TUGAS AKHIR PENGARUH NILAI CBR TANAH DAS

TUGAS AKHIR PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR TERHADAP TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN KALIURANG DENGAN METODE BINA MARGA 1987 DAN AASHTO 1986

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Strata Satu ( S 1 ) Teknik Sipil

DISUSUN OLEH FAHRURROZI 03511010 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr , wb . Alhamdulillah puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT atas pemberian rahmat dan hidayahnya sehingga kita semua di beri jalan mulia untuk mengarungi bahtera kehidupan ini . Shalawat teriring salam selalu terucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang di ridhai Allah SWT.

Laporan Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh CBR Tanah Dasar

Terhadap Tebal Perkerasan Lentur Jalan Kaliurang Dengan Metode Bina

Marga dan AASHTO “ ini disusun sebagai satu wujud nyata untuk memenuhi impian yang mana menjadi kewajiban yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar strata satu ( S - 1 ) . Selama melaksanakan dan menyusun laporan ini , penyusun tak lepas dari pihak lain yang telah membantu baik dari segi bimbingan, arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dukungan serta motifasi demi selesainya laporan ini .

1. Dr. Ir. H. Ruzardi, MS Selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaaan Universitas Islam Indonesia.

2. Ir. H. Faisol AM, MS , Selaku ketua Jurusan Teknik Sipil

3. Dr. Ir. Edy Purwanto, CES, DEA, Selaku Dosen pembimbing tugas akhir ini, yang telah banyak memberikan masukan dan saran serta meluangkan waktu demi terselesainya tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Akhmad Marzuko, MT dan Bapak Ir. Subarkah, MT selaku dosen penguji

5. Dosen-dosen T.Sipil yang selalu menjadi pencerah ilmu pengetahuan.

6. Abah (Ridwan), Amak (Sumarni), Uwuo (Zulhasmi), Anga (Lismardani), adik – adikku (Rohmayanti, M.Zikri, Ahlul Fikri), dan Adindaku (Wira Gustina) yang selalu menjadi motivator yang Aktif dalam terselesaikannya tugas akhir ini.

7. Semua pihak yang telah memberi dukungan kepada penyusun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penyusun menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan . Oleh karenanya penyusun masih memerlukan masukan dan saran yang sifatnya membangun.

Penyusun berharap Tugas Akhir ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pihak-pihak yang membutuhkan data perencanaan tebal perkerasan dengan kedua metode ini. Wabillahitaufik walhidayah. Assalamu’alaikum wr , wb

Yogyakarta , Agustus 2008

Fahrurrozi

ABSTRAK

Yogyakarta menjadi daya tarik yang sangat kuat disektor pendidikan dan pariwisata, sehingga tingkat pergerakan masyarakat ke wilayah ini cukup padat, baik sekedar kunjungan dalam waktu pendek hingga menetap dalam rentang waktu yang lama. Perpindahan ini mengakibatkan kebutuhan trasportasi meningkat signifikan menyebabkan kepadatan pada ruas-ruas jalan. Jalan kaliurang merupakan jalan arteri yang mempunyai daya pelayanan yang cukup tinggi dalam melayani mobilitas masyarakat Yogyakarta pada khususnya dan masyarakat di luar Yogya pada umumnya. Jalan Kaliurang juga merupakan jalur pariwisata dan jalan alternatif menuju beberapa kota di Jawa Tengah.

Dalam tugas akhir ini ” Pengaruh CBR Tanah Dasar Terhadap Tebal Perkerasan Lentur Jalan Kaliurang Dengan Metode Bina Marga 1987 dan AASHTO 1986 ” studi yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan nilai tebal perkerasan lentur jalan antara kedua metode tersebut dengan nilai CBR yang sama untuk tahun 2008.

Dari hasil pengujian di Laboratorium, tanah yang berasal dari jalan Kaliurang adalah tanah pasir gradasi buruk, pasir kerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus. CBR maksimum dengan penambahan air yang didapat dari pengujian di Laboratorium mekanika tanah FTSP UII untuk jalan Kaliurang adalah 38 % . dengan menggunakan metode Bina Marga 1987 tebal perkerasan lentur lebih besar dari pada menggunakan metode AASHTO 1986. Dalam analisis ini didapat tebal perhitungan dengan metode Bina Marga lebih kecil dari tebal perkerasan jalan Kaliurang saat ini, sehingga struktur yang ada saat ini akan mampu mendukung beban kendaraan hingga tahun 2018.

DAFTAR TABEL

1.1 Jumlah Penduduk dan kepemilikan kendaraan kabupaten Sleman

3.1 Sistem klasifikasi Unified

3.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan

3.3 Koefisien distribusi kendaraan

3.4 Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan

3.5 Faktor regional

3.6 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP)

3.7 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

3.8 Koefisien kekuatan relatif (a).

3.9 Batas-batas minimum tebal lapis keras

3.10 Faktor distribusi lajur (DL)

3.11 Tingkat reliabilitas (R) metode AASHTO 1986

3.12 Simpangan baku normal (ZR)

3.13 Kualitas drainase jalan

3.14 Koefisien drainase (m)

3.15 Koefisien kekuatan relatif bahan AASHTO

3.16 Batas-batas minimum tebal lapis perkerasan lentur

5.1 Analisis distribusi saringan

5.2 Persen butiran tanah

5.3 Kadar air tanah

5.4 Berat jenis tanah

5.5 Berat volume tanah

5.6 Hasil uji proktor standar

5.7 Nilai CBR yang digunakan

5.8 Data lalulintas harian rata-rata

5.9 Angka pertumbuhan lalulintas

5.10 Data curah hujan tahun 2005 Sleman

5.11 Lintas ekivalen permulaan (LEP) Analisa tahun 2008

5.12 Lintas ekivalen akhir (LEA) Analisa tahun 2018

5.13 Data LHR /ADT analisis dengan metode AASHTO 1986

57

5.14 Jumlah kendaraan 18 Kips ESAL

5.15 Prediksi kumulatif 18 Kips ESAL terhadap waktu

58 Perbedaan susunan tebal perkerasan lentur jalan antara metode

6.1

64 Bina Marga dan AASHTO 1986 dengan nilai CBR yang sama

Perbedaan parameter perencanaan metode Bina Marga 1987 dan

6.3 Perbedaan tebal perkerasan hasil perhitungan dan data lapangan

DAFTAR GAMBAR

18

3.1 Grafik korelasi DDT dan CBR

33

3.2 Struktur lapis perkerasan lentur metode AASHTO 1986

36

4.1 Bagan alir penelitian

40

5.1 Analisis distribusi saringan

44

5.2 Hasil uji kepadatan tanah (uji proktor standar)

53

5.3 Tebal lapis lentur 2008

59

5.4 Lapis laston AC dan ATB

62

5.5 Tebal perkerasan jalan metode AASHTO 1986

DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI

UR : Jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan mulai dibuka samapai saat diperlukan pembukaan ( umur rencana ). IP

: Suatu angka yang diperlukan untuk menyatakan kerataan dan kekokohan permukaan jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayan bagi lalu lintas yang lewat.

LHR : Volume lalu lintas rata – rata dalam satuan kend/ hari ( lalu lintas harian rata – rata ). LEP

: Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana yang diguka terjadi pada permulaan unmur rencana ( Lintas Ekivalen Permulaan )

LEA : Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada akhir rencana ( Lintas Ekivalen Akhir)

LET : Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana ( Lintas Ekivalen Tenggah )

LER : Suatu besaran yang digunakan dalam nomogram penetapan tebal lapis keras untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen beban sumbu tunggal sebesar 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana.

i : Proses perubahan volume beban lalu lintas pada ruas jalan yang umumnya dihitung dari tahun ketahun ( tingkat pertumbuhan lalu lintas )

E : Suatu besaran beban sumbu kendaraan yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan lintasan sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) ( Angka Ekivalen )

DDT : Suatu skala yang digunkan dalam nomogram penetapan tebal lapis keras untuk menyatakan kekuatan tanah dasar ( Daya dukung tanah ) W 18 : Lintas ekivalen selama umur rencana (18 Kips ESAL)

SN : Strucktur Number / Indeks tebal perkerasan (ITP) ∆PSI : Present Serviceability Indeks / Nilai Indeks Permukaan

ZR : Simpangan Baku Normal So

: Simpangan Baku Keseluruhan Mr : Resilient Modulus (psi) m

: Koefisien drainase masing-masing lapisan lapis keras FR

: Faktor setempat menyangkut keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan , daya dukung tanah dasar dan lapis keras ( Faktor Regional )

AE18KAL : Lintas ekivalen pada jalur rencana Ai

: Jumlah kendaraan untuk jenis kendaraan, dinyatakan dalam kendaraan/ hari/ 2 arah pada tahun perhitungan volume lalulintas.

E I : Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan

C I : Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana

a : Faktor pentumbuhan lalu-lintas tahunan dari perhitungan volume lalu- lintas dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka n’

: Jumlah tahun dari saat diadakan perhitungan volume lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka. i

: Faktor pertumbuhan lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka sampai pada umur pengamatan. n

: Jumlah tahun pengamatan W 18’ : Kumulatif 18 Kips ESAL

D D : Faktor distribusi arah

D L : Faktor distribusi lajur W 18 : Lintas Ekivalen 18 Kips ESAL

g : Angka pertumbuhan lalulintas Wt 18 : Kumulatif pengulangan 18 Kips ESAL

FP : Suatu besaran untuk perencanaan tebal lapis keras dengan umur rencana yang bukan 10 tahun ( Faktor penyesuaian ) ITP

: Suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal lapis keras ( Indek Tebal Perkerasan )

C : Suatu besaran yang menyatakan distribusi kendaraan ( Koefisien Distribusi Kendaraan ) IPo

: Indek permukaan pada awal umur rencana. IPt

: Indek permukaan pada akhir umur rencana. CBR : Penetapan nilai kekuatan bahan penyusun lapis keras untuk lapis pondasi dan tanah dasar( California Bearing Ratio ) a1 : Koefisien kekuatan relatif bahan lapis permukaan. a2 : Koefisien kekuatan relatif bahan lapis pondasi atas a3 : Koefisien kekuatan relatif bahan lapis pondasi bawah D1 : Tabal lapis permukaan D2 : Tabal lapis pondasi atas D3 : Tabal lapis pondasi bawah.

D10 : Batas atas diameter tanah dengan sebanyak 10 % dari seluruh butir tanah. D30

: Batas atas diameter tanah dengan sebanyak 30 % dari seluruh butir tanah. D60

: Batas atas diameter tanah dengan sebanyak 60 % dari seluruh butir tanah.

γk : Berat volume kering tanah. W%

: Persentase kadar air. γb

: Berat volume basah.

V: Volume

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik tanah

1. Pengujian berat jenis tanah

2. Pengujian berat volume tanah

3. Pengujian kadar air tanah

4. Grain size analysis

5. Grain aize analysis ASTM D1140 – 54

6. Pemadatan tanah Proctor Test

7. Pengujian CBR Laboratorium Lampiran 2

Data sekunder jalan raya

1. Ekivalen maksimum gandar

2. TGF

3. Perhitungan angka ekivalen Bina Marga

4. Grafis penentuan DDT

5. Grafis penentuan ITP

6. Faktor ekivalen sumbu ganda Pt 2,0

7. Faktor ekivalen sumbu tunggal Pt 2,0 Lampiran 3

Data Klimatologi (Data Hujan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jalan merupakan prasarana transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan mobilitas keseharian sehingga volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan mempengaruhi kapasitas dan kemampuan dukungnya. Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar (Silvia Sukirman, 1999).

Tanah merupakan komponen utama subgrade yang memiliki karakteristik, macam, dan keadaan yang berbeda-beda, sehingga setiap jenis tanah memiliki kekhasan perilaku. Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya (Silvia Sukirman, 1999) Bentang jalan raya yang panjang menunjukkan hamparan karakteristik tanah yang berbeda pula, apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan, atau apabila ia mempunya indeks konsistensi yang tidak sesuai, mempunyai permeabilitas yang terlalu tinggi atau tidak memiliki persyaratan CBR (California Bearing Ratio) yang dibutuhkan untuk subgrade pada jalan raya, maka tanah tersebut harus di stabilisasi dengan tindakan- tindakan menambah kerapatan tanah, menambah material yang tidak aktif sehinga mempertinggi kohesi dan atau tahanan geser yang timbul, merendahkan muka air dengan membuat drainase tanah hingga mengganti tanah-tanah yang jelek.

Jalan Kaliurang yang termasuk jalan provinsi (Dinas Perhubungan DIY, 2007) merupakan jalan alternatif menuju Solo dan Magelang. Di sekitar jalan Kaliurang tumbuh pesat perumahan sebagai akses dari berkembangnya kampus yang memiliki jumlah mahasiswa yang tidak sedikit. Tingkat pertambahan penduduk diwilayah Sleman yang memiliki kendaraan bisa terlihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan kabupaten Sleman. Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 Penduduk (Jiwa)

862.314 869.586 Kendaraan Bermotor

214.112 352.946 (Kendaraan) Sumber: Kantor biro statistik Kab. Sleman, 1998-2002

1.2 Rumusan Masalah

1. Seberapa besar pengaruh CBR tanah dasar dan tingkat pertumbuhan lalu- lintas terhadap tebal perkerasan lentur jalan.

2. Seberapa besar perbedaan tebal perkerasan lentur jalan antara metode Bina 1987 dan AASHTO 1986 dengan nilai CBR yang sama.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan nilai CBR tanah terhadap ketebalan lapis keras lentur jalan Kaliurang yang mempunyai beberapa tujuan, diantaranya:

1. Mengetahui jenis tanah berdasarkan sifat fisik dan mekanik tanah.

2. Mengetahui CBR ( California Bearing Ratio ).

3. Mengetahui nilai tebal perkerasan lentur jalan dengan CBR (California Bearing Ratio) yang sama menggunakan metode Bina Marga 1987 dan AASHTO 1986.

4. Membandingkan tebal perkerasan yang didapat dengan kondisi dilapangan.

1.4 Batasan masalah

1. Lokasi pengambilan sampel tanah pada jalan Kaliurang Km. 12.

2. Analisis ini tidak termasuk perencanaan sistem transportasi yang ada.

3. Tidak dilakukan pengujian kuat lapis perkerasan

4. Data lalulintas yang digunakan adalah data yang bersumber dari Bina Marga untuk tahun 2004 dan 2007

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan memberikan gambaran terhadap kemampuan kapasitas jalan Kaliurang.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil sampel tanah pada jalan Kaliurang Km.12 didaerah ruko-ruko baru, dan pengujian sampel tanah dilakukan pada Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil UII.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Perkembangan jumlah kendaraan di DIY yang mencapai rata-rata 11.9 persen pertahun, sepeda motor 90 % sedangkan sisanya adalah roda empat menunjukan pertumbuhan yang sangat pesat. Pemerintah DIY harus segera menentukan alternatif yang berani untuk mengurangi pertumbuhan kendaraan tersebut, hal itu bisa dilakukan dengan meningkatkan penggunaan angkutan umum. Hal tersebut tentu tidak semerta-merta tanpa melakukan perbaikan sarana dan prasarana berupa penambahan kapasitas jalan raya (Kompas 12 Oktober 2006).

2.2. Penelitian Yang Berhubungan Dengan Tugas Akhir

Nama : Miswanto dan Zoelfakar Tahun : 1994 Judul : Analisis perhitungan tebal lapis keras dengan metoda Bina Marga serta

Road Note 29 dan 31 pada jalan lingkar selatan Yogyakarta.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan tebal masing – masing lapis keras secara teoritik ( sub base, base course, surface course ) dengan menggunakan metoda Road Note 29 dan 31 serta metode analisa komponen dari Bina Marga 1987.

2. Membandingkan hasil perhitungan cara Road Note 29 dan 31 serta analisa komponen dari Bina Marga 1987.

3. Menentukan tebal tambahan lapis keras ( over lay ) pada jalan lama bila diperlukan.

Hasil Penelitian

Dari analisis yang ada didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Jalan lingkar utara Yogyakarta masih layak digunakan sebelum umur rencana dan masih dapat memberikan pelayanan yang baik bagi lalu lintas yang melewati diatasnya.

2. Metoda Road Note 29 dan 31 tidak layak digunakan untuk perencanaan di Indonesia, jika akan tetap digunakan maka perlu ada revisi dan aturan tambahan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia.

3. Analisa komponen dari Bina Marga lebih baik digunakan bila dibandingkan dengan metoda Road Note 29 dan 31, karena metode ini walaupun asalnya dari AASHTO tetapi sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

4. Adanya perbedaan hasil yang didapatkan pada masing – masing metoda dikarenakan adanya faktor lingkungan, lalu lintas, tanah dasar dan bahan perkerasan.

Nama : Jumadi dan Emil Salim Tahun : 1999 Judul : Analisis Tebal Lapis Keras Ruas Jalan Solo KM 8,8 dengan Metode Bina

Marga dan AASHTO 1986

Rumusan Masalah

Pertumbuhan lalu lintas pada ruas jalan merupakan suatu akses bertambahnya volume beban lalu lintas yang akan melintasi ruas jalan. Hal ini akan memberikan dampak negatif pada ruas jalan yang mengakibatkan turunnya tingkat pelayanan ruas jalan tersebut dalam mendukung beban lalu lintas.

Mengingat ruas jalan Solo km 8,8 sampai km 12 terletak pada daerah yang diprediksikan akan mengalami lonjakan arus lalu lintas dimasa datang, maka kemampuan ruas jalan dalam mendukung beban lalu lintas akan semakin menurun, sehingga akan menimbulkan permasalahan seperti yang telah di uraikan sebelumnya.

Tujuan penelitian

Tujuan analisis ini dengan menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO 1986 adalah sebagai berikut ini:

a. Untuk lebih memahami prosedur analisis perhitungan tebal lapis keras lentur ruas jalan dengan metode Bina Marga dan AASHTO 1986.

b. Membandingkan hasil analisis dan perhitungan kedua metode tersebut terhadap kondisi lapis perkerasan yang ada sekarang.

c. Menentukan tebal lapisan masing – masing lapisan lapis keras dengan metode kedua tersebut.

d. Memprediksi kemampuan lapis keras lentur ruas jalan dalam mendukung beban lalu lintas dalam kurun waktu tertentu.

Hasil Penelitian

a. Ruas jalan Solo km 8,8 sampai km 12, tidak mampu mendukung beban lalu lintas sampai tahun 2009 berdasarkan analisis menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO 1986.

b. Hasil akhir analisis yang dilakukan berdasarkan Metode Bina Marga 1987 dan AASHTO 1986 adalah berbeda. Metode Bina Marga 1987 lebih tebal dibandingkan dengan Metode AASHTO 1986.

c. Perbedaan hasil akhir analisis disebabkan oleh : faktor lalu lintas, asumsi, parameter dan prosedur analisis yang digunakan pada masing – masing metode.

Nama : Tri Haryo Wibisono dan Hadi Praptoyo. Tahun : 2005 Judul : Evaluasi Tebal Lapis Keras Jalan Ruas Jalan Magelang – krepekan

Kabupaten Magelang hingá Tahun 2015.

Rumusan Masalah

Melihat kenyataan yang ada dilapangan yaitu dari Magelang sampai Krepekan terlihat bahwa kondisi lapis permukaan pada ruas jalan tersebut banyak terjadi kerusakan ( retak, bergelombang, bleeding ), karena banyaknya volume lalu lintas yang melintasi ruas jalan tersebut, oleh karena itu pada penelitian ini akan menentukan nilai lendutan dan lendutan balik yang terjadi pada perkerasan lentur dilapangan. Pengambilan sampel struktur perkerasan lentur dilapangan dengan alat bantu core drill untk mrngetahui tebal struktur perkerasan, pemeriksaan daya dukung tanah lapangan dengan DCP yang dikorelasikan dengan besaran CBR.

Tujuan Penelitian Tujuan analisis tabal lapis keras ruas jalan Magelang – Krepekan hingá tahun 2015 adalah sebagai berikut.

a. Evaluasi nilai struktural berdasarkan nilai lendutan balik jalan, dan

b. Mengevalusi kemampuan lapis perkerasan ruas jalan tersebut dalam kurun waktu setahun yang akan datang dalam mendukung beban lalu lintas.

Hasil Penelitian

1. Nilai CBR yang didapat dalam pemeriksaan dengan alat DCP pada ruas jalan Magelang – Krepekan sebesar 6,7 % maka lebih besar dari spesifikasi Dinas Bina Marga yaitu sebesar 4,8 %.

2. Penggunaan aspal yang tidak seragam pada tiap titik menyebabkan terjadinya bleeding yang kadar aspal yang berlebihan, sedangkan untuk kadar aspal yang kurang menjadikan ikatan antar agregat menjadi kurang atau jelek sehingga mudah terjadi degradasi pada agregat.

3. Umur sisa layanan jalan 2,34 tahun atau 28 bulan 3 hari sehingga perlu diberi lapis tambahan untuk meningkatkan umur layanan jalan.

4. Tebal lapis tambahan untuk masa layanan jalan 10 tahun yang akan datang setebal 5 cm.

Penelitian yang telah dilakukan diatas merupakan evaluasi dari tebal perkerasan yang sudah ada hingga perancangan Kapasitas jalan untuk beberapa tahun yang akan datang, penelitian ini memiliki perbedaan pengambilan data tanah yang diambil secara lansung, sedangkan penelitian diatas menggunakan data sekunder dari analisis DCP yang dikorelasikan dengan nilai CBR.

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, Braja M Das (1988) mendefenisikan tanah sebagai bahan yang terdiri dari agregat mineral – mineral padat yang tidak terikat secara kimia antara satu sama lain dari bahan – bahan organik yang telah melapuk yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong diantara partikel partikel padat tersebut. Menurut Craig ( 1997 ) yang dimaksud dengan tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai ikatan antara atau lemah ikatan antara partikel yang terbentuk karena pelapukan batuan.Yang memperlemah ikatan tersebut adalah pengaruh karbonat atau oksida atau pengaruh kandungan organik.

Menurut Joseph E Bowles (1986), tanah merupakan campuran dari partikel- partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut: Kerikil (Gravel)- partikel batuan berukuran 5 mm sampai 150 mm. Pasir (sand)- partikel batuan yang berukuran 0,0074 mm sampai 5 mm. Berkisar dari kasar (5 mm sampai 3 mm) sampai halus (< 1 mm). Lanau (Silt)- partikel batuan berukuran 0,002 mm sampai 0,074 mm Kuantitas deposit yang disedimentasikan kedalam danau-danau atau dekat garis-garis pantai pada muara sungai. Lempung (Clay) – Partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0.002 mm Koloid (colloids)-Partikel mineral diam, berukuran lebih kecil dari 0.001 mm.

3.2 Klasifikasi Tanah

Tanah secara umum dapat diklasifikasikan sebagai tanah kohesif dan tanah tidak kohesif, istilah ini terlalu umum sehingga memungkinkan terjadinya indentifikasi yang sama pada beberapa jenis tanah. Sejumlah sistem klasifikasi tanah telah dipergunakan pada akhir-akhir ini, sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan adalah sistem klasifikasi Unified Menurut sistem ini, tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok, yang masing-masing diuraikan lagi dengan Tanah secara umum dapat diklasifikasikan sebagai tanah kohesif dan tanah tidak kohesif, istilah ini terlalu umum sehingga memungkinkan terjadinya indentifikasi yang sama pada beberapa jenis tanah. Sejumlah sistem klasifikasi tanah telah dipergunakan pada akhir-akhir ini, sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan adalah sistem klasifikasi Unified Menurut sistem ini, tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok, yang masing-masing diuraikan lagi dengan

Untuk tanah berbutir kasar dibagi atas kerikil dan tanah kerikilan (G), pasir dan tanah kepasiran (S). Yang termasuk dalam kerikil adalah tanah yang mempunyai persentase lolos saringan No.4 < 50 % sedangkan tanah yang mempunyai lolos saringan No.4 > 50 % termasuk kelompok pasir. Tanah berbutir halus dibagi dalam lanau (M) dan lempung (C) yang didasarkan atas batas cair dan indeks plastisitas. Tanah organik juga termasuk dalam fraksi ini. Sedangkan tanah organis tinggi yang mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang di inginkan , tanah khusus dari kelompok ini adalah humus, tanah lumpur yang komponen utamanya adalah partikel daun, rumput, dahan atau bahan-bahan rengas lainnya.

Tabel 3.1 Sistem klasifikasi Tanah Unified.

3.3 California Bearing Ratio (CBR)

Besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis keras yang akan dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Makin tinggi nilai CBR tanah dasar (subgrade ) maka akan semakin tipis lapis keras yang dibutuhkan dan semakin rendah suatu nilai CBR maka semakin tebal lapis keras yang dibutuhkan. Ada 2 macam pengukuran CBR yaitu:

1. Nilai CBR untuk penekanan pada penetrasi 0,254 cm ( 0,1” ) terhadap penetrasi standar yang besarnya 70,37 kg/cm² ( 1000 psi )

⎡ PI

Nilai CBR = ⎢

2 Nilai CBR untuk tekanan pada penetrasi 0,508 cm ( 0,2 ” ) terhadap tekanan standar yang besarnya 105,56 kg/cm² ( 1500 psi )

Nilai CBR = ⎢

x 100 %

Menurut head ( 1986 ) nilai CBR dilaporkan dengan aturan berikut ini :

1. Untuk nilai CBR dibawah 30 % dibulatkan ke 1 % terdekat. Contoh 25, 3 % dilaporkan 25 %.

2. Untuk nilai CBR antara 30 % sampai 100 % dibulatkan ke 5 % terdekat. Contohnya 42 % dilaporkan menjadi 40 %.

3. Untuk nilai CBR diatas 100 % dibulatkan ke 10 % terdekat , contohnya 104 % dilaporkan menjadi 100 %.

3.4 Kontruksi Perkerasan Jalan

Lapisan perkerasan adalah kontruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalulintas dengan meberikan rasa aman dan nyaman. Pemberian kontruksi lapisan perkerasan dimaksudkan agar tegangan yang terjadi sebagai akibar pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui kapasitas dukung tanah dasar. Kontruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi dua kelompok menurut bahan pengikat yang digunakan, yaitu perkerasan lentur (fleksible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur (fleksible pavement) dibuat dari agregat dan bahan ikat aspal. Lapis perkerasan kaku (rigit pavement) terbuat dari agregat dan bahan ikat semen, terdiri dari satu lapisan pelat beton dengan atau tanpa pondasi bawah (subbase) antara perkerasan dan tanah dasar (subgrade).

Menurut AASHTO dan Bina Marga kontruksi jalan terdiri dari:

1. Lapis permukaan ( Surface Course ).

Lapisan permukaan ( Surface Course ) adalah lapisan yang terletak paling atas ( Sukirman Silvia, 1999), dan berfungsi sebagai :

a. Struktural, yaitu berperan mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yag diterima oleh lapis keras.

b. Non struktural, yaitu berupa lapisan kedap air untuk mencegah masuknya air kedalam lapis perkerasan yang ada dibawahnya dan menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan berjalan dengan lancar.

2. Lapis Pondasi Atas ( Base Course )

Lapisan pondasi atas ( Base Course ) adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan ( Sukirman Silvia, 1999), dan berfungsi sebagai:

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan di bawahnya,

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah,

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

3. Lapis Pondasi Bawah ( Subbase Course )

Lapis Pondasi Bawah ( Subbase Course ) adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar ( Sukirman Silvia, 1999), dan berfungsi sebagai :

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda pada tanah dasar,

b. Efesiensi pengunaan material,

c. Mengurasi ketebalan lapis keras yang ada diatasnya,

d. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul pada pndasi,

e. Sebagai lapian pertama agar memudahkan pekerjaan selanjutnya,

f. Sebagai pemecah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.

4. Lapis Tanah Dasar ( Subgrade )

Tanah dasar ( Subgrade ) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau timbunan yang dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian lapis keras lainnya.

Perencanaan tebal lapis keras jalan baru pada umumnya dibedakan menjadi dua metode, ( Silvia, 1993 ).

a. Metode Empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan – jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau jalan yang sudah ada. Terdapat banyak metode empiris yang telah dikembangkan oleh berbagai negara seperti: AASHTO Amerika Serikat, Metode Bina Marga Indonesia, Metode NAASRA Australia, Metode Road Note 29 Inggris, Metode Road Note 31 Inggris.

b. Metode teoritis ( analitis ), Metode ini dikembangkan berdasarkan teori matematis dan sifat tegangan dan regangan pada lapis keras akibat beban berulang dari lalu lintas.

Persyaratan dasar dalam perencanaan tebal lapis keras adalah sebagai berikut ini, ( Suprapto, 1994 ):

a. Penyediaan permukaan jalan yang selalu rata dan kuat.

b. Menjamin keamanan yang tinggi untuk masa yang lama sesuai umur rencana jalan.

c. Memerlukan biaya pemeliharaan yang sekecil – kecilnya. Kemampuan untuk memenuhi persyaratan tersebut tergantung pada hal – hal berikut ini ( Suprapto, 1994 ) :

a. Kebutuhan dan tuntutan lalu lintas didaerahnya.

b. Keadaan tanah serta iklim disuatu daerah, dan

c. Kemampuan pendanaan untuk pelaksanaan pembangunan lapis keras. Tanah dasar ( subgrade ) adalah bagian terbawah suatu konstruksi perkerasan yang dibuat secara berlapis–lapis seperti yang biasa dipergunakan dalam konstruksi jalan raya ( Imam Soekoto, 1984 ) Karakteristik tanah dasar ( subgrade ) akan banyak berpengaruh terhadap lapisan perkerasan diatasnya.

3.5 Metode Bina Marga

Untuk perkerasan lentur digunakan metoda Bina Marga, metoda yang digunakan adalah ”Metoda Analisa Komponen” SKBI:2.3.26.1987/ SNI 03-1732- 1989.

3.5.1 Lalulintas Rencana

1. Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana. Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalulintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri daris satu lajur atau lebih, jumlah lajur berdasarkan lebar jalan dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan. Lebar Perkerasan ( L )

Jumlah Lajur ( n ) L < 5,5 m

1 Lajur 5,5 m ≤ L < 8,25 m

2 Lajur 8,25 m ≤ L < 11,25 m

3 Lajur 11,25 m ≤ L < 15,00 m

4 Lajur 15,00 m ≤ L < 18,75 m

5 Lajur 18,75 m ≤ L < 22,00 m

6 Lajur Sumber : Bina Marga, 1987

Sedangkan koefisien distribusi kendaraan pada lajur jalan dengan type kendaraan berdasarkan beratnya dapat di lihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Koefisien distribusi kendaraan ( C ) Jumlah

Kendaraan berat **) Lajur

Kendaraan ringan *)

4 - 0,30 - 0,45

5 - 0,25 - 0,425

6 - 0,20 - 0,4 Sumber Bina Marga, 1987 *)

Berat total < 5 ton , misalnya: mobil penumpang , pick up, mobil hantaran

** ) Berat total ≥ 5 ton , misalnya : bus , truk, traktor, semi trailer, trailer

2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

a. Angka Ekivalen sumbu tunggal: Beban 4 satu sumbu tunggal dalam ( kg )

E = .............................. (3.3)

b. Angka Ekivalen sumbu ganda:

Beban 4 satu sumbu ganda dalam ( kg )

E =0.086 .................... (3.4)

Selain menggunakan rumus diatas, penentuan angka ekivalen dapat ditentukan melalui Tabel yang telah dikeluarkan oleh Bina Marga seperti yang terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan. Golongan Kendaraan

Angka Ekivalen Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 1000 2205 0.0002

Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989

3. Perhitungan Lalulintas

a. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

LEP = ∑ LHR j xC j xE j ............................................................. (3.5)

j =1

Dengan : j

= Jenis kendaraan n

= Tahun pengamatan LHR = Lalu lintas Harian Rata – rata Cj

= Koefisien distribusi kendaraan,dan Ej

= Angka ekivalen ( E ) beban sumbu kendaraan.

b. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

LEA UR = ∑

LHR j ( 1 + i ) xC j xE j ............................................. (3.6)

dengan: j

= Jenis kendaraan

= Tahun pengamatan

LHR

= Lalu lintas harian rata – rata

i = Perkembangan lalu lintas UR = Umur rencana Cj = Koefisien distribusi kendaraan,dan Ej = Angka ekivalen ( E ) beban sumbu kendaraan.

c. Linta Ekivalen Tengah (LET)

( LEP + LEA )

LET = .............................................................(3.7)

dengan: LET

: Lintas Ekivalen Tengah

LEP

: Lintas Ekivalen Permukaan

LEA

: Lintas Ekivalen Akhir

d. Lintas Ekivalen Rencana LER =LET x FP ........................................................................(3.8)

UR FP=

10 FP= faktor penyesuaian UR= umur rencana, (tahun)

3.5.2 Daya Dukung Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi seperti pada Gambar 3.1. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test DCP dll.

Gambar 3.1. Grafik korelasi DDT dan CBR Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989

3.5.3 Faktor Regional

Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan denga keadaan Indonesia. FR dipengaruhi oleh bentuk elemen, persentase kendaraan berat yang berhenti serta iklim, penentuan FR menggunakan Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Faktor Regional Kelandaian I

Kelandaian III Kategori

Kelandaian II

% kendaraan berat ≤ 30 % > 30 %

% kendaraan berat

% kendaraan berat

1,5 2,0 – 2,5 <900 mm/th

Iklim I

1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5 >900 mm/th

Iklim II

Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989

3.5.4 Indeks Permukaan

Indeks permukaan adalah nilai kerataan/ kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. Nilai Indeks permukaan beserta artinya adalah sebagai berikut :

a. IP = 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga menganggu lalu lintas kendaraan.

b. IP = 1,5 menyatakan tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin ( jalan tidak terputua )

c. IP = 2 menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih cukup.

d. IP = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. Dalam menentukan IP pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor – faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana ( LER ) seperti ditunjukkan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP) Klasifikasi Jalan

LER Lokal Kolektor Arteri Tol < 10

2,5 Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989 * ) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. Catatan : Pada proyek – proyek penunjang jalan, JAPAT/ jalan murah atau jalan

darurat maka IP dapat diambil 1,0 .

Dalam menentukan Indeks permukaan pada awal umur rencana ( IPo ) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan ( kerataan/ kehalusan serta kekokohan ) pada awal umur rencana seperti yang tercantum dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Indeks permukaan pada awal umur rencana ( IPo )

Roughness *) Jenis Lapis perkerasan

IPo

( mm/ km ) LASTON

> 1000 LASBUTAG

> 2000 HRA

> 2000 BURDA

< 2000 BURTU

< 2000 LAPEN

> 3000 LATASBUM

BURAS

Lanjutan Tabel 3.7. Indeks permukaan pada awal umur rencana ( IPo ) LATASIR

JALAN TANAH

JALAN KERIKIL

Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989

3.5.5 Indeks Tebal Perkerasan

ITP= a 1 D 1 +a 2 D 2 +a 3 D 3 ........................................................................ (3.9) ITP= indeks tebal perkerasan

a 1 , a 2 , a 3 = Koefisien kekuatan relative bahan lapis keras

D 1 , D 2 , D 3 = Tebal masing – masing lapisan lapis keras Untuk koefisien relatif bahan (a) yang akan digunakan pada persamaan 3.8 dapat

dilihat pada Tabel 3.9 berdasarkan jenis bahan yang digunakan.

Tabel 3.8. koefisien kekuatan relatif ( a )

Koefisien kekuatan

Jenis bahan relatif

Kekuatan bahan

a1 a2 a3 MS ( kg ) Kt ( kg/cm ) CBR %

- - HRA 0,30

Aspal Macadam 0,26

Lapen ( mekanis )

Lanjutan Tabel 3.8. koefisien kekuatan relatif ( a )

Lapen ( manual ) 0,20 0,26

Laston atas -

Lapen ( mekanis ) -

Lapen ( Manual ) -

22 Stab. Tanah dengan -

Batu pecah ( kls A ) 0,13

80 Batu pecah ( kls B ) 0,12

60 Batu pecah ( kls C ) 0,13

70 Sirtu/pitrun ( kls A ) 0,12

50 Sirtu/pitrun ( kls B ) 0,11

30 Sirtu/pitrun ( kls C ) 0,10

20 Tanah/lempung kepasiran

Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989

Sedangkan besarnya tebal minimum yang digunakan adalah sesuai Tabel 3.9 berikut ini:

Tabel 3.9. Batas – batas minimum tebal lapis keras.

Lapis permukaan ( surface course ) ITP Tebal minimum Bahan < 3,00

5 Lapis pelindung : ( Buras/ burtu/burda) 3,00 – 6,70

5 Lapen/aspal Macadam , HRA, Lasbutag, laston

6,71 – 7,49 7,5 Lapen/aspal Macadam , HRA, Lasbutag, laston

Lasbutag, laston

Lanjutan Tabel 3.9. Batas – batas minimum tebal lapis keras. ≥ 10,00

10 Laston

Lapis pondasi atas ( Base Course ) ITP

Tebal minimum

Bahan

( cm ) < 3,00

15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, 3,00 – 7,49

stabilisasi tanah dengan kapur

Batu pecah, stabilisasi dengan semen, 7,50 – 9,99

stabilisasi dengan kapur

10 Laston atas

20 Batu pecah, stabilisasi dengan semen,

10 – 12,14 stabilisasi dengan kapur, pondasi macadam Laston atas

15 Batu pecah, stabilisasi dengan semen,

20 stabilisasi dengan kapur, pondasi macadam, lapen , laston atas. Batu pecah, stabilisasi dengan semen,

25 stabilisasi dengan kapur, pondasi macadam, lapen , laston atas.

Lapis pondasi bawah ( sub base course ) Untuk setiap ITP jika digunakan pondasi bawah tebal minimum adalah 10 cm Dari:SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989

3.6 Metode AASHTO 1986

Metode perencanaan tebal perkerasan lentur AASHTO (American Association Of State Highway and Trasnportasion Officials), berkembang sejak dimulainya pengujian lapangan di Ottawa ( Negara bagian Illionis). Perkembangan metode AASHTO berkelanjutan sesuai dengan hasil pengamatan, pengalaman dan penelitian yang didapat.

3.6.1 Persamaan Dasar

Persyaratan dasar yang perlu di perhatikan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur menggunakan merode AASHTO adalah jalan harus memiliki permukaan yang tetap, rata, kuat dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan dan bernilai ekonomis.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut AASHTO memberikan persamaan dasar berikut: logW 18 = Zr(So)+9.36log(SN+1)-0.2+ PSI /( 4 , 2 − 1 , 5 )

5 , 19 + 2 , 32 log M r − 8 , 07 ……………………………… (3.10)

0 , 4 + 1094 /( SN + 1 )

SN= a 1 D 1 +a 2 D 2 m 2 +a 3 D 3 M 3 )

∆PSI = IPo-IPt

Dengan: W 18 = Lintas ekivalen selama umur rencana (18 Kips ESAL) SN = Strucktur Number / Indeks tebal perkerasan (ITP)

∆PSI = Present Serviceability Indeks / Nilai Indeks Permukaan ZR

= Simpangan Baku Normal So

= Simpangan Baku Keseluruhan Mr = Resilient Modulus (psi)

a = Koefisien kekuatan relatif bahan

D = Tebal masing-masing lapisan lapis keras m

= Koefisien drainase masing-masing lapisan lapis keras IPo

= Indeks permukaan pada awal umur rencana IPt

= Indeks permukaan pada akhir umur rencana

3.6.2 Kriteria Perencanaan

a. Batasan Waktu

Batasan waktu meliputi pemilihan lamanya umur rencana dan umur kinerja jalan (performance periode). Umur kinerja jalan adalah masa pelayanan jalan Batasan waktu meliputi pemilihan lamanya umur rencana dan umur kinerja jalan (performance periode). Umur kinerja jalan adalah masa pelayanan jalan

b. Beban Lalu-lintas dan Pertumbuhannya

Beban lalu-lintas merupakan beban yang lansung mengenai permukaan lapis keras. Kerusakan suatu jalan sebagian besar disebabkan oleh beban lalu-lintas tersebut yang merupakan beban berulang. Lintas ekivalen kumulatif selama umur rencana dan selama umur kinerja jalan tersebut, dapat ditentukan dengan mengetahui beban lalu-lintas dan tingkat pertumbuhannya. AASHTO memberikan persamaan sebagai berikut:

I C I x (1+a) x [ { ( 1 + a ) − 1 } / i ] .......................................... (3.11)

n AE18KAL = 365 x Ai x E '

n’

Dimana: AE18KAL = Lintas ekivalen pada lajur rencana Ai

= Jumlah kendaraan untuk jenis kendaraan, dinyatakan dalam

kendaraan/ hari/ 2 arah pada tahun perhitungan volume lalulintas.

E I = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan

C I = Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana

a = Faktor pentumbuhan lalu-lintas tahunan dari perhitungan volume lalu- lintas dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka n’

= Jumlah tahun dari saat diadakan perhitungan volume lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka. i

= Faktor pertumbuhan lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka sampai pada umur pengamatan. n

= Jumlah tahun pengamatan

W 18’ = D D .D L .W 18 ............................................................................... (3.12) Wt t

18 = W 18’ |{(1+g) -1}/g| ...................................................................... (3.13) Dengan:

W 18’ = Kumulatif 18 Kips ESAL

D D = Faktor distribusi arah

D L = Faktor distribusi lajur

W 18 = Lintas Ekivalen 18 Kips ESAL

g = Angka pertumbuhan lalulintas Wt 18 = Kumulatif pengulangan 18 Kips ESAL

Jumlah beban sumbu ekivalen 18 Kips ESAL menunjukkan jumlah beban untuk semua lajur dan kedua arah. Untuk perencanaan, jumlah beban ini harus didistribusikan menurut arah dan lajur rencana. Faktor distribusi arah biasanya 505 atau ditetapkan dengan cara lain, sedangkan faktor distribusi lajur dapat dilihat pada Tabel 3.10 Berikut ini:

Tabel 3.10, Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlah lajur ke-dua arah

Persen Wt 18 (18 Kips ESAL) pada lajur rencana

Sumber AASHTO 1986

c. Reliabilitas dan Simpangan Baku Keseluruhan

Reliabilitas adalah nilai probabilitas dari kemungkinan tingkat pelayanan dapat dipertahankan selama masa pelayanan, dipandang dari pemakai jalan yang merupakan nilai jaminan bahwa perkiraan beban lalu-lintas yang akan melintasi jalan tersebut dapat terpenuhi. AASHTO memberikan tingkat reliabilitas seperti tercantum dalam Tabel 3.11 berikut ini:

Tabel 3.11 Tingkat Reliabilitas (R). Tingkat Keandalan (R) %

Fungsi Jalan Urban Rural Jalan Tol

Sumber AASHTO 1986

Simpangan baku normal akibat dari perkiraan beban lalu-lintas dan kondisi perkerasan yang dianjurkan oleh AASHTO dapat dilihat pada Tabel 3.12 yang dicantumkan berdasarkan nilai tingkat reliabilitas pada Tabel 3.11.

Tabel 3.12 Simpangan Baku Normal (ZR) Reliabilitas %

Standar Normal Deviate

50 0.00 60 -0.256 70 -0.524 75 -0.574 80 -0.841 85 -1.037 90 -1.282 91 -1.34 92 -1.405 93 -1.476 94 -1.555 95 -1.645 96 -1.751 97 -1.881 98 -2.054 99 -2.327

99.9 -3.09 99.99 -3.75

Sumber: AASHTO 1986

Simpangan baku keseluruhan (So) akibat dari perkiraan beban lalu-lintas dan kombinasi perkerasan yang diajukan oleh AASHTO adalah antara 0.35-0.45.

d. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi masa pelayanan jalan. Faktor perubahan kadar air pada tanah berbutir halus memungkinkan tanah tersebut akan mengalami pengembangan (Swelling) yang mengakibatkan kondisi daya dukung tanah dasar menurun. Besarnya pengembangan dapat diperkirakan dari nilai plastis tanah tersebut.

Pengaruh perubahan musim, perbedaan temperatur, kerusakan-kerusakan akibat lelahnya bahan, sifat material yang dipergunakan, dapat pula mempengaruhi umur rencana jalan. Berarti terdapat pengurangan nilai indeks permukaan jalan akibat kondisi lingkungan saja. Khusus untuk tanah dasar, hal ini dapat dikolerasikan dengan hasil penyelidikan tanah berupa boring, pemeriksaan laboratorium terhadap sifat-sifat tanah dari contoh tanah yang diperoleh pada waktu pemboran disepanjang jalan tersebut.

Besarnya indeks permukaan ditentukan dengan persamaan berikut: IPswell= 0.00335 x Vr x Ps x (1-e Φt ) .............................................................. (3.14)

Dimana, IP swell= Perubahan indeks permukaan akibat penggambangan tanah dasar. Vr

= Besarnya potensi merembes keatas, dinyatakan dalam inch PS

= Probabilitas pengembangan, dinyatakan dalam persen Φ

= Tingkat pengembangan tetap t

= Jumlah tahun yang ditinjau, dihitung dari saat jalan tersebut dibuka untuk umum

e. Kriteria Kinerja Jalan

Kinerja jalan yang diharapakan dinyatakan dalam nilai indeks permukaan (IP) pada awal umur rencana (IPt) Konsep yang digunakan AASHTO dalam menyatakan kekuatan dan kerataan suatu permukaan jalan adalah berdasarkan kerusakan yang terjadi pada ruas jalan, sehingga tingkat pelayanan jalan menurun. Angka yang menyatakan tingkat kekuatan dan kerataan permukaan jalan selanjutnya disebut Nilai Indeks permukaan (Present Servicebility Indeks/ PSI)

Jalan yang baru dibuka untuk melayani beban lalu-lintas, biasanya mempunyai tingkat pelayanan tinggi. Lambat laun kondisi permukaan jalan akan menurun akibat beban lalu-lintas berulang yang harus diterima lapis permukaan jalan. Pengaruh lingkungan yang kurang baik, akan mempercepat penurunan tersebut.

PSI yang diberikan AASHTO berkisar antara 0-5, yang ditentukan oleh jenis lapis permukaan dan kelas jalan. Pada jalan yang baru dibuka untuk lalu-lintas, IPo= 4.2, dalam waktu tertentu IPo= 4.2 tersebut akan mengalami penurunan sampai mencapai indeks permukaan terminal (IPt) 2.5 atau 2.

f. Resilient Modulus Tanah Dasar (Mr)

Kekuatan daya dukung tanah pada suatu ruas jalan tidak tersebar secara merata sepanjang jalan, sehingga diperlukan suatu penyeragaman. Nilai daya dukung tanah ditetapkan berdasarkan nomogram korelasi terhadap berbagai cara pengujian, seperti: CBR ”R-Value” dan Group Indeks. Untuk mendapatkan nilai daya dukung tanah dengan menggunakan nomogram, masing-masing cara lansung dikorelasikan pada skala yang menyatakan nilainya.

Penentuan ukuran elastisitas untuk tanah dasar dinyatakan dengan Resilient Modulus tanah dasar (Mr) yang dapat diperoleh dari pemeriksaan AASHTO T.274 atau korelasi dengan nilai CBR dengan persamaan berikut. Mr

= 1500 x CBR (Psi) Pemeriksaan Mr sebaiknya dilakukan selama 1 tahun penuh, sehingga dapat

dipoleh besarnya Mr sepanjang musim. Besarnya kerusakan relatif dari setiap kondisi tanah dasar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

U= 1.18 x 10 8 x Mr -2.32 ............................................................................................................................... (3.15) Dengan: U

= Kerusakan relatif, dan Mr = Resilient modulus, dinyatakan dengan Psi Resilient modulus untuk tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur adalah harga korelasi yang diperleh dari kerusakan relatif rerata.

g. Faktor Drainase

Sistem drainase jalan sangat mempengaruhi knerja jalan, termasuk tingkat kecepatan pengeringan air yang jatuh atau terdapat pada struktur lapis keras bersama beban lalu-lintas dan kondisi permukaan jalan.

AASHTO membagi kualitas drainase menjadi lima tingkat seperti yang tercantum dalam Tabel 3.13 berikut ini:

Tabel 3.13 Kualitas drainase jalan

Kualitas drainase Waktu yang digunakan untuk mengeringkan air Baik sekali

Buruk sekali Air tidak mungkin kering Sumber: AASHTO 1986

Berdarkan kualitas drainase pada lokasi jalan tersebut dapat ditentukan koefisien drainase (m) dari lapis keras lentur. AASHTO memberikan daftar koefisien drainase seperti yang terdapat dalam Tabel 3.14 berikut ini.

Tabel 3.14 Koefisien drainase (m)

Kualitas Persen waktu dalam keadaan lembab jenuh drainase

<1 1-5 5-25 >25 Baik sekali

0.60 Buruk sekali

0.40 Sumber: AASHTO 1986

h. Penentuan Strucktural Number (SN)

Struktural Number (SN) disebut juga sebagai Indeks tebal perkerasan (ITP) yang merupakan suatu besaran untuk penentuan tabal lapis keras lentur.

SN dipengaruhi oleh kekuatan bahan penyusun (a), untuk bahan perkerasan dengan aspal, nilainya ditetapkan dengan Marshal Stability, bahan perkerasan dengan semen atau kapur ditetapkan dengan Triaksial test (Kuat tekan) dan lapis pondasi ditetapkan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). Besarnya nilai SN dipengaruhi oleh kekuatan bahan penyusun (a), untuk bahan perkerasan dengan aspal, nilainya ditetapkan dengan Marshal Stability, bahan perkerasan dengan semen atau kapur ditetapkan dengan Triaksial test (Kuat tekan) dan lapis pondasi ditetapkan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). Besarnya nilai

Tabel 3.15 Koefisien kekuatan relatif bahan AASHTO Layer Pavement Component

Coeficient Surface

0.20 Course

Road Mix (Low Stability)

Plant Mix (High Stability)

0.44 Sand Asphalt

0.40 Sand Gravels

0.07 Crushed Stone

0.14 Cement Treated (no.Soil 650 Psi or more (4.48 Mpa)

0.23 Cement), Conpresive 400 to 650 Psi (2.76-4.48 Mpa)

0.20 Base

0.15 Course

Strenght@7 day

400 Psi or less (0.76 Mpa)

0.34 Bituminous treated

Coarse Graded

0.30 Lime Treated

Sand Asphalt

0.16-0.30 Sub Base Sand Gravel

0.05-0.10 Course

Sand or Sandy Clay Sumber: AASHTO 1986

Selain nilai kekuatan relative bahan yang disebut diatas, AASHTO memberikan nomogram untuk menentukan nilai koefisien kekuatan relatif bahan lapis keras. Nilai yang diperoleh dengan menggunakan nomogram tersebut, mendekati sama dengan nilai dari hasil penelitian yang dilakukan AASHTO seperti yang terdapat dalam Tabel 3.17 tersebut.

Koefisient kekuatan relatif bahan pondasi atas/ Granular base layer (a2), dapat ditentukan selain dengan uji laboratorium dapat juga digunakan persamaan berikut ini.

2 EBS – 0.977 (3.16) EBS = Modulus elastis / resilient modulus lapis pondasi atas. Koefisient kekuatan relatif bahan pondasi atas/ Granular base layer (a 3 ), dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.

a = 0.249 x Log

a 3 = 0.227 x Log ESB – 0.839 ............................................................................. (3.17)

Dengan:

a 3 = Koefisient kekuatan relatif lapis pondasi bawah, dan ESB = Modulus elastis /resilient modulus lapis pondasi bawah Penentuan SN untuk tahap pertama dalam perencanaan tebal lapis keras lentur jalan adalah dengan mempergunakan nomogram AASHTO 1986.

i. Batas Minimum Tebal lapis Keras

AASHTO memberikan batas-batas minimum tebal lapis keras lentur seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.16 berikut ini. Tabel 3.16 Batas-batal minimum tebal lapis perkerasan lentur. Traffic (ESAL)

Asphalt Concrete

Agregat Base

(Kendaraan/ Tahun)

1.0 ”(Or Surface treatment)

50.000-150.000 2.0” 4” 150.000-500.000 2.5”

4” 500.000-2.000.000 3.0”

6” 2.000.000-7.000.000 3.5”

6” >7.000.000 4.0” 6” Sumber: AASHTO 1986

j. Pemilihan Jenis Lapisan Lapis Keras

Pemilihan jenis lapisan keras yang akan digunakan adalah dengan pengambilan asumsi besarnya koefisien relatif dan Modulus resilient dari setiap, lapisan yang akan digunakan seperti dalam Gambar 3.2 berikut.

SN 1 SN 2 SN 3

D 1 Lapis permukaan (surface course),a1

D 2 Lapis pondasi atas( base course),a2, m2

D 3 Lapis pondasi bawah (sub base course), a3, m3

Lapis tanah dasar (sub grade)

Gambar 3.2 Struktur lapis perkerasan lentur metode AASHTO 1986

Penentuan tebal lapisan keras lentur adalah dengan menggunakan persamaan berikut ini:

D 1 ≥SN 1 /a 1 .................................................................................................(3.18) SN

1 *+a 1 .D 1 * SN 1 ..................................................................................... (3.19)

D 2 * ≥ (SN 2 -SN 1 *)/(a 2 .m 2 ) ...............................................................................(3.20) SN