NILAI-NILAI KEARIFAN ADAT DAN TRADISI DI BALIK RITUAL DAUR HIDUP (LIFE CYCLES) PADA MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS :Studi Etnografi di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

SURAT PERNYATAAN ……… ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iii

LEMBARAN PENGESAHAN ……… iv

KATA PENGANTAR ……… vi

ABSTRAK ………... x

DAFTAR ISI ………...………. xi

DAFTAR TABEL ……… xvi

DAFTAR GAMBAR ……… xvii

DAFTAR BAGAN ……… xviii

DAFTAR SKEMA ………. xix

DAFTAR FOTO ……… xx

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ………..……… 1

B. Rumusan masalah ………... 8

C. Tujuan penelitian ………... ….. 8

D. Manfaat penelitian ………... …. 9

E. Hipotesis kerja ………. 10

F. Paradigma penelitian ………... …. 12

G. Klarifikasi konsep ………. 14

BAB II. KAJIAN TEORI A. Penjelasan konsep nilai, kearifan dan tradisi ……… 16


(2)

B. Ritual daur hidup ……… 20

C. Masyarakat a. Paradigma kultural masyarakat Durkheimian ……… 27

b. Masyarakat adat ……… 35

D. Kebudayaan a. Pengertian kebudayaan ……… 38

b. Wujud, nilai dan unsur kebudayaan ……… 43

E. Ritual daur hidup dalam hubungan dengan pendidikan IPS ……….. 51

F. Studi terdahulu ( Referensi) ……….. 57

BAB III . METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian ……… 61

B. Subjek dan lokasi penelitian ……… 64

C. Instrument penelitian ……… 66

D. Teknik pengumpulan data ……… 67

E. Teknik analisis data ……… 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ……….. 83

1. Gambaran umum lokasi penelitian ………. 83

a) Kabupaten Maluku Tengah ………. 83

1). Kondisi geografis dan topografi ………..… 83

2). Keadaan hidrografi ……….. 84

b) Kecamatan Amahai ……….. 84

1). Letak geografi ………. 84

2). Iklim dan curah hujan ……… 86

3). Kondisi sosial budaya ……… 86

a. Penduduk ……… 86


(3)

c. Pendidikan ……… 88

d. Kesejahteraan sosial ……… 89

e. Budaya ……… 90

c) Desa Tamilou/Dusun Jalahatan ……… 90

1). Letak astronomis ……… 90

2). Letak geografis ……… 91

3). Kondisi demografis ……… 91

4). Infrastruktur negeri ……… 94

2. Kehidupan sosial budaya masyarakat ……….. 96

a) Sejarah suku Nuaulu ……….. 96

b) Riwayat berdirinya negeri Tamilou ……….. 100

c) Hubungan pela gandong Tamilou, Hutumuri dan Sori-sori … 102

d) Sistem pemerintahan masyarakat suku Nuaualu ………… 106

e) Sistem pendidikan masyarakat suku nuaulu ………… 110

3. Karakteristik masyarakat suku Nuaulu ……….. 113

a) Sistem bahasa ……….. 114

b) Sistem pengetahuan ……….. 115

c) Sistem organisasi sosial ………... 118

d) Sistem teknologi ………... 120

e) Sistem mata pencaharian hidup ……… 127

f) sistem agama ……… 132

g) sistem kesenian ……… 134

4. Ritual daur hidup (Life Cycles) ……….. 135

a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ……….. 137

b) Upacara masa melahirkan ………. 141

c) Upacara masa dewasa ………. . 149

1) Untuk perempuan (Pinamou) ……….. 150


(4)

d) Upacara masa kawin ………. 176

1) Kawin meminang ………. 176

2) Kawin lari ……… 181

e) Upacara masa kematian ………. 184

5. Makna di balik simbol dalam ritual daur hidup (life cycles) . ……... 191

a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ……….. 192

b) Upacara masa melahirkan ……… 194

c) Upacara masa dewasa ………. . 197

1) Untuk perempuan (Pinamou) ……… 197

2) Untuk laki-laki (Pataheri) ……….... 202

d) Upacara masa kawin ………. 206

1) Kawin meminang ………. 206

2) Kawin lari ……… 209

e) Upacara masa kematian ………. 211

6. Relevansi nilai-nilai adat dan tradisi di balik daur hidup (life cycles) sebagai sumber pembelajaran IPS ………. 213

a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ………. 214

b) Upacara masa melahirkan ……… 217

c) Upacara masa dewasa ………. . 219

d) Upacara masa kawin ………. 223

e) Upacara masa kematian ………. 227

B. Pembahasan 1. Analisis gambaran umum lokasi penelitian ……… 229

2. Analisis kehidupan sosial budaya masyarakat ………. 229

3. Analisis karakteristik masyarakat suku Nuaulu ………. 232

4. Analisis ritual daur hidup (life cycles) ……… 237


(5)

6. Analisis relevansi nilai-nilai adat dan tradisi di balik daur hidup (life cycles) sebagai sumber pembelajaran IPS ……….. 245

BAB V KESIMPULAN

1. Kesimpulan ……… 257

2. Rekomendasi ……… 260

DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

01. Paradigma penelitian ……… 13

02. Cakram maggilingan ………. 24

03. Konsep The Sacred Durkheim ………. 29

04. Proses teknik triangulasi ……….... 72

05. Proses triangulasi sumber ……… 73

06. Langkah-langkah penelitian etnografi ………. 75

07. Periode pengumpulan data ……… 77


(7)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

01. Subjek penelitian ………... 65

02. Jumlah desa sekecamatan Amahai dengan luas wilayah ……. 85

03. Jumlah penduduk Kecamatan Amahai tahun 2008 ……….. 86

04. Jumlah sarana pendidikan Kecamatan Amahai tahun 2008 ……. 88

05. Hasil pendapatan keluarga sejahtera Kecamatan Amahai tahun 2008 ………. 89

06. Jumlah penduduk Desa Tamilou menurut pembagian dusun dan jenis kelamin ………. 92

07. Jumlah penduduk Desa Tamilou menurut tingkat pendidikan ……. 92

08. Jumlah penduduk Desa Tamilou dirinci menurut jenis pekerjaan ….. 93

09. Jumlah penduduk Desa Tamilou dirinci menurut agama …….. 93


(8)

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Halaman

01. Hukum cycles ……….. 23

02. Diagram grid/group model Douglas ………. 31

03. Kerangka kebudayaan ……… 44

04. Varian in value orientation ………. 46

05. Struktur pemerintahan Desa Tamilou berdasarkan UU No.18 tahun 1993 ……….. 107

06. Struktur pemerintahan adat suku Nuaulu ………. 108

07. Struktur pemerintahan negeri di Maluku Tengah ………. 109


(9)

DAFTAR SKEMA

No. Skema Halaman 01. Rumah suku Nuaulu tampak dari atas ………. 126 02. Rumah Suku Nuaulu tampak dari samping ………. 127


(10)

DAFTAR FOTO

No Foto Halaman

01. Batu hatumari ………. 101

02. Rumah kapitan solaweno ……….. 118

03. Rumah kapitan weleuru ………. 118

04. Bersama kapitan weleuru ………. 119

05. Bersama kapitan solaweno ………. 119

06. Pakaian adat perempuan (Pinamou) ………. 122

07. Pakaian adat laki-laki (Pataheri) ……… 122

08. Model rumah suku Nuaulu ……… 124

09. Papeda ……… 129

10. Proses pembuatan sagu ……….. 129

11. Perahu di tepi pantai ……… 132

12. Tifa (gendang) ……….. 135

13. Posone tampak dari samping ……… 139

14. Posone tampak dari depan ……….. 140

15. & 16 Posone di tengah hutan ……….. 155

17. Bentuk gigi setelah dipapar (diratakan) ………. 156

18. & 19 pinamou sedang sedang berdandan memakai pakaian adat … 158

20. Pinamou ……… 159

21. Pinamou bersama mama biang ……….. 159

22. Pinamou sedang menggosok minyak didada kepala suku …….. 160

23. & 24 Pohon yang kulitnya dipakai untuk membuat cawat. ……. 168

25. Bersama kepala suku ………. 170

26. Kegiatan ritual pataheri ………. 172

27. Bersama ma’atoke ……… 173

28. Acara setelah pemakaian kain berang ……… 174


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikenal sebagai Negara yang bercorak Multikutural, multi etnik, agama, ras, golongan serta adat-istiadat yang berbeda-beda. Keragaman inilah yang menjadikan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang unik dan menarik bila dibandingkan dengan Negara-negara lain di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Nyoman (2004:1) bahwa hal tersebut tergambar dengan jelas dalam “Bhineka Tunggal Ika” yang secara de facto mencerminkan kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya, seperti yang dinyatakan oleh Wiriaatmadja (2002:151) bahwa masyarakat bangsa Indonesia yang seperti dalam motto Bhineka Tunggal Ika, menggambarkan berbagai bentuk keragaman, seperti etnik, bahasa, adat, kebiasaan, kebudayaan dan agama adalah satu dengan kesetaraan dalam jenis perbedaan itu. Sya’faat (2008: 42) mengungkapkan:

secara teoritik keragaman budaya (multikultural) merupakan konfigurasi budaya (cultural configuration) yang mencerminkan jati diri bangsa, secara empirik menjadi unsur pembentukan NKRI. Selain itu kemajemukan budaya juga menjadi modal budaya (cultural capital) dan kekuataan budaya (cultural power) yang menggerakkan dinamika kehidupan berbangsa dan benegara. namun kemajemukan itu seakan-akan diabaikan oleh masyarakat Indonesia, sehingga budaya Indonesia lebih dihargai oleh negara lain, salah satu faktor karena kurangnya perhatian dari masyarakat


(12)

Indonesia. Karena itu, kebudayaan suatu bangsa harus dikuatkan agar bangsa tersebut dapat terangkat selain dianggap oleh bangsa lain.

Berbicara tentang adat-istiadat di daerah Maluku khususnya di Pulau Seram tentunya tidak dapat dipisahkan dari berbagai pranata adat yang merupakan praktik kemasyarakatan pada komunitas atau daerah tersebut. Pulau Seram (biasanya disebut dengan istilah Pulau Ibu: karena masyarakat Maluku beranggapan bahwa nenek moyang mereka berasal dari daerah ini (http://www.wikipedia.maluku.htm,2009). Oleh Hadiwijono (2003:32) disebut sebagai wilayah yang didiami oleh bermacam-macam suku, sekalipun mereka serumpun. Salah satu komunitas adat atau suku yang sangat menarik yaitu suku “Nuaulu”.

Dilihat dari nama pulaunya “Seram” (berkaitan dengan spasial) tentunya tergambar sekilas adanya sesuatu hal yang menyeramkan di pulau tersebut, berkaitan dengan itu, pandangan masyarakat Pulau Ambon dan pulau-pulau sekitarnya yang beranggapan miring/negatif terhadap suku Nuaulu, jika berbicara tentang suku Nuaulu, yang terlintas di benak mereka adalah suatu hal yang menakutkan. Hal ini disebabkan, dahulu suku Nuaulu ketika melaksanakan ritual adat biasanya mereka melakukan pengayuan (pemenggalan) kepala manusia. Keunikan yang dimiliki oleh suku Nuaulu dan tidak ditemukan di daerah lain yaitu setiap laki-laki dewasa mengenakan kain berang (merah) di kepala, gigi merekapun sama ratanya seperti dipapar (diratakan) dan ternyata dibalik itu semua ada lintasan-lintasan ritual yang harus mereka lakukan/jalankan.


(13)

Bagi masyarakat pedesaan (suku Nuaulu) yang masih jauh dari jangkauan modernisasi, hidup harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Uneputty (1984:56) menyebutkan pola pemikirannya yaitu individu dalam kehidupannya berada dalam suatu proses dimulai dari kelahiran dan berakhir pada titik kematian. Dari kelahiran sampai kepada kematian ada lintasan-lintasan yang harus dilalui. Lintasan-lintasan yang dimaksud oleh Rusdi Effendi (dalam http://www daur hidup orang bukit.html, 2009) disebut sebagai daur hidup (life cycles) mengandung pengertian pada siklus dalam lingkaran perjalanan hidup manusia secara berputar/berproses.

Uneputty (1984: 57) menjelaskan daur hidup berkaitan dengan upacara-upacara ritual kehidupan manusia yang terikat dengan religi dan menjadi tradisi-budaya. Norma-norma yang berkaitan dengan lintasan hidup sudah merupakan sesuatu yang sacral, karena sakralnya itu maka pengingkaran terhadapnya dapat menimbulkan malapetaka. Pola pemikiran ini sangat jelas tampaknya pada suku Nuaulu yang mendiamai Pulau Seram, bagi kelompok suku ini lintasan-lintasan hidup mutlak harus diupacarakan.

Otonomi Daerah tentunya memberikan kesempatan yang seluasnya bagi pengembangan daerah dan kebudayaan nasional. Dengan demikian pemahaman tentang ritual daur hidup (life cycles) dalam suatu negeri adat atau daerah oleh masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjawab pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur tentang otonomi daerah. Sedyawati (2007:185) menyebutkan apalagi karena potensinya untuk menjadi “kebanggaan daerah”. Tilaar (2004:93) menambahkan ;


(14)

Semua itu menjadi suatu wacana dalam identitas politik bangsa untuk menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia dan mematahkan asumsi yang bahwa bangsa yang dilanda oleh kebudayaan global akan kehilangan identitasnya apabila bangsa itu tidak lagi menghargai dan tidak mengembangkan kebudayaannya sendiri. Sebab itu pengakuan terhadap kebudayaan lokal berarti pengakuan terhadap nilai-nilai yang mendasari tingkah laku dan tindakan manusia Indonesia.

Pengakuan terhadap kebhinekaan tersebut berarti merupakan suatu langkah ke arah pemberdayaan masyarakat khususnya generasi muda sebagai tulang punggung bangsa. Bukankah pengakuan terhadap nilai-nilai budaya lokal memberikan kepada seseorang identitasnya? Selanjutnya identitas budaya lokal diperluas horizonnya kepada dimensi identitas dan jati diri sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

Fakta menunjukan penyerapan budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia terus terjadi dan dapat merusak, menghancurkan budaya dan adat-istiadat yang telah lama dijaga dan dilestarikan sebagai warisan leluhur. Dalam kehidupan dewasa ini tidak mustahil ada nilai-nilai budaya serta adat istiadat yang mendapat bentuk baru atau juga lenyap dalam kehidupan modern.

Sebagaimana diungkapkan oleh Abdulkadir (2008:90) mengenai keresahan yang muncul akibat benturan nilai teknologi modern dengan nilai-nilai tradisional. Kontak budaya yang ada dengan kontak budaya asing menimbulkan perubahan orientasi budaya yang mengakibatkan perubahan sistem nilai budaya. Ia pun menambahkan bahwa pelaksanaan pembangunan yang berlangsung secara terus menerus dapat menimbulkan perubahan dan pergeseran nilai budaya serta menjadi bumerang. Dengan demikian masyarakat adat dalam hal ini suku Nuaulu juga tidak


(15)

lepas dari tantangan pembangunan, modernisasi dan urbanisasi tersebut. Adimihardja (2008:107) mengungkapkan bahwa:

“Mitos modernisasi yang dipersepsi dan dipahami oleh para pengambil keputusan dan perencana pembangunan sebagai gejala perubahan, ternyata mencabut nilai-nilai tradisi dan menggantikan dengan nilai-nilai yang baru dari barat yang dianggap mampu mendorong sebagai unsur pendorong kemajuan”

Di kalangan masyarakat proses tersebut dikenal sebagai proses pembentukan nilai yang kebarat-baratan, westernisasi yang sesungguhnya asing bagi masyarakat, karena itu hal yang berbau tradisi ataupun adat istiadat dianggap sebagai hal yang kuno, Jumud dan terbelakang. Model pembangunan ini bersifat Top Down dan tidak berakar pada nilai-nilai budaya lokal. Pemahaman tersebut mengakibatkan nilai-nilai budaya lokal semakin termarginalkan bahkan terkadang ditinggalkan”. Padahal dengan memahami dan menghayati nilai-nilai adat dan tradisi masyarakat masa lampau tersebut diharapkan mampu dapat menangkap aura dan etos (semangat yang kuat dan mental force) dari nilai-nilai adat dan tradisi tersebut untuk mengembangkan sosok pribadi-pribadi sebagai anggota masyarakat yang mampu bertanggung jawab terhadap dirinya, sesama, lingkungan dan sang pencipta.

Karena itu diharapkan generasi muda sekarang ini diajak untuk sejenak melirik kembali (look back) ke tempo dulu untuk sekedar mencoba membandingkan dan bertanya mengapa dan apa gerangan yang ada di balik kehidupan masyarakat tempo dulu yang ternyata telah mampu menciptakan nilai-nilai kearifan yang dikemas dalam adat dan tradisinya yang lantas dijadikan acuan, pedoman dan panduan dalam


(16)

upaya menapaki rentang kehidupan dengan nyaman, sejahtera dan sarat dengan nilai-nilai toleransi antar individu dan kelompok sesuai dengan tuntuntan dan harapan dari nilai-nilai yang menjadi acuan dan panduan adat atau tradisi tersebut.

Hal ini pun disebabkan karena pendidikan IPS yang selama ini diterapkan, tidak mampu memberikan andil dalam pencapaian kehidupan masyarakat yang lebih baik/berkualitas. Lemahnya pembelajaran IPS yang secara umum dilaksanakan di lapangan oleh Al Muchtar 2005:99 disebutkan antara lain; 1) Dikaji dari sisi pembelajaran IPS di sekolah, selama ini pembelajaran IPS hanya menekankan pada sisi penguasaan konsep (konvensional)/pencurahan isi buku daripada penalaran. 2) proses pembelajaran IPS lebih menekankan kepada pengembangan aspek kognitif daripada afektif dan psikomotor 3) pembelajaran IPS kurang menyentuh aspek nilai sosial dan keterampilan sosial. 4) pembelajaran IPS lebih menempatkan guru sebagai sumber informan (teacher centered) daripada melibatkan siswa dalam proses berfikir dan kemampuan memecahkan masalah. 5) Hal ini semakin diperparah dengan pengembangan pembelajaran IPS oleh guru yang tidak mengaitkan dengan kehidupan nyata dengan siswa.

Mengenai lemahnya pembelajaran IPS seperti yang dinyatakan oleh Al Muchtar di atas, semakin diperkuat dengan kondisi sekolah di Desa Tamilou dimana dengan segala keterbatasan guru yang jauh dari jangkauan informasi sehingga kurang mengembangkan model pembelajaran dan penggunaan media, semakin membuat pembelajaran IPS kompleks begitu lemah. Akibatnya pemahaman dan penghargaan terhadap budaya dan adat istiadat semakin menipis dan mengakibatkan kurang


(17)

adanya penghargaan terhadap budaya dan adat istiadat tersebut yang notabene adalah merupakan suatu aset kekayaan bangsa yang patut dijaga dan dilestarikan.

Padahal sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yakni kurikulum berbasis kontekstual diharapakan lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai Laboratorium/sumber belajar IPS. Sebagaimana teorinya Vygotsky menunjukkan dengan jelas betapa lingkungan budaya yang dimulai dengan lingkungan terdekat yaitu keluarga, kemudian masyarakat sangat menentukan di dalam perkembangan kognisi anak.

Tilaar (2004:219) menyebutkan bahwa tanpa apresiasi budaya yang ada di sekitarnya tidak mungkin terjadi perkembangan kognitif. Apabila pada suatu tingkat tertentu nilai-nilai etis dan etetika meminta kemampuan kognisi, maka dengan sendirinya penghayatan secara total dari nilai-nilai kebudayaan tidak dapat berjalan tanpa pengembangan kemampuan kognitif, karena itu kebudayaan daerah merupakan dasar dari pengembangan pribadi seorang anak. Menghilangkan kebudayaan daerah di dalam berbagai bentuk berarti memotong alur komunikasi yang merupakan kondisi dan perangsang untuk perkembangan kepribadian serta perkembangan kebudayaan. Karena anak yang hidup dari keterasingan dan tecabut dari nilai akar budayanya akan kehilangan pegangan di dalam kehidupan selanjutnya. Dengan demikian para siswa haruslah diperkenalkan kepada unsur-unsur budaya yang luas dan beragam, bukan hanya disodorkan mengenai fakta-fakta tapi haruslah dikembangkan kemampuan penalaran terhadap nilai-nilai budaya.


(18)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang : NILAI-NILAI KEARIFAN ADAT DAN TRADISI DI BALIK RITUAL“DAUR HIDUP” (LIFE CYCLES) PADA MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS (Studi Etnografi : Di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) dalam masyarakat suku Nuaulu di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah ?

2. Apakah arti/makna pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) bagi masyarakat suku Nuaulu ?

3. Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi apakah di balik ritual daur hidup (life cycles) yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran IPS ?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitiaan ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) dalam masyarakat suku Nuaulu di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.


(19)

2. Untuk mengetahui apakah arti/makna pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) bagi masyarakat suku Nuaulu.

3. Untuk mengetahui nilai-nilai kearifan adat dan tradisi apakah di balik ritual daur hidup (life cycles) yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran IPS.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik

Memberikan kontribusi dalam membuka wawasan berfikir anak bangsa bahwa di belahan bumi Pertiwi ini masih ada masyarakat suku Nuaulu di Maluku tepatnya di Desa Tamilou Kabupaten Maluku Tengah yang masih kental mempertahankan keasliannya dalam memperkaya khasanah budaya bangsa Indonesia.

Selama ini masih banyak wacana masyarakat adat (suku-suku terpencil) di Indonesia yang tidak dikenal oleh bangsa sendiri dan dianggap terbelakang serta tidak punya potensi. Padahal menurut Sya’faat (2008: 22) kalau mau dilihat pengalaman Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, India dan Yugoslavia dibangun di atas landasan kemajemukan (pluralitas) masyarakatnya, begitu juga saat Indonesia merdeka dulu.

Hal tersebut dibenarkan juga oleh Tilaar (2004:216) yang menurutnya contoh lain yang bisa dilihat adalah lahirnya Negara Singapura menunjukkan bagaimana unsur kebudayaan dijadikan sebagai alat perekat bagi warga Singapura yang


(20)

mempunyai kelompok-kelompok etnik dengan budaya dan bahasa masing-masing. Karena itu hal ini tentunya menjadi suatu alat penggerak kemajuan masyarakat adat (suku-suku terpencil/terasing) untuk menunjukkan eksistensi bahwa mereka tidak termarginalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dihargai dan dibanggakan menjadi suatu aset kekayaan budaya dan adat istiadat bangsa kita, bangsa Indonesia.

2. Manfaat praktik

a. Menjadi masukan bagi pembaca, khususnya anak cucu Maluku dalam menambah pengetahuan tentang masyarakat suku “Nuaulu” di Pulau Seram. b. Bagi Pemda Provinsi Maluku dan Dinas Kebudayaan Maluku, penelitian ini

menjadi referensi dan informasi tambahan dalam mengungkap kekayaan budaya masyarakat Maluku. Sehingga diharapkan penelitian ini menjadi wacana bagi pengembangan kebudayaan di Maluku pada umumnya dan Pulau Seram pada khususnya.

c. Memberikan kontribusi dan motivasi kepada lembaga ilmu pengetahuan dan ilmu penelitian tentang penelitian-penelitian kontemporer dalam kehidupan masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram.

d. Menjadi sumbangan bagi pembelajaran IPS di sekolah. E. Hipotesis Kerja

Masyuri dan Zainuddin (2010:136) mengemukakan bahwa dasar penyusunan hipotesis adalah kerangka berfikir. Hipotesis dalam penyusunannya secara teknis langkahnya seperti penyusunan rumusan masalah, dan tujuan, yakni dimulai dari


(21)

umum ke khusus. Sedangkan Soewardi (2004:168) mengatakan bahwa hipotesis kerja yang dirumuskan dalam penelitian kualitatif ini difungsikan sebagai pemandu penelitian, dalam arti beragam ritual yang diteliti senantiasa mengacu dan berpatokan terhadap research guide tersebut.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Alwasilah (2009:154) yakni bahwa dalam penelitian kualitatif, hipotesis berfungsi untuk membuat peneliti sensitif terhadap fenomena yang sedang diteliti, bukan untuk diuji terbukti tidaknya seperti dalam penelitian kuantitatif.

Berdasarkan dari konsep diatas maka hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ritual daur hidup (life cycles) yang ada di suku Nuaulu dimulai dari ritual upacara masa kehamilan (9 bulan) dan kelahiran, masa anak-anak, masa dewasa, masa menikah, masa kematian.

2. Ritual daur hidup (life cycles) sangatlah penting dalam mengembangkan adat dan tradisi masyarakat suku Nuaulu sebagai suatu bentuk pengenalan sebuah jati diri bagi suku Nuaulu.

3. Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi di balik ritual daur hidup (life cycles) yaitu nilai solidaritas, penghargaan hakikat hidup (HAM), tanggung jawab, ketaatan, ketertiban, keindahan, keterpaduan, kekompakan, kerja keras, keuletan, persatuan, kedisiplinan, kerukunan, kebaikan dan keteladanan, yang tentunya dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran


(22)

IPS seperti nilai sejarah, nilai etnisitas (antropologi), nilai geografi, dan nilai muatan lokal.

F.Paradigma Penelitian

Agar penelitian ini benar-benar mengarah pada sasarannya maka diperlukan suatu paradigma atau kerangka berfikir yang jelas, karena metode yang digunakan untuk mencari kebenaran haruslah dilandasi oleh suatu paradigma tertentu. Paradigma menurut Kuhn (1989:43) dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang, cara berfikir, pendekatan atau kerangka pikir (frame of reference) yang melandasi kegiatan ilmiah, atau sebagai suatu gugus berfikir baik berupa model atau pola yang digunakan oleh para ilmuan dalam upaya studi-studi keilmuan. Wiriaatmadja (2005 :84-85) menyebutkan paradigma dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan membantu peneliti untuk memahami fenomena tentang asumsi-asumsi dunia sosial, bagaimana ilmu disusun atau diorganisir, dan apa yang disebut masalah dan kriteria pembuktiannya.

Bogdan dan Biklen (1982:2) mendefinfisikan paradigma adalah sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dalam penelitian. Lebih lanjut penelitian ini mengunakan paradigma penelitian ilmiah yang dipraktekan dalam langkah-langkah metode penelitian kulaitatif. Dengan demikian paradigma kualitatif yang ada dapat dipandang sebagai dasar tilikan, sehingga berbagai permasalahan yang ada dapat terungkap secara komprehensif, integralistik dan holistik. Apabila ditampilkan akan terlihat/ tergambar sebagai berikut :


(23)

Bagan 01 Paradigma Peneilitian

Terkikis

Ritual daur hidup (life cycles) masyarakat suku Nuaulu

Faktor penghambat Faktor internal -.perkawinan campur -anak yang mengenal dunia pendidikan (generasi muda)

Faktor ekternal -urbanisasi -. Modernisasi -.pelaksanaan pembangunan Kesadaran dari masyarakat suku Nuaulu Faktor pendorong: Peranan tua-tua adat serta orang tua yang masih bersekukuh

mempertahankan keaslian budaya daerah sebagai sebuah pesan dari leluhur untuk tetap dijaga dan

survive

Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi di balik ritual daur hidup mengandung nilai; solidaritas, penghargaan hakikat hidup (HAM), tanggung jawab, ketaatan, ketertiban, keindahan, keterpaduan, kekompakan, kerja keras, keuletan, persatuan, kedisiplinan, kerukunan, kebaikan dan keteladanan

Sumber belajar IPS

Hal-hal yang tabu/pamali


(24)

G. Klarifikasi Konsep

Dalam rangka memperjelas pemahaman dalam penelitian ini maka perlu diklarifikasi beberapa konsep sebagai berikut :

1. Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Budiyono (2007:75) menjelaskan bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku.

2. Kearifan oleh Mutakin (2005:43) diartikan sebagai kemampuan berfikir, berasa, bersikap dan bertindak seseorang atau kelompok orang dalam upaya memperkenalkan dan menanam ide, konsep, gagasan, harapan, anjuran atau sejumlah informasi yang bekenan dengan nilai-nilai dan norma-norma sebagai acuan tentang bagaimana selayaknya hidup dan kehidupan dikembangkan, dinikmati dan disyukuri sehingga bermakna dan bermanfaat bagi individu yang bersangkutan, sesama dan lingkungannya sesuai dengan situasi, kondisi dan tuntutan yang ada pada saat itu.

3. Garna (1996:166) mengatakan tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialiasi. Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia (worldview) yang menyangkut kepercayaan mengenai masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya atau konsep tradisi itu


(25)

berkaitan dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai dan pola serta cara berfikir masyarakat.

4. Mengenai daur hidup (life cycles) akan dikaitkan dengan upacara-upacara ritual kehidupan manusia yang telah diikat oleh Religi dan menjadi sebuah tardisi budaya, sehingga tidak bisa dipisahkan dari aspek kehidupan manusia dan menjadi sebuah kepribadian suku etnik tersebut. Karenanya Spengler (dalam Horton dan Hunt 2004: 120) mengemukakan bahwa kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut, seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua sampai kepada kematian. Perkembangan pada masyarakat ini merupakan siklus yang terus akan berulang


(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok (Syaodih 2007:60). Tentunya hal ini terkait dengan yang penulis teliti yakni ingin mendeskripsikan dan menganlisis tentang fenomena masyarakat suku Nuaulu, baik itu peristiwa-peristiwa sejarah masa lampau (sejarah suku), aktifitas sosial, kepercayaan (termaktub dalam 7 unsur kebudayaan), juga persepsi masyarakat suku Nuaulu terkait hal tersebut di atas, baik secara individu maupun kelompok.

Koentjaraningrat (2002:329) melihat penelitian kualitatif ini sebagai penelitian yang bersifat Etnografi yaitu suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu bangsa dengan pendekatan Antropologi. Hal inipun dibenarkan oleh Fathoni (2005:98) Karena bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu komunitas dari suatu daerah tertentu menjadi pokok deskripsi sebuah karangan etnografi, maka dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan menurut suatu tata urut yang sudah baku. Susunan tata urut itu disebut sebagai kerangka etnografi. Seperti yang telah disebutkan oleh Koentjaraningrat dan Futhori mengenai


(27)

penelitian etnografi, penulis juga melakukan penelitian ini dengan menggunakan pendekatan etnografi, disebabkan bahan yang diteliti adalah mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa/ras di suatu komunitas dari suatu daerah tertentu yaitu menyangkut ritual daur hidup (life cycles) masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram, yang dimulai dari masa kehamilan Sembilan bulan, sampai titik akhir kehidupan yakni kematian yang akan dideskripsikan, dianalisis dan diinterpretasi oleh penulis.

Untuk memperinci unsur-unsur dari suatu kebudayaan, sebaiknya dipakai daftar unsur kebudayaan universal. Kerena unsur kebudayaan itu bersifat universal maka dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suku bangsa yang menjadi pokok perhatian Antroplogi pasti juga mengandung aktivitas adat istiadat (ritual-ritual), pranata sosial dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan ke dalam salah satu dari tujuh unsur kebudayaan.

Sebagamana yang diungkpakan oleh Creswell (1998:493)

Ethnographic research is a Qualitative design for describing, analyzing and interpreting the patterns of a culture-sharing group. Culture is a broad term used to encompass all human behavior and beliefs. Typically, it includes study of language, rituals, structures, life stages, interactions and communication. Ethnographers visit the “field” collect extensive data through such procedures as observation and interviewing and write up a cultural portrait of the group within its setting

Dalam penelitian ini peneliti langsung berinteraksi dengan masyarakat suku Nuaulu setempat sehingga segala permasalahan yang terkait dengan budaya masyarakat setempat dapat diketahui, dipahami oleh peneliti secara jelas. Ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan diatas oleh Creswell ialah bahwa: Desain Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang


(28)

dihasilkan data deskriptif dan analisis serta interpretasi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Dengan demikian, lebih memusatkan pada ucapan dan tindakan subjek penelitian, serta situasi yang dialami dan dihayatinya, dengan berpegang pada kekuatan data hasil wawancara. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, Bogdan dan Biklen (1982:27-29) secara terperinci menjabarkan karakteristik penelitian kualitatif, diantaranya :

1. peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data

2. mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung kata-kata daripada angka

3. menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses tidak semata-mata kepada hasil

4. melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang terjadi

5. mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa karakteristik yang ditonjolkan ; pertama, peneliti bertindak sebagai alat peneliti utama (key instrument) dengan melakukan wawancara sendiri para informan dan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan objek penelitian dan peneliti terlibat aktif dalam proses penelitian. Kedua, peneliti mengumpulkan dan mencatat data-data dengan rinci yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Ketiga, melakukan triangulasi atau konfirmasi data.


(29)

B. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian a. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, sumber data dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situsi sosial atau objek yang diteliti, sehingga mampu “membuka pintu” kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data mereka tergolong gatekeepers (penjaga gawang) dan (knowledgeable informant) informan yang cerdas (Sugiono 2008:56)

Mengacu pada hal di atas, maka mula-mula yang menjadi informan kunci (gatekeepers) dalam penelitian ini adalah bapak ma’atoke, setelah itu beliau memberikan informasi tentang para informan lainnya yang punya kapasitas penting terhadap masalah yang peneliti sedang teliti, akhirnya dianjurkan menuju ke tua-tua adat yang ada (kepala suku, kapitan solaweno, kapitan weleuru, tuan tanah) karena merasa keterangan yang diberikan menyangkut ritual kelahiran dan masa dewasa belum terlalu dalam dan lengkap maka informan selanjutnya adalah mama biang dan seorang gadis muda yang baru saja menyelesaikan ritual pinamou yang lebih mengetahui tentang ritual tersebut, setelah itu menyangkut ritual kematian data diambil dari pendeta adat. Sedangkan untuk masalah keterkaitan menyangkut gambaran umum lokasi penelitian, data diperoleh di kantor desa negeri Tamilou (kepala urusan pembangunan) bapak Taher Pawae. Untuk gambaran umum kabupaten dan kecamatan diperoleh di kantor kecamatan Amahai (kepala kecamatan)


(30)

bapak Philip Halatu. Oleh Karena itu dalam penelitian ini bersifat snowball sampling maka informan ditetapkan oleh peneliti sebagai berikut ;

Tabel 01 Subjek Penelitian

Informan pangkal Informan pokok/kunci

1. Tokoh adat : yang meliputi raja, kepala suku, tuan tanah, kapitan dan ma’atoke 2. Tokoh agama : Ulama, pendeta dan

pendeta adat serta mama biang

3. Tokoh masyarakat yang terdiri dari : Kepala kecamatan Amahai, guru SMA negeri Tamilou

1. Komunitas masyarakat Islam

2. Komunitas masyarakat Kristen

3. Komunitas masyarakat Agama Suku

b. Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi dalam penelitian adalah sebuah Desa di Pulau Seram bagian Timur yaitu Desa Tamilou Dusun Jalahatan. Peneliti tertarik untuk meneliti di Pulau Seram karena di wilayah ini masih banyak adat istiadat dan budaya yang belum terkuak dan dikenal oleh masyarakat Maluku pada khususnya dan Indonesia pada umumnya yang sangat menarik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.


(31)

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan menganalisis data juga menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Nasution (2003:61) menyatakan :

Dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Dalam kaitannya peneliti sendiri adalah human instrument, dapat dibuktikan ketika di lapangan peneliti menetapkan fokus penelitian pada masyarakat suku Nuaulu, yaitu ketika di lapangan hal pertama yang peneliti lakukan tidaklah langsung menanyakan tentang ritual-ritual masyarakat tersebut, akan tetapi yang pertama peneliti mengobservasi lokasi penelitian berupa kegiatan masyarakat sehari-hari, kemudian menyangkut karakteristik masyarakat suku Nuaulu dimana pokok pertama adalah yang dilakukan adalah berusaha memahami bahasa Nuaulu setelah itu baru memfokuskan pada ritual daur hidup (life cycles) tentunya, setelah peneliti mampu berkomunikasi dengan baik para informan.

Para informan kemudian di tetapkan sendiri oleh peneliti, dengan bantuan gatekeepers yang pertama (bapak ma’atoke). Cara penentuan yang peneliti lakukan


(32)

adalah dengan jalan menanyakan kepada bapak ma’atoke tentang fungsi dari masing-masing tua adat yang ada, siapa saja nyang punya peran penting dalam setiap upacara-upacara adat yag dilaksanakan. Setelah keterangan didapat maka langkah selanjutnya adalah menuju rumah setiap informan yang akan dimintai keterangan menyangkut dengan masalah penelitian. Setelah data terkumpul peneliti kemudian melakukan analisis dan menafsirkan setiap data yang diperoleh serta membuat kesimpulan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa menguasai teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standard yang ditetapkan.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan di dalam “natural setting” (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam (in depth interviuw) dan dokumentasi.

1. Observasi

Nasution (2003:67) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui obeservasi. Sedangkan Menurut Marshall (1995:75) “ Through observation, the research learn about behavior and


(33)

the meaning attached to those behavior”, yakni melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.

Alwasilah (2009:154-155) menambahkan bahwa dengan menggunakan teknik observasi ini memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang informan, kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Dengan adanya observasi, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit undertanding) juga sudut pandang informan yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara.

Terkait dengan penelitian ini, peneliti datang ke lokasi atau tempat tinggal masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram untuk mengamati situasi (pada waktu siang dan malam) dalam aktivitas masyarakat setempat (berkebun, meramu sagu, mengolah tepung sagu menjadi sagu dan papeda, mencuci, nelayan, membelah kayu untuk dijadikan kayu kabar, dll). Dengan obervasi, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jorgensen (1989:23) bahwa :

Methodology observation is appropriate for a wide range of scholarly problems pertinent to human exictence. It focuses on human interaction and meaning viewed from the insiders’ viewpoint in everyday life situation and setting. Its aims to generate practical and theoretical truths formulated as interpretative theories

Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data, terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Secara praktik di lapangan peneliti selalu menyimak apa yang


(34)

dilakukan oleh masyarakat suku Nuaulu setiap harinya, dengan pengamatan peneliti mampu melihat hal-hal yang tidak mampu diungapkan oleh masyarakat suku Nuaulu, misalnya ketika malam itu laki-laki suku Nuaulu yang ingin melaut biasanya akan menentukan pergi tidaknya mereka dengan tanda bulan, atau ketika anak dari bapak ma’atoke yang sakit dibungkus dengan daun jarak, ketika besoknya bangun pagi ia sudah tidak demam lagi. Hal ini tidak peneliti peroleh ketika berwawancara, (karena keterbatasan pengetahuan mereka akan bahasa Indonesia) itulah mengapa observasi dangat penting dalam penelitian kualitatif ini.

2. Wawancara

Estenberg (2002:98) mendefinisikan interview sebagai berikut. “A meeting of two person to exchange information and idea through questions and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang yang ada didalamnya. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini, peneliti di samping melakukan observasi terhadap masyarakat asli Pulau Seram, juga di selingi dengan memberikan pertanyaan (wawancara) yang berhubungan dengan masalah-masalah adat/budaya atau tradisi.

Dalam wawancara dengan informan, peneiliti memberikan keleluasaan kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan. Wawancara dilakukan secara tidak berstruktur dan memakai


(35)

pedoman wawancara. Nasution (2003:69) mengemukakan bahwa “observasi saja tanpa wawancara tak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan wawancara”.

Wawancara sangat penting dalam penelitian ini, karena keterbatsan bahasa maka wawancara yang dilakukan menggunakan ahasa Melayu Ambon dengan tujuan mempermudah para informan untuk mengerti/mencerna maksud dan tujuan dari pertanyaan yang ada (pedoman wawancara). Informan memberikan keseluruhan informasi yang mereka punya, tentang proses ritual yang biasanya mereka laksanakan. Pada awalnya data yang diambil dimulai dari bapak ma’atoke kemudian menuju kepala suku dari kepala suku ke kapitan solaweno, kapitan weleuru, tuan tanah, ke pendeta adat. Akan tetapi menyangkut ritual kelahiran dan pinamou peneliti merasa agak membingungkan, dan merasa keterangan yang diberikan kurang jelas akhirnya peneliti menanyakan kepada bapak ma’atoke adakah orang yang bertugas untuk melaksankan ritual tersebut. Akhirnya didapatilah seorang nara sumber (mama biang) yang memang mempunyai andil penting dalam ritual tersebut, sehingga data yang diperoleh sangat melengkapi penelitian ini. Selanjutnya dari mama biang peneliti menuju ke mama ma’atoke, si gadis yang juga baru selesai dengan upacara Pinamou dan meminta kesediaannya untuk diambil foto/gambar.

3. Studi Dokumenter

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dalam penelitian di Pulau Seram ini dokumen yang penulis butuhkan adalah berupa tulisan-tulisan


(36)

tentang suku Seram, gambar-gambar aktifitas masyarakat asli pulau Seram, catatan sejarah tentang pulau Seram dan masyarakat aslinya. Namun karena masyarakat suku Nuaulu sendiri baru mengenal dunia pendidikan sekarang sekarang ini, maka dokumen-dokumen yang diperlukan tidak peneliti peroleh., yang peneliti peroleh di suku ini hanyalah dokumen yang berbentuk gambar yaitu tiga buah foto yang menggambarkan tentang: 1) pelaksanaan ritual daur hidup masa dewasa (pinamou) ketika melakukan proses pengusapan minyak di dada bapak ma’atoke, 2) ritual daur hidup masa dewasa bagi laki-laki (pataheri) pada saat tiba di depan baeleo dan setelah pemakaian cawat dan kain berang.

Studi dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga tingkat validitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh peneliti.

4. Triangulasi Data

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek validitas dan kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data sebagai sumber data. Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi,


(37)

wawancara, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Sugiono (2007:85) mengatakan bahwa “Nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten dan kontradiksi. Karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpuan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti”. Lebih lanjut Sugiono menggambarkan proses triangulasi sebagai berikut :

Gambar 02

Proses Teknik Triangulasi

Sumber Data; bapak ma’atoke,

kepala suku, kapitan solaweno,

kapitan weleuru, mama biang, tuan

tanah, pendeta adat, mama biang, mama

ma’atoke

Observasi (situasi; pada waktu siang maupun malam serta aktivitas apa

saja yang biasanya dilakukan oleh masyarakat suku Nuaulu)

Wawancara mendalam mengenai ritual daur hidup (mengandung 9 bulan,kelahiran,dewasa; pinamou

dan pataheri, perkawinan, kematian )

Dokumentasi ; berupa 3 foto; 2 foto ritual pataheri, 1 foto


(38)

Gambar 03

Proses Triangulasi sumber

(sumber : Sugiono 2008:84)

Proses triangulasi data seperti yang telah digambarkan pada bagan di atas adalah, merupakan salah satu bentuk pengecekan terhadap sumber-sumber hasil wawancara, yang dilakukan oleh peneliti, agar tetap menjunjung tinggi tingkat keakuratan data yang diperoleh peneliti.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan dalam hal ini Sugiono (2008:90) menyatakan bahwa: “analisis telah mulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan terus berlanjut sampai penulisan hasil penelitian“.

Wawancara mendalam

A

B


(39)

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Lincoln dan Guba (1985:345) mengatakan bahwa :

Langkah pertama dalam reduksi data ke dalam unit analisis satuan ialah peneliti hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang sudah terkumpul. Setelah itu usahakan agar satuan-satuan itu diindentifikasi. Peneliti memasukan ke dalam kartu indeks. Penyusunan satuan dan pemasukan ke dalam kartu indeks hendaknya dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap ini analisis hendaknya jangan dulu membuang satuan yang ada walaupun mungkin dianggap tidak relevan.

Tujuan analisis data yang dilakukan oleh peneliti yakni proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengoraganisir data, menjabarkan kedalam unit-unit analisis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Spradley (Creswell 1998:487) adapun langkah-langkah dalam penelitian etnografi adalah sebagai berikut ;


(40)

Gambar 04

Langkah-langkah penelitian Etnografi

3Making an ethnographic record 2 Interviewing an informant

1Location in information Sumber : Creswell J (1998:497)

Bertolak dari konsep di atas, maka untuk memudahkan peneliti dalam proses menganalisis data dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan alur analisis sebagai berikut :

12 writing the etnography

11 Discovering cultural themes

10 making a componential analysis

9 Asking contrast questions

8 making a taxonomic analysis

7 asking structural questions

6 making a domain analysis

5 analyzing ethnographic interviews


(41)

1. Analisis sebelum di lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menemukan focus penelitian. Maka, peneliti telah melakukan analisis terhadap sebuah buku dan beberapa artikel tentang suku Nuaulu. Diharapkan analisis ini dapat memberikan sedikit gambaran tentang masalah yang akan dikaji oleh peneliti.

Namun demikian focus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang seteleh peneliti masuk dan selama di lapangan. Sugiono (2008:90) mengibaratkan tahapan ini seperti :

Seseorang yang sedang mencari pohon jati di suatu hutan. Berdasarkan karakteristik tanah dan iklim, maka dapat diduga bahwa hutan tersebut ada pohon jatinya. Oleh karena itu peneliti dalam membuat proposal penelitian fokusnya adalah ingin menemukan pohon jati dari hutan tersebut. Berikut karakteristiknya. Setelah masuk peneliti masuk ke hutan beberapa lama ternyata hutan tersebut tidak ada pohon jatinya…… kalau fokus penelitian yang di rumuskan dalam proposal tidak ada di lapangan, maka peneliti akan merubah fokusnnya, tidak lagi mencari kayu jati di hutan, tetapi akan berubah dan mungkin setelah masuk hutan tidak tertarik lagi pada kayu jati tetapi beralih ke pohon/binatang yang ada di hutan tersebut.

Untuk hal tersebut, maka ada satu buku (hasil penelitian dan dokumentasi dari dinas pendidikan dan kebudayaan yang mengkaji tentang upacara-upacara tradisional daerah Maluku), makalah (eksistesi agama suku Nuaulu di Maluku) dan resensi disertasi (menyangkut ritual pataheri dan posone) yang peneliti gunakan, untuk menganalisis agar memberikan gambaran tentang masalah yang akan dikaji oleh peneliti.


(42)

2. Analisis selama di lapangan model Miles dan Huberman

Miles dan Huberman (1992:12) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus, sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan conclusioan drawing/verivication. Langkah-langkah analisis ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar 05

Periode Pengumpulan Data

Reduksi Data

Antisipasi Selama Setelah Display Data

Selama Setelah ANALISIS

Kesimpulan/verifikasi


(43)

1) Data reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan. Reduksi data dapat dilakukan dengan menggunakan kode pada aspek-aspek tertentu.

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama pengumpulan data berlangsung. Reduksi data merupakan bagian dari analisis menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Jadi semua catatan lapangan menyangkut masyarakat suku Naaulu, di pilah berdasarkan butir soal yang ada misalnya semua data baik wawancara dan observasi menyangkut ritual daur hidup pinamou, akan dikategorikan kedalam bagian point khusus sehingga sangat memudahkan peneliti ketika melakukan display data. Begitu juga untuk ritual lainnya, sehingga dapat dilihat perbedaan setiap data yang diambil dari masing-masing informan.


(44)

2) Data display (penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1992:17) manyatakan “The most frequent from of display data for qualititative research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Sebagaimana halnya dengan reduksi data, penciptaan dan penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisis. Penyajian data yang peneliti lakukan adalah dengan merancang keseluruhan data berupa catatan lapangan yang telah direduksi ke dalam kolom-kolom sebuah matriks, yaitu dalam bentuk narative text (menceritakan) masing-masingnya point tersebut. Pertama penulis mencoba menceritakan/menggambarkan terlebih dahulu mengenai lokasi penelitian, kemudian kehidupan sosial budaya, pemerintahan dan pendidikan dari masyarakat suku Nuaulu, setelah itu mengenai karakteristik masyarakat dilihat dari tujuh unsur kebudayaan, barulah peneliti menceritakan tentang ritual daur hidup, makna dibalik setiap simbol yang digunakan dalam ritual tersebut serta relevansinya terhadap pendidikan IPS.

3) Conclusing drawing/verification/penarikan kesimpulan

Langkah analisis ketiga yang penting dalam penelitian kualitatif menurut Milles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan


(45)

pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, sebab-akibat dan proposisi. Kesimpulan awal yang ditemukan mula-mula masih bersifat sementara karena belum jelas, namun dengan meminjam istilah Glaser dan Staruss (dalam Miles dan Huberman 1992:20) bahwa kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh, bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data. Maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan-kesimpulan yang ada juga kemudian diverifikasi selama penelitian ini berlangsung. Verifikasi itu berupa pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran peneliti selama masa penulisan (penyusunan dan pengolahan data), tinjauan ulang pada catatan-catatan selama masa penelitian (di lapangan), tinjauan kembali dengan saksama berupa tukar pikiran dengan para ahli (pembimbing) untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif, serta membandingkan dengan salinan atau temuan dalam data-data yang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan agar hasil penelitian ini dapat dipercaya selain dengan menggunakan teknik triangulasi data yaitu dengan melakukan pengecekan kebenaran data tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya interpretasi data yang bias. Selain itu peniliti juga menggunakan cara sebagai berikut :


(46)

1. Member Check

Tujuan dari member check adalah agar informasi yang peneliti peroleh dan digunakan dalam penulisan laporan ini sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Data yang diperoleh peneliti selanjutnya dilakukan pengujian secara ktitis melalui member check, yang dapat ditempuh dengan dua cara yaitu: 1) meminta tanggapan pada informan untuk mencek kebenaran data yang disusun. Dalam hal ini para tokoh adat yaitu kepala suku, ma’atoke, tuan tanah, kapiatan solaweno, kapitan weleuru, mama biang dan pendeta adat. jadi setelah diwawancara untuk meyakinkan peneliti, para informan dimintai untuk mendengarkan peneliti membaca kembali ulang catatan yang telah dibuat sebagai hasil wawancara, apabila ada yang keliru/salah akan dibetulkan. 2) pengecekan data ini dilakukan terus menerus dan berulang-ulang selama penelitian berlangsung. Pengecekan keakuratan data peneliti lakukan secara terus menerus kepada semua informan.

2. Audit Trail

Tahap ini merupakan tahap pemantapan, yang dimaksud untuk membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian. tahapan ini merupakan hasil analisis data tentang jenis, unsur, makna dan nilai dalam ritual daur hidup sebagai sumber pembelajaran IPS diperiksa dan diteliti kebenaran dan keakuratannya oleh peneliti rekan sejawat. Langkah ini didasarkan pada perkiraan bahwa hasil analisis data dapat diklasifikasi dengan pihak lain yang relevan. Misalnya pembimbing yang


(47)

memahami masalah dan tujuan penelitian ini sebelum ditetapkan sebagai simpulan akhir, dalam hal ini pembimbing satu (Prof. Gurniwan Kamil Pasha, M.Si) dan pembimbing dua (Prof.Rochiati Wiriaatmadja, MA)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan akhir tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan dan metode pencarian ulang yang digunakan, serta kecakapan peneliti.


(48)

BAB V PEMBAHASAN

1) Analisis Kondisi Geografis Maluku Tengah

Kabupaten Maluku Tengah (Masohi) dikenal sebagai jantungnya provinsi Maluku karena memiliki hutan yang luas dan lebat serta potensi alam yang besar dengan luas wilayah 147.480 Km2, dan secara administratif memiliki 11 kecamatan dengan 161 anak negeri/ desa serta didiami oleh berbagai macam etnik/suku yang beranekaragam budaya, agama dan adat-istiadatnya. Tidak terkecuali bagi masyarakat suku Nuaulu yang telah mendiami Pulau Seram ini selama berpuluh-puluh tahun.

Tidaklah mengherankan bahwa dengan potensi alam yang ada, Maluku Tengah menyimpan begitu banyak pesona dan kekayaan alam yang melimpah bagi masyarakat Maluku karena luasnya hutan yang mengitari daerah ini, sehingga memungkinkan masyarakat suku Nuaulu merasa aman menetap di wilayah ini. Suku Naualu adalah komunitas yang masih menganut agama dan budaya tradisional. Adat istiadat yang masih dipertahankan diantaranya adalah daur hidup (life cycles) yang merupakan salah satu keragaman budaya yang dimiliki masyarakat bangsa Indonesia.

2) Analisis Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Jauh sebelum terjadi perjumpaan dengan berbagai bangsa di Maluku, para leluhur telah mengambil peranan sebagai pelaku kebudayaan. Mereka ditantang dengan pengalaman alamiah, di mana hidup tidak bebas dari peristiwa-peristiwa yang


(49)

menakutkan, kalaupun ada waktu-waktu untuk mengantarkan pada keadaan damai dan sukacita. Mereka membutuhkan kehidupan yang tidak terus diganggu atau dihadang dalam perjalanan mencapai bahagia, dan terdapat kekuatan tertentu yang mereka sebut upu (Tuhan) alam kodrati dan tantangannya menjadi pemicu mempersiapkan kerangka bagi mereka dalam menjawab berbagai kekuatan yang dihadapi manusia sehingga semakin menyadarkan potensi dirinya dan menyadari pula kebersamaannya dalam pembentukan Hena (negeri/desa) dan menyabar pada Pata/Uli (lingkaran beberapa hena yang mempunyai ikatan kekeluargaan).

Dalam aturan-aturan adat tersebut masyarakat dibina untuk menjaga ikatan persaudaraan dan untuk mencapai partisipasi antar sesama, kerja sama dan saling membantu, menghargai dan saling memberi hormat. Pada konteks ini kita harus memahami secara terperinci apa yang disebut dengan “Budaya komunikatif-bersaudara” yakni yang dikenal dengan budaya Pela yang merupakan ikatan kekerabatan antara dua atau lebih negeri, yang disebabkan karena bantuan negeri satu kepada negeri yang lain karena peristiwa bahaya atau untuk membangun sarana penting, seperti mesjid atau gereja dan baileu. Gandong merupakan hubungan saudara-saudara sekandung, yang pada masa lampau terpisah antara satu dengan yang lainnya dari kampung halaman mereka. Dalam masyarakat adat Maluku hubungan-hubungan sosial budaya antar sesama itu ditertibkan melalui aturan-aturan adat (ada perjanjian) dan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya sehingga tetap terpelihara luhur.

Pada intinya terbentuknya pela di Maluku sangat dipengaruhi oleh wilayah Maluku yang sangat rentan terhadap timbulnya konflik, hal tersebut juga ditunjang


(50)

dengan karakter masyarakat Maluku yang bertensi tinggi, hal ini disebebkan oleh kondisi topografis dan iklim di daerah Maluku yang sangat panas, berkisar antara 27,70-32,70 serta struktur tanah yang subur namun terdiri dari bebatuan yang keras, telah membentuk masyarakat Maluku menjadi manusia yang memiliki tempramen yang tinggi. Terkadang suatu masalah yang kecil dapat berujung pada konflik.

Kemudian mengenai sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Maluku pada dasarnya dilaksanakan berdasarkan keputusan Mendagri No. 18 tahun 1993 yakni bahwa sistem pemerintahan desa dikepalai oleh seorang kepala desa. Jika dilihat berdasarkan keadatan maka sistem pemerintahan yang dianut adalah maka yang memerintah adalah seorang raja, hal ini dapat dipahami karena jika sekilas kita melihat tentang arti kata “Maluku” itu itu sendiri walaupun belum dapat dipastikan dari sumber-sumber tradisional yang ada, baik dari Naidah maupun Kronik Bacan. Pedagang-pedagang Arab menyebut daerah Maluku ini dengan sebutan “Jazirat-al-muluk” artinya daerah dari banyak tuan. Tentu yang dimaksud adalah wilayah yang diperintah oleh raja-raja. Selanjutnya mengenai pemilihan tua-tua adat dalam mekanisme pemilihannya terdapat unsur pendidikan politik, karena pemilihan dilaksanakan lima tahun sekali, bukannya berlangsung seumur hidup. Hal ini tentunya punya keterkaitan dengan ritual pataheri (masa dewasa bagi laki-laki suku Nuaulu), dimana mereka yang telah dipilih dalam jangkaun tiga hari dari ritual tersebut telah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai calon tua adat selanjutnya.

Mengenai sistem pendidikan dari masyarakat suku Nuaualu mereka mengenal dua macam sistem pendidikan saat ini yaitu sistem pendidikan Informal dan formal.


(51)

Hal positif yang baik dari mereka adalah adanya kesadaran untuk sekolah, sehingga orang tua walaupun tidak sekolah dan buta huruf tetapi mereka mau menyekolahkan anak-anak mereka. Tentunya ini menjadi suatu kemajuan bagi pengembangan suku Nuaulu kedepan, sehingga bisa membuka wawasan mereka tentang pentingnya kehidupan yang higenis. Dalam hal ini tidaklah melarang pelaksaan ritual yang menjadi aturan tata adat mereka, akan tetapi sebainya hal-hal yang negatif yang dapat merugikan mereka dapat dirubah seiring dengan disekolahkannya anak-anak suku Nuaulu, sehingga mereka mampu menerima pencerahan yang baik bagi kelangsungan hidup masyarakat suku Nuaulu sendiri.

3) Analisis Karakteristik Masyarakat Suku Nuaulu

Secara umum kita mengakui bahwa masyarakat suku Nuaulu memiliki karakteristik adat budaya tersendiri. Karakteristik adat budaya yang khas bagi masyarakat suku Nuaulu itu tertuang dalam ketujuh unsur kebudayaan yang universal. Masyarakat suku Nuaulu tentunya memiliki karakteristik budaya masyarakat yang kompleks, yakni dengan adanya sistem bahasa yang merupakan suatau sistem komunikasi yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupuan manusia yang dipakai untuk berhubungan antara satu dengan yang lainnya sampai-sampai sebuah kisah nyata dari seorang Hellen Keller, dapat membuat kita mengerti akan arti sebuah bahasa. wanita yang dilahirkan buta dan tuli, sampai umur 19 tahun, ia belum pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya berikut kisahnya yang kemudian di filmkan oleh produksi Film India dengan judul “ Black ”


(52)

“ Guru saya memegang tangan saya dan membiarkannya diguyur oleh air yang mengalir dari pompa sewaktu air yang sejuk itu mengguyuri tangan saya, pada tangan saya yang satu lagi guru saya mengeja air, mula-mula secara lambat kemudian cepat. Tiba-tiba saya merasakan suatu kesadaran yang samar-samar, seolah-oleh sesuatu pikiran kembali lagi dan rupanya selubung rahasia dari bahasa terungkapkan pada saya. Waktu itu saya menjadi tahu bahwa w-a-t-e-r (air) berarti hal yang sejuk yang mengenakan dan mengguyur tangan saya. Kata yang hidup tersebut membangunkan jiwa saya. Tentu masih banyak pengahalang, tetapi hal itu dapat disisihkan. Saya pergi dari pompa air dengan kegairahan untuk belajar. Sewaktu saya kembali kerumah rasanya semua barang yang saya sentuh memancarkan getaran hidup. demikian perasaan saya karena segala sesuatu saya tanggapi dengan pandangan yang baru saya temukan. ”

Ilustrasi ini menunjukan bahwa betapa pentingnya kata-kata dan makna yang diwakili oleh kata-kata tersebut. Hal tersebut pula yang dirasakan oleh masyarakat suku Nuaulu, sehingga walaupun mereka mampunyai bahasa tersendiri akan tetapi mereka juga belajar bahasa orang lain yang ada disekitarnya seperti bahasa Tamilou dan bahasa Melayu Ambon untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, karena bahasa adalah realitas utama yang membedakan manusia dari makhluk bumi lainnya yang memungkinkannya berkebudayaan. Bahasa adalah sistem komunikasi yang menjadi pangkal dalam kompleks relasi maupun oposisi sosial, tanpa bahasa tidak mungkin orang berfikir, tanpa bahasa tidak mungkin perkembangan pribadi seseorang akan tumbuh. Oleh sebab itu, dalam suatu masyarakat yang bhineka masalah bahasa khususnya bahasa lokal merupakan kunci untuk membuka pintu dunia yang lebih luas.

Mengenai sistem pengetahuan, walaupun masyarakat suku Nuaulu ini tidak bersekolah (baru mengenal sekolah pada generasi muda sekarang) akan tetapi mereka secara alami dan naluriah mengetahui tentang ilmu Astronomi (perbintangan) di


(53)

mana dalam pengamatan mereka terhadap peredaran bintang-bintang di malam hari yang sangat berguna sebagai pedoman arah pelayaran dan awal bahari serta penentuan mengenai cuaca hari besok. Begitu pula dengan benda langit lainnya yaitu bulan dalam menentukan kegiatan untuk mencari ikan di laut. Jika diperhatikan, maka pengetahuan tentang alam ini dapat dikatakan sebagai awal dari pengetahuan sains manusia, yang diperoleh dari pengamatan manusia terhadap peritiwa-peritiwa alam, seperti matahari yang terbit di arah timur dan terbenam di arah barat, bahkan pengamatan terhadap benda-benda langit yang merupakan awal perkembangan ilmu Astronomi (pada bangsa Babilonia) dengan mengetahui terjadinya proses gerhana bulan setiap delapan belas tahun sekali. Bukan hanya itu saja, melainkan dalam hal pengobatan, mereka mampu meramu daun-daunan ataupun tumbu-tumbuhan serta buah-buahan yang dianggap mampu/mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Berdasarkan pengalaman ketika ada anak yang sakit (panas) mereka mampu menyembuhkan dengan menggunakan daun jarak, dengan jalan mengoleskan minyak didaun kemudian menempelnya di badan si anak yang sakit, dua hari kemudian panas anak tersebut turun, dan ia kembali bermain bersama teman-temannya.

Mengenai sistem organisasi sosial, suku Nuaulu pun memiliki bentuk organisasi sosial yang bersifat keadatan, yang dikenal dengan sebutan istilah “Soa”. di mana anggotanya terdiri dari beberapa klen. Dalam kehidupan suku Nuaulu dikenal adanya dua soa, masing soa mempunyai tugas dan fungsi masing-masing yang dilambangkan dengan binatang. Hal tersebut secara tegas menyatakan


(54)

kalau kepercayaan berupa Totemism diyakini mereka. Totemism merupakan suatu bentuk religi dari masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan, yang masing-masing memiliki lambangnya (totem) sendiri berupa jenis hewan yang melambangkan leluhurnya. Mereka percaya bahwa binatang-binatang tersebut dianggap memiliki roh yang dapat memberikan perlindungan bagi mereka, sehingga menurut mereka binatang-binatang ini adalah suatu perubahan wujud dari moyang/leluhur mereka, bahkan mereka menganggap binatang-binatang ini memiliki kekuatan tertentu atau kekuatan magis.

Sistem teknologi, sebagaimana setiap masyarakat entah itu yang sudah modern maupun yang masih tradisional, tentu memiliki sejumlah keahlian dalam masalah teknologi. Contohnya, masyarakat zaman purba (paleolotikum, mesolitikum dan neolitikum) memiliki alat teknologi yang mereka gunakan dari batu dengan berbagai tipe dapat mereka ciptakan untuk kelangsungan hidup mereka. Demikian juga masyarakat suku Nuaulu mereka telah menggunakan alat-alat produktif seperti dalam aktivitas berkebun dan meramu, selain itu mereka mampu menciptakan bentuk bangunan rumah yang unik dan menarik, serta beragam pernik yang dibuat dari kulit kerang (bia), juga beragam bentuk anyaman (nyiru).

Mengenai sistem mata pencaharian, masyarakat suku Nuaulu mengenal sistem berburu, meramu, berkebun dan melaut (nelayan). Semuanya dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Namun satu hal yang perlu dicatat dan menjadi suatu hal yang dapat kita pelajari dari suku ini, yaitu kerja sama (gotong royong) yang dipertahankan dan sangat sulit untuk ditemui dalam dunia sekarang ini,


(55)

serta hidup yang mau berbagi satu dengan yang lain dan tolong menolong. Solidaritas ini merupakan suatu pelajaran bermakna bagi masyarakat sekarang ini.

Menyangkut religi, di beberapa wilayah Indonesia, seperti Ambon (Seram/suku Nuaulu), Bali, Lombok, Flores, dan lain-lain religi rakyat masih dipercaya penuh. Karena itu, di lokasi tersebut masih berkembang keyakinan pada dukun dan pawang dalam segala aktivitas hidup. Bahkan, di tempat tersebut banyak berkembang ihwal religiomagis. Hal ini berkembang lagi menjadi sebuah kepercayaan animism dan dinamism, dan kadang bagi masyarakat modern hal tersebut kurang masuk akal. Namun demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan adalah sikap dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika.

Perlu ditekankan dalam kajian religi, bahwa kajian budaya, bukanlah “sebuah sains eksperimental yang mencari suatu kaidah, tetapi sebuah sains interpretatif yang mencari makna”. Makna harus dicari dalam fenomena budaya. Keyakinan terhadap makna ini, didasarkan pada kondisi hidup manusia, selalu berada pada tiga tingkatan: (1) kepribadian individual, yang dibentuk dan diatur oleh, (2) suatu sistem sosial, yang pada akhirnya dibentuk dan dikontrol oleh, (3) suatu “sistem budaya” yang terpisah. Tingkatan (3) ini yang merupakan jaringan kompleks dari simbol, nilai, dan kepercayaan, berinteraksi dengan individu dan masyarakat.

Tegasnya dalam kajian budaya religi, peneliti akan memahami religi bukan semata-mata agama, melainkan sebagai fenomena kultural. Religi adalah wajah


(56)

kultural suatu bangsa yang unik. Religi adalah dasar keyakinan, sehingga aspek kulturalnya sering mengapung di atasnya. Hal ini merepresentasikan bahwa religi adalah fenomena budaya universal. Religi adalah bagian budaya yang bersifat khas. Budaya dan religi memang sering berbeda dalam praktek dan penerapan keyakinan. Namun demikian keduanya sering banyak titik temu yang menarik diperbincangkan. Dengan demikian religi adalah sebuah pengalaman unik yang bermakna, memuat identitas diri, dan kekuatan tertentu bagi yang menganutnya.

Selanjutnya yang terakhir mengenai kesenian. Kesenian adalah salah satu isi dari kebudayaan manusia secara umum, karena dengan berkesenian merupakan cerminan dari suatu bentuk peradaban yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan dan cita-cita dengan berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku dan dilakukan dalam bentuk aktifitas berkesenian, sehingga masyarakat mengetahui bentuk keseniannya. Bagi masyarakat Nuaulu bentuk kesenain yang ada hanyalah dalam bentuk lagu-lagu yang merupakan lukisan dari kisah moyang mereka tempo dulu, dan tarian maku-maku yang biasa dilaksanakan pada saat upacara adat. Alat yang dipakai hanyalah tifa (gendang kecil), totobuang (gendang besar) serta uper (alat musik dari kulit bia/kerang). Walaupun hanya dalam bentuk yang sangat sederhana tapi merupakan kebahagiaan tersendiri bagi mereka apabila mereka menyanyikan lagu-lagu sambil didendangkan dengan tifa dan tari-tarian.

4) Analisis Ritual Upacara Daur Hidup (Life Cycles) Masyarakat Suku Nuaulu


(1)

Daftar Pustaka

Abdulkadir, muhhamad (2008) Ilmu Sosial Budaya Dasar : Bandung ; PT. Citra Aditya Bakti

Adimiardja, Kusnaka (2008) Dinamika Budaya Lokal ; Bandung ; Pusat Kajian LBPB

Al Muchtar, Suwarma (2004 ) Pengambanagan Berfikir dan Nilai Dalam Pendidikan IPS; Bandung ; Gelar Pustaka Mandiri.

Al Muchtar, Suwarma (2005) strategi pembelajaran IPS; Bandung ; Universitas Pendidikan Indonesia

Alwasilah, A Chaedar (2009) Pokoknya Kualitatif ; Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif ; Jakarta : Pustaka Jaya

Arikunto, Suharsimi (1998) Prosedur Penelitian. Jakarta Rineka Cipta

Bakker J W M (1998) Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar ; Jogjakarta ; Kanisius Bogdan, B.C dan Biklen S. K (1982) Qualitative Research for Education an

introduction to theory and methods. Boston ; Allyn and Bacon

Budiyono (2007) Nilai-nilai kepribadian Dan Kejuangan Bangsa Indonesia ; Bandung ; ALfabeta

Coleman, Simon & Watson Helen (1992) An Introduction to Anthropology ; London; tiger book International

Creswell, John W (1998) qualitative inquiri and research design ; chosin among five tradisions : London ; united kingdom ; sage publucation

Depsos (1989) Informasi Bina Masyarakat Terpencil : Direktorat Bina Masyarakat Terasing Depsos RI

Dyk, Van (1962) Pengantar Hukum Adat Indonesia ; Bandung ; Sumur Bandung Estenberg, Kristin G (2002) Qualitative Methods In Social Research ; MC Grow Hill;

New York


(2)

Fraenkel J.R (1977) How to Teach About Values; An Analytic Approach. New Jersey; Prentice-Hall, Inc.

Garna, Yuditira (1996) Sistem Budaya Indonesia : Bandung : Program Pascasarjana Padjajaran

Guba G.E dan Lincoln S (1985) Naturalistic Inquiry ; London; Sega Publication Beverly

Hadiwijono, Harun (2003) Religi Suku Murba di Indonesia ; Jakarta ; Gunung Mulia Harsojo (1998) Pengantar Antropologi : Bandung ; Bina Cipta

Horton, Paul dan Hunt, Chester (2004) sociology, Sixth edition ; Inggris : McGraw-Hill, Inc

Ihromi, T.O (2006) Pokok-pokok antropologi Budaya ; Jakarta ;Yayasan Obor Indonesia

Jarolimek, John (1982) Social Studies in Elemntary Education; London ; Mav Millan Jorgensen, Danny (1989) Observation Participation ; A Methodology For Human

Studies ; Sage Publications ; Newbury Park,London,New Delhi.

(2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat ; Jakarta ; PT Gramedia Pustaka Utama

Koentjaraningrat (1993) Masyarakat Terasing Di Indonesia ; Jakarta : Gramedia (2002) Pengantar Ilmu Antropologi ; Jakarta ; PT Rineka Cipta (2004) Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia ; Jakarta ; Djambatan

(2005) Pengantar Antropologi I, jilid 1 jetakan kedua : Jakarta Rineka Cipta

(2005) Pengantar Antropologi II ; Pokok-pokok Etnografi ; Jakarta ; Rineka Cipta

Kluchkohn, Clyde K. Maben (1953) Universal Categories Of Culture ; Chicago ; University Press

Kuhn, Thomas. S (2005) The Structure Of Scientific Revolutions : Bandung ; Rosdakarya


(3)

Kusumaadmajda (1993) The Human Dimension Of Sustainable Development : Makalah Seminar Dimensi Manusia dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan : Jakarta ; Walhi

Kusumohamidjojo, Budiono (2009) Filsafat Kebudayaan ; Proses Realisasi Manusia ; Jogjakarta ; Jalasutra

Linton, Ralph (1964) The Study Of Man, An Introduction ; Appleton Century ; Crofts Marshall, Catherine Gretchen B Ross (1995) Designing Qualitative Research ;

Second Edition ; Sage Publication International Education and professional Publisher : London

Masyuri dan Zainuddin (2009) Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dan Aplikatif : Bandung ; Rafika Aditama

Miles, Matthew dan Huberman, Michael (1990) Analisa Data Kualitatif. Jakarta ; Universitas Indonesia Press

Mulyana (2004) Mengartikulasikan Pendidikan Nilai

Mutakin, Awan (2005) Nilai-nilai Kearifan Adat dan Tradisi Di Balik Simbol (Totem) Kuda Kuningan ; Kuningan : Universitas Pendidan Indonesia

(2006) Individu, Masyarakat dan Perubahan Sosial ; Bandung ; Universotas Pendidikan Indonesia.

Nasution (2003) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (cetakan ulang ketiga). Bandung ; TArsit

Ranjabar, Jacobus (2006) Sistem Sosial Budaya Indonesia suatu pengantar ; Bandung ; Ghalia Indonesia Anggota IKAPI

Sapriya (2009) Pendidikan IPS ; Konsep dn Pembelajaran ; Bandung ; Alfabeta Saputra, Yahya Andi (2009) Upacara Daur Hidup Adat Betawi ; Jakarta ; Wedatama

Widya Sastra

Sabafiah, Faisal (1990) Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi : YA 3 Malang

Sedyawati, Edi (2007) Budaya Indonesia ; Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah : Jakarta : PT Raja Grafindo Persada


(4)

Soekamto, Soerjono (1983) Hukum adat Indonesia ; Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada

(2003) Sosiologi Suatu Pengantar : Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Soemantri, Muhammad (2001) Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS ; bandung :

renaja Rosdakarya

Soetomo, Sugiono (2009) Urbanisasi dan Morfologi ; Proses Perkembangan peradaban & wadah ruang fisiknya ; menuju ruang kehidupan manusiawi ; Jogjakarta ; Graha Ilmu

Soewardi, Herman (2004) Sosiologi, Membangkitkan Karsa Umat Tumpuan Utama Bagi Pembangunan : Bandung ; Bakti Mandiri

Sugiono (2008) Memahami Penelitian Kualitatif; Bandung ; Alfabeta Supartono (2001) Ilmu Budaya Dasar : Jakarta : Ghalia

Sutrasno (1975) sejarah dan ilmu pengetahuan : jakarta : prasnya paramita

Sutrisno, Mudji dan Putranto Hendar (2009) Teori-teori Kebudayaan : Jogjakarta ; Kanusius

Syafa’at, Rachmad Dkk (2008) Negara, Masyarakat dan Kearifan Lokal ; Malang ; In-TRANS Publishing

Syam, Nur (2009) Madzhab-Madzhab Antropologi : Jogjakarta ; LKIS

Syaodih Nana (2007) Metode Penelitian Pendidikan : Bandung ; Program pascasarjana UPI dan Remaja Rosdakarya

Syarbaini & Rusdianta (2009) Dasar-dasar Sosiologi : Jogjakarta ; Graha Ilmu Tamburaka, Rustam (2007) Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah

Filsafat & IPTEK ; Jakarta ; Rineka Cipta

Tilaar H.A.R (2002) Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia : Bandung ; PT Remaja Rosdakaya

(2004) Paradigma Baru Pendidikan Nasional : Jakarta ; Rineka Cipta Undang-Undang Sisdiknas (2009) : bandung : Citra Umbara


(5)

Tutik, Titik Triwulan dan Trianto (2008) Dimensi Transendental dan Transformasi Sosial Budaya ; Jakarta ; Lintas Pustaka Publisher

Uneputty Dkk (1984) Upacara Ttradisional Daerah Maluku. Proyek Invebtarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Maluku ; Depdikbud

Van, Hoeve (1991) Ensiklopedi Indonesia ; Jakarta ; Ichtiar Baru

Wiriaatmadja, Rochiaty (2002) Pendidikan Sejarah di Indonesia Perspektif Lokal, Nasional dan Global ; Bandung ; Historia Utama Press Universitas Pendidikan Indonesia

(2005) Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen ; Bandung ; Remaja Rosdakarya

Data Makalah/jurnal

Borhan M dan Sayuti S (2007) Ritus dan Ritual di dalam dunia melayu.

Hasan Hamid, (2007) naskah akademik kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) departemen pendidikan nasional badan penelitian dan pengembangan kurikulum pusat.

Nurjana I Nyoman (2004) Memahami posisi dan Kapasitas Hukum adat dalam Politik pembangunan Hukum di Indonesia ; Perspektif Antropologi Hukum ; Malang ; pusat pengembangan hokum lingkungan dan sumber daya alam Sutarto Ayu (2006) Kearifan Lokal dan Perubahan Lingkungan Kasus Kampung

Naga,Badui, Damin dan Tengger; Kumpulan Makalah

Daftar Internet

Rusdi Effendi (2009) Daur Hidup orang Bukit alamat : http://www daur-hidup-orang-bukit.html [online] tanggal 5 november 2009

Teguh Prasetyo (2009) kajian Ritual Budaya alamat : http://www Studi Religi dan Ritual-Antro (online) tanggal 5 november 2009


(6)

Http://www.wikipedia.org/wiki/Maluku [online] 5 november 2009

Http://www.wikipedia.org/wiki/Budaya [online] 5 november 2009

(http://www.scribd.com/doc/24331819/pengertian-kebudayaan) [online] 11 februari

2010

http://www.scribd.com/doc/9290685/Perkembangan-Teori-Sejarah [online] 23


Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Tradisi Tumplek Ponjen dalam Perkawinan Masyarakat Adat Jawa (Studi Etnografi di Desa Kedungwungu Kecamatan Jatinegara Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah)

2 65 89

TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI : Studi Etnografi Di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka.

1 17 55

PENGEMBANGAN CIVIC CULTURE MELALUI PENDIDIKAN FORMAL DAN BUDAYA LOKAL MASYARAKAT SUKU NUAULU : Studi Etnografi pada Masyarakat Adat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Negeri Nua Nea Kec. Amahai Kab. Maluku Tengah Prov. Maluku.

0 3 34

PENGEMBANGAN CIVIC CULTURE MELALUI PENDIDIKAN FORMAL DAN BUDAYA LOKAL MASYARAKAT SUKU NUAULU : Studi Etnografi pada Masyarakat Adat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Negeri Nua Nea Kec. Amahai Kab. Maluku Tengah Prov. Maluku.

2 58 337

NILAI - NILAI ADAT LARVUL NGABALSEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM IPS : Studi Etnografi Pada Masyarakat Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara.

0 1 38

KAJIAN ETNOGRAFI TERHADAP MAKNA SYAIR LAGU PADA RITUAL DAUR HIDUP MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM KABUPATEN MALUKU TENGAH DAN MODEL PELESTARIANNYA.

1 3 34

PELAKSANAAN ADAT ISTIADAT LELUHUR ATAU TRADISI LELUHUR SEBAGAI WUJUD NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGBENDA KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP - repository perpustakaan

0 0 14

PELAKSANAAN ADAT ISTIADAT LELUHUR ATAU TRADISI LELUHUR SEBAGAI WUJUD NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGBENDA KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP - repository perpustakaan

1 27 41