penelitian, kajian pustaka harus digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam menganalisis masalah yang akan dipergunakan guna adanya implementasi judul penelitian KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN ALASTUWO DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN TUBAN.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang metode penelitian yang di gunakan secara jelas, yaitu kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan, yang memuat apa yang benar-benar peneliti lakukan di lapangan.


(33)

BAB VI : KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN ALASTUWO DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN TUBAN

Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang telah di analisis dan di sajikan. Selanjutnya peneliti akan menganalisa dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang di peroleh, baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data akan di buat secara tertulis dan juga di sertakan gambar-gambar atau tabel yang mendukung data. Dan selanjutnya, akan di lakukan analisa data dengan menggunakan teori yang sesuai, yaitu Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari setiap permasalahan dalam penelitian. Kesimpulan ini menjadi hal terpenting pada bab penutup ini. Selain itu, peneliti juga memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan penelitian ini. Pada bab ini, menyertakan saran dan rekomendasi kepada para pembaca.


(34)

BAB II

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN EKONOMI MAX WEBER

A.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu perlu diacu dengan tujuan agar peneliti mampu melihat letak penelitiannya dibandingkan dengan penelitian yang lainnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lainnya adalah pada objek penelitian atau fokus penelitian atau sasaran penelitian yang tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian dan hasil penelitiannya, selengkapnya dapat dilihat pada uraian dibawah ini:

1. Penelitian tentang kondisi sosial ekonomi pernah dilakukan oleh Wulandari (E411 09 273), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar 2013, dengan judul

“Kondisi Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kelurahan Mangalli

Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa”. Hasil dari penelitian tersebut

adalah:

a. Latar belakang hubungan kerja pemilik sawah dengan penggarap adalah karena pemilik sawah tidak mampu lagi bekerja karena sibuk dengan pekerjaan lain dan untuk membantu petani penggarap. Dikarenakan petani penggarap tidak mempunyai lahan untuk menambah penghasilan.

b. Hubungan antara petani pemilik dengan petani penggarap berlangsung dengan baik. Kehidupan sosial yang terjadi adalah saling berhubungan


(35)

sebagai salah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan saling menguntungkan ke dua belah pihak. Pola hubungan kerja yang terjadi di antara mereka terlihat dalam bentuk usaha sesuai dengan peran masing-masing. Pola hubungan kerja yang terjadi melahirkan dua aspek yang saling menguntungkan di antara mereka, yaitu aspek sosial dan aspek ekonomi.

c. Pendapatan dari hasil sawah yang bervariasi. Hal ini di pengaruhi oleh luas lahan yang di garap serta hasil kerjaan yang lain. Pendapatan dari hasil pengolahan sawah sangat tidak memungkinkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Dilihat dari jumlah hasil panen yang minim dan harga penjualan padi yang rendah, serta perlengkapan untuk menggarap sawah yang sangat besar biayanya. Ini membuat para petani kewalahan dalam mengelola sawah dan membuat mereka terjebak dalam kemiskinan.

d. Kebijakan pemerintah belum bisa mengatasi masalah kemiskinan khususnya bagi para petani sawah di sebabkan karena kurangnya perhatian serta bantuan pemerintah dalam peningkatan produksi hasil panen. Pemerintah belum maksimal dalam menjalankan programnya, dilihat dari bentuk bantuan dalam pengadaan traktor dan benih padi. Pemerintah juga kurang memperhatikan petani akibatnya pemerintah tidak memahamiapa yang menjadi penghambat petani dalam mengolah sawahnya, seperti keterbatasannya pupuk organik di toko-toko terdekat


(36)

dan pengairan irigasi yang hanya di bendung oleh petani sawah dengan daun sagu yang dianyam.

Dalam penelitian tersebut fokus permasalahan yaitu: 1) Bagaimana kondisi social ekonomi petani padi sawah di Kelurahan Mangalli Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa dan 2) Bagaimana pengaruh hubungan social antara petani padi sawah terhadap sosial ekonomi mereka.

Pada rumusan masalah nomor satu ada kesamaan dalam penelitian yang akan saya lakukan, yaitu hendak mendeskripsikan bagaimana kehidupan sosial ekonomi petani padi. Untuk rumusan masalah yang kedua skripsi ini hanya fokus pada hubungan sosial antara petani padi sawah terhadap sosial ekonomi mereka, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan fokus penelitian tidak hanya pada hubungan sosialnya, tetapi juga terletak pada tindakan sosial ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup pada masa pra dan pasca panen padi, jadi tidak hanya melihat hubungan sosial antara pemilik sawah, penggarap dan buruh tani sebagai hubungan sosial untuk mempertahankan kelangsungan hidup tetapi hendak mendeskripsikan adanya pekerjaan lain untuk bertahan selama panen belum datang.

2. Penelitian tentang strategi adaptasi ekonomi petani pada masa pra dan panen raya pernah di lakukan oleh Rabanta Simarmata (040901041), jurusan Sosiologi Faluktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan 2009, dengan judul “Strategi Adaptasi Ekonomi


(37)

Petani Jeruk pada Saat Pra Panen Raya dan Saat Panen Raya (Studi Deskriptif Pada Petani Jeruk Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah

Kabupaten Karo)”. Hasil dari penelitian tersebut adalah:

a. tanaman Jeruk merupakan tanaman musiman, adakalanya musim panen raya dan adakalanya saat pra panen raya. Saat pra panen raya adakalanya petani Jeruk mengalami kesulitan ekonomi. Ketika petani jeruk mengalami kesulitan ekonomi pada saat pra panen raya, terdapat beberapa strategi adaptasi yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan untuk memenuhi kebutuhan perawatan tanaman jeruk. Strategi adatasi tersebut adalah dengan membuat tanaman sampingan, melakukan usaha sampingan, dan memanfaatkan jaringan sosial. b. pada saat panen raya jumlah produksi jeruk sangat tinggi. Dengan

jumlah produksi jeruk yang tinggi ini menyebabkan harga jeruk sering murah dibandingkan dengan tongkat harga saat pra penen raya. Tingkat harga jeruk yang murah saat panen raya ini merupakan suatu masalah bagi petani jeruk. Dengan harga jeruk yang murah sementara produksi yang di perlukan sangat tinggi maka tidak seimbang dengan penghasilan yang diperoleh dari hasil panen jeruk tersebut. Untuk menghadapi persoalan harga jeruk yang murah sehingga keadaan ekonomi baik, terdapat stategi adaptasi yang di lakukan oleh petani jeruk yaitu menunda panen walaupun sudah waktunya bisa di panen dengan tujuan untuk menunggu harga jeruk meningkat. Namun terdapat juga informan yang memilih tetap menjual hasil panen raya walaupun


(38)

dengan harga yang murah dengan alasan karena butuh untuk biaya sekolah anak.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan peneliti lakukan adalah sama sama akan mendeskrisikan strategi ekonomi yang akan di lakukan petani pada saat sebelum dan sesudah panen. Sedangkan perbedaan terletak pada subjek penelitian yaitu pada penelitian terdahulu adalah petani Jeruk sedangkan subjek yang akan peneliti lakukan adalah petani padi.

3. Penelitian tentang strategi bertahan hidup pada musik paceklik pernah di lakukan oleh Sri Rejeki (B55212054), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dengan judul “Strategi Bertahan Hidup Pada Musim Paceklik (Studi Deskriptif Kehidupan Petani Miskin Di Desa Keligede Kecamatan Senori

Kabupaten Tuban)”. Hasil penelitian tersebut adalah:

a. Diketahui bahwa faktor penyebab kemiskinan pada petani miskin di Desa Keligede terdapat dua faktor yaitu kultural dan struktural. Faktor penyebab kemiskinan kultural ialah rendahnya pendidikan, sumber daya manusia rendah, tidak adanya diversifikasi pekerjaan, dan semangat prestasi rendah. Sedangkan penyebab kemiskinan struktural ialah kurangnya lapangan pekerjaan dan bantuan tidak tidak merata. b. Strategi yang dilakukan oleh masyarakat (petani miskin) dalam hal ini

agar tetap bertahan hidup pada musik paceklik ialah dengan cara mengambil kayu bakar di hutan, berhutang dan juga merantau. Strategi


(39)

tersebut di lakukan lantaran lahan pertanian mereka tidak dapat di manfaatkan pada waktu kemarau panjang. Sehingga mereka mencari cara lain agar tetap bisa mempertahankan dan melanjutkan kehidupannya.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama akan mendeskripsikan strategi ekonomi yang dilakukan keluarga tani dalam kelangsungan/ bertahan hidup, tetapi peneliti mencoba melengkapi hasil penelitian yang sudah di lakukan karena ada kenyataan-kenyataan di lapangan yang berbeda dengan penelitian terdahulu, seperti cara-cara yang di lakukan keluarga tani dalam kelangsungan kehidupan, memanfatkan peluang yang ada tanpa harus merantau, dan lain sebagainya.

Perbedaan juga terletak pada subjek penelitian yaitu penelitian terdahulu adalah petani miskin sedangkan penelitian yang akan di lakukan adalah keluarga tani menengah ke atas dan menengah ke bawah, bagaimana hubungan yang terjalin oleh mereka dalam suatu usaha yaitu pertanian. Penelitian yang akan dilakukan juga tidak hanya fokus pada masa sulit petani (masa paceklik), tetapi juga pada masa setelah panen, serta keseluruhan kehidupan sosial ekonomi kelurga tani akan di deskripsikan pada penelitian yang akan dilakukan.


(40)

B.Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Petani

1. Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Petani di Pedesaan

Pertanian merupakan tulang punggung bagi kehidupan di pedesaan, aspek ekonomi desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat desa. Kecukupan dan keperluan ekonomi bagi masyarakat dikatakan terjangkau bila pendapatan rumah tangga cukup untuk menutupi keperluan rumah tangga dan pengembangan usaha-usahanya yang sebagian besar di dapatkan dari aspek pertanian.

Interaksi yang dilakukan oleh individu-individu dalam memenuhi kebutuhannya, mengakibatkan dinamika sosial ekonomi masyarakat pedesaan. Mengenai kondisi sosial ekonomi, Yayuk Yuliati yang di kutip Zainal Arifin, menjelaskan kondisi sosial ekonomi sebagai kaitan antara status sosial dan kebiasaan hidup sehari-hari yang telah membudaya bagi individu atau kelompok dimana kebiasaan hidup yang membudaya ini biasanya di sebut dengan culture activity, kemudian ia juga menjelaskan pula bahwa dalam semua masyarakat di dunia baik yang sederhana maupun yang komleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara individu menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria dalam membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat sederhana, karena di samping jumlah warganya yang relatif sedikit, juga


(41)

orang-orang yang di anggap tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah dan ragamnya.1

Faktor sosial ekonomi Petani di Pedesaan di pengaruhi oleh berbagai hal sebagai berikut:

1. Jumlah anggota keluarga 2. Lama bermukim

3. Tingkat pendidikan 4. Tingkat pendapatan 5. Lamanya penggunaan lahan 6. Tingkat umur

7. Jumlah lahan yang dimiliki 8. Jumlah anggota keluarga produktif 9. Gaya hidup

10. kepemilikan tempat tinggal, barang-barang berharga rumah tangga dan hewan peliharaan rumah tangga (sapi, kerbau, ayam, bebek, dan lain-lain).

Di Indonesia, dan khususnya di Jawa, aktivitas sosial mayarakat pedesaan sangat terlihat dalam segala aktivitas lapangan kehidupan sosial, seperti:

1. Dalam hal kematian, sakit atau kecelakaan, dimana keluarga yang sedang menderita akan mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda dari tetangga-tetangganya dan orang-orang lain sedesa.

1Basrowi dan Siti Juariyah, “Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan

Masyarakat Desa Srigading Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur,” Jurnal Ekonomi & Pendidikan 7, Nomor 1 (2010): 60-61, http:journal.uny.ac.id /index.php/jep/article/viewFile/577/434.


(42)

2. Dalam hal pekerjaan sekitar rumah tangga, misalnya memerbaiki atap rumah, mengganti dinding rumah, membersihkan rumah dari hama tikus, menggali sumur, dan sebagainya, pemilik rumah dapat minta bantuan tetangga-tetangganya yang dekat, dengan memberi jamuan makanan. 3. Dalam hal pesta-pesta, misalnya pada waktu mengawinkan

anaknya, bantuan tidak hanya dapat di minta dari kaum kerabatnya, tetapi juga dari tetangga-tetangganya, untuk mempersiapkan dan penyelenggaraan pestanya.

4. Dalam menyelenggarakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat desa, seperti memperbaiki jalan, jembatan, bendungan irigasi, masjid, musholla, dan bangunan umum lainnya, penduduk desa dapat tergerak untuk bekerja bakti atas perintah dari kepala desa.2 Dalam pertanian di Jawa, sistem gotong royong biasanya hanya di lakukan untuk pekerjaan yang meliputi perbaikan pematang dan saluran air. Di sebagian besar daerah pedesaan di Jawa, sistem gotong royong dalam lapangan bercocok tanam juga berkurang, dan di ganti dengan sistem memburuh. Seperti mencangkul dan membajak yang sekarang sebagian besar sudah terganti dengan traktor, menanam (tandur) dan membersihkan sawah dari tumbuh-tumbuhan liar (matun). Upah untuk membayar tenaga buruh berupa upah secara adat atau upah berupa uang.

Upah secara adat di bayar dengan sebagian dari hasil pertanian, dan jumlahnya tergantung keadaan. Upah berupa uang adalah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim di seluruh Indonesia. Di Jawa, cara ini sudah dikenal sejak pertengahan abad ke-19.3

Para petani sering memiliki bantuan tenaga buruh yang tetap, yang memberi bantuan dalam pertanian pada waktu-waktu sibuk, dan juga membantu dalam rumah-tangga pada waktu-waktu senggang. Buruh tani

2Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), 7.


(43)

yang lazim adalah buruh tani yang bekerja tidak hanya pada satu keluarga tani saja. Buruh semacam ini dapat di sewa secara borongan, dapat juga secara harian, yang tentu erat pula kaitannya dengan besar-kecilnya penawaran tenaga buruh.

Dalam memanen hasil pertanian padi, masyarakat membutuhkan waktu antara empat bulan lebih, padi baru berbuah dan masak yang tergantung pada jenis padi dan berbagai faktor lain.4 Sementara menunggu

penanaman padi yang berikutnya, para petani menanam bermacam tanaman lain, seperti ubi-ubian, singkong, berbagai jenis kacang, kedelai, jagung, juga padi gaga (yaitu padi kering), sayur-mayur, tembakau, tebu, bumbu-bumbu, yang jumlahnya ada lebih dari 20 macam. Tanaman sekunder ini oleh orang Jawa di sebut Palawija.

Secara sangat radikal, sejak kira-kira 40 tahun yang lalu, sistem memanen berdasarkan gotong royong yang di sebut dengan istilah bawon telah tergantikan dengan sistem pengerahan tenaga panen yang baru, yang cepat yang disebut dengan istilah sistem tebasan, yaitu seorang petani pemilik usaha tani menjual sebagian besar padinya yang sudah menguning kepada seorang pedagang dari luar desa yang akan mengusahakan pemotongan padinya. Pedagang yang di sebut penebas ini akan datang pada waktunya dengan buruh pemotong padinya sendiri yang juga berasal dari desa lain, yang jumlahnya antara 5-10 orang atau lebih. Mereka


(44)

membabat padi di sawah dengan sangat efisien dengan menggunakan arit atau sabit.

Aspek pertanian sangat berperan dalam pembangunan di dunia, seluas 10% dari permukaan bumi di tanami bahan makanan (tanaman musiman), dan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa lebih dari sepertiga permukaann bumi di gunakan untuk pertanian dan penggembalaan. Pertanian sebagai mata pencaharian di lakukan oleh 66-90% penduduk negara berkembang. Hasilnya sebagian besar untuk konsumsi sendiri dan sisanya di ekspor ke negara lain. Di Negara Industri, pertanian sebagai mata pencaharian mempunyai presentase yang kecil. Di berbagai negara di Eropa Barat 8%, di Kanada 5%, dan di Amerika Serikat 4%.5

Menurut Fellman, terdapat dua macam pertanian, yaitu pertanian untuk dikonsumsi sendiri (subsistence agriculture) dan pertanian niaga (commercial agriculture). Pertanian untuk konsumsi sendiri di bagi dua, yaitu:

1) Pertanian ekstensif untuk konsumsi sendiri, seperti penggembalaan bernomada dan pertanian dengan ladang berindah, yang masih di lakukan oleh 5% petani di dunia, di berbagai negara berkembang. Pertanian intensif, selain untuk konsumsi sendiri juga sebagian hasil produksinya di jual. Pertanian semacam ini dilakukan oleh setengah dari seluruh petani di dunia. Hal ini dilakukan juga di Indonesia. Pertanian intensif untuk di konsumsi, menurut Fellmann di lakukan juga di daerah perkotaan (urban agriculture). Di Indonesia, hal ini di

5Johara T. Jayadinata dan I.G.P. Pramandika, Pembangunan Desa dalam Perencanaan (Bandung: Penerbit ITB, 2006), 2


(45)

sebut pertanian pekarangan dengan tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan.

2) Pertanian dan peternakan komersial atau pertanian niaga adalah pertanian yang menghasilkan barang dagangan, yaitu bahan makanan (padi-padian, daging), bahan kenikmatan (teh, kopi, dan sebagainya), serta bahan industri lainnya (kapas, karet, kina, dan sebagainya). Di Indonesia, pertanian seperti itu di lakukann di perkebunan.

Sistem penanaman dalam usaha pertanian di pedesaan sangat beragam dengan tanaman yang beragam pula, tetapi usaha pertanian tanaman padi merupakan tanaman primer sebagian besar pertanian di Jawa.

Semakin berkembangnya kesempatan dan prasarana untuk suatu gaya hidup dengan mobilitas geografikal yang tinggi, pada waktu sekarang ini hampir tidak ada lagi komunitas desa bersahaja yang terisolasi di negara kita ini. Banyak komunitas desa di Indonesia yang menerapkan konsep Redfield mengenai masyarakat petani yang warganya berupa “... orang pedesaan, bagian dari peradaban-peradaban kuno, ...yang menggarap tanah mereka sebagai mata pencaharian hidup dan sebagai suatu cara hidup tradisional. Mereka itu berorientasi terhadap serta terpengaruh oleh suatu golongan priyayi dikota yang mempunyai cara hidup yang sama seperti mereka walaupun dalam bentuk yang lebih beradab”. (Redfield mengatakan : “. . . rural people in old civilization, . . . who control and cultivate their land for subsistence and as part of a traditional way of life and who look to and are


(46)

influenced by gentry or townspeople whose way of life is like theirs but in a

more civilized form”).

Dalam hubungan sosial masyarakat petani mengenai hubungannya dengan luar batas komunitas, serta ruang lingkup hubungan sosialnya di sana, seperti konsep yang di kembangkan oleh ahli antropologi sosial J.A. Barnes mengenai “lapangan -lapangan sosial”, atau social fields (1954).6

Menurut konsep itu, petani desa dalam kehidupannya dapat bergerak dalam lapangan-lapangan sosial yang berbeda-beda, menurut keadaannya yang berbeda-beda dan dalam waktu yang berbeda-beda. Sebagian besar dari petani-petani di Indonesia pada umumnya mempunyai hubungan sosialnya dalam “lapangan hidup” pertanian. Dalam hubungan sosial ini termasuk kerabatnya yang terdekat, tetangganya, kenalan-kenalannya yang memiliki tanah pertanian dekat pada tanah pertaniannya sendiri, para pemilik tanah yang tanahnya sedang di garap atas dasar bagi-hasil, dan para buruh tani yang berasal dari desa-desa lain pada musim panen.

Dilihat dari hubungannya dengan lahan yang di usahakan, maka petani dapat di bedakan atas:

1. Petani pemilik penggarap ialah petani yang memiliki lahan usaha sendiri serta lahannya tersebut diusahakan atau di garap sendiri dan status lahannya di sebut lahan milik.

2. Petani penyewa adalah petani yang menggarap tanah orang lain atau petani lain dengan status sewa. Alasan pemilik lahan menyewakan lahan miliknya karena membutuhkan uang tunai dalam jumlah yang cukup

6

Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), 16.


(47)

besar dalam waktu singkat, atau lahan yang di milikinya itu terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Besarnya nilai sewa lahan biasanya ada hubungan dengan tingkat produktivitas lahan usaha yang bersangkutan, semakin tinggi produktivitas lahan tersebut semakin tinggi pula nilai sewanya. Namun, dalam prakteknya nilai sewa lahan usaha tani sawah berkisar antara 50-60% dari produktivitasnya, misalnya apabila per hektar hasilnya sebesar 1-1,2 ton gabah kering per tahun, maka nilai sewanya harus senilai gabah tersebut pada waktu terjadi transaksi. Lamanya waktu sewa biasanya minimal satu tahun untuk selanjutnya dapat di perpanjang kembali sesuai dengan perjanjian antara pemilik lahan dan penyewa. 3. Petani penyakap (penggarap) ialah petani yang menggarap tanah milik

petani lain dengan sistem bagi hasil. Produksi yang di berikan penyakap kepada pemilik tanah ada yang setengahnya atau sepertiga dari hasil padi yang diperoleh dari hasil lahan di garapnya. Biaya produksi usaha tani dalam sistem sakap ada yang di bagi dua ada pula yang selanjutnya di tanggung penyakap, kecuali pajak tanah dibayar oleh pemilik tanah. 4. Petani penggadai adalah petani yang menggarap lahan usaha tani orang

lain dengan sistem gadai. Tanah miliknya tersebut tidak pindah ke tangan orang lain secara mutlak.

5. Buruh tani ialah petani pemilik lahan atau tidak memiliki lahan usaha tani sendiri yang biasa bekerja di lahan usaha tani pemilik atau penyewa dengan mendapat upah, berupa uang atau barang hasil usaha tani, seperti beras atau makanan lainnya. Hubungan kerja di dalam usaha tani tidak


(48)

diatur oleh suatu perundang-undangan perburuhan sehingga sifat hubungannya bebas sehingga kontinyuitas kerja bagi buruh tani yang bersangkutan kurang terjamin.

Hubungan yang terjalin antara golongan petani dalam satu usaha pertanian di pedesaan sangat terjalin erat di antara mereka. Sebagian besar dari sistem kerja mereka lakukan atas dasar kekeluargaan yang saling membutuhkan untuk kesejahteraan hubungan sosial ekonomi.

Faktor produksi usaha tani terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, dan keterampilan mengelola atau manajemen. Sering kali dalam proses produksi masyarakat pertanian sangat kesulitan dalam aspek modal yaitu pada masa pra panen atau masa sebelum panen. Kesulitan dalam hal modal di alami oleh sebagian masyarakat pertanian, karena hasil panen padi yang sudah habis untuk keperluan selama satu tahun, karena sebagian daerah di Indonesia yang hanya mampu panen padi satu kali dalam satu tahun.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen juga dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan yang di jalani oleh mereka, mulai dari alokasi hasil panen dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, pemenuhan perabot rumah tangga, kebutuhan barang mewah, pemenuhan hajatan keluarga, serta hal lain penunjang kesejahteraan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pedesaan. Dalam hal sosial, masyarakat mempunyai cara yang beragam dalam berhubungan dengan masyarakat lainnya pada masa pra dan pasca panen, seperti bagaimana mereka saling membantu dalam masa penanaman sampai menuai hasil panen. Setelah panen mereka juga masih


(49)

berbubungan dengan baik antar petani, saling membantu dalam setiap acara keluarga tani lainnya seperti, mendatangi hajatan tetangga dan membantu dalam hal materi maupun non materi.

2. Peningkatan Kehidupan Sosial-Ekonomi Di Pedesaan

Cara-cara untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi para petani adalah:

1) Mengusahakan jenis mata pencaharian lainnya, jika pendapatan dari pertanian tidak dapat di tingkatkan dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga.

2) Memperluas dan memperbaiki usaha tani.

3) Mengikutsertakan keluarga petani dalam kegiatan masyarakat dan kegiatan kelembagaan.

4) Mengusahakan aktivitas non-pertanian dalam pola musiman dan peluang kerja rumah tangga di pedesaan Jawa

Aktivitas nonpertanian bukan merupakan suatu aktivitas yang baru untuk penduduk pedesaan, khususnya untuk pedesaan Jawa, keragaman pekerjaan atau kombinasi pekerjaan di pertanian dan nonpertanian umum di jumpai di pedesaan, khususnya di pulau Jawa. Sebagian besar yang sering terjadi adalah anggota keluarga tani kecil dalam waktu tertentu bekerja diluar usaha pertanian keluarga agar bisa menambah penghasilan nya. Menurut perkiraan Parthasarathy, seperlima sampai seperempat dari pemilik usaha pertanian terkecil mendapatkan keperluan hidupnya terutama dari kerja upahan.7 Penduduk desa pada umumnya terlibat dalam bermacam-macam pekerjaan di luar sektor pertanian, dan mengerjakan kedua sektor tersebut


(50)

pada waktu yang bersamaan, sebagai pekerjaan primer dan sekunder. Alasan melatarbelakangi persoalan tersebut berkisar antara kesempatan kerja dan pendapatan yaitu antara lain:

a) Tidak cukupnya pendapatan di usaha tani, misalnya karena luas usaha tani sempit, sehingga di perlukan tambahan pendapatan. b) Pekerjaan dan pendapatan di usaha tani umumnya musiman,

sehingga di perlukan waktu menunggu yang relatif lama sebelum hasil atau pendapatan bisa dinikmati. Dalam situasi demikian, peranan pekerjaan yang memberikan pendapatan di luar pekerjaan sangat besar.

c) Usaha tani banyak menanggung resiko dan ketidak pastian, misalnya panen gagal atau produksi amat merosot atau rendah seperti serangan hama penyakit, kekeringan dan banjir, dan oleh karena itu di perlukan pekerjaan atau pendapatan cadangan guna mengatasinya.8

Kesempatan kerja dan pendapatan di nonpertanian adalah penting untuk kelompok rumah tangga buruh tani dan petani yang memunyai lahan sempit, karena mereka merupakan kelompok kelas menengah kebawah di pedesaan. Beberapa penelitian, misalnya yang di lakukan oleh White (1976) dan Hart (1978) menemukan bahwa mereka cenderung bekerja lebih lama di bandingkan dengan kelompok kaya (petani luas). Akhir-akhir ini telah mulai banyak berkembang kegiatan di nonpertanian di pedesaan seperti penjual keliling (sayur, mainan anak-anak, minuman, makanan, dan lain-lain), penjual tetap atau warung, buruh atau becak, bekerja ke kota terdekat seperti di bangunan, bengkel, atau yang lainnya dan bekerja di TPA (Tempat Pembungan Akhir). Aktivitas non pertanian atau bekerja pada sektor lain

8Mubyarto, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan (Yogyakarta: BPFE untuk P3PK UGM, 1993), 147-148.


(51)

adalah penunjang kesejahteraan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pertanian.

C.Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi - Max Weber 1. Tindakan Sosial - Max Weber

Teori yang di gunakan dalam penelitian ini masuk dalam paradigma definisi sosial. Sebagaimana paradigma definisi sosial tidak berangkat dari sudut pandang fakta sosial yang objektif, seperti struktur-struktur makro dan pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat. Paradigma definisi sosial justru bertolak dari proses berikir manusia itu sendiri sebagai individu. Dalam merancang dan mendefinisikan makna dan interaksi sosial, individu dilihat sebagai pelaku tindakan yang bebas tetapi tetap bertanggung jawab. Artinya, di dalam bertindak atau berinteraksi, individu tetap berada di bawah pengaruh bayang-bayang struktur sosial dan pranata-pranata dalam masyarakat, tetapi fokus perhatian paradigma ini tetap pada individu dengan tindakannya.

Menurut paradigma ini, proses-proses aksi dan interaksi yang bersumber pada kemauan individu itulah yang menjadi pokok persoalan dari paradigma ini. Paradigma ini memandang, bahwa hakikat dari realitas sosial lebih bersifat subjektif di bandingkan objektif menyangkut keinginan dan tindakan individual. Dengan kata lain, realita sosial itu lebih di dasarkan kepada definisi subjektif dari pelaku-pelaku individual. Jadi menurut paradigma ini, tindakan sosial menunjuk kepada struktur-struktur sosial, tetapi sebaliknya, bahwa struktur sosial itu menunjuk pada agregat definisi (makna tindakan) yang telah dilakukan oleh individu-individu anggota masyarakat.9

The Social Action Theory oleh Max Weber. Weber sebagai pengemuka exemplar dari paradigma ini mengartikan sosiologi

9I.B. Wirawan, Teori-Teori dalam Tiga Paradigma (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2012), 95.


(52)

sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah tindakan yang penuh arti dari individu.10

Individu disini adalah petani, yang mempunyai segala wewenang dalam menentukan tindakannya sebagai manusia yang bebas, tetapi bertanggung jawab atas dirinya dan keluarganya atas tindakan yang mereka lakukan dalam mensejahterakan keluarga dan hidup bermasyarakat. Bebas dalam memilih suatu tindakan dalam hal meningkatkan kehidupan sosial ekonomi adalah pilihan mereka yang tidak menyalahi norma bermasyarakat. Usaha pertanian merupakan keinginan subyektif dari individu untuk melakukannya, sebagai usaha yang harus mereka lakukan untuk menghidupi keluarga dipedesaan. Tindakan yang dilakukan berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan antara cara dan tujuan dalam melakukan usaha dan membelanjakan hasil dari panenan yang mempunyai makna subyektif bagi petani dan selanjutnya diarahkan kepada tindakan orang lain. Diarahkan kepada tindakan orang lain disini seperti hasil dari panenan padi yang mereka peroleh tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk diberikan kepada anak cucu dan keluarga agar bisa hidup. Selain itu, hasil panenan padi juga dapat mereka jual untuk bahan pokok makanan masyarakat umum.

Hal ini sesuai dengan yang dimaksud dengan tindakan sosial yaitu tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti suyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Pelaku

10George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014), 38.


(53)

hendak mencapai suatu tujuan atau Ia didorong oleh motivasi. Kenyataan sosial di dasarkan pada definisi subjektif indvidu dan penilaiannya, Weber melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang di dasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosial. Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan di tujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan atau kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Dan menurut Weber, tugas sosiolog adalah menafsirkan tindakan menurut makna subyektifnya.

Tindakan menjadi sosial menurut Weber terjadi hanya kalau dan sejauh mana arti maksud subyektif dari tingkah laku membuat individu memikirkan dan menunjukkan suatu keseragaman yang kurang lebih tetap. Pelaku individual mengarahkan tindakannya kepada penetapan penetapan atau harapan harapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas atau bahkan dibekukan dengan undang-undang.

Weber berpendapat bahwa studi kehidupan sosial yang mempelajari pranata dan struktur sosial dari luar saja, seakan-akan tidak ada inside-story, dan karena itu mengesampingkan pengarahan diri oleh individu, tidak menjangkau unsur utama dan pokok dari kehidupan sosial itu.

Teori tindakan sosial merupakan sumbangan Max Weber untuk Sosiologi adalah teorinya mengenai rasionalitas. Dimana rasionalitas merupakan konsep dasar yang Weber gunakan dalam klasifikasinya


(54)

mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan Rasional menurut Weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu di nyatakan. Penggunaan teori tersebut di gunakan oleh peneliti sebagai acuan untuk melihat bagaimana pentingnya bentuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen padi. Mereka memperhitungkan cara dan tujuan serta pertimbangan-pertimbangan dalam memilih suatu tindakan.

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang di gunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang di berikan adalah tindakan rasional dan non rasional. Tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu di nyatakan. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakan ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu, semakin mudah pula di pahami. Karena manusia bertindak didorong oleh tujuan tertentu. Perbedaan tujuan melahirkan tindakan sosial yang beraneka ragam. Empat tipe tindakan sosial tersebut antara lain:

1. Zwerk Rational (Rasionalitas Instrumental), kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan, apabila tujuan, alat dan akibatnya di perhitungkan dan pertimbangkan secara rasional. Tindakan tersebut dilaksanakan setelah melalui pertimbangan matang mengenai tujuan dan cara yang akan di tempuh untuk meraih tujuan itu. Tindakan ini di tentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain, harapan-harapan ini di gunakan sebagai syarat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan aktor lewat upaya dan perhitungan yang rasional. Jadi, Zwerk Rational melekat pada tindakan yang di arahkan secara rasional untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Werk Rational (Rasioanalitas Nilai), kelakuan yang berorientasi kepada nilai. Berkaitan dengan nilai-nilai dasar dalam


(55)

masyarakat, nilai disini seperti keindahan, kemerdekaan, persaudaraan, dan lain-lain. Tindakan sosial jenis ini hampir serupa dengan kategori atau jenis tindakan rasional instrumental. Hanya saja werk Rational tindakan-tindakan sosial di tentukan oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis dan keagamaan.

3. Affectual action (tindakan yang dipengaruhi emosi), kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosi atau afektif. Tindakan yang di buat-buat. Di pengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar di pahami. Kurang atau tidak rasional.11 Aksi adalah afektif manakala faktor emosional menetapkan cara-cara dan tujuan-tujuan dari pada aksi.

4. Traditional action (tindakan karena kebiasaan), kelakuan tradisional bisa dikatakan sebagai tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan rasional. Tindakan sosial ini dilakukan semata-mata mengikuti tradisi atau kebiasaan yang sudah baku. Seorang bertindak karena sudah rutin melakukannya.

Tindakan sosial murni di terapkan dalam situasi dengan suatu pluralitas cara-cara dan tujuan-tujuan di mana si pelaku bebas memilih cara-caranya secara murni untuk keperluan efesiensi.12

Sesuai dengan apa yang dikemukakan di atas oleh Weber dengan teori tindakan sosialnya, masyarakat petani mempunyai tindakan yang beranekaragam dalam usaha pertanian yang mereka lakukan. Anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat lainnya mempunyai tindakan yang berbeda-beda dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan keluarganya pada masa pra dan pasca panen padi. Bagaimana mempertahankan hasil panen untuk satu tahun, bagaimana mencari alternatif lain yang tidak hanya bertumpu pada hasil panen yang sesuai dengan tujuan dia dan keluarganya. Pertimbangan-pertimbangan akan menjadi dasar sebelum bertindak. Misalnya, seorang petani akan melakukan pekerjaan

11George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 41. 12Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 273.


(56)

apapun dan seberat apapun agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga karena memang skill yang dimiliki adalah sebagai buruh tani karena ketiadaan sawah yang harus di garap sendiri, dan ketika Ia igin bekerja dikota sedangkan ia tidak bisa mengendarai motor karena jarak desa dan kota sangat jauh maka ia akan tetap bekerja di desa sebagai buruh tani ataupun menggunakan kendaraan lainnya, seperti naik sepeda mini atau jalan kaki agar sampai di kota terdekat untuk bekerja. Perubahan gaya yang di lakukan oleh individu dalam masyarakat pada masa pra dan pasca panen juga beranekagaram, karena setiap individu mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang akan mengarahkan kepada tindakan mereka.

2. Tindakan Ekonomi - Max Weber

Didalam ekonomi, aktor di asumsikan mempunyai seperangkat pilihan dan preferensi yang telah tersedia dan stabil. Tindakan yang di lakukan oleh aktor bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan (individu) dan keuntungan. Tindakan tersebut di pandang rasional secara ekonomi. Sedangkan sosiologi melihat beberapa kemungkinan tipe tindakan ekonomi. Kembali kepada Weber, tindakan ekonomi dapat berupa rasional, tradisional, dan spekulatif-irrasional.13

1) Tindakan ekonomi rasional: individu mempertimbangkan alat yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ada. Melihat peluang yang ada merupakan suatu tindakan ekonomi rasional. Tindakan ekonomi rasional menjadi perhatian baik ekonomi maupun sosiologi.

2) Tindakan ekonomi tradisional bersumber dari tradisi atau konvensi. Pemberian hadiah di antara sesama komunitas dalam

13Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2013), 42.


(57)

suatu perayaan, membawa kado bagi teman yang sedang ulang tahun, merupakan suatu bentuk pertukaran yang di pandang sebagai suatu tindakan ekonomi.

3) Tindakan ekonomi spekulatif-irrasional merupakan tindakan berorientasi ekonomi yang tidak mempertimbangkan instrumen yang ada dengan tujuan yang hendak di capai.14

Tindakan ekonomi yang dilakukan oleh petani, bertujuan dengan memaksimalkan potensi dalam diri, yang mana individu lah penggerak rantai ekonomi yang mereka jalankan yaitu berupa pertanian dan usaha pada sektor lain. Mereka memanfaatkan potensi dalam diri dengan melakukan berbagai macam usaha yang dapat mereka jalankan, tanpa bergantung pada orang lain. Memanfaatkan beberapa potensi yang ada dengan melakukan berbagai usaha yang tidak harus mengandalkan satu panenan, tetapi mencoba mensejahterakan kehidupan keluarga pada masa sebelum dan sesudah panen.

Masih dalam lingkup tindakan rasional, perbedaan kedua antara ekonomi dan sosiologi adalah menganggap rasionalitas sebagai asumsi, sementara sosiologi memandang rasionalitas sebagai variabel. Perbedaan lain muncul dalam status makna dalam tindakan ekonomi. Para ekonom sering menganggap tindakan ekonomi dapat di tarik dari hubungan antara selera di satu sisi serta kuantitas dan harga dari barang dan jasa di sisi lain. Singkatnya menurut ekonomi, tindakan ekonomi berkaitan dengan selera, kualitas dan harga dari barang dan jasa. Sebaliknya bagi sosiologi, makna dikonstruksi secara historis dan mesti di selidiki secara empiris, tidak bisa secara sederhana di tarik melalui asumsi dan lingkungan eksternal. Oleh


(58)

karena itu, sosiolog dapat melihat tindakan ekonomi sebagai suatu bentuk dari tindakan sosial.

Seperti yang di katakan Weber, tindakan ekonomi dapat dilihat sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Memberi perhatian ini di lakukan secara sosial dalam berbagai cara seperti memperhatikan orang lain, saling bertukar pandang, berbincang kepada mereka, berpikir tentang mereka atau memberi senyum kepada mereka.

Selain itu, ekonomi memberikan sedikit perhatian pada konsep kekuasaan karena tindakan ekonomi di pandang sebagai pertukaran di antara yang sederajat. Sementara itu, sosiologi cenderung memberikan tempat yang lebih luas dan mendalam kepada dimensi kekuasaan. Merujuk kepada Weber yang menegaskan bahwa “adalah penting untuk memasukkan kriteria kekuasaan terhadap kontrol dan wewenang mengambil keputusan (Verfuegungsgewalt) dalam konsep sosiologis dari tindakan ekonomi”.15

Menurut peneliti menggunakan teori tindakan sosial dan tindakan ekonomi oleh Max Weber, dikarenakan tindakan yang di lakukan seseorang mengandung makna dan tujuan, sebagaimana tindakan di lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mencakup kebutuhan ekonomi dan sosial. Tindakan ekonomi yang di lakukan masyarakat pada masa pra dan pasca panen padi sangat di pengaruhi oleh rasionalitas dalam memilih tindakan yang akan di lakukan. Bagaimana mereka mengambil keputusan dalam


(1)

162

1. Menyimpan sebagian hasil panen padi untuk membeli barang-barang berharga (aset) yang akan terjual mahal. Hal ini seperti Menabung yang dapat dilakukan setelah panen untuk kebutuhan berjangka panjang selama satu tahun, atau bahkan sebagai tabungan untuk generasi keluarga yang akan datang. Misal setelah panen, petani akan membeli sapi yang dapat dijual untuk modal menanam padi dimusim berikutnya.

2. Hidup sederhana, sangat penting dilakukan karena orang akan berfikir keras, bagaimana seharusnya pengeluaran dan pendapatan mereka dapat dikelola dengan baik dan benar sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya dan semestinya. Karena ketika masyarakat hidup berhambur-hamburan setelah panen padi, tanpa berfikir jangka panjang untuk kebutuhan selanjutnya, maka hasil dari panen akan habis dan tidak sampai panen kembali.

Mereka melakukan strategi dan berbagai pekerjaan pada sektor lain, agar keluarga terhindar dari ancaman dan jeratan hutang dalam memenuhi kebutuhan keluarga disaat masa masa sulit mereka. Tindakan sosial ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dalam memenuhi segala macam kebutuhan sosial ekonomi keluarga pada masa panen dan sebelum panen merupakan tindakan yang penuh arti yang relevan dengan teori Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi Max Weber. Bahwa, tindakan tersebut menjelaskan tentang pertimbangan-pertimbangan mengenai cara dan tujuan yang akan dipilih oleh keluarga dalam mempertahankan kehidupan yaitu dalam kaitannya dengan


(2)

163

mensejahterakan kehidupan sosial ekonomi keluarga, agar kebutuhan dapat tercukupi tidak hanya setelah panen, tetapi juga tercukupi sebelum panen. B.Saran

Dalam penulisan hasil penelitian yang berupa karya tulis skripsi dengan judul “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi”, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, peneliti berharap kepada para pembaca dan peneliti selanjutnya, akan ada kajian lebih mendalam yang bisa menyempurnakan hasil penelitian ini dengan tema yang sama. Peneliti berharap nantinya akan ada pembaca atau peneliti lain yang peduli terhadap permasalahan pertanian di pedesaan, karena perkembangan atau perubahan masyarakat desa sangat ditentukan oleh pertanian yang mereka jalankan.

Untuk struktur pemerintah di kabupaten Tuban serta pejabat pemerintah setempat atau pamong desa, agar lebih memperhatikan hal-hal yang dibutuhkan oleh para petani dalam meningkatkan hasil pertanian, yakni dalam hal ini adalah subsidi pupuk dari pemerintah yang seharusnya mereka dapatkan dan tersalurkan kepada mereka dengan baik dan lancar. Sehingga mereka tidak keberatan dan mengeluarkan dana yang besar serta kesulitan dalam mendapatkan pupuk. Membangun koperasi desa juga sangat dibutuhkan oleh para petani, agar memudahkan ketika membutuhkan modal dalam penanaman padi kembali. Pembangunan sawah irigasi juga harus menjadi prioritas pembangunan desa, agar dusun Alastuwo desa Mojomolang tidak hanya mengandalkan pertanian tadah hujan.


(3)

164

Untuk petani masyarakat desa, harus mempunyai pekerjaan pada sektor lain atau strategi dalam memperhitungkan kehidupan yang berkepanjangan, karena hasil dari panen padi tidak menjamin terpenuhinnya kebutuhan selama satu tahun. Mempertimbangkan antara keinginan dan kebutuhan dalam alokasi hasil panen, sangat menentukan tercukupinya kebutuhan keluarga agar terhindar dari jeratan hutang.

Untuk Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, diharapkan selalu mendukung penelitian di daerah pedesaan dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik juga mendukung penelitian tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani, karena masih sagat dibutuhkan dan dijadikan dokumentasi sebagai acuan perubahan masyarakat tani di pedesaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahastya, 2006.

Azizah, Siti. Sosiologi Ekonomi. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press Anggota IKAPI, 2014.

Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group, 2007. Corbin, Juliet & Alselm Strauss. Basics of Qualitative Research; Grounded

Theory Procedures and Techniques. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003. Damsar. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

2013.

Djumhur dan M. Suryo. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu, 2000.

Dudung, Abdurrahman. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2003.

Herabudin. Pengantar Sosiologi. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015.

Jayadinata, Johara T dan I.G.P. Pramandika. Pembangunan Desa dalam Perencanaan. Bandung: Penerbit ITB, 2006.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Koentjaraningrat. Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984.

Moeloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005.


(5)

Mubyarto. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPFE untuk P3PK UGM, 1993.

Planck, Ulrich. Sosiologi Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993. Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT

RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014.

Setiadi, Elly M dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi Dan Pemecahannya). Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP, 2011.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.ALVABETA, 2010. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:

ALVABETA, cv, 2010.

Sutinah dan Susanti, Emy. Laporan Penelitian Dosen Muda. Surabaya: Lembaga Penelitian Dosen Muda. 2001.

Wirawan, I.B. Teori-Teori dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2012.

Basrowi, dan Siti Juariyah. “Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Srigading Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.” Jurnal Ekonomi & Pendidikan 7, nomor 1 (2010). http:journal.uny.ac.id /index.php/jep/article/viewFile/577/434. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”. Diakses 20 Oktober 2016.

http://kbbi.web.id/hidup.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, Diakses 20 Oktober 2016. http://kbbi.web.id/sosial.


(6)

“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”. Diakses 20 Oktober 2016. http://kbbi.web.id/pra.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”. Diakses 20 Oktober 2016. http://kbbi.web.id/panen.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”. Diakses 20 Oktober 2016, http://kbbi.web.id/pasca-.