D MTK 1101157 Chapter3

(1)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menerapkan pembelajaran kontekstual kolaboratif pada kelas eksperimen-1, pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen-2 dan pembelajaran biasa pada kelas kontrol. Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan kategori level sekolah, kelompok pembelajaran, dan pengetahuan awal matematika siswa. Level sekolah ditetapkan berdasarkan ranking ujian nasional (UN) dari dinas pendidikan setempat, dari beberapa sekolah yang termasuk kategori sekolah tinggi dan sedang dipilih dua sekolah yaitu satu sekolah berkategori tinggi dan satu sekolah lagi berkategori sedang. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas, satu kelas untuk eksperimen-1, satu kelas untuk eksperimen-2, dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Pengetahuan awal matematika siswa dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok atas, tengah, dan bawah. Dari perbedaan perlakuan yang diterapkan akan dianalisis pengaruhnya terhadap kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa.

Sampel penelitian dipilih secara acak kelas (A) selanjutnya pada masing-masing kelompok diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual kolaboratif (X1),

pembelajaran kontekstual (X2), dan pembelajaran konvensional sebagai kelompok

kontrol. Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, ketiga kelompok diberi tes pengetahuan awal matematika, pretes kemampuan pemodelan matematis, pretes kemampuan abstraksi matematis, dan angket motivasi belajar, kemudian setelah diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual kolaboratif pada kelas eksperimen-1, pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen-2 dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, ketiga kelas diberi postes kemampuan pemodelan matematis, postes kemampuan abstraksi matematis, dan angket motivasi belajar siswa, sedangkan analisis dilakukan berdasarkan kelompok pembelajaran, level sekolah, dan pengetahuan awal matematika siswa.


(2)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Desain penelitian ini melibatkan tiga kelompok pada sekolah peringkat tinggi dan tiga kelompok pada sekolah peringkat sedang, sehingga desain penelitian yang digunakan sebagai berikut:

A O X1 O

A O X2 O

A O O Keterangan:

A : Pengambilan sampel secara acak kelas X1 : Pembelajaran kontekstual kolaboratif

X2 : Pembelajaran kontekstual

O : Pretes/Postes

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa. Selain variabel-variabel di atas, penelitian ini melibatkan level sekolah (tinggi dan sedang) serta pengetahuan awal matematika siswa (atas, tengah, dan bawah) sebagai variabel kontrol.

Untuk memudahkan melihat keterkaitan antara pencapaian kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dan keterkaitan antara peningkatan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika pada ketiga kelompok pembelajaran yaitu pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), Pembelajaran kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB) dengan level sekolah (tinggi dan sedang) dan pengetahuan awal matematika (atas, tengah, dan bawah) pada permasalahan di atas, disajikan dengan menggunakan Model Weiner pada Tabel 3.1., Tabel 3.2., Tabel 3.3., Tabel 3.4., Tabel 3.5., dan 3.6.


(3)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Tabel 3.1

Keterkaitan antara Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis (Pc)

Kelompok

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) PcIA-PKK PcSA- PKK PcA-PKK PcIA- PK PcSA- PK PcA -PK PcIA- PB PcSA- PB PcA -PB Tengah (T) PcIT-PKK PcST- PKK PcT-PKK PcIT- PK PcST- PK PcT-PK PcIT- PB PcST- PB PcT-PB Bawah (B) PcIB-PKK PcSB- PKK PcB-PKK PcIB- PK PcSB- PK PcB -PK PcIB- PB PcSB- PB PcB -PB PcI-PKK

PcS-PKK PcI-PK PcS-PK PcI-PB PcS-PB

Pc-PKK Pc-PK Pc-PB

Keterangan:

Pc-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PcI-PK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

PcA-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa pada kelompok PAM atas yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PcIA-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PcSA-PB : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis (P)

Kelompok

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) PIA-PKK PSA- PKK PA-PKK PIA- PK PSA- PK PA-PK PIA- PB PSA- PB PA-PB Tengah (T) PIT-PKK PST- PKK PT-PKK PIT- PK PST- PK PT-PK PIT- PB PST- PB PT-PB


(4)

PB-Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

(B) PKK PKK PKK PK PK PK PB PB PB

PI-PKK PS-PKK PI-PK PS-PK PI-PB PS-PB

P-PKK P-PK P-PB

Keterangan:

P-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PI-PK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

PA-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa pada kelompok PAM atas yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PIA-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PSA-PB : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.3

Keterkaitan antara Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa (Ac)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) AcIA-PKK AcSA- PKK AcA-PKK AcIA- PK AcSA- PK AcA -PK AcIA- PB AcSA- PB AcA - PB Tengah (T) AcIT-PKK AcST- PKK AcT- PKK AcIT- PK AcST- PK AcT -PK AcIT- PB AcST- PB AcT - PB Bawah (B) AcIB-PKK AcSB- PKK AcB-PKK AcIB- PK AcSB- PK AcB -PK AcIB- PB AcSB- PB AcB - PB AcI-PKK AcS-PKK

AcI-PK AcS-PK

AcI-PB AcS-PB

Ac-PKK Ac-PK Ac-PB

Keterangan:

Ac-PKK : Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AcT-PKK

: Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa pada kelompok PAM tengah yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AcS-PKK

: Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.


(5)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

AcSA-PB : Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.4

Keterkaitan antara Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa (A)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) AIA-PKK ASA- PKK AA-PKK AIA- PK ASA- PK AA-PK AIA- PB ASA- PB AA- PB Tengah (T) AIT-PKK AST- PKK AT- PKK AIT- PK AST- PK AT-PK AIT- PB AST- PB AT- PB Bawah (B) AIB-PKK ASB- PKK AB-PKK AIB- PK ASB- PK AB-PK AIB- PB ASB- PB AB- PB AI-PKK

AS-PKK AI-PK AS-PK AI-PB AS-PB

A-PKK A-PK A-PB

Keterangan:

A-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AT-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa pada kelompok PAM tengah yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AS-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

ASA-PB : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.5

Keterkaitan antara Pencapaian Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pencapaian Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika (Mc)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) McIA-PKK McSA-PKK McA-PKK McIA- PK McSA- PK Mc A-PK McIA-PB McSA- PB Mc A-PB Tengah

McIT-PKK McST-PKK McT-PKK McIT- PK McST- PK McT -PK McIT- PB McST- PB McT -PB


(6)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

(T) Bawah (B) McIB-PKK McSB-PKK McB-PKK McIB- PK McSB- PK Mc B-PK McIB- PB McSB- PB Mc B-PB McI-PKK McS-PKK

McI-PK McS-PK

McI-PB McS-PB

Mc-PKK Mc-PK Mc-PB

Keterangan:

Mc-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

McS-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

McB-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa kelompok PAM bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

McSA-PB

: Pencapaian motivasi belajar siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.6

Keterkaitan antara Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika (M)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) MIA-PKK MSA-PKK MA-PK K MIA- PK MSA- PK MA-PK MIA-PB MSA- PB MA-PB Tengah (T) MIT-PKK MST-PKK MT-PK K MIT- PK MST- PK MT-PK MIT- PB MST- PB MT-PB Bawah (B) MIB-PKK MSB-PKK MB-PK K MIB- PK MSB- PK MB-PK MIB- PB MSB- PB MB-PB MI-PKK MS-PKK

MI-PK MS-PK

MI-PB MS-PB

M-PKK M-PK M-PB

Keterangan:

M-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

MS-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

MB-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa kelompok PAM bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

MSA-PB : Peningkatan motivasi belajar siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.


(7)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN di Kabupaten Cianjur. Pemilihan siswa SMP berkaitan dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan yaitu pembelajaran kontekstual kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa. Materi aljabar yang baru dipelajari oleh siswa SMP dan mereka sedang mengalami kondisi perkembangan fisik dan psikologis pada masa transisi serta perkembangan kognitif dari konkrit ke formal sudah selayaknya mengikuti pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan teknik purporsive sampling. Peneliti mengambil masing-masing satu sekolah dari setiap level SMP yang diteliti, yaitu sekolah level tinggi dan sekolah level sedang. Penentuan level sekolah didasarkan pada prestasi yang diperoleh dalam ujian nasional pada tahun pelajaran 2012/2013. Pengambilan level tinggi dan sedang didasarkan pertimbangan bahwa kemampuan pemodelan dan abstraksi berpeluang akan lebih berhasil pada kedua level tersebut ketimbang diterapkan pada level sekolah rendah. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas secara acak kelas yang memilki jadwal tidak beririsan karena peneliti bertindak sebagai pengajar.

Berdasarkan pertimbangan pengambilan sampel di atas, maka langkah-langkah penentuan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Meminta daftar nama SMP/MTS Negeri se Kabupaten Cianjur ke Dinas Pendidkkan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur yang telah direngking berdasarkan total nilai ujian nasional (UN) empat mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA) tahun pelajaran 2012/2013. 2. Menentukan pengkategorian level sekolah dengan menggunakan kriteria yang

mengacu pada kriteria yang digunakan Kadir (2010). sebagai berikut. a. Sekolah level tinggi: total nilai UN ൒ X + 0,5 SB.

b. Sekolah level sedang: X-0,5 SB ൑ total nilai UN < X+ 0,5 SB.


(8)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

3. Menentukan level SMP Kabupaten Cianjur berdasarkan total nilai UN tahun pelajaran 2012/2013 dengan memperhatikan kategori level di atas.

4. Mengambil satu SMP level tinggi dan satu SMP level sedang.

5. Mengambil tiga kelas VII pada masing-masing SMP terpilih yang jadwalnya tidak beririsan.

6. Menentukan secara acak kelas yang mendapat pembelajaran kontekstual kolaboratif (kelas 1), pembelajaran kontekstual (kelas eksperimen-2) dan kelas yang mendapat pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Berdasarkan data Ujian Nasional (UN) SMP tahun pelajaran 2012/2013 (daftar SMP terdapat pada lampiran) diperoleh bahwa rata-rata total nilai (X) empat mata pelajaran yang diujikan sebesar 32,68 dan Simpangan Baku (SB) sebesar 2,20. Dengan menggunakan aturan di atas, maka kategori level sekolah yang digunakan adalah:

Tabel 3.7

Kategori Level Sekolah

Level Sekolah Kriteria

Tinggi UN ≥ 33,78

Sedang 31,58 ≤ UN < 33,78 Rendah UN < 31,58

Sekolah yang dijadikan tempat pelaksanaan penelitian adalah SMP Negeri 1 Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu kabupaten Cianjur (mewakili sekolah level tinggi) dan SMP Negeri 3 Cilaku Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur (mewakili sekolah level sedang). Ukuran sampel masing-masing kelompok disajikan pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.8

Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah

Level Sekolah Sekolah Kelompok Subyek Ukuran

Sampel

Level Sekolah Tinggi (51 SMPN)

SMP Negeri 1 Sukaluyu

Kelas 7D

(Kontekstual Kolaboratif)

36


(9)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

(Kontekstual) 7B (Konvensional)

33 Level sekolah

Sedang (57 SMPN dan

15 SMPN Terbuka)

SMP Negeri 3 Cilaku

7C

(Kontekstual Kolaboratif)

36 7A

(Kontekstual)

35 7D

(Konvensional)

31

Jumlah Total 203

Berdasarkan informasi dari kedua sekolah tersebut menunjukkan bahwa penempatan siswa pada setiap kelas adalah sama, sehingga peneliti mengambil tiga kelas secara acak kelas pada setiap sekolah. Tiga kelas yang terpilih dari tujuh kelas yang ada di sekolah level tinggi yaitu SMPN 1 Sukaluyu adalah kelas 7D (36 siswa), 7C (32 siswa), dan 7B (33 siswa). Sedangkan tiga kelas yang terpilih dari lima kelas yang ada di sekolah level tengah yaitu SMPN 3 Cilaku adalah kelas 7A (35 siswa), 7C (36 siswa) dan 7D (31 siswa). Jadi banyaknya siswa yang terlibat dalam penelitian ini adalah 203 siswa.

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis instrumen yaitu tes dan non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes untuk mengukur pengetahuan awal matematika siswa, kemampuan pemodelan matematis siswa, dan kemampuan abstraksi matematis siswa. Sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari motivasi belajar siswa, pedoman wawancara, dan lembar observasi. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.

1. Tes Pengetahuan Awal Matematika (PAM)

Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Untuk mengukur pengetahuan awal matematika, peneliti menyusun seperangkat soal tes yang dibuat berdasarkan materi yang telah dipelajari oleh siswa yaitu penjumlahan bilangan bulat dan pecahan, pengurangan bilangan bulat dan pecahan, perkalian bilangan bulat dan


(10)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pecahan, pembagian bilangan bulat dan pecahan, dan sifat-sifat operasi hitung pada bilangan bulat dan pecahan yang memberikan kontribusi terhadap materi yang akan dipelajari.

Soal-soal yang dijadikan sebagai soal untuk mengukur kemampuan awal matematika mencakup kompetensi dasar: melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar yang dijadikan sebagai soal untuk mengukur pengetahuan awal matematika tersebut mempunyai kontribusi terhadap pembentukan pengetahuan matematika yang akan diberikan yaitu materi bentuk aljabar, operasi pada bentuk aljabar, persamaan linear satu variabel, pertidaksamaan linear satu variabel, dan persamaan linear dua variabel. Bentuk soal yang dipilih sebagai soal pengetahuan awal matematika adalah bentuk soal pilihan ganda dengan banyaknya soal sebanyak 20 butir soal, setiap butir soal mempunyai 4 pilihan jawaban. Seperangkat soal kemampuan awal matematika harus dikerjakan dalam waktu 80 menit. Pemberian tes pengetahuan awal matematika dimaksudkan untuk memperoleh kesetaraan rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sekaligus untuk penempatan siswa berdasarkan pengetahuan awal matematikanya.

Sebelum digunakan, seperangkat soal pengetahuan awal matematika terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka. Uji validitas isi dan muka dilakukan oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang pendidikan S2 pendidikan matematika dan dianggap ahli dan punya pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan matematika, kelima orang tersebut diminta untuk memberikan pertimbangannya terhadap soal pengetahuan awal matematika.

Kriteria pertimbangan untuk mengukur validitas isi, berdasarkan pada: kesesuaian soal dengan materi ajar SMP kelas VII, dan kesesuaian tingkat kesulitan untuk siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan berdasarkan pada: kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.


(11)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Hasil pertimbangan mengenai validitis isi dan validitas muka dari kelima orang ahli disajikan pada Tabel 3.9 di bawah ini.

Tabel 3.9

Hasil Penimbang Validitas Muka Tes Kemampuan Awal Matematika

Nomor Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

1 0 1 1 0 1

2 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1

4 1 1 0 1 1

5 1 0 0 1 1

6 1 0 1 1 1

7 1 0 1 1 1

8 1 1 1 1 1

9 1 1 1 1 1

10 1 1 1 1 1

11 1 0 1 1 1

12 1 1 1 1 1

13 1 1 1 1 1

14 0 1 1 1 1

15 1 1 1 1 1

16 1 1 1 1 1

17 1 1 1 1 1

18 1 1 1 1 1

19 1 1 1 1 1

20 1 1 1 1 1

Keterangan: (1) = butir soal valid; (2) = butir soal tidak valid

Penimbang: 1. R.Bambang Aryan S, M.Pd; 2. Ishaq Nuriadin, M.Pd; 3. Rizky Rahman, M.Pd; Arief Budiman Karlan, M.Pd; Betty, M.Pd

Tabel 3.10

Hasil Penimbang Validitas Isi Tes Kemampuan Awal Matematika

Nomor Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1

4 1 1 1 1 1

5 1 1 1 1 1

6 1 1 1 1 0

7 1 1 1 1 1

8 1 1 1 1 1

9 1 1 1 1 1

10 1 1 1 1 1

11 1 1 1 1 1

12 1 1 1 1 1

13 1 1 1 1 1


(12)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

15 1 1 1 0 1

16 1 1 1 1 1

17 1 1 1 1 1

18 1 1 1 1 1

19 1 1 1 1 1

20 1 1 1 1 1

Keterangan: (1) = butir soal valid; (2) butir soal tidak valid

Hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah para penimbang melakukan pertimbangan terhadap soal tes PAM secara seragam atau tidak. Hipotesis yang diuji adalah:

0

H : Para penimbang melakukan pertimbangan yang seragam

1

H : Para penimbang melakukan pertimbangan yang berbeda.

Kriteria pengujian: terima H0, jika Asymp. Sig.  0,05 dan tolak H0 jika Asymp. Sig. < 0,05. Hasil perhitungan terhadap validitas muka dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Soal Pengetahuan Awal Matematika

N 20

Cochran’s Q 5.500a

df 4

Asymp. Sig. 0,240

a. 1 is treated as a success

Pada Tabel 3.7, terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,240 lebih besar dari 0,05. Ini berarti pada taraf signifikansi = 0,05 H0 diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tiap butir soal pengetahuan awal matematika dari segi validitas muka secara seragam.

Hasil perhitungan terhadap validitas isi dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.8. di bawah ini.

Tabel 3.12

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Soal Pengetahuan Awal Matematika

N 20

Cochran’s Q 3.000a

df 4


(13)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

a. 1 is treated as a success

Pada Tabel 3.8, terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,558 lebih besar dari 0,05.

Ini berarti pada taraf signifikansi = 0,05 H0 diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tiap butir soal pengetahuan awal matematika dari segi validitas isi secara seragam.

Berikutnya, beberapa saran dari para penimbang mengenai soal tes kemampuan awal matematika diantaranya sebagai berikut:

Soal nomor 1

Soal semula:

Penimbang pertama dan keempat untuk validitas isi memberi 0 terhadap soal nomor 1, dan menyarankan sebaiknya jangan menanyakan penurunan suhu, tetapi tanyakan perbedaan suhu mula-mula dan suhu akhir.

Soal nomor 2

Soal semula

Suhu mula-mula di dalam lemari pendingin adalah 16oC. Setelah alat pendingin dihidupkan, suhu menjadi -9oC. Besar penurunan suhu dalam lemari pendingin adalah …

A. -25oC B. 22oC C. -22oC D. 25oC

Hasil dari -12 + 8 + 2 – (-2) adalah … A. -4

B. 0 `

C. -3 D. 4


(14)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Semua penimbang, memberi angka 1 untuk validitas muka dan validitas isi sehingga soal nomor 2 tidak mengalami perubahan.

Soal nomor 3

Soal semula

Semua penimbang memberikan angka 1 untuk validitas muka dan validitas isi, sehingga soal nomor 3 tidak mengalami perubahan.

Soal nomor 4

Soal semula

Penimbang ketiga, untuk validitas muka memberi 0 terhadap soal nomor 4, dan menyarankan sebaiknya kata pernyataan pada soal tersebut diganti dengan kata kesamaan.

Soal nomor 5

Soal semula

Perhatikan ketidaksamaan berikut:

(i) -4 < 4 (ii) -6 < -8 (iii) -12 < 15 Ketidaksamaan yang benar adalah …

A. (i) dan (ii) B. (i) dan (iii) C. (ii) dan (iii) D. (i), (ii) dan (iii)

Dari pernyataan-pernyataan berikut: (i) 15 – (-10) = -20

(ii) -15 + 8 = -7 (iii) 9 – (-6) = 15

Pernyataan yang benar adalah … A. (i) dan (ii)

B. (i) dan (iii) C. (ii) dan (iii) D. (i), (ii) dan (iii)

[7+(-8) – ( -2)] + [-3+6+(-2)] = … A.-5

B.B. 4 C.C. -2


(15)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Penimbang kedua, untuk validitas muka memberi 0 terhadap soal nomor 5, dan menyarankan sebaiknya soal tersebut diawali dengan kata hasil dari atau nilai dari kemudian tanda “=” dibuang dan diakhiri dengan adalah.

Selanjutnya, terhadap perangkat soal tes pengetahuan awal matematika diadakan perbaikan seperlunya sesuai dengan saran-saran para penimbang, setelah itu diujicobakan secara terbatas kepada 10 orang siswa di luar sampel penelitian tetapi telah menerima materi yang diteskan. Tujuan dari uji coba terbatas ini, untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah butir-butir soal yang akan diteskan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Dari hasil uji coba secara terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua soal dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Kisi-kisi dan perangkat soal tes pengetahuan awal matematika selengkapnya disajikan pada lampiran.

Untuk memperoleh data pengetahuan awal matematika siswa, dilakukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal dengan aturan: untuk setiap jawaban yang benar diberi skor 1, dan untuk setiap jawaban yang salah atau tidak menjawab diberi skor 0.

Berdasarkan skor pengetahuan awal matematika yang diperoleh, siswa dikelompokan kedalam tiga kelompok yaitu siswa kelompok atas, siswa kelompok tengah, dan siswa kelompok bawah. Kriteria pengelompokan berdasarkan skor rata-rata (x) dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:

Tabel 3.13.

Rumusan Kriteria Kelompok PAM

Kelompok PAM Kriteria

Atas PAM  x + SB

Tengah x - SB < PAM < x + SB Bawah PAM  x - SB

Hasil perhitungan terhadap data pengetahuan awal matematika siswa, diperoleh x = 15,29 dan SB = 1,967, sehingga kriteria pengelompokan siswa adalah:


(16)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Tabel 3.14.

Kriteria Kelompok PAM Sampel Penelitian

Kelompok PAM Kriteria

Atas PAM 17,257

Tengah 13,323 < PAM < 17,257 Bawah PAM  13,323

Tabel 3.15. berikut menyajikan banyaknya siswa yang berada pada kelompok atas, tengah, dan bawah pada level sekolah tinggi dan level sekolah sedang.

Tabel 3.15

Banyaknya Siswa Kelompok Atas, Tengah, dan Bawah Berdasarkan Level Sekolah

Kelompok Siswa

Level Sekolah

Total

Tinggi Sedang

Atas 26 23 49

Tengah 57 56 113

Bawah 18 23 41

Total 101 102 203

2. Tes Kemampuan Pemodelan Matematis

Tujuan dari penyusunan tes kemampuan pemodelan matematis adalah untuk mengukur kemampuan pemodelan matematis siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran dalam lima aspek dari kemampuan pemodelan matematis (Blum, 2005) yaitu menyederhanakan masalah dengan mengidentifikasi informasi, membuat model matematis, memecahkan masalah matematika yang berhubungan dengan model matematis, menginterpretasikan solusi matematika ke dalam situasi nyata dan memvalidasi model. Materi yang diujikan meliputi bentuk aljabar, penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar, perkalian dan pembagian bentuk aljabar, persamaan linear satu variabel dan pertidaksamaan linear satu variabel.

Soal kemampuan pemodelan matematis, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka, kemudian diujicobakan secara empiris. Tujuan ujicoba empiris ini untuk mengetahui tingkat


(17)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

reliabilitas seperangkat tes, validitas butir soal, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Seperti yang telah disajikan pada bagian sebelumnya, uji validitas isi dan muka untuk soal kemampuan pemodelan matematis dilakukan oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang S2 pendidikan matematika yang dianggap ahli dan punya pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan matematika. Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan berdasarkan pada: kesesuaian soal dengan materi ajar SMP kelas VII, dan kesesuaian tingkat kesulitan untuk siswa kelas tersebut. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kriteria: kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar. Selanjutnya kelima penimbang memberikan timbangan sebagai berikut.

Soal nomor 1

Lima penimbang memberikan angka 1, untuk validitas muka dan validitas isi

Soal nomor 2

Pa Andi membuat kolam pemancingan berbentuk persegipanjang dan kolam pembibitan berbentuk persegi. Ukuran panjang kolam pemancingan 5 m lebihnya dari panjang sisi kolam pembibitan. Sedangkan lebarnya, 1 m lebih dari panjang sisi kolam pembibitan. Berdasarkan informasi di atas, gambarlah bentuk kolam pembibitan dan pemancingan, beri nama (simbol) variabel yang terlibat pada masing-masing sisinya, kemudian tentukan bentuk aljabar (model matematis) dari luas kolam pemancingan.

Air mengalir dengan kecepatan tetap ke dalam sebuah ember yang mempunyai pengukur volume, seperti pada gambar di bawah ini.

Ketinggian air dalam ember dapat dibaca pada skala yang terdapat pada ember, Jika tinggi air sebelum pengisian 1 cm dan tinggi air bertambah 0,5 cm untuk setiap 10 detik.

Amati proses di atas.

a. Buatlah asumsi-asumsi terhadap peristiwa di atas, kemudian tentukan informasi dan variabel apa saja yang terlibat dari permasalahan di atas (beri simbol variabel yang termuat pada proses pengamatan).

b. Buatlah diagram kartesius yang memuat variabel-variabel pada butir (a). Berdasarkan diagram tersebut buatlah persamaan yang menyatakan hubungan antara variabel-variabel tadi.


(18)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Penimbang ke empat memberikan angka 0 untuk validitas isi maupun validitas muka pada soal no. 1a dan yang lainnya memberikan angka 1 baik validitas muka maupun validitas isi.

Soal no. 3

Pak Riski menjual sepeda motor dengan harga Rp 10.000.000,00. Ia telah menerima uang muka Rp 4.000.000,00 sedangkan kekurangannya diangsur (dicicil) tanpa bunga. Besarnya tiap cicilan ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Cicilan ke-1

Cicilan ke-2

Cicilan ke-3

Cicilan ke-4

Cicilan ke-5

Cicilan ke-6 Besarnya

Cicilan (Rp)

500.000 700.000 900.000 1.100.000 ... ...

Berdasarkan tabel di atas, pada cicilan ke berapakah penjualan motor tersebut akan lunas? Jelaskan pendapat anda!


(19)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Penimbang ke-1 memberikan angka 0 untuk validitas isi, dan penimbang ke-4 memberikan angka 0 pada validitas muka, sedangkan para penimbang yang lainnya memberikan angka 1 baik validitas muka maupun validitas isi.

Soal no. 4

Kelima penimbang memberikan angka 1, baik validitas isi maupun validitas muka.

Adapun hasil pertimbangan mengenai validitis isi dan validitas muka dari kelima orang ahli disajikan pada Tabel 3.16. dan Tabel 3.17.

Tabel 3.16

Hasil Penimbang Validitas Muka Tes Kemampuan Pemodelan Matematis Nomor

Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

1 1 1 1 1 1

2a 1 1 1 0 1

2b 1 1 1 1 1

2c 1 1 1 1 1

3 1 1 1 0 1

4 1 1 1 1 1

Keterangan: (1) = butir soal valid; (2) = butir soal tidak valid

Dalam rangka memeriahkan tahun baru islam 1 muharam 1435 H, murid-murid Diniah Takmiliah “Al-Hikmah” mengadakan acara pawai obor keliling kampung. Seluruh murid yang mengikuti pawai obor sebanyak 100 orang. Tujuh puluh anak berjalan berbaris sambil membawa obor dan diikuti oleh iring-iringan sepuluh mobil yang dinaiki oleh sisanya. Banyaknya anak dalam setiap mobil adalah sama. Panji dan Ramdan mencoba membantu membuat model matematis (persamaan) untuk menghitung banyak anak dalam satu mobil. Panji membuat model matematis dengan persamaan 70 + 10x = 100. Ramdan membuat model matematis dengan persamaan 70 + 100 = 10x. Jawaban siapakah yang benar? Jelaskan jawabanmu!


(20)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Penimbang: 1. R.Bambang Aryan S, M.Pd; 2. Ishaq Nuriadin, M.Pd; 3. Rizky Rahman, M.Pd; Arief Budiman Karlan, M.Pd; Betty, M.Pd

Tabel 3.17

Hasil Penimbang Validitas Isi Tes Kemampuan Pemodelan Matematis Nomor

Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

1 1 1 1 1 1

2a 1 1 1 0 1

2b 1 1 1 1 1

2c 1 1 1 1 1

3 0 1 1 0 1

4 1 1 1 1 1

Keterangan: (1) = butir soal valid; (2) butir soal tidak valid

Hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Hasil perhitungan terhadap validitas isi dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.10. di bawah ini.

Tabel 3.18

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Soal Kemampuan Pemodelan Matematis

N 6

Cochran’s Q 8,000a

df 4

Asymp. Sig. 0,092

a. 1 is treated as a success

Pada Tabel 3.12., terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,136 atau probabilitas lebih besar dari 0,05. Ini berarti pada taraf signifikansi = 5% H0 diterima, dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tiap butir soal kemampuan pemodelan matematis dari segi validitas muka secara sama atau seragam.

Hasil perhitungan terhadap validitas isi dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.13.

Tabel 3.19

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Soal Pemodelan Matematis

N 6

Cochran’s Q 6,400a


(21)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Asymp. Sig. 0,171

a.1 is treated as a success

Pada Tabel 3.13., terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,171 atau probabilitas lebih besar dari 0,05. Ini berarti pada taraf signifikansi = 5% H0 diterima, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tiap butir soal kemampuan pemodelan matematis dari segi validitas isi secara sama atau seragam.

Selanjutnya, terhadap perangkat soal kemampuan pemodelan matematis diadakan perbaikan seperlunya. Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka serta memadai untuk diujicobakan, kemudian soal kemampuan pemodelan matematis diujicobakan terhadap siswa kelas VIII sebanyak 33 orang, agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini uji kepatutan soal tersebut dilakukan pada siswa yang pernah memperoleh bahan ajar yang disampaikan dalam penelitian.

Validitas Instrumen: Tujuan memeriksa validitas instrumen adalah untuk melihat apakah instrumen tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur sehingga instrumen tersebut dapat mengungkapkan data yang ingin diukur.

Menurut Ruseffendi (1994): “Suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen itu,

untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur”. Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk momen Pearson (dalam Ruseffendi, 1991) sebagai berikut:

2 2 2 2

( )( )

( ( ) )( ( ) )

XY

N XY X Y

r

N X X N Y Y

 

 

 

Keterangan: XY

r = Koefisien korelasi nilai-nilai X dengan nilai-nilai Y N = banyaknya sampel data

Y = skor setiap item soal yang diperoleh siswa X = skor total seluruh item soal yang diperoleh siswa

XY


(22)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

X

= jumlah nilai-nilai X

Y

= jumlah nilai-nilai Y

2

X

= jumlah kuadrat nilai-nilai X

2

Y

= jumlah kuadrat nilai-nilai Y

Untuk mengadakan Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Suherman dan Kusumah (1990) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.20

Kriteria Validitas Butir Soal

Validitas Butir Soal Kriteria

Sangat Tinggi 0,80 < rXY≤ 1,00 Tinggi 0,60 < rXY≤ 0,80 Sedang 0,40 < rXY≤ 0,60 Rendah 0,20 < rXY≤ 0,40 Sangat Rendah 0,00 < rXY≤ 0,20

Tidak Valid rXY≤ 0,00

Hasil perhitungan validitas tiap item tes uji coba, untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat, selanjutnya diuji dengan menggunakan rumus uji t, yaitu :

2

2 1

hitung XY

XY N

t r

r

 

 Sudjana (1992)

Keterangan:

hitung

t = daya beda uji-t N = jumlah subjek

XY

r = koefisien korelasi

Jika thitung> ttabel maka validitas butir soalnya valid. Pada N = 33 dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh ttabel= 1,70


(23)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.15. berikut adalah hasil hasil perhitungan koefisien korelasi rXY

setiap butir soal. Perhitungannya terdapat pada lampiran.

Tabel 3.21

Validitas Butir Soal Hasil Tes Uji Coba

Nomor Soal

Koefisien

Korelasi (rXY) Validitas thitung Keterangan

1 0,64 Tinggi 2,91 Valid

2a 0,71 Tinggi 5,00 Valid

2b 0,61 Tinggi 4,00 Valid

2c 0,55 Sedang 2,00 Valid

3 0,76 Tinggi 5,55 Valid

4 0,44 Sedang 1,84 Valid

Reliabilitas instrumen: reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten. Suatu instrumen dikatakan reliabel, jika dalam dua kali atau lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih instrumen yang ekivalen hasilnya akan serupa pada masing-masing pengetesan (Ruseffendi, 2005). Uji reliabilitas diperlukan untuk melengkapi syarat validnya sebuah alat evaluasi. Reliabilitas suatu tes dinyatakan dengan koefisien reliabilitas (r ), yaitu dengan jalan mencari korelasinya.

Adapun cara menghitung reliabilitas yang digunakan adalah cara Cronbach Alpha.dengan rumus sebagai berikut:

2 2

2

1

j i

p

j

DB DB

b r

b DB

  

 

 



(Ruseffendi, 2005)

Keterangan:

p

r = koefisien reliabilitas pendekatan b = banyak soal

2 j

DB = Variansi skor seluruh soal menurut skor perorangan 2

i


(24)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu 2

i

DB

= Jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu

Untuk menginterpretasikan harga koefisien reliabilitas digunakan kategori perbaikan dari Guilford dalam Suherman dan Kusumah (1990) dengan kriteria:

Tabel 3.22

Kriteria Reliabilitas Seperangkat Soal

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Sangat Rendah r ≤ 0,20

Rendah 0,20 <r ≤ 0,40

Sedang 0,40 <r ≤ 0,60

Tinggi 0,60 <r ≤ 0,80

Sangat Tinggi 0,80 <r ≤ 1,00

Dari hasil perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas r sebesar 0,53. Koefisien ini menurut Guilford tergolong reliabilitas sedang. Perhitungannya terdapat pada lampiran.

Daya pembeda atau indeks diskriminasi menunjukkan sejauh mana setiap butir soal dapat membedakan siswa yang mampu menguasai materi pembelajaran dengan siswa yang tidak mampu menguasai materi pembelajaran. Untuk menentukan daya pembeda setiap item soal tes bentuk uraian digunakan rumus yang dikemukakan oleh To (1996) sebagai berikut :

100%

A B

p

A

S S

D

I

  

Keterangan:

p

D = Indeks daya pembeda A

S = Jumlah skor kelompok atas (27% kelompok atas) B

S = Jumlah skor kelompok bawah (27% kelompok bawah) A

I = Jumlah skor ideal kelompok (atas dan bawah)

Menurut To (1996) interpretasi indeks daya pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.23 Kriteria Daya Pembeda


(25)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Negatif – 9 Sangat Buruk

10 - 19 Buruk

20 - 29 Cukup

30 - 49 Baik

50 ke atas Sangat Baik

Tabel 3.18 berikut adalah hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal. Perhitungan terdapat pada lampiran.

Tabel 3.24

Daya Pembeda Soal Hasil Tes Uji Coba Nomor

Soal

Daya Pembeda

(%) Keterangan

1 29 Cukup

2a 40 Baik

2b 29 Cukup

2c 20 Cukup

3 40 Baik

4 23 Cukup

Tingkat Kesukaran suatu soal menunjukkan apakah soal tersebut tergolong soal yang sukar, sedang, atau mudah. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus yang dikemukakan oleh To (1996) sebagai berikut:

A B

A B

S S

TK

I I

 

Keterangan:

TK = Tingkat Kesukaran A

S = Jumlah Skor kelompok atas B

S = Jumlah skor kelompok bawah A

I = Jumlah skor ideal kelompok atas B

I = Jumlah skor ideal kelompok bawah

Kriteria tingkat kesukaran yang digunakan adalah kriteria yang dikemukakan oleh Suherman dan Kusumah (1990) sebagai berikut:

Tabel 3.25


(26)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Tingkat Kesukaran Keterangan

TK = 0,00 Terlalu Sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < TK < 1,00 Mudah

TK = 1,00 Terlalu Mudah

Tabel 3.26. berikut adalah hasil perhitungan tingkat kesukaran setiap butir soal. Perhitungan terdapat pada lampiran.

Tabel 3.26

Tingkat Kesukaran Soal Hasil Tes Uji Coba Nomor

Soal

Tingkat

Kesukaran Keterangan

1 0,33 Sedang

2a 0,22 Sukar

2b 0,20 Sukar

2c 0,21 Sukar

3 0,15 Sukar

4 0,32 Sedang

Tabel 3.27

Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Nomor

Soal Validitas

Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

1 Tinggi Cukup Sedang

2a Tinggi baik Sukar

2b Tinggi Cukup Sukar

2c Sedang Cukup Sukar

3 Tinggi Baik Sukar

4 Sedang Cukup Sedang

Dari hasil analisis tes uji coba diperoleh bahwa, validitas butir soal nomor 1, 2a, 2b dan 3 termasuk validitasnya tinggi, soal nomor 2c dan 4 validitasnya sedang. Sedangkan untuk reliabilitas soal tergolong sangat tinggi, hal ini ditandai dengan diperolehnya nilai koefisien reliabilitas r sebesar 0,53. Daya pembeda soal untuk soal nomor 2a dan 3 baik, soal nomor 1, 2b, 2c dan 4 cukup. Tingkat kesukaran soal untuk soal nomor 2a, 2b, 2c dan 3 termasuk sukar, dan untuk soal nomor 1 dan 4 termasuk sedang. Pada N = 33 dengan taraf signifikansi 0,05


(27)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

diperoleh ttabel= 1,70 sehingga thitung> ttabel, ini berarti seluruh soal valid, dan seluruh soal digunakan sebagai instrumen penelitian untuk pengumpulan data.

Data skor pemodelan matematis, diperoleh dengan kriteria penskoran berdasarkan kriteria kompetensi dari Blum & Leiss (2005) dan disajikan pada Tabel 3.28.

Tabel 3.28.

Pedoman Penskoran Kemampuan Pemodelan Matematis No.

Soal

Kemampuan Pemodelan Matematis

Indikator Skor

2a Menyederhanakan masalah: Memahami masalah dengan membuat asumsi-asumsi, memberi nama, mengidentifikasi variabel-variabel yang diketahui dan memberikan informasi yang relevan terhadap permasalahan yang ada.

Siswa dapat membuat asumsi-asumsi, menyebutkan semua informasi yang relevan dan memberi nama variabel yang terlibat.

4 Siswa dapat menyebutkan sebagian asumsi-asumsi, sebagian besar informasi yang relevan dan sebagian variabel yang terlibat.

3 Siswa dapat menyebutkan sebagian kecil dari asumsi-asumsi, informasi yang relevan dan variabel yang terlibat.

2 Siswa tidak dapat menyebutkan asumsi-asumsi, informasi yang relevan dan variabel yang terlibat.

1

Siswa tidak menjawab 0

1 dan

2b

Membuat model matematis:

Membuat model dari situasi nyata, memilih notasi-notasi

matematika yang tepat, membuat model

matematis (bentuk aljabar, persamaan, atau menggambar situasi secara grafik) dengan tepat.

Siswa dapat menggambar situasi, memberi simbol variabel dan membuat model matematis yang mengarah ke penyelesaian yang benar.

4

Siswa dapat menggambar situasi dan memberi simbol variabel dengan tepat, tetapi model matematis yang dibentuk tidak mengarah ke penyelesaian yang benar.

3

Siswa dapat menggambar situasi, tetapi simbol variabel dan model matematis yang dibuat tidak mengarah ke penyelesaian yang benar.

2

Siswa tidak dapat menggambar situasi, simbol variabel dan model matematis.

1

Siswa tidak menjawab 0


(28)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu masalah matematika

(Bekerja dalam matematika):

Menggunakan pengetahuan matematika untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan model matematis.

matematis sesuai dengan model matematis yang direncanakan dan hasilnya benar. Siswa dapat menyelesaikan sebagian besar permasalahan matematis sesuai dengan model matematis yang direncanakan.

3 Siswa dapat menyelesaikan sebagian kecil permasalahan matematis sesuai dengan model matematis yang direncanakan.

2 Siswa tidak dapat menyelesaikan

permasalahan matematis. 1

Siswa tidak menjawab

0

3

Interpretasi:

menginterpretasikan hasil-hasil matematika

dengan bahasa

matematika yang tepat

Siswa dapat menafsirkan solusi matematis terhadap permasalahan semula dengan lengkap, jelas dan benar.

4 Siswa dapat menafsirkan solusi matematis terhadap permasalahan semula, namun cukup lengkap, jelas dan benar.

3 Siswa dapat menafsirkan solusi matematis terhadap permasalahan semula, namun kurang lengkap dan kurang jelas.

2 Siswa dapat menafsirkan solusi matematis terhadap permasalahan semula, namun tidak lengkap dan tidak jelas.

1

Siswa tidak menjawab 0

4

Validasi model:

memvalidasi model dengan memeriksa dan mengkaji ulang sebuah model matematis yang dihasilkan.

Siswa dapat memeriksa model matematis dan memberikan alasan yang tepat

4 Siswa dapat memeriksa model matematis, dan memberikan alasan yang cukup tepat

3 Siswa dapat memeriksa model matematis, dan memberikan alasan yang kurang tepat.

2 Siswa tidak memeriksa model matematis dan tidak memberi alasan.

1

Siswa tidak menjawab. 0

3. Tes Kemampuan Abstraksi Matematis

Tes kemampuan abstraksi matematis mencakup materi bentuk aljabar, penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar, perkalian dan pembagian bentuk aljabar, persamaan linear dan pertidaksamaan linear satu variabel. Soal ini berbentuk uraian sebanyak 5 soal. Tes kemampuan abstraksi matematis dilaksanakan sebelum dan setelah proses pembelajaran.


(29)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Soal kemampuan abstraksi matematis, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka, kemudian diujicobakan secara empiris. Tujuan ujicoba empiris ini untuk mengetahui tingkat reliabilitas seperangkat soal tes, validitas butir soal, daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap butir soal.

Sama halnya dengan soal yang disajikan pada bagian sebelumnya, uji validitas isi dan muka untuk soal abstraksi matematis dilakukan oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang S2 pendidikan matematika yang dianggap ahli dan punya pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan matematika. Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan berdasarkan pada: kesesuaian soal dengan indikator kemampuan abstraksi matematis, kesesuaian soal dengan materi ajar SMP kelas VII, dan kesesuaian tingkat kesulitan untuk siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan berdasarkan pada: kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.

Adapun hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka dari kelima orang ahli disajikan pada Tabel 3.29. dan Tabel 3.30.

Tabel 3.29

Hasil Penimbang Validitas Muka Tes Kemampuan Abstraksi Matematis Nomor

Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1

3 1 0 1 1 1

4 1 1 1 1 1

5 1 1 1 1 1

Keterangan: (1) = butir soal valid; (2) = butir soal tidak valid

Penimbang: 1. R.Bambang Aryan S, M.Pd; 2. Ishaq Nuriadin, M.Pd; 3. Rizky Rahman, M.Pd; Arief Budiman Karlan, M.Pd; Betty, M.Pd

Tabel 3.30

Hasil Penimbang Validitas Isi Tes Kemampuan Abstraksi Matematis Nomor

Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1


(30)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

4 0 1 1 1 1

5 1 1 1 1 1

Keterangan: (1) = butir soal valid; (2) butir soal tidak valid

Hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Hasil perhitungan terhadap validitas isi dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.21. di bawah ini.

Tabel 3.31

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Soal Kemampuan Abstraksi Matematis

N 5

Cochran’s Q 4,000a

df 4

Asymp. Sig. 0,406

a.1 is treated as a success

Pada Tabel 3.21., terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,406 atau probabilitas lebih besar dari 0,05. Ini berarti pada taraf signifikansi = 5% H0 diterima, dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tiap butir soal kemampuan pemodelan matematis dari segi validitas muka secara sama atau seragam.

Hasil perhitungan terhadap validitas isi dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.22.

Tabel 3.32

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Soal Kemampuan Abstraksi Matematis

N 5

Cochran’s Q 4,400a

df 4

Asymp. Sig. 0,406

b.1 is treated as a success

Pada Tabel 3.22., terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,171 atau probabilitas lebih besar dari 0,05. Ini berarti pada taraf signifikansi = 5% H0 diterima, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tiap butir soal kemampuan pemodelan matematis dari segi validitas isi secara sama atau seragam.

Selanjutnya, terhadap perangkat soal kemampuan pemodelan matematis diadakan perbaikan seperlunya.


(31)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka serta memadai untuk diujicobakan, kemudian soal kemampuan pemodelan matematis diujicobakan terhadap siswa kelas VIII sebanyak 33 orang, agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini uji kepatutan soal tersebut dilakukan pada siswa yang pernah memperoleh bahan ajar yang disampaikan dalam penelitian.

Selanjutnya, perbaikan beberapa soal berdasarkan saran-saran dari para penimbang.

Soal nomor 1

Penimbang keempat memberi 0 untuk validitas isi, dan menyarankan sebaiknya realistik terlalu banyak membeli wortel dan mentimun, dan yang lainnya memberi 1 baik untuk validitas muka maupun validitas isi.

Soal nomor 2

Semua penimbang memberi 1, baik untuk validitas muka maupun validitas isi.

Soal nomor 3

Perhatikan pernyataan berikut:

Bu Rita seorang pengusaha catering. Suatu ketika Bu Rita mendapat pesanan makanan untuk kebutuhan hajatan di rumah saudaranya. Bahan yang harus dibeli Bu Rita adalah satu karung beras, dua karung wortel dan tiga karung mentimun. Setelah dibawa pulang, Bu Rita merasa wortel yang dibeli kurang. Kemudian Bu Rita membeli lagi sebanyak satu karung wortel. Nyatakan bentuk aljabar harga semua bahan yang dibeli Bu Rita.

Perhatikan persamaan di bawah ini, ubahlah persamaan tersebut ke dalam bentuk yang setara atau ekuivalen.

Persamaan Persamaan yang setara atau ekuivalen

2x + 1 = 5 3x– 4 = 8

2x = 6

Dua buah persegi panjang mempunyai luas yang sama. Persegi panjang yang pertama mempunyai ukuran panjang 2x cm dan lebar 3 cm. Persegi panjang yang kedua mempunyai ukuran panjang y cm dan lebar 6 cm. Bagaimana hubungan antara x dan y. Jelaskan pendapat anda!


(32)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Penimbang kedua, untuk validitas muka memberi 0, dan penimbang yang lainnya memberi 1 baik untuk validitas muka maupun validitas isi.

Soal nomor 4

Penimbang pertama, untuk validitas isi memberi 0, dan penimbang yang lainnya memberi 1 baik untuk validitas muka maupun validitas isi.

Soal nomor 5

Semua penimbang memberi 1, baik untuk validitas muka maupun validitas isi. Perhatikan bentuk aljabar berikut:

2a artinya a + a atau 2a = a + a

3a artinya a + a + a atau 3a = a + a + a

4a artinya a + a + a + a atau 4a = a + a + a + a

. . .

10a artinya a + a + a + ...+ a atau 10a = a + a + a + ... + a

10 suku 10 suku Untuk n bilangan asli lebih dari satu apa artinya na.

Berat tiga buah buku tulis dan satu kilogram susu sama dengan berat enam buah buku tulis. Seperti pada gambar di bawah ini:

Jika setiap buku mempunyai berat yang sama dan berat satu buku x kg. Buatlah persamaan yang menyatakan situasi di atas!

1 Kg


(33)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Selanjutnya, terhadap perangkat soal tes kemampuan abstraksi matematis diadakan perbaikan seperlunya sesuai dengan saran-saran para penimbang. Setelah instrumen dinyatakan sudah memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian diujicobakan terhadap siswa kelas VIII sebanyak 32 orang. Hasil perhitungan reliabilitas, validitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran disajikan pada Tabel 3.33.

Tabel 3.33

Validitas Butir Soal Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Abstraksi Matematis

Nomor Soal

Koefisien

Korelasi (rXY) Validitas thitung Keterangan

1 0,028 Sangat Rendah 0,55 Valid

2 0,834 Sangat Tinggi 3,74 Valid

3 0,651 Tinggi 2,52 Valid

4 0,723 Tinggi 2,00 Valid

5 0,693 Tinggi 3,42 Valid

Reliabilitas instrumen: reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten. Suatu instrumen dikatakan reliabel, jika dalam dua kali atau lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih instrumen yang ekivalen hasilnya akan serupa pada masing-masing pengetesan (Ruseffendi, 2005). Dari hasil perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas r sebesar 0,48. Koefisien ini menurut Guilford tergolong reliabilitas sedang. Perhitungannya terdapat pada lampiran.

Daya pembeda: daya pembeda atau indeks diskriminasi menunjukkan sejauh mana setiap butir soal dapat membedakan siswa yang mampu menguasai materi pembelajaran dengan siswa yang tidak mampu menguasai materi pembelajaran. Tabel 3.24 berikut adalah hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal. Perhitungan terdapat pada lampiran.

Tabel 3.34

Daya Pembeda Soal Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Abstraksi matematis Nomor

Soal

Daya Pembeda

(%) Keterangan


(34)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2 44,4 Baik

3 30,6 Baik

4 16,7 Buruk

5 38,9 Baik

Tingkat Kesukaran: tingkat kesukaran suatu soal menunjukkan apakah soal tersebut tergolong soal yang sukar, sedang, atau mudah. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Tabel 3.35. berikut adalah hasil perhitungan tingkat kesukaran setiap butir soal. Perhitungan terdapat pada lampiran.

Tabel 3.35

Tingkat Kesukaran Soal Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Abstraksi Matematis Nomor

Soal

Tingkat

Kesukaran Keterangan

1 0,58 Sedang

2 0,72 Mudah

3 0,32 Sedang

4 0,67 Sedang

5 0,47 Sedang

Tabel 3.36

Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Tes Kemampuan Abstraksi Matematis Nomor

Soal Validitas

Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

1 Sangat Rendah Sangat Buruk Sedang

2 Sangat Tinggi Baik Mudah

3 Tinggi Baik Sedang

4 Tinggi Buruk Sedang

5 Tinggi Baik Sedang

Dari hasil analisis tes uji coba diperoleh bahwa, validitas butir soal nomor 1 sangat rendah sehingga diperbaiki seperlunya kemudian diujicobakan lagi, soal nomor 2 validitasnya sangat tinggi dan soal nomor 3, 4 dan 5 validitasnya tinggi. Sedangkan untuk reliabilitas soal tergolong sangat tinggi, hal ini ditandai dengan diperolehnya nilai koefisien reliabilitas r sebesar 0,53. Daya pembeda soal untuk soal nomor 1 sangat buruk, nomor 2, 3 dan 5 baik, dan 4 buruk. Tingkat


(35)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

kesukaran soal untuk soal nomor 1, 3, 4, dan 5 sedang, sedangkan nomor 2 mudah. Pada N = 32 dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh ttabel= 0,70 sehingga

hitung

t > ttabel, ini berarti hanya soal nomor 1 yang diperbaiki.

Untuk memperoleh data kemampuan abstraksi matematis, dilakukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal. Kriteria penskoran disajikan pada Tabel 3.37. berikut.

Tabel 3.37.

Pedoman Penskoran Kemampuan Abstraksi Matematis

No. Soal Kriteria Skor

1

Siswa dapat membuat kalimat matematika sesuai dengan

situasi yang diharapkan 4

Siswa dapat membuat kalimat matematika yang mendekati kalimat matematika yang diharapkan atau sebagian kecil masih kurang sesuai dengan yang diberikan

3 Siswa dapat membuat kalimat matematika, namun tidak

sesuai dengan situasi yang diberikan 2 Siswa dapat membuat kalimat matematika, namun tidak

berhubungan dengan kalimat matematika yang diharapkan

1

Siswa tidak menjawab 0

2

Siswa dapat membuat persamaan yang setara 4 Siswa dapat membuat persamaan (Persamaan yang

dibuat cukup lengkap) dan mengarah pada persamaan yang setara

3

Siswa dapat membuat persamaan (Persamaan yang dibuat kurang lengkap) dan mengarah pada persamaan yang setara

2

Siswa tidak dapat membuat persamaan, tetapi ekspresi matematika yang dibuat memuat suku-suku persamaan yang diinginkan

1

Siswa tidak menjawab atau jawaban salah 0

3

Siswa dapat menyatakan hubungan antara x dan y dan memberikan penjelasan yang tepat

4 Siswa dapat menyatakan hubungan antara x dan y tetapi

penjelasan yang diberikan kurang tepat

3 Siswa dapat menyatakan hubungan antara x dan y tetapi

tidak memberikan penjelasan

2 Siswa tidak dapat membuat hubungan antara x dan y 1

Siswa tidak menjawab 0

4 Siswa dapat membuat proses dan generalisasi dengan tepat


(36)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Siswa dapat membuat sebagian besar proses dan generalisasi yang diharapkan

3 Siswa dapat membuat sebagian kecil proses dan

generalisasi yang diharapkan

2 Siswa tidak dapat membuat proses dan generalisasi yang

diharapkan

1

Siswa tidak menjawab 0

5

Siswa dapat membuat persamaan sesuai dengan situasi yang diberikan dengan tepat

4 Siswa dapat membuat persamaan tetapi masih kurang

tepat menggambarkan situasi

3 Siswa dapat membuat persamaan tetapi tidak sesuai

dengan situasi

2 Siswa tidak membuat persamaan 1

Siswa tidak menjawab 0

3. Skala Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika

Motivasi belajar siswa dalam matematika dijaring melalui angket, skala motivasi belajar siswa dalam matematika terdiri atas 40 item pernyataan dengan lima pilihan yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), K (kadang-kadang), J (jarang), dan T (tidak pernah). Instrumen ini diberikan kepada siswa setelah pelaksanaan tes kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis. Setelah instrumen skala motivasi belajar siswa pada matematika dinyatakan layak digunakan, kemudian dilakukan uji coba terhadap 72 siswa. Tujuan uji coba ini untuk mengetahui validitas setiap item pernyataan dan sekaligus untuk menghitung skor setiap pilihan (SS, S, K, J, T) dari setiap pernyataan. Dengan demikian, pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala motivasi belajar siswa dalam matematika ditentukan berdasarkan distribusi jawaban responden, dengan menggunakan cara ini, skor SS, S, K, J, T dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa.

Tabel 3.38.

Hasil Uji Validitas Item Skala Motivasi Belajar Siswa No Korelasi

Pearson

Sig. Kriteria No Korelasi

Pearson

Sig. Kriteria

1 0,459 0,000 Valid 21 0,592 0,000 Valid 2 0,472 0,000 Valid 22 0,456 0,000 Valid 3 0,247 0,038 Valid 23 0,478 0,000 Valid 4 0,536 0,000 Valid 24 0,502 0,000 Valid

5 0,588 0,000 Valid 25 0,541 0,000 Valid 6 0,334 0,004 Valid 26 0,674 0,000 Valid


(37)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

8 0,591 0,000 Valid 28 0,172 0,151 Tidak Valid 9 0,612 0,000 Valid 29 0,404 0,000 Valid 10 0,534 0,000 Valid 30 0,460 0,000 Valid 11 0,593 0,000 Valid 31 0,255 0,032 Valid 12 0,284 0,017 Valid 32 0,732 0,000 Valid 13 0,199 0,099 Tidak Valid 33 0,304 0,010 Valid 14 0,635 0,000 Valid 34 0,408 0,000 Valid

15 0,666 0,000 Valid 35 0,630 0,000 Valid 16 0,191 0,111 Tidak Valid 36 0,583 0,000 Valid

17 0,540 0,000 Valid 37 0,649 0,000 Valid 18 0,332 0,000 Valid 38 0,271 0,022 Valid 19 0,492 0,000 Valid 39 0,699 0,000 Valid 20 0,604 0,000 Valid 40 -0,020 0,867 Tidak Valid

Data hasil uji disajikan pada Tabel 3.28 di atas, diolah dengan mengkorelasikan skor masing-masing item dengan skor total melalui Pearson Correlation. Pengolahan data hasil uji coba menggunakan SPSS Versi 17, dengan

kriteria pengujian, jika Sig. ≥ 0,05 maka item pernyataan valid. Proses

perhitungan validitas butir pernyataan dan skor motivasi belajar siswa secara lengkap terdapat pada lampiran.

Berdasarkan Tabel 3.28., terdapat 4 item pernyataan yang signifikansinya lebih dari 0,05 yaitu pernyataan nomor 13, 16, 28, dan 40, terhadap 4 pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid. Item pernyataan yang tidak valid dibuang (tidak digunakan), sedangkan sisanya sebanyak 36 butir pernyataan dinyatakan valid dan digunakan sebagai instrumen motivasi belajar siswa dalam penelitian. Kisi-kisi dan instrumen motivasi belajar siswa terdapat pada Lampiran. Sedangkan penentuan skor setiap item skala motivasi belajar menggunakan Method of Successive Interval (MSI).

Tabel 3.39.

Skor Setiap Item Skala Motivasi Belajar Siswa No.

Item

Skor No.

Item

Skor

SS S S J T SS S K J T

1 1 2 2 4 4 21 4 2 2 1 1

2 4 3 2 2 1 22 1 1 2 2 3

3 5 3 3 2 1 23 4 3 2 1 1

4 1 2 2 2 4 24 1 1 2 2 3

5 5 4 2 2 1 25 4 3 2 1 1

6 1 2 2 3 4 26 1 2 2 2 4


(1)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

ii). Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii). Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Levene pada taraf konfidensi 95%.

iv). Menentukan kriteria pengujian, jika Sig. >  , maka H0 diterima. c). Uji ANAVA Satu Jalur

Untuk mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, digunakan Anova satu jalur. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menguji perbedaan rerata dengan menggunakan ANAVA satu jalur:

i) Merumuskan hipotesis

ii) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii) Menentukan kriteria pengujian, yaitu jika Sig. > , maka H0 diterima. Dan Jika Sig. ≤  , maka H0 ditolak.

ANAVA hanya melihat ada tidak adanya perbedaan rerata, tidak sampai mengetahui mana yang berbeda signifikan. Jika diantara ketiga kelompok atau lebih diketahui ada perbedaan, maka untuk melihat mana yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Scheffe (Ruseffendi, 2005).

d). Uji Scheffe

Uji Scheffe merupakan uji lanjutan untuk melihat perbedaan rerata yang telah dilakukan dengan ANAVA satu jalur. Berikut langkah-langkah menggunakan uji Scheffe:

i) Merumuskan hipotesis 0

H : Tidak terdapat perbedaan rerata antara ketiga kelompok atau lebih. A

H : Paling tidak ada dua kelompok yang berbeda. ii) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii) Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Scheffe.

vi) Menentukan kriteria pengujian, jika Sig. >  , maka H0 diterima. Dan Jika Sig. ≤ , maka H0 ditolak.


(2)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Uji Kruskal-Wallis adalah uji nonparametrik sebagai pengganti uji ANAVA satu jalur, dilakukan ketika data tidak berdistribusi normal. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menguji perbedaan rerata:

i) Merumuskan hipotesis 0

H : Tidak terdapat perbedaan rerata antara ketiga kelompok atau lebih. A

H : Paling tidak ada dua kelompok yang berbeda. ii) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii) Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis.

iv) Menentukan kriteria pengujian, jika Sig. >  , maka H0 diterima. Dan Jika Sig. ≤ , maka H0 ditolak.

f) Uji ANAVA Dua Jalur

Uji ANAVA dua jalur digunakan untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan level sekolah maupun dengan pengetahuan awal matematika (PAM) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis maupun motivasi belajar siswa. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menguji interaksi:

i) Merumuskan hipotesis 0

H : Tidak terdapat interaksi A

H : Terdapat interaksi

ii) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii) Menentukan uji statistik dengan menggunakan ANAVA dua jalur.

iv) Menentukan kriteria pengujian, jika Sig. >  , maka H0 diterima. Dan Jika Sig. ≤ , maka H0 ditolak.

2. Analisis Data Kualitatif

a. Analisis Data Pengamatan Aktivitas Siswa

Analisis data pengamatan aktivitas siswa bertujuan untuk mengetahui kadar aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan untuk melengkapi temuan


(3)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis, abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa.

b. Analisis Data Hasil Wawancara Siswa

Analisis data hasil wawancara siswa bertujuan untuk mengungkapkan kesalahan yang dilakukan oleh siswa ketika menjawab soal kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta angket motivasi belajar siswa.

Keterkaitan antara masalah, hipotesis, kelompok data, dan jenis uji statistik yang digunakan dalam analisis data disajikan dalam Tabel 3.42.

Tabel 3.42

Keterkaitan antara Masalah, Hipotesis, Kelompok Data, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan dalam Analisis Data

Masalah Nomor

Hipotesis

Kelompok Data

Jenis Uji Statistik

Perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa

antara yang memperoleh PKK, PK, dan PB. 1, 2

P-PKK P-PK P-PB ANAVA Satu Jalur, Uji Scheffe Interaksi antara kelompok model

pembelajaran (PKK, PK, PB) dan level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis. 3, 4 PI-PKK PS-PKK PI-PK PS-PK PI-PB PS-PB ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara kelompok model pembelajaran (PKK, PK, PB) dan

pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam pencapaian dan peningkatan

kemampuan pemodelan matematis. 5, 6

PA-PKK PT-PKK PB-PKK PA-PK PT-PK PB-PK PA-PB PT-PB PB-PB ANAVA Dua Jalur

Perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa antara

yang memperoleh PKK, PK, dan PB. 7, 8

A-PKK A-PK A-PB ANAVA Satu Jalur, Uji Scheffe Interaksi antara kelompok model

pembelajaran (PKK, PK, PB) dan level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis. 9, 10 AI-PKK AS-PKK AI-PK AS-PK AI-PB AS-PB ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara kelompok model 11, 12 AA-PKK AT-PKK

ANAVA Dua


(4)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis.

AB-PKK AA-PK AT-PK AB-PK AA-PB AT-PB AB-PB Jalur

Perbedaan pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa dalam matematika

antara yang memperoleh PKK, PK, dan PB. 13, 14

M-PKK M-PK M-PB ANAVA Satu Jalur, Uji Scheffe Interaksi antara kelompok model

pembelajaran (PKK, PK, PB) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa dalam matematika. 15, 16 MI-PKK MS-PKK MI-PK MS-PK MI-PB MS-PB ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara kelompok model pembelajaran (PKK, PK, PB) dan

pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) terhadap pencapaian dan peningkatan

motivasi belajar siswa dalam matematika. 17, 18

MA-PKK MT-PKK MB-PKK MA-PK MT-PK MB-PK MA-PB MT-PB MB-PB ANAVA Dua Jalur

Korelasi antara kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis,

dan motivasi belajar 19, 20, 21

KPM KAM MB Uji Korelasi Pearson, Spearman

G. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu mengidentifikasi masalah penelitian, pembuatan proposal penelitian, mengikuti seminar proposal, dan perbaikan proposal hasil seminar.

2. Tahap Pembuatan dan Uji Coba Instrumen, serta Pembuatan Bahan Ajar Pada tahap ini peneliti menyusun instrumen penelitian berupa tes kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta skala sikap motivasi belajar siswa. Setelah pemeriksaan instrumen oleh pembimbing, kemudian dilakukan uji coba instrumen. Hasil uji coba tersebut kemudian dianalisis. Dari hasil analisis


(5)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

dipilih item-item tes yang memenuhi validitas dan reliabilitas, selanjutnya instrumen siap untuk dipergunakan sebagai alat ukur. Selain itu peneliti menyusun perangkat pembelajaran, bahan ajar, dan alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran di kelas eksperimen.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan berikut: memilih SMP dan menetapkan populasi dan sampelnya; mengurus surat ijin penelitian; memperkenalkan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual kolaboratif kepada guru-guru matematika dan desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian; membuat kesepakatan bersama dengan guru matematika yang akan terlibat dalam penelitian, mengenai waktu dan jadwal pelajaran. Sebelum pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu diadakan tes pengetahuan awal matematika, tes ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran.

Kegiatan selanjutnya adalah pemberian pretes kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta angket motivasi belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilanjutkan dengan proses pembelajaran, setelah kegiatan pembelajaran selesai dilakukan postes kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis siswa serta pemberian angket skala motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan tujuan untuk melihat hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Lembar pengamatan aktivitas siswa dilakukan pada setiap pembelajaran dibantu oleh dua orang observer.

4. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data (data yang diperoleh dari tes PAM, pretes, postes, angket dan lembar observasi serta hasil wawancara siswa), kemudian dianalisis untuk menguji dan menjawab permasalahan dalam penelitian ini, dan dilanjutkan dengan pembuatan laporan hasil penelitian.

Gambar 3.3 berikut ini merupakan rangkuman tahapan alur kerja penelitian yang dilakukan:

Tahap Persiapan: Identifikasi Masalah, Pembuatan Proposal, Seminar Proposal, Perbaikan dll


(6)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian

Pembuatan dan validasi Instrumen, Uji Coba Instrumen, Pembuatan Bahan Ajar, LKS, dan RPP.

Pemilihan Subyek Penelitian

Kelas Eksperimen 1

Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif

Kelas Kontrol

Pembelajaran Biasa

Postes, dan Skor Sikap

Observasi Observasi

Data

Temuan Analisis

Data

Kelas Eksperimen 2

Pretes

Pretes Pretes

Pembelajaran Kontekstual

Observasi