BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Kolostomi 1.1. Pengertian - Pengaruh Edukasi terhadap Kemampuan Keluarga dalam Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang Mengalami Kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Kolostomi

  1.1. Pengertian

  Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (Bouwhuizen, 1991 dalam Murwani, suatu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses. Evelyn (1991, dalam Murwani, 2009) juga mengatakan bahwa kolostomi merupakan lubang yang dibuat melalui lubang dinding abdomen kedalam kolon iliaka untuk mengeluarkan feses. Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa kolostomi merupakan suatu tindakan pembedahan untuk membuat suatu lubang dari kolon melalui dinding abdomen baik sementara ataupun permanen agar feses dapat keluar melalui kolon.

  1.2. Stoma

  Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa mukosa kemerahan disebut dengan stoma (Muwarni, 2009). Untuk mengambil keluaran dari stoma, diperlukan sebuah kantong sekali pakai atau kantong drainase yang disebut appliance yang dilekatkan pada stoma. Karena kontrol sfingter normal tidak digunakan, mungkin akan muncul masalah-masalah kebocoran, pengendalian bau dan iritasi di sekitar area (Blackley, 2004). Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis dengan barier kulit hipoalergik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Perlindungan kulit peristomal adalah aspek pentinng dalam perawatan stoma. Peralatan yang sesuai ukuran merupakan hal yang penting untuk mencegah kebocoran stoma (Wong, 2009).

  Komplikasi pada stoma yang dapat terjadi jika tidak dilakukan perawatan adalah dapat terjadi obstruksi/penyumbatan yang diakibatkan karena adanya perlengketan usus atau adanya pergeseran feses yang sulit dikeluarkan, stenosis akibat penyempitan lumen, prolap pada stoma akibat kelemahan otot abdomen, mucocutaneus, edema jaringan stoma akibat tekanan dari hematoma peristomal dan pengkerutan dari kantong kolostomi, nekrotik stoma akibat cedera pada pembuluh darah stoma, dan retraksi/pengkerutan stoma akibat kantong stoma yang terlalu sempit/tidak pas untuk ukuran stoma dan akibat jaringan scar disekitar stoma (Blackley, 2004). Oleh sebab itu, sangatlah penting dilakukan perawatan stoma untuk menjaga area tersebut agar tetap bersih dan kering. Untuk menampung drainase, digunakan kantong kolostomi sekali pakai yang menutupi stoma. Kantong tersebut ditahan menggunakan sabuk atau perekat.

  Perawatan stoma yang benar sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan jaringan karena daerah disekitar stoma mengalami kontak langsung dengan feses yang cair atau semicair (Hegner & Caldwell, 2003). Sebaiknya keluarga secara aktif dilibatkan karena keluarga mempunyai tanggung jawab akhir dalam mengatur hidup mereka sendiri, selain itu tindakan ini merupakan cara untuk menghormati dan menghargai keluarga (Carey, 1989 dalam Suprajitno, 2004). Menurut Suprajitno (2004), untuk menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah kebutuhan kesehatan dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi yang tepat, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi yang mendukung upaya kesehatan. Rencana tindakan ini diarahkan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga sehingga pada akhirnya keluarga mampu memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarganya (Calgary, 1994 dalam Suprajitno, 2004).

  Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi umum klien ( McGarity, 1992 dalam Potter dan Perry, 2006).

  Kolostomi dapat dibuat secara permanen ataupun temporer (sementara) yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Kolostomi temporer dibuat pada pasien yang tujuannya untuk dekompresi kolon sedangkan kolostomi permanen dibuat pada pasien yang tidak mampu lagi untuk defekasi secara normal melalui anus, hal ini biasanya disebabkan karena adanya keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid dan rektum.

1.4. Perawatan Stoma

  Keadaan stoma yang baik adalah berwarna merah muda yang agak gelap mendekati warna merah. Apabila mengalami gangguan sirkulasi, stoma akan berubah warna menjadi merah gelap. Beberapa hari pertama stoma akan menjadi oedema dan akan menciut (Lewis & Collier, 1983). Oleh karena itu, perawatan stoma dapat dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kebersihan pasien, mencegah terjadinya infeksi, mencegah terjadinya iritasi pada kulit sekitar stoma, dan untuk mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya (Murwani, 2009).

  Kulit stoma harus dicuci dengan menggunakan air hangat dan dikeringkan segera. Kulit harus dijaga bebas dari cairan intestinal yang mungkin akan keluar.

  Sebuah barier kulit seperti topical sprays, ostomi cream, stomahesive, bedak karaya, dan produk lainnya dapat menjadi proteksi bagi kulit. Sebuah kantong kolostomi yang sekali pakai, open-ended, dan transparan lebih mudah untuk memproteksi kulit sekaligus dapat dilihat komponen didalamnya. Kantong harus ditentukan oleh kartu pengukur stoma. Kantong kolostomi akan dipasang setelah pembedahan tetapi belum berfungsi. Kolostomi akan berfungsi 2 sampai 4 hari lagi setelah operasi ketika peristaltik usus sudah cukup pulih.

  Volume, warna, dan konsistensi drainase harus dicatat. Setiap kali kantong kolostomi tersebut diganti, kondisi kulit harus diamati apakah ada iritasi atau sebagai pertimbangan tindakan. Kantong kolostomi yang kotor tidak boleh digunakan lagi secara langsung pada kulit yang sudah teriritasi.

  Diet pada pasien kolostomi bersifat individual. Pasien harus diajarkan untuk menghindari makanan yang menyebabkan gas, diare, sembelit, atau yang

  odorforming atau yang mengiritasi kulit. Jika klien memperkenalkan satu

  makanan pada suatu waktu, makanan yang menyebabkan masalah dapat dengan mudah diidentifikasi. Masalah dengan diare dapat dikendalikan dengan obat- obatan. Laxative atau pencahar ringan dapat dikonsumsi ketika konstipasi (sembelit) menjadi suatu masalah.

  Kantong kolostomi dapat juga dipakai untuk mengumpulkan drainase. Kolostomi yang berada di kolon asendens dan tranversum mempunyai karakteristik tinja yang semiliquid dan lebih sulit dikendalikan daripada kolostomi di sisi kiri usus besar. Sedangkan kolostomi yang berada di kolon sigmoid atau menurun memiliki karakteristik tinja yang semipadat dan lebih mudah untuk mengkelolanya. Ada klien yang mungkin memakai kantong drainase atau mungkin ada juga yang tidak memakai kantong drainase. Sebuah cap (pengatur udara) dapat dikenakan di atas stoma untuk membantu mengontrol bau.

  (derifil) akan membantu mengontrol bau (Lewis & Collier, 1983).

1.4.1. Perawatan Kulit

  Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada kolostomi transversal, terdapat fese lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barier kulit protektif disekitar stoma, dan mengamankannya dengan melekatkan kantung drainase. Bedah nistatin (Mycostatin) dapat ditebarkan sedikit pada kulit peristoma bila terdapat iritasi atau pertumbuhan jamur.

  Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan, dan waslap lembab serta lembut. Adanya kelebihan barier kulit dibersihkan. Sabun bertindak sebagai agen abrasive ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan, kassa dapat digunakan untuk menutupi stoma atau tampon vagina dapat dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorpsi kelebihan drainase.

  Pasien diizinkan untuk mandi atau mandi pancuran sebelum memasang alat yang bersih. Plester mikropor yang yang dilekatkan pada sisi kantung akan melindunginya selama mandi. Kulit dikeringkan dengan seksama menggunakan kasa; hindari menggosok area tersebut. Barier kulit (wafer, pasta, atau bedak) digunakan disekitar stoma untuk melindungi kulit dari drainase fekal (Smeltzer & Bare, 2002).

  Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. kulit dibersihkan sesuai prosedur di atas. Barier kulit peristoma dipasang. Kantung kemudian dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya diatas stoma selam 30 detik. Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak karaya pada kulit atau bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan (Smeltzer & Bare, 2002).

1.5. Macam-Macam Jenis Kantong Kolostomi

  Menurut Setyorini (2009), ada bermacam – macam jenis kantong stoma yang perlu diketahui, antara lain:

  1. Menurut jenis “Base Plate”/“Faceplate”/Lapisan dasar yang menempel di kulit sekitar stoma: a.

  “One piece system”/sistem satu lempengan (lapisan): pada sistem ini lapisan dasarnya ada yang seperti perekat “double tape” saja, dan ada pula yang memiliki “skin barrier”.

  b.

  “Two pieces system”/sistem dua lempengan (lapisan)”: pada sistem ini lapisan dasarnya sudah dibekali dengan “skin barrier”, dan pasangannya/tangkupannya sesuai dengan ukurannya masing-masing (tidak boleh beda ukuran).

  2. Menurut bentuk “Base Plate”/“Faceplate”/“Wafer”/Lapisan dasar yang menempel pada kulit sekitar stoma, ada 2 (dua) jenis: a.

  Standard/Normal flange base plate/face plate.

  b.

  Convex flange base plate / face plate. Menurut bentuk kantong stomanya, ada 3 (tiga) jenis: a.

  Closed pouch/kantong yang tertutup pada bagian bawahnya.

  b.

  Drainable pouch/kantong yang terbuka pada bagian bawahnya (barus ditutup menggunakan klip.

  c.

  Mini closed pouch/kantong stoma yang kecil.

  4. Menurut warna kantong stomanya, ada 2 (dua): a.

  Clear bag/Transparant bag/kantong transparan.

  b.

  Opaque bag/kantong warna gelap (sesuai dengan warna kulit).

  5. Menurut jenis stomanya, ada 2 (dua): a.

  Kantong stoma untuk menampung feses.

  b.

  Kantong stoma untuk menampung urin. Biasanya pemilihan kantong ini disarankan secara umum sebagai berikut:

  • stoma) disarankan untuk menggunakan kantong stoma yang transparan, supaya mudah diobservasi.

  Pada pasien pasca operasi hari ke 0–3 atau 5 (sesuai jumlah produksi

  • kantong stoma yang gelap, agar rasa percaya diri pasien meningkat.

  Pada pasien yang akan pulang ke rumah disarankan untuk menggunakan

  • Khusus untuk “Ostomate” dengan stoma kolon, apabila ingin berenang dapat menggunakan kantong stoma yang kecil/mini closed pouch. Pada perawatan stoma ini ada kalanya menemukan berbagai masalah yang timbul akibat dari produksi stomanya sendiri atau bahan dari base plate yang membuat alergi terhadap kulit sekitar stoma; selain itu dapat juga terjadi infeksi disekitar jahitan stoma, sehingga jahitan stoma terlepas. Oleh karena itu perlu juga kulit sekitar stoma tersebut, antara lain: 1.

  Various standard size protective sheets: lapisan dasar untuk memproteksi kulit sekitar stoma dari cairan/produksi stoma.

2. Strip paste/pasta yang berupa lempengan seperti penggaris kecil, dan small

  paste tube /pasta seperti pasta gigi: bahan ini dapat dipergunakan untuk

  melapisi lubang yang terjadi akibat adanya infeksi pada jahitan sekitar stoma, atau pasta ini dapat dimanfaatkan juga untuk membantu lebih rekatnya base

  plate dengan kulit sekitar stoma 3.

  Powder: bahan yang dapat dimanfaatkan untuk melapisi kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi/ekskoriasi, dan penggunaannya cukup pada daerah yang teriritasi tersebut, serta penggunaannya cukup tipis saja seperti menggunakan bedak (jika terlalu tebal, base plate kurang menempel ).

  Ada bermacam-macam jenis klip yang dapat dipilihkan untuk “Ostomate”, akan tetapi tetap pilihan yang tepat adalah sesuai keinginan pasien setelah diberikan penjelasan. Klip ini bisa tahan lama pemakaiannya, sepanjang tidak patah, serta dibersihkan dengan baik, dan benar. Ada juga klip yang langsung menempel pada stoma bag drainable/kantong stoma yang bagian bawahnya terbuka (ada beberapa cara pemakaiannya, yang dapat diikuti sesuai petunjuk pemakaian).

  Selain asesoris di atas, ada satu lagi asesoris yang tidak kalah pentingnya, yaitu yang disebut dengan Stoma Guide/ukuran stoma yaitu alat yang dipergunakan untuk mengukur diameter stoma.

  Berikut akan dijelaskan tentang prosedur melakukan perawatan stoma rutin (kolostomi) menurut Hegner & Caldwell (2003) yang harus diketahui oleh keluarga dalam perawatan stoma : a.

  Ingatlah untuk mencuci tangan anda dan mengidentifikasi pasien misalnya keluhan yang dirasakan pasien.

  b.

  Siapkan peralatan yang diperlukan : 1. waslap dan handuk 2. baskom berisi air hangat 3. perlak 4. selimut mandi 5. kantung kolostomi sekali pakai dan sabuknya 6. bedpan 7. sarung tangan sekali pakai 8. losion kulit sesuai instruksi c. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi d. Letakkan perlak di bawah pinggul pasien e.

  Pakai sarung tangan, lepaskan kantong stoma sekali pakai yang kotor (appliance) dan letakan di dalam bedpan—perhatikan jumlah dan jenis drainase.

  f.

  Buka sabuk yang menahan kantong stoma dan simpan jika bersih.

  g.

  Bersihkan dengan perlahan daerah di sekitar stoma dengan tisu toilet untuk membersihkan feses dan drainase. Buang tisu di dalam bedpan.

  Bersihkan daerah sekitar stoma dengan sabun dan air. Basuh dengan menyeluruh dan keringkan. i.

  Jika diinstruksikan, oleskan sedikit losion di sekitar stoma—losion yang terlalu banyak dapat menggangu daya rekat kantong ostomi yang baru. j.

  Letakkan sabuk yang bersih di sekeliling tubuh pasien—periksa kulit di bawah sabuk akan adanya iritasi atau kerusakan kulit. k.

  Jika perlu, lepas dan ganti obat perekat. Letakan kantong ostomi bersih diatas stoma dan kaitkan sabuk tersebut. l.

  Angkat perlak. Periksa seprei di bawahnya untuk memastikan bahwa seprei tersebut tidak basah dan ganti jika perlu. m.

  Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur, buat pasien merasa nyaman. n.

  Kumpulkan peralatan yang kotor dan bedpan. Buang semua bahan-bahan sesuai ketentuan berlaku. o.

  Kosongkan, cuci, dan keringkan bedpan. p.

  Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat. Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan anda, dan perhatikan kondisi stoma dan jaringan sekitarnya, dan reaksi pasien.

2. Keluarga

2.1. Defenisi Keluarga

  Keluarga merupakan satu kelompok atau sekumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat yang terkecil dan biasanya tidak selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan, atu ikan lain. Mereka hidup bersama dalam satu rumah, di bawah asuhan seorang kepala keluarga dan makan Dermawan, 2008). Dep. Kes RI (1988, dalam Setiawati & Dermawan, 2008) menyatakan bahwa keluaraga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Friedman (1998, dalam dalam Setiawati & Dermawan, 2008) juga menyatakan bahwa keluarga adalah kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah. Sedangkan Stuart dalam ICN (2001, dalam dalam Setiawati & Dermawan, 2008) menyatakan terdapat lima hal penting dalam defenisi keluarga, yaitu (1). Keluarga adalah suatu sistem atau unit. (2). Komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban di masa yang akan dating. (3). Fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarag. (4). Anggota-anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin tidak ada hubungan dan tinggal terpisah. (5). Keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin juga tidak.

2.2. Fungsi Keluarga

  Friedman (1986, dalam setiawan & Dermawan, 2008), membagi fungsi keluarga menjadi 5 yaitu:

  1. Fungsi afektif, yang merupakan fungsi dasar kekuatan keluarga atau sebagai fungsi internal keluarga. Didalamnya terkait saling mengasihi, saling mendukung, dan saling menghargai antar anggota keluarga. Fungsi sosialisasi, yang merupakan fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

  3. Fungsi reproduksi, yang merupakan fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

  4. Fungsi ekonomi, yang merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan sekuruh anggota keluarganya seperti sandang, pangan, dan papan.

  5. Fungsi perawatan kesehatan, yang merupakan fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

  3. Edukasi

3.1. Pengertian

  Edukasi adalah suatu upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu lama. Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.

  Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat. Edukasi adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain edukasi mengupayakan terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

  Edukasi merupakan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self

  

direction ), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven & Hirnle,

  1996 dalam Suliha, dkk, 2002). Suliha, dkk (2002) juga menegaskan bahwa edukasi merupakan proses belajar dari individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari yang tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri secara mandiri. Edukasi merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal.

  Dalam keperawatan, edukasi merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang dialami perawat berperan sebagai perawat pendidik.

  Istilah edukasi telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan kesehatan dalam berbagai pengertian, tergantung sudut pandang masing-masing. Edukasi adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok maupun masyarakat yang membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan promosi hidup sehat (Stuart, 1968).

  Edukasi adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat.

  Edukasi tidak dapat diberikan kepada sesorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, dimana seseorang menerima atau menolak informasi, sikap maupun praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Nyswander, 1947).

3.1.1. Tujuan edukasi

  Secara umum, tujuan dari edukasi ialah mengubah perilaku individu/masyarakat dibidang kesehatan (WHO, 1954 dalam Notoatmojo, 1997).

  Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi: a.

  Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.

  b.

  Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat. c.

  Mendorong pengembangan dan pengguanaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

  Secara operasional, tujuan edukasi diperinci oleh Wong (2009) sebagai berikut: a.

  Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakat.

  b.

  Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit.

  c.

  Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan system dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif.

  d.

  Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada system pelayanan kesehatan yang formal.

  Dalam keperawatan, tujuan edukasi adalah untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan bertambahnya masalah kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan (Suliha, 2002).

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya edukasi bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai.

4. Kemampuan

  4.1. Defenisi Kemampuan (Ability)

  Mampu adalah kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu. Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan (KBBI, 2005). Menurut Chaplin ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan perbuatan sesuai kapasitasnya. Kemampuan bias merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins, 2003:46 yang dikutip dari Todar, 2008). Kompeten adalah berasal dari kata competence yang berarti mampu. Pengertian kompetensi menurut AZ/N2S

  ISO 9000 (2000, dalam Nurmianto & Nurhadi, 2006) ialah demon strated ability

  

to apply knowledge and skill yang artinya pengetahuan yang ditunjukan untuk

  menerapkan pengetahuan dan keahlian. Menurut Nurhidayah (2009), ketidakmampuan melakukan suatu tindakan paling sering disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang cara melakukan tindakan tersebut, atau merupakan akibat dari kurang atau sulitnya memperoleh sarana untuk melakukan tindakan tersebut.

  4.2. Jenis Kemampuan

  Kemampuan dapat digolongkan pada dua jenis, yaitu kemampuan fisik dan kemampuan intelektual (Robbins, 2003 yang dikutip dari Senen, 2007).

  Kemampuan intelektual (Intellectual ability) merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental dan berkaitan dengan pengetahuan dan atau pendidikan dan kemampuan fisik (Physical ability) merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

  Dalam penelitian ini kemampuan yang diberikan dan diukur berupa komponen pengetahuan dan tindakan (keterampilan) saja dalam hal perawatan stoma.

  4.2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan, kata dasarnya ‘tahu’, mendapatkan awalan dan akhiran pe dan an. Imbuhan ‘pe-an’ berarti menunjukkan adanya proses (Suhartono, 2005).

  Menurut Setiawati (2008) pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap.

  Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Demikian juga menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

  4.2.1.2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a)

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.

  b) Memahami (comprehension)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

  c) Aplikasi (application)

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

  d) Analisis (analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

  e) Sintesis (synthesis)

  Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  Misalnya, menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

  f) Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria 4.2.1.3.

  Cara Mengukur Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

4.2.1.4. Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Stoma

  Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke-3 sampai hari ke-6 pascaoperatif. Untuk itu, perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi. Karena singkatnya masa perawatan, pasien mungkin belum dapat sepenuhnya terlatih dalam teknik perawatan stoma sebelum pulang. Anggota keluarga harus diberi tahu tentang prosedur dan perawatan stoma. Penyesuaian oleh keluarga sangat diperlukan agar mereka terbiasa dengan hal ini pada saat pulang kerumah. Mereka juga perlu untuk memahami pentingnya membuat penyesuaian untuk memungkinkan pasien menghadapi perubahan citra tubuh dan melakukan perawatan kolostominya. Keluarga didorong untuk berpartisipasi dalam melakukan tindakan (irigasi, pembersihan luka) dan penggantian balutan. Mereka perlu mengetahui dengan pasti kapan komplikasi memerlukan perhatian segera seperti perdarahan, distensi abdomen, dan kekakuan, diare, dan sindrom dumping (Smeltzer & Bare, 2002). Keluarga dapat membantu pasien kolostomi dengan menjaga area kolostomi tetap kering dan bersih serta melakukan perawatan rutin pada stoma termasuk drainase dan atau mengganti appliance (kantong kolostomi

4.2.2. Tindakan

  Tindakan berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot (Suciati, 2001 dalam Nurhidayah, 2009). Tindakan biasanya dihubungkan dengan mengungkapkan pendapat, mendemonstrasikan kembali, serta hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan teknis. Keterampilan psikomotorik (tindakan) mudah diidentifikasi dan diukur karena keterampilan itu pada dasarnya mencakup kegiatan yang berorientasi pada gerakan yang relatif mudah diamati (Nurhidayah, 2009).

  Tingkatan psikomotorik (tindakan/keterampilan) menurut Nurhidayah (2009) terdiri dari: a.

  Persepsi: kemampuan untuk memperlihatkan keadaan sensorik terhadap objek atau isyarat yang berhubungan dengan tugas yang dilakukan. Isyarat yang relevan dengan suatu situasi disimak, ditafsirkan secara simbolik, dan diseleksi untuk memandu tindakan, mendapatkan wawasan, dan menerima umpan balik. jenjang ini meliputi tindakan membaca perintah atau mengamati proses dengan memperhatikan semua langkah atau teknik yang inheren dalam sebuah proses.

  b.

  Pengaturan: kemampuan peserta didik untuk memperlihatkan kesiapannya dalam melakukan suatu tindakan, misalnya, mengikuti perintah, dengan menyatakan kesediaan, menyimak dengan indera, atau bahasa tubuh yang mendukung suatu tindakan motorik (persepsi merupakan perilaku prasyarat).

  Respon terkendali: kemampuan peserta didik untuk mengeluarkan tenaga melalui tindakan kasat mata yang dilakukan secara sadar untuk meniru perilaku yang dapat diamati di bawah bimbingan instruktur.

  d.

  Mekanisme: kemampuan peserta didik untuk mengulangi langkah-langkah pada suatu keterampilan yang diinginkan dengan tingkat percaya diri tertentu, yang menunjukkan bahwa penguasaannya sudah sampai pada tahap tertentu dimana beberapa atau semua aspek proses tersebut sudah menjadi kebiasaan.

  Langkah-langkah tersebut sudah lebur menjadi satu kesatuan yang bermakna yang dapat dilakukan dengan lancar tanpa perlu banyak dipikirkan lagi (persepsi, pengaturan, respon terkendali merupakan perilaku prasyarat).

  e.

  Respon yang kompleks: kemampuan peserta didik untuk secara otomatis melakukan tindakan motorikyang rumit dengan bebasdan dengan sangat mahir tanpa merasa ragu dan tanpa banyak menggunakan waktu serta tenaga; melakukan seluruh rangkaian perilaku yang rumit tanpa perlu memperhatikan rinciannya (persepsi, pengaturan, respon terkendali, dan mekanisme merupakan perilaku prasyarat). f.

  Adaptasi: kemampuan peserta didik untuk melakukan modifikasi atau adaptasi dalam proses motorik agar sesuai dengan situasi tertentu atau situasi yang beragam, yang menunjukkan bahwa dia menguasai gerakan yang sangat unik yang dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi (persepsi, pengaturan, respon terkendali, mekanisme, dan respon yang kompleks merupakan perilaku prasyarat).

  Keaslian: kemampuan peserta didik untuk menciptakan tindakan motorik baru, misalnya cara baru untuk memanipulasi objek atau materi, yang terbentuk karena pemahamannya terhadap suatu keterampilan dan kemampuannya melakukan keterampilan (persepsi, pengaturan, respon terkendali, mekanisme, respon yang kompleks, dan adaptasi merupakan perilaku prasyarat).

  Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan

  Menurut Suliha, dkk (2001) terbentuknya pola perilaku baru dan berkembangnya kemampuan seseorang terjadi melalui tahapan tertentu, yang dimulai dari pembentukan pengetahuan, sikap, sampai dimilikinya keterampilan baru. Setiawati & Dermawan (2008) menyatakan salah satu fungsi keluarga yaitu sebagai fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan yang merupakan fungsi untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Suprajitno (2004) menegaskan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau dalam hal ini pada pasien kolostomi, perlu dikaji tentang : a) Pengetahuan keluarga tentang penyakit yang dialami anggota keluarga

  (sifat, penyebaran, komplikasi, kemungkinan setelah tindakan, dan cara perawatannya).

b) Pemahaman keluarga tentang perawatan yang perlu dilakukan keluarga.

  c) Pengetahuan keluarga tentang peralatan, cara, dan fasilitas untuk merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.

  Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki anggota keluarga (anggota keluarga yang mampu dan bertanggung jawab, sumber keuangan/finansial, fasilitas fisik, dukungan psikososial).

  e) Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit atau membutuhkan bantuan kesehatan.