Hubungan Antara Harga Diri Dan Motivasi Berprestasi Dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas Xi Smk Negeri 3 Surakarta

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 3 SURAKARTA SKRIPSI

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

Oleh: Yulianti Kusuma Dewi

G 0107102

Pembimbing:

1. Drs. Hardjono, M.Si.

2. H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.

Surakarta, Oktober 2012

Yulianti Kusuma Dewi

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi

Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta

Nama Peneliti

: Yulianti Kusuma Dewi

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi

Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari : ...........................................

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M. NIP. 19590119 198903 1 002

Drs. Hardjono, M.Si.

NIP. 19800702 200501 1 001

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP. 19760817 200501 2 002

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan

Karir pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta

Yulianti Kusuma Dewi, G 0107102, Tahun 2012

Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari

1. Ketua Sidang Drs. Hardjono, M.Si.

) NIP. 19590119 198903 1 002

2. Sekretaris Sidang

) NIP. 19800702 200501 1 001

H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.

3. Anggota I Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A.

) NIP. 130250480

4. Anggota II Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.

) NIP. 19781022 200501 1 002

Surakarta, __________________

Ketua Program Studi Psikologi, Koordinator Skripsi,

Drs.Hardjono, M.Si. Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP. 19590119 198903 1 002

NIP. 19760817 200501 2 002

MOTTO

Tanpa rumusan tujuan yang jelas dan rumusan rencana pelaksanaan, maka langkah Anda bisa dibayangkan akan seperti nahkoda yang kehilangan arah.

~ Fitzhugh Dodson ~

Nasib tidak ditentukan oleh peluang, tetapi ditentukan oleh pilihan. Nasib adalah sesuatu yang menuntut perjuangan mencapai, bukan perjuangan

menunggu.

~ Jeremy Kitson ~

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada :

1. Ibu dan Bapak yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang tak akan pernah terhenti.

2. Kakak dan keluarga besar yang selalu memberikan doa, motivasi dan semangat.

3. Guru dan pembimbing yang telah memberikan ilmunya.

4. Sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku.

5. Almamaterku tercinta.

KATA PENGANTAR

Assalamu ’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Rasa terima kasih sudah sepantasnya penulis sampaikan dengan hati yang tulus kepada segenap pihak atas segala partisipasinya dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, pembimbing akademik, dan pembimbing utama atas segala kesabaran dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M. selaku pembimbing pendamping atas segala saran dan masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A., selaku penguji utama yang telah memberikan waktu, saran, masukan, dan nasihat yang berarti kepada penulis.

5. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. selaku penguji pendamping atas segala waktu, masukan, saran, dan kesediaannya untuk menjadi penguji.

6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala ilmu yang sangat berharga selama penulis menempuh studi.

7. Ibu Dra. Sri Haryanti, M.M. selaku Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

8. Ibu Uni Siswanti, S.Pd., Ibu Dra. Maryati, Bapak Drs. Sumardi Tasrif, Bapak Drs. Suryanto, Ibu Umi Purwanti, S.Pd., dan seluruh guru SMK Negeri 3 Surakarta atas segala bantuan dan waktu yang diberikan, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar.

9. Seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta atas bantuan, partisipasi, dan kerjasamanya untuk membantu penulis dalam penelitian.

10. Staf tata usaha, staf perpustakaan, dan seluruh karyawan di Program Studi Psikologi atas segala dukungan dan bantuannya selama ini.

11. Mila, Nike, Berlian, Yashinta, Hertin, Yunita, Rifa, Dewi, Pipit, Nurul, dan Sheila atas diskusi dan segala bantuan yang diberikan.

12. Seluruh teman-teman angkatan 2007 atas suka, duka, canda, dan kebersamaan yang telah kita lewati bersama.

13. Kakak tingkat 2004, 2005, dan 2006, serta adik tingkat 2008, 2009, dan 2010 atas bantuan dan kebersamaan selama ini.

Penulis berharap semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan mendapatkan balasan dari-Nya. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 3 SURAKARTA

Yulianti Kusuma Dewi

G 0107102

ABSTRAK

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan mempersiapkan karir. Kualitas pemilihan karir ditentukan oleh tingkat kematangan karir. Harga diri dan motivasi berprestasi merupakan faktor personal yang terkait dengan kematangan karir pada remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta; 2) hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta; dan 3) hubungan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Tiga kelas yang terdiri atas 108 siswa sebagai responden penelitian. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala psikologi, yaitu skala kematangan karir pada remaja, skala harga diri, dan skala motivasi berprestasi. Analisis data menggunakan metode analisis regresi dua prediktor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 37,552, p < 0,05, dan nilai R = 0,646. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai r x1-y = 0,337, p < 0,05, yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri dengan kematangan karir pada remaja. Semakin tinggi harga diri, maka kematangan karir pada remaja juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah harga diri, maka semakin rendah pula kematangan karir pada remaja. Nilai r x2-y = 0,350, p < 0,05 menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada remaja. Semakin tinggi motivasi berprestasi, maka kematangan karir pada remaja juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah motivasi berprestasi, maka semakin rendah pula kematangan karir pada remaja.

Nilai R 2 dalam penelitian ini sebesar 0,417 atau 41,7%, terdiri atas sumbangan efektif harga diri terhadap kematangan karir pada remaja sebesar

20,295% dan sumbangan efektif motivasi berprestasi terhadap kematangan karir pada remaja sebesar 21,405%. Hal ini berarti masih terdapat 58,3% faktor lain yang mempengaruhi kematangan karir pada remaja selain harga diri dan motivasi berprestasi.

Kata kunci: harga diri, motivasi berprestasi, kematangan karir pada remaja

THE CORRELATION BETWEEN SELF-ESTEEM AND ACHIEVEMENT MOTIVATION TOWARD CAREER MATURITY AT THE ELEVENTH GRADE STUDENTS OF SMK NEGERI 3 SURAKARTA

Yulianti Kusuma Dewi

G 0107102

ABSTRACT

One of the adolescent’s developmental task is selecting and preparing for the career. The quality of selecting for the career is determined by the level of career maturity. Self-esteem and achievement motivation are internal factors which have relation with career maturity of adolescent.

The aim of this research are to know: 1) the correlation between self-esteem and achievement motivation toward career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta; 2) the correlation between self-esteem towards career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta; and 3) the correlation between achievement motivation towards career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta. The sampling technique used cluster random sampling. Three classes that consisted of 108 students as respondent. The measurement of this research used three scales of psychology: they were scale of career maturity of adolescent, scale of self-esteem, and scale of achievement motivation. The data analysis used two predictors of regression’s analysis.

The result of the research showed that the value of F-test = 37,552, p < 0,05, and the value of R = 0,646. According to the result, it could be concluded that there was significant correlation between self-esteem and achievement motivation toward career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta. The result of this research also showed that the value of r x1-y = 0,337, p < 0,05, it meant there was significant positive correlation between self-esteem towards career maturity of adolescent. If self-esteem was higher, career maturity of adolescent would be higher. Conversely, if self-esteem was lower, career maturity of adolescent would be lower. The value of r x2-y = 0,350, p < 0,05 showed that there was significant positive correlation between achievement motivation towards career maturity of adolescent. If achievement motivation was higher, career maturity of adolescent would be higher. Conversely, if achievement motivation was lower, career maturity of adolescent would be lower.

The value of R 2 in this research was 0,417 or 41,7%, which consisted of effective contribution of self-esteem towards career maturity of adolescent with

amount 20,295% and effective contribution of achievement motivation towards career maturity of adolescent with amount 21,405%. It meant there was still 58,3% of the others factors which influence to career maturity of adolescent beside self-esteem and achievement motivation.

Key words: self-esteem, achievement motivation, career maturity of adolescent

Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Dua Prediktor …………………………. 86 Tabel 17. Hasil Uji F-Test ……………………………………………….. 87 Tabel 18. Hasil Analisis Korelasi Parsial antara Harga Diri dengan

Kematangan Karir pada Remaja ………………………………. 88 Tabel 19. Hasil Analisis Korelasi Parsial antara Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Remaja ..…………………….. 88 Tabel 20. Deskripsi Data Penelitian ………………...……………………. 89 Tabel 21. Kriteria Kategorisasi Responden Penelitian ……….………….. 90

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ……….……………….. 43 Gambar 2. Hasil Uji Otokorelasi ………………………………………... 82 Gambar 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ………………………………... 85

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala Uji-coba (Try-out) ………………………………… 108 Lampiran B. Distribusi Nilai Uji-coba (Try-out) ………………………. 123 Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas ……………………………... 148 Lampiran D. Skala Penelitian …………………………………………... 158 Lampiran E. Distribusi Nilai Penelitian ………………………………… 171 Lampiran F. Analisis Data Penelitian …………………………………... 208 Lampiran G. Dokumentasi ……………………………………………… 225 Lampiran H. Surat Ijin dan Surat Tanda Bukti Penelitian ……………… 227

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keadaan di beberapa negara, salah satunya di Indonesia, dalam beberapa tahun ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih cepat daripada pertambahan penduduk, sehingga pemerintah Indonesia menghadapi masalah pengangguran. Masalah pengangguran dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain munculnya tindakan kriminal, banyaknya anak jalanan, pengemis, pengamen, serta perdagangan anak. Data Badan Pusat Statistik atau BPS (2011) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2010 sebesar 7,14% dan pada Februari 2011 sebesar 6,80%.

Banyaknya jumlah pengangguran membuktikan bahwa di Indonesia terdapat persaingan yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan untuk bekerja dan lapangan pekerjaan yang memungkinkannya untuk dapat bekerja masih kurang memadai. Hal tersebut tampaknya yang dapat mendorong para calon tenaga kerja memiliki kesan “asal mendapatkan pekerjaan” tanpa adanya perencanaan dan persiapan yang matang, serta tanpa adanya pengetahuan mengenai seluk-beluk bidang pekerjaan yang akan ditekuni.

Pekerjaan atau karir merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan individu. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Atwater (1983) yang

menyatakan bahwa setiap individu ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sukardi (1987) mengungkapkan bahwa setiap individu memerlukan lapangan kerja untuk bekerja dan berhasil dengan pekerjaan yang dijabatnya. Winkel (1997) menambahkan bahwa individu dapat merasa frustrasi dan tegang apabila mereka tidak merasa puas dalam pekerjaannya. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa karir tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik, tetapi juga aspek psikologis individu, sehingga individu perlu merencanakan dan mempersiapkan karir yang matang sejak dini untuk mendapatkan karir yang sesuai dengan bakat, minat, nilai, dan kemampuan yang dimiliki.

Masa remaja merupakan masa yang tepat untuk mempersiapkan karir, karena remaja mulai memikirkan masa depan secara bersungguh-sungguh (Hurlock, 2002). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pada masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang, antara lain minat pada karir. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Santrock (2003) yang mengungkapkan bahwa minat terhadap karir mulai terlihat lebih nyata pada remaja yang berusia antara 15-18 tahun. Havighurst (1984) menambahkan bahwa memilih dan mempersiapkan karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja, sehingga tugas perkembangan ini perlu diselesaikan dengan baik, karena dapat mempengaruhi masa depan individu dan sebagai persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Apabila remaja berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya, maka remaja akan merasa bahagia, dan apabila remaja gagal menyelesaikan tugas Masa remaja merupakan masa yang tepat untuk mempersiapkan karir, karena remaja mulai memikirkan masa depan secara bersungguh-sungguh (Hurlock, 2002). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pada masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang, antara lain minat pada karir. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Santrock (2003) yang mengungkapkan bahwa minat terhadap karir mulai terlihat lebih nyata pada remaja yang berusia antara 15-18 tahun. Havighurst (1984) menambahkan bahwa memilih dan mempersiapkan karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja, sehingga tugas perkembangan ini perlu diselesaikan dengan baik, karena dapat mempengaruhi masa depan individu dan sebagai persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Apabila remaja berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya, maka remaja akan merasa bahagia, dan apabila remaja gagal menyelesaikan tugas

Kenyataan yang terdapat di lapangan menunjukkan bahwa sebagian remaja tidak mampu memilih dan mempersiapkan karir untuk masa depannya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Zanden (dalam Yulia, 1999) yang menunjukkan bahwa sebagian remaja Amerika Serikat tidak siap untuk membuat keputusan karir. Penelitian yang dilakukan oleh Grotevant dan Durrett terhadap 6.029 remaja di kota Texas, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa setengah dari remaja yang menjadi responden penelitian tersebut dapat merencanakan karir, sedangkan yang lainnya tidak mampu membuat pilihan karir berdasarkan bakat dan minatnya (dalam Santrock, 2003). Crites menyatakan bahwa sekitar 30% siswa bimbang untuk menentukan pilihan karirnya ketika di sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Hasil penelitian Fottler dan Bain menunjukkan bahwa sekitar 18% dari sampel siswa sekolah lanjutan di Alabama bimbang untuk menentukan pilihan karirnya. Marr melaporkan bahwa 50% responden dalam penelitiannya tidak membuat keputusan karir hingga usia 21 tahun (dalam Manrihu, 1988).

Tidak hanya remaja di luar negeri yang belum mampu untuk membuat keputusan karir, karena sebagian remaja di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Yulia (1999) di salah satu sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa sebanyak 71,2% siswa sudah membuat keputusan karir, sedangkan 28,8% siswa belum membuat keputusan karir. Sebanyak 47,8% siswa di sekolah tersebut belum dapat membuat rencana pendidikan sesuai dengan

pilihan karirnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hayadin (2005) di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta memberikan gambaran bahwa 35,75% siswa sudah memiliki pilihan pekerjaan dan profesi, sedangkan 64,25% siswa belum memiliki pilihan pekerjaan dan profesi. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 44,3% siswa belum memiliki pilihan disiplin ilmu atau jurusan pendidikan yang sesuai dengan rencana karir. Ayad (2007) menambahkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Peta Masa Depan Management Centre di beberapa SMA, SMK, dan MA di Jakarta menunjukkan bahwa pelajar cenderung tidak pernah memikirkan pekerjaan dan profesi yang akan ditekuni setelah lulus sekolah.

Berdasarkan beberapa fakta tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian remaja, khususnya siswa SMA, SMK, dan MA, belum memiliki pilihan dan persiapan karir yang matang. Manrihu (1988) mengungkapkan bahwa remaja mengalami kesulitan untuk merencanakan dan memilih karir disebabkan oleh semakin meningkatnya kompleksitas dunia kerja. Keadaan tersebut membuat remaja menunda untuk memutuskan karir yang akan ditekuninya di masa depan. Endi (2009) menambahkan bahwa semakin ketatnya persaingan di dunia kerja membuat remaja mengalami kebingungan dalam menentukan dan mempersiapkan karir untuk masa depan.

Sekolah merupakan tempat yang digunakan remaja untuk berkenalan dengan dunia kerja, sehingga sekolah digunakan sebagai sebuah penghubung yang menjembatani remaja ke dunia pekerjaan. Hal senada diungkapkan oleh Santrock

(2003) yang menyatakan bahwa sekolah berusaha menghilangkan batas antara dunia pendidikan dengan dunia pekerjaan. Monks, dkk. (2004) menambahkan bahwa pekerjaan membutuhkan pendidikan formal sebagai suatu proses belajar dalam situasi bekerja (learning on the job).

Salah satu institusi sekolah yang mempersiapkan siswanya untuk mampu terjun langsung ke dunia kerja setelah lulus adalah SMK. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Proses pembelajaran di SMK lebih dititikberatkan pada penerapan teori melalui kegiatan praktikum, sedangkan proses pembelajaran di SMA dan MA lebih dititikberatkan pada teori. Selain di sekolah, siswa SMK juga belajar di dunia usaha atau dunia industri sebagai wujud dari Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Sardiman (2007) mengemukakan bahwa tujuan institusional pendidikan di SMK adalah mendidik siswa untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan pendidikan kejuruan yang dipilih. Manrihu (1988) menambahkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan jembatan antara manusia dengan pekerjaannya. Lebih lanjut, dijelaskan pula bahwa siswa SMK yang telah memilih suatu jurusan pendidikan di sekolah berarti mereka mengurangi alternatif yang tersedia di masa depan.

Siswa SMK akan memasuki dunia pekerjaan, sehingga mereka diharapkan lebih mampu memilih dan mempersiapkan karir. Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (1980), masa remaja merupakan waktu yang tepat untuk merencanakan masa depan serta mengumpulkan informasi mengenai Siswa SMK akan memasuki dunia pekerjaan, sehingga mereka diharapkan lebih mampu memilih dan mempersiapkan karir. Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (1980), masa remaja merupakan waktu yang tepat untuk merencanakan masa depan serta mengumpulkan informasi mengenai

Kematangan karir penting dimiliki oleh remaja, karena remaja harus melakukan pilihan karir dengan tepat dan mempersiapkan diri dengan matang dalam memasuki dunia kerja. Thompson dan Lindeman (dalam Patton dan Lokan, 2001) menyatakan bahwa remaja, khususnya siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, sehingga siswa harus lebih mampu merencanakan dan mengeksplorasi karir. Siswa SMK sebagai calon tenaga kerja tingkat menengah diharapkan memiliki kematangan karir yang memadai sebelum mereka terjun ke dunia kerja. Hal ini dikarenakan kematangan karir dapat digunakan sebagai prediktor untuk menentukan keberhasilan individu dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Syahrul dan Jamaluddin, 2007). Wahyono (2002) menambahkan bahwa remaja yang memiliki kematangan karir yang tinggi merupakan remaja yang siap kerja secara psikologis.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu guru SMK Negeri 3 Surakarta menunjukkan bahwa siswa SMK Negeri 3 Surakarta disiapkan untuk menjadi tenaga kerja tingkat menengah dan SMK Negeri 3 Surakarta belum pernah digunakan untuk penelitian mengenai kematangan karir pada remaja. Hasil Hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu guru SMK Negeri 3 Surakarta menunjukkan bahwa siswa SMK Negeri 3 Surakarta disiapkan untuk menjadi tenaga kerja tingkat menengah dan SMK Negeri 3 Surakarta belum pernah digunakan untuk penelitian mengenai kematangan karir pada remaja. Hasil

Coertse dan Schepers (2004) menyatakan bahwa kepribadian individu memiliki peranan penting dalam kematangan karir. Salah satu faktor kepribadian yang berhubungan dengan kematangan karir adalah harga diri. Harga diri merupakan evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri yang berasal dari interaksi individu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya serta dari penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain yang diterima individu (Coopersmith, 1967). Harga diri bukanlah faktor bawaan, melainkan suatu proses yang terus- menerus berkembang di sepanjang kehidupan yang terbentuk dari pengalaman individu ketika berinteraksi dengan orang lain yang berada di lingkungan sekitar.

Sarwono dan Meinarno (2009) menyatakan bahwa harga diri dapat mempengaruhi tingkah laku individu. Branden (1994) mengungkapkan bahwa harga diri adalah evaluasi atau penilaian individu terhadap kemampuan dan keberhargaan dirinya. Apabila individu menilai dirinya sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan, maka perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila individu menilai dirinya sebagai seseorang yang memiliki kemampuan, maka individu akan Sarwono dan Meinarno (2009) menyatakan bahwa harga diri dapat mempengaruhi tingkah laku individu. Branden (1994) mengungkapkan bahwa harga diri adalah evaluasi atau penilaian individu terhadap kemampuan dan keberhargaan dirinya. Apabila individu menilai dirinya sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan, maka perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila individu menilai dirinya sebagai seseorang yang memiliki kemampuan, maka individu akan

Harga diri yang dimiliki individu berperan dalam proses pemilihan dan pengambilan keputusan (Branden, 1994). Individu yang memiliki harga diri rendah cenderung tidak mampu memilih dan mengambil keputusan, sedangkan individu yang memiliki harga diri tinggi akan lebih mampu memilih dan mengambil keputusan. Gottfredson (dalam Levinson, dkk., 1998) menyatakan bahwa harga diri memiliki peranan penting dalam pemilihan karir. Individu yang mampu menentukan pilihan karir merupakan individu yang memiliki kematangan karir (Amadi, dkk., 2007). Chiu (dalam Rice dan Dolgin, 2002) menambahkan bahwa individu yang memiliki harga diri tinggi biasanya memiliki tujuan karir untuk masa depan. Hasil penelitian Taylor dan Popma (dalam Coertse dan Schepers, 2004) membuktikan bahwa individu yang memiliki harga diri tinggi cenderung akan memiliki kematangan karir yang tinggi pula.

Faktor kepribadian lain yang berkaitan dengan kematangan karir adalah motivasi berprestasi. Chaplin (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1995) menyatakan, bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi tujuan yang dikehendaki. Pernyataan ini senada dengan pendapat Davidoff (1991) yang mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan kebutuhan untuk mengejar keberhasilan dan mencapai cita-cita. Pernyataan ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berorientasi ke masa depan, lebih optimistis dalam menghadapi masa depan, dan berperilaku yang mengarah ke tujuan (Heckhausen dalam Soeramto, 1997). Motivasi berprestasi yang tinggi akan mengarahkan remaja untuk lebih bersemangat dalam mempersiapkan masa depan. Remaja juga akan merencanakan dan menentukan pilihan karir yang akan ditekuni untuk masa mendatang. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (1986) yang menyatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan dalam perencanaan jangka panjang. Jersild, dkk. (1978) menambahkan bahwa motivasi berprestasi berperan dalam proses pemilihan karir.

Sobur (2003) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mampu mengambil keputusan secara mandiri. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi senantiasa menyandarkan hasil kerja pada usahanya sendiri, bukan pada faktor keberuntungan, nasib, atau kebetulan (Djaali, 2011). Hal ini dapat mengarahkan remaja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan lebih berperan aktif untuk merencanakan, memutuskan, dan mempersiapkan masa depan. Thornburg (1982) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memilih karir untuk masa depan secara mandiri. Individu yang mampu menentukan pilihan karir untuk masa depan merupakan individu yang memiliki kematangan karir tinggi (Crites, 1969). Hasil penelitian Dhillon dan Kaur (2005) menunjukkan bahwa motivasi berprestasi berhubungan secara signifikan dengan kematangan karir.

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul : “Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta?

2. Apakah terdapat hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta?

3. Apakah terdapat hubungan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta.

2. Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta.

3. Mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai harga diri, motivasi berprestasi, serta perkembangan dan kematangan karir dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.

b. Dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mencapai kematangan karir dengan cara meningkatkan harga diri dan motivasi berprestasi, sehingga siswa mampu merencanakan, mempersiapkan, dan menentukan pilihan karir untuk masa depannya.

b. Untuk orangtua dan guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua dan guru dalam memahami tugas perkembangan yang dihadapi oleh siswa terutama untuk mencapai kematangan karir, sehingga dapat mempersiapkan siswa dalam memasuki dunia kerja.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kematangan Karir pada Remaja

1. Pengertian Kematangan Karir pada Remaja

Dhillon dan Kaur (2005) menjelaskan bahwa kematangan karir merupakan istilah untuk menunjukkan suatu tingkat pencapaian individu dalam rangkaian perkembangan karir dari tahap eksplorasi karir sampai pada tahap kemunduran karir atau sampai karir terhenti. Kematangan karir didefinisikan oleh Crites (1969) sebagai kemampuan individu untuk melakukan pilihan karir dengan tepat. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Amadi, dkk. (2007) yang menyatakan bahwa kematangan karir merupakan kemampuan individu untuk memilih jenis pekerjaan yang diminati. Pendapat ini didukung oleh Savickas (2001) yang menyatakan bahwa kematangan karir adalah kesiapan individu dalam membuat keputusan karir dan mengatasi tugas perkembangan karirnya.

Holland (1966) berpendapat bahwa kematangan karir merupakan penyesuaian antara kepribadian individu dengan persyaratan kerja. Penyesuaian terbaik akan mengantarkan pada stabilitas dan kepuasan kerja, sedangkan penyesuaian yang kurang baik akan mengantarkan pada ketidakpuasan kerja dan perilaku mencari karir yang berbeda.

Kematangan karir berusaha mengidentifikasi interaksi antara atribut-atribut personal, faktor lingkungan eksternal, dan perilaku pengambilan keputusan karir yang realistis (Sharf dalam Wahyono, 2002). Hal senada dikemukakan oleh

Lundberg (dalam Kerka, 1998) yang menyatakan bahwa kematangan karir merupakan kesiapan individu untuk mengambil keputusan karir yang realistis. Wahyono (2002) menambahkan bahwa individu yang mempunyai kematangan karir yang tinggi merupakan individu yang siap kerja secara psikologis.

Jersild, dkk. (1978) menyatakan bahwa kematangan karir merupakan suatu cara untuk mengetahui kemajuan perkembangan pada seorang remaja. Menurut Super (dalam Fuhrmann, 1985), kematangan karir adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir pada tahap perkembangan tertentu. Pengertian ini menunjukkan bahwa kematangan karir berkaitan dengan tugas perkembangan karir pada setiap tahap perkembangan karir. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Gonzalez (2008) yang menyatakan bahwa kematangan karir merupakan perilaku yang ditampilkan individu dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan karir yang sedang dilalui individu. Perkembangan karir merupakan salah satu proses perkembangan individu yang berlangsung secara terus-menerus di sepanjang kehidupan. Salah satu periode dalam rentang perkembangan individu adalah masa remaja.

Super (1980) menyatakan bahwa remaja yang berusia 15 hingga 25 tahun berada pada tahap perkembangan karir fase eksplorasi. Pada tahap ini, remaja diharapkan mampu membuat rencana pekerjaan, memikirkan berbagai alternatif pekerjaan, dan mempersiapkan diri untuk memasuki pekerjaan tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui, bahwa kematangan karir pada remaja merupakan kemampuan remaja untuk merencanakan, Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui, bahwa kematangan karir pada remaja merupakan kemampuan remaja untuk merencanakan,

2. Tahap-tahap Perkembangan Karir

Kematangan karir merupakan tema sentral dalam pembahasan teori perkembangan karir. Perkembangan karir merupakan suatu bagian perkembangan manusia yang khusus melihat tahap-tahap perkembangan karir manusia. Tahap- tahap perkembangan karir menurut Super (1980) disebut teori konsep diri tentang karir (career self-concept theory) yang menjelaskan bahwa konsep diri individu memainkan peranan utama dalam pemilihan karir. Super percaya bahwa masa remaja merupakan saat individu membangun konsep diri tentang karir. Super menyatakan bahwa perkembangan karir terdiri atas lima fase yang berbeda, yaitu:

a. Fase pengembangan (growth stage) Fase ini terjadi dari saat lahir hingga usia 15 tahun. Anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri (self-concept structure) .

b. Fase eksplorasi (exploration stage) Fase ini terjadi dari usia 15 hingga 25 tahun. Remaja mulai memikirkan berbagai alternatif pekerjaan, tetapi belum memiliki suatu pilihan karir yang mengikat dirinya.

c. Fase pemantapan (establishment stage) Fase ini terjadi dari usia 25 hingga 43 tahun, yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman selama menjalani karir tertentu.

d. Fase pembinaan (maintenance stage) Fase ini terjadi dari usia 43 hingga 65 tahun. Individu dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan pekerjaannya.

e. Fase kemunduran (decline stage) Fase ini terjadi setelah individu memasuki usia 65 tahun. Individu memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan pekerjaan yang telah ditekuni sebelumnya.

Tahap-tahap perkembangan karir menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2003) disebut teori perkembangan pemilihan karir (developmental career choice theory) yang menjelaskan bahwa individu melalui tiga fase pemilihan karir, yaitu:

a. Fase fantasi Fase ini terjadi pada anak-anak yang berusia 0 hingga 11 tahun. Anak- anak banyak mengadakan identifikasi dengan orang dewasa. Anak-anak membayangkan bekerja seperti yang mereka inginkan tanpa mempertimbangkan pada kebutuhan, kemampuan, pelatihan, lowongan pekerjaan, maupun pertimbangan realistis lainnya.

b. Fase tentatif Remaja yang berusia antara 11 hingga 17 tahun berada dalam fase tentatif dalam pemilihan karir yang merupakan transisi dari fase fantasi b. Fase tentatif Remaja yang berusia antara 11 hingga 17 tahun berada dalam fase tentatif dalam pemilihan karir yang merupakan transisi dari fase fantasi

c. Fase realistis Remaja yang berusia 17 tahun ke atas berada dalam fase realistis dalam pemilihan karir. Remaja akan mencoba karir yang ada secara ekstensif kemudian memfokuskan diri pada satu bidang dan akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam karir tersebut.

Berdasarkan teori perkembangan karir di atas dapat diketahui, bahwa perkembangan karir merupakan salah satu proses perkembangan individu yang berlangsung secara terus-menerus di sepanjang kehidupan dan setiap tahap perkembangan karir memiliki karakteristik serta tugas perkembangan tertentu.

3. Aspek-aspek Kematangan Karir pada Remaja

Super (dalam Gonzalez, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir pada remaja terdiri atas empat aspek, yaitu:

a. Perencanaan Perencanaan merupakan kesadaran individu bahwa dirinya harus membuat pilihan pendidikan dan karir, serta mempersiapkan diri untuk memasuki karir tertentu. Perencanaan berfokus pada proses untuk merencanakan masa depan.

b. Eksplorasi Eksplorasi merupakan proses yang menunjukkan individu mengadakan penyelidikan atau menggali segala informasi mengenai dunia kerja yang diperlukannya dari berbagai sumber yang ada, antara lain orangtua, teman, guru, konselor, buku, dan film. Eksplorasi berfokus pada tindakan untuk menggunakan sumber-sumber yang ada.

c. Informasi Informasi menilai pengetahuan tentang pendidikan dan informasi pekerjaan atau karir. Individu membutuhkan informasi tentang lingkungan, pilihan pendidikan akademik yang berbeda, pilihan profesi atau karir, dan pilihan jabatan. Hal ini tidak hanya pada masalah pemberian informasi, tetapi lebih kepada pengetahuan remaja tentang bagaimana hal tersebut, kapan, dan di mana remaja dapat menemukan serta menggunakan informasi tersebut.

d. Pengambilan keputusan Individu mengetahui segala sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan pendidikan dan karir, kemudian membuat pilihan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Individu seharusnya mempersiapkan periode formatif untuk mencari keputusan yang efektif. Hal ini dibutuhkan individu untuk menggunakan pemikiran atau refleksi diri dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitar.

Crites (1969) mengungkapkan bahwa kematangan karir pada remaja terdiri atas dua aspek, yaitu: Crites (1969) mengungkapkan bahwa kematangan karir pada remaja terdiri atas dua aspek, yaitu:

b. Kemampuan Aspek kemampuan menunjukkan adanya kemampuan individu untuk memahami informasi tentang pekerjaan, mengetahui dan menyadari kemampuan diri sendiri, serta pandangan terhadap masa depan.

Berdasarkan aspek-aspek kematangan karir pada remaja di atas, maka dalam penelitian ini digunakan aspek kematangan karir pada remaja yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Super (dalam Gonzalez, 2008) dan Crites (1969) yang terdiri atas perencanaan, eksplorasi, informasi, pengambilan keputusan, dan kemampuan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir pada Remaja

Winkel (1997) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan karir, antara lain:

a. Faktor internal

1) Nilai-nilai kehidupan (values) Nilai-nilai kehidupan (values) merupakan beberapa ideal yang dikejar oleh individu di mana pun dan kapan pun. Nilai-nilai menjadi pedoman dan pegangan dalam hidup sampai tua dan sangat 1) Nilai-nilai kehidupan (values) Nilai-nilai kehidupan (values) merupakan beberapa ideal yang dikejar oleh individu di mana pun dan kapan pun. Nilai-nilai menjadi pedoman dan pegangan dalam hidup sampai tua dan sangat

2) Taraf inteligensi Taraf inteligensi adalah taraf kemampuan untuk mencapai prestasi- prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan. Menurut Binet, hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis serta objektif.

3) Bakat khusus Bakat khusus merupakan kemampuan yang menonjol di suatu bidang usaha kognitif, bidang keterampilan, atau bidang kesenian. Suatu bakat khusus menjadi bekal yang memungkinkan untuk memasuki berbagai bidang pekerjaan tertentu dan mencapai tingkatan lebih tinggi dalam suatu jabatan.

4) Minat Minat adalah kecenderungan yang agak menetap pada individu untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bidang itu. Minat mengandung makna bagi perencanaan masa depan sehubungan dengan jabatan yang akan dipegang.

5) Sifat-sifat Sifat merupakan ciri-ciri kepribadian yang bersama-sama memberikan corak khas pada individu.

6) Pengetahuan Pengetahuan meliputi informasi yang dimiliki tentang bidang- bidang pekerjaan dan tentang diri sendiri. Dengan bertambahnya umur dan pengalaman hidup, remaja akan mengenal diri sendiri secara lebih akurat dan lebih menyadari keterbatasan dirinya. Informasi yang akurat tentang dunia kerja dan diri sendiri sangat penting karena dapat mempengaruhi aspirasi remaja.

b. Faktor eksternal

1) Masyarakat Masyarakat adalah lingkungan sosial budaya di mana individu dibesarkan. Lingkungan berpengaruh besar terhadap pandangan atau keyakinan tentang luhur rendahnya aneka jenis pekerjaan serta peranan pria dan wanita dalam kehidupan masyarakat.

2) Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah terdiri atas laju pertumbuhan ekonomi yang lambat atau cepat; stratifikasi masyarakat dalam golongan sosial ekonomi tinggi, tengah, dan rendah; serta diversifikasi masyarakat atas kelompok yang terbuka atau tertutup bagi anggota dari kelompok lain.

3) Status sosial ekonomi keluarga Status sosial ekonomi keluarga meliputi tingkat pendidikan orang tua, tinggi rendahnya pendapatan orang tua, jabatan ayah atau ayah dan ibu, daerah tempat tinggal, dan suku bangsa.

4) Pengaruh dari seluruh anggota keluarga besar dan keluarga inti. Setiap

harapan serta mengkomunikasikan pandangan dan sikap tertentu terhadap pendidikan dan pekerjaan. Remaja harus mampu menentukan sikapnya sendiri terhadap harapan dan pandangan tersebut.

5) Pendidikan sekolah Pandangan dan sikap yang dikomunikasikan kepada siswa oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja serta tinggi rendahnya status sosial jabatan tertentu.

6) Pergaulan dengan teman-teman sebaya Beraneka pandangan dan variasi harapan tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-hari.

Rice dan Dolgin (2002) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan karir, antara lain:

a. Orangtua Orangtua dapat mengarahkan, menyuruh, atau membatasi pilihan karir anaknya.

b. Teman sebaya Sebagian remaja membuat rencana karir berdasar atas persetujuan orangtua dan teman sebaya.

c. Personil sekolah Guru dapat mempengaruhi perencanaan karir siswa selama menjalani pendidikan.

d. Inteligensi Inteligensi mempengaruhi kemampuan remaja untuk sukses atau gagal serta membuat keputusan.

e. Bakat Bakat dapat menentukan kesuksesan remaja terhadap karir yang dipilih.

f. Minat Minat berhubungan dengan jenis karir yang dipilih. Pemilihan karir akan lebih realistis apabila remaja menentukan karir berdasarkan minat dan kemampuan yang dimiliki.

g. Status sosial ekonomi Remaja yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi akan memiliki kematangan karir yang tinggi pula. Penick dan Jepsen mengungkapkan bahwa status sosial ekonomi berpengaruh terhadap identitas vokasional dan perencanaan karir.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa kematangan karir pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain inteligensi, kepribadian, keadaan sosial ekonomi, keluarga, teman, dan masyarakat.

B. Harga Diri

1. Pengertian Harga Diri

Harga diri atau self-esteem juga disebut sebagai self-worth (nilai diri). Frey dan Carlock (1984) mengungkapkan bahwa harga diri bukan berarti self-love, tetapi merupakan evaluasi individu terhadap diri sendiri. Santrock (2007) menambahkan bahwa harga diri merupakan evaluasi diri yang bersifat global. Pendapat senada diungkapkan oleh Ubaydillah (2007) yang menyatakan bahwa harga diri merupakan perasaan individu mengenai dirinya sendiri.

Sarwono dan Meinarno (2009) menyatakan bahwa harga diri merupakan penilaian atau evaluasi individu terhadap dirinya, secara positif atau negatif, yang dapat mempengaruhi tingkah laku sosial. Pernyataan ini senada dengan pendapat Tambunan (2001) yang mengungkapkan bahwa harga diri adalah hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa penghargaan diri, rasa berguna, dan rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri yang berasal dari interaksi individu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya serta dari penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain yang diterima individu.

Baron dan Byrne (2004) mengungkapkan bahwa harga diri adalah sikap individu terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi negatif sampai positif Baron dan Byrne (2004) mengungkapkan bahwa harga diri adalah sikap individu terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi negatif sampai positif

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa harga diri merupakan evaluasi atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri dalam rentang positif sampai negatif atau tinggi sampai rendah yang dipengaruhi oleh interaksi orang lain terhadap dirinya, serta adanya perasaan bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, dan bernilai.

2. Tingkatan Harga Diri

Coopersmith (1967) menyatakan bahwa harga diri memiliki beberapa tingkatan, yaitu tingkatan tinggi, sedang, dan rendah. Individu dengan harga diri tinggi memiliki ciri-ciri: mandiri, asertif, percaya terhadap gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian yang stabil, dan memiliki tingkat kecemasan yang rendah. Individu dengan harga diri sedang memiliki penilaian tentang kemampuan, harapan, dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, meskipun lebih moderat. Mereka memandang dirinya lebih baik daripada orang lain, tetapi tidak sebaik penilaian individu dengan harga diri tinggi. Individu dengan harga diri rendah pada umumnya memiliki tingkat kecemasan yang cukup tinggi, sering Coopersmith (1967) menyatakan bahwa harga diri memiliki beberapa tingkatan, yaitu tingkatan tinggi, sedang, dan rendah. Individu dengan harga diri tinggi memiliki ciri-ciri: mandiri, asertif, percaya terhadap gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian yang stabil, dan memiliki tingkat kecemasan yang rendah. Individu dengan harga diri sedang memiliki penilaian tentang kemampuan, harapan, dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, meskipun lebih moderat. Mereka memandang dirinya lebih baik daripada orang lain, tetapi tidak sebaik penilaian individu dengan harga diri tinggi. Individu dengan harga diri rendah pada umumnya memiliki tingkat kecemasan yang cukup tinggi, sering