HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO).
SKRIPSI
HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM
BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN
COCONUT OIL (VCO)
Disusun oleh :
NAFRI
FIRMANSYAH
0731010036
SEFRIAN SUKMA NURSIERA
0731010038
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul
“Hidrolisis Protein Konsentrat Dalam Blondo Limbah Hasil Produk Virgin
Coconut Oil (VCO)” ini.
Penelitian ini merupakan salah satu tugas akhir yang merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik jurusan Teknik Kimia Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyusun laporan penelitian ini penulis juga mendapat bantuan
dari berbagai pihak baik secara moril maupun secara materiil. Oleh karena itu,
penulis sangat berterima kasih khususnya kepada :
1.
Bapak Ir. Sutiono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.
3.
Ir. Kindriari Nurma Wahyuni, MT selaku Sekretaris Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.
4.
Ir. Sani, MT selaku dosen pembimbing penelitian yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan penelitian ini.
5.
Ir. Shinta Soraya Santi, MT selaku dosen penguji I penelitian.
6.
Ir. Dwi Heri Astuti, MT selaku dosen penguji II penelitian.
(3)
8.
Ir. C. Pujiastuti, MT selaku Kepala Laboratorium Riset Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.
9.
Seluruh karyawan dan staff Fakultas Teknologi Industri UPN
”Veteran” Jawa Timur.
10.
Kedua orang tua serta seluruh anggota keluarga yang telah
memberikan dukungan baik moril, materiil dan spiritual.
11.
Seluruh teman-teman Angkatan 2007 yang telah membantu,
memberikan informasi dan support selama penyelesaian penelitian ini.
Dalam menyusun penelitian ini, kami menyadari masih memiliki
kekurangan. Diharapkan kritik dan saran dari saudara sekalian untuk memicu
kami dalam penyempurnaan yang lebih baik. Semoga semua ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin
Surabaya, Juli 2011
(4)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... v
Daftar Gambar ... vi
Intisari ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Tujuan Penelitian ... 4
I.3. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
II.1. Blondo ... 5
II.1.1. Cara Mendapatkan Blondo ... 6
II.2. Protein ... 7
II.2.1. Fungsi Protein... 9
II.2.2. Sifat – sifat Protein ... 11
II.2.3. Struktur Protein ... 14
II.2.4. Klasifikasi Protein ... 17
II.2.5. Denaturasi Protein ... 18
II.3. Asam – asam Amino ... 19
II.4. Proses Hidrolisis ... 20
II.5. Sifat – sifat Fisika dan Kimia ... 22
II.5.1. Asam Klorida ... 22
II.5.2. Natrium Hidroksida ... 23
II.6. Landasan Teori ... 23
II.7. Hipotesa ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
III.1. Bahan-Bahan yang Diperlukan ... 28
III.2. Alat-Alat yang Digunakan ... 28
(5)
III.4. Variabel ... 29
III.5. Prosedur ... 30
III.6. Analisa Kadar Protein ... 31
III.7. Diagram Alir ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
IV.1. Hasil dan Pembahasan ... 36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
V.1. Kesimpulan ... 42
V.2. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Analisa Awal Kandungan dari Blondo ... 36
Tabel 2. Hasil Analisa Kadar Protein dari Blondo Setelah di Hidrolisis dengan
Peubah Waktu Hidrolisis dan Kecepatan Pengadukan... 36
Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Protein dari Blondo Setelah di Hidrolisis dengan
(7)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Molekul Protein ...8
Gambar 2. Struktur Protein Primer ...14
Gambar 3. Struktur Protein Sekunder ...15
Gambar 4. Struktur Protein Tersier...16
Gambar 5. Struktur Protein Kuartener ...16
Gambar 6. Reaksi Hidrolisis protein dengan katalis asam dan penggumpalan
protein dengan alkali... 25
Gambar 7. Satu Set Alat Hidrolisis...28
Gambar 8. Diagram Alir Proses Hidrolisis (Langkah 1) ...32
Gambar 9. Diagram Alir Proses Hidrolisis (Langkah 2) ...34
Gambar 10. Pengaruh Waktu Hidrolisis Terhadap Kadar Protein dalam Blondo
dengan Peubah Kecepatan Pengadukan (Rpm) ...37
Gambar 11 Pengaruh Penambahan Volume Katalis (HCl 6 N) Terhadap Kadar
Protein dalam Blondo...40
(8)
INTISARI
Blondo mengandung protein yang sangat tinggi, pemisahan protein
sangat dibutuhkan Hidrolisis Protein dimana bahan baku yang digunakan adalah
blondo yang merupakan limbah hasil pembuatan VCO. Pemanfaatan blondo
sangat terbatas dan tidak sedikit yang terbuang begitu saja, padahal di dalam
blondo mengandung protein yang cukup tinggi
Penelitian ini bertujuan untuk mengambil protein yang terkandung
dalam blondo dengan menggunakan proses hidrolisis dengan katalis asam. Selain
itu juga akan dipelajari pengaruh berbagai peubah dalam proses hidrolisis
tersebut. Kondisi yang ditetapkan antara lain, suhu hidrolisis 60 °C, berat blondo
20 gr, konsentrasi HCl 6N, dan konsentrasi NaOH 6N. Blondo dihidrolisis dengan
HCl di dalam labu leher tiga dengan kondisi yang dijalankan yaitu jumlah volume
HCl 50 ; 75 ; 100 ; 125 ; 150 ml, waktu hidrolisis 30 ; 45 ; 60 ; 75 dan 90 menit,
dan kecepatan pengadukan 100 ; 150 ; 200 ; 250 dan 300 rpm. Hasil hidrolisis
disaring, kemudian filtratnya ditetesi larutan NaOH sedikit demi sedikit hingga
timbul endapan. Endapan yang diperoleh di keringkan dalam oven dan dianalisa
untuk mengetahui kadar proteinnya.
Hasil penelitian hidrolisis protein konsentrat dari blondo adalah kondisi
operasi pada waktu 75 menit dengan kecepatan pengadukan 250 rpm, dan jumlah
volume HCl yang ditambahkan 150 ml, kadar protein yang didapat pada kondisi
optimum ini adalah 8,5264 %.
(9)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kelapa adalah sejenis buah yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minyak kelapa atau minyak kelapa murni (VCO). Kelapa memiliki banyak kandungan lemak, protein, dan vitamin. Dalam proses pembuatan minyak kelapa murni (VCO), menghasilkan produk samping atau endapan yang harus dipisahkan, endapan tersebut disebut dengan Blondo.
Blondo merupakan hasil samping dari pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) atau pembuatan minyak kelapa dengan proses basah yakni proses ekstraksi minyak kelapa dari bahan santan kelapa. Blondo adalah protein nabati yang berasal dari buah kelapa yang berkualitas tinggi yang mengandung asam amino esensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau alternatif makanan bergizi tinggi serta harganya relatif lebih murah. (http://tyan-allabout.blogspot.com/)
Di era globalisasi ini, masyarakat banyak yang belum mengatahui akan kandungan protein yang terkandung di dalam blondo. Dari kenyataan yang ada blondo biasanya hanya dijadikan pakan ternak , dibuat menjadi pepes atau terkadang langsung dibuang begitu saja. Kandungan protein yang terkandung di dalam blondo cukup tinggi (± 40 – 60 %), namun apabila
(10)
blondo langsung didapat dari proses basah dalam pembuatan minyak kelapa, blondo tersebut masih mengandung atau terikat oleh minyak / lemak.
Untuk mendapatkan protein yang murni terlepas dari sisa kandungan minyak / lemak dan kandungan yang lain, maka blondo dapat di olah lebih lanjut dengan proses Hidrolisis Protein dengan tujuan untuk mendapatkan protein konsentrat yang terkandung di dalam blondo.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang hidrolisis protein dari berbagai macam bahan. Penelitian tersebut terdiri dari :
1. Proses Hidrolisis Limbah Bulu Ayam Dengan Menggunakan Larutan
HCl Encer Menjadi Protein Konsentrat. Penelitian ini dilakukan oleh Heni Priswanti dari Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur. Penelitian ini mendapatkan hasil protein dengan variabel terbaik pada kondisi kepekatan konsentrasi HCl 6 N dengan kecepatan pengadukan 100 rpm selama waktu 75 menit diperoleh hasil protein konsentrat sebesar 6,74 %.
2. Pengaruh Larutan HCl Terhadap Hidrolisis Protein Kedelai. Penelitian ini dilakukan oleh Avenida Ratna Dewi dari Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur. Penelitian ini mendapatkan hasil protein dengan variabel terbaik pada kondisi kepekatan HCl 7 N dengan kecepatan pengadukan 100 rpm selama waktu 10 jam diperoleh hasil protein konsentrat sebesar 82,12 %.
3. Penentuan Kondisi Terbaik Terhadap Perolehan Protein Limbah Bulu Unggas Dengan Penambahan HCl. Penelitian ini dilakukan oleh Weni
(11)
Anggraeni dari Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur. Penelitian ini mendapatkan hasil protein dengan variabel terbaik pada kondisi berat HCl 6 N dengan kecepatan pengadukan 100 rpm dan pemanasan 110 °C selama waktu 90 menit diperoleh hasil protein konsentrat sebesar 20 %.
4. Hidrolisis Protein Dari Buah Lamtoro. Penelitian ini dilakukan oleh Clara Anggun Yolanda dari Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur. Penelitian ini mendapatkan hasil protein dengan variabel terbaik pada kondisi berat NaOH 0,1 N dengan kecepatan pengadukan 600 rpm dan pemanasan 80 °C selama waktu 45 menit diperoleh hasil protein konsentrat sebesar 36,505 %.
Pada penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kandungan protein yang cukup tinggi sehingga meningkatkan nilai ekonomi dari blondo serta sebagai tepung blondo untuk makanan ikan, ternak, penambahan gizi pada makanan, dan sebagainya. Selain itu proteinnya juga dapat digunakan dalam industri lain misalnya industri kertas maupun kosmetik.
Proses pengambilan protein dari blondo akan dilakukan dengan cara hidrolisis ( Hidrolisis Asam ) menggunakan HCldengan memvariasikan waktu hidrolisis dan jumlah HCl yang ditambahkan sebagai peubah, kemudian residunya di netralkan dengan NaOH dengan konsentrasi yang telah ditentukan untuk menghilangkan kandungan Cl- yang terikut di dalam residu.
(12)
I.2. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mencari kondisi proses yang terbaik pada proses hidrolisis protein dan mendapatkan protein konsentrat sebanyak - banyaknya. Selain itu juga akan dipelajari pengaruh berbagai peubah kecepatan pengadukan dan waktu serta jumlah HCl yang diperlakukan dalam proses hidrolisis tersebut.
I. 3. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
a. Untuk mengetahui kandungan protein atau banyaknya protein yang
terpisahkan dengan menggunakan berbagai macam variabel yang dijalankan.
b. Untuk mengetahui kondisi yang terbaik untuk mendapatkan protein
dalam blondo.
c. Untuk meningkatkan nilai ekonomi dari Blondo tersebut.
d. Sebagai pemberi informasi pemanfaatan blondo yang mengandung
(13)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Blondo
Blondo adalah protein kelapa yang berkualitas tinggi yang mengandung asam amino esensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau alternatif makanan bergizi tinggi serta harganya relatif lebih murah. (Ani Setyowati, dkk : 2007)
Blondo merupakan salah satu sumber protein nabati yang dapat diperoleh dengan mudah, belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Karena manfaat dan nilai gizinya belum diketahui, maka selama ini blondo hanya dijadikan makanan ternak dan sambel. Telah dilakukan penelitian penentuan asam amino esensial dalam blondo dengan tujuan untuk mengatahui jenis dan kadar asam amino esensial yang terkandung dalam blondo. (http://ie-ye.blog.friendster.com/2008/04/minyak-kelapa-murni-vco/)
Blondo adalah sisa hasil ekstraksi minyak. Jumlah blondo yang diperoleh setelah pemasakan berbanding terbalik dengan jumlah minyak yang diperoleh. Semakin banyak blondo terbentuk maka minyak yang diperoleh semakin sedikit. Demikian juga sebaliknya. Blondo yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan menggunakan air kelapa ini sedikit terasa asam atau tidak semanis blondo yang diperoleh dari proses pembuatan minyak secara tradisional. Hal ini disebabkan karena asam yang
(14)
dipakai untuk memutus rantai protein krim akan terakumulasi bersama dengan blondo. Karena rasanya yang sedikit asam blondo dari proses ini tidak lagi memiliki nilai ekonomis. Akan tetapi hal ini tidak terlalu berpengaruh karena sebagian besar blondo sudah menjadi minyak dan dari proses hanya sedikit blondo yang dihasilkan. ( Destialisma: 2005 )
II.1.1 Cara Mendapatkan Blondo
Blondo dapat diperoleh sebagai hasil samping pembuatan minyak
kelapa dengan proses basah yakni proses ekstraksi minyak kelapa dari bahan santan kelapa. Proses ekstraksi teknik basah ini ini cukup bervariasi antara lain proses pengasaman, enzimatik, pancingan, mekanik, thermal dan lain sebagainya. Metode pancingan merupakan suatu metoda yang banyak disukai khususnya dengan tujuan .menghasilkan minyak kelapa murni (virgin coconut oil, VCO), yakni minyak yang diolah tanpa perlakuan panas berlebihan atau tanpa penggunaan bahan kimia tambahan. Proses ini dilakukan hanya dengan menempatkan sejumlah minyak pemancing di atas permukaan krim santan pada perbandingan volume 1:3. Blondo dari hasil samping pembuatan minyak kelapa dengan metode pancingan memiliki kualitas baik sebagai sumber bahan pangan dengan pertimbangan blondo yang diperoleh terbebas dari penambahan zat-zat lain dari luar serta tidak menghasilkan perubahan karakteriisik (warna dan bau) yang berarti.
Ada pula cara mendapatkan Blondo dengan cara yang mudah yaitu
(15)
air, kemudian didiamkan selama ± 2 jam sehingga terpisah menjadi 2 lapisan yang disebut skim (lapisan bawah) dan krim (lapisan atas). Lapisan skim dibuang, sedangkan lapisan krim diproses dengan menggunakan alat sentrifugasi dengan kecepatan 1500 selama 1,5 jam. Setelah itu akan terbentuk tiga lapisan. Lapisan di bawah adalah limbah air dan dibuang, sedangkan lapisan tengah adalah blondo dan lapisan paling atas adalah minyak.
II.2. Protein
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama" adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer - monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Protein adalah suatu senyawa organik yang berbobot molekul tinggi berkisar antara beberapa ribu sampai jutaan. Protein ini tersusun dari atom C, H, O dan N serta unsur seperti P dan S yang membentuk unit - unit
(16)
asam amino. Protein berasal dari kata yunani kuno proteos, artinya yang utama. Dari asal kata - kata ini dapat diambil kesimpulan bagaimana pentingnya dalam kehidupan. ( Aisjah Girindra,1993 ).
Protein secara keseluruhan merupakan polipeptida, yang tersusun oleh serangkaian asam - asam amino, dengan berat molekul yang relatif sangat berat, yaitu berkisar 8.000 sampai 10.000. Meskipun protein merupakan polipeptida, namun banyak yang mengandung bahan selain asam amino, seperti heme, derivate vitamin, lipid serta karbohidrat. Protein yang demikian tadi lazim disebut sebagai protein kompleks, sedang protein yang hanya tersusun dari asam amino, disebut protein sederhana. ( Muchtadi dkk,1993 )
Protein adalah poliamida, dan hidrolisis protein menghasilkan asam - asam amino, reaksinya sebagai berikut :
dsb NHCHC - NHCHC
O O
R R
n
H2O , H+
Kalor H2NCHCO2H
R R
+ H2NCHCO2H
Protein Asam Amino
Gambar 1. Skema Molekul Protein
Yang paling istimewa adalah sel dapat merangkai ke 20 asam amino dalam berbagai kombinasi dan urutan, menghasilkan peptide dan protein yang mempunyai sifat - sifat dan aktifitas yang berbeda. Dari unit
(17)
pembangun ini organisme yang berbeda dapat membuat produk - produk yang demikian bervariasi, seperti enzim, hormon, lensa protein pada mata, bulu burung ayam, jaringan laba - laba, kulit kura - kura, protein susu bergizi, antibiotika, racun jamur serta tumbuhan - tumbuhan yang juga mengandung protein seperti daun turi juga daun lamtoro dan banyak senyawa lain yang mempunyai aktivitas biologis spesifik. ( Aisjah Girindra,1993 ).
II.2.1 Fungsi Protein.
Menurut Lehninger, bahwa protein bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu :
a. Sebagai Enzim.
Protein yang paling bervariasi dan mempunyai kekhususan tinggi adalah protein yang mempunyai aktivitas katalisa, yakni enzim. Hampir semua reaksi kimia biomolekul organik didalam sel dikatalisa oleh enzim. Lebih dari 2.000 jenis enzim, masing-masing dapat mengkatalisa reaksi kimia yang berbeda telah ditemukan didalam berbagai bentuk kehidupan.
b. Sebagai Protein Transport.
Protein transport didalam plasma darah mengikat dan membawa molekul atau ion spesifik dari satu organ ke organ lain. Hemoglobin pada sel darah merah mengikat oksigen ketika darah melalui paru - paru dan membawa oksigen ini kejaringan pori feri.
(18)
Disini oksigen dilepaskan untuk melangsungkan oksidasi nutrient yang menghasilkan energi. Plasma darah mengandung lipoprotein yang membawa lipid dari hati ke organ lain. Protein transport lain terdapat didalam membran sel dan menyesuaikan strukturnya untuk mengikat dan membawa glukosa, asam amino dan nutrient lain melalui membran menuju kedalam sel.
c. Sebagai Protein Nutrien dan Penyimpanan.
Biji berbagai tumbuhan menyimpan protein nutrient yang dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio tanaman. Ovalbulmin protein utama putih telur dan kasein, protein utama susu merupakan contoh lain dari protein nutrient. Ferritin jaringan hewan merupakan protein penyimpanan besi.
d. Sebagai Protein Kontaktil dan Motil.
Beberapa protein memberikan kepada sel dan organinisme untuk berkontraksi mengubah bentuk,atau bergerak. Aktin dan myosin adalah protein filament yang berfungsi didalam sistem kontraktil otot kerangka dan juga didalam banyak sel bukan otot. e. Sebagai Protein Struktural.
Banyak protein yang berperan sebagai filament, kabel atau lembaran penyanggah untuk memberikan struktur biologi kekuatan atau produksi. Komponen utama dari urat dan tukang rawan adalah protein serabut kolagen yang mempunyai daya tegang yang amat
(19)
tinggi. Daun lamtoro mengandung protein sekitar 40% yang tidak dapat larut dalam air.
f. Sebagai Protein Pertahanan.
Banyak protein mempertahankan organisme dalam melawan serangan oleh spesies lain atau melindungi organisme tersebur dari luka. Fibrinogen dan thrombin merupakan protein penggumpal darah yang menjaga kehilangan darah jika sistem pembuluh terluka. Bisa ular, toksin bakteri dan protein tumbuhan beracun seperti resin juga tampaknya berfungsi didalam pertahanan tubuh.
g. Sebagai Protein Pengatur.
Beberapa protein membantu mengatur aktifitas seluler atau fisiologi. Protein pengatur biosintesa enzim oleh sel bakteri.
h. Sebagai Protein Lain.
Terdapat banyak protein lain yang berfunsinya agak eksotik dan tidak mudah diklasifikasikan. ( Lehninger, 1982 )
II.2.2 Sifat-sifat Protein.
1. Berat Molekul
Protein mempunyai berat molekul yang bervariasi dari 5000 sampai beberapa juta.
(20)
2. Protein sebagai Amfoter
Sifat – sifat protein sebagai amfoter ditentukan oleh gugus – gugusnya yang dapat mengion. Dalam suatu ikatan peptida hanya terdapat 1 gugus karboksil dan gugus amino bebas yang terletak pada masing – masing ujung rantai molekul protein. Protein dalam kondisi netral atau tidak bermuatan ( pH isoelektrik ) berada dalam bentuk ion dipolar / ion zweitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH.
3. Sifat Ionik Protein
Pada molekul protein, gugus R yang bersifat hidrofil pada bagian luar, sedangkan gugus K nonpolar yang hidrofob terletak dibagian dalam. Jika protein banyak mengandung asam amino ( yang bersifat asam ) glutamat, aspartat, protein mempunyai titik isoelektrik yang rendah.
4. Hidrasi Protein
Molekul protein mempunyai gugus polar yang dapat bergabung dengan air ( hidrasi ). Apabila suatu elektrolit gula / alkohol yang dapat membentuk kompleks dengan air ditambah pada protein, akan ada persaingan dalam mengikat air. Dalam hal ini protein kalah bersaing akibatnya terjadi hidrai protein. Beberapa protein dapat membentuk gel. Protein yang cepat membentuk gel
(21)
mempunyai struktur 3 dimensi yang bergandengan dengan ikatan hidrogen.
5. Presipitasi / Pengendapan Protein
Bila kedalam zat pelarut ditambah sedikit garam, kelarutan protein meningkat, karena daya elektrostatis antara molekul disekelilingnya turun, peristiwa ini disebut dengan salting-in. Tapi bila konsentrasi garam tinggi kelarutan protein turun, peristiwa ini disebut dengan salting-out. Protein dapat mengendap dalam garam dengan konsentrasi tinggi, logam – logam berat, alkohol.
6. Koagulasi Protein
Panas dapat menyebabkan koagulasi protein dengan suhu efektif berkisar antara 38 – 75 oC. Kebanyakan protein dapat dikoagulasikan.
7. Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah berubahnya susunan ruang / rantai polipeptida suatu molekul protein. Terjadinya denaturasi protein tahap awal pada saat protein dikenai suhu pemanasan sekitar 50 oC, protein tersebut belum bisa dikatakan rusak, hanya mengalami perubahan struktur sekunder, tersier, kuartener. Molekul yang telah mengalami denaturasi, mungkin bersifat reversible, apabila perubahannya belum begitu jauh ( suhu pemansan tidak terus bertambah ).
(22)
II.2.3 Struktur Protein.
Menurut Suhardi (1988), bahwa protein merupakan senyawa makromolekul yang terdiri dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide. Atas dasar susunan asam amino serta ikatan-ikatan yang terjadi antara asam amino dalam satu molekul protein, dibedakan 4 macam struktur protein yaitu : struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan struktur quartener.
a. Struktur Primer.
Struktur merupakan struktur paling sederhana, berupa susunan suatu susunan linier (rantai lurus) asam amino. Pembentukan ikatan peptide antara satu asam amino dengan asam amino yang alin mengakibatkan tiap asam amino dan karbonsil akan berada diujung - ujung rantai polipeptida. Ujung amino sering disebut sebagai ujung N sedang ujung COOH disebut ujung C.
Gambar 2. Struktur Protein Primer b. Struktur Sekunder.
Pada struktur sekunder, asam - asam amino yang menyusun protein dihubungkan oleh ikatan peptide dan ikatan hydrogen. Oleh karena itu rantai polipeptida yang terbentuk tidak berupa rantai lurus, melainkan berbentuk rantai terpilin ( - helix). Ikatan hydrogen pada sturktur sekunder terjadi antara O pada karbonsil
(23)
dan H pada amino (- C = O --- H – N -). Ikatan hydrogen merupakan ikatan yang lemah, tetapi karena jumlah ikatan hydrogen pada struktur sekunder cukup banyak, maka struktur tersebut relatif stabil. Bentuk lain dari struktur sekunder adalah - pleated sheet. Pada bentuk ini ikatan hydrogen terjadi antara dua ikatan peptide dan dapat berupa ikatan parallel atau anti pada protein serat maupun protein globular.
Gambar 3. Struktur Protein Sekunder c. Struktur Tersier.
Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya, dan distabilkan oleh ikatan hydrogen ikatan disulfate, interaksi hidrofilik, dan interaksi dipole - dipol, konfirmasi rantai polipeptida ini menentukan kekhasan suatu
(24)
protein dan sangat berpengaruh pada aktivitas katalik enzim secara khusus.
Gambar 4. Struktur Protein Tersier
d. Struktur Kuartener.
Molekul protein ini terbentuk dari bentuk tersier dan biasa terdiri dari protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang terbentuk oleh protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan disebut heterogenus. Protein yang terbentuk oleh protomer-protomer ini disebut oligoprotomer. ( Suhardi, 1988 ).
(25)
II.2.4 Klasifikasi Protein.
Menurut M. Purba, 1995, ada beberapa dasar yang digunakan dalam klasifikasi protein antara lain :
1. Berdasarkan Komposisi Kimia
Berdasarkan komposisi kimianya, protein dbedakan atas protein sederhana dan protein konjugasi. Protein sederhana hanya terdiri atas asam amino, dan tidak ada gugus kimia lain. Contohnya ialah Enzim Ribo Nuklease. Protein konjugasi terdiri atas rantai polipeptida yang terikat pada gugus kimia lain. Bagian yang bukan asam amino dari protein konjugasi disebut gugus prostetik. Biasanya gugus prostetik pada protein memegang peranan penting di dalam fungsi biologi.
2. Berdasarkan Bentuk
Berdasarkan bentuknya protein dibedakan atas protein globular dan protein serabut. Pada protein globular rantai – rantai polipeptidanya berlipat rapat menjadi globular atau bulat padat. Protein globular biasanya larut dan mudah berdifusi. Hampir semua protein globular mempunyai fungsi gerak atau dinamik, seperti enzim, protein transport darah dan antibodi. Protein serabut merupakan serabut panjang dan tidak berlipat menjadi globular. Protein serabut tidak larut dalam air. Hampir semua protein serabut mempunyai fungsi struktural atau pelindung. Contohnya adalah α –
(26)
keratin pada rambut dan wol, fibroin dari sutra dan kolagen dari urat.
3. Berdasarkan Fungsi Biologi
Berdasarkan fungsi biologi, protein dibedakan atas 7 golongan, yaitu :
a. Enzim
b. Protein Transport
c. Protein Nutrien dan Penyimpan d. Protein Kontraktil
e. Protein Struktur
f. Protein Pertahanan (antibodi) g. Protein Pengatur
II.2.5 Denaturasi Protein.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau
(27)
pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
Kebanyakan protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas. Jika melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Pada protein globular terjadinya denaturasi jelas terlihat dari berkurangnya daya larut. Kebanyakan denaturasi terjadi sekitar suhu di atas 60oC dan 10oC – 15oC. Karena enzim juga merupakan suatu protein. Maka jika terjadi denaturasi enzim akan kehilangan aktifitas biologisnya. Dalam hal ini ikatan peptide tidak berubah, yang berubah adalah bentuk lipatannya. Nilai nutrisi protein tidak hilang karena denaturasi, bahkan mungkin bertambah. ( Aisjah Girindra, 1993 ).
II.3. Asam-asam Amino.
Asam-asam amino adalah kunci dari struktur protein dan lebih dari 100 telah berisolasi tetapi dalam molekul protein hanya ada 20 asam amino yang berbeda. Macam posisi molekul dan jarak kedudukan molekul asam-asam molekul asam-asam-asam-asam amino dalam protein, menentukan sifat-sifat protein tersebut dan selanjutnya menentukan fungsi protein dalam tubuh.
Asam-asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asamasam amino mempunyai sekurang kurangnya satu gugus amino (
(28)
-NH2) pada posisi alfa () dari rantai karbon dan satu gugusan karbonsil ( - COOH ). Kecuali glisine semua asam-asam amino mempunyai asam karbon yang asimetrik, sehingga dapat terjadi beberapa isomer. ( Kurnia Kusnawidjaja, 1983 )
Menurut Lenhninger ( 1982 ) asam-asam amino bisa dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Asam amino essential adalah asam amino yang tidak bisa dibuat dalam tubuh atau bisa dibuat tetapi jumlahnya tak mencukupi untuk keperluan tubuh. Asam-asam itu jumlahnya ada 20 diantaranya Argine, Nistidine, Isimecine, Lysine, Methionine, Valine, Phenylaline, Trytophan, Threonine. Kesepuluh asam amino sangat penting bagi pembentukan protein kebutuhan tubuh yang semua itu harus tersedia dalam ransom. 2. Asam amino non essential adalah asam amino yang bisa dibuat dalam
tubuh,dari amiden-amiden dengan asam-asam organik biasa. Termasuk asam amino non essential ialah : Alamime, Serine, Syrocyne, Glysine, Proline, Glycoloi, Norkucine, Tryrosin, Citruline, Asam Aspergin, dan lain-lain.
II.4. Proses Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H2O sebagai pemecah suatu persenyawaan termasuk inversi gula, saponifikasi lemak dan ester, pemecahan protein dan reaksi Grignard. H2O sebagai zat
(29)
pereaksi dalam pengertian luas termasuk larutan asam dan basa (dalam senyawa organik, hidrólisis, netralisasi).
Menurut Aisjah Girindra, proses hidrolisis dapat dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu : 1. Hidrolisa Murni.
Proses hanya melibatkan air (H2O) saja.Pada proses ini tidak dapat menghidrolisa secara efektif, karena reaksi berjalan dengan lambat sehingga jarang digunakan dalam industri. Hanya untuk senyawa-senyawa yang reaktif, reaksi dapat dipercepat dengan memakai uap air. 2. Hidrolisa dengan Larutan Asam.
Menggunakan larutan asam sebagai katalisator. Larutan asam yang digunakan dapat encer atau pekat misalnya H2SO4 atau HCl. Pada asam encer umumnya kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi H+. Sifat ini tidaklah pada asam pekat.
3. Hidrolisa dengan Larutan Basa
Menggunakan larutan basa encer maupun pekat sebagai katalisator. Basa yang digunakan pada umumnya adalah NaOH atau KOH. Untuk penggunaan basa encer, bila basa yang digunakan berlebihan, sisa basa akan bereaksi dengan asam hasil reaksi. Jadi fungsi basa adalah sebagai katalisator dan pengikat asam.
4. Alkali Fusion.
Hidrolisa yang dapat dilakukan tanpa menggunakan air pada suhu tinggi, misalnya menggunakan NaOH padat. Pemakaian dalam
(30)
industri biasanya untuk maksud tertentu, misalnya proses peleburan dan untuk menghidrolisa bahan-bahan selulosa seperti tongkol jagung,
serbuk kayu, yang dilakukan suhu tinggi (± 240 oC) dengan NaOH
padat, akan menghasilkan asam oksalat dan asam acetat. 5. Hidrolisa dengan Enzim.
Dimana proses hidrolisa dilakukan dengan menggunakan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan dihasilkan dari mikroba misalnya enzym α-amylase yang dipakai untuk hidrolisa pati menjadi glukosa dan maltosa.
II.5. Sifat – sifat Fisika dan Kimia II.5.1 Asam klorida ( HCl )
Sifat Fisika : Bentuk Larutan
Warna jernih atau kuning jernih Bau menyengat dan beracun Titik Leleh : - 111 °C Titik Didih : 83 °C Spesifik Gravity : 1,18 Sifat Kimia :
Senyawa ini dapat dibuat dengan memanaskan natrium klorida dengan asam sulfat pekat
(31)
Berat Molekul 36,45 Sangat larut dalam air
Di industri senyawa ini di buat langsung dari unsur-unsurnya pada suhu tinggi
II.5.2 Natrium Hidroksida ( NaOH )
Sifat Fisika :
Berbentuk padatan berwarna putih Spesific Gravity : 2,130 Titik Leleh : 318,4 °C Titik Didih : 1390 °C Sifat Kimia :
Rumus Kimia NaOH Berat Molekul 40,0 Merupakan basa kuat Larut dalam air
II.6. Landasan Teori.
Prtotein konsentrat yang terkandung di dalam blondo dapat dipisahkan atau diambil dengan proses hidrolisis. Selain dari blondo, protein konsentrat dapat juga berasal dari daging, ikan, dll. Hidrolisa adalah suatu proses kimia yang menggunakan air sebagai pengurai suatu persenyawaan.
(32)
Hidrolisis protein didefinisikan sebagai protein yang mengalami degradasi hidrolitik dengan asam atau basa kuat dengan hasil akhir berupa campuran beberapa hasil. Bila hidrolisis dilakukan dengan sempurna maka akan diperoleh hidrolisat yang terdiri dari campuran 18 sampai 20 macam asam amino. Produk akhir dapat berbentuk cair, pasta atau bubuk/tepung yang bersifat higroskopis. Fungsi hasil hidrolisis protein antara lain sebagai penyedap atau sebagai "intermediates untuk isolasi dan memperoleh asam amino secara individu atau dapat pula untuk pengobatan yaitu sebagai obat diet untuk penderita pencernaan. (http://www.risvank.com/?tag=hidrolisis )
Protein dapat dihidrolisis atau diuraikan menjadi komponen unit – unitnya oleh molekul air. Hidrolisis ini akan melepaskan asam amino penyusunnya. Hidrolisis protein dapat dilakukan dengan menggunakan larutan HCl dan H2SO4 6 – 8 N. Hidrolisis protein dengan asam ini akan menghasilkan asam amino yang memiliki sifat optis aktif yang tetap (bentuk L) seperti terdapat di alam. Kelemahannya triptofan mengalami kerusakan dan apabila terdapat dalam karbohidrat dalam bahan akan membentuk senyawa humin yang berwarna kehitaman. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan menggunakan alkali (misalnya BaOH dan KOH). Hidrolisis ini tidak membentuk humin, tetapi sifat optis aktif asam amino yang diperoleh berubah karena adanya peristiwa rasemisasi (campuran bentuk L dan D dari asam amino). (Sudarmadji, 1996)
(33)
Hasil hidrolisis kimiawi (dengan asam atau basa), beberapa asam aminonya mengalami kerusakan dan beberapa lagi ada yang mengalami perubahan menjadi derifatnya. (Djaeni, 1996)
Gambar 6. Reaksi hidrolisis protein dengan katalis asam dan penggumpalan protein dengan alkali
Fungsi NaOH dalam proses pengendapan yaitu untuk menaikkan pH sehingga mencapai pH 9 – 10 yang akan mencapai titik isoelektrisnya. Protein dalam suasana asam akan mengalami hidrolisis, sehingga protein dapat melarut. Bila pH dinaikkan maka larutan protein pada pH tinggi akan mengalami titik isoelektris, yaitu merupakan titik pH dimana protein akan menggumpal dan mengendap. Terjadinya penggumpalan dan pengendapan karena adanya reaksi penetralan gugus – gugus fungsional protein. ( Muh. Rasyaf, 1990)
(34)
Dalam proses hidrolisis terdapat Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisa / jalannya proses hidrolisa antara lain :
1. Katalisator
Asam dapat digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Katalisator yang biasa digunakan berupa asam,yaitu asam klorida, asam sulfat, asam nitrata atau yang lainnya. Makin banyak asam yang dipakai sebagai katalisator, makin cepat jalanya reaksi hidrolisa.
2. Suhu
Reaksi akan berjalan lebih cepat bila suhu dinaikkan antara 50 –
60 ⁰C karena dengan dipanaskan gerakan molekul makin cepat.
Penggunaan suhu tinggi juga dapat meminimalkan penggunaan katalisator sehingga biaya operasional lebih ekonomis.
3. Waktu Hidrolisis
Waktu reaksi mempengaruhi konversi yang dihasilkan, semakin lama waktu reaksi, maka semakin tinggi pula konversi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh kesempatan zat reaktan untuk saling bertumbukan dan bereaksi semakin besar, sehingga konversi yang dihasilkan semakin tinggi.
4. Besar dan ukuran bahan yang dihidrolisa
Untuk bahan dengan ukuran kecil akan membutuhkan waktu yang lebih cepat, sehingga hasilnya akan mempunyai sifat-sifat yang lebih baik.
(35)
5. Kepekatan Larutan
Kepekatan larutan pada umumnya makin pekat larutan kecepatan hidrolisis semakin besar atau sebaliknya.
6. Macam tangki yang dipakai untuk hidrolisis
Ada 2 macam tangki yang dipakai : tangki terbuka dan tangki tertutup. Pada percobaan pengambilan proses ini, yang dipakai adalah tangki tertutup dengan dilengkapi pengaduk agar hidrolisis terjadi dengan baik dan merata, sedangkan pemanasannya menggunakan kompor listrik. ( Groggins, 1958 ).
II.7. Hipotesa
Dari penelitian hidrolisis protein blondo hasil limbah produk virgin coconut oil ( VCO ) diharapkan mendapatkan protein yang tinggi dengan kondisi waktu hidrolisis dan penambahan volume katalis (HCl) serta kecepatan pengadukan yang akan dijalankan.
(36)
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Bahan - bahan yang diperlukan
Bahan baku blondo didapat dari hasil proses pengolahan produk Virgin Coconut Oil ( VCO ) menggunakan proses basah. HCl, NaOH dan Aquadest diperoleh dari membeli di toko bahan kimia.
III.2 Alat - alat yang digunakan
Alat – alat yang digunakan adalah Satu Set Alat Hidrolisis yang dipinjam dari Laboratorium Riset UPN ” Veteran ” Jatim.
III.3 Gambar dan Susunan Alat
(37)
Keterangan gambar :
1. kompor listrik 8. statif motor pengaduk
2. panci penangas 9. klem kondensor
3. labu leher tiga 10. kondensor
4. klem labu leher tiga 11. klem motor pengaduk
5. Termometer 12. motor pengaduk
6. output air kondensor 13. statif kondensor
7. pengaduk 14. input air kondensor
III.4 Variabel
Kondisi yang dijalankan : Langkah 1 :
1. Kecepatan pengadukan : 100 ; 150 ; 200 ; 250 dan 300 rpm
2. Waktu Hidrolisis : 30 ; 45 ; 60 ; 75 dan 90 menit
Kondisi yang ditetapkan :
1. Suhu : 60 oC
2. Berat Blondo : 20 gr
3. Konsentrasi HCl : 6 N
4. Konsentrasi NaOH : 6 N
Langkah 2 :
1. Hasil terbaik pada langkah 1
(38)
Kondisi yang ditetapkan :
1. Suhu : 60 oC
2. Berat Blondo : 20 gr
3. Konsentrasi HCl : 6 N
4. Konsentrasi NaOH : 6 N
III.5 Prosedur
Langkah 1
Blondo dari hasil proses sentrifugasi di pisahkan dari VCO dan air, blondo yang berbentuk pasta kemudian diambil sebanyak 20 gr dan dimasukkan kedalam labu leher tiga. Setelah itu, dilakukan proses hidrolisis dengan cara penambahan larutan HCl 6 N dengan volume 100 ml sebagai percobaan awal, kemudian dipanaskan pada suhu 60 ⁰C dan kecepatan pengaduk serta waktu yang akan dijalankan.
Setelah proses hidrolisis selesai, hasil yang didapat disaring untuk memisahkan residu dengan filtratnya. Filtrat yang diambil, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan dengan larutan NaOH 6 N sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuk endapan. Setelah itu, campuran protein dan NaOH didiamkan selama ± 15 menit sampai pengendapan protein terlihat secara fisik sekaligus proses pendinginan. Setelah itu endapan disaring menggunakan kertas saring kemudian di keringkan di dalam oven dengan suhu 60 °C selama ± 30 menit. Setelah
(39)
itu, endapan yang diperoleh dilakukan penimbangan berat kering dan penetapan kadar protein.
Langkah 2
Hasil yang terbaik dari percobaan sebelumnya akan diambil sebagai ketetapan untuk menjalankan proses hidrolisis kembali dengan variabel penambahan HCl 6 N seperti yang telah ditentukan. Hasil yang diperoleh diperlakukan sama seperti percobaan sebelumnya.
III.6. Analisa Kadar Protein
Analisa kadar protein dilakukan dengan menggunakan Metode Kjeldahl yang dilakukan di PT. Wilmar Nabati Indonesia, Gresik – Jawa Timur.
(40)
III.7. Diagram Alir
Langkah 1 : Proses Hidrolisis Protein dari Blondo (variabel : waktu
hidrolisis dengan kecepatan pengadukan)
Diambil Dibuang
Residu Filtrat
Blondo
HCl 6 N sebanyak 100 ml
Dipanaskan 60 oC Di aduk dengan kecepatan
yang ditentukan
Diambil 20 gr
Dimasukkan dalam labu leher tiga
Hidrolisis Selama waktu yang
ditetapkan
(41)
Gambar 8. Diagram Alir Proses Hidrolisis (Langkah 1)
Di Oven 60 °C, selama ± 30 menit Filtrat
Diaduk hingga terbentuk endapan
Endapan disaring Didiamkan ± 15 menit Dimasukkan dalam
beaker glass
Ditambahkan NaOH 6 N sedikit demi
sedikit
Filtrat Residu
Dibuang
Analisa Kandungan Protein Ditimbang
(42)
Langkah 2 : Proses Hidrolisis Protein dari Blondo (variabel : kondisi
terbaik langkah 1 dengan jumlah volume HCl)
Diambil Dibuang
Residu Filtrat
Blondo
HCl 6 N sebanyak yang ditetapkan Dipanaskan 60 oC
Di aduk dengan kecepatan dan waktu terbaik pada
langkah 1
Diambil 20 gr
Dimasukkan dalam labu leher tiga
Hidrolisis
(43)
Gambar 9. Diagram Alir Proses Hidrolisis (Langkah 2)
Di Oven 60 °C, selama ± 30 menit Filtrat
Diaduk hingga terbentuk endapan
Endapan disaring Didiamkan ± 15 menit Dimasukkan dalam
beaker glass
Ditambahkan NaOH 6 N sedikit demi
sedikit
Filtrat Residu
Dibuang
Analisa Kandungan Protein Ditimbang
(44)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian hidrolisis protein dari Blondo ini , pertama blondo dipisahkan terlebih dahulu dari air kemudian di analisa.
Tabel 1. Hasil Analisa Awal Kandungan dari Blondo
No. Parameter Kadar (%)
1. Protein 20,4711
2. Air 8,5118
3. Lemak 2,3380
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa hasil analisa kandungan awal dari blondo memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 20,4711% berat. Kandungan air dan lemak sebesar 8,5118% dan 2,3380%.
Setelah Blondo dipisahkan dengan air, kemudian dilakukan proses hidrolisis dengan peubah yang dijalankan dan peubah yang ditetapkan. Hasil analisa kadar protein dari Blondo setelah dihidrolisis adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Analisa Kadar Protein dari Blondo Setelah di Hidrolisis dengan Peubah Waktu Hidrolisis dan Kecepatan Pengadukan (Langkah 1)
Waktu (menit)
30 45 60 75 90 HCL Rpm
Kadar Protein (% berat)
100 2,5051 3,2672 3,6145 4,2186 4,7474
150 2,6987 3,8554 4,3535 4,6022 4,9379
200 2,8584 4,3325 5,6713 6,4119 6,8162
250 3,5266 5,1491 6,3311 7,5471 7,5433
6 N
(45)
Dari tabel 2 terlihat bahwa semakin lama waktu hidrolisis semakin besar hasil protein yang didapat dan semakin besar kecepatan pengadukan yang dijalankan juga semakin besar protein yang didapat.
Data tabel di atas dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut :
Gambar 10. Pengaruh Waktu Hidrolisis Terhadap Kadar Protein dalam Blondo dengan Peubah Kecepatan Pengadukan (Rpm)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Pada grafik 1 di atas terlihat pada kecepatan pengadukan 100 rpm, 150 rpm dan 200 rpm hasil protein yang di dapat tidak terlalu besar selisihnya atau hampir berhimpit pada waktu 30 menit yaitu 2.5051, 2.6987 dan 2.8584 %. Namun pada kecepatan pengadukan 200 rpm ke 250 rpm pada waktu 30 menit mengalami kenaikkan agak besar yaitu dari 2.8584 % ke 3.5266 %. Untuk kecepatan pengadukan dari 150 rpm ke 200 rpm mengalami kenaikkan yang hampir mencapai puncak pada waktu 60, 75 dan pada 90
(46)
menit kenaikannya sangat kecil, namun selisih hasil yang tertinggi dari kondisi tersebut adalah pada kecepatan 150 rpm ke 200 rpm pada waktu 90 menit dari kadar protein sebesar 4.9379 % ke 6.8162 %. Hal ini dikarenakan pada kecepatan pengadukan 200 rpm pergerakkan partikel – partikel protein
yang saling kontak dengan H2O mulai maksimal pada kecepatan
pengadukan 100 rpm dan 150 rpm. Untuk hasil kecepatan pengadukan 250 rpm ke 300 rpm penigkatannya hampir tidak terlihat atau sangat kecil. Namun pada waktu 75 dan 90 menit hasil yang tertinggi terletak pada kecepatan 250 rpm yaitu 7.5471 % dan 7.5433 %. Kecepatan pengadukan 250 rpm lebih tinggi karena telah maksimal dalam menggerakkan partikel – partikel untuk saling kontak antara partikel protein dengan H2O. Dalam hal ini jika kecepatan pengadukan semakin tinggi, maka partikel padat dan cair akan saling kontak dengan sempurna dan tumbukan partikel- partikel tersebut semakin besar. Grafik tersebut sejalan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis, salah satunya adalah kecepatan pengadukan. Hasil optimumnya terletak pada kondisi kecepatan pengadukan 250 rpm pada waktu 75 menit mendapatkan protein dengan kadar sebesar 7.5471 %.
Waktu Hidrolisis (menit)
Pada waktu hidrolisis 30 sampai 90 menit pada kecepatan pengadukan 100 rpm dan 150 rpm kadar protein yang didapat terus mengalami kenaikan dengan selisih yang kecil yaitu 2,5051% ke 4,7474% (untuk kecepatan pengadukan 100 rpm) dan dari 2,6987% ke 4,9379%
(47)
(untuk kecepatan pengadukan 150 rpm). Sedangkan pada waktu hidrolisis 30 sampai 90 menit pada kecepatan pengadukan 200 rpm hasil protein yang didapat mulai menunjukkan kenaikan yang tinggi dengan kadar protein yang diperoleh dari 2.8584% ke 6.8162%. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tersebut protein yang terhidrolisis sudah mulai maksimal. Begitu pula yang terlihat pada waktu 30 sampai 75 menit pada kecepatan pengadukan 250 dan 300 rpm hasil protein yang didapat juga masih terus naik, namun dari 75 menit ke 90 menit baik pada kecepatan pengadukan 250 rpm maupun 350 rpm hasilnya menurun dengan selisih yang tipis dari 7.5471% ke 7.5433% dan dari 7.3986% ke 7.3891%. Hal ini disebabkan bahwa dalam waktu 75 menit pada kecepatan pengadukan 250 rpm dan 300 rpm tersebut protein dalam blondo sudah terambil secara maksimal sehingga hasilnya tidak bertambah apabila waktu hidrolisis ditambah. Untuk hasil optimum terjadi pada waktu hidrolisis 75 menit dengan kecepatan pengadukan 250 rpm hal ini dapat dilihat semakin lama waktu hidrolisis yang dijalankan maka semakin besar hasil protein yang didapat, dikarenakan senyawa protein dalam blondo sangat kompleks, sehingga untuk melarutkan dan menguraikannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam kondisi tersebut diperoleh kadar protein sebesar 7.5471%.
(48)
Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Protein dari Blondo Setelah di Hidrolisis dengan Peubah Jumlah Volume HCl 6N yang Ditambahkan (Langkah 2)
Rpm Waktu Volume HCl 6 N
(ml) Kadar Protein (% Berat)
50 3,9287
75 4,2854
100 7,5471
125 7,9567
250 75 menit
150 8,5264
Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa semakin banyak jumlah katalis asam (HCl 6N) yang digunakan maka akan semakin besar pula hasil protein yang didapat.
Dari data tabel di atas dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut :
Gambar 11. Pengaruh Penambahan Volume Katalis (HCl 6 N) Terhadap Kadar Protein dalam Blondo
(49)
Dari gambar 3 di atas pada penambahan katalis HCl 6N sebanyak 50 dan 75 ml mengalami peningkatan kadar protein yang tidak begitu besar yaitu 3,9287 % dan 4,2854 %. Hal ini disebabkan karena jumlah katalis yang ditambahkan masih belum mampu mempercepat proses hidrolisis. Pada penambahan HCl 100 ml, hasil protein yang di dapat meningkat tajam yaitu sebesar 7,5471 %, namun untuk penambahan HCl 125 ml dan 150 ml kenaikkan berjalan lambat atau hasilnya tidak terlalu beda jauh dari penambahan HCl 100 ml yakni dari 7,5471 % ke 7,9567 % dan 8,5264 %. Peningkatan kadar protein yang tidak terlalu besar tersebut dikarenakan HCl yang berfungsi sebagai katalisator sudah cukup sebagai katalis, atau dengan kata lain ke aktifan dari katalis HCl sudah tidak maksimal lagi dalam mempercepat proses hidrolisis atau bisa juga larutan hidrolisis tersebut telah terisi dengan partikel – partikel protein yang telah terhidrolisis (protein telah terambil seluruhnya). Untuk data diatas, hasil yang optimum terletak pada penambahan HCl 150 ml dengan kadar protein 8.5264 %.
Dapat disimpulkan dari gambar di atas menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah katalisator yang ditambahkan, maka hasil yang didapat akan semakin besar pula. Hal ini dikarenakan katalis HCl yang ditambahkan dengan jumlah banyak akan mempermudah dalam proses hidrolisis untuk melarutkan dan menguraikan senyawa protein dalam blondo yang kompleks tersebut.
(50)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Dalam blondo mengandung protein yang cukup besar yaitu 20.4711 % berat, untuk mengambil protein maka dilakukan proses hidrolisis blondo. 2. Hasil tertinggi yang di dapat pada langkah 1 adalah 7,5471% yang
didapat pada kondisi waktu hidrolisis 75 menit dan kecepatan pengadukan 250 rpm.
3. Hasil tertinggi yang di dapat pada langkah 2 adalah sebesar 8.5264 % yang didapat pada kondisi penambahan katalis HCl 6N sebanyak 150 ml dalam kondisi waktu hidrolisis 75 menit dan kecepatan pengadukan 250 rpm.
V.2.Saran
1. Dalam pembuatan blondo yang perlu diperhatikan adalah pada saat
pemisahan blondo dari minyak dan air yang harus dilakukan dengan teliti agar dapat meminimalkan jumlah minyak dan air yang terikut dengan blondo.
2. Dalam proses hidrolisis kita harus selalu menjaga suhu hidrolisis agar protein yang terkandung di dalam blondo tidak mengalami denaturasi.
(51)
3. Dalam penambahan NaOH untuk mengendapkan protein dalam larutan hidrolisis harus dilakukan dengan teliti dan hati – hati agar warna dan jumlah protein yang terendapkan tidak berubah.
(52)
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1983, “Kimia Organik”, Edisi 3,
Jakarta : Erlangga.
Kurnia Kusnawidjaja, 1983, “Biokimia” , Bandung : Alumni.
Lehninger, 1982, “Dasar – dasar Biokimia”, Edisi 2, Jakarta : Erlangga.
Muchtadi D.Dr.Ir.Ms, Sri Palupi Nurheni. Ir, Astawan Made.Ir., 1993,”
Metabolisme Zat Gizi ”, jilid I, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Suhardjo, Harrer J Laura,Deaton J Brady., 1985,”Pangan, Gizi dan
Pertanian”, Jakarta : Universitas Indonesia.
Winarno.F.G., 1992, ”Kimia Pangan dan Gizi”, Jakarta : P.T Gramedia
Pustaka Utama.
Girindra, Aisjah, 1993., “Biokimia I”, Edisi 1, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Rasyaf, Muhammad, 1990., ”Bahan Makanan Unggas di Indonesia“, Edisi
1, Yogyakarta : Kanisius.
Sudarmadji, Slamet, 1982., “Analisa Bahan Makanan dan Pertanian”,
Edisi 1, Yogyakarta : Liberty.
Purba, M, 1995., “Kimia 2000 untuk SMU”, Jakarta : Erlangga.
Groggins, P.H., 1985., “Unit Process in Organic Synthesys”, 5 th edition,
Tokyo : Mc. Graw Hill – Kogakusha Co. Ltd.
www.lampungpost.com/cetak/berita.php
http://tyan-allabout.blogspot.com/
http://ie-ye.blog.friendster.com/2008/04/minyak-kelapa-murni-vco/
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_klorida
http://id.wikipedia.org/wiki/Sodium_hidroksida
http://id.wikipedia.org/wiki/protein
Hendrickson, B, James dkk, 1970., “ Organic Chemistry”, Edisi 3, USA :
Mc.Graw Hill.
(1)
(untuk kecepatan pengadukan 150 rpm). Sedangkan pada waktu hidrolisis 30 sampai 90 menit pada kecepatan pengadukan 200 rpm hasil protein yang didapat mulai menunjukkan kenaikan yang tinggi dengan kadar protein yang diperoleh dari 2.8584% ke 6.8162%. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tersebut protein yang terhidrolisis sudah mulai maksimal. Begitu pula yang terlihat pada waktu 30 sampai 75 menit pada kecepatan pengadukan 250 dan 300 rpm hasil protein yang didapat juga masih terus naik, namun dari 75 menit ke 90 menit baik pada kecepatan pengadukan 250 rpm maupun 350 rpm hasilnya menurun dengan selisih yang tipis dari 7.5471% ke 7.5433% dan dari 7.3986% ke 7.3891%. Hal ini disebabkan bahwa dalam waktu 75 menit pada kecepatan pengadukan 250 rpm dan 300 rpm tersebut protein dalam blondo sudah terambil secara maksimal sehingga hasilnya tidak bertambah apabila waktu hidrolisis ditambah. Untuk hasil optimum terjadi pada waktu hidrolisis 75 menit dengan kecepatan pengadukan 250 rpm hal ini dapat dilihat semakin lama waktu hidrolisis yang dijalankan maka semakin besar hasil protein yang didapat, dikarenakan senyawa protein dalam blondo sangat kompleks, sehingga untuk melarutkan dan menguraikannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam kondisi tersebut diperoleh kadar protein sebesar 7.5471%.
(2)
Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Protein dari Blondo Setelah di Hidrolisis dengan Peubah Jumlah Volume HCl 6N yang Ditambahkan (Langkah 2)
Rpm Waktu Volume HCl 6 N
(ml) Kadar Protein (% Berat)
50 3,9287
75 4,2854
100 7,5471
125 7,9567
250 75 menit
150 8,5264
Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa semakin banyak jumlah katalis asam (HCl 6N) yang digunakan maka akan semakin besar pula hasil protein yang didapat.
Dari data tabel di atas dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut :
(3)
Dari gambar 3 di atas pada penambahan katalis HCl 6N sebanyak 50 dan 75 ml mengalami peningkatan kadar protein yang tidak begitu besar yaitu 3,9287 % dan 4,2854 %. Hal ini disebabkan karena jumlah katalis yang ditambahkan masih belum mampu mempercepat proses hidrolisis. Pada penambahan HCl 100 ml, hasil protein yang di dapat meningkat tajam yaitu sebesar 7,5471 %, namun untuk penambahan HCl 125 ml dan 150 ml kenaikkan berjalan lambat atau hasilnya tidak terlalu beda jauh dari penambahan HCl 100 ml yakni dari 7,5471 % ke 7,9567 % dan 8,5264 %. Peningkatan kadar protein yang tidak terlalu besar tersebut dikarenakan HCl yang berfungsi sebagai katalisator sudah cukup sebagai katalis, atau dengan kata lain ke aktifan dari katalis HCl sudah tidak maksimal lagi dalam mempercepat proses hidrolisis atau bisa juga larutan hidrolisis tersebut telah terisi dengan partikel – partikel protein yang telah terhidrolisis (protein telah terambil seluruhnya). Untuk data diatas, hasil yang optimum terletak pada penambahan HCl 150 ml dengan kadar protein 8.5264 %.
Dapat disimpulkan dari gambar di atas menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah katalisator yang ditambahkan, maka hasil yang didapat akan semakin besar pula. Hal ini dikarenakan katalis HCl yang ditambahkan dengan jumlah banyak akan mempermudah dalam proses hidrolisis untuk melarutkan dan menguraikan senyawa protein dalam blondo yang kompleks tersebut.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Dalam blondo mengandung protein yang cukup besar yaitu 20.4711 % berat, untuk mengambil protein maka dilakukan proses hidrolisis blondo. 2. Hasil tertinggi yang di dapat pada langkah 1 adalah 7,5471% yang
didapat pada kondisi waktu hidrolisis 75 menit dan kecepatan pengadukan 250 rpm.
3. Hasil tertinggi yang di dapat pada langkah 2 adalah sebesar 8.5264 % yang didapat pada kondisi penambahan katalis HCl 6N sebanyak 150 ml dalam kondisi waktu hidrolisis 75 menit dan kecepatan pengadukan 250 rpm.
V.2.Saran
1. Dalam pembuatan blondo yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemisahan blondo dari minyak dan air yang harus dilakukan dengan teliti agar dapat meminimalkan jumlah minyak dan air yang terikut dengan blondo.
2. Dalam proses hidrolisis kita harus selalu menjaga suhu hidrolisis agar protein yang terkandung di dalam blondo tidak mengalami denaturasi.
(5)
3. Dalam penambahan NaOH untuk mengendapkan protein dalam larutan hidrolisis harus dilakukan dengan teliti dan hati – hati agar warna dan jumlah protein yang terendapkan tidak berubah.
(6)