PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK

PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH 3 ) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REACTOR LAPORAN

Oleh: MUHAMMAD RIZKI SYA’BANI 0909045059 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH 3 ) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REACTOR LAPORAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Strata 1 Teknik Lingkungan,

Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman

Oleh: MUHAMMAD RIZKI SYA’BANI 0909045059 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

Pengaruh Variasi Waktu Tinggal Hidraulik Terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak (NH 3 ) Dalam Air Limbah Domestik Pada Sistem Moving Bed Biofilm Reactor

yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Mulawarman maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang bersumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 18 Juni 2013

Muhammad Rizki Sya’bani NIM. 0909045059

iii

PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH 3 ) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REACTOR

Oleh:

Muhammad Rizki Sya’bani 0909045059

Telah diujikan pada 31 Agustus 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Samarinda, 31 Agustus 2013 Disahkan oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dwi Ermawati Rahayu, S.T., M.T. Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng . NIP. 19760608 200501 2 001

NIP. 19590505 198603 1 014

Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Dr. Ir. H. Dharma Widada, M.T. NIP. 19690706 199512 1 004

iv

“Allah meninggikan orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS 58:11)

Dengan Cinta dan Sepenuh Hati, Saya pesembahkan Skripsi ini,

Kepada Ibunda dan Ayahanda, Serta Keluarga Besar Tercinta........

Muhammad Rizki Sya’bani

Dosen Pembimbing

I. Dwi Ermawati Rahayu, S.T, M.T

Program Studi Teknik Lingkungan

II. Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.

2013, 72 Halaman

PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH 3 ) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REAKTOR ABSTRAK

Masalah pencemaran air di Indonesia telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebabnya tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik, tetapi juga bersumber dari air limbah rumah tangga dan kantor (domestic sewage). Kota Jakarta memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dengan ketersediaan lahan yang sedikit. Hal ini tidak memungkinkan penggunaan teknologi pengolahan air limbah dengan skala besar seperti lagoon ataupun trickling filter. Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) merupakan salah satu pengolahan yang efektif digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada prinsipnya, MBBR adalah modifikasi lumpur aktif yang ditingkatkan yakni dengan penambahan media berukuran kecil pada reaktor aerasi, sehingga memungkinkan terjadinya dua proses pengolahan di dalam satu reaktor, yakni suspended growth dan attached growth.

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioball yang memiliki luas permukaan ± 210 m 2 /m 3 dengan volume pengisian sebanyak 20 % volume reaktor. Pada penelitian ini, pengolahan MBBR menggunakan variasi waktu tinggal hidraulik (WTH) 12, 8, 6, dan 4 jam dengan analisis parameter yakni amoniak (NH 3 ), nitrit (NO 2 ), nitrat (NO 3 ), suhu dan pH.

Dari hasil penelitian, pada WTH 12 jam, 8 jam, 6 jam, dan 4 jam efisiensi penyisihan NH 3 berturut-turut sebesar 94,05 %, 93,42 %, 89 %, dan 79,6 %. Sementara itu dalam setiap penyisihan amoniak (NH 3 ) selalu diikuti dengan peningkatan kadar senyawa nitrit (NO 2 ) dan nitrat (NO 3 ) pada kisaran 1-32 mg/l. Efluen hasil pengolahan limbah domestik dengan MBBR dalam penelitian ini sudah berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kepmen LH dan Pergub DKI Jakarta.

Kata kunci : Air Limbah Domestik, Amoniak, Bioball, MBBR

vi

Muhammad Rizki Sya’bani

Dosen Pembimbing

I. Dwi Ermawati Rahayu, S.T, M.T

Program Studi Teknik Lingkungan

II. Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.

2013, 72 Halaman

EFFECT OF VARIATION OF HYDRAULIC RETENTION TIME TO REMOVAL EFFICIENCY OF AMMONIA (NH 3 ) IN DOMESTIC WASTEWATER SYSTEM MOVING BED REACTOR BIOFILMS ABSTRACT

Water pollution problems in Indonesia have shown serious symptoms, the cause is not only derived from industrial waste plant, but also sourced from domestic wastewater and office (domestic sewage). Jakarta has a high population density with little land available. This does not allow the use of wastewater treatment technologies with large scale such as lagoon or trickling filters. Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) is one of the effective processing is used to resolve the issue. In principle, MBBR is a modification of the activated sludge is enhanced by the addition of small to medium sized aeration reactor, thus allowing the two treatment processes in one reactor, the suspended growth and attached growth.

Media used in this study is bioball which has a surface area to volume ± 210 M 2 /M 3 charging as much as 20 % of the reactor volume. In this study, using a variety of processing MBBR hydraulic residence time (WTH) 12, 8, 6, and 4 hours with an analysis of the

parameters of ammonia (NH 3 ), nitrite (NO 2 ), nitrate (NO 3 ), temperature and pH.

From the research, the WTH 12 hours, 8 hours, 6 hours, and 4 hours of NH3 removal efficiency, respectively for 94.05%, 93.42%, 89%, and 79.6%. Meanwhile, in every stage

of ammonia (NH 3 ) is always followed by increased levels of nitrite compounds (NO 2 ) and nitrate (NO 3 ) in the range of 1-32 mg / l. Domestic sewage effluent results with MBBR in this study already under standards established by Decree LH and gubernatorial DKI Jakarta.

Kata kunci : Air Limbah Domestik, Amoniak, Bioball, MBBR

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala curahan Rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian skripsi yang berjudul

“Pengaruh Variasi Waktu Tinggal Hidraulik Terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak

(NH3) Dalam Air Limbah Domestik Pada Sistem Moving Bed Biofilm Reactor” ini disusun berdasarkan pelaksanaan kegiatan penelitian yang telah dilakukan serta untuk

memenuhi syarat kelulusan Strata 1 (S1) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan ini baik berupa bantuan materi maupun non materi. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Drs. H. Syahril Tarmidzi, M.Si serta Ibunda Dra. Hj. Nur Aisyiyah beserta keluarga yang selalu mendo’akan penulis;

2. Bapak Dr. Ir. H. Dharma Widada, MT. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

3. Ibu Henny Magdalena, ST. MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan.

4. Ibu Dwi Ermawati Rahayu, ST, MT. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi;

5. Bapak Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II Skripsi;

6. Bapak Dr. Ir. Joko Prayitno S, M.Sc selaku Pimpinan Deputi Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Jakarta Pusat.

7. Bapak Dr. Ir. Rudi Nugroho., M.Eng selaku Kepala Bidang Teknologi Pengendalian Pencemaran Lingkungan BPPT Jakarta Pusat;

8. Seluruh Pegawai lapangan dan Staf Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta Pusat;

9. Seluruh Pegawai dan Staf gedung workshop Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta Pusat;

viii

10. Rekan-rekan Program Studi Teknik Lingkungan, khususnya Teknik Lingkungan angkatan 2009 serta rekan-rekan yang terlibat dalam penulisan laporan ini;

11. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Teknik Universitas Mulawarman;

Akhirnya penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Jakarta, 18 Juni 2013

Penulis

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis ..........................

11 Gambar 2.2 Skema proses Nitrifikasi –Denitrifikasi ....................................... 17 Gambar 2.3 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan

19 Gambar 2.4 Klasifikasi pengolahan air limbah secara biofilm atau biofilter mikrobiologi ..............................................

Proses Lumpur Aktif Standar (Konvensional) ...........................

23 Gambar 2.5 Mekanisme penghilangan Ammonia di dalam proses biofilter ...

24 Gambar 2.6 Mekanisme sistem metabolisme di dalam proses biofilm ...........

25 Gambar 2.7 Bentuk media biocarrier yang digunakan dalam moving bed biofilm reactor ..............................................

27 Gambar 2.8 Mekanisme pergerakan biocarrier oleh aerasi dan pengadukan dalam sistem Moving Bed Biofilm Reactor ......

28 Gambar 2.9 Skema Proses Moving Bed Biofilm Reactor standar ...................

30 Gambar 3.1 Langkah-langkah mengukur volume rongga bioball ..................

38 Gambar 3.2 Skema Rancangan Alat Penelitian ..............................................

45 Gambar 3.3 Diagram alir proses pengolahan moving bed biofilm reactor untuk pengolahan air limbah domestik .......................................

48 Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian ..............................................................

49 Gambar 4.1 Proses start-up alat penelitian sebelum proses seeding ..............

50 Gambar 4.2 Peristiwa rising sludge yang terjadi pada reaktor pengendap akhir ..........................................................................

52 Gambar 4.3 Lapisan biofilm yang mulai terlihat pada bioball di hari ke-6 proses seeding ..........................................................

55 Gambar 4.4 Lapisan biofilm pada bioball pada hari ke-8 proses seeding ......

56 Gambar 4.5 Lapisan mikrobiologis pada media bioball .................................

67 Gambar 4.6 Media bioball yang masih baru (sebelum pengolahan) dan media bioball setelah digunakan dalam pengolahan (selama 43 hari) ...........................................................................

xiii

DAFTAR TABEL

Komposisi Tinja Manusia ..............................................................

9 Tabel 2.3

Kuantitas Tinja dan Air Seni .........................................................

9 Tabel 2.4 Spesies bakteri nitrifikasi dan habitatnya ......................................

Karakteristik Limbah Domestik Atau Limbah Perkotaan .............

14 Tabel 2.5 Specific Surface Area untuk masing-masing sistem pengolahan

28 Tabel 2.6

dengan pertumbuhan mikroorganisme melekat .............................

Kriteria Desain Pengolahan dengan Sistem Moving Bed Biofilm Reactor .........................................................

31 Tabel 3.1 Rancangan Reaktor Penelitian Moving Bed Biofilm Reactor ........

39 Tabel 3.2

Rancangan Alat dan Bahan Penelitian Moving Bed Biofilm Reactor .........................................................

40 Tabel 3.3

43 Tabel 3.4

Spesifikasi Media Penyangga ........................................................

44 Tabel 3.5

Daftar Reagen Analisa Parameter yang digunakan .......................

48 Tabel 4.1

Metode Analisis Parameter ............................................................

53 Tabel 4.2

Karakteristik Rata-rata Air Limbah Domestik yang diteliti ..........

54 Tabel 4.3

Data hasil seeding untuk parameter COD .....................................

54 Tabel 4.4

Data hasil seeding untuk parameter Amoniak ...............................

Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 12 Jam ...................................................................

57 Tabel 4.5

Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 8 Jam .....................................................................

58 Tabel 4.6

Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 6 Jam .....................................................................

59 Tabel 4.7

Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 4 Jam .....................................................................

60 Tabel 4.8

Perbandingan Rata-Rata Penyisihan Amoniak Optimum pada masing-masing Variasi Waktu Tinggal ................

62 Tabel 4.9

63 Tabel 4.10 Data hasil perhitungan total inorganik nitrogen ............................

Data hasil penelitian untuk kenaikan nitrit dan nitrat air limbah ..

69 Tabel 4.11 Hubungan Beban Volumetric Amoniak dan Efisiensi

71 Tabel 4.12 Hubungan Beban Permukaan Amoniak dan Efisiensi

Penyisihan Amoniak ......................................................................

74 Tabel 4.13 Konsentrasi MLSS saat penelitian .................................................

Penyisihan Amoniak ......................................................................

77 Tabel 4.14 Pengukuran pH dan suhu selama proses pengolahan ....................

78 Tabel 4.15 Data kualitas air hasil olahan dan efisiensi penelitian

moving bed biofilm reactor ...........................................................

xiv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Grafik penyisihan amoniak selama proses seeding .......................

57 Grafik 4.2 Grafik penyisihan amoniak dalam variasi waktu tinggal ..............

61 Grafik 4.3 Grafik penyisihan total inorganik nitrogen dalam variasi waktu tinggal ...........................................................

70 Grafik 4.4 Grafik Hubungan antara Beban Volumetric Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak .......................................................

72 Grafik 4.5 Grafik Hubungan antara Beban Permukaan Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak .......................................................

74

xv

DAFTAR SINGKATAN

BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BOD

: Biological Oxygen Demand COD

: Chemical Oxygen Demand DO

: Dissolved Oxygen IPAL

: Instalasi Pengolahan Air Limbah MBBR

: Moving Bed Biofilm Reactor MLSS

: Mixed Liquor Suspended Solids MLVSS : Mixed Liquor Volatile Suspended Solids pH

: Potential of Hydrogen ppm

: Part Per Million R

: Ratio SALR

: Sludge Age Loading Rate SL

: Surface Loading SSA

: Specific Surface Area SVI

: Sludge Volume Index VL

: Volumetric Loading WTH

: Waktu Tinggal Hidraulik

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

I. Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Amoniak (NH 3 )

II. Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Nitrit (NO 2 )

III. Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Nitrat (NO 3 )

IV. Foto Dokumentasi

xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik-pabrik, tetapi juga bersumber dari air limbah rumah tangga (domestic sewage) yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota mengakibatkan tercemarnya badan – badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minum pun telah tercemar (Said, 2006).

Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Menurut Peraturan Gubernur Nomor 122 tahun 2005 Bab V pasal 7 tersebut telah mewajibkan semua pihak untuk mengolah air limbah domestik sebelum dibuang kesaluran umum.

Bangunan rumah tinggal atau bangunan non rumah tinggal wajib mengelola air limbah domestik (blackwater maupun greywater) sebelum dibuang ke saluran umum/drainase. Bangunan rumah tinggal dan atau bangunan usaha/ jasa/ industri yang telah dibangun dan belum memiliki instalasi pengelolaan air limbah domestik yang memenuhi syarat baku mutu air limbah, wajib memperbaiki dan atau membangun instalasi pengolahan air limbah domestik. Salah satu penanganan pengolahan limbah cair domestik saat ini dapat dilakukan dengan sistem aerob adalah pada proses lumpur aktif konvensional.

Proses ini termasuk proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair (William, 1999). Metode ini Proses ini termasuk proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair (William, 1999). Metode ini

Namun, permasalahan yang banyak dihadapi dalam kedua pengolahan ini diantaranya adalah proses ini memerlukan waktu yang lama, lahan yang luas untuk memisahkan lumpur dan cairan olahan, tidak tahan terhadap fluktuasi debit limbah yang sangat besar, fungsi aerasi yang kurang baik, penyumbatan yang pada media biofilter, serta yang tidak kalah penting adalah kesalahan operasional akibat pengetahuan operator tentang proses yang tidak memadai. Disamping itu air hasil olahannya sering kali belum memenuhi baku mutu air limbah.

Jika mengacu pada peraturan sebelumnya, yakni Kepmen LH nomor 112 Tahun 2003, yang mana tidak dicantumkannya ketentuan tentang baku mutu untuk parameter amoniak. Namun, sejak tahun 2005 dengan peraturan yang semakin diperketat yakni dalam Pergub DKI Jakarta nomor 122 tahun 2005, telah dicantumkan baku mutu air

limbah domestik untuk parameter amoniak (NH 3 ), sehingga menjadi sebuah permasalahan baru. Terlebih lagi jika melihat dalam air hasil olahan untuk berbagai IPAL di kota Jakarta, seringkali parameter amoniak belum memenuhi baku mutu tersebut.

Amoniak (NH 3 ) adalah senyawa gas yang bersifat mengikat oksigen apabila berada pada perairan dengan kondisi yang cukup oksigen. Sumber amoniak diantaranya berasal dari pemecahan senyawa protein dalam air limbah, fiksasi nitrogen N 2 di atmosfer oleh bakteri diatozrof, maupun yang berasal dari proses asimilasi nitrogen, yakni berupa pembentukan senyawa kompleks oleh atom-atom N dan H di dalam siklus atmosfer. Keberadaan senyawa amoniak yang tinggi pada perairan dapat menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga menyebabkan banyak kematian pada biota air.

Lebih lanjut amoniak sebagai sumber nutrien nitrogen (N) pada tanaman, apabila memiliki jumlah yang sangat besar di perairan akan menyebabkan eutrofikasi, yakni ledakan pertumbuhan alga/ganggang yang menyebabkan lapisan permukaan air tertutupi oleh tumbuhan tersebut sehingga menghalangi proses difusi oksigen maupun sinar matahari yang masuk ke dalam perairan, hal ini akan serta merta mengurangi kandungan oksigen dalam perairan.

Secara garis besar, penelitian ini membahas tentang pengolahan air limbah domestik menggunakan penggabungan dua pola pertumbuhan mikroba, yaitu pola pertumbuhan bakteri dengan biakan melekat seperti pada biofilter, dan pola pertumbuhan bakteri dengan biakan tersuspensi seperti pada sistem lumpur aktif konvensional. Penggunaan media dalam penelitian ini adalah sebagai tempat melekatnya mikroorganisme pendegradasi polutan, yakni dengan perbandingan volume media sekitar 20 % dari total volume air reaktor.

Oleh karena perbandingan volume media yang kecil dibandingkan dengan volume air reaktor, menyebabkan pada reaktor ini akan terjadi gerakan random/turbulensi antar media yang terkena aerasi sehingga masing-masing media akan berada pada kondisi bergerak. Istilah dari modifikasi perlakuan lumpur aktif ini diberi nama “Moving Bed Biofilm Reactor”atau MBBR.

Perlakuan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serta menjaga stabilitas proses. Dengan penambahan media ke dalam bak aerasi maka proses pertumbuhan biologis mikroba dengan biakan tersuspensi dan biakan melekat akan terjadi secara bersamaan. Dengan cara demikan diharapkan selain meningkatkan jumlah mikroorganisme yang menguraikan polutan juga suplai oksigen akan lebih merata sehingga kemampuan penyerapan oksigen menjadi lebih besar serta optimal dalam penghilangan kadar

polutan terutama amoniak (NH 3 ).

Lebih lanjut diharapkan, perlakuan khusus ini dapat memperbesar kontak biologis antara air limbah dengan mikroorganisme, sehingga pada volume dan kapasitas pengolahan yang sama dengan proses lumpur aktif konvensional, akan didapatkan

Hydrolic Retention Time (WTH) yang optimum dan tentunya akan dapat menghemat volume reaktor, sehingga aktifitas pengolahan akan lebih efisien baik dalam penurunan kadar polutan pencemarnya maupun dari segi ekonomisnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penurunan kadar senyawa amoniak (NH 3 ) pada limbah domestik dengan menggunakan sistem Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR).

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu tinggal hidrolik terhadap efisiensi penurunan senyawa amoniak (NH 3 ) dalam sistem Moving Bed Biofilm Reactor dengan media isian bioball.

3. Untuk mengetahui pengaruh penurunan kadar amoniak (NH 3 ) terhadap penyisihan Total Inorganik Nitrogen (TIN) melalui pembentukan senyawa nitrit (NO 2 ), dan nitrat (NO 3 ) dalam air limbah domestik pada sistem moving bed biofilm reactor sesuai dengan kondisi pada penelitian ini.

4. Untuk mengetahui waktu tinggal terpendek yang dapat digunakan dalam pengolahan moving bed biofilm reactor dengan karakteristik reaktor yang sesuai dalam penelitian ini.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengolahan sistem Moving Bed Biofilm Reactor dengan media isian

bioball dapat menurunkan kadar polutan amoniak (NH 3 )?

2. Bagaimana efisiensi penurunan kadar amoniak (NH 3 ) dalam masing-masing waktu tinggal pada pengolahan sistem Moving Bed Biofilm Reactor ?

3. Bagaimana pengaruh penurunan kadar amoniak (NH 3 ) terhadap penyisihan Total Inorganik Nitrogen (TIN) melalui pembentukan senyawa nitrit (NO 2 ), dan nitrat

(NO 3 ) dalam air limbah domestik pada sistem moving bed biofilm reactor sesuai dengan kondisi pada penelitian ini ?

4. Berapa waktu tinggal terpendek yang dapat digunakan oleh sistem moving bed biofilm reactor dalam menurunkan kadar amoniak sesuai dengan karakteristik reaktor yang ada dalam penelitian ini ?

1.4 Batasan Masalah

Batasan penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan untuk menurunkan kandungan amoniak (NH 3 ) pada air limbah domestik menggunakan sistem Moving Bed Biofilm Reactor dengan perbandingan volume media bioball sebanyak 20 % dari total volume air reaktor.

2. Penelitian ini menggunakan variasi waktu tinggal 12 jam, 8 jam, 6 jam dan 4 jam dengan rasio resirkulasi sebesar R = 1,0.

3. Penelitian ini tidak mengukur kandungan MLVSS lebih lanjut yang dihasilkan selama proses pengolahan berlangsung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Sebagai alternatif pemecahan masalah dalam pengolahan air limbah sistem lumpur aktif dalam mengatasi tingkat pencemaran yang ada pada air limbah.

2. Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang skripsi ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini mengandung bab-bab: pendahuluan, landasan teori, metodologi penelitian, analisa data serta kesimpulan dan saran.

a. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang berisi perumusan masalah dan manfaat yang dapat diharapkan.

1.2 Tujuan penelitian menjelaskan secara spesifik hal-hal yang ingin dicapai.

1.3 Perumusan masalah memuat penjelasan mengenai alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam skripsi itu dipandang menarik, penting dan perlu diteliti.

1.4 Batasan masalah menjelaskan hal-hal atau parameter-parameter yang menjadi pembatas dalam penelitian yang dilakukan.

1.5 Manfaat penelitian memuat manfaat bagi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan.

1.6 Sistematika penulisan berisi secara sistematis keseluruhan penulisan skripsi. Ditulis dalam bentuk uraian, bukan mengulang kembali daftar isi.

b. BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori memuat penjelasan tentang konsep dan prinsip dasar maupun berupa studi kasus dalam bentuk penelitian sebelumnya yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian. Landasan teori yang digunakan berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. BAB III KEGIATAN RISET

Kegiatan riset mengandung uraian tentang bahan atau materi penelitian, alat, tata cara penelitian, variabel dan data yang akan dikaji, perancangan, perencanaan yang akan dilakukan dan cara analisis yang akan dipakai.

d. BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA

Bab ini memuat hasil penelitian dan analisa, serta pembahasan dari penelitian tersebut yang sifatnya terpadu.

e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan memuat pernyataan singkat dan tepat yang merupakan rangkuman dari hasil analisis dalam skripsi.

5.2 Saran memuat mengenai kemungkinan pengembangan dengan asumsi-asumsi yang belum dilakukan pada penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Karakteristik Air Limbah Domestik

Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, limbah perkantoran dan limbah dari daerah komersial serta limbah industri. Air limbah domestik dapat dibagi menjadi dua yakni air limbah toilet (blackwater) dan air limbah non toilet (greywater). Air limbah toilet terdiri dari tinja, air kencing serta bilasan, sedangkan air limbah non toilet yakni air limbah yang berasal dari air mandi, air limbah cucian, air limbah dapur, wastafel, dan lainnya.

Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata- rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan komposisi dan kuantitas tinja dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 (Soeparman, 2002).

Tabel 2.1 : Komposisi Tinja Manusia

Komponen

Kandungan (%)

Air 66-80 Bahan organik (dari berat kering)

88-97 Nitrogen (dari berat kering)

5,7-7,0 Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering)

3,5-5,4 Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering)

1,0-2,5 Karbon (dari berat kering)

40-55 Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering)

4-5

C/N rasio (dari berat kering)

5-10

Sumber : Soeparman, 2002

Tabel 2.2 : Kuantitas Tinja dan Air Seni

Gram/orang/hari

Tinja/Air Seni

Berat Basah

Berat Kering

35-70 Air seni

Tinja

135-270

50-70 Jumlah

1.000-1.300

85-140 Sumber : Soeparman, 2002

1.135-1.570

Dari hasil pengumpulan data terhadap beberapa contoh air limbah domestik yang berasal dari berbagai macam sumber pencemaran di DKI Jakarta menunjukan bahwa konsentrasi senyawa pencemar sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena sumber air limbah juga bervariasi sehingga faktor waktu dan metode pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentrasi. Secara lengkap karakteristik air limbah perkotaan dari berebagai macam sumber pencemar dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 : Karakteristik Limbah Domestik Atau Limbah Perkotaan

No. Parameter

Minimum

Maksimum Rata – Rata

1 BOD (mg/l)

2 COD (mg/l)

3 KMnO 4 (mg/l)

4 NH 3 (mg/l)

5 Nitrit (mg/l)

6 Nitrat (mg/l)

7 Khlorida (mg/l)

8 Sulfat (mg/l)

10 SS (mg/l)

11 Deterjen (mg/l)

12 Minyak/lemak (mg/l)

13 Cadmium (mg/l)

14 Timbal (mg/l)

15 Tembaga (mg/l)

16 Besi (mg/l)

17 Warna (Skala Pt-Co)

0,335 Sumber : Said, 2008

18 Phenol (mg/l)

2.2 Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis

Proses pengolahan air limbah secara biologis terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan kebutuhan proses terhadap keberadaan oksigen terlarut, yaitu :

1. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan oksigen sebagai akseptor electron merupakan mekanisme untuk menghasilkan energi kimiawi bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan secara aerobik.

2. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan pengoksidasi selain oksigen seperti karbondioksida, senyawa-senyawa organik yang telah teroksidasi sebagian sulfat dan nitrat dapat digunakan oleh kelompok mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan secara anaerobik.

3. Proses pengolahan limbah yang menggunakan mikroorganisme yang bersifat obligat aerob dan obligat anaerob atau fakultatif. Mikroorganisme tersebut dapat melakukan metabolisme terhadap bahan-bahan organik secara sempurna dengan adanya oksigen terlarut (Jenie & Rahayu, 1993)

2.2.1 Senyawa Amoniak (NH 3 )

Amoniak adalah bahan kimia gas dengan formula kimia NH 3 . Amoniak terdapat di atmosfer dalam jumlah yang kecil akibat pemecahan bahan organik. Amoniak adalah gas yang tidak mempunyai warna dan lebih ringan dari pada udara, yaitu dengan massa

jenis 0,589 kg/m 3 . Amonia adalah sebutan untuk ammonium hidroksida (NH 4 OH), amoniak adalah gas yang terlarut di dalam ammonium hidroksida, dengan kata lain ammonium hidroksida (NH 4 OH) adalah NH 3 yang terlarut dalam H 2 O, disebut dengan larutan amonia.

Senyawa amoniak memiliki titik lebur -75 °C dan titik didihnya ialah -33.7 °C. Sebanyak 10% dari larutan amonia dalam air mempunyai pH 12. Amonia dalam bentuk cair mempunyai muatan yang sangat tinggi. Amonia cair terkenal dengan sifat

kelarutannya yang sangat baik. Amoniak (NH 3 ) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.

2.2.1.1 Sumber Amoniak (NH 3 )

Sumber amoniak di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur (Proses fiksasi nitrogen dan amonifikasi). Skema proses pembentukan amoniak seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis (Eckenfelder, 1989)

Sumber amoniak adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amoniak yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Selain terdapat dalam bentuk gas, amoniak membentuk senyawa kompleks dengan beberapa ion-ion logam. Amoniak juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan.

Ikan dan biota air tidak bisa bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi. Gas amonia juga merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan dari penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam proses pembuatan kompos, dalam industri peternakan, dan pengolahan sampah kota.

Amoniak (gas) itu terdiri dari hidrogen dan nitrogen dengan perbandingan molar N:H ialah 3:1. Amonia disintesis dengan reaksi reversibel antara hidrogen dengan nitrogen. Seperti halnya reaksi revesibel lain, reaksi pembentukan amonia juga menghabiskan tenaga dan pikiran untuk mengatur reaksi dengan jumlah amonia pada kesetimbangan pada berbagai macam temperatur dan tekanan. Amonia juga dapat berasal dari sumber antrophogenik (akibat aktifitas manusia) seperti industri pupuk urea, industri asam nitrat dan dari kilang minyak (Dwipayani, 2001).

2.2.1.2 Akibat Keberadaan Senyawa Amoniak (NH 3 ) di Perairan

Amoniak (NH 3 ) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amoniak ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat amoniak dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch, 1952 dalam Setiawan, 2006).

Menurut Jenie, Rahayu (1993) dan Marlina (2004), konsentrasi amoniak yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas amoniak dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amoniak banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amoniak yang sedikit akan bersifat racun juga.

Kadar amoniak pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amoniak bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amoniak bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amoniak yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian. Kadar amoniak yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau anoxic (Effendi, 2003).

Menurut Boyd (1990), amoniak dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada insang dan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan kemampuan darah dalam membawa oksigen. Dalam kondisi kronik, peningkatan amoniak dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan. Pescod (1973) menyarankan agar kandungan amoniak dalam suatu perairan tidak lebih dari 10 mg/l, yaitu agar kehidupan ikan menjadi normal.

2.2.1.3 Pengaruh Senyawa Amoniak (NH 3 ) terhadap Kesehatan

Senyawa amoniak masuk ke dalam tubuh manusia melalui penafasan, kontak mata dan kontak kulit. Amoniak mudah larut didalam air sehingga akan dikeluarkan bersama dengan urine yang mengandung amoniak juga. Adapun akibat yang ditimbulkan apabila kadar amoniak yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan mata terjadi pada 400-700 ppm. Sedangkan pada 5000 ppm menimbulkan kematian. Kontak dengan mata dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan luka bakar (frostbite).

2.2.1.4 Cara Menurunkan Kadar Amoniak

Reduksi kandungan amoniak pada air limbah yang paling efektif (bisa sampai dibawah

5 ppm) adalah dengan metode pengolahan limbah mikrobiologi dengan proses nitrifikasi yaitu amoniak diubah jadi nitrit/nitrat oleh bakteri nitrosomonas atau bakteri lain terus kemudian diubah lagi jadi nitrogen bebas (proses denitrifikasi) yang ramah lingkungan. Cara lainnya bisa dengan metode stripping, yaitu pemanasan amoniak dengan menggunakan steam atau heater supaya amoniaknya menguap ke udara bebas atau dengan cara membuas separti air mancur juga dapat mengurangi kadar ammonia, tapi tentunya hal ini hanya memindahkan fasa limbah dari cair menjadi gas.

Cara untuk menurunkan kadar amoniak dalam air adalah dengan mengganti air sebagian atau seluruhnya atau dengan cara filterisasi. Untuk budidaya ikan hias dalam akuarium atau kolam kecil, filterisasi ini paling sering digunakan karena lebih praktis dan menghemat waktu. Limbah amoniak dapat dinetralkan dengan asam sulfat (pupuk ZA).

2.2.2 Proses Penyisihan Amoniak (NH 3 ) Secara Biologis

2.2.2.1 Nitriikasi

Nitrifikasi didefinisikan sebagai konversi nitrogen secara biologis dari komponen organik atau anorganik dari bentuk tereduksi ke bentuk teroksidasi. Pada penanganan polusi air, nitrifikasi adalah proses biologis yang akan mengoksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bantuan bakteri nitrifikasi. Spesifikasi dan habitat dari bakteri nitrifikasi dijelaskan pada Tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 : Spesies bakteri nitrifikasi dan habitatnya

Spesies Habitat

Bakteri nitrit Nitrosomonas europaea

Tanah, perairan dalam dan pantai Nitrosococcus oceanus

Laut

Nitrosospira briensis Tanah, perairan dalam Bakteri nitrat

Nitrobacter winogradsky Tanah, perairan dalam dan pantai Nitrospira gracillis

Laut

Nitrococcus mobilis

Laut

Nitrospira marina

Laut

Sumber : Rheinheimer (1992)

Pada dasarnya, faktor-faktor yang berpengaruh pada proses nitrifikasi antara lain konsentrasi ammonia dan nitrit, konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH dan waktu retensi. Ion ammonia adalah salah satu sumber energi untuk bakteri nitrifikasi tetapi apabila jumlahnya berlebihan, maka akan menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Ammonia lebih bersifat menghambat pertumbuhan Nitrobacter bila dibandingkan dengan pengaruh penghambatannya pada bakteri nitrosomonas (Jenie & Rahayu 1993).

Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktifitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam. Daya racun nitrit yang tinggi dipengaruhi oleh bentuk persenyawaan nitritnya, yaitu bila terdapat dalam bentuk asam amino (HNO2) maka akan lebih toksik dari pada

menyebabkan laju pertumbuhan mikroba lambat dan berakibat pada peningkatan waktu retensinya (Jenie & Rahayu, 1993).

Pada umumnya nilai pH optimum bagi proses nitrifikasi adalah 7,5 -8,5, walau demikian pada pH rendah proses nitrifikasi masih dapat berlangsung. Bakteri nitrifikasi mampu beradaptasi pada kondisi pH yang rendah, bila pH diatur sekitar 5,5 – 6,0 maka laju oksidasi ammonia akan mencapai kondisi normal seperti halnya yang terjadi pada kondisi pH 7 (Jenie & Rahayu, 1993).

Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan proses nitrifikasi adalah adalah konsentrasi mikroba nitrifikasi. Jumlah mikroba nitrifikasi tersebut dapat dicerminkan dengan waktu generasi mikroba yang berhubungan dengan jumlah energi yang dibutuhkan selama proses oksidasi (Jenie & Rahayu, 1993).

Pada proses ini terdapat 2 tahap proses yang dilakukan, yaitu :

1. Proses nitritasi yang mengoksidasi ammonium menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas.

(NH + 4 ) + 1,5O 2 → NO 2 -+H 2 O + 2H + ....…………………………. (2.1)

2. Proses nitratasi yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.

NO 2 + 0,5O

2 → NO 3 ……………………………………………...... (2.2)

2.2.2.2 Denitrifikasi

Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat dan nitrit dimana nitrat digunakan sebagai terminal hydrogen pada saat potensial oksigen rendah dalam limbah. Produk akhir yang

dihasilkan dari penguraian nitrat dan nitrit tersebut adalah gas nitrogen (N 2 ) atau nitrogen oksida (N 2 O). kedua gas tersebut bersifat inert dan dapat menguap di udara.

Bakteri heterotrofik fakultatif yang mampu menggunakan nitrat atau nitrit antara lain adalah Micrococcus, Pseudomonas, Denitro-bacillis, Spirilum, Vacilles, dan Achromobacter. Jalur metabolisme perubahan atom nitrogen menjadi ion nitrat dan

perubahan ion nitrat menjadi N 2 atau N 2 O belum diketahui dengan pasti. (Jenie & Rahayu, 1993).

Reaksi penguraian nitrat dan nitrit tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

NO 3 -

+ organik → sel + NO 2 - + CO 2 +H 2 O …………………………….. (2.3)

NO - 2 + organik → sel + N 2 + CO 2 +H 2 O ….……………………………. (2.4)

Denitrifikasi merupakan langkah kedua dalam penyisihan nitrogen setelah proses nitrifikasi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses denitrifikasi antara lain konsentrasi bahan organik, konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH dan waktu retensi (Jenie & Rahayu, 1993).

Penyisihan nitrogen dari bentuk nitrat dikonversi menjadi gas nitrogen pada kondisi anoksik (tanpa oksigen). Reaksi penyisihan nitrat adalah sebagai berikut :

NO 3 -  NO 2 -  NO  N 2 ON 2 ………………………………………………... (2.5)

Pada proses denitrifikasi dibutuhkan organik sebagai sumber karbon, selain itu juga dibutuhkan ion sulfat, fosfat, klorida, natrium, kalium, magnesium, kalsium, dan beberapa unsur mikro untuk membantu aktivitas enzim. Denitrifikasi adalah proses yang akan terjadi bila konsentrasi oksigen terlarutnya adalah nol.

Beberapa hasil studi melaporkan bahwa denitrifikasi biasa terjadi pada DO kira-kira 0,5 mg/l. laporan yang lain menunjukkan bahwa nitrat tidak direduksi pada konsentrasi DO antara 0,2 – 0,4 mg/l (Jenie & Rahayu, 1993). Proses penyisihan nitrogen secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Skema proses Nitrifikasi –Denitrifikasi (Michael H. Gerardi, 2002)

Proses denitrifikasi air limbah sangat efektif bekerja pada pH antara 7,0 dan 8,5 dan optimumnya adalah sekitar 7,0 (Metcalf & Eddy, 1991). Denitrifikasi dapat meningkatkan nilai alkalinitas dan pH (Henze et al. 1995). Waktu retensi minimum untuk proses denitrifikasi adalah 12 jam. Pada aplikasi praktis waktu retensi yang disarankan sekurang-kurangnya 3-4 hari (Jenie & Rahayu, 1993).

2.3 Lumpur Aktif (Activated Sludge)

2.3.1 Definisi Lumpur Aktif

Proses pengolahan air limbah sistem lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pengolahan polutan organik terlarut maupun tidak terlarut dalam air limbah menjadi flok mikroba tersuspensi yang dapat dengan mudah mengendap dengan teknik pemisahan padat cair sistem gravitasi (Eckenfelder, 1989).

Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO 2 dan H 2 O, NH 4 , dan sel biomassa baru. Proses ini mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator/blower, karena selain

2.3.2 Keunggulan dalam Sistem Lumpur Aktif

Sistem lumpur aktif mempunyai penguraian polutan organik yang cukup baik dan cocok pada daerah dimana lahan tidak cukup tersedia. Dibandingkan dengan sistem biologis lainnya seperti Lagoon, sistem lumpur aktif memiliki beberapa keunggulan (Nusa, 2007), diantaranya :

a. Kualitas hasil olahan terutama pH dan kandungan oksigen lebih bagus.

b. Kebutuhan lahan untuk IPAL relatif kecil.

c. Cocok untuk kandungan polutan organik (BOD, COD) yang tidak terlalu tinggi (dibawah 3000 mg/l).

d. Konsentrasi BOD pada air olahan dapat mencapai lebih rendah dari 25 mg/l.

Keaktifan lumpur ditentukan oleh konsentrasi MLSS. Limbah yang didegradasi oleh bakteri merupakan substrat yang digunakan untuk memperoleh karbon dan energi. Indikasi tersebut ditunjukkan dengan nilai BOD, yakni adalah sejumlah oksigen terlarut yang diukur dalam milligram per liter yang dibutuhkan oleh mikroorganisme, khususnya bakteri, untuk mengoksidasi atau mendegradasi limbah menjadi bentuk komponen inorganik yang sederhana, dan memperbanyak sel bakteri.

2.3.3 Skema Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Secara umum proses pengolahan lumpur aktif adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari sumber limbah ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, dan BOD sekitar 25 %.

Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir.

Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.

Dengan proses ini air limbah dengan konsentrasi BOD 250-300 mg/l dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20-30 mg/l. Skema proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif standar atau konvesional dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif Standar (Konvensional).

2.3.4 Variabel Analisis Lumpur Aktif

Analisis lumpur aktif yang perlu dilakukan dalam pengolahan limbah cair meliputi :

2.3.4.1 Volume Lumpur

Analisis volume lumpur dilakukan untuk mengkaji kecepatan pengendapan lumpur. Sampel limbah dimasukkan ke dalam gelas ukur volume satu liter dan dibiarkan selama

30 menit. Hasil diperoleh dalam satuan ml/liter.

2.3.4.2 Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS)

Kandungan lumpur ditentukan dengan metode gravimetri. Sejumlah tertentu cairan lumpur aktif disaring, kemudian residu yang diperoleh dipanaskan selama satu jam pada suhu 105 o

C dan ditimbang. Hasil diperoleh dalam satuan mg/liter. Metode pengukuran lain yang dapat digunakan adalah metode evaporasi. Metode ini akan memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan metode gravimetri.

2.3.4.3 Sludge Volume Index (SVI)

Sludge volume index (SVI) adalah rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. Untuk mengetahui SVI dapat dihitung dengan Persamaan 2.6 di bawah ini :

SVI = SV

MLSS (mg/liter)

Unit pengolahan air limbah dengan lumpur aktif yang memiliki SVI > 200 mg/l menunjukkan dalam sistem tersebut terjadi sludge bulking.

2.3.4.4 Loading (Beban Polutan)

Karakteristik loading dari unit pengolah air limbah dapat diukur dengan BOD 5 , polutan organik atau inorganik, MLSS, flowrate dan volume bak. Karakteristik loading unit

Space Loading adalah beban polutan dibagi volume bak atau reaktor dinyatakan dalam satuan kg polutan/m 3 . Sedangkan Sludge loading adalah Beban polutan (kg/hari) dibagi dengan kandungan lumpur, MLSS (kg/m 3 ). Sludge loading dinyatakan dalam satuan kg Polutan/kg MLSS.hari.

2.3.4.5 Kandungan Nitrogen

Air limbah mengandung nitrogen dalam bentuk yang berbeda-beda, baik organik maupun anorganik. Hasil analisis terhadap air membedakan empat jenis nitrogen, satu jenis di antaranya merupakan senyawa organik dan tiga jenis yang lain merupakan senyawa anorganik (ammonium, nitrit, dan nitrat). Total dari seluruh senyawa ini disebut total nitrogen (TN).

2.3.4.6 Rasio COD/BOD

Rasio antara COD dan BOD diukur untuk mengetahui kemampuan air limbah untuk diuraikan secara biologis. Limbah rumah tangga biasanya memiliki nilai rasio COD/BOD mendekati 2. Jika limbah industri memiliki nilai perbandingan yang lebih besar dari dua, berarti limbah tersebut mengandung sejumlah besar zat yang sulit terurai secara biologis. Namun harus diperhatikan bahwa effluent hasil pengolahan biologis yang baik memiliki rasio COD/BOD kira-kira 10 atau lebih.

2.3.4.7 Waktu Tinggal Hidraulik (Hydraulic Retention Time)

Waktu tinggal hidrolik (WTH) adalah waktu rata - rata yang dibutuhkan oleh air limbah masuk dalam bak atau tangki aerasi. Untuk proses lumpur aktif, nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D ). Persamaan 2.8 adalah persamaan

perbandingan antara volume (m 3 ) dan flowrate (m 3 /jam).

WTH = V (jam) ………..………………………………………………………. (2.7)

Keterangan :

V = Volume reaktor (m 3 ) Q = Debit aliran masuk reaktor (m 3 /jam)

2.3.4.8 Rasio Resirkulasi Lumpur (R)

Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi. Dinyatakan dalam persamaan 2.9 di bawah ini.

R= Qr ……………………………..…………………………………………….. (2.8) Q

Keterangan :

Qr = Debit aliran resirkulasi (m 3 /jam) Q = Debit aliran masuk reaktor (m 3 /jam)