BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Kebijakan Daftar Negatif Investasi Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang

  besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi.

  Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil. Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak- tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political

  stability

  (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty

  1 atau kepastian hukum.

  Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal

  certainty

  ) merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya. Adapun yang dimaksud dengan hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang

  2

  dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah

  yuridis

  dan berkembang karena ransangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar

  3 hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis.

  Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA)

  1 2 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 48.

  Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal. 40. 3 Ibid. serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN).

  Penggairahan iklim penanaman modal atau investasi pun tidak hanya berhenti disitu saja, hal ini dapat dilihat dari dilengkapi dan disempurnakannya kedua undang- undang di atas. Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (UU PMA), sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN (UU PMDN).

  Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang PMA (UU PMA) dan Undang- PMDN (UU PMDN), dapat dikatakan kegiatan penanaman modal atau investasi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

  Di dalam perkembangan hukum di Indonesia Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) kini tidak berdiri secara sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM), yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.

  Adapun dasar pertimbangan yang digunakan oleh pemerintah dalam

  4

  menyusun undang-undang tersebut secara singkat adalah sebagai berikut: 1.

  Pertimbangan Filosofis Bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara; 2. Pertimbangan Politik

  Bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor: XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha 3.

  Pertimbangan Ekonomi Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; 4. Pertimbangan Yuridis 4 Undang-Undang Penanaman Modal , UU No. 25 Tahun 2007, LN. No. 67 Tahun 2007, Bagian Menimbang.

  Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal.

  Selain dasar pertimbangan yang ada di atas, patut untuk diketahui pula bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga (WTO), dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang mewajibkan Indonesia untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO. Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan pandangan yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama menganggap undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing dengan adanya jaminan perlakuan yang sama antara investor asing dan domestik.

  Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa undang- undang ini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap undang-undang ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman modal di Indonesia. Undang-undang ini juga dikatakan telah disesuaikan dengan perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta telah memenuhi kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama

  5 internasional.

  Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama dengan undang-undang penanaman modal di negara sedang berkembang pada umumnya. Dimana selain memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing dengan menjamin adanya perlakuan yang sama antara penanam modal asing (PMA) yang luas bagi pemerintah untuk menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada penanaman modal asing (PMA) untuk menjaga kepentingan nasional. Adapun salah satu bentuk usaha pemerintah dalam menjaga kepentingan nasional dapat dilihat dalam penerapan syarat penanaman modal melalui penetapan bidang usaha. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang

  6 Penanaman Modal disebutkan:

  5 Mahmul Siregar, “UUPM dan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam Kegiatan Penanaman Modal”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 26/No. 4/Tahun 2007. 6 Undang-Undang Penanaman Modal, op.cit., Psl. 12.

  1. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan; 2. Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah: a.

  Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan b.

  Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan Undang- Undang.

  3. Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.

4. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan 5.

  Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.

  Sebagai tindak lanjut dari Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden

  Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal dengan Daftar Negatif Investasi (DNI). Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 ini merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal yang telah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

  Berkaitan dengan pengaturan Daftar Negatif Investasi (DNI), sebagai tindak lanjut dari Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang kriteria dan persyaratan bidang usaha yakni Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (Perpres Nomor 76 Tahun 2007).

  Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dapat dikatakan bahwa Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon penanam modal, baik penanam modal asing (PMA) atau penanam modal dalam negeri (PMDN) untuk mengetahui apakah bidang usaha yang mereka inginkan terbuka atau tertutup bagi kegiatan penanaman modal sebelum melakukan kegiatan penanaman modal.

  Melihat akan begitu besarnya peranan dan pengaruh dari diberlakukannya Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia terutama dalam menghadapi era perdagangan global. Maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana pengaturan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct

  investment

  ) dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?

  2. Apakah kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) dapat diberlakukan terhadap penanaman modal asing melalui pasar modal?

  3. Apakah kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak bertentangan dengan kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.

  Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah: a.

  Untuk mengetahui pengaturan penanaman modal asing secara langsung (foreign

  direct investment

  ) dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

  b.

  Untuk mengetahui bahwa kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak dapat diberlakukan terhadap kegiatan penanaman modal asing yang dilakukan secara tidak langsung;

  c. Untuk mengetahui bahwa kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak bertentangan dengan kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional yang ada;

  Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Secara Teoritis Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas akan menimbulkan pemahaman dan pengertian baru bagi pembaca tentang kegiatan penyelenggaraan penanaman modal setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut dengan Daftar Negatif Investasi (DNI).

  b.

  Manfaat secara praktis Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca baik kalangan akademisi maupun para pelaku usaha di bidang ekonomi, baik pelaku usaha nasional maupun pelaku usaha transnasional mengingat pemberlakuan perundang- undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha merupakan faktor yang

  7

  mempengaruhi pelaku usaha untuk menanamkan investasinya , yang tampak melalui kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka memenuhi komitmennya untuk menciptakan suasana investasi yang kondusif bagi pelaku investasi juga kenyamanan dan keamanan masyarakat melaksanakan dan menikmati manfaat kegiatan investasi penanaman modal di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA” merupakan hasil pemikiran penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu dan judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum

7 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1999), hal. 226.

  Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Kebijakan pemerintah yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah sumber hukum yang dalam hal ini mengenai bidang investasi yang ada di Indonesia, yang terangkum menjadi keseluruhan peraturan perundang-undangan investasi di

  8 Indonesia, yang berkreteriakan sebagai berikut:

  1.peraturan perundang-undangan yang merupakan latar belakang peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal; 2.peraturan perundang-undangan yang langsung mengatur kegiatan penanaman modal: 4.peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung menunjang dan memberi fasilitas pada penyeleggaraan penanaman modal; 5.peraturan perundang-undangan lainnya yang karena bentuk, sifat, ruang, lingkupnya tidak termasuk kriteria di atas, akan tetapi berpengaruh kepada pelaksanaan kegiatan penanaman modal. Lebih lanjut mengenai apa-apa saja yang termasuk kebijakan pemerintah tersebut, antara lain berupa: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan/ 8 Sumantoro, Peranan Perusahaan Multinasional Dalam Pembangunan Negara yang Sedang Berkembang dan Implikasinya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1998), hal. 136. Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Badan Koordinasi Penanaman

  9 Modal (BKPM), Keputusan Bank Indonesia, dan Surat Edaran.

  Yang dimaksud dengan modal (capital) adalah uang yang dipakai untuk

  10

  investasi. Modal juga dapat diartikan sebagai uang atau benda yang ditanamkan dalam suatu usaha yang produktif dan selanjutnya merupakan peranan penting ketika

  11 bank mengadakan analisis kredit terhadap nasabahnya.

  Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang

  12 dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.

  Adapun yang dimaksud dengan penanaman modal dalam ensiklopedia ekonomi keuangan perdagangan, dijelaskan istilah investasi, penanaman modal digunakan untuk “Penggunaan atau pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk produksi barang-barang produsen atau barang-barang produsen atau barang-barang berarti penempatan dana-dana kapital dalam suatu perusahaan dalam jangka waktu yang relatif panjang, supaya memperoleh suatu hasil yang teratur dan maksimum

  13 keamanan.

  9 10 Ibid.

  Kunarjo, Glosarium Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, (Jakarta: UI Press, 2003), hal. 205. 11 Aliminsyah Padji, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, (Bandung: Yrama Widya, 2003), hal. 427. 12 13 Undang-Undang Penanaman Modal , op. cit., Psl. 1 angka 7.

  Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), hal. 56. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha

  14 di wilayah negara Republik Indonesia.

  Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

  15 penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

  Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan

  16 dengan penanam modal dalam negeri.

  Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam

17 Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia,

  badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan

  18 penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

  Penanam modal asing adalah adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di

  19 wilayah negara Republik Indonesia. 14 15 Undang-Undang Penanaman Modal , op. cit., Psl. 1 angka 1. 16 Ibid ., Psl. 1 angka 2. 17 Ibid ., Psl. 1 angka 3. 18 Ibid ., Psl. 1 angka 4.

  Ibid ., Psl. 1 angka 5. Pasar modal adalah kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang

  20 diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan.

  Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan suatu daftar yang mengatur mengenai bidang-bidang usaha apa saja yang terbuka untuk penanaman modal dan

  21 bidang-bidang usaha apa saja yang tertutup bagi penanaman modal.

F. Metode Penulisan

  :

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian berupa

    1.

  Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif atau kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan adalah suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka.

2. Jenis Data

  Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian yuridis normatif maka data-data yang dipergunakan adalah data-data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, yang mencakup: 19 20 Ibid ., Psl. 1 angka 6.

  Undang-Undang Pasar Modal , UU No. 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN No.

  3608, Psl. 1 angka 13. 21 Sujud Margono, Hukum Investasi Asing di Indonesia, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hal. 25. i.

  Bahan hukum primer yaitu: bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat di masyarakat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yakni: a.

  Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945; b.

  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; d.

  Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal; e. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu

  Pintu di Bidang Penanaman Modal; f. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal;

  Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; h. Dan peraturan-peraturan lainnya yang ada dalam pembahasan. ii.

  Bahan hukum sekunder yaitu: bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dimana bahan hukum tersebut memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya, seperti buku-buku, hasil seminar, jurnal hukum, karya ilmiah, artikel majalah maupun koran serta artikel-artikel yang di dapat di internet. iii.

  Bahan hukum tersier yaitu: bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia, dan bibliografi yang terkait dengan pembahasan penelitian

  22 ini.

  3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut sumber dan hierarkinya untuk diuji. Kemudian dipelajari dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta menterjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam Penanaman Modal.

  4. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), peraturan penulis menggunakan metode deduktif (umum ke khusus) yakni berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan buku-buku hukum yang berkaitan kemudian dijadikan pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya penulisan yang teratur, yang terbagi dalam lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.

  Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 22 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 13.

  BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

  BAB II : Bab ini akan menguraikan pokok-pokok pengaturan penanaman modal langsung (direct investment) di Indonesia. Seperti; pengertian, bentuk-bentuk dan manfaat penanaman modal langsung, asas dan tujuan penanaman modal langsung, bidang usaha, perizinan, fasilitas, hak dan kewajiban, serta penyelesaian sengketa.

  BAB III : Bab ini akan menjabarkan kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) di Indonesia, seperti: dasar hukum dan perkembangan, Daftar Negatif Investasi, serta penerapannya di bidang pasar modal.

  BAB IV : Bab ini akan menguraikan hubungan antara kebijakan Daftar Negatif Investasi dengan kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional yang ada dalam Worl Trade Organization (WTO). BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang telah dibahas.