PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6 SKRIPSI

Oleh TRI ATMOJO SUNARYADI NIM. 112 04 0119 JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6 SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh TRI ATMOJO SUNARYADI NIM. 112 040 119 JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6 SKRIPSI TRI ATMOJO SUNARYADI NIM. 112 040 119

Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan

Fakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Tanggal : …………………….

Pembimbing I Pembimbing II

( Ir. Bagus Wiyono, MT ) ( Drs. Nur Ali Amri, MT )

Ayahku Soetikno Hatmo Poespito, yang selalu memberikan motivasi spiritual tanpa kenal lelah dan tulus Ibuku Amini, yang selalu memberikan kasih sayang dan dorongan semangat tanpa kenal lelah dan tulus Saudaraku Bambang Suhartoyo dan Didik Puspito

RINGKASAN

Perancangan peledakan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pembongkaran batuan pada lapisan tanah penutup. Disamping itu terkait erat dengan pencapaian target produksi yang diinginkan, maka hal yang harus diperhatikan adalah parameter dari geometri peledakan yang terdiri atas burden, spacing, subdrilling, charge length, loading density, kedalaman lubang ledak dan powder factor.

Perancangan peledakan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan cara manual, komputer atau gabungan dari keduanya. Sejak kemunculan komputer, cara- cara manual sudah mulai ditinggalkan. Metode yang sering digunakan dalam perancangan peledakan pada tambang terbuka adalah menggunakan pendekatan metode formula R.L.Ash & formula C.J.Konya.

Metode formula R.L.Ash maupun formula C.J.Konya dapat dikerjakan dengan cara manual maupun komputer. Jika dikerjakan dengan cara manual, maka terdapat dua kendala yang akan dihadapi. Pertama, jika jumlah data banyak dan kompleks, maka selain rumit juga memerlukan waktu yang cukup lama. Kedua, tingkat akurasinya rendah, karena hal ini sangat tergantung pada subyektifitas perancang. Oleh karena itu pemakaian komputer sebagai alat bantu tidak dapat dihindari.

Untuk mendukung penggunaan komputer tersebut, dalam penelitian ini dilakukan pembuatan program aplikasi guna perancangan peledakan pada tambang terbuka dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0.

Pembuatan program dilakukan dengan cara membahasakan algoritma formula R.L.Ash dan formula C.J.Konya ke dalam bahasa pemrograman visual basic. Setelah diuji coba terhadap data simulasi, program tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan analisa perancangan peledakan dengan baik. Hasil perhitungan program setelah dicocokkan dengan perhitungan manual tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Keterbatasan program aplikasi perangkat lunak yang telah dibuat adalah sebagai berikut : (1) Terdapatnya kesalahan fungsi pada menu perancangan rangkaian lubang ledak, (2) program aplikasi belum dapat melakukan penyimpanan atau pemanggilan data dan mencetak output program.

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, atas kehendak-Nyalah pada akhirnya penelitian yang penulis lakukan dapat terselesaikan dalam bentuk skripsi ini. Skripsi dengan judul “Program Aplikasi Komputasi Perancangan Peledakan pada Tambang Terbuka dengan menggunakan Bahasa Pemrogaman Visual Basic 6” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dari bulan Juni hingga September 2010 di Laboratorium Simulasi dan Komputasi Pertambangan Jurusan Teknik Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta.

Penulis meyakini bahwa skripsi ini tidak akan pernah terwujud kecuali atas dukungan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

2. Dr. Ir. S. Koesnaryo, M.Sc, Dekan Fakultas Teknologi Mineral.

3. Ir. Anton Sudiyanto, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan.

4. Ir. Suyono, MS, Kepala Laboratorium Simulasi dan Komputasi Tambang.

5. Ir. Bagus Wiyono, MT, Pembimbing I.

6. Drs. Nur Ali Amri, MT, Pembimbing II

7. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Yogyakarta, Agustus 2011 Penulis,

Tri Atmojo Sunaryadi

Gambar Halaman

73

3.15 Tampilan form Input data blasting konya ..................................................

75

3.16 Tampilan form Output data blasting konya ..............................................

80

3.17 Tingkat kesalahan perangkat lunak pada fragmentasi batuan(R.L.Ash) ....

80

3.18 Tingkat kesalahan perangkat lunak pada fragmentasi batuan(C.J.Konya) .

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah menjadi kebutuhan pokok dalam era informasi. Hal ini dapat dilihat dari derasnya arus informasi dari segala penjuru dunia yang dapat diakses oleh siapapun tanpa batas ruang dan waktu. Keberhasilan pembangunan teknologi informasi telah mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, seperti aspek pertambangan khususnya. Seperti yang terlihat dari berbagai macam software komputasi pendukung telah banyak dikembangkan untuk memudahkan analisa dalam metode perhitungan.

Rancangan peledakan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan penambangan. Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang di inginkan, maka di butuhkan suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran – besaran geometri peledakan. Parameter rancangan peledakan seperti : Burden, Stemming, Subdrilling, Spacing dan waktu penyalaan harus ditentukan dengan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam efisiensi produk dan pertimbangan faktor keamanan lingkungan. Dengan adanya tuntutan teknologi, serta tersedianya berbagai macam bentuk informasi yang menuntut untuk melakukan perubahan yang dapat menunjang efektifitas dan produktifitas maka dirasa sangatlah perlu adanya program bantu komputasi guna mendapatkan hasil program perhitungan rancangan peledakan secara mudah dan tepat. Dengan adanya program bantu komputasi untuk menghitung rancangan ini akanlah sangat menghemat waktu, tenaga, dan tentu saja tingkat ketelitian hasilnya akan lebih tinggi daripada perhitungan manual

Untuk mendukung penggunaan program komputasi tersebut, dalam penelitian ini diusulkan pembuatan program aplikasi guna perancangan peledakan dengan bahasa pemrograman visual basic 6.0.

1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat algoritma program untuk perhitungan perancangan geometri peledakan.

2. Mengetahui seberapa mampu program aplikasi dapat menghasilkan analisa perhitungan geometri peledakan yang akurat.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana cara kerja aplikasi dalam menganalisa permasalahan perancangan peledakan.

b. Penerapan algoritma bahasa pemrograman dalam analisa perancangan peledakan.

1.4. Batasan Masalah

Dalam perencanaan program ini terdapat beberapa batasan perencanaan. Batasan-batasan tersebut dibuat untuk mempermudah dan memperjelas perencanaan alur program. Pembuatan program aplikasi yang dilakukan dalam penelitian ini akan dibatasi oleh beberapa hal berikut ;

a. Program aplikasi difokuskan pada analisa geometri peledakan berdasarkan pendekatan teori R.L.Ash & C.J.Konya yang diantaranya mencakup tentang perhitungan geometri peledakan, Efek peledakan dan Fragmentasi batuan.

b. Program ini dibatasi berdasarkan pendekatan teori yang telah ditentukan.

1.5. Metodologi Penelitian . Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan studi literatur Mengidentifikasi dan mengumpulkan materi-materi prasyarat yang nantinya digunakan untuk perhitungan dalam menentukan estimasi parameter untuk data perancangan geometri peledakan, yaitu antara lain materi-materi dalam mata kuliah teknik peledakan

2. Mencari data – data referensi pendukung, yaitu antara lain metode peledakan yang akan digunakan, spesifikasi bahan peledak dan parameter peledakan.

3. Pembuatan dan perancangan algoritma program di Laboratorium Simulasi dan Komputasi Pertambangan.

4. Pengkajian secara teoritis terhadap keakuratan program aplikasi

5. Pengujian secara teknis terhadap keakuratan program aplikasi

6. Pembuatan laporan akhir dari penelitian yang bersangkutan.

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis akan memberikan tambahan wawasan terhadap ilmu pertambangan terutama dalam bidang perancangan peledakan.

2. Karena bersifat aplikatif maka dapat diterapkan dalam membantu analisa perancangan peledakan.

3. Dapat digunakan sebagai referensi program bantu pendidikan, khususnya jurusan Teknik Pertambangan dalam mata kuliah Teknik Peledakan.

BAB II DASAR TEORI

Salah satu metode pemberaian pada batuan adalah metode pemboran dan peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk menghancurkan, melepas ataupun membongkar batuan dari batuan induknya, untuk memenuhi target produksi dan memindahkan batuan yang telah hancur menjadi tumpukan material (muckpile) yang siap untuk dimuat ke dalam alat angkut.

Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya. Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan sebagai bongkah, sehingga diperlukan upaya pemecahan ulang agar batuan tersebut bisa digunakan.

Untuk dapat mencapai tujuan di atas, diperlukan kontrol dan pengawasan terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi peledakan.

2.1. Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan

Pada prinsipnya, pecahnya batuan akibat energi peledakan dapat dibagi dalam

3 tahap, yaitu : dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading. (gambar 2.1).

1. Proses pemecahan batuan tingkat I (dynamic loading) Pada saat bahan peledak diledakkan di dalam lubang ledak, maka terbentuk temperatur dan tekanan yang tinggi. Hal ini mengakibatkan hancurnya batuan di sekitar lubang ledak serta timbulnya gelombang kejut (shock wave) yang merambat menjauhi lubang ledak dengan kecepatan antara 3000 – 5000 m/detik, sehingga menimbulkan tegangan tangensial yang mengakibatkan adanya rekahan menjari mengarah keluar di sekitar lubang ledak.

Bidang Bebas

Pada

pertama terjadi penghancuran batuan disekitar lubang ledak dan diteruskannya energi ledakan ke segala arah.

tahap

Retakan di sekitar lubang ledak

Energi ledakan menghancurkan batuan di

sekitar lubang ledak

Energi ledakan diteruskan ke segala arah

Pada tahap kedua energi ledakan Bidang Bebas

yang bergerak sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut

Pecahnya batuan pada dinding jenjang

: Tegangan tangensial

: Tegangan radial.

: Tegangan tarik.

Pada tahap terakhir, energi ledakan yang dipantulkan oleh bidang bebas pada

Bidang Bebas

tahap sebelumnya, dan ekspansi gas akan menghancurkan batuan dengan

lebih sempurna

Lubang ledak Batas bidang bebas

Gambar 2.1

Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan 4)

2. Proses pemecahan batuan tingkat II (quasi-static loading) Tekanan yang meninggalkan lubang ledak pada proses pemecahan tingkat II adalah positif. Apabila shock wave mencapai bidang bebas (free face) akan dipantulkan kemudian berubah menjadi negatif sehingga menimbulkan gelombang tarik (tensile wave). Karena gelombang tarik ini lebih besar dari 2. Proses pemecahan batuan tingkat II (quasi-static loading) Tekanan yang meninggalkan lubang ledak pada proses pemecahan tingkat II adalah positif. Apabila shock wave mencapai bidang bebas (free face) akan dipantulkan kemudian berubah menjadi negatif sehingga menimbulkan gelombang tarik (tensile wave). Karena gelombang tarik ini lebih besar dari

3. Proses pemecahan batuan tingkat III (release of loading) Karena pengaruh tekanan dan temperatur gas yang tinggi maka retakan menjari yang terjadi pada proses awal akan meluas secara cepat yang diakibatkan oleh kekuatan gelombang tarik dan retakan menjari. Massa batuan yang ada di depan lubang ledak akan terdorong oleh terlepasnya kekuatan gelombang tekan yang tinggi dari dalam lubang ledak, sehingga pemecahan batuan yang sebenarnya akan terjadi. Umumnya batuan akan pecah secara alamiah mengikuti bidang – bidang yang lemah, seperti kekar dan bidang perlapisan.

2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam merancang peledakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan peledakan dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu peubah yang dapat dikendalikan (controllable variable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable variable). (Gambar 2.2)

2.2.1. Peubah yang tidak dapat dikendalikan

Adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang termasuk faktor-faktor ini adalah :

2.2.1.1. Geologi

Batuan yang menyusun kerak bumi dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Proses terbentuknya suatu jenis batuan berbeda dengan jenis batuan lain. Tiap-tiap tipe batuan tersusun dari mineral-mineral dalam berbagai komposisi, ukuran, tekstur, dan struktur yang berlainan. Batuan yang trsingkap dipermukaan bumi akan mengalami proses pelapukan dan proses pelapukan untuk tiap-tiap batuan juga berbeda. Hal ini sangat berpengaruh pada sifat fisik dan mekanik dari batuan. Batuan yang masih segar umumnya mempunyai kekuatan yang lebih besar, dan akan berkurang sejalan dengan proses pelapukan yang dialami.

(A) Peubah yang dapat dikendalikan

• Diameter lubang ledak

• Arah peledakan

• Kedalaman lubang ledak

• Sistim penyalaan

• Kedalaman subdrilling

• Urutan penyalaan

• Kemiringan lubang ledak

• Bidang bebas

• Tinggi stemming

• Tipe bahan peledak

• Tinggi jenjang

• Energi bahan peledak

• Pola peledakan

• Metode pemuatan

• Perbandingan burden dan spasi

• Air tanah (kadang-kadang

• Dimensi dan konfigurasi Peledakan

tidak dapat dikontrol)

(B) Peubah yang tidak dapat dikendalikan

• Geologi • Sifat dan kekuatan batuan • Struktur diskontinuitas • Kondisi cuaca • Air tanah (kadang-kadang dapat dikontrol)

Proses Peledakan

Hasil Peledakan

• Fragmentasi • Perpindahan material hasil peledakan • Profil tumpukan hasil peledakan • Getaran tanah (ground vibration) • Ledakan udara (air blast) • Batu terbang (fly rock) • Misfires

Gambar 2.2.

Peubah Terkendali dan Tidak Terkendali Dalam Rancangan Peledakan 2)

2.2.1.2. Struktur Diskontinuitas

Sejauh menyangkut penggalian, massa batuan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu segar dan lapuk. Untuk batuan segar, sifat diskontinuitas berperan penting, karena melalui zona diskontinuitas ini proses pelapukan akan berlangsung secara intensif. Diskontinuitas ini dapat berupa kekar, retakan, sesar, dan bidang bidang perlapisan. Kekar merupakan rekahan- rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Struktur kekar ini sangat penting diketahui dan merupakan pertimbangan utama dalam operasi peledakan, dengan adanya struktur kekar ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan bahkan batuan hanya mengalami keretakan.

2.2.1.3. Sifat dan kekuatan batuan

Sifat batuan yang penting untuk dipertimbangkan dalam rangka perbaikan fragmentasi hasil peledakan antara lain :

• Sifat fisik : bobot isi Pada umumnya bobot isi batuan digunakan sebagai petunjuk kemudahan batuan untuk dipecahkan dan dipindahkan. Untuk volume batuan yang

sama, batuan yang berat memerlukan energi yang lebis besar untuk membongkarnya • Sifat mekanik : cepat rambat gelombang, kuat tekan dan kuat tarik. Kecepatan rambat gelombang tiap batuan berbeda. Batuan yang masif mempunyai kecepatan perambatan gelombang yang tinggi, berkaitan dengan hal tersebut, penggunaan bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi yang tinggi dapat memberikan hasil fragmentasi yang sama, batuan yang berat memerlukan energi yang lebis besar untuk membongkarnya • Sifat mekanik : cepat rambat gelombang, kuat tekan dan kuat tarik. Kecepatan rambat gelombang tiap batuan berbeda. Batuan yang masif mempunyai kecepatan perambatan gelombang yang tinggi, berkaitan dengan hal tersebut, penggunaan bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi yang tinggi dapat memberikan hasil fragmentasi yang

2.2.1.4. Pengaruh air tanah

Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (misfire). Misalnya ANFO yang dapat larut dalam air , tidak dapat digunakan untuk zona peledakan yang banyak airnya. Untuk mengatasi pengaruh air, dapat menggunakan pompa untuk mengeluarkan air tersebut dari lubang ledak kemudian membungkus bahan peledak menggunakan plastik.. Penutupan pada lubang ledak pada saat hujan juga merupakan salah satu cara mengurangi pengaruh air. Alternatif lain dalam mengatasi adanya pengaruh air dalam lubang ledak adalah dengan menggunakan bahan peledak yang tahan terhadap air atau dengan kata lain bahan peledaka tersebut mempunyai ketahanan terhadap air (water resistence) yang sangat baik., contohnya emulsi, watergel atau slurries.

2.2.1.5. Kondisi cuaca

Kondisi cuaca mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan pembongkaran batuan, hal ini berkaitan dengan jadwal waktu kerja efektif rata–rata. Dalam suatu operasi peledakan, proses pengisian dan penyambungan rangkaian lubang ledak dilakukan pada cuaca normal, dan harus dihentikan ketika cuaca mendung (akan hujan) apalagi disertai kilat, dan hal ini sangat membahayakan apabila mengunakan metode pelakan listrik, karena kilatan dapat mengaktifasi aliran listrik, sehingga akan terjadi peledakan prematur. Pada daerah tropik, semakin banyak hari hujan berarti jumlah jam kerja efektif untuk operasi peledakan menjadi semakin pendek.

Semuanya itu demi kelancaran proses peledakan dan disamping itu akan menjamin keamanan para pekerja.

2.2.2. Peubah yang dapat dikendalikan

Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang diharapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :

2.2.2.1. Kemiringan Lubang Ledak

Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak dan lubang ledak miring. Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit, sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang. Sedangkan pada peledakan dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring 3)

Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kedua sistem tersebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan dari lubang ledak miring adalah: • Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih

baik, karena ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relatif seragam. • Mengurangi kemungkinan missfire yang disebabkan oleh cut off dari pergerakan burden.

• Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relatif lebih rata. • Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak bagian belakang (back break). • Powder factor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan

untuk menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisisen. • Produktifitas alat muat tinggi karena tumpukan hasil peledakan

(muckpile) lebih rendah dan seragam. Kerugian dari lubang ledak miring adalah sebagai berikut: • Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang ledak. • Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak.

• Pada pemboran lubang ledak dalam, sudut deviasi yang dibentuk akan semakin besar.

Keuntungan lubang ledak tegak adalah sebagai berikut : • Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat

• Untuk tinggi jenjang sama lubang ledak akan lebih pendek jika dibanding dengan lubang ledak miring.

Kerugian lubang ledak tegak adalah sebagai berikut: • Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (toe) besar • Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang (back break) dan getaran tanah lebih besar. • Lebih banyak menghasilkan bongkah pada daerah di sekitar stemming.

2.2.2.2. Pola Pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk menempatkan lubang – lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada 2 macam, yaitu : Pola pemboran sejajar (parallel pattern) dan Pola pemboran selang – seling (staggered pattern)

Pola pemboran sejajar adalah pola pemboran dengan penempatan lubang ledak dengan baris (row) yang berurutan dan sejajar dengan burden. Sedangkan pola pemboran selang – seling merupakan pola pemboran yang penempatan lubang – lubang ledaknya selang – seling setiap kolomnya (gambar 2.4)

A. Pola pemboran

sejajar (paralel)

S = Spasi

B = Burden

Free Face

B. Pola pemboran

selang-seling

(staggered)

S = Spasi

B B = Burden

Free Face

Gambar 2.4 Pola Pemboran 9)

Pada kondisi di lapangan, pola pemboran sejajar lebih mudah dalam pembuatan dan pengaturannya, namun fragmentasi yang dihasilkan kurang seragam, sedangkan untuk pola pemboran selang – seling fragmentasi yang dihasilkan lebih seragam walaupun lebih sulit dalam pengaturan di lapangan.

Menurut hasil penelitian pada peledakan batuan yang kompak dan homogen, menunjukkan bahwa produktivitas dan tingkat fragmentasi hasil peledakan menggunakan pola pemboran selang – seling lebih baik dibandingkan dengan pola pemboran sejajar. Hal ini disebabkan karena pada pola pemboran selang – seling, energi yang dihasilkan terdistribusi lebih optimal dalam batuan.

2.2.2.3. Diameter Lubang Ledak

Pemilihan diameter lubang ledak tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan. Pemilihan ukuran lubang ledak secara tepat sangat penting untuk memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah. Diameter lubang ledak berpengaruh pada penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya (Gambar 2.5)

Faktor – faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak antara lain : • Volume massa batuan yang akan dibongkar • Tinggi jenjang dan konfigurasi isian • Fragmentasi yang diinginkan • Mesin bor yang tersedia (hubungannya dengan biaya pemboran)

• Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan

Pengaruh diameter lubang ledak terhadap burden 2)

Diameter lubang ledak berpengaruh terhadap panjang stemming. Untuk menghindari getaran tanah dan batuan terbang (flyrock), maka lubang ledak yang berdiameter besar harus mempunyai stemming yang panjang. Sedangkan jika lubang ledak berdiameter kecil maka stemming yang digunakan menjadi lebih pendek, agar tidak terjadi bongkah pada hasil peledakan. Jika stemming terlalu panjang, maka energi ledakan tidak mampu menghancurkan batuan pada daerah di sekitar stemming tersebut.

Diameter lubang ledak juga dibatasi oleh tinggi jenjang. Untuk tinggi jenjang tertentu terdapat batas minimum diameter lubang ledak tertentu pula, apabila batas minimum ini tidak tercapai maka akan terjadi penyimpangan berlebihan yang bersifat merusak, yaitu pemecahan yang tidak merata di sepanjang lantai jenjang serta akan menyebabkan getaran tanah.

2.2.2.4. Geometri peledakan menurut teori R.L.Ash.

R.L.Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan jenjang berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh di berbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda. Sehingga R.L. Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empirik yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu peledakan batuan.

1) Burden (B) Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang tembak dengan bidang bebas yang panjangnya tergantung pada karakteristik batuan. Menentukan ukuran burden merupakan langkah awal agar fragmentasi batuan hasil peledakan, vibrasi, airblast dapat memuaskan.

Burden diturunkan berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor atau diameter dodol bahan peledak. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.

Batuan standar adalah batuan yang mempunyai berat jenis atau densitas 160 lb/cuft (2,00 ton/m 3 ), tidak lain dari densitas batuan rata-rata.

Bahan peledak standar adalah bahan peledak yang mempunyai berat jenis (SG) 1,2 dan kecepatan detonasi (Ve) 12.000 fps (4.000 m/det).

Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standar, maka digunakan burden ratio (Kb) yaitu 30. Tetapi bila batuan yang akan diledakkan tidak sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang digunakan bukan pula bahan peledak standar, maka harga Kb-standar itu harus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian (adjustment factor).

B = ft …………………………………………..........……... (2.1)

KbxDe

12 atau

B = m ……………………………………………………….. (2.2)

KbxDe

Jika : De = diameter lubang tembak

B = burden Kb = burden ratio

Keterangan :

Bobot isi batuan standar (Dst) = 160 lb/cuft Bahan peledak : SG std

Vestd (VODstd)

12000 fps

Kb standard =

Maka :

K b koreksi = 30 x Af 1 x Af 2 ............................................................................................ (2.3)

Af1

= adjusment factor untuk batuan yang diledakkan Af 2 = adjusment factor untuk handak yang dipakai

Dengan :

A f 1 = std    .................................................................................. (2.4)

D = bobot isi batuan yang diledakkan

Af =  SG . Ve 2  

2 ...................................................................... (2.5)  SG std Ve

 . std 

SG = BJ bahan peledak yang dipakai Ve = VOD bahan peledak yang dipakai

Jadi

Kb terkoreksi xDe

B = m ......................................................................... (2.6) 39 , 3

Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang.

2) Spacing (S) Spacing adalah jarak antar lubang tembak dirangkai dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap bidang bebas.

S = Ks x B ..................................................................................... (2.7)

Keterangan :

Ks = spacing ratio (1,0 – 2,0)

B = burden (m)

Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang tembak setelah peledakan.

Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing adalah sebagai berikut : • Peledakan serentak, S = 2 B • Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B • Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B • Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 B - 1,8 B • Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang tembak dalam

baris yang sama, S = 1,15 B

3) Stemming (T) Stemming merupakan panjang isian lubang ledak yang tidak diisi bahan peledak, tetapi diisi material seperti tanah liat atau material hasil pemboran (cutting).

Fungsi stemming adalah : • Meningkatkan confinning pressure dari gas hasil peledakan.

• Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming. • Mengontrol kemungkinan terjadinya airblast dan flyrock

Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan dulu stemming ratio (Kt), yaitu perbandingan panjang stemming dengan burden. Biasanya Kt standar yang dipakai 0,70 dan ini cukup untuk mengontrol airblast, flyrock dan stress balance. Apabila Kt < 1 maka akan terjadi. Untuk menghitung stemming dipakai persamaan :

T = Kt . B .................................................................................... (2.8) Keterangan : T =

Stemming (m) Kt =

Stemming ratio (0,7 – 1,0)

B = Burden (m)

4) Subdrilling (J) Subdrilling merupakan kelebihan panjang lubang ledak pada bagian bawah lantai jenjang. Subdrilling dimaksudkan agar jenjang terbongkar tepat pada batas lantai jenjang sehingga didapat lantai jenjang yang rata setelah 4) Subdrilling (J) Subdrilling merupakan kelebihan panjang lubang ledak pada bagian bawah lantai jenjang. Subdrilling dimaksudkan agar jenjang terbongkar tepat pada batas lantai jenjang sehingga didapat lantai jenjang yang rata setelah

Hubungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut :

J = Kj . B ……………………………………………………… (2.9) Keterangan :

J = Subdilling (m) Kj = Subdilling ratio (0,2 – 0,4)

B = Burden (m)

5) Kedalaman lubang ledak (H) Kedalaman lubang ledak merupakan penjumlahan dari panjang stemming dengan panjang kolom isian (PC) bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Menurut R.L. Ash, kedalaman lubang ledak berdasarkan pada hole depth ratio (Kh) yang harganya berkisar antara 1,5 – 4,0.

Hubungan kedalaman lubang ledak dengan burden adalah sebagai berikut :

H = Kh . B ................................................................................... (2.10)

Keterangan :

H = Kedalaman lubang ledak (m) Kh = Hole dept ratio (1,5 – 4)

B = Burden (m)

6) Panjang Kolom Isian (PC )

Panjang kolom isian merupakan hasil pengurangan dari kedalaman lubang ledak dengan panjang stemming.

Persamaan :

PC = H – T ................................................................................... (2.11)

Keterangan :

PC = Panjang kolom isian (m)

H = Kedalaman lubang ledak (m) T

= Stemming (m)

2.2.2.5. Geometri peledakan menurut teori C.J.Konya.

Perhitungan geometri peledakan menurut Konya (1990) tidak hanya mempertimbangkan faktor bahan peledak, sifat batuan dan diameter lubang ledak tetapi juga memperhatikan faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan, keadaan struktur geologi serta koreksi terhadap jumlah lubang ledak yang diledakkan. Faktor terpenting untuk dikoreksi menurut Konya (1990) adalah masalah penentuan besarnya nilai burden (B).

a. Burden (B) Pemilihan nilai burden yang tepat merupakan keputusan yang terpenting dalam rancangan peledakan. Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas terdekat dan merupakan arah pemindahan batuan (displacement) akan terjadi.

Pada penentuan jarak burden, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan seperti diameter lubang ledak, bobot isi batuan dan struktur geologi dari batuan tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak maka akan semakin besar jarak burden, karena dengan diameter lubang ledak yang semakin besar maka bahan peledak yang digunakan akan semakin banyak pada setiap lubangnya sehingga akan menghasilkan energi ledakan yang semakin besar. Sedangkan apabila densitas batuannya yang semakin besar, maka agar energi ledakan berkontraksi maksimal dilakukan dengan memperkecil ukuran burden, sehingga fragmentasi batuan yang dihasilkan akan baik. Sedangkan struktur geologi batuan digunakan sebagai faktor koreksi pada penentuan burden. Untuk faktor koreksi berdasarkan geologi batuan dapat dibagi kedalam 2 konstanta yaitu Kd yang merupakan koreksi Pada penentuan jarak burden, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan seperti diameter lubang ledak, bobot isi batuan dan struktur geologi dari batuan tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak maka akan semakin besar jarak burden, karena dengan diameter lubang ledak yang semakin besar maka bahan peledak yang digunakan akan semakin banyak pada setiap lubangnya sehingga akan menghasilkan energi ledakan yang semakin besar. Sedangkan apabila densitas batuannya yang semakin besar, maka agar energi ledakan berkontraksi maksimal dilakukan dengan memperkecil ukuran burden, sehingga fragmentasi batuan yang dihasilkan akan baik. Sedangkan struktur geologi batuan digunakan sebagai faktor koreksi pada penentuan burden. Untuk faktor koreksi berdasarkan geologi batuan dapat dibagi kedalam 2 konstanta yaitu Kd yang merupakan koreksi

Tabel 2.1

Koreksi posisi lapisan batuan dan struktur geologi 5) Number Of row

Kr

One or two row of holes 1,00 Third and subsequent rows or buffer blast

Rock Deposition Kd

Bedding steeply dipping into cut 1,18 Bedding steeply dipping into face

0,95 Other cases of deposition

Geologic Structure Ks

Heavily cracked, frequent weak joint, weakly cemented layers 1,30 Thin well-cemented layers with tight joints

1,10 Massive intact rock

Dalam penentuan panjang burden berdasarkan rumusan Konya sebagai berikut :   2 SGe 

B =    + 1 , 5  De ...................................................................... (2.12)   SGr 

0 ,  33 SGe 

B = 3 , 15 De   ....................................................................... (2.12)  SGr 

0 ,  33 Stv 

B = 0 , 67 De   ......................................................................... (2.12)  SGr 

dengan :

B 1 = Burden (m) SG e = Berat jenis bahan peledak SG r = Berat jenis batuan

D e = Diameter lubang ledak (mm)

Sedangkan perhitungan koreksi burden digunakan rumusan dibawah ini :

B 2 = Kd x Ks x Kr x B 1 ..................................................... (2.13) B 2 = Kd x Ks x Kr x B 1 ..................................................... (2.13)

B 1 = Burden awal (m)

B 2 = Burden terkoreksi (m) Kd = Faktor koreksi berdasarkan struktur geologi batuan Ks = Faktor koreksi berdasarkan orientasi perlapisan Kr = Faktor koreksi berdasarkan jumlah baris peledakan, yaitu Kr = 1 jika

terdapat satu atau 2 baris dan Kr = 0,9 jika terdapat 3 baris atau lebih.

b. Spasi (S) Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan menyebabkan batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat, sedangkan bila spasi terlalu besar akan menyebabkan banyak bongkah atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan dan menimbulkan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah diledakkan, hal ini disebabkan karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lubang lainnya.

Penerapan jarak spasi harus mempertimbangkan perbandingannya dengan burden agar didapat pencakupan energi peledakan yang cukup untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang kita inginkan. Perbandingan jarak spasi dengan burden (S/B) pada pola peledakan dan penyebaran energinya dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Untuk memperoleh jarak spasi maka digunakan rumusan sebagai berikut : 1). Serentak tiap baris lubang ledak

a. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)

H < 4B, S = ( H + 2B) / 3……………………………......(2.14)

b. Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)

H = 4B, S = 2B………………………………...................(2.15) 2). Beruntun dalam tiap baris lubang ledak

a. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)

H < 4B, S = ( H + 7B ) / 8 ………………………………(2.16) H < 4B, S = ( H + 7B ) / 8 ………………………………(2.16)

H = 4B, S = 1,4B ………………………………............(2.17)

Gambar 2.6 Pengaruh Perbandingan Spasi/burden Terhadap Fragmentasi 2)

c. Stemming (T) Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang letaknya di atas kolom isian bahan peledak.

Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan. Untuk penentuan tinggi stemming digunakan rumusan seperti yang tertera berikut ini :

T = 0,7 x B.................................................................................(2.18) T = 0,7 x B.................................................................................(2.18)

B = Burden (m)

Ada dua hal yang berhubungan dengan stemming yaitu :

a. Panjang Stemming Secara teoritis, stemming berfungsi sebagai penahan agar energi ledakan terkurung dengan baik sehingga dapat menekan dengan kekuatan yang maksimal.

Apabila peledakan menerapkan stemming yang terlalu pendek, maka akan mengakibatkan pecahnya energi ledakan terlalu mudah mencapai bidang bebas sebelah atas sehingga menimbulkan batuan terbang dan energi yang menekan batuan tidak maksimal, serta fragmentasi batuan hasil peledakan secara keseluruhan kurang baik. Pada jenjang yang terbentuk juga akan timbul retakan yang melewati batas jenjang (overbreak).

Sedangkan stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan energi ledakan terkurung dengan baik, tetapi fragmentasi batuan pada bagian batas stemming keatas akan menjadi bongkah, karena energi ledakan tidak mampu mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak .

b. Jenis dan ukuran material stemming. Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap batuan hasil peledakan dan pemilihan bahan stemming yang tepat sangat penting jika kita ingin meminimalkan panjang stemming. Apabila bahan stemming terdiri dari bahan-bahan halus hasil pemboran (cutting pemboran), maka kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang ledak sehingga udara yang bertekanan tinggi akan mudah mendorong stemming tersebut keluar, dengan demikian energi yang seharusnya terkurung dengan baik dalam lubang ledak akan hilang keluar bersamaan dengan terbongkarnya stemming . Untuk mengatasi tersebut diatas maka digunakan bahan yang b. Jenis dan ukuran material stemming. Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap batuan hasil peledakan dan pemilihan bahan stemming yang tepat sangat penting jika kita ingin meminimalkan panjang stemming. Apabila bahan stemming terdiri dari bahan-bahan halus hasil pemboran (cutting pemboran), maka kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang ledak sehingga udara yang bertekanan tinggi akan mudah mendorong stemming tersebut keluar, dengan demikian energi yang seharusnya terkurung dengan baik dalam lubang ledak akan hilang keluar bersamaan dengan terbongkarnya stemming . Untuk mengatasi tersebut diatas maka digunakan bahan yang

Persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming adalah : Sz = 0,05 x De ..........................................................................(2.19) dengan : De = Diameter lubang ledak (mm) Sz = Ukuran material stemming (mm)

d. Subdrilling (J) Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di bawah lantai jenjang yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat terbongkar sebatas lantai jenjangnya.

Jika panjang subdrilling terlalu kecil maka batuan pada batas lantai jenjang (toe) tidak lengkap terbongkar sehingga akan menyisakan tonjolan pada lantai jenjangnya, sebaliknya bila panjang subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan getaran tanah dan secara langsung akan menambah biaya pemboran dan peledakan.

Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang yang rata maka digunakan rumusan sebagai berikut :

J = 0,3 x B…………………………………………..……........(2.20) dengan : J = Subdrilling (m)

B = Burden (m)

e. Kedalaman Lubang Ledak (H) Dalam penentuan kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik Pada prinsipnya kedalaman lubang ledak merupakan jumlah total antara tinggi jenjang dengan besarnya subdrilling, yang dapat ditulis sebagai berikut:

H = L+ J ................................................................................... (2.21) H = L+ J ................................................................................... (2.21)

H = Kedalaman lubang ledak (m) L = Tinggi jenjang (m) J = Subdrilling (m)

f. Panjang Kolom Isian (PC) Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang ledak dikurangi panjang stemming yang digunakan.

PC = H – T ……………………………………………….........(2.22) dengan : PC = Panjang kolom isian (meter)

H = Kedalaman lubang ledak (meter) T = Stemming (meter)

g. Tinggi Jenjang (L) Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang dan getaran tanah. Hal ini dipengaruhi oleh jarak burden. Berdasarkan perbandingan tinggi jenjang dan jarak burden yang diterapkan (stiffness ratio ), maka akan diketahui hasil dari peledakan tersebut (Tabel 2.2). Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan stiffness ratio digunakan rumus sebagai berikut :

L = 5 x De ................................................................................(2.23) dengan : L = Tinggi jenjang minimum (ft) De = Diameter lubang ledak (inchi)

Sedangkan dari segi perlapisan batuan, untuk mendapatkan fragmentasi batuan yang baik, diterapkan arah lubang ledak yang berlawanan arah dengan Sedangkan dari segi perlapisan batuan, untuk mendapatkan fragmentasi batuan yang baik, diterapkan arah lubang ledak yang berlawanan arah dengan

Tabel 2.2

Potensi yang terjadi akibat variasi stiffnes ratio (L/B) 5)

Fragmentasi Komentar Ratio

Banyak muncul back-break di 1 Buruk

bagian toe. Jangan dilakukan dan rancang ulang Bila memungkinkan, rancang

Kontrol dan fragmentasi baik Tidak akan menambah

4 Memuaskan keuntungan bila stiffness ratio

di atas 4

2.2.2.6. Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya ataupun antar lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.

Berdasarkan arah runtuhan batuan (gambar 2.8), pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Box Cut , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk kotak.

b. “ V “ Cut , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan.

c. Corner Cut , yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya kesalah satu sudut dari bidang bebasnya.

Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :

b. Pola peledakkan beruntun, adalah suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

Gambar 2.7

Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan 10)

2.2.2.7. Waktu Tunda

Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang depan dengan baris dibelakangnya atau antar lubang ledak dengan menggunakan delay detonator.

Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan waktu peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh peledakan secara beruntun.

Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda ialah : • Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik

• Mengurangi timbulnya getaran tanah, flyrock dan airblast. • Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya. • Arah lemparan dapat diatur. • Batuan hasil peledakan (muckpile) tidak menumpuk terlalu tinggi.

Tujuan penyalaan dengan waktu tunda adalah untuk mengurangi jumlah batuan yang meledak dalam waktu yang bersamaan, dan memberikan tenggang waktu pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk dapat meledak secara sempurna serta untuk menyediakan ruang atau bidang bebas baru bagi baris lubang ledak berikutnya.

1. Waktu tunda antar lubang ledak Untuk menghitung besarnya waktu tunda dalam lubang ledak yang berada dalam satu baris, dapat digunakan persamaan berikut sesuai dengan Tabel 2.3.

t H =T H x S ………………………………………………………….(2.24)

Dimana : t H = Waktu tunda antar lubang ledak (ms) T H = Konstanta waktu tunda S = Spasi (m)

Tabel 2.3

Waktu Tunda Antar Lubang Ledak 5)

T H Contant (ms/m) Sand, Loams, Marl, Coal

Rock Type

Some Limestones, Rock Salt, Shales 5,5

Compact Limestone and Marbels, 4,5 Granites and Basalts, Quartzite rocks, Gneisses Gabroe

Diabase, Diabase Porphyrites, Compact 3,5 Gneisses and Micachist, Magnetites

2. Waktu tunda antar baris Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun antar baris lubang ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan waktu tunda adalah sebagai berikut :

tr =T R x B ……………………………………………..……. (2.25) Dimana :

t r = waktu tunda (ms) T R

= konstanta waktu antar baris.

B = Burden (m)

Konstanta waktu tunda didasarkan pada hasil peledakan yang diinginkan. Nilai konstanta waktu tunda dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Time Delay Between Row 5)

T R Constant ( ms / m

Result

6,5 Violet, excessive air blast, backbreak,etc. 8,0

High pile close to face, moderate air blast, backbreak

11,5 Average pile height, average air blast and backbreak

16,5 Scattered pile with minimum backbreak

2.2.2.8. Sifat Bahan Peledak

Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan – bahan berbentuk padat, atau cair, atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan – bahan berbentuk padat, atau cair, atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi

Sifat – sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan antara lain meliputi :

1. Kekuatan (Strength) Kekuatan suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat dilakukan oleh bahan peledak tersebut.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25