Efektivitas Behaviour Skill Training untuk Meningkatkan Asertivitas pada Korban Bullying Chapter III V

43

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental,
yaitu metode yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan
terhadap variabel tergantung. Dalam penelitian ini yaitu mengetahui efektivitas
pemberian behaviour skill training untuk meningkatkan asertivitas. Desain yang
digunakan adalah time series design (pengukuran berulang) (Seniati, 2011).

A. Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
tergantung. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbul dan
berubahnya variabel tergantung, sedangkan variabel tergantung adalah variabel
yang mengalami perubahan akibat adanya variabel bebas. Variabel penelitian
pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Adapun yang menjadi
variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung


: asertivitas

2. Variabel bebas

: behaviour skill training

43

Universitas Sumatera Utara

44

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
1. Asertivitas
Kemampuan korban bullying untuk berespon dengan tepat ketika
menghadapi situasi bullying, yaitu kemampuan berkata “Tidak” ketika
berada dalam tekanan, kemampuan meninggalkan situasi bullying ketika
menghadapi maksimal tiga orang pelaku, dan kemampuan menampilkan
bahasa tubuh yang menunjukkan rasa percaya diri ketika berhadapan
dengan pelaku bullying. Asertivitas ini diukur dengan menggunakan skala

yang disusun berdasarkan enam indikator asertivitas (Alberti dan
Emmons, 1995).
Tabel 3.1. Penjelasan indikator asertivitas
No.
Indikator-indikator Asertivitas
mpu menjadikan lawan bicara pada kedudukan yang sama dengan
dirinya, sehingga kedua belah pihak memiliki kemungkinan
untuk mendapatakan keuntungan dan tidak ada yang merasa
kalah.
mpu membuat dan percaya pada keputusan sendiri terkait dengan
karir, hubungan, gaya hidup dan jadwal kegiatan
nisiatif dalam berinteraksi, termasuk menghindari kemungkinan
terjadinya kekerasan.
mpu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
pendapat orang lain.
mpu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan dengan cara yang tepat tanpa ada perasaan
cemas yang berlebihan.
respon secara tepat perilaku yang melanggar hak dirinya sendiri
ataupun orang lain.


Skor asertivitas pada korban bullying diperoleh dari total skor seluruh aspek
dari skala asertivtas yang menunjukkan tingkat asertivitas korban. Semakin tinggi
skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat asertivitas korban bullying.

44

Universitas Sumatera Utara

45

Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh, maka semakin rendah juga
tingkat asertivitas korban bullying.
2. Behaviour Skill Training
Behaviour skill training adalah kegiatan belajar atau metode untuk

meningkatkan kemampuan asertivitas korban bullying yang meliputi teknik
membuat pernyataan asertif, melawan manipulasi dan ancaman, merespon nama
panggilan, meninggalkan situasi bullying, mencari dukungan dari orang sekitar,
dan tetap tenang dalam situasi menekan. Metode ini dilakukan dengan 4 tahapan

yang terdiri dari tahap pertama yaitu instruction, fasilitator mempresentasikan
teknik asertivitas kepada subjek terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan ke tahap
dua yaitu modeling, pada tahap ini fasilitator memperlihatkan video mengenai
teknik asertivitas yang dipresentasikan sebelumnya. Lalu tahap ke tiga yaitu role
play, pada tahap ini subjek diminta untuk mempraktekkan teknik asertivitas

seperti dalam video. Dan yang terakhir pada tahap empat yaitu feedback, dimana
fasilitator dan subjek lainnya memberikan saran atau pujian kepada subjek yang
telah mempraktekkan teknik asertivitas yang diajarkan.

C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam peneletian ini adalah time series design
yaitu desain penelitian yang menggunakan pengukuran berulang baik sebelum
diberikan perlakuan maupun sesudah diberikan perlakuan untuk melihat efek dari
perlakuan. Desain ini hanya menggunakan satu kelompok saja yaitu kelompok
eksperimen tanpa kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan, kelompok

45

Universitas Sumatera Utara


46

eksperimen terlebih dahulu dilakukan pengukuran untuk mengetahui skor
asertivitas korban bullying sebanyak dua kali, kemudian diberikan perlakuan
(treatment) dengan memberikan behaviour skill training dan setelah itu dilakukan
pengukuran kembali untuk mengetahui perubahan skor asertivitas tersebut
sebanyak dua kali pula (Seniati, 2011). Berikut adalah tabel desain penelitian
dalam penelitian ini :

O1  O2  Treatment (X)  O3  O4
Gambar 3.1. Skema Desain Penelitian
Keterangan:
O1 O2 :
X
:
O3 O4 :

Pengukuran sebelum perlakuan
Perlakuan dengan memberikan behaviour skill training

Pengukuran sesudah perlakuan

Hal pertama yang dilakukan adalah menetapkan kelompok yang akan
dijadikan sebagai kelompok eksperimen. Sebelum diberi perlakuan, pada
kelompok eksperimen dilakukan pengukuran untuk mengetahui skor asertivitas
sebanyak dua kali dengan jarak waktu 7 hari dari pengukuran pertama ke
pengukuran kedua untuk mengurangi efek belajar pada subjek, kemudian
dilanjutkan dengan memberikan perlakuan berupa behaviour skill training pada
kelompok eksperimen dengan tujuan meningkatkan asertivitas. Perlakuan yang
diberikan kepada kelompok eksperimen perlakuan selama satu minggu. Setelah
diberi perlakuan dan diberikan tenggang waktu selama 7 hari, pada kelompok
tersebut dilakukan pengukuran kembali yaitu pengukuran ketiga dan pengukuran

46

Universitas Sumatera Utara

47

keempat, jarak waktu yang diberikan untuk pengukuran tiga dan empat adalah 8

hari, sehingga diperoleh selisih skor dari masing-masing pengukuran.

D. Subjek Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Adapun gambaran karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:
1. Korban bullying usia 11 tahun - 14 tahun
2. Mengalami bullying minimal selama sebulan
3. Mendapat perlakuan bullying minimal satu kali seminggu
4. Belum pernah menerima intervensi terkait pengalaman bulying yang dialami
5. Asertivitas rendah
2. Seleksi Subjek Penelitian
Terlebih dahulu dilakukan screening pada remaja sebanyak 100 orang di
lingkungan X Medan dengan memberikan Bully-Victim Questionnaire Revised
yang dibuat oleh Dan Olweus pada tahun 1996 (dalam Rosyalinda, 2013). Setelah
diberikan Bully-Victim Questionnaire diperoleh 32 orang remaja yang
teridentifikasi menjadi korban bullying. Kepada 32 orang remaja tersebut
diberikan skala asertivitas untuk menentukan remaja mana saja yang bisa
mengikuti treatment yang akan dilakukan dengan ketentuan yang memiliki skor
asertivitas rendah (≤ 45). Dari hasil skor asertivitas yang didapat, diperoleh 6
orang remaja dengan skor asertivitas rendah dan bersedia menjadi subjek

penelitian.

47

Universitas Sumatera Utara

48

3. Lokasi Penelitian
Pelatihan dilakukan di dalam ruangan aula milik forum masyarakat di
lingkungan X kota Medan yang berukuran kurang lebih 5x6 meter dan cukup
menampung untuk aktivitas peserta pelatihan yang berjumlah kurang lebih enam
orang. Selain itu kondisi ruangan juga cukup nyaman dengan pencahayaan yang
cukup terang serta ventilasi yang cukup memadai sehingga dapat membantu
proses pelatihan menjadi lebih optimal.
Cara penataan ruangan pelatihan disusun menggunakan U-Shape yaitu
peserta duduk dengan posisi membentuk huruf U dan fasilitator berdiri di depan
kelas. Penataan ruangan ini dimaksudkan untuk memudahkan setiap peserta
mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperhatikan materi dan peneliti
serta memudahkan peneliti untuk memperhatikan setiap peserta.


E. Alat Ukur Penelitian
1. Bully-Victim Questionnaire Revised
Alat ukur yang akan digunakan yaitu Olweus Bully-Victim Questionnaire
Revised yang dibuat oleh Dan Olweus pada tahun 1996. Reliabilitas dari alat

ukur ini sudah teruji sebesar 0,90. Peneliti menggunakan kuesioner ini sebagai
alat untuk menscreening remaja yang menjadi korban bully. Kuesioner
tersebut bertujuan untuk melihat indikasi keterlibatan dan pengalaman
seseorang dalam situasi bullying (diantaranya mengejek, agresi fisik,
menyebarkan isu, dikucilkan secara sosial, mencuri, dan mengancam), yang

48

Universitas Sumatera Utara

49

meliputi durasi, frekuensi, serta reaksi dari teman sekelas dan pengawas
sekolah terhadap perilaku bullying dan victimization.

2. Skala Asertivitas
Alat ukur yang digunakan pada tahap ini yaitu skala Asertivitas yang
disusun oleh peneliti. Indikator perilaku item-item kuesioner berdasarkan pada
teori enam indikator asertivitas menurut Sharp & Cowie (1994) yang telah
dikembambangkan oleh Alberti & Emmons (1995).
Skoring skala asertivitas menggunakan model Likert. Pada pengisian skala
asertivitas subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu
dari lima alternatif jawaban yang tersedia, yaitu Tidak Pernah (TP), Jarang (JR),
Kadang-kadang (KD), Sering (SR), Sangat Sering (SSR). Masing-masing aitem
diberi bobot nilai berdasarkan pernyataan Favourable atau Unfavourable.
Favourable artinya bentuk pernyataan mendukung gejala yang akan diungkap,

dan sebaliknya unfavourable artinya pernyataan tersebut tidak mendukung gejala
yang akan diungkap. Penilaian untuk aitem favourable yakni 1=TP, 2=JR, 3=KD,
4=SR, 5=SSR. Sedangkan untuk aitem unfavourable yakni 5=TP, 4=JR, 3=KD,
2=SR, 1=SSR.

49

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 3.2 Blue Print Distribusi Aitem Skala Asertivitas
Aspek-aspek Asertivitas
Aitem
Total Bobot (%)
mpu menjadikan lawan bicara pada
14,
1
5%
kedudukan yang sama
mpu membuat &percaya pada
3, 19,
2
10%
keputusan sendiri
nisiatif
7, 8, 13, 15
4
20%
mpu menolak
1
5%
mpu
menyatakan
perasaan
1, 2, 6, 10, 18
5
25%
senang/tidak senang
respon secarr tepat
4, 5, 11, 12, 16, 17, 20
7
35%
Total
20 100%

3. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur
a.1. Uji Validitas
Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam
menjalankan fungsi pengukuran. Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat ukur
tersebut dapat memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan maksud dan
tujuan diadakannya pengukuran. Uji validitas Kuesioner Penilaian Peserta dan
Kuesioner Asertivitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan content
validity, yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian isi tes dengan
professional judgement (Goodwin, 2010), oleh dua orang psikolog klinis anak.

a.2 Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atribut dengan yang
tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan adalah
dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

50

Universitas Sumatera Utara

51

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor total alat ukur.
Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan
dengan menggunakan koefisien korelasi pearson product moment (Azwar, 2002).
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for
windows.

Besarnya koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0 sampai dengan 1.
Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefiien korelasinya semakin
mendekati 1 (Azwar, 2001). Batasan nilai indeks daya beda aitem dalam
penelitian ini adalah 0,3.
b. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas merujuk pada konsistensi atau kesamaan hasil pengukuran,
jika alat ukur tersebut digunakan oleh orang dan waktu yang berbeda. Semakin
koefisien

reliabilitasnya

mendekati

angka

+1,00,

maka

semakin

baik

reliabilitasnya (Azwar, 2006).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes pada sekelompok
individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang praktis, ekonomis, dan
memiliki efisiensi yang tinggi (Azwar, 2002). Teknik yang digunakan untuk
pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha
Cronbach. Untuk menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS
versi 16.0 for windows.

51

Universitas Sumatera Utara

52

c. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur dilakukan pada 32 orang remaja. Hal ini dikarenakan
sedikitnya jumlah remaja korban bullying yang diperoleh. Skala asertivitas uji
coba berisi 20 aitem. Adapun distribusi aitem-aitem dalam skala asertivitas pada
saat uji coba dijelaskan pada tabel 3.3 Distribusi Aitem Skala Asertivitas pada
saat Uji Coba di bawah ini;
Tabel 3.3 Distribusi Aitem Skala Asertivitas pada saat Uji Coba
Aspek-aspek Asertivitas
Aitem
Total
Favourable
Unfavourable
mpu menjadikan lawan bicara
1
pada kedudukan yang sama
mpu membuat &percaya pada
3, 19
2
keputusan sendiri
nisiatif
8, 13
7, 15
4
mpu menolak
1
mpu
menyatakan
perasaan
1, 2, 10
6, 18
5
senang/tidak senang
respon secara tepat
4, 5, 11, 12
16, 17, 20
7
otal
13
7
20

Setelah dilakukan uji coba, dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows
maka diperoleh uji daya beda aitem dan reliabilitas dengan koefisien alpha
keseluruhan aitem sebesar 0,83. Dari 20 aitem yang diuji terdapat 13 aitem yang
valid dengan nilai r yang bergerak dari 0,301 sampai 0,733. Sedangkan 7 aitem
dinyatakan gugur.

52

Universitas Sumatera Utara

53

Tabel 3.4 Distribusi Aitem Skala Asertivitas setelah Uji Coba
Aspek-aspek Asertivitas
Aitem
Total
Favourable
Unfavourable
mpu menjadikan lawan bicara pada
1
kedudukan yang sama
mpu membuat &percaya pada
1
keputusan sndr
nisiatif
1
mpu menolak
1
mpu
menyatakan
perasaan
1, 2, 10
4
senang/tidak senang
respon secara tepat
4, 5, 11, 12
17,
5
otal
11
2
13

Aitem yang valid sebanyak 13 butir yang seluruhnya digunakan dalam
pengambilan data, sebelum dilakukan pengambilan data, aitem-aitem tersebut
disusun kembali ke dalam skala asertivitas.

F. Alat Bantu Pengumpulan Data
Selain menggunakan alat ukur di atas, peneliti juga menggunakan metodemetode pengumpulam data sebagai berikut :
1. Lembar Kerja Subjek
Pada penelitian ini lembar kerja yang diberikan pada subjek berupa tugas-tugas
harian selama subjek mengikuti pelatihan, dengan tujuan mengetahui kemampuan
asertivitas subjek saat berada di situasi bullying yang disetting pada saat pelatihan.
Serta tugas yang berisi pemahaman mengenai teknik asertivitas yang diajarkan
dan penilaian subjek terhadap pelatihan. Selain itu, subjek juga diminta untuk
menuliskan diary yang berisi pengalaman, perasaan serta perilaku asertivitas yang
ditampilkan pada situasi bullying di sekolah.

53

Universitas Sumatera Utara

54

2. Observasi
Observasi merupakan data pendukung untuk menjelaskan bagaimana
reaksi adan keaktifan anak selama proses pelatihan. Observasi dilakukan saat
subjek penelitian melakukan role play dan mendiskusikan mengenai pengalaman
mereka saat mendapat perlakuan bullying. Perilaku yang diamati saat pelatihan
berlangsung adalah respon dan perilaku asertivitas subjek pada situasi bullying
yang di setting saat pelatihan.

G. Subjek Penelitian Berdasarkan Kategorisasi Skor Asertivitas
Pada penelitian ini, kategorisasi skor asertivitas yang digunakan adalah
kategorisasi jenjang (ordinal). Tujuan kategorisasi ini adalah untuk menempatkan
individu ke dalam kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang menurut
kontinum berdasarkan atribut yang diukur (yakni asertivitas).
Kategorisasi asertivitas dapat diperoleh melalui uji signifikansi perbedaan
mean empirik dengan mean teoritik. Skala asertivitas terdiri dari 13 aitem dengan
5 pilihan jawaban yang nilainya bergerak 1 sampai dengan 5, sehingga diperoleh
nilai maximum sebesar 13 x 5 = 65 dan nilai minimum 13 x 1 = 13. Perbandingan
mean empirik dan mean teoritik asertivitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini;
Tabel 3.5 Mean Empirik dan Mean Hipotetik Asertivitas
inimum
aksimum
ean
Std. Deviasi

Data
Teoritik

13

65

39

8.67

Empirik

31

71

54.59

12.45

54

Universitas Sumatera Utara

55

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh mean teoritik sebesar 39 dengan
standar deviasi 8.67. sedangkan dari hasil data penelitian diperoleh nilai
maksimum 71 dan nilai minimum 31 dengan mean empirik sebesar 54.59 dan
standar deviasi 12.45. perbandingan antara mean empirik dengan mean teoritik
menunjukkan nilai mean empirik yang lebih tinggi dari mean teoritik (54.59 >
39), yang berarti bahwa secara umum asertivitas pada subjek penelitian lebih
tinggi daripada asertivitas populasi pada umumnya.
Selanjutnya subjek akan digolongkan ke dalam 2 kategorisasi yaitu tinggi
dan rendah. Kategorisasi tingkat asertivitas dilakukan dengan menggunakan batas
kisaran skor atau fluktuasi skor mean. Peneliti terlebih dahulu menghitung
standard error of measurement dengan rumusan:

Se = Sx √ (1-rxx’)
Se = Standard errror measurement
Sx = Standar deviasi
rxx’ = Koefisien reliabilitas
Dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0 for windows,
didapatkan:
Se = 4.890
Selanjutnya, penghitungan fluktuasi skor asertivitas dengan:
X ± Z α/2 (Se)
X ± 1.960 (4.890)
X ± 9.58 atau dibulatkan menjadi 9

55

Universitas Sumatera Utara

56

Pada penelitian ini, mean skor adalah 54.59 atau dibulatkan menjadi 54.
Maka batas skor untuk kategori tinggi dimulai dari skor 54 + 9 = 63, sedangkan
batas skor untuk kategori rendah 54 – 9 = 45. Kategorisasi asertivitas dapat dilihat
pada tabel 3.6 di bawah ini:
Tabel 3.6 Kategorisasi Skor Asertivitas
Rentang Nilai
Kategori
X ≤ 45

Rendah

46 ≤ X ≤ 62

Sedang

X ≥ 63

Tinggi

Berdasarkan tabel di atas, individu yang memperoleh skor 63 pada skala
dapat didiagnosis memiliki asertivitas yang tinggi, sedangkan individu yang
memiliki skor 45 dapat dikatakan memiliki asertivitas yang rendah. Dan individu
dengan skor 46 – 62 dikatakan sedang.

H. Prosedur/ Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan penelitian
Tahap persiapan terdiri dari dua hal. Pertama, yaitu mengidentifikasi
permasalahan, yang dilakukan melalui wawancara terhadap orangtua, guru di
sekolah dan satu orang korban bullying yang merupakan siswi SMP, selain itu
juga diberikan skala bullying yang sudah diadaptasi oleh peneliti sebagai
screening subject. Setelah didapat beberapa anak yang positif menjadi korban
bullying kemudian diberikan skala asertivitas untuk melihat anak-anak mana saja

56

Universitas Sumatera Utara

57

yang bisa dijadikan subjek karena memiliki asertivitas yang rendah. Hasil yang
didapatkan selanjutnya digunakan sebagai landasan perancangan program
pelatihan yang terdiri dari tujuan pelatihan, metode pelatihan, dan materi
pelatihan. Identifikasi permasalahan dilakukan untuk menggali, menentukan, dan
mendefinisikan secara tepat kebutuhan yang akan dipenuhi melalui pelatihan.
Identifikasi permasalahan dilakukan pada guru BK di dua SMP lingkungan X,
orangtua anak yang menjadi korban bully, serta satu siswi SMP yang mengalami
perlakuan bullying selama beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan proses identifikasi masalah yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa beberapa remaja korban bullying di lingkungan X cenderung
berespon pasif ketika di bully, misalnya dengan diam atau menangis. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mereka mengenai respon-respon yang
sebaiknya ditampilkan untuk menghentikan perlakuan tidak menyenangkan dari
teman. Untuk itu, perlu adanya program pelatihan yang dapat mengajarkan
mereka teknik untuk menghadapi pelaku bullying, yaitu melalui teknik-teknik
asertivitas.
Kedua, Setelah melakukan identifikasi permasalahan dan melakukan
analisis terhadap hasil tersebut, maka dilakukan perancangan Program Pelatihan
yang akan dilaksanakan dengan menggunakan metode behaviour skill training,
yang didalamnya terdapat empat prosedur (modeling, instruksi, latihan, feedback)
yang akan digunakan di setiap sesi pelatihan untuk membantu subjek mempelajari
teknik-teknik asertivitas (Miltenberger, 2012).

Dimana

metode tersebut

merupakan salah satu teknik dari terapi perilaku, yang merupakan salah satu

57

Universitas Sumatera Utara

58

bentuk dari pelatihan keterampilan sosial. Teknik asertivitas yang akan diajarkan
menggunakan pendekatan behavioristik, dengan penekanannya pada prinsipprinsip belajar untuk membantu remaja korban bullying dalam mengubah respon
yang pasif ketika menghadapi pelaku bullying (Corey, 1996). Subjek diharapkan
terlibat dalam tindakan-tindakan spesifik untuk mempelajari dan melatih teknikteknik asertivitas ketika dihadapkan pada berbagai situasi bullying.
2.

Tahap pelaksanaan penelitian
Pada tahap ini, akan dilakukan 8 sesi pelatihan yang mewakili teknik-

teknik asertivitas yang dibutuhkan oleh remaja korban bullying. Sesi 1 dan 2
dilakukan pada pertemuan pertama, bersamaan dengan pengambilan data (skala
asertivitas) untuk pengukuran kedua. Sesi 3 dan 4 dilakukan pada pertemuan 2,
sesi 5 dan 6 dilakukan pada pertemuan 3, dan sesi 7 dilakukan pada pertemuan ke
4. Setelah diberikan jarak waktu kurang lebih seminggu setelah dari pertemuan 4,
dilakukan pertemuan ke 5 yaitu sesi 8 untuk mengambil data kembali (skala
asertivitas) pada pengukuran ketiga.
Setelah mengikuti pelatihan, subjek diminta mengisi diary mengenai
perlakuan bullying yang mungkin mereka alami selama dua minggu. Setiap satu
minggu sekali, fasilitator dan subjek akan mendiskusikan kejadian-kejadian
tersebut secara individual.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh dari
behaviour skill training untuk meningkatkan asertivitas pada korban bullying.

Oleh karena tujuan pelatihan ini adalah agar korban bully mampu menerapkan

58

Universitas Sumatera Utara

59

teknik-teknik yang diajarkan ketika dihadapkan pada situasi bullying, maka
perubahan tersebut dapat diketahui melalui evaluasi kuantitatif dan evaluasi
kualitatif. Evaluasi kuantitatif dapat dilihat dari perbedaan skor kuesioner
asertivitas subjek penelitian pada saat pengukuran 1 dan 2 sebelum diberikan
perlakuan dengan pengukuran 3 dan 4 setelah diberikan perlakuan. Selain itu juga
dilakukan evaluasi hasil dengan melihat lembar kerja subjek dan observasi untuk
memperoleh gambaran mengenai perilaku subjek pada saat sebelum dan setelah
intervensi dilakukan.

59

Universitas Sumatera Utara

60

I. Rancangan Intervensi
Tabel 3.7 Blueprint MODUL ASERTIVITAS
Pertemuan
I
60 Menit

Sesi
1

Tahapan
Pembukaan

Perkenalan

Kegiatan
 Mengucapkan terima kasih atas
kehadiran peserta
Menjelaskan
latar
belakang
pelatihan
Menjelaskan tujuan umum dari
pelatihan
 Fasilitator maupun subjek penelitian
mengisi lembar identitas
 Ice Breaking

Kontrak Pelatihan

Pengukuran awal

50 Menit

2

Pelatihan Teknik 1

 Meminta persetujuan peserta
 Menjelaskan harapan-harapan yang
bisa didapatkan peserta selama
pelatihan
 Memberikan
lembar
kuesioner
pretes
 Memberikan penjelasan mengenai
pesan verbal yang asertif

Tujuan
 Membangun
hubungan
 Peserta memahami
tujuan pelatihan
 Agar peneliti &
peserta
saling
mengenal
 Mencairkan
suasana
 Agar
peserta
memahami
rangkaian kegiatan
pelatihan
 Mengukur
asertivitas peserta
sebelum pelatihan
 Memahami teknik
yang
digunakan

Metode
Ceramah

Interaksi dua arah

Best hand forward
games

Diskusi

-

Ceramah

60

Universitas Sumatera Utara

61






II
60 Menit

3

Pelatihan Teknik 2

Pemutaran video
Role play
Feedback
Pengukuran terhadap teknik yang
dipelajari

 Memberikan penjelasan mengenai
teknik berkata tidak
 Pemutaran video
 Role play
 Feedback
 Pengukuran terhadap teknik yang
dipelajari
 Ice Breaking

50 Menit

4

Pelatihan Teknik 3

 Memberikan penjelasan mengenai
teknik fogging
 Memberikan penjelasan mengenai
teknik positif self-talk

dalam
membuat
pernyataan asertif
 Sejauhmana
peserta memahami
teknik yg sdh
diajarakan
 Memahami teknik
yang
digunakan
dalam manipulasi
dan ancaman
 Sejauhmana
peserta memahami
teknik yg sdh
diajarakan
 Membangun
semangat
dan
menjaga
konsentrasi peserta
 Memahami teknik
yang
dapat
digunakan dalam
merespon
nama

Menonton
Role play
Diskusi
-

Ceramah
Menonton
Role play
Diskusi
-

Strip seven games

Ceramah

61

Universitas Sumatera Utara

62






III
60 Menit

5

Pelatihan Teknik 4

Pemutaran video
Role play
Feedbak
pengukuran terhadap teknik yang
dipelajari

 Memberikan penjelasan mengenai
teknik keluar dari situasi bullying
 Pemutaran video
 Role play
 Feedback
 Pengukuran terhadap teknik yang
dipelajari
 Ice Breaking

50 Menit

6

Pelatihan Teknik 5

 Memberikan penjelasan mengenai
langkah-langkah untuk meminta
bantuan teman atau guru
 Pemutaran video

panggilan
 Sejauhmana
peserta memahami
teknik yg sdh
diajarakan
 Memahami teknik
yang
digunakan
dalam
meninggalkan
situasi bullying

 Sejauhmana
peserta memahami
teknik yg sdh
diajarakan
 Membangun
semangat
dan
menjaga
konsentrasi
 Memahami teknik
yang
digunakan
dalam
mencari
dukungan
orang

Menonton
Role play
Diskusi
-

Ceramah
Menonton
Role play
Diskusi
-

Duck games

Ceramah

Menonton

62

Universitas Sumatera Utara

63

 Role play
 Feedback

 Pengukuran terhadap teknik yang
dipelajari

IV
70 Menit

7

Pelatihan Teknik 6

 Memberikan penjelasan mengenai 3
strategi manajemen stres dan
relaksasi
 Role play
 Feedback
 Pengukuran terhadap teknik yang
dipelajari
 Memberikan
lembar
kuesioner
pengkuran (setelah 7 hari)

V
30 Menit

8

Follow-up

 Memberikan
lembar
kuesioner
pengukuran (setelah 8 hari)

sekitar

Role play
Diskusi

 Sejauhmana
peserta memahami
teknik yg sdh
diajarakan
 Memahami teknik
yang
dapat
digunkaan dalam
menghadapi situasi
tertekan

 Sejauhmana
peserta memahami
teknik yg sdh
diajarakan
 Mengukur
asertivitas peserta
setelah pelatihan
 Mengukur
asertivitas peserta
setelah pelatihan

-

Ceramah
Menonton
Diskusi

-

-

-

63

Universitas Sumatera Utara

64

J.

Kriteria Keberhasilan Program Intervensi
Kriteria keberhasilan dari program intervensi ini adalah adanya

peningkatan skor total asertivitas dari tiap pengukuran, sebelum pemberian
intervensi dan setelah pemberian intervensi.
K. Metode Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Friedman’s
ANOVA, yaitu untuk menguji perbedaan skor yang kondisinya lebih dari dua
pengukuran dengan subjek yang sama, dimana semua subjek dilibatkan disetiap
pengukuran (Field, 2009).

Universitas Sumatera Utara

65

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas 1 dan 2 yang di bully oleh
teman maupun kakak kelas di sekolah. Berdasarkan karakteristik subjek yang
telah ditentukan sebelumnya pada Bab III, diperoleh 6 orang siswa yang
memenuhi kriteria subjek. Namun berjalannya pelatihan, 1 orang subjek dianggap
gugur karena tidak hadir pada hari pelatihan, sehingga jumlah subjek yang
terpakai hanya 5 subjek. Gambaran mengenai ke 5 subjek penelitian dapat dilihat
pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Gambaran Subjek
Usia
Jenis Bullying
12 Bully verbal dan relasi

No
1

Subjek
A

JK
P

2

B

L

12

Bully fisik

3

C

P

12

Bully verbal dan relasi

4

D

P

13

Bully verbal

5

E

L

13

Bully verbal

Frekuensi
1-2 kali
seminggu
2-3 kali
seminggu
3 kali
seminggu
3 kali
seminggu
2-3 kali
seminggu

Durasi
1bulan
1bulan
1bulan
1bulan
1bulan

1. Subjek A
Subjek A merupakan anak berprestasi yang duduk di kelas unggulan. Dari sekolah
dasar A memang merupakan siswa berprestasi yang selalu mendapat juara kelas.
Bullying yang A terima terjadi semenjak ia masuk ke sekolah menengah pertama

yang dilakukan oleh teman sekelasnya. Bentuk bully yang ia terima berupa ejekan

Universitas Sumatera Utara

66

secara verbal dan relasi yang dilakukan oleh temannya bernama Z. Teman A yang
bernama Z sangat sering mengejek A kalau A tidak memberi contekan kepadanya,
selain itu semua teman satu kelas A juga akan dihasut untuk tidak lagi berteman
dengan A karena A adalah anak yang pelit jawaban. Menurut A ia selalu
memberikan jawabannya kalau Z atau teman lain memintanya, namun saja Z
sering keterlaluan yaitu dengan menyuruh A mengerjakan tugas-tugasnya sampai
selesai dan tidak boleh ada yang salah. A sangat tertekan dengan perlakuan yang
ia terima dari Z, namun tidak berani untuk melawannya. Z merupakan anak yang
badannya paling besar di kelas, dengan kulit yang hitam dan ayahnya yang juga
terkenal sangat galak di daerah rumahnya membuat A sangat menakuti Z.
Menurut ibu dan kakak, perilaku A berubah menjadi anak yang lebih pendiam dan
selalu menjadi siswa pertama yang datang ke sekolahnya. Sebelumnya A
merupakan anak yang periang dan banyak bercerita. Namun, setelah masuk SMP
dan duduk di kelas unggulan, ia lebih banyak menyendiri di dalam kamar bersama
buku PR nya. Setiap pagi A biasanya akan terus meminta ibu agar mengantarkan
ia lebih awal dengan alasan takut terlambat. Selain menajdi siswa yang pertama
datang ke sekolah, ia juga merupakan siswa yang paling lama pulang dari sekolah.
Beberapa kali A juga sering mual-mual jika mau berangkat ke sekolah.
Setelah mengetahui A merupakan korban bullying yang dilakukan oleh Z, kakak
menjadi lebih protectif dan sering menemani A ke sekolah. Namun, hal tersebut
tidak menyelesaikan masalah, sebab A tetap berespon pasif ketika mendapat
perlakuan bully dan Z masih saja menghasut teman-teman lain untuk tidak
berteman dengan A.

Universitas Sumatera Utara

67

2. Subjek B
Subjek B merupakan remaja laki-laki berusia 12 tahun yang duduk di kelas I
sekolah menengah pertama. B bertubuh kurus dan lebih kecil dibandingkan
teman-teman seusianya, namun ia memiliki wajah tampan. B juga terkenal dengan
kemampuannya yang baik dalam bermain futsal. Bentuk bullying yang B terima
adalah fisik, ia sering mendapat perlakuan kasar dari kakak kelas laki-lakinya di
sekolah, B sering didorong atau dijegal kakinya ketika sedang berjalan dengan
alasan yang tidak jelas. Namun, B selalu berespon pasif tanpa perlawanan apa pun
sehingga pelaku terus melakukan hal yang sama terhadap B. Kakak kelas yang
membully B tidak hanya satu orang, mereka terdiri dari beberapa orang yang
tergabung di satu kelompok “terkenal” di sekolah tersebut.
Menurut ibunya, B bukan takut namun ia tidak mau mencari masalah dengan
kakak kelasnya di sekolah. Pernah satu waktu B membalas perlakuan kasar dari
pelaku bullying tersebut dengan mendorong kembali tubuh lawan, namun respon
yang ia tunjukkan justru membuat masalah yang ada tambah besar. Kakak kelas B
jadi semakin sering membullynya. B menjadi semakin tidak nyaman dengan
perlakuan-perlakuan tersebut sehingga lebih sering tidak masuk sekolah dengan
alasan sakit.
3. Subjek C
Subjek C merupakan anak tunggal, ayah dan ibu C sudah berpisah sejak C masih
berusia 8 tahun. C tinggal bersama ibu dan neneknya. C merupakan teman satu
sekolah A yang juga menjadi subjek pada penelitian ini. C memiliki wajah cantik
dan badan yang proporsional dengan tingginya. C adalah satu-satunya subjek

Universitas Sumatera Utara

68

yang datang ke peneliti dan meminta bantuan untuk mengatasi perlakuan bullying
yang ia terima di sekolah. Bentuk bullying yang ia terima berupa ejekan dan
relasi. C diejek “cewek murahan yang bisa dibeli” sedangkan menurut
pendapatnya, ia tidak pernah berpakaian tidak sopan, hanya saja teman-teman C
sangat tidak menyukai cara jalannya yang dianggap “sengaja menggoda”. Selain
itu, pelaku juga mengajak semua teman-teman agar menjauhi C karena bisa
tertular sifat jelek C. Pelaku merupakan teman yang berbeda kelas dengan C,
namun mereka pernah berada satu kelas waktu masih duduk di sekolah dasar.
Selama mendapat perlakuan tersebut, C hanya diam tanpa memberikan
perlawanan apa pun, dengan alasan takut dan tidak tahu apa yang sebaiknya ia
lakukan agar pelaku berhenti mengganggunya. Sehingga pelaku memiliki
kesempatan untuk terus-menerus memperlakukan C dengan tidak baik.
Ibu sangat marah dengan bullying yang dilakukan oleh teman-teman C sehingga
pernah langsung mendatangi anak tersebut dan menamparnya di depan kelas,
namun hal tersebut tidak menyelesaikan masalah C, justru ejekan tersebut
semakin buruk. Selain pernah menampar pelaku bullying, ibu C juga sudah
melapor kepada guru BP di sekolah, namun hanya dianggap masalah biasa dan
tidak ditanggapi secara serius. Menurut ibu, C sudah beberapa minggu tidak mau
masuk sekolah, ia sering tiba-tiba sakit kepala di pagi hari. Sebelumnya C
merupakan anak periang, suka berteman dan sangat dekat dengan ibunya, namun
setelah mendapat perlakuan tidak menyenangkan di sekolahnya ia lebih suka
berdiam diri di rumah dan lebih banyak tidur.

Universitas Sumatera Utara

69

4. Subjek D
Subjek D merupakan remaja putri yang berusia 13 tahun, saat ini ia duduk di kelas
2 SMP. D hanya tinggal bersama neneknya, sedangkan orangtua D bekerja di luar
kota. Bullying baru ia terima semenjak duduk di kelas 2, sebelumnya D
bersekolah di kampung. Bentuk bullying yang ia terima berbentuk verbal. Karena,
D bertubuh kurus dan memiliki ukuran payudara yang besar sehingga banyak
teman laki-laki yang mengejeknya di sekolah. Selain diejek karena memiliki
ukuran payudara yang besar, D juga sering mendapat perlakuan yang tidak baik
dari teman laki-lakinya. Mereka sering melempar kertas yang digulung-gulung ke
arah pundak belakang D dengan tulisan yang kurang sopan, seperti “ukuran
berapa tu!”, “beli atau nempah” dan lainnya. D merasa sangat terganggu dan tidak
nyaman dengan perlakuan teman-temannya, ia sangat malu dan sering menangis.
Respon yang D tunjukkan berbentuk pasif, sehingga pelaku bullying memiliki
kesempatan untuk terus membullynya.
D pernah menceritakan perlakuan tidak baik tersebut pada neneknya, namun karena
nenek D juga tidak tahu harus berbuat seperti apa, sehingga masalah tersebut belum
terselesaikan dan D tidak pernah lagi menceritakan hal tersebut pada neneknya.
Menurut nenek, D anak yang pendiam, dia tidak banyak bercerita mengenai
perasaannya pada nenek, namun D memiliki banyak teman perempuan yang sayang
padanya. D anak yang suka membantu orang lain, sehingga para tetangga yang sibuk
bekerja banyak meminta bantuannya untuk mengasuh anak mereka. Prestasi di
sekolah D tidak terlalu baik, ia pun sering terlihat melamun di rumah. D juga selalu
mengeluhkan bentuk tubuhnya yang membuat ia tidak percaya diri.

Universitas Sumatera Utara

70

5. Subjek E
Subjek E merupakan remaja laki-laki berusia 13 tahun. Saat ini ia duduk dibangku
kelas 2 SMP. E bersekolah di salah satu sekolah berbasis agama islam. E memiliki
tubuh yang tinggi dan kurus, ia berkulit putih dan mata sipit seperti orang
Tionghoa. Bentuk bullying yang E terima berupa ejekan yang mengatakan ia
beragama berbeda dengan teman-temannya karena bentuk fisik yang berbeda
dengan kebanyakan anak di sekolah tersebut. E lebih terlihat seperti anak
keturunan Cina. Selain itu, teman-teman juga mengejek E bau badan. Menurut E
dia tidak tahu kapan pertama kali teman-teman mengatakan dirinya bau badan,
sampai akhirnya ejekan tersebut melekat padanya.
Awalnya pelaku bullying hanya satu orang teman sekelas E, namun karena
respon yang E tunjukkan hanya diam dan tidak menghiraukan ejekan dari pelaku
tersebut sampai akhirnya semua teman satu kelas E memanggilnya dengan
sebutan “cina”. Menurut E ia tidak terlalu perduli dengan label tersebut, namun ia
marah kalau pelaku mulai menghina kepantasan E menganut agama islam dilihat
dari fisiknya yang seperti orang keturunan Tionghoa dan mengatakan ia bau
badan. Menurut ibu, E tidak pernah bercerita mengenai teman-teman yang suka
mengejeknya, ia hanya mengatakan agar dirinya dipindahkan ke sekolah umum
saja, sebab ia tidak nyaman dengan lingkungan tempatnya bersekolah saat ini. Ibu
yang tidak terlalu mengerti dengan keadaan sebenarnya tidak menghiraukan
permintaan E, sehingga perlakuan bullying tersebut masih tetap berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kelima subjek tersebut, dapat disimpulakn
bahwa kelimanya memiliki masalah yang sama yaitu memiliki asertivitas rendah

Universitas Sumatera Utara

71

sehingga pelaku bullying terus diberi kesempatan untuk memperlakukan mereka
dengan tidak baik. Menurut kelima subjek, perilaku mereka yang tidak asertif
tersebut dilandasi oleh perasaan takut kepada pelaku dan tidak mengetahui teknik
yang tepat untuk mengatasi situasi tersebut. Kondisi ini merupakan faktor utama
yang membuat mereka bersedia mengikuti pelatihan, sebagai bekal untuk
menghadapi pelaku bullying.
Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan pada tanggal 9 Juli 2015 s/d 19 Agustus
2015, yang meliputi tujuh sesi pelatihan kelompok dan dua sesi follow-up
individual. Selama pelatihan berlangsung peneliti dibantu dengan dua orang cofasilitator yang merupakan mahasiswa magister psikologi profesi.

B. Pelaksanaan Pelatihan
Secara umum pelatihan dapat dilakukan sesuai dengan rencana penelitian.
Namun, ada beberapa kendala seperti kehadiran subjek yang belum tepat waktu
(ontime) pada hari pertama dan kedua, dua subjek yang tidak hadir pada
pertemuan pertama karena sakit sehingga jadwal pemberian materi disajikan dua
kali khusus untuk dua subjek yang berhalangan hadir dihari yang telah
dijadwalkan. Selain itu, alasan sedang berpuasa juga menjadikan subjek
mengundurkan hari pelatihan yang sudah ditentukan. Sebelum pelatihan
dilaksanakan, peneliti sudah melakukan pendekatan (rapport) dengan subjek dan
orangtua selama 1 minggu. Berikut ini penjelasan kegiatan pelatihan selama 5
hari.

Universitas Sumatera Utara

72

a. Pelatihan hari pertama
Pada pertemuan pertama, kegiatan dilakukan pada pukul 15.00-17.30. Dari enam
subjek, hanya tiga subjek yang dapat hadir, yaitu A, D, dan F. MBS tidak masuk
sekolah karena sakit. E menolak untuk hadir karena ia menjadi satu-satunya
peserta laki-laki akibat B tidak hadir. Sedangkan C berhalangan hadir karena
harus mengerjakan tugas kelompok.
Sebelum memulai kegiatan, semua subjek terlihat masih malu-malu dengan sikap
tubuh agak menutup, jarang melakukan kontak mata dengan fasilitator, dan
berbicara dengan volume suara sangat kecil. Selain itu, A terlihat lelah karena
tidak memiliki waktu istirahat sebelum mengikuti pelatihan. Ia merupakan siswi
kelas unggulan sehingga waktu belajarnya lebih lama dibanding subjek lainnya,
yaitu hingga pukul 14.00.
Selama mengikuti sesi 1 dan 2, hanya perhatian D yang sering beralih ke hal-hal
lain, misalnya memegang benda-benda di sekitarnya. Walau demikian, ketika
video modeling ditampilkan, perhatian mereka terlihat lebih fokus. Roleplay
dilakukan secara berpasangan, yaitu ketiga subjek tersebut bergantian menjadi
pelaku dan korban. Pada dasarnya mereka terlihat serius dalam mempraktikkan
teknik yang telah diajarkan. Saat proses diskusi dan pemberian umpan balik,
hanya F yang terlihat aktif dan memiliki inisiatif untuk berpendapat. C terlihat
kurang memahami teknik sehingga jawaban yang disampaikan meniru jawaban
subjek lain. Bagi JSP, ekspresi wajahnya langsung berubah cemberut saat
menerima umpan balik.
-

Pelatihan hari pertama (susulan)

Universitas Sumatera Utara

73

Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama bagi B, C, dan E karena
berhalangan hadir pada waktu yang sebenarnya. Waktu pelaksanaan yaitu pada
pukul 14.00-16.30. Saat fasilitator menjelaskan materi, perhatian mereka terlihat
bergantian antara fasilitator, slide, dan modul. Dalam mendiskusikan teknik yang
ditampilkan model, hanya B yang terlihat aktif dan berinisiatif untuk berpendapat.
Pada saat roleplay, mereka bertiga melakukannya secara bergantian menjadi
pelaku dan korban. Dalam mempraktikkan teknik, terdapat hal-hal yang masih
belum tepat, misalnya belum menyampaikan perasaan atau keinginan dengan
spesifik.

Namun

oleh

karena

waktu

yang

singkat,

mereka

tidak

mempraktikkannya kembali dan hanya menerima umpan balik dari fasilitator.
b. Pelatihan hari kedua
Waktu pelaksanaan kegiatan yaitu pukul 15.00-17.30 namun, banyak subjek yang
terlambat selama kurang lebih 20 menit, atas kesepakatan bersama maka pelatihan
ditunda hingga semua subjek hadir. Sebelum memulai sesi 3, ekspresi wajah PR
terlihat kecewa karena banyak subjek lain yang tidak bisa datang diwaktu yang
tepat pada sesi ini. Namun demikian, saat fasilitator mulai menjelaskan materi dan
menayangkan video modeling, semua subjek terlihat fokus dalam memperhatikan.
Roleplay dilakukan secara berpasangan, dimana keenam subjek terlihat percaya

diri dalam melakukan teknik yang telah diajarkan. Sebelum mengikuti sesi ini, A
dan C terlihat kurang bersemangat, yaitu dengan bertopang dagu dan tidak
membawa map berisi perlengkapan pelatihan. Saat fasilitator menyampaikan
materi, fokus perhatian subjek bergantian antara fasilitator, modul, dan slide.
Ketika video modeling ditayangkan, fokus perhatian meningkat dengan

Universitas Sumatera Utara

74

memperhatikan layar secara intens. Pada saat roleplay, subjek dibagi menjadi dua
kelompok dan berlatih secara berpasangan. Dari keempat subjek, hanya A yang
memerlukan pengulangan dalam mempraktikkan teknik tersebut.Saat umpan balik
diberikan, mereka menyadari kesalahan yang dilakukan dan kembali melakukan
teknik yang tepat. Keenam subjek mulai akrab pada sesi ini, mereka masingmasing yang memilih pasangan roleplay nya.
Sebelum masuk sesi 4, peneliti mengajak para peserta bermain (ice breaking).
Pada saat ice breaking, beberapa subjek menawarkan permainan yang mereka
sukai untuk dimainkan bersama subjek lainnya. Sehingga mencairkan suasana
menjadi lebih hangat dan akrab. Subjek terlihat menjadi lebih antusias dalam
mengikuti sesi ini. Mereka memperhatikan fasilitator dan video modeling dengan
intens. Pada saat roleplay, teknik yang dilakukan masih belum tepat, namun
mereka kurang memiliki kesempatan untuk melatih kembali teknik tersebut
karena waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 dan ruangan aula harus dikunci.
Fasilitator hanya memberikan umpan balik terhadap teknik yang telah mereka
lakukan dan tidak meminta mereka untuk melakukannya kembali.
c. Pelatihan hari ketiga
Sebelum pelatihan dimulai, peneliti meminta semua subjek untuk kembali
mengingat teknik-teknik yang sudah diajarkan pada hari-hari sebelumnya dalam
bentuk tanya jawab dan diskusi. Setelah berdiskusi kurang lebih 30 menit, peneliti
melanjutkan pelatihan ke sesi 5. Saat pemberian materi berlangsung, E terlihat
kurang antusias dengan memilih kursi di belakang dan terpisah dengan subjek
lain. D pun terlihat enggan mengikuti sesi ini, dilihat dari ekspresi cemberut saat

Universitas Sumatera Utara

75

fasilitator menjelaskan materi. Walau demikian, ketika video modeling
ditayangkan, semua subjek fokus memperhatikan layar dengan intens. Pada saat
roleplay, subjek bergantian menjadi dua orang pelaku dan satu orang korban. Di

teknik kedua, observer membantu proses roleplay dengan berperan sebagai
pelaku. Selama roleplay, hanya D yang terlihat kurang serius dan tertawa-tawa
saat mempraktikkannya. Namun setelah diberi umpan balik, mereka mampu
melakukannya dengan tepat.
Walaupun A tidak memiliki waktu istirahat, ia tampak bersemangat dalam
mengikuti pelatihan, yaitu terlihat fokus memperhatikan fasilitator dan memiliki
inisiatif untuk menjawab saat ditanya. Sedangkan C terlihat lebih pasif saat
berdiskusi. Pada saat roleplay, observer turut membantu dengan berperan sebagai
pelaku. Ketika mempraktikkan teknik tersebut, mereka terlihat tidak serius dan
seringkali tertawa-tawa sehingga perlu diingatkan beberapa kali oleh fasilitator.
Kesalahan yang dilakukan langsung dikoreksi dan mereka diminta untuk kembali
mempraktikkan teknik tersebut.
Sebelum memasuki sesi 6, subjek bersama dengan fasilitator dan observer
melakukan ice breaking terlebih dahulu. Mereka terlihat menjadi lebih antusias
dan bersemangat untuk menjalani sesi ini. Namun saat fasilitator menjelaskan
materi, hanya B dan E yang tampak fokus memperhatikan. PR terlihat membolakbalik modul dengan tatapan kosong. Ketika ditanyakan mengenai materi yang
belum dipahami, semua subjek hanyak menggeleng dan mengaku sudah
memahami materi yang diajarkan. Saat roleplay, masing-masing subjek berperan
sebagai korban, dan fasilitator berperan sebagai orang yang mereka anggap dapat

Universitas Sumatera Utara

76

memberi bantuan. Kesalahan yang

subjek lakukan langsung dikoreksi oleh

fasilitator, namun teknik tersebut tidak dipraktikkan kembali karena keterbatasan
waktu. Sedangkan subjek lainnya tampak lebih antusias setelah melakukan games
tersebut. Pada saat fasilitator menjelaskan materi, mereka terlihat memperhatikan
modul dan silde dengan intens. Ketika roleplay, teknik yang mereka lakukan
masih belum tepat, misalnya langsung membicarakan permasalahan yang dialami
tanpa memulai percakapan atau meminta kesediaan untuk membantu. Hal ini tetap
berlangsung walaupun sudah diberi umpan balik oleh fasilitator. Oleh karena
keterbatasan waktu, pada akhirnya fasilitator hanya memberikan umpan balik dan
tidak mempraktikkan kembali teknik tersebut.
d. Pelatihan hari keempat
Pada pertemuan keempat, subjek diajarkan teknik keenam sebagai teknik terakhir.
Di pertemuan ini, kelima subjek dapat hadir pada waktu yang sebenarnya. Waktu
pelakasanaan kegiatan yaitu pada pukul 15.00-16.10. Sebelum menjalani sesi ini,
dari kelima subjek hanya D yang terlihat cukup antusias. Keempat subjek lainnya
tampak kurang antusias, yaitu dengan ekspresi wajah mengantuk, mata sayu, dan
pasif saat berdiskusi mengenai materi. Pada saat fasilitator menjelaskan materi,
perhatian subjek beberapa kali teralih dengan melakukan hal lain, misalnya
memperhatikan sambil memainkan botol minum atau beberapa kali melihat lantai
dengan tatapan kosong. Oleh karena itu pada saat roleplay, perlu beberapa kali
pengulangan bagi subjek agar mampu melakukan teknik dengan tepat. Umpan
balik yang dilakukan pun menjadi lebih lama untuk masing-masing subjek.

Universitas Sumatera Utara

77

Namun, dilihat secara keseluruhan pada dasarnya semua subjek cukup paham
maksud dari materi dan role play yang telah diberikan.

C. Analisis Data
1.

Hasil Analisis Data Kuantitatif
Tabel 4.2 Selisih Skor Masing-masing Pengukuran
Pengukuran1 Pengukuran2 Pengukuran3 Pengukuran4

No.

Nama

1.

A

31

31

35

45

2.

B

36

36

40

40

3.

C

37

37

42

45

4.

D

38

37

38

40

5.

E

39

39

43

44

Tabel di atas menunjukkan bahwa kelima subjek mengalami peningkatan skor
asertivitas pada pengukuran 3 dan pengukuran 4. Hal ini dikarenakan pada
pengukuran 3 dan 4 subjek sudah mendapatkan treatmen. Sedangkan pada
pengukuran 1 dan 2 subjek belum mendapatkan treatmen, sehingga skor
asertivitas yang didapat belum ada perubahan. Pada tabel di atas kelima subjek
mengalami peningkatan skor masing-masing setelah mendapatkan treatmen, hal
ini berarti behaviour skill training berpengaruh untuk meningkatkan asertivitas
anak korban bullying.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh treatmen
terhadap subjek perlu dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji

Universitas Sumatera Utara

78

Friedman’s ANOVA. Berikut ini uji Friedman’s ANOVA yang dilakukan pada
kelompok subjek penelitian.
Tabel 4.3 Uji Friedman’s ANOVA
N

5

Chi-Square

13.841

Df

3

Asymp. Sig

0.003

Effect Size ; r =

=

�2

√�

1 .8 1


= 6.18

Dari tabel uji Friedman di atas terlihat bahwa nilai r= 6.18 dengan sig=0.0015
(p