DAMPAK KONSERVATISMA TERHADAP RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI DI INDONESIA DISERTASI

DI INDONESIA DISERTASI

Oleh: DARSONO 99/837/PS PROGRAM DOKTOR AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

RINGKASAN

A. Pengantar

Relevansi nilai informasi akuntansi sangat rendah dan terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Hasil reviu Lev (1989) menunjukkan relevansi nilai laba bersih sekitar 4-7 persen dan Barth et al. (2001) melaporkan relevansi nilai laba bersih paling tinggi sebesar 10 persen. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan kondisi hampir sama. Selama kurun waktu 1995-2004, relevansi nilai informasi akuntansi pada perusahaan pemanufakturan berkisar 2,1-8,5 persen (Lako, 2006).

Penurunan relevansi nilai buku ekuitas dan laba bersih dilaporkan oleh Collins et al. (1997), Francis dan Schipper (1999), serta Lev dan Zarowin (1999). Brown et al. (1999) menguji ulang data yang digunakan oleh Collins et al. (1997) dengan mendeflasi variabel-variabel penelitian untuk menghilangkan bias pengukuran. Hasilnya konsisten dengan penelitian sebelumnya, relevansi nilai buku ekuitas bersama laba bersih menurun sebesar 0,3 persen per tahun selama kurun waktu 1958-1996. Gu (2007) memperkuat hasil penelitian di atas dan mendapat bukti baru bahwa relevansi nilai informasi akuntansi menurun semakin tajam sejak tahun 1970-an.

Relevansi adalah unsur utama dari kualitas informasi akuntansi. Relevansi nilai diukur dari kekuatan asosiasi angka-angka statemen keuangan dengan harga saham. Informasi akuntansi yang rendah relevansinya tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomik oleh investor, calon investor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan karena menunjukkan kualitas statemen keuangan yang rendah (Sinha dan Watts, 2001; Dontoh et al., 2004).

Hasil-hasil penelitian di Indonesia menunjukkan arah tidak konsisten. Penurunan relevansi nilai buku ekuitas dan laba bersih terjadi selama kurun waktu 1995-1998 (Mayangsari, 2004). Suwardi (2005) mendapatkan bukti bahwa relevansi nilai buku ekuitas dan laba bersih meningkat selama tahun 1992-1994, 1996-1997, dan 1999-2001, namun menurun pada tahun 1995 dan 1998. Fluktuasi relevansi nilai informasi akuntansi dideteksi juga oleh Lako (2006). Relevansi nilai informasi akuntansi tahun 1997, 1999, 2001, dan 2003 menurun sedangkan tahun 1996, 1998, 2000, 2002, dan 2004 meningkat.

Penyebab rendah dan semakin menurun relevansi nilai informasi akuntansi adalah (Lo dan Lys, 2000; Givoly dan Hayn, 2000; 2002; Watts, 2003a; Monahan, 2005): (1) mengabaikan peran informasi akuntansi dinamis dalam penelitian, dan (2) praktik konservatisma yang semakin meningkat. Barth et al. (1998), Kothari (2001), serta Pope dan Wang (2005) menyatakan bahwa nilai buku ekuitas melengkapi laba dalam kajian relevansi nilai.

Peran informasi akuntansi dinamis penting dalam menilai harga saham (Lo dan Lys, 2000). Aset/perubahan aset direspon oleh investor (Ou, 1990; Park dan Pincus, 2001). Berbagai kelompok aset seperti aset lancar (Ou, 1990; Lev dan Thiagarajan, 1993; Seng dan Hancock, 2012), aset tetap (Kerstein dan kim, 1995; Cahan et al., 2000; Osborne dan Ingles, 2003), dan aset takberwujud (Sougiannis, 1994; Nelson, 2006; Camara, 2007) berasosiasi dengan harga saham.

The Association for Investment Management and Research (AIMR) mengusulkan pendekatan semua-termasuk (all-inclusive) dalam penyajian statemen laba-rugi. Sejak saat itu standar akuntansi global termasuk Indonesia mengarah The Association for Investment Management and Research (AIMR) mengusulkan pendekatan semua-termasuk (all-inclusive) dalam penyajian statemen laba-rugi. Sejak saat itu standar akuntansi global termasuk Indonesia mengarah

Menurut Givoly dan Hayn (2000) penurunan relevansi nilai informasi akuntansi disebabkan oleh sikap managemen yang konservatif dalam menyajikan statemen keuangan. Selama kurun waktu 1956-1998, konservatisma laba meningkat. Dalam kondisi konservatif, nilai buku aset (laba) pada statemen keuangan disajikan bias ke bawah, yaitu lebih rendah dari nilai ekonomik aset (laba ekonomik).

Konservatisma telah menjadi praktik yang lazim sejak 500 tahun lalu (Basu, 1997). Hingga kini belum diperoleh bukti empiris yang kuat tentang pengaruh konservatisma pada relevansi nilai informasi akuntansi (Balachandran dan Mohanram, 2011).

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengkonfirmasi model harga (Ohlson, 1995) dengan pengaruh faktor lingkungan berupa konservatisma. Penelitian dilakukan untuk menginvestigasi relevansi nilai informasi akuntansi secara luas, meliputi komponen kunci statemen keuangan (nilai buku ekuitas dan laba bersih), laba Penelitian ini dilakukan untuk mengkonfirmasi model harga (Ohlson, 1995) dengan pengaruh faktor lingkungan berupa konservatisma. Penelitian dilakukan untuk menginvestigasi relevansi nilai informasi akuntansi secara luas, meliputi komponen kunci statemen keuangan (nilai buku ekuitas dan laba bersih), laba

C. Kajian Pustaka

1. Penilaian Harga Saham

Kajian relevansi nilai merupakan bagian dari analisis faktor fundamental. Fokus kajian relevansi nilai adalah menguji kebermanfaatan angka-angka statemen keuangan sebagai hasil proses akuntansi (Bernard, 1995). Keberadaan kajian relevansi nilai dapat ditelusur dari teori penilaian perusahaan. Menurut Holthausen dan Watts (2001), Beaver (2002), serta Jenkins dan Kane (2006) penilaian dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu; (1) pendekatan neraca, (2) pendekatan laba, dan (3) pendekatan hubungan linear nilai pasar saham dengan nilai buku

ekuitas dan laba akuntansi (disebut juga diskonto laba residual). 1

2. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Penelitian relevansi nilai menjadi bidang kajian yang banyak dilakukan sejak dikenalkan oleh Ohlson (1995) dan didukung oleh Bernard (1995). Kajian relevansi nilai berasumsi bahwa tujuan utama statemen keuangan adalah untuk (1) mengukur nilai ekuitas atau mengukur asosiasi dengan nilai ekuitas, atau (2) menyajikan informasi yang relevan untuk menilai ekuitas. Beaver (1998) menggambarkan

1 Setiap penulis membagi model penilaian berbeda-beda. Pembagian selain di atas dilakukan juga oleh Liu et al. (2002). Mereka mengindentifikasi model penilaian berdasarkan pada aliran kas

atau akrual sebagai berikut: (1) accrual flows, (2) accrual stocks, (3) cash flows, (4) forward looking information , (5) intrinsic value measures, dan (6) sum of forward earnings. Palepu et al., (2004) membagi metoda penilaian menjadi; (1) diskonto terhadap dividen, (2) penilaian berdasarkan pada kelipatan harga (price multiples), (3) diskonto terhadap aliran kas, (4) diskonto terhadap laba residual.

proses hubungan laba terhadap ekuitas ke dalam tiga urutan, yaitu (1) laba sekarang berguna untuk memprediksi laba masa depan, (2) laba masa depan adalah indikator kemampuan membayar atau membagi dividen, dan (3) dividen masa depan didiskontokan ke nilai sekarang untuk menentukan nilai ekuitas.

Angka- angka statemen keuangan dikatakan memiliki “relevansi nilai” jika terdapat hubungan (related) dengan harga saham (Francis dan Schipper, 1999; Barth et al., 2001). Terdapat dua model untuk menguji relevansi nilai informasi akuntansi, yaitu model return dan model harga (Barth et al., 2001; Kothari dan Zimmerman, 1995). Model return digunakan untuk menguji kandungan informasi tepat pada saatnya (in timely basis) dan cocok untuk studi peristiwa (event studies) (Fama, 1991). Barth et al. (2001) menggolongkan model return dengan studi peristiwa ke dalam relevansi keputusan, bukan relevansi nilai.

Pada awalnya relevansi nilai (model harga) dianggap sebagai pesaing relevansi keputusan (model return), tetapi kemudian mulai dipahami bahwa kedua model tersebut saling melengkapi (Kothari dan Zimmerman, 1995; Barth et al., 2001). Sebuah penelitian sering menggunakan dua pendekatan secara bersamaan, misalnya penelitian oleh Marquardt dan Wieldman (2004), Ali dan Hwang (2000) serta Lev dan Zarowin (1999).

3. Model Harga

Penilaian harga saham menurut pendekatan tradisional dimulai dari memprediksi dividen-dividen dengan persamaan sebagai berikut:

HS t   Rf Et [ D t ]  

Dalam hal ini, HS t = harga saham pada tanggal t

D t = dividen pada tanggal t R f = suku bunga tanpa risiko plus satu

E t [.] = nilai harapan pada tanggal t. Persamaan di atas memperlihatkan harga sebagai nilai sekarang dari serangkaian dividen harapan (expected dividends) yang dibayarkan.

Dalam model harga, hubungan nilai buku ekuitas dengan laba dan dividen harus bersifat hubungan surplus bersih (clean surplus relationship). Semua komponen pembentuk laba harus dilaporkan pada statemen laba-rugi yang disebut laba komprehensif. Nilai buku akhir tahun berasal dari nilai buku ekuitas awal tahun ditambah laba dikurangi pembagian laba (dividen). Persamaan pertama dan hubungan surplus bersih tersebut membentuk model harga Ohlson (1995). Dengan demikian, nilai ekuitas dapat dinyatakan sebagai berikut:

HS t     1 NBEt   2 LBK t   3 It   t ……………………..……………..(2) Dalam hal ini,

NBE t = nilai buku ekuitas pada tanggal t

LBK t = laba komprehensif tahun berjalan

I t = informasi lain. α = konstanta/intersep

β 1 :β 2 :β 3 = slope/koefisien ε t = kesalahan residual.

Persamaan 2 menjadi persamaan dasar penelitian relevansi nilai dan telah digunakan oleh banyak peneliti, diantaranya Collins et al. (1997), Barth et al. (1998), Ou dan Sepe (2002), Landsman et al. (2007), Gu (2007), dan Landsman et al. (2011). Di Indonesia, model tersebut digunakan dalam penelitian Sasongko (2008) serta Almilia dan Sulistyowati (2007).

4. Komponen Laba Komprehensif

Model harga mensyaratkan penyajian laba komprehensif. Laba komprehensif disebutkan dalam SFAC No. 6 paragraf 70 sebagai berikut:

Laba komprehensif adalah perubahan ekuitas dari perusahaan bisnis selama suatu perioda dari transaksi dan kejadian-kejadian lain dan sejenisnya (circumstances) dari sumber nonpemilik. Hal tersebut meliputi semua perubahan ekuitas selama suatu perioda kecuali yang dihasilkan dari investasi oleh para pemilik dan distribusi kepada para pemilik.

Cheng et al. (1993) menguji relevansi nilai 3 tingkatan laba akuntansi, yaitu laba operasi, laba bersih, dan laba komprehensif. Laba operasi lebih relevan dibandingkan laba bersih, dan laba bersih lebih relevan dibandingkan laba komprehensif. Kanagaretnam et al. (2009) mendapatkan bukti di Kanada dalam kurun waktu 1998-2003, laba komprehensif lebih relevan dibandingkan dengan laba bersih untuk memprediksi aliran kas. Strong dan Walker (1993) membagi laba komprehensif ke dalam tiga komponen yang disebut preexceptional earnings, exceptional earnings , dan laba luar biasa. Laba luar biasa meningkatkan koefisien Cheng et al. (1993) menguji relevansi nilai 3 tingkatan laba akuntansi, yaitu laba operasi, laba bersih, dan laba komprehensif. Laba operasi lebih relevan dibandingkan laba bersih, dan laba bersih lebih relevan dibandingkan laba komprehensif. Kanagaretnam et al. (2009) mendapatkan bukti di Kanada dalam kurun waktu 1998-2003, laba komprehensif lebih relevan dibandingkan dengan laba bersih untuk memprediksi aliran kas. Strong dan Walker (1993) membagi laba komprehensif ke dalam tiga komponen yang disebut preexceptional earnings, exceptional earnings , dan laba luar biasa. Laba luar biasa meningkatkan koefisien

Sebelum diterapkan IFRS (sebelum PSAK No 1 revisi 2009), standar akuntansi di Indonesia mewajibkan statemen laba bersih. Akibatnya banyak informasi yang menerobos menjadi bagian nilai buku ekuitas tanpa melalui statemen laba-rugi, yang dinamakan pos surplus kotor. Pos surplus kotor tersebut adalah laba komprehensif lain. Pos-pos surplus kotor menurut pedoman penyajian statemen keuangan di Indonesia (SK Bapepam No. 06 tahun 2000 dan SE No. 2

tahun 2002) adalah: 2 (a) selisih kurs karena penjabaran statemen keuangan, (b) selisih kurs tidak normal bilamana depresiasi mencapai 133 persen dari rata-rata

tiga tahun terakhir, maka dapat dikapitalisasi, (c) selisih transaksi perubahan ekuitas perusahaan asosiasi, (d) laba (rugi) belum direalisasi dari efek tersedia untuk dijual, dan (e) selisih revaluasi aset tetap.

5. Sumber Daya Perusahaan

Menurut Lako (2006) dan Canibano et al. (2000) terdapat tiga kelompok pos neraca yang memiliki relevansi nilai, yaitu; (1) aset lancar operasi (current

2 PSAK No. 1 (revisi 2009) merinci pendapatan komprehensif lain pada paragraf 07, terdiri atas; (a) perubahan dalam surplus revaluasi, (b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat

pasti, (c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran statemen keuangan dari entitas asing, (d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai „tersedia untuk dijual‟, (e) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai aliran kas.

operating asset ), (2) aset tetap, dan (3) aset takberwujud. Ketiga kelompok tersebut dinamakan akuntansi informasi dinamis (Lo dan Lys, 2000).

5.1. Aset Lancar Operasi. Aset lancar terdiri atas aset keuangan dan aset operasi. Aset lancar operasi adalah aset lancar selain kas/bank dan investasi jangka pendek, sehingga aset lancar operasi terdiri atas piutang, sediaan barang, dan aset lancar lainnya (Fairfield et al., 2003). Peningkatan aset lancar operasi menunjukkan penambahan aset yang kurang produktif.

5.2. Aset Tetap. Investasi atau pengeluaran untuk pembelian aset tetap (capital expenditure) adalah pertumbuhan aset tetap yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan di masa datang. Core et al. (2003) serta Kerstein dan Kim (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan aset berhubungan erat dengan laba abnormal.

5.3. Aset Takberwujud. Keberadaan aset takberwujud direspon oleh investor ke dalam dua arah, yaitu positif atau negatif (Ely dan Waymire, 1999). Respon positif terjadi bila aset takberwujud menunjukkan aset yang memiliki nilai tambah sehingga meningkatkan harga saham, sedangkan respon negatif terjadi bila aset takberwujud merupakan biaya yang ditangguhkan pembebanannya. Penelitian Lako (2006) searah dengan hasil penelitian Canibano et al. (2000), yaitu aset takberwujud sebagai sumber laba ekonomik perusahaan di masa depan, sehingga harus diakui sebagai aset karena berpengaruh positif terhadap harga saham.

6. Konservatisma

Setiap standar akuntansi dan perusahaan memiliki tingkat konservatisma yang bervariasi (Xu dan Lu, 2008). Lo (2005) dan Juanda (2006) mengkonfirmasi bahwa praktik konservatisma terjadi juga di Indonesia.

Konservatisma telah mempengaruhi praktik akuntansi sejak 500 tahun yang lalu (Basu, 1997). Menurut Kam (1990) konservatisma di bidang akuntansi dapat ditelusur di Inggris sejak jaman pertengahan. Pada tahun 1920-an praktisi perbankan di AS meminta agar statemen keuangan nasabah disajikan lebih konservatif agar tidak overstatement (melaporkan aset/laba lebih tinggi dari kenyataan). Selama 30 tahun terakhir praktik akuntansi semakin konservatif (Watts, 2003a) bahkan dengan aplikasi IFRS, konservatisma tetap dipraktikan (Hellman, 2008).

Konservatisma adalah prilaku melaporkan aset (pendapatan) lebih rendah dan kewajiban (biaya) lebih tinggi dari nilai ekonomiknya (Hendriksen dan Van-Breda, 1992; Suwardjono, 2005). Hal serupa dinyatakan dalam SFAC No. 2 paragraf 95

yang menyebutkan...”jika terdapat dua estimasi angka yang akan diterima/dibayar di masa depan, maka konservatisma menghendaki angka yang digunakan adalah

ni lai yang paling tidak optimis”. Menurut Watts (2003b) konservatisma diukur dengan tiga pendekatan, yaitu

aset bersih, hubungan laba terhadap return saham, laba dan akrual. 3 Pendekatan

3 Wang et al. (2009) merinci metoda pengukuran konservatisma akuntansi. Mereka mengelompokkan metoda pengukuran konservatisma, sebagai berikut: (1) Differential Timeliness

(Basu, 1997), (2) Asymmetric Accrual-to-Cash-Flow (Ball dan Shivakumar, 2005), (3) BTM atau MTB (Beaver dan Ryan, 2000), (4) Negative Accrual (Givoly dan Hayn, 2000), (5) Hidden (Basu, 1997), (2) Asymmetric Accrual-to-Cash-Flow (Ball dan Shivakumar, 2005), (3) BTM atau MTB (Beaver dan Ryan, 2000), (4) Negative Accrual (Givoly dan Hayn, 2000), (5) Hidden

Pendekatan kedua dilakukan oleh Basu (1997). Konservatisma diukur dengan cara menghubungkan laba dengan return, yaitu melalui regresi perubahan laba yang dideflasi dengan harga pasar awal terhadap return yang dideflasi dari

perubahan laba positif dan negatif. Koefisien ( β 3 ) menunjukkan konservatisma. Model Basu (1997) adalah sebagai berikut:

X it /P it-1 = α + β 1 DR it + β 2 R it + β 3 R it *DR it + ε t ………..………………………..(3)

Dalam hal ini,

X it = laba per saham perusahaan i pada tahun t P it-1 = harga per saham perusahaan i pada awal perioda R it = return perusahaan i untuk 12 bulan DR it = variabel dummy, 0 bila R it > 0, dan 1 bila R it < 0. ε t = kesalahan residual.

Ball dan Shivakumar (2005) melakukan modifikasi terhadap model Basu (1997), dengan cara meregresi aliran kas operasi terhadap akrual.

Pendekatan ketiga, konservatisma diukur dengan cara membandingkan laba akuntansi dengan akrual. Givoly dan Hayn (2000; 2002) menyatakan bahwa tanda dan besaran akrual dalam jangka panjang menunjukkan konservatisma.

Reserve yang diukur dengan indeks konservatisma (Penman dan Zhang, 2002), (6) Accounting- chioce-based .

Konservatisma dalam model ini dideteksi dari akrual nonoperasi negatif (NNA), seperti pada persamaan berikut ini. Cn it = -NA it = -(TA it -OA it ) ................................................................................. (4) Dalam hal ini, Cn it = konservatisma perusahaan i perioda t NA it = nonoperating accrual perusahaan i perioda t TA it = total akrual perusahaan i perioda t, yaitu laba bersih + depresiasi –aliran kas

dari operasi OA it = operating accrual perusahaan i perioda t, yaitu ∆ piutang usaha + ∆ sediaan

bara ng + ∆ biaya dibayar di muka - ∆ hutang usaha -∆ hutang pajak.

D. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil kajian seperti diuraikan di atas, dapat dirumuskan hipotesis-hipotesis di bawah ini.

1. Relevansi Nilai Ekuitas

Secara konsepsi informasi akuntansi mencerminkan sumber daya perusahaan, hak atas sumber daya perusahaan, dan perputaran sumber daya perusahaan. Hak atas sumber daya terdiri atas hak pemilik dan hak nonpemilik. Hak pemilik atas sumber daya perusahaan merupakan hak residual pemegang saham (Suwardjono, 2005).

Hak residual pemegang saham atau ekuitas dilaporkan dalam neraca sebagai nilai buku ekuitas. Ekuitas mengandung nilai ekonomik yang berpengaruh positif Hak residual pemegang saham atau ekuitas dilaporkan dalam neraca sebagai nilai buku ekuitas. Ekuitas mengandung nilai ekonomik yang berpengaruh positif

H 1 = Ekuitas berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan.

2. Relevansi Nilai Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan dihasilkan dari perputaran aset perusahaan yang membentuk nilai tambah. Kinerja perusahaan tercermin dari laba bersih. Chambers et al. (2007) menyatakan bahwa laba inti (core earnings) berpengaruh pada nilai saham dalam dua cara, yaitu (1) berpengaruh pada nilai buku ekuitas dan nilai pasar saham dollar-for-dollar, dan (2) laba inti abnormal dikapitalisasi dan berasosiasi dengan nilai pasar saham melalui muhibah harapan. Dalam hubungannya dengan nilai pasar perusahaan, hipotesis tentang kinerja perusahaan sebagai berikut (dalam bentuk alternatif):

H 2 = Kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan.

3. Relevansi Nilai Laba Komprehensif Lain

Laba komprehensif terdiri atas laba bersih dan laba komprehensif lain (OCI). OCI menunjukkan kinerja perusahaan selain pendapatan dan beban yang dilaporkan pada statemen laba bersih. Pada pendekatan operasi-sekarang, OCI dilaporkan pada nilai buku ekuitas yang dikenal sebagai pos surplus kotor. OCI tidak berpengaruh pada nilai pasar perusahaan, terutama sebelum adopsi laba komprehensif (Chambers et al., 2007; Dhaliwal et al., 1999; Cheng et al., 1993) tetapi berpengaruh setelah adopsi IFRS (Chambers et al., 2007; Cahan et al., 2000).

Meskipun terdapat bukti yang saling bertentangan, secara konsepsi OCI berpengaruh pada nilai pasar perusahaan (Johnson et al., 2005). Dalam hubungannya dengan nilai pasar perusahaan, hipotesis tentang OCI sebagai berikut (dalam bentuk alternatif):

H 3 = Laba komprehensif lain berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan.

4. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Dinamis

Informasi akuntansi dinamis adalah informasi dari pos-pos statemen keuangan selain nilai buku ekuitas dan laba bersih, yaitu aset dan liabilitas. Berbagai kelompok aset seperti aset lancar (Ou, 1990; Lev dan Thiagarajan, 1993; Seng dan Hancock, 2012), aset tetap (Kerstein dan kim, 1995; Cahan et al., 2000; Osborne dan Ingles, 2003), dan aset takberwujud (Sougiannis, 1994; Nelson, 2006; Camara, 2007) berasosiasi dengan harga saham.

4.1. Pertumbuhan Aset Lancar Operasi. Aset lancar operasi diperlukan untuk mendukung dan meningkatkan aktivitas utama perusahaan. Ou (1990) serta Lev dan Thiagarajan (1993) mendapatkan bukti bahwa aset lancar operasi dipersepsi sebagai sediaan potensi ekonomik yang belum dimanfaatkan. Nilai aset lancar operasi meningkat karena managemen tidak dapat mengalokasi sumber daya pada aset yang lebih produktif. Hipotesis relevansi nilai aset lancar operasi adalah (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 4 = Sumber daya perusahaan berupa pertumbuhan aset lancar operasi berpengaruh

negatif terhadap nilai pasar perusahaan.

4.2. Pertumbuhan Aset Tetap. Pengeluaran untuk kapital menunjukkan keyakinan managemen atas peluang investasi guna meningkatkan kemakmuran perusahaan. Osborne dan Ingles (2003) menyatakan bahwa investasi hanya dapat meningkatkan kemakmuran jika investasi menunjukkan satu dari empat keadaan sebagai berikut. Pertama, investasi membentuk aset baru. Kedua, investasi menambah aset yang sudah ada. Ketiga, investasi mengganti aset lama. Keempat, investasi meningkatkan masa manfaat atau kapasitas aset lama. Oleh karena itu hipotesis relevansi nilai pertumbuhan aset tetap adalah (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 5 = Sumber daya perusahaan berupa pertumbuhan aset tetap berpengaruh positif

terhadap nilai pasar perusahaan.

4.3. Aset Takberwujud. Aset takberwujud yang dicatat pada neraca terdiri atas kos dari pengeluaran untuk riset, promosi, pengembangan produk baru, muhibah, dan paten. Pengaruh aset takberwujud bersifat kontingensi karena aset takberwujud dapat berupa kumpulan biaya yang ditangguhkan tanpa manfaat masa depan atau kos yang memiliki nilai tambah bagi perusahaan (Ely dan Waymire, 1999). Oleh karena itu hipotesis relevansi nilai aset takberwujud adalah (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 6 = Sumber daya perusahaan berupa aset takberwujud berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan.

5. Dampak Konservatisma pada Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Konservatisma mengakibatkan laba (aset) ditunda pengakuannya sampai terdapat bukti transaksi yang kuat tetapi kerugian (biaya) diakui segera, sehingga laba (aset) tahun ini lebih kecil dibandingkan laba (aset) ekonomik. Terjadi aliran kas dengan pengakuan aset (laba) secara akrual. Penyajian lebih rendah mengakibatkan distorsi pada statemen keuangan.

5.1. Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Nilai Ekuitas. Nilai buku ekuitas bersama laba menentukan harga saham, dan satu dari kedua nilai tersebut hilang mengarah pada model yang salah spesifikasi (misspecification) (Kothari dan Zimmerman, 1995; Ohlson, 1995). Konservatisma menimbulkan nilai buku aset (laba) lebih rendah dari nilai ekonomiknya. Akibatnya laba bersifat transitory dan nilai buku ekuitas menyajikan nilai inti (Dichev, 2008; Balachandran dan Mohanram, 2011). Investor lebih memperhatikan nilai buku ekuitas. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis pengaruh konservatisma terhadap relevansi nilai ekuitas sebagai berikut (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 7 = Konservatisma memperkuat relevansi nilai ekuitas.

5.2. Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Nilai Kinerja Perusahaan. Laba merupakan perputaran sumber daya yang menghasilkan nilai tambah bagi pemilik. Laba menyediakan informasi untuk memprediksi aliran kas masuk masa depan. Konservatisma mengakibatkan terjadi mismatch antara pengakuan pendapatan dengan biaya. Akibatnya laba mengandung bias ke bawah karena pengakuan laba (aset) secara akrual lebih rendah dibandingkan dengan aliran kas. Laba banyak mengandung pos transitory sehingga direspon negatif oleh investor.

Oleh karena itu hipotesis pengaruh konservatisma terhadap relevansi nilai kinerja perusahaan sebagai berikut (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 8 = Konservatisma memperlemah relevansi nilai kinerja perusahaan.

5.3. Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Nilai Laba Komprehensif

Lain. Laba komprehensif lain (OCI) menunjukkan kinerja perusahaan selain laba bersih. OCI bermakna dalam memprediksi nilai perusahaan tergantung lokasi penyajiannya (Chambers et al., (2007). Dalam penelitian ini, OCI dikutip dari nilai buku ekuitas, oleh karena itu karakter OCI mirip nilai buku ekuitas. Konservatisma akan meningkatkan relevansi pos surplus kotor. Hipotesis pengaruh konservatisma terhadap relevansi nilai OCI sebagai berikut (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 9 = Konservatisma memperkuat relevansi nilai laba komprehensif lain.

5.4. Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Pertumbuhan Aset Lancar

Operasi. Aset lancar operasi mengandung nilai yang persisten, menyajikan informasi return masa depan (Dichev, 2008). Dalam keadaan konservatif, maka nilai aset lancar operasi menunjukkan bias ke bawah. Oleh karena itu, hipotesis dampak konservatisma terhadap pertumbuhan aset lancar operasi dirumuskan sebagai berikut (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 10 = Konservatisma memperlemah relevansi nilai sumber daya perusahaan berupa pertumbuhan aset lancar operasi.

5.5. Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Nilai Pertumbuhan Aset

Tetap. Pengeluaran untuk kapital (aset tetap) dilakukan sejalan dengan pertumbuhan perusahaan. Dalam keadaan konservatif, aset tetap dinilai lebih rendah dari nilai ekonomiknya. Oleh karena itu, hipotesis dampak konservatisma Tetap. Pengeluaran untuk kapital (aset tetap) dilakukan sejalan dengan pertumbuhan perusahaan. Dalam keadaan konservatif, aset tetap dinilai lebih rendah dari nilai ekonomiknya. Oleh karena itu, hipotesis dampak konservatisma

H 11 = Konservatisma memperlemah relevansi nilai pertumbuhan sumber daya

perusahaan berupa aset tetap.

5.6. Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Nilai Aset Takberwujud. Aset takberwujud adalah sumber daya yang paling sulit dinilai karena sumbangan terhadap kemakmuran perusahaan sulit diukur. Dalam keadaan konservatif, aset takberwujud cenderung dinilai lebih rendah dari nilai ekonomiknya. Managemen lebih cepat membebankan kos menjadi biaya, akibatnya terjadi bias ke bawah. Oleh karena itu, hipotesis dampak konservatisma terhadap relevansi nilai aset takberwujud dapat dirumuskan sebagai berikut (ditulis dalam bentuk alternatif):

H 12 = Konservatisma memperlemah relevansi nilai sumber daya perusahaan berupa aset takberwujud.

E. Metoda Penelitian

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel, yaitu variabel dependen berupa harga saham, variabel independen berupa nilai buku ekuitas neto, laba bersih, OCI, pertumbuhan aset lancar operasi, pertumbuhan aset tetap, dan aset takberwujud, serta variabel pemoderasi adalah konservatisma.

9. Harga Saham. Harga saham dikutip dari harga penutupan pada hari publikasi statemen keuangan tercepat di bursa atau surat kabar. Harga saham diukur dengan harga pasar per saham.

10. Nilai Buku Ekuitas. Penelitian ini menggunakan nilai buku ekuitas neto, yaitu

nilai buku ekuitas akhir tahun (NBE) dikurangi laba bersih tahun berjalan (LB) dan pos surplus kotor (OCI). Nilai buku ekuitas neto per saham, yaitu nilai buku ekuitas neto dibagi saham beredar akhir tahun (SHM) dengan perhitungan sebagai berikut:

NBE  LB  NBEn OCI 

(SHM )

11. Laba Bersih. Laba bersih adalah laba setelah pajak dan dinyatakan per saham

(EPS), yaitu laba bersih setelah pajak (LB) dibagi rata-rata bobotan saham beredar (SHMb) dengan perhitungan sebagai berikut:

LB EPS  (SHMb )

12. Laba Komprehensif Lain (OCI). OCI adalah pos surplus kotor yang dikutip

dari nilai buku ekuitas. Pos surplus kotor diukur dengan dummy. Angka 1 mewakili perusahaan yang melaporkan surplus kotor dan 0 sebaliknya.

13. Pertumbuhan Aset Lancar Operasi. Pertumbuhan aset lancar operasi diukur dari perubahan nilai aset lancar operasi per saham. Perubahan nilai aset lancar operasi per saham (ALOPS) dihitung dari aset lancar operasi (ALOP) per saham akhir tahun berjalan dikurangi dengan aset lancar operasi per saham tahun sebelumnya dengan perhitungan sebagai berikut:

ALOPS ALOP ALOP  t  t  1

SHM t

SHM t  1

14. Pertumbuhan Aset Tetap. Penambahan aset tetap berwujud per saham (INV) diperoleh dengan cara harga perolehan aset tetap (AT) akhir tahun berjalan per 14. Pertumbuhan Aset Tetap. Penambahan aset tetap berwujud per saham (INV) diperoleh dengan cara harga perolehan aset tetap (AT) akhir tahun berjalan per

15. Aset Takberwujud. Aset takberwujud adalah pengeluaran yang membentuk kos dan memiliki potensi menghasilkan pendapatan. Aset takberwujud diukur dengan dummy, angka 1 mewakili perusahaan yang memiliki aset takberwujud dan 0 sebaliknya.

16. Konservatisma. Konservatisma adalah ukuran perbedaan antara nilai buku aset

dengan nilai ekonomiknya. Untuk mengukur konservatisma, dalam penelitian ini digunakan negative nonoperating accrual (NNA) per saham yang dihitung dengan persamaan 4.

2. Teknik Analisis

Persamaan statistik untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut: HSu it = α + β 1 NBEn it + β 2 EPS it + β 3 DAKOT it + β 4 ALOPS it + β 5 INV it +

β 6 DATW it + β 7 Cn it + β 8 Cn it *NBEn it + β 9 Cn it EPS it + β 10 Cn it *DAKOT it + β 11 Cn it *ALOPS it + β 12 Cn it *INV it + β 13 Cn it *DATW it + ε it ......................(5)

Dalam hal ini, HSu it = harga saham perusahaan i pada hari publikasi statemen keuangan tercepat

di bursa/surat kabar. NBEn it = nilai buku ekuitas neto perusahaan i pada tanggal t (akhir tahun)

EPS it = laba bersih perusahaan i perioda t DAKOT it = pos surplus kotor perusahaan i pada akhir tahun (dummy).

ALOPS it = Pertumbuhan aset lancar operasi per saham perusahaan i perioda t. INV it = Pertumbuhan aset tetap per saham perusahaan i perioda t. DATW it = Aset takberwujud perusahaan i pada tanggal t (dummy). Cn it = Konservatisma perusahaan i pada perioda t.

α = konstanta/intersep β 1: …β 13 = slope/koefisien ε it = kesalahan residual.

F. Hasil Penelitian

1. Pemilihan Sampel

Penelitian ini menggunakan data perusahaan-perusahaan dalam industri pemanufakturan yang mempublik di Bursa Efek Indonesia (BEI) perioda tahun 2000-2009. Data statemen keuangan, tanggal publikasi, dan harga saham diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM), Pojok BEJ Universitas Diponegoro, dan pusat referensi PT Bursa Efek Jakarta/Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel dipilih melalui metoda penyampelan bersasaran (purposive sampling) dengan kriteria: (a) statemen keuangan disajikan dalam mata uang rupiah, (b) perusahaan mengeluarkan satu jenis saham biasa, (c) nilai buku ekuitas positif, dan (d) perioda akuntansi adalah tahun takwim.

Jumlah perusahaan pemanufakturan yang mempublik tahun 2000-2009 sebanyak 1.502 tahun-perusahaan dan setelah diseleksi, didapatkan sampel terpilih sebanyak 840 observasi. Sampel terdistribusi pada 10 tahun pengamatan, paling banyak adalah 94 observasi pada tahun 2006 (66,20% dari perusahaan Jumlah perusahaan pemanufakturan yang mempublik tahun 2000-2009 sebanyak 1.502 tahun-perusahaan dan setelah diseleksi, didapatkan sampel terpilih sebanyak 840 observasi. Sampel terdistribusi pada 10 tahun pengamatan, paling banyak adalah 94 observasi pada tahun 2006 (66,20% dari perusahaan

2. Hasil Pengujian Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Hasil uji asumsi klasik terhadap data untuk menguji relevansi nilai informasi menunjukkan bahwa: (1) tidak terdapat autokorelasi, (2) tidak terdapat masalah multikolinearitas, (3) terdapat masalah heteroskedastisitas, dan (4) menunjukkan data tidak normal.

Upaya memecahkan masalah heteroskedastisitas telah dilakukan dengan melakukan deflasi, log/log natural namun tidak berhasil. Penelitian ini menggunakan data besar (840 observasi), sehingga diasumsikan data berdistribusi normal (Hair et al., 2010; Gujarati, 2003).

Persamaan relevansi nilai informasi akuntansi adalah sebagai berikut. HSu it = 31,846 + 0,544NBEn it + 3,431EPS it + 244,549DAKOT it - 0,344LOPS it

+ 0,158INV it + 170,469DATW it .......................................................... (6) R 2 (Adj.) = 0,840 (0,839)

Nilai F kalkulasian sebesar 727,067 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 yang berarti secara statistik signifikan pada tingkat 1 persen. Nilai R 2 (adj.)

menunjukkan variasi nilai perusahaan dapat dijelaskan dengan 6 variabel independennya sebesar 83,9 persen, sisanya (16,1 persen) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.

2.1. Hasil Uji Hipotesis 1. Hipotesis satu menyebutkan bahwa Ekuitas (NBEn)

berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil uji statistik menunjukkan t kalkulasian sebesar 20,028 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 serta

koefisien bertanda positif, maka Ho 1 berhasil ditolak. Hasil uji tersebut mengkonfirmasi penelitian sebelumnya (misalnya Ohlson, 1995; Cahan et al., 2000; Sasongko, 2008).

2.2. Hasil Uji Hipotesis 2. Hipotesis dua menyebutkan bahwa kinerja perusahaan (EPS) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil uji statistik menunjukkan t kalkulasian sebesar 28,588 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 serta

koefisien bertanda positif, maka Ho 2 berhasil ditolak. Hasil tersebut mengkonfirmasi penelitian sebelumnya (misalnya Cahan et al., 2000; Mayangsari, 2004; Naimah dan Utama, 2006; Sasongko, 2008).

2.3. Hasil Uji Hipotesis 3. Hipotesis tiga menyebutkan bahwa laba komprehensif lain (DAKOT) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil uji statistik menunjukkan t kalkulasian sebesar 4,016 dan nilai probabilitas sebesar

0,000 dan koefisien bertanda positif, maka Ho 3 berhasil ditolak. Hasil uji tersebut searah dengan temuan Cahan et al. (2000), Kanagaretnam et al. (2009) serta Jones dan Smith (2011).

2.4. Hasil Uji Hipotesis 4. Hipotesis empat menyebutkan bahwa pertumbuhan

aset lancar operasi (ALOPS) berpengaruh negatif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil uji statistik menunjukkan t kalkulasian sebesar -5,613 dan nilai probabilitas

sebesar 0,000 dan koefisien bertanda negatif, maka Ho 4 berhasil ditolak. Hasil uji sebesar 0,000 dan koefisien bertanda negatif, maka Ho 4 berhasil ditolak. Hasil uji

2.5. Hasil Uji Hipotesis 5. Hipotesis lima menghubungkan pertumbuhan (investasi) sumber daya perusahaan berupa aset tetap dengan nilai pasar perusahaan. Investasi pada aset tetap (INV) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil uji statistik menunjukkan t kalkulasian sebesar 2,237 dan nilai

probabilitas sebesar 0,026 dan koefisien bertanda positif, maka Ho 5 berhasil ditolak. Hasil tersebut mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya (misalnya Kerstein dan Kim, 1995; Cahan et al., 2000; Sasongko, 2008).

2.6. Hasil Uji Hipotesis 6. Hipotesis enam menyatakan bahwa sumber daya

perusahaan berupa aset takberwujud (DATW) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t kalkulasian sebesar 2,776 dan nilai probabilitas sebesar 0,006 dan koefisien bertanda positif, maka Ho 6

berhasil ditolak. Hasil tersebut mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya (misalnya Sougiannis, 1994; Ely dan Waymire, 1999; Lako, 2006).

3. Hasil Pengujian Dampak Konservatisma terhadap Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Uji asumsi klasik menunjukkan terdapat masalah heteroskedastisitas dan data tidak normal. Namun karena menggunakan data besar (840 observasi), maka diasumsikan normal (Gujarati, 2003). Upaya untuk memecahkan masalah heteroskedastisitas telah dilakukan namun tidak berhasil.

Persamaan regresi tentang pengaruh konservatisma pada relevansi nilai adalah di bawah ini. HSu it = 71,318+ 0,490NBEn it + 3,815EPS it + 161,975DAKOT it - 0,303ALOPS it

+ 0,222INV it + 146,566DATW it + 0,363Cn it + 0,001Cn it *NBEn it – 0,001Cn it *EPS it + 1,124Cn it *DAKOT it – 0,001Cn it *ALOPS it - 0,001Cn it *INV it - 0,590Cn it *DATW it ……………...………………..…(7)

R 2 (Adj.) = 0,858 (0,855)

Nilai F kalkulasian sebesar 382,874 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000, signifikan pada tingkat 1 persen. Nilai R 2 (adj.) menunjukkan bahwa variasi nilai

perusahaan dapat dijelaskan dengan 13 variabel independennya sebesar 85,5 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.

3.1. Hasil Uji Hipotesis 7. Hipotesis tujuh menyatakan bahwa konservatisma

memperkuat relevansi nilai ekuitas (Cn*NBEn). Hasil uji statistik menunjukkan nilai t kalkulasian Cn*NBEn sebesar 2,047, probabilitas sebesar 0,041dan koefisien

bertanda positif, Ho 7 berhasil ditolak. Dalam keadaan konservatif, investor lebih memperhatikan ekuitas dalam menilai harga saham (Barth et al., 1998; Collins et al., 1999).

3.2. Hasil Uji Hipotesis 8. Hipotesis delapan menyatakan konservatisma memperlemah relevansi nilai kinerja perusahaan (Cn*EPS). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t kalkulasian Cn*EPS sebesar -4,329, probabilitas sebesar

0,000 dan koefisien bertanda negatif, maka Ho 8 berhasil ditolak. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi pernyataan Watts (2003a) dan hasil penelitian Barth et al., (1998), Collins et al., (1999), dan Gu, (2007).

3.3. Hasil Uji Hipotesis 9. Hipotesis sembilan menyatakan bahwa konservatisma memperkuat relevansi nilai laba komprehensif lain (Cn*DAKOT). Hasil uji 3.3. Hasil Uji Hipotesis 9. Hipotesis sembilan menyatakan bahwa konservatisma memperkuat relevansi nilai laba komprehensif lain (Cn*DAKOT). Hasil uji

3.4. Hasil Uji Hipotesis 10. Hipotesis sepuluh menyebutkan bahwa konservatisma memperlemah relevansi nilai sumber daya perusahaan berupa aset lancar operasi (Cn*ALOPS). Hasil uji statistik menunjukkan nilai t kalkulasian sebesar -1,735 dan probabilitas sebesar 0,083, signifikan pada tingkat 10 persen dan koefisien

bertanda negatif. Oleh karena itu Ho 10 berhasil ditolak pada tingkat moderat. Pertumbuhan aset lancar operasi direspon oleh investor sebagai pertambahan aset yang kurang produktif (Ou, 1990; Seng dan Hancock, 2012).

3.5. Hasil Uji Hipotesis 11. Hipotesis sebelas menyebutkan bahwa konservatisma memperlemah relevansi nilai investasi pada sumber daya perusahaan berupa aset tetap (Cn*INV). Hasil uji statistik menunjukkan nilai t kalkulasian sebesar -1,825 dan probabilitas sebesar 0,068. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Cn*INV signifikan pada tingkat moderat (10 persen) dan koefisien bertanda negatif, maka

Ho 11 berhasil ditolak. Dalam keadaan konservatif, pertumbuhan aset tetap menunjukkan bias ke bawah. Investor merespon negatif atas pertumbuhan aset tetap (Lev dan Zarowin, 1999; Gu (2007).

3.6. Hasil Uji Hipotesis 12. Hipotesis duabelas menyebutkan bahwa konservatisma memperlemah relevansi nilai sumber daya perusahaan berupa aset takberwujud (Cn*DATW). Hasil uji statistik menunjukkan nilai t kalkulasian 3.6. Hasil Uji Hipotesis 12. Hipotesis duabelas menyebutkan bahwa konservatisma memperlemah relevansi nilai sumber daya perusahaan berupa aset takberwujud (Cn*DATW). Hasil uji statistik menunjukkan nilai t kalkulasian

Ho 12 berhasil ditolak. Dalam keadaan konservatif, aset takberwujud dilaporkan lebih kecil dari nilai ekonomiknya. Investor merespon negatif aset takberwujud (Watts, 2003a).

G. Analisis Tambahan

Untuk mengetahui pengaruh konservatisma pada perusahaan berkinerja positif dan negatif, maka sampel dibagi ke dalam dua kelompok. Pembagian ke dalam dua sub sampel penting karena proporsi perusahaan merugi semakin meningkat dan memiliki relevansi nilai yang berbeda (Hayn, 1995; Joos dan Plesko, 2005). Perusahaan berkinerja positif sebanyak 660 observasi dan berkinerja negatif sebanyak 180 observasi. Hasil uji statistik terhadap kedua kondisi menunjukkan bahwa konservatisma berpengaruh berbeda pada Cn*NBEn , Cn*EPS ,

Cn*DAKOT , Cn*ALOPS , Cn*INV , dan Cn*DATW bagi perusahaan berkinerja positif dan negatif.

Hasil uji pada perusahaan yang berkinerja positif menunjukkan hasil yang konsisten dengan hasil uji hipotesis tujuh-sembilan dan duabelas. Dampak konservatisma terhadap relevansi nilai pertumbuhan aset lancar operasi (ALOPS) dan aset tetap (INV) tidak signifikan. Pada perusahaan berkinerja negatif, konservatisma hanya berpengaruh pada NBEn dan INV. Hasil uji terhadap perusahaan laba/(rugi) tersebut mengkonfirmasi hasil penelitian Hayn (1995), Joos dan Plesko (2005).

Pada perusahaan berkinerja positif, konservatisma memperlemah relevansi nilai EPS, DATW lebih kuat dibandingkan perusahaan berkinerja negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam keadaan konservatif, EPS dan DATW mengandung nilai transitory. Sebaliknya pada perusahaan yang berkinerja negatif, konservatisma memperkuat relevansi nilai NBEn, lebih tinggi dibanding pada perusahaan berkinerja positif. Pada perusahaan merugi, investor lebih memilih nilai buku ekuitas untuk menilai harga saham.

H. Uji Sensitivitas

Dalam penelitian ini dilakukan uji sensitivitas dengan dua cara sebagai berikut.

1. Validasi Dengan Data Normal pada Harga Publikasi Tercepat di Bursa atau Surat Kabar

Uji sensitivitas pertama dilakukan dengan data hasil trimming data utama sehingga sampel menunjukkan distribusi normal pada 538 observasi (64,04% dari sampel terpilih). Hasil uji asumsi klasik menunjukkan data normal dan tidak terdapat masalah autokorelasi dan multikolinearitas namun masalah heteroskedastisitas belum dapat diobati.

Informasi akuntansi NBEn, EPS, DAKOT, dan INV memiliki relevansi nilai signifikan pada tingkat 1% dan koefisien bertanda positif. Adapun ALOPS dan DATW tidak menunjukkan adanya relevansi nilai. Hasil uji statistik menunjukkan empat variabel (NBEn, EPS, DAKOT, dan INV) konsisten dengan hasil uji regresi data utama (840 observasi).

Hasil uji interaksi konservatisma dengan variabel informasi akuntansi menunjukkan bahwa konservatisma memperlemah relevansi nilai EPS, DAKOT, INV, dan DATW dan memperkuat relevansi nilai NBEn tetapi tidak berpengaruh pada relevansi nilai ALOPS. Hasil uji tersebut konsisten dengan hasil uji data utama (840 observasi) dalam hal NBEn, EPS, INV, dan DATW yang menunjukkan hasil yang signifikan. Meskipun hasil uji statistik signifikan, Cn*DAKOT bertanda negatif, berbeda arah dengan Cn*DAKOT data utama.

2. Validasi dengan Variabel Dependen Harga Saham Penutupan pada Hari

Publikasi di Surat Kabar

Uji validasi kedua dilakukan dengan mengganti variabel dependen menjadi harga pada saat publikasi di surat kabar yang dibatasi sampai akhir masa penyampaian statemen keuangan ke Bapepam, yaitu sampai dengan akhir April (untuk data tahun 2002 dan sebelumnya) dan akhir Maret mulai statemen keuangan tahun 2003. Harga saham pada kedua macam sampel memiliki korelasi sangat kuat (100%). Harga pasar saham pada kedua jenis sampel memiliki nilai minimum dan nilai rerata yang tidak jauh berbeda.

Hasil regresi informasi akuntansi terhadap harga saham penutupan pada hari publikasi di surat kabar menunjukkan bahwa informasi akuntansi NBEn, EPS, dan DAKOT memiliki relevansi nilai dengan probabilitas sebesar 0,000 (signifikan pada tingkat 1%), sedangkan DATW memiliki relevansi nilai informasi dengan probabilitas sebesar 0,030 (signifikan pada tingkat 5%) bertanda positif. Adapun

ALOPS signifikan pada tingkat 1% bertanda negatif. Pertumbuhan aset tetap (INV) tidak menunjukkan relevansi nilai.

Hasil uji terhadap 6 variabel tersebut konsisten dengan hasil uji hipotesis kesatu-keempat dan keenam. Koefi sien (β) dari lima variabel yang signifikan menunjukkan tanda yang sama dengan hasil uji sampel utama (840 observasi). Hasil yang berbeda pada variabel kelima, yaitu INV menunjukkan tidak signifikan.

Hasil uji interaksi konservatisma dengan variabel informasi akuntansi menunjukkan bahwa konservatisma memperlemah relevansi nilai EPS, INV, dan DATW serta memperkuat NBEn dan DAKOT. Pengaruh konservatisma pada relevansi nilai pertumbuhan aset lancar operasi tidak signifikan.

Dari hasil dua uji sensitivitas di atas, dapat disimpulkan bahwa hasilnya cukup konsisten dengan hasil regresi data utama (840 observasi). Konsistensi tersebut adalah: (1) nilai buku ekuitas dan laba bersih memiliki relevansi nilai, (2) pos surplus kotor memiliki relevansi nilai, (3) informasi akuntansi dinamis berupa penambahan aset tetap memiliki relevansi nilai, (4) konservatisma berfungsi sebagai variabel pemoderasi, memperlemah relevansi nilai laba bersih, pos surplus kotor, investasi aset tetap, dan aset takberwujud serta memperkuat relevansi nilai buku ekuitas.

I. Kesimpulan

Dari hasil pengujian dengan model harga pada 840 observasi untuk periode 2000-2009 dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Informasi komponen kunci statemen keuangan (nilai buku ekuitas neto dan laba bersih) memiliki relevansi nilai. Semakin tinggi ekuitas dan kinerja perusahaan, semakin tinggi nilai pasar perusahaan. Penggunaan nilai buku ekuitas neto (NBEn) hasilnya searah dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan nilai buku ekuitas (NBE).

2. OCI memiliki relevansi nilai informasi akuntansi. Hal itu searah dengan harapan AIMR dan IFRS bahwa laba komprehensif menunjukkan kemanfaatan bagi pengambilan keputusan, khususnya dalam menentukan harga saham.

3. Informasi akuntansi dinamis berupa penambahan aset tetap dan adanya aset takberwujud memiliki relevansi nilai informasi akuntansi dan hubungannya bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menambah investasi pada aset tetap dan memiliki aset takberwujud dapat meningkatkan nilai pasar perusahaan.

4. Informasi akuntansi dinamis berupa pertumbuhan aset lancar operasi direspon negatif oleh investor. Pertumbuhan aset lancar operasi dipersepsi sebagai ketidakseimbangan antara kinerja perusahaan dengan aliran kas masuk/ pemanfaatan sumber daya perusahaan.

5. Konservatisma sebagai pemoderasi memperlemah relevansi nilai kinerja perusahaan (EPS), pertumbuhan aset lancar operasi (ALOPS), investasi aset tetap (INV), dan aset takberwujud (DATW), namun memperkuat relevansi nilai ekuitas dan pos surplus kotor.

6. Hasil uji tambahan menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh konservatisma terhadap relevansi nilai informasi akuntansi pada perusahaan yang berkinerja 6. Hasil uji tambahan menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh konservatisma terhadap relevansi nilai informasi akuntansi pada perusahaan yang berkinerja

J. Saran

Beberapa hal yang dapat diperbaiki dan dikembangkan adalah sebagai berikut.

8. Standar akuntansi keuangan berbasis IFRS memberi peluang pada kajian relevansi nilai, baik angka statemen keuangan sebagai agregat maupun individu (pos per pos).

9. Ekuitas sebaiknya diukur dengan nilai buku ekuitas neto karena bebas dari pengaruh laba bersih dan pos surplus kotor.

10. Penelitian yang menggunakan harga saham perlu memperhatikan likuiditas perdagangannya. Saham yang aktif diperdagangkan berhubungan erat dengan informasi terpublikasi, sedangkan saham yang pasif cenderung diperdagangkan dalam jumlah yang sangat kecil dan tidak berkaitan dengan informasi terpublikasi.

11. Untuk memecahkan masalah heteroskedastisitas, perlu dicarikan skala pengukuran dan transformasi data yang tepat.

---o0o---

SUMMARY

A. Introduction

Value relevance of accounting information is very low and declines continuously. Based on the review of Lev (1989), the value relevance of net income was about 4-7 percent and Barth et al. (2001) reported the highest of value relevance of net income was up to 10 percent. The study in Indonesia showed almost the same conditions. During the period of 1995-2004, the value relevance of accounting information ranged from 2.1 to 8.5 percent for manufacturing companies (Lako, 2006).

Declining in value relevance of equity book value and net income is reported by Collins et al. (1997), Francis and Schipper (1999), and Lev and Zarowin (1999). Brown et al. (1999) reexamined the data that were used by Collins et al. (1997) with deflate of their variables to eliminate the measurement bias. The conclusions are consistent with previous research, the value relevance of the book value of common equity and net income has been declined by 0.3 percent yearly during the period of 1958-1996. Gu (2007) reinforces the above findings and got a new evident that the value relevance of accounting information dropped more sharply since the 1970s.

Relevance is a primary decision-specific quality of information. Value relevance is measured by the strength of association of financial statement numbers to its stock price. Low value relevance of accounting information shows the low quality of financial statements and it can‟t be used as a basis of economic decisions

The results of the study in Indonesia on the value relevance of accounting information showed inconsistent. There was declining in value relevance of equity book value and net income during the period of 1995-1998 (Mayangsari, 2004). Suwardi (2005) found the value relevance of equity book value and net income has been increased during the years 1992-1994, 1996-1997, and 1999-2001, but declined in 1995 and 1998. Fluctuation in the value relevance of accounting information also was detected by Lako (2006). Value relevance of accounting information in 1997, 1999, 2001, and 2003 has been decreased, while the 1996, 1998, 2000, 2002, and 2004 increased.