PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER HUMANIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA:Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

(1)

Juster Donal Sinaga, 2012

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Asumsi Penelitian ... 15

F. Sistematikan Penyajian Laporan Penelitian ... 16

BAB II. KONSEP DASAR BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING DAN KARAKTER HUMANIS A. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning ... 17


(2)

Juster Donal Sinaga, 2012

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

A. Pendekatan dan Model Penelitian ... 77

B. Rancangan Penelitian Pra Eksperimen Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning ... 78

C. Populasi dan Sampel ... 79

D. Definisi Operasional ... 80

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 82

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85

G. Analisis Data ... 91

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012... 96

B. Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 111 C. Tingkat Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 Setelah Mengikuti Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning... 125 D. Efektivitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 ... 131

E. Keterbatasan Penelitian ... 147

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 149

B. Rekomendasi ... 150

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

Juster Donal Sinaga, 2012

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama


(4)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini secara berurutan akan memaparkan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, dan sistematika penyajian.

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah mahluk individual yang berkembang secara sekuensial dan positif menuju pengayaan diri (self enhancment). Manusia berkembang melalui tahapan umum dan tugas-tugas perkembangan. Dalam proses berkembang tersebut setiap manusia memiliki internal drive yang sifatnya personal dan unik. Internal drive tersebut memerlukan kompromi dengan faktor lingkungan. Perkembangan yang sehat berlangsung melalui interaksi yang sehat antara individu dengan lingkungan yang sehat.

Masa remaja sebagai salah satu tahap dalam perkembangan manusia merupakan tahap yang memiliki karakter tersendiri. Dalam proses berkembang tersebut ada sejumlah faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor bawaan dan lingkungan. Remaja adalah individu yang terentang pada perkembangan sejak berakhir masa anak-anak sampai datangnya awal masa dewasa. Masa remaja atau masa adolesence merupakan masa transisi. Istilah adolesecence mumpunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2004: 206). Usia remaja berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan. Pada usia ini terjadi


(5)

Alberty (Abin Syamsudin: 130) menyatakan bahwa periode masa remaja dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai datang awal masa dewasa.

Piaget (Hurlock, 2004: 206) mengatakan:

“secara psikologis, masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia ketika anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”

Remaja merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan, kedewasaan, atau kemandirian yang terkait dengan pemaknaan dirinya sebagai mahluk yang berdimensi biopsikososiospritual (Yusuf, 2002). Dalam masa perkembangan para remaja mengemban tugas-tugas perkembangan, yaitu seperangkat tugas pada periode perkembangan tertentu yang harus diselesaikan dengan baik. Tugas perkembangan bersumber dari: tuntutan masyarakat, sosial budaya, kematangan fisik, dan norma agama. Tugas perkembangan remaja meliputi: kematangan hidup religius, kematangan perilaku ertis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran tanggungjawab, peran sosial sebagai pria atau wanita, penerimaan diri dan pengembanganya, kemandirian perilaku ekonomis, wawasan dan persiapan karir, kematangan hubungan dengan teman sebaya, dan persiapan


(6)

diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga. Tugas-tugas perkembangan tersebut merupakan penjabaran dari aspek-aspek perkembangan individu yang meliputi perkembangan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan etika, perkembangan kepribadian, dan perkembangan agama.

Secara psikologis masa remaja merupakan masa yang penuh potensi, vitalitas, dan dinamis tetapi labil. Keberhasilan seorang remaja melalui masa remajanya dipengaruhi oleh perubahan pola kehidupan keluarga, kondisi sosial-budaya-ekonomi, dan pengaruh situasi global. Seorang remaja yang mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan baik akan menjadi pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal. Pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal tampak dalam wujud perilaku dan prestasi yang dicapai para remaja.

Banyak perkembangan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, salah satunya adalah dimensi perkembangang sosial. Lebih lanjut Yusuf (2004: 122) mengatakan, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial dan dapat juga dimaknai sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi, dan bekerja sama.

Dalam proses menjadi dalam diri remaja kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu. Kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu


(7)

timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja, dan akhirnya remaja mengalami dekadensi moral.

Darajat (Yusuf dan Nurihsan, 2008) mengemukakan masalah dekadensi moral (delinquency) disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurang tertatanya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat; keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik; pendidikan moral tidak terlaksana menurut semestinya, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat; dijualnya dengan bebas berbagai alat kontrasepsi; dan iklim keluarga yang tidak harmonis; dan perkembangan globalisasi yang tidak seimbang.

Fenomena remaja yang kurang menghargai dan menghormati dirinya dan orang lain tampak dalam berbagai peristiwa di masyarakat. Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja yang terjadi diberitakan di media-media, baik media massa maupun elektronik. Salah satu bentuk kenakalan remaja adalah tawuran. Data menunjukkan, di Jakarta tercatat 157 kasus perkelahian pelajar tahun 1992. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar. Tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota polisi, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta tahun 2009, pelajar SD, SMP, dan SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,08 persen atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa di DKI Jakarta. (www. Tawuran-kelompokbsi.blogspot.com).


(8)

Fenomena lain yang melanda remaja tampak pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Boyke (1999) yang menjelaskan bahwa 6-20 % siswa SMA dan mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pranikah. Hasil penelitian lain, menunjukan sebanyak 50% dari pengunjung klinik aborsi berusia 15-20 tahun, dan 44,5 % di antaranya mengalami hamil di luar nikah (Boyke, 1999).

Hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2012 menunjukkan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kota besar yang dimaksud antara lain Jakarta, Surabaya, dan Bandung (www.metrotvnews.com). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat hasil survei pada 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) telah melakukan seks pranikah, di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan, serta di Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalami kehamilan sebelum menikah (www.Antaranews.com). Hasil survei Pusat Informasi Konseling Remaja di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menyebutkan bahwa 65 persen pelajar di Ciawi sudah pernah melakukan hubungan badan (www.news.okezone.com)

Dalam kasus NARKOBA, Badan Nasional Anti Narkoba (BNN) menginformasikan ada sekitar 22.630 kasus tahun 2007 (BNN, 2007). Dari 22.630 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % diantaranya dilakukan oleh remaja. Hasil penelitian yang dilakukan BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia tahun 2008 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah pengguna


(9)

narkoba sebesar 22,7%. Dari sejumlah 1,1 juta ditahun 2006 menjadi 1,35 juta ditahun 2008. Badan Nasional Anti Narkoba (BNN) mencatat hasil survei pada 2010, yaitu data tentang penyalahgunaan narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba, 78 persennya adalah remaja (www.Antaranews.com).

Masalah lain adalah bullying. Fenomena ini semakin marak terjadi dalam setiap aktivitas anak di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 lebih dari 90% anak pernah diejek di sekolah. Selain itu, penelitian yang didukung oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Masalah Anak (UNICEF), masih banyak anak di Indonesia yang mendapatkan perlakuan buruk dari temannya sendiri. Survei yang dilakukan pada 2002 melibatkan 125 anak dan berlangsung selama enam bulan. Survei itu meliputi wawancara yang diawasi dengan sangat teliti. Dari survei itu terungkap, dua per tiga anak laki-laki dan sepertiga anak perempuan pernah dipukul.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 180 remaja di Kabupaten Kudus menunjukkan 94 % menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap orang lain. Tindakan tidak menyenangkan yang paling sering dilakukan adalah mengejek dan memberi julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak menyenangkan tersebut dilakukan adalah 50 % kepada teman sekelas, 16 % adik kelas, 14 % kepada anak dari sekolah lain, 7 % kepada kakak kelas, 5 % kepada guru dan 8 %. (Mahardayani, 2010). Penelitian lebih luas lagi dilakukan oleh SEJIWA, Plan Indonesia dan Universitas Indonesia yang melibatkan sekitar 1233 orang siswa SD, SMP, dan SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kekerasan antarsiswa di tingkat SMP secara


(10)

berurutan terjadi di Yogyakarta (77.5%), Jakarta (61.1%), dan Surabaya (59.8%). Kekerasan ditingkat SMA terbanyak terjadi di Jakarta (72.7%), diikuti Surabaya (67.2%), dan terakhir Yogyakarta (63.8%) (www.Sejiwa.org).

Fenomena yang diuraikan di atas merupakan tantangan yang menghadang dihadapan para remaja dalam proses perkembangan mereka. Tantangan-tantangan tersebut menjadi perhatian serius para orang dewasa yang mendampingi para remaja menuju pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal. Untuk itu perlu ada suatu kepedulian nyata untuk membangun dan mengembangkan kepribadian para remaja, khususnya dalam hal karakter humanis. Dengan karakter humanis ini para remaja dibentuk menjadi pribadi yang mampu menghargai diri sendiri dan orang lain serta lingkungan sekitar. Dengan kata lain, mereka mampu hidup berbagi dengan orang lain. Howard Gardner (1983) mengatakan kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan memahami orang lain adalah bagian tak terpisahkan dari kondisi manusia seperti kemampuan untuk mengetahui benda atau suara.

Belajar hidup bersama merupakan salah satu isu utama pendidikan saat ini. Salah satu isi laporan komisi internasional tentang pendidikan abad XXI yang diterbitkan oleh UNESCO (1998), memberikan pengertian baru yang mendalam tentang pendidikan abad XXI. Di dalam laporan tersebut ditekankan bahwa setiap orang perlu dilengkapi berbagai komptensi untuk merebut kesempatan-kesempatan belajar sepanjang hayat, baik untuk memperluas pengetahuan, keterampilan, maupun sikap pada dunia yang sedang berubah, rumit dan


(11)

interpendensi. Dalam laporan tersebut disebutkan tentang empat pilar pendidikan sebagai berikut.

(1) learning to know, that is acquiring the instruments of understanding; (2) learning to do, so as to be able to act creatively in one’s environment; (3) learning to live together so as to participate in and cooperate with other people in all human activities; and (4) learning to be, so as to better develop one’s personality (UNESCO, 1998:19)

Dari empat sendi pendidikan yang disebutkan di atas, belajar hidup bersama mendapatkan tekanan yang lebih besar dan dinilai sebagai fondasi pendidikan. Pendidikan ini dapat dicapai dengan mengembangkan suatu pengertian tentang orang lain, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai tradisional. Dengan pemahaman ini diharapkan tercipta suatu semangat baru yang dibimbing oleh pengakuan tentang interpendensi manusia yang bertumbuh dengan menganalisis bersama tentang resiko-resiko dan tantangan-tantangan di masa depan. Pemahaman ini dapat mendorong masyarakat termasuk siswa untuk secara bersama-sama membangun kepedulian terhadap sesama dan terhadap lingkungan serta peduli terhadap kedamaian dan kesejahteraan bersama.

Beberapa ahli seperti Raven, Bell, dan Conant (Sasongko, 2004), menyebutkan salah satu tujuan pendidikan umum adalah mengembangkan nilai-nilai dan perilaku prososial. Artinya, nilai-nilai-nilai-nilai sosial termasuk di dalamnya karakter humanis sangat penting bagi remaja, karena berfungsi sebagai acuan bertingkah laku terhadap sesama sehingga dapat diterima di masyarakat.

Selain hal tersebut, terdapat data yang menyatakan terdapat hubungan antara perilaku prososial yang mengedepankan karakter humanis dengan pencapaian belajar di sekolah (Cartlede & Milburn, 1993). Perilaku prososial


(12)

yang dimaksud berhubungan dengan aspek keterampilan di kelas seperti mendengarkan guru ketika berbicara atau menjelaskan pelajaran, keterampilan bertanya, dan menjawab pertanyaan guru.

Terinspirasi oleh beberapa fenomena dekadensi moral remaja dewasa ini, pada tahun 2006, Sedanayasa (2010) melakukan penelitian tentang kebutuhan siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling pada SMA Negeri di Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan secara umum sebagian besar siswa memerlukan layanan bimbingan sosial. Bimbingan yang mereka harapakan adalah bimbingan cara berkomunikasi lisan atau tertulis secara efektif, cara mengemukakan pendapat, cara menghargai orang lain, cara menumbuhkan dan mengembangkan hubungan harmonis dengan orang lain, cara mengembangkan sikap positif di rumah, sekolah dan masyarakat serta cara mengatasi masalah hubungan dengan orang lain.

Pada tahun 2007 dilakukan penelitian dengan subyek siswa SMP Negeri di Kota Singaraja untuk mengetahui jenis bimbingan yang dibutuhkan siswa. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memerlukan bimbingan sosial. Bimbingan sosial yang mereka harapkan adalah cara mengembangkan sikap empati pada orang lain, cara mengembangkan tingkah laku positif terhadap orang lain, dan cara bersikap santun dengan guru dan orang lain (Sedanayasa, 2010). Hasil penelitian tersebut semakin menegaskan bahwa remaja baik tingkat SMP maupun SMA mengalami masalah dalam berhubungan dengan orang lain. Masalah berhubungan dengan orang lain merupakan bagian dari kecerdasan sosial.


(13)

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Salman Al Farisi, Bandung, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah pengelolaan Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi Bandung sadar akan besarnya tantangan yang harus dihadapi generasi muda, khusunya remaja SMP. Selain tantangan besar yang sedang menghadang di depan para remaja, SMP Salman Al Farisi, Bandung, memiliki cita-cita besar mendidik peserta didik mereka kelak menjadi pemimpin yang cerdas tidak hanya dalam aspek kognitif tetapi juga dalam aspek afektif serta aspek konatif. Hal ini tergambar jelas dalam visi sekolah, yakni “menjadi lembaga pendidikan yang mampu mengembangkan dan menghasilkan generasi muslim yang siap menjadi khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil’alamin” .

Sadar akan hal itu SMP Salman Al Faris, Bandung, memandang pendidikan karakter perlu sejak dini ditanamkan kepada para siswa. Kesadaran akan pentingnya pembentukan karakter siswa sejak dini diejawantahkan sekolah dengan penyusunan program pendidikan yang menekankan pada kepemimpinan (leadership).

SMP Salman Al Farisi, Bandung, menyadari bahwa siswa-siswi SMP Salman Al Farisi, Bandung, harus dibekali dengan pendidikan karakter agar menjadi pribadi yang berkarakter dan memiliki daya tangkal terhadap berbagai tantangan di masyarakat, terlebih terhadap arus globalisasi yang memberikan pengaruh yang luar biasa kepada kehidupam manusia. Siswa SMP Salman Al Farisi, Bandung, pada umumnya berasal dari keluarga dengan ekonomi yang mapan. Oleh karena itu, SMP Salman Al Faris, Bandung, berusaha membentuk siswa menjadi pribadi yang tangguh dan memiliki jiwa pemimpin.


(14)

Latar belakang keluarga siswa SMP Salman Al Farisi, Bandung, yang secara ekonomi sudah mapan, membentuk karakter para siswa yang cenderung manja, berdaya juang rendah, serta kurang mandiri. Kepribadian yang demikian jika tidak segera dibenahi sangat berpotensi menjadi masalah dikemudian hari bagi siswa. Terlebih lagi, usia SMP merupakan usia remaja yang rentan terhadap pengaruh lingkungan yang negatif. Untuk membentuk pribadi yang positif SMP Salman Al Farisi, Bandung menyusun program sekolah yang mampu mendorong siswa menjadi pribadi yang lebih positif, yaitu PROSPEK (Program Sepekan Pengabdian Kepada Masyarakat).

Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi besar untuk membantu remaja menjadi pribadi yang berkarakter, khususnya karakter humanis. Siswa SMP yang mulai memasuki masa remaja dengan segala bentuk perubahan dan permasalahan terutama dalam bidang sosial, membutuhkan lingkungan dan sarana yang tepat guna membimbing dan mengarahkan kemampuan serta kompetensi yang ada pada dirinya. Dengan demikian, sekolah telah melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, yaitu berperan dan berfungsi dalam mengembangkan potensi diri remaja untuk memiliki sipritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Disadari bahwa tujuan pendidikan yang ingin dicapai sangat kompleks. Mejadikan siswa hidup mandiri, berkepribadian dan berakhlak mulia, bertanggungjawab dan terampil, memerlukan kerjasama secara kolaboratif dengan


(15)

semua pihak yang terkait di sekolah maupun di luar sekolah. Terkait dengan itu, Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai salah satu komponen integral dari pendidikan yang diselenggarakan di sekolah harus mampu memberikan layanan bantuan yang bersifat psikoedukatif, yang tidak diperoleh remaja dalam kegiatan belajar mengajar di ruang kelas.

Dengan melihat kebutuhan dan mengedepankan prinsip pengembangan karakter remaja, terutama bagi remaja yang mengalami dekadensi moral maka diperlukan upaya pencegahan, penanganan, dan pengembangan terhadap masalah tersebut dari pihak sekolah. Untuk hal tersebut, guru BK perlu merancang suatu program layanan bimbingan pribadi-sosial komprehensif dan kolaboratif yang sinergis melalui program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat, yang melibatkan beberapa pihak terkait untuk membangun dan membentuk karakter humanis siswa. Melalui bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat diharapkan karakter humanis para siswa semakin meningkat dan terbentuk kokoh.

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat merupakan salah satu aplikasi dari pendidikan berbasis masyarakat sebagai salah satu upaya menawarkan solusi terhadap berbagai masalah sosial. Dalam kerangka layanan bimbingan dan konseling komprehensif, program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat merupakan layanan kolaborasi dengan berbagai pihak.

Bertitik tolak dari latar belakang yang diuraikan di atas, perlu diadakan pembentukan karakter humanis melalui program bimbingan pribadi-sosial


(16)

berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “Program Bimbingan Sosial-Pribadi Berbasis

Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa

Sekolah Menengah Pertama (SMP), Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas IX Sekolah Menengah Pertama Salman Al Farisi, Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berpijak pada latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salmanan Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012? Rumusan masalah penelitian diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi

Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012?

2. Apakah program Bimbingan Pribadi-Sosial berbasis experiential learning efektif untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012?

C. Tujuan Penelitian

Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui dan menganalisis tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.


(17)

2. Mengetahui efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salmanan Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian meliputi: 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini merupakan fondasi penting untuk penelitian lanjutan bagi terbukanya terobosan baru dalam bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning. Dan hasil penelitian menambah wacana baru dalam dunia Bimbingan dan Konseling yang bernuansa pendidikan karakter. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bidang Studi dan Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber informasi bagi guru, khususnya guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dalam rangka pendidikan karakter di sekolah, serta menjadi inovasi baru dalam pengembangan program bimbingan dan konseling.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini menjadi informasi baru bagi siswa tentang profil karakter mereka, khususnya karakter humanis, sehingga mereka bisa memahami karakter humanis dan cara meningkatkannya.


(18)

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini menjadi rangkaian penelitian selanjutnya tentang bimbingan dan konseling karakter. Informasi yang terkandung dalam penelitian ini menjadi fondasi penting untuk penelitian lanjutan bagi terbukanya terobosan baru dalam bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning. Hasil penelitian digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk memantapkan secara ilmiah efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning, serta pengembangan program bimbingan pribadi-sosial yang melibatkan lebih banyak lagi peserta didik dan stakeholder, sehingga program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan digunakan secara umum di sekolah-sekolah.

E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini bertolak dari paradigma psikologi positif dengan asumsi sebagai berikut.

1. Manusia pada prinsipnya adalah baik. Di dalam diri masing-masing individu tersimpan potensi-potensi yang memungkinkan setiap orang menjadi pribadi yang sehat dan berfungsi secara maksimal.

2. Karakter humanis adalah internalisasi nilai-nilai hidup ke dalam diri setiap individu yang menjadi prinsip hidup dan tampak dalam sikap dan perbuatan. Karakter bukan bawaan, tetapi dibentuk melalui proses belajar.


(19)

3. Semua peristiwa dalam kehidupan ini bisa menjadi media yang memiliki nilai-nilai positif untuk dijadikan bagian dari proses belajar untuk membentuk karakter.

F. Sistematika Penyajian Laporan Penelitian

Laporan penelitian terdiri dari lima bab yang masing-masing bab diuraikan menjadi sejumlah sub bab. Bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, dan sistematika penyajian laporan penelitian.

Bab dua adalah bab kajian teori. Bab ini menguraikan konsep dasar program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning, konsep dasar karakter, pendidikan karakter, komponen karakter, faktor pendukung pembentukan karakter, dan karakter humanis. Bab tiga merupakan metodologi penilitian yang menguraikan tentang jenis pendekatan dan model penelitian serta desain penelitian. Bab ini juga menguraikan tentang teknik penghimpunan dan analisis data.

Bab empat merupakan bab hasil dan pembahasan penelitian. Dalam bab ini diuraikan profil karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, dan efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Dan, bab lima merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan metode penelitian, yaitu jenis penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Pendekatan dan Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tujuan mendapatkan profil karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, dan mengetahui efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

Desain penelitian adalah pra eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design. Pada desain ini dilakukan prates dan posttes untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Desain penelitian digambarkan seperti berikut.

(Sugiyono, 2010:110)


(21)

Keterangan :

O1 : Nilai pratest (sebelum mengikuti program bimbingan pribadi-sosial

berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat)

O2 : Nilai posttest (setelah mengikuti program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat)

Data yang diambil adalah data tentang karakter humanis siswa. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif akan diperoleh data faktual berdasarkan informasi statistik, kemudian dianalisis untuk memahami tingkat karakter humanis siswa dan efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

B. Rancangan Penelitian Pra Eksperimen Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning

Rancangan pra eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design untuk mengetahui tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 dijabarkan dalam Gambar 2.1 berikut ini.


(22)

Gambar 3.1.

Alur Rancangan Pra Eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design Uji Keefektifan Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential

Learning untuk Meningkatkan karakter Humanis Siswa

C. Populasi dan Sampel

Adapun populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang berjumlah 66 siswa. Sampel penelitian adalah semua populasi penelitian yaitu siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Adapun data populasi penelitian tanpak pada Tabel 3.1. di bawah ini.

Pratest

Posttes (2)

Reflective Observation

(Watching)

(3) Abstract Conceptualisation

(Thinking) (4)

Active Eksperimentation

(Doing) (1) Concrete Experience

(Feeling)


(23)

Tabel 3.1. Data Sampel Penelitian

Kelas Jumlah Sub

Total

Wanita Laki-laki

Kelas IX A 10 11 22

Kelas IX B 11 11 22

Kelas IX C 12 11 22

TOTAL 33 33 66

D. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel penelitian diuraikan sebagai berikut:

1. Program Bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat adalah proses bantuan yang diberikan oleh guru

Bimbingan dan Konseling kepada para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang dilakukan secara berkesinambungan sebagai bagian dari program pendidikan supaya para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, dapat memahami dirinya dan lingkungannya sehingga mereka sanggup mengarahkan diri dan bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga dan masyarakat. Bentuk aktivitas program ini adalah para siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, belajar langsung dan mengalami langsung kehidupan masyarakat desa dengan tinggal dan mengikuti aktivitas masyarakat selama beberapa waktu. Selama tinggal dan beraktivitas bersama masyarakat para siswa mengambil nilai-nilai yang berharga bagi dirinya dan merefleksikannya untuk dijadikan miliknya. 2. Karakter humanis adalah seperangkat nilai dasar yang membangun pribadi


(24)

interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter humanis terdiri dari tiga faktor, yaitu sebagai berikut:

a. Cinta (Love)

Cinta adalah kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, yang menghargai hubungan yang akrab dengan orang lain, khususnya yang bercirikan saling peduli dan saling berbagi; dekat dengan orang lain, kapasitas untuk hubungan kasih yang saling mendukung, stabilitas, dan saling menerima.

b. Kemurahan Hati (Kidness)

Kemurahan hati adalah kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, yang menggambarkan kecenderungan untuk bersikap baik kepada orang lain, mengasihi dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain, membantu dan menjaga orang lain. Dengan kata lain, kemurahan hati adalah kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain; menolong orang lain; memedulikan dan merawat orang lain. Kemurahan hati terdiri dari merawat (nurturance), kepedulian (care), kasih sayang (compassion), cinta yang altruistik (altruistic love), kebaikan (niceness).


(25)

c. Kecerdasan sosial (Social Intelligence)

Kecerdasan sosial adalah kemampuan para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 untuk berpikir abstrak, memahami persamaan dan perbedaan antara berbagai hal, mengenali pola, dan melihat hubungannya. Kecerdasan sosial merupakan kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang ditandai dengan kesadaran akan motif dan perasaan orang lain dan diri sendiri; mengetahui yang patut dilakukan di tengah-tengah situasi sosial yang berbeda; mengetahui yang membuat seseorang bertingkah laku tertentu.

E. Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah skala yang mengungkap karakter humanis siswa SMP. Instrumen skala karakter humanis siswa SMP ini mengacu pada teori tentang karakter humanis yang dikemukakan oleh Peterson (2004). Konstruk yang digunakan dalam instrumen penelitian adalah sikap, yaitu seberapa sesuai sikap para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 dengan konsep karakter humanis sesuai dengan yang diungkap pada setiap pernyataan.

Konstruk ini menjadi acuan untuk melihat tingkat karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Skala yang digunakan dalam penelitian bersifat langsung. Artinya, responden merespon


(26)

pernyataan-pernyataan dengan memilih alternatif respon yang telah disediakan dengan memberikan tanda checklist ().

2. Kisi-kisi Instrumen Karakter Humanis

Instrumen skala karakter humanis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pengantar dan bagian pernyataan-pernyataan untuk mengukur karakter humanis siswa SMP yang terdiri dari 100 item/pernyataan (sebelum uji coba). Instrumen ini terdiri dari 3 (tiga) aspek karakter humanis, yaitu:

a. Cinta (Love)

Cinta adalah kekuatan dalam diri siswa yang menghargai hubungan yang akrab dengan orang lain, khususnya yang bercirikan saling peduli dan saling berbagi; dekat dengan orang lain dan ditandai dengan kapasitas hubungan kasih yang saling mendukung, stabil, dan saling menerima. Cinta ini terwujud dalam perasaan, pikiran dan perilaku. Aspek cinta ini bisa dilihat dalam indikator-indikator seperti berikut ini:

1) siswa mampu memberikan dukungan kepada orang lain; 2) siswa mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain;

3) siswa mampu membangun hubungan timbal balik dengan orang lain.

b. Kemurahan hati (Kidness).

Kemurahan hati adalah kekuatan dalam diri siswa yang menggambarkan kecenderungan untuk bersikap baik kepada orang lain, mengasihi dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain, membantu dan menjaga orang lain. Dengan kata lain, kemurahan hati adalah


(27)

kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain; menolong orang lain; memedulikan dan merawat orang lain. Kemurahan hati terdiri dari: merawat (nurturance), kepedulian (care), kasih sayang (compassion), cinta yang altruistic (altruistic love), kebaikan (niceness). Aspek kebaikan bisa dilihat melalui indikator-indikator berikut ini:

1) siswa mampu bersikap baik kepada orang lain; 2) siswa mampu mengasihi orang lain;

3) siswa mampu menunjukkan sikap peduli terhadap orang lain untuk kebaikan orang lain.

c. Kecerdasan sosial (Social intelligence).

Kecerdasan sosial merupakan kemampuan untuk berpikir abstrak memahami persamaan dan perbedaan antara hal-hal, mengenali pola, dan melihat hubungannya. Kecerdasan sosial merupakan kekuatan dalam diri seseorang yang ditandai dengan kesadaran akan motif dan perasaan orang lain dan diri sendiri; mengetahui yang patut dilakukan di tengah-tengah situasi sosial yang berbeda; mengetahui yang membuat seseorang bertingkah laku tertentu. Aspek ini dapat dilihat melalui indikator-indikator berikut ini.

1) siswa bersimpati terhadap sesama;

2) siswa mampu memahami orang lain untuk perkembangan orang lain tersebut;

3) siswa mampu mengenal perasaan diri sendiri; 4) Siswa mampu mengatur diri sendiri.


(28)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Skala Karakter Humanis Sebelum Uji Coba

Aspek Strength

of Character Humanity

Indikator Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Cinta (Love) 1.1 Siswa mampu

memberikan dukungan

kepada orang lain.

1,11,41,36, 46,

6, 16, 26, 31,21

10 30

1.2 Siswa mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain.

51,61,81,9 1,96

56, 67, 71, 76,86

10

1.3 Siswa mampu

membangun hubungan

timbal balik dengan

orang lain 7,17, 27,37,47 2,12,22,32,4 2 10 2. Kebaikan (Kindness)

2.1 Siswa mampu bersikap baik kepada orang lain.

52,87,92,6 7,77,

57,62,72,82, 97

10 30

2.2 Siswa mampu mengasihi orang lain. 48,8,38,18 , 28, 3,13,23,33,,4 3, 10

2.3 Siswa mampu

menunjukkan sikap

peduli terhadap orang

lain untuk kebaikan

orang lain. 98,58,88,6 8,83, 53,63,73, 78,93 10 3. Kecerdasan sosial (Social

Intelligence)

3.1 Siswa bersimpati

terhadap sesama.

49,9,44,19 ,39,

4,14,24, 29,34

10 40

3.2 Siswa mampu

memahami orang lain

untuk perkembangan

orang lain tersebut.

59,74, 89,94, 99

54,

64,69,79,84 10

3.3 Siswa mampu mengenal perasaan diri sendiri.

10,20, 35, 45,50,

5,15, 25, 30,40,

10 3.4 Siswa mampu mengatur

diri sendiri.

60, 70, 85, 95,100

55, 65, 75, 80, 90

10

TOTAL 100

3. Pedoman Skoring

Skala yang digunakan dalam kuesioner karakter humanis mengacu pada prinsip-prinsip Skala Likert. Kuesioner ini merupakan alat untuk mengukur


(29)

karakter humanis. Stimulus dari item-item instrumen ini adalah perilaku yang menggambarkan karakter humanis responden. Respon dari stimulus ini adalah memilih jawaban yang telah disediakan. Jawaban-jawaban tersebut akan menggambarkan karakter humanis siswa diri responden.

Instrumen karakter humanis yang disusun peneliti memiliki empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak Sesuai (TS). Alasan peneliti membuat empat alternatif jawaban adalah agar pilihan subjek menjadi lebih tegas dan pasti, dan jawaban tidak ada yang berada di wilayah abu-abu.

Adapun penentuan skor untuk jawaban terhadap pernyataan positif (vaforeble) adalah Sangat Sesuai = 4, Sesuai = 3, Kurang Sesuai = 2, Tidak Sesuai = 1. Sedangkan untuk skor jawaban item pernyataan negatif (unvaforeble) adalah: Sangat Sesuai = 1, Sesuai = 2, Kurang Sesuai = 3, Tidak Sesuai = 4.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas Instrumen Skala Karakter Humanis

Untuk melihat validitas isi instrumen penelitian yang disusun maka dilakukan expert judgment dengan meminta pendapat (1) Dr. Gendon Barus M.Si, Dosen Program Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, ahli pengukuran dan evaluasi pendidikan; (2) Prof. Paul Suparno M.ST, SJ, dosen Program Studi Pendidikan Matematikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pakar pendidikan karakter dan menulis sejumlah buku tentang pendidikan karakter. Para ahli diminta untuk memvalidasi materi (content), konstruk


(30)

(construct) dan redaksi instrumen penelitian. Hasil penilaian dari uji validasi ini berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokan dalam kualifikasi memadai atau tidak memadai.

Setelah instrumen direvisi berdasarkan saran para ahli, maka instrumen diuji keterbacaan kepada dua orang siswa SMP dan kemudian direvisi kembali, baik dalam penggunaan kata-kata atau pun struktur kalimat sehingga seluruh pernyataan dalam instrumen tidak mengandung ambiguitas dan cukup dapat dimengerti oleh responden.

Instrumen kemudian diujicobakan kepada sampel yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian, yaitu siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, yang berjumlah 59 siswa dari total 66 siswa. Tujuh siswa tidak dapat mengisi kuisioner karena sedang melakukan tugas di luar sekolah.

Setelah melakukan uji coba, peneliti melakukan pengolahan data uji validitas untuk mendapatkan daya beda secara empiris. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SSPS versi 16.0 (Statistical Programme For Social Windows). Dalam penelitian, item yang berdaya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan antara subjek yang memiliki karakter humanis yang tinggi dengan subjek yang mempunyai karakter humanis yang rendah.

Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix) yang dikenal dengan


(31)

parameter daya beda item. Untuk komputasi koefisien korelasi item-total digunakan korelasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 2005:59), dengan rumus sebagai berikut.

ΣiX- (Σi)(ΣX)/n rix =

[Σi2-(Σi)2/n] [ΣX2-(ΣX) 2/n] Keterangan:

rix = Koefisien korelasi antara i dan Y

i = Skor item X = Skor total

n = Banyaknya subjek

Penentuan kesahihan item didasarkan pada korelasi item-total dengan batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30

daya pembedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang koefisien korelasinya kurang dari 0,30 daya pembedanya rendah (Azwar 2005;65). Setelah menganalisi hasil uji coba alat, dari 100 item pernyataan yang diujicobakan, diperoleh 55 item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 atau dianggap valid dan dapat digunakan, sedangkan 45 item memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 atau dianggap tidak valid/gugur.

Hasil uji coba instrumen menunjukkan struktur instrumen kurang seimbang pada setiap aspek. Item aspek cinta lebih sedikit dari pada aspek kebaik dan kecerdasan sosial. Untuk membangun keseimbangan struktur instrument tujuh (7) buah item yang memiliki indeks daya beda yang mendekati 0,300 digunakan


(32)

sebagai item kuisioner setelah diperbaiki. Item-item yang diperbaiki dan digunakan sebagai item dalam skala karakter humanis adalah item no: 5,10, 27, 41, 52,56, 58.

Hasil uji validitas Instrumen Skala Karakter Humanis tampak pada Tabel 3. 3 di bawah ini. Rekapitulasi hasil uji validitas instrumen per item terlampir pada Lampiran 3.

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Item Skala Karakter Humanis

No item pernyataan yang valid No item pernyataan yang tidak valid

Favorable (+) 1, 7, 8,9,10, 18,19, 27,28, 31, 35,36, 37, 38, 39, 41, 44,47, 49, 51, 58, 67,77, 81, 83,87,88,89, 92, 94, 96, 98,99

11, 46,61,91,17, 52, 68, 59,74, 94, 20, 45,50, 60, 70, 85, 95,100

Unfavorable (-) 3, 5,13, 14, 15, 16, 26, 29, 32, 33, 34, 42, 43, 53,54,55,57,62, 63,71,78,79,80,82,84,86,90,97

6, 31,21, 56, 67, 76, 2,12,22,72,23,73, 93, 4,24, 64,69, 25, 30,40, 65, 75,

Tabel 3.4. di bawah ini menampilkan distribusi item-item pada Skala Karakter Humanis yang dinyatakan valid setelah dilakukan penomoran ulang. Sedangkan Skala Karakter Humanis Setelah Uji Coba terlapir pada Lampiran 6.

Tabel 3.4.

Kisi-kisi Instrumen Skala Karakter Humanis Setelah Uji Coba Aspek Strength

of Character Humanity

Indikator Item Jumlah Sub

Total

Favoreble Unfavoreble

1. Cinta (Love)) 1.1.Siswa mampu memberikan dukungan kepada orang lain.

1,18,27,23 11, 14 6 18

1.2.Siswa mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain.


(33)

Aspek Strength

of Character Humanity

Indikator Item Jumlah Sub

Total

Favoreble Unfavoreble

1.3.Siswa mampu

membangun hubungan timbal balik dengan orang lain

4, 15,24, 36 19,28 6

2. Kemurahan hati

(Kindness)

2.1.Siswa mampu bersikap baik kepada orang lain.

53, 57,42,44

38,40,49,60 8 20

2.2.Siswa mampu

mengasihi orang lain.

5,25, 12, 16 2, 8, 20,29 8

2.3.Siswa mampu

menunjukkan sikap

peduli terhadap orang lain untuk kebaikan orang lain.

61,54,50 34, 41,45 6

3. Kecerdasan sosial (Social

Intelligence)

3.1.Siswa bersimpati

terhadap sesama.

32,6,30, 13, 26

9,17,21 8 22

3.2.Siswa mampu

memahami orang lain

untuk perkembangan

orang lain tersebut.

55,58,62 35,46,51 6

3.3.Siswa mampu

mengenal perasaan diri sendiri.

7,22 3,10 4

3.4.Siswa mampu

mengatur diri sendiri.

39 36,47,56 4

TOTAL 62

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas Skala Karakter Humanis diuji dengan menggunakan teknik analisis Alpha Chornbach. Penggunaan teknik analisis Alpha Chornbach ini didasarkan atas pertimbangan penghitungan reliabilitas instrumen Skala Karakter Humanis diperoleh lewat penyajian satu bentuk instrumen yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden (single trial administration) (Azwar, 2005).

Proses penghitungan tingkat reliabilitas Skala Karakter Humanis dilakukan dengan bantuan komputer program SSPS (Statistical Programme For Social


(34)

Windows). Dari perhitungan reliabilitas diperoleh reliabilitas Skala Karakter Humanis sebesar 0,936. Taraf reliabilitas dinyatakan dalam suatu koefisien, yaitu koefisien reliabilitas. Gulford (dalam Furqon, 2002) menjelaskan bahwa kualifikasi normatif nilai koefisien reliabilitas ditunjukkan pada Tabel 3.5. berikut ini.

Tabel 3.5.

Kriteria Nilai Koefisien Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kualifikasi 0,00-0,19

0,20-0,39 0,40-0,59 0,60-0,79 0,80-1,00

sangat rendah Rendah Sedang Tinggi sangat tinggi

Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kualifikasi reliabilitas sangat tinggi. Dengan kata lain instrumen skala karakter humanis yang digunakan dalam penelitian dinyatakan reliabel (andal). Hasil penghitungan validitas dan reliabilitas alat terdapat pada Lampiran 4.

G. Analisis Data

Data penelitian menggunakan analisis statistik. Pertanyaan penelitian pertama tentang tingkat karakter humanis siswa dijawab melalui konversi skor responden dengan skor ideal yang berpedoman pada Penilaian Acuan Patokan (PAP) untuk mendapatkan gambaran karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Kategorisasi ditentukan berdasarkan formula serperti pada Tabel 3.6 berikut ini.


(35)

Tabel 3.6

Penyusunan Skala Konversi Skala Lima

Skala Sigma Skala Angka Keterangan

+1,5 µ +1,5σ < X Kategori sangat tinggi +0,5 µ + 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori tinggi

-0,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori Sedang -1,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ -1,5σ Kategori rendah

X ≤ µ-1,5σ Kategori sangat rendah

Keterangang:

X maksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin diperoleh dalam skala

X minimum teoretik : skor terendah yang mungkin diperoleh dalam skala

σ : standar deviasi, yaitu luas jarak rentang yang dibagi dalam satuan deviasi sebaran

µ : mean teoretik, yaitu rata-rata teoretis dari skor maksimum dan minimum

Adapun deskrisi masing-masing kategori adalah sebagai berikut: 1. Sangat Tinggi.

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori ini seseorang dengan sangat baik memahami, merasakan, dan meyakini serta


(36)

menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta kemudian mewujudkannya dalam bentuk perilaku nyata.

2. Tinggi

Kategori tinggi menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Pada kategori ini seseorang dengan baik memahami, merasakan, dan meyakini serta menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta kemudian mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari.

3. Sedang

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori ini seseorang memahami, merasakan, dan meyakini serta menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta nilai-nilai karakter humanis tersebut diwujudkan dalam perilaku sehari-hari namun belum baik, dan jarang dipraktekkan.


(37)

4. Rendah

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, namun belum diwujudkan secara baik dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori ini pemahaman, perasaan, dan penginternalisasian seseorang akan nilai-nilai karakter humanis kurang. Nilai-nilai karakter humanis tersebut juga belum diwujudkan dalam perilaku sehari-hari secara baik.

5. Sangat Rendah

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, namun tidak diwujudkan secara baik dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori ini pemahaman, perasaan, dan penginternalisasian seseorang akan nilai-nilai karakter humanis sangat kurang. Nilai-nilai karakter humanis tersebut tidak diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Pertanyaan kedua penelitian ini tentang keefektifan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat untuk


(38)

meningkatkan karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahu Ajaran 2011-2012 dilakukan dengan teknik statistik uji dua data sampel berpasangan. Uji t berpasangan digunakan untuk menganalisis perbedaan keefektifan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 antara pratest dan posttest pada siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang mengikuti program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning. Uji t berpasangan dilakukan dengan menggunakan SSPS versi 16.0. Hasil uji t terlampir pada lampiran 5.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian yang diuraikan secara singkat dan padat. Selain itu, dalam bab ini juga diutarakan rekomendasi penelitian kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

A. Kesimpulan

Secara umum karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Badung, Tahun Ajaran 2011/2012 berada pada kategori tinggi, artinya siswa telah memiliki karakter humanis yang baik. Namun demikian, masih ada sebagian kecil siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Badung, Tahun Ajaran 2011/2012 berada pada kategori “rendah” dan “sedang”. Artinya, mereka masih memerlukan pendampingan untuk meningkatkan dan memantapkan karakter humanis siswa tersebut.

Dari tiga aspek karakter humanis, yaitu cinta, kemurahan hati, dan kecerdasan sosial, aspek kecerdasan sosial menjadi aspek yang paling rendah persentasinya dibandingkan dengan dua aspek yang lain. Sedangkan tiga indikator yang paling rendah adalah (1) indikator “siswa mampu mengatur diri sendiri” pada aspek kecerdasan sosial, (2) indikator “siswa mengasihi orang lain”, pada aspek kemurahan hati, dan (3) indikator “Siswa mampu menunjukkan sikap peduli terhadap orang lain untuk kemurahan hati orang lain tersebut” juga pada aspek kemurahan hati.


(40)

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat secara signifikan efektif meningkatkan karakter humanis siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan peningkatan karakter humanis setelah pemberian treatmen dengan menggunakan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning menunjukkan persentase yang cukup tinggi untuk setiap aspek dan indikator.

B. Rekomendasi

1. Bagi Kepala Sekolah

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning efektif dalam meningkatkan karakter humanis siswa, dan dimungkinkan diimplementasikan juga untuk meningkatkan karakter-karakter yang lain. Salah satu komponen layanan dalam bimbingan dan konseling komprehensif adalah dukungan sistem. Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat merupakan program yang perlu melibatkan stakeholder pendidikan dan membutuhkan waktu dan dana yang besar. Agar program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka kepala sekolah perlu memahami program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dalam kerangka pendidikan karakter siswa. Lebih lanjut, kepala sekolah perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning, baik terkait pelaksanaan, penyediaan sarana dan prasarana, kesiapan SDM, dan juga pendanaan. Misalnya, kebijakan untuk


(41)

mengadakan buku harian atau buku jurnal siswa yang digunakan para siswa selama mengikuti program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning. Buku harian atau jurnal siswa ini berfungsi sebagai dokumentasi pengalaman siswa yang dapat juga digunakan sebagai data dalam pembinaan siswa selanjutnya, serta sebagai data untuk evalusi kegiatan dalam rangka perencanaan program selanjutnya.

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Kemampuan guru bimbingan dan konseling dalam menguasai konsep dan praksis asesmen dapat membantu dalam memahami kondisi dan kebutuhan siswa yang berbeda-beda terutama dalam karakter humanis. Guru bimbingan dan konseling dapat merancang program bimbingan dan konseling pribadi-sosial berdasarkan kebutuhan siswa. Program bimbingan dan konseling berbasis experiential learning merupakan salah satu bentuk program bimbingan yang ditujukan untuk meningkatkan karakter humanis siswa. Program ini dimungkinkan digunakan untuk meningkatkan karakter-karakter yang lain, dan diharapkan bisa didesiminasi ke tingkat pendidikan yang lain atau ke sekolah lain. Agar bisa didesiminasikan ke tingkat pendidikan lain dan sekolah-sekolah lain, perlu pemantapan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat. Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegitan di masyarakat kemudian dapat disosialisasikan melalui seminar dan workshop serta membuat buku program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning.


(42)

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini sifatnya masih sederhana dan masih perlu diperkaya dan dikembangkan sampai ketaraf pemantapan program. Dalam penelitian terdahulu terkait dengan tema pendidikan karakter, kajian penelitian masih melihat pengaruh salah satu metode atau program pembelajaran terhadap pembentukan salah satu karakter. Misalnya, penelitian Rohayani (2009) tentang pengaruh proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan interventif terhadap karakter kewarganegaraan. Atau penelitian Isnandar (2010) tentang pengaruh pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan iklim kehidupan keluarga terhadap pembentukan karakter siswa. Kajian yang sejenis juga dilakukan Giri (2011) yang meneliti tentang efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik permainan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa. Atau, penelitian Puluhulawa (2012) yang meneliti tentang program bimbingan untuk meningkatkan kecerdasan sosial siswa Sekolah Dasar. Dengan kata lain, penelitian tentang karakter masih parsial, termasuk penelitan ini.

Terdapat dua rekomendasi kepada peneliti selanjutnya: a. Pengembangan instrumen penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Skala Karakter Humanis berdasarkan teori Peterson (2004) tentang karakter humanis. Peneliti selanjutnya perlu mengkaji dan mengembangkan lebih mendalam Skala Karakter Humanis dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mendasari karakter humanis.


(43)

b. Pengembangan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning.

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning yang disusun dalam penelitian merupakan program yang disusun secara kolaborasi antara peneliti dan sekolah. Agar program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning murni didasarkan atas kajian ilmiah peneliti maka peneliti selanjutnya perlu mengembangkan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning berdasarkan kajian ilmiah peneliti dengan mengacu pada kaidah-kaidah penyusunan program bimbingan dan konseling. Peneliti selanjutnya meneliti program bimbingan dan konseling berbasis experiential learning tidak hanya terbatas pada bidang pribadi-sosial, tetapi juga bidang belajar, dan karir, serta menggunakan semua strategi dalam bimbingan dan konseling komprehensif, tidak hanya strategi layanan dasar. Selain itu, peneliti selanjutnya meneliti karakter secara utuh dengan satu pendekatan pada satu tingkat pendidikan.


(44)

Alwasilah, Chaedar.A. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Azwar, Saifuddin. (2005). Reliabilitas dan Validitas. Yogykarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogykarta: Pustaka Pelajar.

Azizah, Nur. “Perilaku Moral dan Religiusitas Siswa Berlatar Belakang Pendidikan Umum dan Agama”. Jurnal Psikologi Volume 33 No.2 Desember 2006. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyu. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Grup.

Brooks, D., 2005. Increasing Test Score and Character Education The Natural Connection. (Online). Tersedia: http://www.youngpeoplespress.com/Testpaper.pdf. [10 Juli 2011]. Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Alih bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Cartlede & Milburn, J.F. (1993). Teaching Social Skill to Children and Youth Innovative Approaches (2 ed). Massachusset:Allyn and Bacon.

Cavanagh, Michael. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Creswell, John.W. (2010). Qualitative Inquiry and Research Design. Thousand Oaks: Sage Publication Inc.

Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Damnon, Willian. 2002. Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.

Debdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Furqon. (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.

Gall, M.D dan Borg, W.R (2003). Educational Research An Introduction. United States of America: Pearson Education.

Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books.


(45)

Gunarto. (2004). Implementasi Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hidayat, Asep Saepul. (2011). Manajemen Sekolah Berbasis Karakter. Desertasi pada

Program Studi Administrasi Pendidikan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: tidak diterbitkan.

Hajar, Ibnu. (1996). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindopustaka.

Hill, T.A. (2005). Character First Kimray Inc. (online)

Tersedia:http://www.charactercities.org/downloads/publications/Whatischaracter.[7 Juli 2011].

Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psichology: A Life Span Approach. Alih Bahasa (2004). Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kasman, Rusdi. (2010). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum. (2010) Bahan Pelatihan. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.

Kartadinata, Sunaryo. (2000). Pendidikan Untuk Pengembangan Sumberdaya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI, Implikasi Bimbingannya. Bandung: FIP UPI.

Koesoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Kohlberg, Lawrence. (1991). Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Kolb. (1984). Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. New Jersey: Prentice Hall.

Lickona, Thomas. (1991). Education for Character, How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Lwin, May dan kawan-kawan, (2003). How to Multiply Your Child’s Intelligence. Alih Bahasa. (2007). Cara Mengembangkan berbagai Komponen Kecerdasan. Yogyakarta: Indeks.


(46)

Makmun, Abin Syamsyudin.(2003). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Rosda.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter. Solusi yang Tepat Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Fondation.

NN, (2009). Tawuran Antara Pelajar DKI Jakarta. (Online) Tersedia: http://tawuran-kelompokbsi.blogspot.com. [7 Juli 2011].

NN. (2010). Penelitian Mengenai Kekerasan di Sekolah (2008). (Online) Tersedia: http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-di-sekolah-2008/. [7 Juni 20120]. NN. (2010). 32 Persen Remaja Indonesia Pernah Berhubungan Seks. (Online) Tersedia:

http:// metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/05/17/105501/32-Persen-Remaja-Indonesia-Pernah-Berhubungan-Seks. [7 Juni 2012]

NN. (2010). BKKBN: 51 Persen Remaja Jabodetabek Tidak Perawan. (Online) Tersedia: http://www.antaranews.com/berita/1290923462/bkkbn-51-persen-remaja-jabodetabek-tidak-perawan. [7 Juni 2012].

NN. (2011). 65 Persen Siswa di Ciawi, Bogor Pernah Berhubungan Seks. (Online). Tersedia: ttp://news.okezone.com/read/2011/11/03/338/524380/65-persen-siswa-di-ciawi-bogor-pernah-berhubungan-seks. [7 Juni 2012].

NN. (...). Experiential Leraning. (Online). Tersedia:

http://www.Psychology.wiki.com/wiki/experiential learning. [10 Juli 2012].

Natawidjaya, Rochman. (1987). Pendekatan-Pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Nazir, Moh., (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurgiantoro, dkk. 2002. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurhayati. (1998). Program Layanan Bimbingan dan Konseling Kesehatan Seksual Remaja. Skripsi FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nurihsan, A. Juntika. (2002). Pengantara Bimbingan dan Konseling. Bandung: PPB FIB dan UPC LBK UPI.

Nurihsan, A, Juntika dan A. Sudianto. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA Kurikulum 2004. Jakarta: PT. Gramedia.


(47)

Oxford University Press. (2006). Concis Oxford English Dictonary. New York: Oxford University Press. Inc.

Park, Nansook.(2009). Bulding Strengths of Character: Keys to Positive Youth Development. Jurnal of Reclaiming Children and Youth.18 (2), 42-47.

Peterson, C , & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A Handbook and Classification. New York: Oxford University Press

Prayitno, dkk. (1997). Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.

Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Puluhulawa, Meiske. (2012). Program Bimbingan untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Siswa SD. Studi Pengembangan Program Bimbingan di Kelas Tinggi (IV-V) SD Lab UNG.Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rahman, Fathur. (tt). Pendidikan Profesi Guru Bimbingan Dan Konseling/Konselor (PPGBK). Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Ridwan. (2004). Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: Rasda.

Santrock, John W. (2007). “Child Development, elevent edition” (terjemahan). Perkembangan Anaka, edisi ke tujuh, jilid dua. Jakarta: Erlangga.

Sasongko. Luddy Bambang. 2004. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Relasi dan Grafik di Kelas 2 SMP. Tesis Magister SPS UNESA Surabaya: tidak diterbitkan.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sedanayasa. (2010). “Model Bimbingan Sosial Kolaboratif Berbasis Multi-kultur untuk Peningembangan Kohesivitas Sosial SMP”. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Edisi April 2010. Malang: Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri Malang dan ABKIN, 96-103


(48)

Sternberg, RJ. (Ed.) (2000), Intelligen Handbook, 2nd ed.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suherman AS, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Madani Production.

Suherman dan Dadang Sudrajat. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Porogram Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: PPB FIP IPI

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Supraktiknya, A. (2011). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta:

Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Suparno,dkk.(2002).Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah.Yogyakarta: Kanisius. Surya, M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung:Pustaka Bani Qurasy.

Syamsudin, Abin. ((2009). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific. (1998). Learning to Live Together in Peace and Harmony, Values Education for Peace, Human Right, Democracy and Substainable Development for The Asia Fasific Education. Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific.

Yus, Anita.(2008).Pengembangan Karakter Melalui Hubungan Anak-Kakek-Nenek. Tinjauan Beberapa Aspek Character Building.Yogyakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian Unversitas Negeri Yogyakarta dan Tiara Wacana.

Yusuf, Syamsu, & Juntika Nurihsan, (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan Rosda.

Yusuf, Syamsu.(2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Rizqi Press.


(1)

153

Juster Donal Sinaga, 2012

b. Pengembangan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential

learning.

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning yang disusun dalam penelitian merupakan program yang disusun secara kolaborasi antara peneliti dan sekolah. Agar program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning murni didasarkan atas kajian ilmiah peneliti maka peneliti selanjutnya perlu mengembangkan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning berdasarkan kajian ilmiah peneliti dengan mengacu pada kaidah-kaidah penyusunan program bimbingan dan konseling. Peneliti selanjutnya meneliti program bimbingan dan konseling berbasis experiential learning tidak hanya terbatas pada bidang pribadi-sosial, tetapi juga bidang belajar, dan karir, serta menggunakan semua strategi dalam bimbingan dan konseling komprehensif, tidak hanya strategi layanan dasar. Selain itu, peneliti selanjutnya meneliti karakter secara utuh dengan satu pendekatan pada satu tingkat pendidikan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar.A. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Azwar, Saifuddin. (2005). Reliabilitas dan Validitas. Yogykarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogykarta: Pustaka Pelajar.

Azizah, Nur. “Perilaku Moral dan Religiusitas Siswa Berlatar Belakang Pendidikan Umum

dan Agama”. Jurnal Psikologi Volume 33 No.2 Desember 2006. Yogyakarta: Fakultas

Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyu. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Grup.

Brooks, D., 2005. Increasing Test Score and Character Education The Natural Connection. (Online). Tersedia: http://www.youngpeoplespress.com/Testpaper.pdf. [10 Juli 2011]. Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Alih bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Cartlede & Milburn, J.F. (1993). Teaching Social Skill to Children and Youth Innovative

Approaches (2 ed). Massachusset:Allyn and Bacon.

Cavanagh, Michael. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Creswell, John.W. (2010). Qualitative Inquiry and Research Design. Thousand Oaks: Sage Publication Inc.

Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu

Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Damnon, Willian. 2002. Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.

Debdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Furqon. (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.

Gall, M.D dan Borg, W.R (2003). Educational Research An Introduction. United States of America: Pearson Education.

Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books.


(3)

Golemen, Daniel. (2007). Kecerdasan Emosional (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Utama.

Gunarsa, Singgih. (1981). Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius.

Gunarto. (2004). Implementasi Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hidayat, Asep Saepul. (2011). Manajemen Sekolah Berbasis Karakter. Desertasi pada

Program Studi Administrasi Pendidikan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: tidak diterbitkan.

Hajar, Ibnu. (1996). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindopustaka.

Hill, T.A. (2005). Character First Kimray Inc. (online) Tersedia:http://www.charactercities.org/downloads/publications/Whatischaracter.[7 Juli 2011].

Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psichology: A Life Span Approach. Alih Bahasa (2004). Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kasman, Rusdi. (2010). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kecerdasan

Moral Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum. (2010)

Bahan Pelatihan. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:

Kemendiknas.

Kartadinata, Sunaryo. (2000). Pendidikan Untuk Pengembangan Sumberdaya Manusia

Bermutu Memasuki Abad XXI, Implikasi Bimbingannya. Bandung: FIP UPI.

Koesoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Kohlberg, Lawrence. (1991). Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Kolb. (1984). Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and

Development. New Jersey: Prentice Hall.

Lickona, Thomas. (1991). Education for Character, How Our School Can Teach Respect and

Responsibility. New York: Bantam Books.

Lwin, May dan kawan-kawan, (2003). How to Multiply Your Child’s Intelligence. Alih

Bahasa. (2007). Cara Mengembangkan berbagai Komponen Kecerdasan. Yogyakarta: Indeks.


(4)

Mahardayani, H.I Dan Latifah Nur Ahyani.(2010). Identifikasi Perilaku Bullying Pada

Remaja Di Kabupaten Kudus. (Online) Tersedia:

http://Jurnal.Umk.Ac.Id/Jurnal/2010/Sosbud juni 2010/Identifikasi perilaku bullying pada remaja.Pdf. [7 Juni 2012].

Makmun, Abin Syamsyudin.(2003). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem Pengajaran

Modul. Bandung:Rosda.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter. Solusi yang Tepat Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Fondation.

NN, (2009). Tawuran Antara Pelajar DKI Jakarta. (Online) Tersedia: http://tawuran-kelompokbsi.blogspot.com. [7 Juli 2011].

NN. (2010). Penelitian Mengenai Kekerasan di Sekolah (2008). (Online) Tersedia: http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-di-sekolah-2008/. [7 Juni 20120]. NN. (2010). 32 Persen Remaja Indonesia Pernah Berhubungan Seks. (Online) Tersedia:

http:// metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/05/17/105501/32-Persen-Remaja-Indonesia-Pernah-Berhubungan-Seks. [7 Juni 2012]

NN. (2010). BKKBN: 51 Persen Remaja Jabodetabek Tidak Perawan. (Online) Tersedia: http://www.antaranews.com/berita/1290923462/bkkbn-51-persen-remaja-jabodetabek-tidak-perawan. [7 Juni 2012].

NN. (2011). 65 Persen Siswa di Ciawi, Bogor Pernah Berhubungan Seks. (Online). Tersedia: ttp://news.okezone.com/read/2011/11/03/338/524380/65-persen-siswa-di-ciawi-bogor-pernah-berhubungan-seks. [7 Juni 2012].

NN. (...). Experiential Leraning. (Online). Tersedia: http://www.Psychology.wiki.com/wiki/experiential learning. [10 Juli 2012].

Natawidjaya, Rochman. (1987). Pendekatan-Pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Nazir, Moh., (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurgiantoro, dkk. 2002. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurhayati. (1998). Program Layanan Bimbingan dan Konseling Kesehatan Seksual Remaja. Skripsi FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nurihsan, A. Juntika. (2002). Pengantara Bimbingan dan Konseling. Bandung: PPB FIB dan UPC LBK UPI.

Nurihsan, A, Juntika dan A. Sudianto. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA


(5)

Nurihsan, A. Juntika. (2007). Bimbingan dan Konseling, Dalam Berbagai Latar Belakang

Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Nugraha, B.D. 2004. Waspadai Seks Bebas Kalangan Remaja. (Online). Tersedia: http://www.solusisehat.net. [18 Mei 2011].

Oxford University Press. (2006). Concis Oxford English Dictonary. New York: Oxford University Press. Inc.

Park, Nansook.(2009). Bulding Strengths of Character: Keys to Positive Youth Development.

Jurnal of Reclaiming Children and Youth.18 (2), 42-47.

Peterson, C , & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A Handbook and

Classification. New York: Oxford University Press

Prayitno, dkk. (1997). Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.

Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Puluhulawa, Meiske. (2012). Program Bimbingan untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial

Siswa SD. Studi Pengembangan Program Bimbingan di Kelas Tinggi (IV-V) SD Lab UNG.Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Rahman, Fathur. (tt). Pendidikan Profesi Guru Bimbingan Dan Konseling/Konselor (PPGBK). Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Ridwan. (2004). Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: Rasda.

Santrock, John W. (2007). “Child Development, elevent edition” (terjemahan). Perkembangan Anaka, edisi ke tujuh, jilid dua. Jakarta: Erlangga.

Sasongko. Luddy Bambang. 2004. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD Pada Materi Relasi dan Grafik di Kelas 2 SMP. Tesis Magister SPS UNESA

Surabaya: tidak diterbitkan.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sedanayasa. (2010). “Model Bimbingan Sosial Kolaboratif Berbasis Multi-kultur untuk Peningembangan Kohesivitas Sosial SMP”. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Edisi

April 2010. Malang: Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri


(6)

Sinurat, R.H.Dj. (1996). Hand-out Bimbingan Kelompok. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Sjarkawi. (2009). Pembentukan Kepribadian Anak-Peran Moral, intelektual, emosional, dan

sosial sebagai wujud integritas membangun diri. Jakarta: Bumi Aksara

Sternberg, RJ. (Ed.) (2000), Intelligen Handbook, 2nd ed.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R

& D. Bandung: Alfabeta.

Suherman AS, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Madani Production.

Suherman dan Dadang Sudrajat. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Porogram Bimbingan

dan Konseling di Sekolah. Bandung: PPB FIP IPI

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Supraktiknya, A. (2011). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta:

Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Suparno,dkk.(2002).Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah.Yogyakarta: Kanisius. Surya, M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung:Pustaka Bani Qurasy.

Syamsudin, Abin. ((2009). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific. (1998). Learning to Live

Together in Peace and Harmony, Values Education for Peace, Human Right, Democracy and Substainable Development for The Asia Fasific Education. Bangkok:

UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific.

Yus, Anita.(2008).Pengembangan Karakter Melalui Hubungan Anak-Kakek-Nenek. Tinjauan

Beberapa Aspek Character Building.Yogyakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian

Unversitas Negeri Yogyakarta dan Tiara Wacana.

Yusuf, Syamsu, & Juntika Nurihsan, (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan Rosda.

Yusuf, Syamsu.(2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Rizqi Press.


Dokumen yang terkait

Implementasi Ajaran Salafi di Sekolah Dasar Islam: Studi Kasus SD Islam Salman Al-Farisi Kota Bekasi

0 4 246

BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN EMPATI BUDAYA SISWA SMA : Studi Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA BPI 1 Bandung tahun Ajaran 2012-2013.

0 5 63

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI-SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA : Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Cipatat Bandung Barat Tahun Ajaran 2011-2012.

0 0 39

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA : Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa Kelas Vii Smp Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

2 14 27

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MEMBANTU KETERAMPILAN SOSIAL SISWA TERISOLIR : Studi Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMKN 20 Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2011/2012.

0 0 22

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL MELALUI PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI INTRAPERSONAL SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Studi Pengembangan Program Bimbingan Pribadi Sosial terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 1 Lembang Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajara

0 0 37

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter proaktif (studi pra eksperimen pada siswa/i kelas VIII D SMP Negeri 1 Kejajar Wonosobo tahun ajaran 2015/2

0 0 192

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial (studi pra eksperimen pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop,

3 35 166

Efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter peduli sosial (studi pra eksperimen pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015

0 0 153

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter mandiri : studi pra eksperimen pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 31 Purworejo tahun ajaran 20

0 1 141