Perbandingan Analisis Kinerja Ruas Jalan Raya Luwus Akibat Bangkitan Pergerakan Dari Joger di Hari Biasa dan Akhir Pekan.

(1)

PERBANDINGAN ANALISIS KINERJA RUAS JALAN

RAYA LUWUS AKIBAT BANGKITAN PERJALANAN

DARI JOGER DI HARI BIASA DAN AKHIR PEKAN

TUGAS AKHIR

Oleh :

I GEDE HENDRA ARDITA 1104105121

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali terkenal dengan kebudayaan dan keseniannya. Predikat sebagai pulau Dewata memang layak disandang. Pada tiap sudut menurut tatanan nilai yang ada di Bali terdapat banyak pura, tempat suci yang merefleksikan sembah sujud kepada berbagai manifestasi dan fungsinya. Keunikan dan keramahan penduduk Balimenjadikan pulau ini sebagai daerah tujuan wisata internasional

Kabupaten Tabanan merupakan salah satu Kabupaten di Bali, pada umumnya merupakan tempat konsentrasi penduduk dengan skala aktivitasnya. Aktivitas ini dapat antara lain, aktivitas sosial, ekonomi pariwisata, maupun budaya yang ditandai dengan kegiatan konsumtif, produktif, pelayanan umum, jasa distribusi dan pemerintah sebagai fungsi kehidupan kawasan tersebut. Aktivitas-aktivitas tersebut nantinya akan menimbulkan suatu hambatan serta peluang, dalam hal ini menyangkut hubungan antara daya tampung lahan terhadap semua jenis aktivitas dan termasuk akibat atau dampak terhadap lingkungan.

Kabupaten Tabanan merupakan salah satu pusat wisata belanja di Bali. Lokasi pusat wisata belanja di Bali atau pusat penunjang pariwisata di kabupaten Tabanan berada dipinggir Jalan. Salah satu pusat wisata belanja yang ada di Tabanan adalah Joger tempat oleh oleh khas Bali dimana, Joger ini merupakan tempat menjual barang – barang seni khas Bali. Joger terletak di wilayah kecamatan Baturiti, tepatnya di Jl Raya Luwus. Adanya aktivitas di pusat seni wisata belanja ini, secara langsung akan mempengaruhi kondisi arus lalu lintas pada jarigan disekitarnya. Permasalahan pada ruas Jalan Raya Luwus tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah bangkitan pergerakan yang ditimbulkan oleh Joger, aktivitas keluar masuknya kendaraan, kendaraan yang parkir di badan Jalan, dan aktivitas peJalan kaki yang menuju maupun keluar Joger yang dapat menyebabkan konflik antara peJalan kaki dengan arus lalu lintas kendaraan yang melintasi Jalan tersebut.

Kondisi ini cenderung akan menimbulkan bangkitan pergerakan yang baru dan pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan transportasi seperti konflik


(3)

2 lalu lintas, meningkatkan tundaan atau delay dan menimbulkan kemacetan lalu lintas. Adanya tundaan akan mempengaruhi waktu tempuh kendaraan. Semakin tinggi nilai tundaan, maka semakin tinggi pula waktu tempuhnya. Ini akan berpengaruh pada produktivitas masyarakat secara umum karena Jalan merupakan prasarana pendukung pergerakan yang membantu interaksi antar kegiatan dalam bentuk aliran barang dan orang. Indikasi ini terlihat ruas Jalan Raya Luwus di depan Joger.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang terseb ut di atas dapat dirumuskan masalah : 1. Berapakah besarnya bangkitan pergerakan yang ditimbulkan oleh

Aktifitas di Joger Luwus ?

2. Bagaimana pengaruh bangkitan pergerakan terhadap kinerja ruas Jalan utama di depan Joger Luwus ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yang dilakkukan di joger luwus ini yaitu :

1. Untuk mengetahui bangkitan pergerakan yang ditimbulkan oleh aktifitas joger Luwus

2. Untuk menganalisis pengaruh dari bangkitan pergerakan tehadap kinerja ruas Jalan utama didepan joger Luwus

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Mahasiswa, Pemerintah, dan Perguruan Tinggi yaitu :

1. Bagi mahasiswa dapat mengetahui, memahami serta menambah wawasan mengenai dampak yang ditimbulkan akibat keberadaan Joger terhadap kinerja ruas Jalan raya Luwus

2. Bagi pemerintah daerah dapat dijadikan bahan masukan dalam analisis pengaruh lokasi Joger di kabupaten Tabanan terhadap kondisi lalu lintas.


(4)

3 3. Bagi perguruan tinggi, penelitian ini dapat memperkaya khasanah

penelitian dibidang transportasi.

!.5 Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, biaya, kemampuan serta luasnya permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini penulis membatasi penelitian pada beberapa hal, yaitu :

1. Perhitungan dampak bangkitan terhadap kinerja ruas Jalan ditinjau pada saat jam puncak volume lalu lintas dan jam puncak bangkitan pergerakan.

2. Dalam pengumpulan data primer dilakukan survai 10 jam pada satu hari di lakukan dua kali survai (hari kerja dan akhir pekan ).


(5)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Transportasi Makro

Perencanaan sistem transportasi pada umumnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro terdapat 4 (empat) subsistem transportasi mikro yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Adapun keempat subsistem tersebut adalah:

1. Sistem kegiatan atau permintaan transportasi ( transport demand )

2. Sistem jaringan atau sarana dan prasarana transportasi ( transport supply) 3. Sistem pergerakan lalu lintas ( traffic flow )

4. Sistem kelembagaan atau institusi ( institutional framework )

2.1.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi ( Transport Demand ) Sistem kegiatan terkait dengan tata guna lahan yang meliputi permukiman, pusat pendidikan, perbelanjaan, perkantoran dan lain-lain. Masing-masing tata guna lahan tersebut, akan menghasilkan pola kegiatan berupa pergerakan orang maupun barang. Besarnya pergerakan yang terjadi dipengaruhi oleh jenis kegiatan. Adapun model pergerakan yang dimaksud adalah :

a. Bangkitan Pergerakan ( Trip Generation )

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan (Tamin, 2000). Setiap pergerakan yang terjadi mempunyai asal (zona yang menghasilkan pelaku perjalanan ) dan tujuan (zona yang menarik pelaku perjalanan), dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(6)

5 Trip Production zona a Trip Attraction zona b

Gambar 2.1 Bangkitan Pergerakan

Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan pergerakan berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan penumpang persatuan waktu. Bangkitan dan tarikan pergerakan dipengaruhi oleh dua aspek tata guna lahan, yaitu : jenis tata guna lahan dan jumlah aktivitas (intensitas) pada tata guna tersebut.

Bangkitan pergerakan bertujuan untuk mendapatkan jumlah pergerakan yang masuk di suatu zona (Trip Attraction) dan yang meninggalkan suatu zona (Trip Production). Kedua hal tersebut dianalisis secara terpisah. Jadi tujuan perencanaan bangkitan adalah untuk mengetahui besarnya bangkitan perjalanan pada masa sekarang yang dapat bermanfaat untuk memprediksi pergerakan di masa yang akan datang.

Prediksi pergerakan selam kurun waktu 10 tahun yang akan datang menggunakan salah satu model pertumbuhan, sehingga diperlukan data jumlah pergerakan pada masa sekarang dan faktor pertumbuhan ( tingkat kepemilikan kendaraan dan jumlah penduduk ). Besarnya pergerakan pada masa yang akan datang dapat dicari dengan menggunakan rumus (Kodoatie R.J)

Tn = To x (1+ r)n...………..( 2.1 ) Keterangan : Tn

To r n

= = = =

pergerakan pada masa yang akan datang pergerakan pada masa sekarang

faktor pertumbuhan tahun rencana

b a


(7)

6

b. Distribusi Perjalanan ( Trip Distribution )

Distribusi perjalanan terjadi karena suatu tata guna lahan tidak dapat memenuhi kebutuhan penduduknya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pemisah jarak yang dapat menimbulkan hambatan perjalanan (trip impedance) berupa nilai jarak, biaya dan waktu.

c. Pemilihan Moda (Mode Choice)

Pemilihan moda dipengaruhi oleh tingkat pelayanan angkutan umum yang meliputi : tarif, rute, kenyamanan, keamanan dan sebagainya.

d. Pemilihan Rute Perjalanan ( Traffic Assignment / Route Choice )

Merupakan model yang menggambarkan dasar pemilihan rute dari daerah asal ke tujuan. Pemilihan rute dipengaruhi oleh tingkat pelayanan ruas-ruas jalan pada rute yang dilalui dan biaya operasional kendaraan yang dikeluarkan

2.1.2 Sistem Jaringan Transportasi (Transport Supply )

Pergerakan manusia atau barang memerlukan sarana dan prasarana transportasi. Perangkat keras (hardware) sebagai sarana transportasi yang diperlukan adalah jaringan jalan yang telah ditetapkan pada masing – masing ruas jalan antara lain; bahu jalan, lebar jalan, tempat parkir, trotoar, tempat penyeberangan, halte dan terminal angkutan umum.

Sementara itu, perangkat lunak (software) sebagai prasarana yang diperlukan adalah undang-undang dan peraturan lalu lintas yang terkait dengan lalu lintas. Keberadaan sarana transportasi didukung oleh adanya moda transportasi berupa kendaraan roda dua, roda empat, bus dan armada angkutan umum. Perangkat penunjang lainnya adalah median, lampu lalu lintas, marka serta rambu jalan.

2.1.3 Sistem Pergerakan Lalu Lintas ( Traffic Flow )

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan pergerakan. Pergerakan tersebut dapat berupa pergerakan manusia maupun barang dalam bentuk pergerakan pejalan kaki maupun kendaraan, Sistem pergerakan


(8)

7 mempengaruhi sistem kegiatan dan jaringan yang ada dalam bentuk aksesbilitas dan mobilitas.

2.1.4 Sistem Kelembagaan atau Institusi ( Institutional Framework )

Sistem kelembagaan merupakan sistem yang dapat meningkatkan keterkaitan antar masing-masing subsistem pada transportasi makro. Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah sebagai berikut :

- Sistem kegiatan ditangani oleh Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS),Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan Pemerintah Daerah (PEMDA)

- Sistem jaringan ditangani oleh Departemen Perhubungan (darat, laut dan udara) dan Bina Marga.

- Polisi Lalu Lintas (POLANTAS) dan Organisasi Angkutan Daerah (ORGANDA)

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan pergerakan manusia ataupun barang. Pada sistem kegiatan atau sistem kebutuhan transportasi, perubahan tata guna lahan dapat menimbulkan terjadinya bangkitan pergerakan. Pada sistem penyedia transportasi, ketersediaan fasilitas transportasi berupa jaringan jalan dan sarana angkutannya sangat menentukan kapasitas pelayanan jalan. Sistem pergerakan dapat menyebabkan adanya interaksi antara penyedia transportasi dengan kebutuhan transportasi berupa rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan. Adanya peningkatan rasio tersebut akan mempengaruhi tingkat pengguna jalan. Hal ini, akan menimbulkan adanya evaluasi dari pengguna jalan untuk mencari alternatif rute. Sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi satu sama lainnya sehingga dapat menimbulkan pergerakan. Keterkaitan antara sistem tersebut, akan mendapat pengawasan dari sistem kelembagaan, dapat dilihat pada Gambar 2.2..


(9)

8 Gambar 2.2 Keterkaitan antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

2.2 Kondisi Geometrik dan Kondisi Lapangan 1. Kondisi Geometrik

Adapun beberapa hal yang terkait dengan kondisi geometrik jalan adalah sebagai berikut :

 Median jalan merupakan daerah yang memisahkan arus lalu lintas pada suatu segmen jalan

 Lebar jalur yaitu lebar jalur jalan yang dilewati arus lalu lintas dan tidak termasuk bahu

 Lebar jalur efektif adalah lebar rata-rata yang tersedia pada pergerakan lalu lintas setelah dikurangi parkir tepi jalan sementara yang menghalangi jalan

 Lebar bahu merupakan lebar bahu di sisi jalur jalan yang disediakan untuk kendaraan berhenti sementara, pejalan kaki dan kendaraan yang bergerak lambat

 Lebar bahu efektif merupakan lebar bahu yang tersedia setelah dikurangi oleh adanya penghalang ( pohon, toko dan bangunan penghalang lainnya )


(10)

9

 Trotoar adalah bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki

 Panjang jalan adalah panjang segmen jalan yang diamati sebagai daerah studi

 Jalur gerak yaitu bagian jalan yang direncanakan khusus untuk kendaraan bemotor yang membebani jalan tersebut

 Tipe jalan yaitu potongan melintang jalan ditentukan oleh adanya jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan. Adapun jenis – jenis jalan meliputi :

a. Jalan dua lajur satu arah ( 2/1 )

b. Jalan dua lajur dua arah tak terbagi ( 2/2 UD ) c. Jalan empat lajur dua arah tak terbagi ( 4/2 UD ) d. Jalan empat lajur dua arah terbagi ( 4/2 D ) e. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)

Jumlah lajur ditentukan dari marka lajur atau dari lebar efektif jalur (We) untuk segmen jalan. Jumlah lajur suatu jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jumlah Lajur

Lebar jalur efektif ( m ) Jumlah lajur

5 – 10,5 2

10,5 - 16 4

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)

2. Kondisi lingkungan

- Ukuran kota merupakan jumlah penduduk yang berada di dalam kota yang dinyatakan dalam satuan juta jiwa, dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Kelas ukuran kota

Ukuran kota ( juta jiwa ) Kelas Ukuran Kota (City Size)

< 0,1 Sangat kecil

0,1-0,5 Kecil

0,5-1,0 Sedang

1,0 – 3,0 Besar

> 3,0 Sangat besar


(11)

10 - Hambatan samping adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan lalu lintas pinggir jalan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hambatan samping adalah :

 Jumlah kendaraan yang berhenti dan parkir (bobot = 1,0 )

 Jumlah kendaraan bermotor yang yang keluar dan masuk ke/dari lahan samping dan jalan sisi (bobot = 0,7 )

 Jumlah pejalan yang berjalan dan menyeberang sepanjang segmen jalan (bobot = 0,5 )

 Arus kendaraan yang bergerak lambat, seperti ; becak, delman, sepeda dan kendaraan lainnya (bobot = 0,4 )

Untuk mendapatkan jumlah berbobot kejadian, dilakukan dengan mengalikan masing-masingtipe kejadian dengan masing-masing faktor berbobotnya, kemudian jumlahkansemua tipe kejadian berbobot untuk mendapatkan jumlah berbobot kejadian.

2.3 Kinerja Ruas Jalan Perkotaan

Kinerja merupakan suatu ukuran kuantitatif mengenai kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas. Adapun beberapa parameter yang digunakan dalam menentukan kinerja ruas jalan adalah sebagai berikut:

2.3.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan per satuan waktu yang dinyatakan dalam smp/jam, kend/jam, LHRT (Laju Harian Rata-rata Tahunan). Nilai arus menentukan komposisi lalu lintas dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang untuk beberapa kendaraan sebagai berikut :

- Kendaraan ringan (Light Vehicle) meliputi ; mobil penumpang, minibus, pick-up dan jeep

- Kendaraan berat (Heavy Vehicle) meliputi ; truk besar dan bus - Sepeda motor (Motorcycle)

Nilai ekivalen mobil penumpang (emp) ditampilkan pada Tabel 2.3.


(12)

11 Tabel 2.3 Nilai ekivalen mobil penumpang (emp)

Tipe jalan :

Arus lalu lintas total dua arah

(kend/jam)

emp

HV

MC

Lebar jalur lalu lintas Wc (m)

≤6 ≥6

Dua-lajur-tak terbagi (2/2 UD)

0

≥1800 1,3 1,2

0,5 0,35

0,40 0,25

Empat-lajur-tak-terbagi

(4/2)

0

≥3700 1,3 1,2

0,40 0,25

2.3.2 Kapasitas

Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat melintas dengan stabil pada suatu potongan melintang jalan pada kondisi tertentu.

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), besarnya kapasitas jalan dapat dihitung dengan rumus :

C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS...(2.2) Keterangan :

C = kapasitas sesungguhnya (smp/jam) CO = kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = faktor penyesuaian lebar jalan FCSP = faktor penyesuaian pemisah arah

FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kreb FCCS= faktor penyesuaian ukuran kota

a. Kapasitas dasar

Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kasus dasar (ideal) tertentu, maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 sehingga besarnya kapasitas sama dengan kapasitas dasar. Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(13)

12 Tabel 2.4 Kapasitas dasar ( C0 ) untuk jalan perkotaan

Tipe jalan Kapasitas dasar (smp/jam) Keterangan Empat lajur terbagi/ jalan satu arah 1650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur

Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)

b. Faktor penyesuaian lebar jalan (FCW )

Kapasitas juga dipengaruhi oleh lebar jalur lalu lintas yang dinyatakan dengan faktor penyesuaian lebar jalan (FCW ) dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Faktor penyesuaian lebar jalan ( FCW)

Tipe jalan Lebar jalan lalu lintas

Efektif (m) Nilai FCW

Empat lajur terbagi/jalan satu arah

Per lajur 3,0 3,25 3,50 3,75 4,00

0,92 0,96 1,00 1,04 1,08

Empat lajur tak terbagi

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

0,91 0,95 1,00 1,05 1,09

Dua lajur tak terbagi

Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11

0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum ( 1997)


(14)

13 c. Faktor penyesuaian pemisah arah ( FCSP)

Untuk faktor penyesuaian kapasitas pemisah kapasitas arah (FCSP) dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel ini hanya memberikan nilai untuk jalan dua-lajur dua-arah (2/2) dan empat-lajur dua-arah (4/2) tak terbagi. Sedangkan untuk jalan terbagi dan satu arah faktor penyesuaian arah bernilai 1,0.

Tabel 2.6 Faktor penyesuaian pemisah arah (FCSP)

Pemisah arah SP%-% 50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0 FCSP Dua-lajur

2/2 1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70 Empat-lajur

4/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997)

d. Faktor penyesuaian hambatan samping

Faktor hambatan samping disebabkan karena adanya aktivitas di pinggir jalan. Nilai faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dibedakan berdasarkan jalan dengan bahu jalan dengan kreb.

Tabel 2.7 Faktor penyesesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FCSF) pada jalan perkotaan

Faktor penyesuaian hambatan

Tipe jalan Kelas hambatan samping samping dan lebar bahu (FCSF)

Lebar bahu (WS)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Sangat rendah 0,96 0,98 1,01 1,03

Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02

4/2 D Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00

Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98

Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96

Sangat rendah 0,96 0,99 1,01 1,03

Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02

4/2 UD Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00

Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98

Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

Sangat rendah 0,94 0,96 0,99 1,01

2/2 UD Rendah 0,92 0,94 0,97 1,00

Atau Sedang 0,89 0,92 0,95 0,98

jalan Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95

satu arah Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)


(15)

14 Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping

dan jarak kereb penghalang (FCsF) pada jalan perkotaan

Tipe Jalan

Kelas hambatan sampaing

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb-penghalang ( FCSF)

Jarak kereb (WK)

≤ 0,5 1,0 1,5 2,0

4/2 D

Sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01

Rendah 0,94 0,96 0,98 1,00

Sedang 0,91 0,93 0,95 0,98

Tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95

Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2 UD

Sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01

Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00

Sedang 0,90 0,92 0,95 0,97

Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,93

Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2 UD atau jalan satu arah

Sangat rendah 0,93 0,95 0,97 0,99

Rendah 0,90 0,92 0,95 0,97

Sedang 0,86 0,88 0,91 0,94

Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88

Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82 Sumber: Departemen pekerjaan Umum (1997)


(16)

15 Kelas hambatan sampingan pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.9

Tabel 2.9 Kelas hambatan sampingan pada jalan perkotaan

Kode

Kelas hambatan Sampingan

( SFC)

Besarnya kejadian per 200m/jam

( dua sisi)

Kondisi khusus

VL Sangat rendah < 100

Daerah permungkinan, jalan dengan jalan samping

L Rendah 100-299

Daerah permukiman; beberapa kendaraan umum dsb

M Sedang 300-499

Daerah industri; beberapa toko di sisi jalan

H Tinggi 500-899

Daerah komersil, aktivitas sisi jalan tinggi

VH Sangat tinggi >900

Daerah komersil dengan aktivitas pasar di pinggir jalan Sumber : Departemen Pekerjaan Umum ( 1997)

Sedangkan untuk nilai faktor berbobot untuk tipe hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Faktor berbobot tipe hambatan samping

Tipe kejadian hambatan sampingan Symbol Bobot Pejalan kaki yang berjalan dan menyebrang PED 0,5

Kendaraan lambat SMV 0,4

Kendaraan masuk dan keluar ke/dari lahan samping EEV 0,7

Parkir dan kendaraan berhenti PSV 1,0


(17)

16 e. Faktor penyesuaian ukuran kota

faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota FCCS dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kapasitas jalan perkotaan

Ukuran kota

( Juta penduduk) FCcs <0,1

0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0

>3

0,86 0,90 0,94 1,00 1,04 Sumber :Departemen Pekerjaan Umum(1997)

2.3.3 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) adalah rasio volume kendaraan terhadap kapasitas yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan prilaku lalu lintas pada suatu ruas jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak

Persamaan derajat kejenuhan adalah

DS=Q/C………(2.3)

Keterangan:

DS : derajat kejenuhan

Q : Arus lalu Lintas (smp/jam) C : Kapasitas (smp/jam)

2.3.4 Kecepatan

Kecepatan menentukan jarak ditempuh oleh pengemudi dalam waktu tertentu. Jadi kecepatan merupakan rasio jarak yang ditempuh per satuan waktu. Persamaan umum derajat kecepatan


(18)

17 Keterangan:

V : kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (km/jam) L : panjang segmen (km)

TT : waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)

Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Kecepatan Dengan Derajat Kejenuhan Sumber : Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

Klasifikasi utama dalam analisis kecepatan adalah:

- kecepatan sesaat (spot speed) adalah kecepatan sesaat kendaraan pada lokasi jalan tertentu.

- kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) adalah kecepatan rata-rata kendaraan pada lokasi jalan tertentu.

- kecepatan rata-rata waktu (time mean speed) adalah distribusi kecepatan kendaraan pada suatu titik pengamatan dijalan.

- kecepatan jalan (running speed) adalah hasil pembagian jarak yang di tempuh selama kendaraan dalam keadaan bergerak

- kecepataan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan efektif kendaraan menempuh rute tertentu.


(19)

18 Dalam pelaksanaan survai ini yang dicatat hanya kendaraan ringan sesuai jumlah sampel yang dibutuhkan. Oleh karena itu perlu dilakukan sampel data pilot survai pada lokasi studi.Besarnya sampel yang dibutuhkan dapat ditentukan sebagai berikut (Dajan,1986)

1. Melakukan survai pendahuluan

2. Berdasarkan besaran parameter data tersebut, dihitung

 Nilai rata-rata sampel (mean)

n Xi X

_

 Standar deviasi (sd) =

1 ) ( 2  

n X Xi Keterangan:

= nilai rata- rata; Xi = nilai sampel ke I; n = jumlah sampel awal 3. Ketelitian 95% = 5%  Z /2 = 1.96 (dari tabel distribusi normal) 4. Pada tingkat ketelitian 95% maka basaran

Acceptable sampling error (Se) = 5% dari sample mean

Acceptable standard error Se(x) = Se / 1,96

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka besarnya jumlah sampel yang representatif dihitung dengan persamaan:

2 2 ' ) (X Se sd

n  ………2.5

N n n n ' ' 1  Dimana :

n' = Jumlah sampel representatif untuk populasi tak hingga n = Jumlah sampel representatif untuk populasi yang hingga N = Jumlah populasi

2

) (X

Se = Acceptable standard error dikuadratkan Sd = Standar deviasi


(20)

19 1. Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi salah satu variabel dari

sampel pendahulunya. 2. Menghitung variannya.

3. Menghitung besarnya acceptable sampling error. 4. Menghitung besarnya acceptable standard error. 5. Menghitung besarnya n ( jumlah sampel representatif ).

Pada analisis kecepatan kendaraan, diperlukan data pilot survai yang besarnya

ditentukan dengan persamaan

2 2 '

) (X Se

sd

n  . Oleh sebab itu terlebih dahulu dilakukan survai pendahuluan untuk menentukan besar jumlah sampel yang diperlukan pada daerah studi dengan spesifikasi ketelitian 95 %.

a. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi kendaraan bermotor lain dijalan. Kecepataan arus bebas untuk kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria. Dasar dalam menentukan kinerja segmen jalan pada arus yang sama dengan nol. Persamaan umum untuk kecepatan arus bebas adalah sebagai berikut:

FV=(FV0+FVW)x FFVSF x FFVCS……….. (2.6) Keterangan :

FV : kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam) FV0 : kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/Jam)

FVW : penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif FFVSF : faktor penyesuaian kondisi hambatan samping FFVCS : faktor penyesuaian ukuran kota


(21)

20 - Kecepatan arus bebas dasar (FV0)

Untuk nilai kecepatan arus bebas dapat dilihat pada Tabel 2.12. Tabel 2.12 Kecepatan arus bebas dasar (FV0)

Tipe jalan

Kecepatan arus bebas dasar (km/jam) Kendaraan

ringan (LV)

Kendaraan berat (HV)

Sepeda Motor

(MC)

Semua kendaraan (rata-rata) Enam lajur terbagi (6/2

D) atau tiga lajur satu

arah (3/1) 61 52 48 57

Empat lajur terbagi (4/2D) atau dua lajur

satu arah (2/1) 57 50 47 55

Empat lajur tak terbagi

(4/2 UD) 53 46 43 51

Dua lajur tak terbagi

(2/2UD) 44 40 40 42

Sumber: Departemen Pekerjan Umum(1997)

- Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (FVW)

Penyesuaian lebar jalur lalu lintas ditentukan berdasarkan jenis jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (We), dapat dilihat pada Tabel 2.13. Pada jalan selain 2/2 UD pertambahan dan pengurangan kecepatan bersifat linier sejalan dengan selisih terhadap lebar lajur standar (3,5 meter), sedangkan pada jalan 2/2 UD untuk nilai We (2 arah) kurang dari 6 meter.


(22)

21 Tabel 2.13 Penyesuaian pengaruh lebar jalur lalu litas (FVw) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan

Tipe jalan

Lebar jalus lalu lintas efektif (We)

(Meter)

FVW

(km/jam)

Empat lajur terbagi atau jalan satu arah

Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Empat lajur tak terbagi Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Dua lajur tak terbagi

Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 0 3 4 6 7 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1997)

- Faktor penyesuaian hambatan samping (FFVSF)

Faktor penyesuaian hambatan samping (FFVSF) ditentukan berdasarkan jenis jalan, kelas hambatan samping, lebar bahu( jarak kereb ke penghalang) efektif. Faktor penyesuaian akibat pengaruh hambatan samping dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan apada jalan perkotaan terutama dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 2.14


(23)

22 Tabel 2.14 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan sampingan dan lebar bahu (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan

Tipe jalan

Kelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar efektif rata-rata WS (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,90 0,82 0,73 1,01 0,98 0,93 0,86 0,76 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91


(24)

23 Table 2.15 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan jarak kereb Penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan

Tipe jalan

Kelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb penghalang

Lebar efektif rata-rata Wk (m) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,04 1,00 0,99 0,96 0,92 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82 Sumber: Departement Pekerjaan Umum (1997)

- Faktor penyesuaian ukuran kota ( FFVCS)

Manual kapasitas jalan Indonesia 1997 menyarankan reduksi terhadap kecepatan arus bebas dasar dari kota perpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan kenaikan terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kapasitas jalan perkotaan dapat dilihat Tabel 2.16.


(25)

24 Table 2.16 Faktor penyesuaian untuk pengaruhi ukuran kota pada kapasitas jalan perkotaan

Ukuran kota ( juta

penduduk) FFVCS

< 0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0

>3

0.90 0.93 0.95 1.00 1.03 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1997)

b. Hubungan antara Kecepatan dengan Arus

Prinsip dasar analisis kapasitas jalan adalah kecepatan akan berkurang jika arus bertambah. Pengurangan kecepaan akibat penambahan arus adalah kecil pada arus yang lebih tinggi. Pada posisi di dekat kapasitas, pertambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang besar. Hubungan ini di tentukan secara kuantitatif pada kondisi standar memiliki kualifikasi dan karakteristik lingkungan tertentu. Jika karakteristik jalan lebih baik dari kondisi standar (misalnya lebar jalur lebih lebar dari jalur normal), kapasitas menjadi lebih tinggi dan kurva bergeser ke sebelah kanan sehingga kecepatan lebih tinggi pada arus tertentu atau sebaliknya.

Gambar 2.4 Bentuk Umum Hubungan Kecepatan dan Arus Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)


(26)

25 Gambar 2.5 Bentuk Umum Hubungan Kecepatan dan Arus pada Kondisi Standar dan Non Standar

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)

2.3.6 Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan adalah ukuran kuantitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. US HCM (1985) mengklasifikasikan tingkat pelayanan jalan dari tingkat perlayanan A sampai F diukur dari rasio V/C seperti tertera pada Tabel 2.17 Dimana V adalah arus (smp/jam) dan C adalah kapasitas (smp/jam)

Tabel 2.17 Hubungan Q/C ratio dengan tingkat pelayanan jalan perkotaan Tingkat Pelayanan

(Level of service )

Q/C Ratio

A 0,00 – 0,19

B 0,20 – 0,44

C 0,45 – 0,74

D 0,75 – 0 84

E 0,85 – 1,00

F -


(27)

26 Penjelasan singkat mengenai tingkat pelayanan jalan adalah sebagai berikut : 1. Tingkat Pelayanan A

Kondisi arus lalu lintasnya bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai dengan batasan kecepatan yang telah ditentukan.

2. Tingkat Pelayanan B

Kondisi arus lalu lintasnya stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan disekitarnya. 3 Tingkat Pelayanan C

Kondisi arus lalu lintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar.

4. Tingkat Pelayanan D

Kondisi arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul, dan kebebasan bergerak relatif kecil.

5. Tingkat Pelayanan E

Volume lalu lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan kira-kira lebih rendah dari 40 km/jam, pergerakan lalu lintas kadang lambat.

6. Tingkat Pelayanan F

Pada tingkat pelayanan ini arus lalu lintas berdad dalam keadaan dipaksakan, kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.


(1)

21 Tabel 2.13 Penyesuaian pengaruh lebar jalur lalu litas (FVw) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan

Tipe jalan

Lebar jalus lalu lintas efektif (We)

(Meter)

FVW (km/jam)

Empat lajur terbagi atau jalan satu arah

Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

-4 -2 0 2 4

Empat lajur tak terbagi

Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

-4 -2 0 2 4

Dua lajur tak terbagi

Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11

-9,5 -3

0 3 4 6 7

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1997)

- Faktor penyesuaian hambatan samping (FFVSF)

Faktor penyesuaian hambatan samping (FFVSF) ditentukan berdasarkan jenis jalan, kelas hambatan samping, lebar bahu( jarak kereb ke penghalang) efektif. Faktor penyesuaian akibat pengaruh hambatan samping dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan apada jalan perkotaan terutama dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 2.14


(2)

22 Tabel 2.14 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan sampingan dan lebar bahu (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan

Tipe jalan

Kelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar efektif rata-rata WS (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,90 0,82 0,73 1,01 0,98 0,93 0,86 0,76 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91


(3)

23 Table 2.15 Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan jarak kereb Penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan

Tipe jalan

Kelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb penghalang

Lebar efektif rata-rata Wk (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,04 1,00 0,99 0,96 0,92 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82

Sumber: Departement Pekerjaan Umum (1997)

- Faktor penyesuaian ukuran kota ( FFVCS)

Manual kapasitas jalan Indonesia 1997 menyarankan reduksi terhadap kecepatan arus bebas dasar dari kota perpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan kenaikan terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kapasitas jalan perkotaan dapat dilihat Tabel 2.16.


(4)

24 Table 2.16 Faktor penyesuaian untuk pengaruhi ukuran kota pada kapasitas jalan perkotaan

Ukuran kota ( juta

penduduk) FFVCS

< 0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0

>3

0.90 0.93 0.95 1.00 1.03

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1997)

b. Hubungan antara Kecepatan dengan Arus

Prinsip dasar analisis kapasitas jalan adalah kecepatan akan berkurang jika arus bertambah. Pengurangan kecepaan akibat penambahan arus adalah kecil pada arus yang lebih tinggi. Pada posisi di dekat kapasitas, pertambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang besar. Hubungan ini di tentukan secara kuantitatif pada kondisi standar memiliki kualifikasi dan karakteristik lingkungan tertentu. Jika karakteristik jalan lebih baik dari kondisi standar (misalnya lebar jalur lebih lebar dari jalur normal), kapasitas menjadi lebih tinggi dan kurva bergeser ke sebelah kanan sehingga kecepatan lebih tinggi pada arus tertentu atau sebaliknya.

Gambar 2.4 Bentuk Umum Hubungan Kecepatan dan Arus Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)


(5)

25 Gambar 2.5 Bentuk Umum Hubungan Kecepatan dan Arus pada Kondisi Standar dan Non Standar

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)

2.3.6 Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan adalah ukuran kuantitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. US HCM (1985) mengklasifikasikan tingkat pelayanan jalan dari tingkat perlayanan A sampai F diukur dari rasio V/C seperti tertera pada Tabel 2.17 Dimana V adalah arus (smp/jam) dan C adalah kapasitas (smp/jam)

Tabel 2.17 Hubungan Q/C ratio dengan tingkat pelayanan jalan perkotaan Tingkat Pelayanan

(Level of service )

Q/C Ratio

A 0,00 – 0,19

B 0,20 – 0,44

C 0,45 – 0,74

D 0,75 – 0 84

E 0,85 – 1,00

F -


(6)

26 Penjelasan singkat mengenai tingkat pelayanan jalan adalah sebagai berikut : 1. Tingkat Pelayanan A

Kondisi arus lalu lintasnya bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai dengan batasan kecepatan yang telah ditentukan.

2. Tingkat Pelayanan B

Kondisi arus lalu lintasnya stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan disekitarnya. 3 Tingkat Pelayanan C

Kondisi arus lalu lintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar.

4. Tingkat Pelayanan D

Kondisi arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul, dan kebebasan bergerak relatif kecil.

5. Tingkat Pelayanan E

Volume lalu lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan kira-kira lebih rendah dari 40 km/jam, pergerakan lalu lintas kadang lambat.

6. Tingkat Pelayanan F

Pada tingkat pelayanan ini arus lalu lintas berdad dalam keadaan dipaksakan, kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.