Pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh ( Oleum caryophylli).

(1)

xvii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik yang meliputi daya sebar dan viskositas, serta stabilitas fisik yang meliputi pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 30 hari dari emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, menggunakan desain faktorial 22 dengan dua faktor (kecepatan dan suhu pencampuran) dan dua level (level rendah dan level tinggi). Level rendah dan tinggi kecepatan putar adalah 200 dan 500 rpm, sementara level rendah dan tinggi suhu pencampuran adalah 30 dan 700C. Data yang memenuhi kriteria parametrik dianalisis menggunakan uji two-way

ANOVA untuk mengetahui signifikansi pengaruh kecepatan putar, suhu pencampuran, dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Data yang memenuhi kriteria nonparametrik dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dua sampel untuk mengetahui pengaruh faktor terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Data dianalisis dengan menggunakan software R 2.14.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran tidak memberikan pengaruh terhadap respon daya sebar dan viskositas emulgel. Namun, variasi suhu pencampuran dan kecepatan putar memberikan pengaruh yaitu meningkatkan respon pergeseran viskositas emulgel. Suhu pencampuran merupakan faktor yang dominan meningkatkan respon pergeseran viskositas.


(2)

xviii ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of mixing rate and temperature on physical properties including spreadability and viscosity as well as physical stability which was indicated by viscosity shift after thirty day-storage of clove oil emulgels (Oleum caryophylli).

This study was experimental research, using two factors (mixing rate and temperature) and two levels (low and high level) in a 22 factorial design. Low and high level of mixing rate were 200 and 500 rpm, while low and high level mixing temperature were 30 and 700C. The parametric data were analyzed by using two-way ANOVA to determine significance effect of mixing rate, temperature and their interaction so that the dominant factor could be determined in terms of physical properties and stability of emulgel. The nonparametric data were analyzed by Wilcoxon two-sample test to determine effect of factors on physical properties and stability. All data were analyzed with assistance of R 2.14.1 software.

The results showed that the variation of mixing rate and temperature in clove oil emulgel formulations were not affected the spreadability and viscosity responses. However, the variation of mixing rate and temperature increase the value of viscosity shift response. Mixing temperature was the dominant factor to improved viscosity shift response.


(3)

PENGARUH KECEPATAN PUTAR DAN SUHU PENCAMPURAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK EMULGEL

MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Jenny Marina NIM : 098114016

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH KECEPATAN PUTAR DAN SUHU PENCAMPURAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK EMULGEL MINYAK

CENGKEH (Oleum caryophylli)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Jenny Marina NIM : 098114016

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

vi

But seek f ir st t he kingdom of God and his right eousness, and all t hese t hings will be added t o you. (Mat t hew 6: 33)

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus,

mama tercinta,

kakak-kakakku tersayang,

teman-teman farmasi,

dan almamaterku.


(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaanNya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul ”Pengaruh Kecepatan Putar dan Suhu Pencampuran terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli)” dengan baik.

Penulis menyadari selama penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan doa, dukungan, semangat, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orangtua dan kakak-kakak, atas doa dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt. yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. 4. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., atas semua kritik, masukan,

dan saran kepada penulis.

5. Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., atas semua kritik, masukan, dan saran kepada penulis.

6. Dra. Lily Widjaja, M.Phs., Apt. selaku Direktur CV. Indaroma yang telah membantu menyediakan bahan penelitian minyak cengkeh.


(11)

viii

7. Bapak Musrifin, Bapak Otok, Bapak Iswandi, Bapak Agung, Bapak Heru, Bapak Suparjiman, Bapak Suparlan atas bantuan dan kerja sama selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Bapak Agung Santosa, M.A., Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., Romo Petrus Sunu Hardiyanta SJ, M.Sc., Ibu Agatha Budi Susiana L., M.Si., Apt., Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. atas bimbingan dan saran kepada penulis selama penelitian.

9. Lani Agustina, Selvia, Lia Susanti, Melisa Silvia Wijaya, Tri Pamulatsih selaku rekan sekerja selama penelitian dan penyusunan skripsi atas doa, dukungan, saran, motivasi, dan kerja sama yang luar biasa.

10.Teman – teman Farmasi Sains Teknologi A 2009 atas doa dan dukungan kepada penulis.

11.Wahyudi Patriawan Bukit, Putu Novi Susanti, Vanda Laurend, Eddie Hindrianto, Silvia Natalia, Sukesi Suryarini, Teman-teman Trust Worthy

yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi.


(12)

ix

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam naskah skripsi ini mengingat keterbatasan pengetahuan, wawasan, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perkembangan selanjutnya.


(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ix DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6


(14)

xi

B. Pencampuran ... 7

C. Jerawat ... 9

D. Minyak Cengkeh ... 10

E. Eksipien Emulgel ... 11

1. Emulgator ... 11

2. Carbopol 940 ... 13

3. Parafin Cair ... 15

4. Gliserin... 15

5. Aquadest ... 16

6. Propilparaben ... 16

7. Metilparaben ... 16

8. Trietanolamin ... 17

F. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal ... 18

1. Daya Sebar ... 18

2. Viskositas ... 18

G. Uji Iritasi Primer ... 19

H. Uji Daya Antibakteri ... 20

I. Landasan Teori ... 20

J. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Variabel Penelitian ... 22


(15)

xii

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 25

1. Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh ... 25

2. Pembuatan emulgel ... 26

3. Uji pH emulgel ... 28

4. Uji iritasi primer emulgel ... 28

5. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan emulgel ... 28

6. Uji daya antibakteri emulgel terhadap Staphylococcusepidermidis . 29 F. Analisis Hasil ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Cengkeh ... 34

B. Penentuan Level Kecepatan dan Suhu Pencampuran ... 35

C. Formulasi Emulgel ... 38

D. Pengujian Derajat Keasaman (pH) Emulgel ... 43

E. Uji Iritasi Primer Emulgel ... 43

F. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik pada Formulasi Emulgel dengan Variasi Kecepatan dan Suhu Pencampuran ... 44

1. Respon Daya Sebar ... 44

2. Respon Viskositas ... 44

3. Respon PergeseranViskositas... 45

G. Pengaruh Variasi Kecepatan Putar dan Suhu Pencampuran terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel... 46


(16)

xiii

H. Uji Daya Antibakteri Emulgel terhadap Bakteri Staphylococcus

epidermidis... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 62


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Sistem penilaian metode draize- federal hazardous substance act 19

Tabel II. Interpretasi nilai PII ... 20

Tabel III. Desain penelitian ... 27

Tabel IV. Hasil verifikasi sifat fisik minyak cengkeh ... 34

Tabel V. Sifat fisik emulgel dengan variasi kecepatan putar ... 35

Tabel VI. Sifat fisik emulgel dengan variasi suhu pencampuran ... 37

Tabel VII. Hasil interpretasi uji iritasi primer emulgel ... 43

Tabel VIII. Respon sifat fisik sediaan emulgel ... 44

Tabel IX. Uji normalitas Shapiro-Wilk ... 46

Tabel X. Uji Wilcoxon pada evaluasi respon daya sebar ... 48

Tabel XI. Uji Wilcoxon pada evaluasi respon viskositas ... 48

Tabel XII. Nilai efek faktor kecepatan putar dan suhu pencampuran serta interaksinya terhadap respon pergeseran viskositas ... 50

Tabel XIII. Respon pergeseran viskositas sediaan emulgel ... 50

Tabel XIV. Daya antibakteri sediaan emulgel ... 53

Tabel XV. Uji normalitas Shapiro-Wilk pada evaluasi respon daya antibakteri 53 Tabel XVI. Hasil analisis Post-Hoc daya antibakteri dengan menggunakan uji Wilcoxon ... 54


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Prinsip operasi planetary mixer ... 8

Gambar 2. Planetary mixer ... 9

Gambar 3. Sigma blade mixer ... 9

Gambar 4. Struktur Span 80 ... 12

Gambar 5. Struktur Polisorbat 80 ... 13

Gambar 6. Struktur monomer asam akrilik ... 14

Gambar 7. Struktur Gliserin ... 15

Gambar 8. Struktur Propilparaben ... 16

Gambar 9. Struktur Metilparaben ... 17

Gambar 10. Struktur Trietanolamin ... 17

Gambar 11. Kurva respon daya sebar hasil orientasi kecepatan putar ... 36

Gambar 12. Kurva respon viskositas hasil orientasi kecepatan putar... 36

Gambar 13. Kurva respon daya sebar hasil orientasi suhu pencampuran ... 37

Gambar 14. Kurva respon viskositas hasil orientasi suhu pencampuran ... 37

Gambar 15. Cross-linked dari polimer akrilik ... 41

Gambar 16. Gambaran molekul carbopol dalam keadaan uncoil dengan ikatan hidrogen ... 41

Gambar 17. Gambaran molekul carbopol dalam keadaan uncoiled setelah netralisasi... 42

Gambar 18. Signifikansi efek dengan uji ANOVA ... 59


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis minyak daun cengkeh ... 63

Lampiran 2. Sertifikat hasil uji Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 .... 64

Lampiran 3. Verifikasi minyak cengkeh... 65

Lampiran 4. Data penimbangan dan rancangan penelitian ... 67

Lampiran 5. Hasil olahan data menggunakan software R 2.14.1 ... 68


(20)

xvii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik yang meliputi daya sebar dan viskositas, serta stabilitas fisik yang meliputi pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 30 hari dari emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, menggunakan desain faktorial 22 dengan dua faktor (kecepatan dan suhu pencampuran) dan dua level (level rendah dan level tinggi). Level rendah dan tinggi kecepatan putar adalah 200 dan 500 rpm, sementara level rendah dan tinggi suhu pencampuran adalah 30 dan 700C. Data yang memenuhi kriteria parametrik dianalisis menggunakan uji two-way

ANOVA untuk mengetahui signifikansi pengaruh kecepatan putar, suhu pencampuran, dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Data yang memenuhi kriteria nonparametrik dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dua sampel untuk mengetahui pengaruh faktor terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Data dianalisis dengan menggunakan software R 2.14.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran tidak memberikan pengaruh terhadap respon daya sebar dan viskositas emulgel. Namun, variasi suhu pencampuran dan kecepatan putar memberikan pengaruh yaitu meningkatkan respon pergeseran viskositas emulgel. Suhu pencampuran merupakan faktor yang dominan meningkatkan respon pergeseran viskositas.


(21)

xviii ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of mixing rate and temperature on physical properties including spreadability and viscosity as well as physical stability which was indicated by viscosity shift after thirty day-storage of clove oil emulgels (Oleum caryophylli).

This study was experimental research, using two factors (mixing rate and temperature) and two levels (low and high level) in a 22 factorial design. Low and high level of mixing rate were 200 and 500 rpm, while low and high level mixing temperature were 30 and 700C. The parametric data were analyzed by using two-way ANOVA to determine significance effect of mixing rate, temperature and their interaction so that the dominant factor could be determined in terms of physical properties and stability of emulgel. The nonparametric data were analyzed by Wilcoxon two-sample test to determine effect of factors on physical properties and stability. All data were analyzed with assistance of R 2.14.1 software.

The results showed that the variation of mixing rate and temperature in clove oil emulgel formulations were not affected the spreadability and viscosity responses. However, the variation of mixing rate and temperature increase the value of viscosity shift response. Mixing temperature was the dominant factor to improved viscosity shift response.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Jerawat seringkali mengganggu penampilan seseorang, terutama dalam masa pubertas. Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronis pada kelenjar pilosebasea. Timbulnya jerawat disebabkan oleh hiperkeratinisasi folikuler yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pada folikel. Kelenjar pilosebasea menstimulasi sekresi sebum, akibatnya flora alami kulit berkembang biak dengan kondisi yang kondusif. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peradangan pada folikel tersebut (DiPiro, J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., 2005).

Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thumb.) merupakan salah satu tanaman Asia yang mengandung minyak atsiri dengan komponen utama golongan fenol, yaitu eugenol. Eugenol memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri, antijamur, dan antioksidan (Guenther, 1990). Kusuma (2010) menyatakan bahwa konsentrasi minyak cengkeh sebesar 15% dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus epidermidis, bakteri yang bertanggungjawab terhadap terjadinya jerawat.

Suryarini (2011) telah melakukan optimasi emulgator dalam formulasi minyak cengkeh sebagai pereda jerawat dalam bentuk emulgel. Emulgel merupakan sediaan yang dibuat dari emulsi (baik tipe minyak dalam air maupun tipe air dalam minyak) yang dibuat menjadi gel dengan penambahan gelling agent


(23)

emulgel disukai pengguna karena dapat memberikan kenyamanan pada kulit. Hal ini disebabkan adanya sensasi dingin pada kulit dari kandungan air yang tinggi pada emulgel. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Tween 80 memiliki pengaruh yang paling besar tehadap respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dibandingkan dengan Span 80 dan interaksi keduanya. Dari saran Suryarini (2011), ditunjukkan bahwa proses formulasi perlu dikaji untuk menghasilkan sediaan emulgel yang homogen dan memiliki kualitas yang memenuhi syarat. Proses pembuatan tersebut antara lain adalah kecepatan putar, suhu dan lama pencampuran.

Kecepatan putar mixer dan suhu pencampuran dapat berpengaruh terhadap distribusi ukuran droplet, viskositas, dan stabilitas dari emulgel yang dihasilkan. Kecepatan putar memiliki hubungan erat dengan ukuran droplet yang dihasilkan. Semakin besar energi kinetik yang diberikan dari mixer, maka ukuran droplet yang dihasilkan akan semakin kecil. Semakin kecil ukuran droplet yang dihasilkan maka jumlah droplet yang dihasilkan semakin banyak sehingga dihasilkan luas permukaan spesifik yang lebih besar dibandingkan dengan droplet-droplet yang berukuran besar. Hal ini menyebabkan semakin banyak medium dispers yang terjebak diantara droplet-droplet fase dispers sehingga hambatan alir pada sistem emulgel akan meningkat ditandai dengan meningkatnya viskositas sistem (Putra, 2010).

Suhu pencampuran juga berpengaruh dalam pencampuran emulgel, dimana peningkatan suhu pencampuran akan meningkatkan gaya kinetik, baik dari droplet fase dispers dan medium dispers pada antar permukaan minyak dan


(24)

air (Nielloud, F., and Mestres, G.M., 2000). Besarnya energi kinetik yang diberikan dalam sistem memungkinkan terjadinya koalesensi, yaitu menyatunya droplet-droplet menjadi ukuran yang lebih besar yang menyebabkan pemisahan dari fase dispers membentuk suatu lapisan dimana perubahan ini irreversibel. Hal ini merupakan salah satu peristiwa instabilitas emulsi (Particle Sciences, 2011). Selain itu, suhu berpengaruh dalam penurunan tegangan permukaan sehingga dapat mengefektifkan proses emulsifikasi. Namun dalam skala industri, efisiensi jumlah energi yang digunakan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Semakin besar energi yang digunakan, semakin besar pula biaya produksi yang dibutuhkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran dimungkinkan memiliki pengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai pereda jerawat. Pengaruh tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh yang diformulasi dengan variasi kecepatan dan suhu pencampuran. Respon yang diamati adalah sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas, serta stabilitas fisik meliputi pergeseran viskositas emulgel setelah penyimpanan selama 30 hari.


(25)

1. Rumusan Masalah

a. Apakah variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran pada level yang diteliti memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh?

b. Jika terdapat pengaruh, bagaimanakah pengaruh faktor tersebut terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh?

2. Keaslian Penelitian

Minyak cengkeh memiliki aktivitas antimikroba yang luas terhadap bakteri Gram positif, yaitu Staphylococcus epidermidis (Gupta, Garg, Uniyal, Kumari, 2008). Hal ini didukung oleh penelitian Taufik, Triatmojo, Erwanto, Santoso, dan Kristanti (2010) yang menyatakan bahwa kandungan minyak cengkeh berupa eugenol memiliki sifat hydrophobicity, yaitu mudah masuk ke dalam lipopolisakarida yang terdapat dalam membran sel bakteri Gram positif dan merusak struktur selnya. Kusuma (2010) menyatakan bahwa konsentrasi minyak cengkeh sebesar 15% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus. epidermidis, bakteri yang bertanggungjawab terhadap terjadinya jerawat. Selanjutnya Suryarini (2011) telah melakukan optimasi formula minyak cengkeh sebagai pereda jerawat dalam bentuk emulgel. Namun, sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai pereda jerawat belum pernah dilakukan.


(26)

3. Manfaat Penelitian

Memberi sumbangan pengetahuan kepada kalangan peneliti dalam mempertimbangkan aspek formulasi terkait pencampuran sehingga dapat didesain sediaan yang berkualitas dengan proses produksi yang efisien.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai pereda jerawat sehingga dapat menjadi arahan dalam penentuan proses formulasi emulgel minyak cengkeh yang lebih berkualitas dengan proses produksi yang efisien.


(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Emulgel

Gel merupakan bentuk sediaan yang terdiri dari sejumlah air yang terjebak dalam jaringan partikel padat koloid, biasanya terdiri dari polimer organik dari alam atau sintetis. Komponen air yang tinggi dapat meningkatkan disolusi obat, migrasi obat melalui pembawa lebih mudah dibandingkan dengan basis salep atau krim (Ansel, 1999). Keunggulan gel adalah kenyamanan saat digunakan, namun gel memiliki keterbatasan sebagai penghantar obat-obat yang bersifat hidrofobik (Khullar, 2011). Oleh karena itu gel dan emulsi dikombinasikan menjadi suatu sediaan yang disebut dengan emulgel untuk mengatasi keterbatasan tersebut (Mohamed, 2004).

Beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan penggunaan polimer dengan kompleks sebagai bahan pengental karena kapasitasnya sebagai gelling agent

dapat membuat emulsi menjadi lebih stabil dengan mengurangi tegangan permukaan dan antarmuka di mana pada saat bersamaan terjadi peningkatan viskositas fase berair (Gupta, A., Mishra, A.K., Singh, A.K., Gupta, V., Bansal, P., 2010). Emulgel yang digunakan di kulit memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, antara lain mengurangi rasa berminyak, mudah dioleskan, mudah dicuci dengan air, berperan sebagai emolien, dan memiliki penampakan yang menyenangkan (Stanos, 2007).


(28)

B. Pencampuran

Pencampuran merupakan proses dimana dua atau lebih komponen diberi perlakuan sehingga suatu partikel terletak sedekat mungkin dengan partikel yang lain. Tujuan proses ini adalah untuk memperoleh campuran partikel solid, suspensi dari padatan yang tidak larut dalam suatu cairan, campuran cairan-cairan yang saling larut, atau dispersi partikel dalam semisolid (Aulton, 1988).

Kecepatan putar memberikan pengaruh terhadap respon viskositas karena kecepatan putar akan memberikan energi kinetik yang menghasilkan gaya geser dalam proses formulasi. Kecepatan putar memiliki hubungan erat dengan ukuran droplet yang dihasilkan. Semakin besar energi kinetik yang diberikan dari mixer, maka ukuran droplet yang dihasilkan akan semakin kecil. Semakin kecil ukuran droplet yang dihasilkan maka jumlah droplet yang dihasilkan semakin banyak sehingga dihasilkan luas permukaan spesifik yang lebih besar dibandingkan dengan droplet-droplet yang berukuran besar. Hal ini menyebabkan semakin banyak medium dispers yang terjebak diantara droplet-droplet fase dispers (Putra, 2010). Medium dispers yang terjebak bersama konformasi globular ini akan membentuk struktur tiga dimensi dalam sistem sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi (Amiji, Sandman, 2003). Semakin meningkatnya viskositas, maka daya sebar yang dihasilkan akan semakin menurun, demikian pula sebaliknya (Garg et al., 2002).

Suhu pencampuran dapat berpengaruh terhadap besarnya energi kinetik yang diberikan dalam sistem sehingga memungkinkan terjadinya koalesensi. Koalesensi adalah peristiwa menyatunya droplet-droplet menjadi droplet dengan


(29)

ukuran yang lebih besar sehingga menyebabkan pemisahan dari fase dispers membentuk suatu lapisan ireversibel. Hal ini merupakan salah satu peristiwa instabilitas emulsi (Particle Sciences, 2011). Namun, suhu juga berpengaruh pada penurunan tegangan permukaan sehingga dapat memudahkan pencampuran (Nielloud, F., and Mestres, G.M., 2000).

Beberapa mixer yang dapat digunakan dalam pencampuran semisolid antara lain sebagai berikut:

1. Planetary mixer

Jenis mixer ini umumnya ditemukan di dapur rumah dan dalam skala yang lebih besar pada mesin di industri. Dayung pada mixer akan berputar mengitari sekeliling mangkuk yang bulat sambil mengelilingi porosnya sendiri. Mixer ini dirancang khusus untuk pencampuran semipadat, pasta, salep, bahan kental, massa pil, dan massa granulasi tablet.


(30)

Gambar 2. Planetary mixer (QRFM, 2012).

2. Sigma blade mixer

Mesin ini terdiri dari dua counter-rotating dengan rotor tangensial dalam wadah berbentuk khusus (bentuk W), melengkung di bagian bawah untuk membentuk dua setengah-silinder yang membujur. Tutup dipertahankan di antara pisau dan dinding untuk menghasilkan campuran homogen sempurna.

Mixer ini baik digunakan untuk membuat pasta yang kaku maupun salep.

Gambar 3. Sigma blade mixer (JEC, 1983).

C. Jerawat

Jerawat (acne) merupakan penyakit peradangan dari kelenjar-kelenjar pilosebasea. Bentuk paling umum dari jerawat adalah acne vulgaris. Kelenjar sebasea yang terletak di bagian wajah, dada, dan punggung akan menanggapi


(31)

rangsangan androgen. Jerawat disebabkan karena adanya hiperkeratinisasi folikuler sehingga terjadi penumpukan keratin pada folikel yang dapat menyumbat folikel tersebut. Selain itu, terjadi sekresi sebum yang berlebih akibat adanya stimulasi hormon androgen terhadap kelenjar sebasea sehingga sebum terperangkap di dalam folikel. Terperangkapnya sebum di dalam folikel ini menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan flora alami kulit sehingga mampu bertumbuh dengan baik dan mengakibatkan terjadinya inflamasi pada folikel (Dipiro, et al., 2005).

Bakteri yang bertanggungjawab terhadap terjadinya jerawat adalah

Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes. Keduanya merupakan bakteri flora normal pada kulit. Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri patogen Gram Positif yang berbentuk bulat dengan ukuran berkisar 0,5-1,5 µm (Madigan, 2009).

D. Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh merupakan minyak esensial yang diperoleh dengan cara penyulingan tanaman cengkeh Syzigium aromaticum (L) Merr atau Eugenia caryophyllata Thunb. Minyak cengkeh berwarna kuning hingga coklat tua dan memiliki bau khas minyak cengkeh. Tanaman cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri dengan jumlah yang cukup banyak. Kandungan eugenol pada kuncup bunga cengkeh sebesar 82-88%, gagang cengkeh 85-90%, sedangkan pada bagian daun 72-90% (Lis-Balchin, 2006). Minyak cengkeh yang dihasilkan


(32)

dari bagian tanaman cengkeh yang berbeda memiliki kandungan kimia dengan konsentrasi yang bervariasi.

Minyak cengkeh dapat larut dalam 2 bagian volume etanol 70%, dapat larut dalam etanol 90% dan eter. Minyak cengkeh mengandung tidak kurang dari 85% (v/v) substansi fenolik. Minyak cengkeh memiliki bobot jenis 20oC/20oC sebesar 1,025-1,049 dan indeks bias (nD20) sebesar 1,528-1,535 (BSN, 2006).

Minyak daun cengkeh memiliki bobot jenis 25oC/25oC sebesar 1,036-1,044 (Guenther, 1990). Berdasarkan International Standard (ISO) 3141:1997 (E) dan Foos Chemical Codex, indeks bias minyak daun cengkeh pada 25oC adalah 1,526-1,533 (Armando, 2009).

Minyak cengkeh bersifat sebagai antiseptik dan bakterisidal (Guenther, 1990). Minyak cengkeh memiliki aktivitas sebagai antibakteri pada beberapa mikroba patogen, seperti: S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, Bacillus sp., Listeria monocytogenes, Kleibsiella sp., dan Micrococcus aerogenosa (Gupta, C., Garg, A.P., Uniyal, R.C., Kumari, A., 2008).

E. Eksipien Emulgel 1. Emulgator

Dua cairan taktercampurkan disebabkan oleh gaya kohesif antarmolekul masing-masing cairan yang lebih besar dari gaya adhesif antar kedua cairan tersebut. Oleh karena itu, surfaktan digunakan untuk mengurangi tegangan antarmuka minyak dan air sehingga dapat membentuk emulsi yang stabil (Sinko, 2012).


(33)

a. Sorbitan Monooleat

Sorbitan monooleat atau yang sering disebut Span 80 merupakan cairan kental berwarna kuning, memiliki bau dan rasa yang khas. Span 80 banyak digunakan dalam sediaan kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetis sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Jika digunakan secara tunggal, Span 80 dapat menghasilkan emulsi air dalam minyak yang stabil. Tetapi biasanya, Span 80 digunakan bersama dengan polisorbat dengan berbagai proporsi polisorbat untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air. Nilai HLB Span 80 adalah 4,3. Penggunaan ester sorbitan sebagai emulgator dalam emulsi dan mikroemulsi tipe minyak dalam air berkisar antara 1-10% jika dikombinasikan dengan emulgator hidrofilik (Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Owen, S.C., 2006).

R1 = R2 = OH, R3 = (C17H33)COO

Gambar 4. Struktur Span 80 (Rowe et al., 2006).

b. Polioksietilen sorbitan 80 (Polisorbat 80)

Polisorbat 80 atau yang sering disebut Tween 80 merupakan cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Tween 80 memiliki sifat sangat mudah larut dalam air (Dirjen POM, 1995). Nilai HLB Tween 80 adalah 15. Penggunaan polisorbat sebagai


(34)

emulgator dalam emulsi minyak dalam air berkisar antara 1-10% (Rowe et al., 2006).

Gambar 5. Struktur Polisorbat 80 (Department of Health and Human Services, 2013).

2. Carbopol 940

Carbopol (carbomer) merupakan polimer asam akrilik sintetis dengan bobot molekul yang tinggi, membentuk crosslinked dengan sukrosa alil atau eter alil dari pentaeritritol (Rowe et al., 2006). Carbopol dalam keadaan tidak dilarutkan adalah berupa serbuk putih yang terdiri dari molekul rantai panjang (Curteis, 1991). Carbopol terdiri dari 56-68% gugus asam karboksilat (COOH) dalam bentuk kering. Carbopol yang didispersikan ke dalam air akan membentuk dispersi koloid asam dengan viskositas yang rendah. Ketika dinetralkan dengan basa, maka akan terbentuk gel yang sangat kental. Pendispersian serbuk carbopol harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terbentuknya gumpalan yang tidak terdispersi dengan sempurna. Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam penetralan polimer carbopol adalah borax, kalium hidroksida, natrium bikarbonat, dan amin organik polar seperti trietanolamin. Carbopol harus disimpan di tempat kering, wadah resisten korosi di dalam tempat dingin, dan kedap udara karena sifatnya yang higroskopis (Rowe et al., 2006).


(35)

Gambar 6. Struktur monomer asam akrilik (Rowe et al., 2006).

Bobot molekul rata-rata 450.000 (carbopol 907) hingga 4.000.000 (carbopol 940). Bobot molekul berpengaruh pada tegangan permukaan dan viskositas produk akhir. Oleh karena itu, akan lebih cocok bila dipilih carbopol 940 sebagai gelling agent untuk menghasilkan viskositas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah (Curteis, 1991).

Curteis (1991) menyatakan bahwa terdapat dua mekanisme pengentalan carbopol, yaitu metode ikatan hidrogen (hanya dapat terjadi dalam sistem pelarut polar) dan metode netralisasi (dapat terjadi baik pada sistem pelarut polar maupun nonpolar).

a. Metode ikatan hidrogen

Sistem ini membutuhkan solven yang dapat mendonor gugus hidroksil. Hasil ikatan hidrogen antara gugus karboksil dari carbopol dan gugus hidroksil dari solven akan menyebabkan molekul menjadi uncoil dan terjadi kekentalan. Observasi empiris melalui percobaan telah menunjukkan bahwa proses ini tidak dapat mencapai viskositas seperti pada sistem netralisasi dengan menggunakan sejumlah carbopol yang sama.


(36)

b. Netralisasi

Pada metode ini carbopol dinetralkan oleh basa untuk menghasilkan garam yang larut dalam pelarut. Selanjutnya molekul carbopol berubah menjadi bentuk

uncoil dan terjadi kekentalan pada gel. Penambahan basa yang berlebihan membuat gel menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis. Jika ditambahkan amina yang berlebih pada sistem dispersi carbopol, konsistensinya tidak berkurang, kemungkinan karena efek sterik mencegah pelindung karboksil yang diserang (Barry, 1983).

3. Parafin cair

Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral. Pemerian berupa cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa (Dirjen POM, 1979). Parafin cair bersifat larut dalam kloroform, eter, minyak atsiri, sedikit larut dalam etanol, dan praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95% dan air. Parafin merupakan bahan yang tidak toksik dan tidak mengiritasi ketika digunakan dalam sediaan topikal (Rowe, Sheskey, Owen, 2006). Nilai HLB parafin adalah 11,8 (Meher, 2012).

4. Gliserin


(37)

Pemerian gliserin seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat, dan higroskopis. Gliserin dapat bercampur dengan air (Dirjen POM, 1979). Gliserin dapat berfungsi sebagai pengawet antimikroba, kosolven, emolien, humektan, plasticizer, pelarut, bahan tonisitas, dan bahan pemanis (Rowe et al., 2006).

5. Aquadest

Aqua destillata (aquadest) merupakan air suling yang dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Pemerian aquadest adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa (Dirjen POM, 1979).

6. Propilparaben

Pemerian propilparaben berupa serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Propilparaben sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Dirjen POM, 1995). Propilparaben menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH antara 4-8. Penggunaannya dalam sediaan topikal berkisar antara 0,01-0,6% (Rowe et al., 2006).

Gambar 8. Struktur Propilparaben (Rowe et al., 2006). 7. Metilparaben

Pemerian metilparaben berupa hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah. Metilparaben sukar larut


(38)

dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Dirjen POM, 1995). Metilparaben menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH antara 4-8. Penggunaannya dalam sediaan topikal berkisar antara 0,02-0,3% (Rowe et al., 2006).

Gambar 9. Struktur Metilparaben (Rowe et al., 2006).

8. Trietanolamin

Pemerian trietanolamin (TEA) adalah cairan yang kental, tidak berwarna sampai kuning muda, dan berbau amoniak (Dirjen POM, 1995).TEA berperan sebagai bahan pembasa dan bahan pengemulsifikasi. TEA banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal terutama emulsi. Konsentrasi yang digunakan dalam emulsi berkisar antara antara 2-4%. TEA bersifat sangat higroskopis, larut dalam air (Rowe et al., 2006).


(39)

F. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal 1. Daya Sebar

Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara sediaan dengan tempat aplikasinya yang mencerminkan kelicinan (lubricity) sediaan tersebut, yang berhubungan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dari formulasi sediaan topikal dan bertanggung jawab untuk ketepatan transfer dosis atau melepaskan bahan obatnya, dan kemudahan penggunaannya. Faktor yang mempengaruhi daya sebar adalah kekakuan formula, ketepatan dan lama tekanan yang menghasilkan kelengketan pada tempat aksi. Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi (Garg, A., Aggrawal, D., Garg, S., and Singla, A.K., 2002).

2. Viskositas

Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin tinggi viskositas, maka semakin besar tahanannya (Martin, 1993). Viskositas, elastisitas, dan rheologi merupakan karakteristik formulasi yang penting dalam produk akhir sediaan semisolid. Peningkatan viskositas akan menaikkan waktu retensi pada tempat aksi tetapi akan menurunkan daya sebar (Garg et al., 2002). Pengurangan ukuran droplet rata-rata akan menaikkan viskositas. Makin luas distribusi ukuran droplet, makin rendah viskositasnya jika dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran droplet yang lebih sempit. Pengurangan viskositas dengan penaikan shear, sebagian bisa disebabkan karena


(40)

penurunan viskositas dari fase kontinyu karena jarak pemisahan droplet-droplet yang meningkat (Martin, 1993).

G. Uji Iritasi Primer

Uji iritasi primer kulit biasanya menggunakan hewan uji kelinci, marmot, atau mencit. Senyawa uji dioleskan pada kulit yang sebelumnya telah dicukur kemudian reaksi kulit terhadap senyawa uji diamati dan dicatat pada interval waktu tertentu (minimal 3 hari). Iritasi jaringan diamati dan dievaluasi dari adanya eritema dan edema (Loomis, 1978; Kligman dan Leyden, 1982).

Uji dengan model Draize menggunakan hewan uji kelinci untuk menguji iritasi pada kulit. Kulit punggung kelinci dicukur (dengan luas 1 inchi2 setiap area). Sebanyak 0,5 g solid atau semisolid dioleskan pada kulit punggung yang sudah dicukur. Selanjutnya punggung kelinci dibalut menggunakan kain kasa. Pengamatan dilakukan 24 dan 72 jam setelah pengujian (Benson and Watkinson, 2012).

Draize menggunakan sistem penilaian secara visual untuk menghitung indeks iritasi primer (PII), yang meliputi eritema dan edema pada semua sisi (Tabel I). Nilai PII yang diperoleh diinterpretasikan dalam Tabel II (Benson and

Watkinson, 2012).

Tabel I. Sistem penilaian Metode Draize- Federal Hazardous Substance Act (FHSA) (Benson

and Watkinson, 2012).

Reaksi eritema Skor

Tidak ada eritema 0

Eritema yang sangat tipis (hampir tidak kelihatan) 1

Eritema yang dapat didefinisikan dengan baik 2

Eritema sedang sampai berat 3


(41)

mendalam)

Reaksi edema Skor

Tidak ada edema 0

Edema yang sangat kecil (hampir tidak kelihatan) 1 Edema kecil (pinggiran area didefinisikan dengan peningkatan yang jelas)

2

Edema sedang (menonjol >1mm) 3

Edema berat (menonjol >1mm dan meluas sampai ke area terpapar) 4

Total skor yang mungkin untuk iritasi primer 8

Tabel II. Interpretasi nilai PII (Benson and Watkinson, 2012).

Primary Irritation Index (PII) Interpretasi < 2 Tidak mengiritasi

2-5 Iritasi ringa n

> 5 Iritasi berat

H.Uji Daya Antibakteri

Pengukuran daya antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi dapat dilakukan tiga cara yaitu metode silinder, lubang dan cakram kertas. Metode lubang atau sumuran dilakukan dengan membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diisi dengan larutan yang akan diuji. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmiyati, 2006).

I. Landasan Teori

Proses pencampuran merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan emulgel minyak cengkeh yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik. Sifat fisik emulgel dapat dipengaruhi oleh beberapa


(42)

faktor seperti kecepatan dan suhu pencampuran. Kecepatan putar memberikan energi kinetik yang menghasilkan gaya geser dalam proses formulasi. Polimer memiliki tipe alir pseudoplastis dimana dalam keadaan diam (tidak terdapat gaya geser) polimer berada dalam keadaan coiled karena adanya stabilisasi intramolekuler. Air yang amobil bersama konformasi globular ini akan membentuk struktur tiga dimensi dalam sistem sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi. Ketika sistem tersebut mendapat gaya geser, maka rantai polimer akan terurai dan dapat menurunkan viskositas sediaan (Amiji, Sandmann, 2003). Faktor suhu juga dapat mempengaruhi tingkat pencampuran karena peningkatan suhu pencampuran akan meningkatkan gaya kinetik, baik dari droplet fase terdispersi maupun dari agen pengemulsi pada antar permukaan minyak dan air. Suhu juga berpengaruh pada penurunan tegangan permukaan sehingga memudahkan pencampuran (Nielloud, F., and Mestres, G.M., 2000).

J. Hipotesis

Variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran pada level yang diteliti memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.


(43)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan rancangan desain faktorial.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

2.

dalam penelitian ini adalah kecepatan pencampuran (200 dan 500 rpm) dan suhu pencampuran (30oC dan 70oC) dalam pembuatan sediaan emulgel.

Variabel tergantung

3.

dalam penelitian ini adalah daya sebar dan viskositas pada uji sifat fisik emugel, serta pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 30 hari pada uji stabilitas fisik emulgel.

Variabel pengacau terkendali

4.

dalam penelitian ini adalah konsentrasi minyak cengkeh, jumlah dan jenis bahan-bahan yang digunakan dalam formula, waktu pencampuran dalam pembuatan sediaan emulgel, wadah penyimpanan, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan, galur hewan uji, kepadatan suspensi bakteri, diameter lubang sumuran, suhu dan lama inkubasi.

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan pada saat penyimpanan emulgel, evaporasi minyak cengkeh dan kondisi fisiologis hewan uji.


(44)

C. Definisi Operasional

1. Emulgel adalah sediaan semipadathasil emulsifikasi minyak cengkeh dengan penambahan Carbopol 940 sebagai gelling agent dan emulgatorTween 80 dan Span 80 yang dibuat sesuai prosedur dalam penelitian ini.

2. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan dua faktor, yaitu kecepatan putar sebagai faktor A dan suhu pencampuran sebagai faktor B.

3. Formula adalah komposisi bahan yang terdiri dari bahan aktif dan eksipien emulgel minyak cengkeh dengan variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran.

4. Kecepatan putar adalah kecepatan mixer yang digunakan pada proses emulsifikasi, penambahan gelling agent dan basa penetral.

5. Suhu pencampuran adalah suhu pencampuran fase minyak dan fase air (emulsifikasi) untuk memperoleh emulsi.

6. Level adalah tingkatan dari faktor dalam proses pencampuran, dalam penelitian ini meliputi level rendah dan level tinggi. Level rendah dan tinggi kecepatan pencampuran adalah 200 rpm dan 500 rpm. Level rendah dan tinggi suhu pencampuran adalah 300C dan 700C.

7. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel (meliput i daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisik emulgel (meliputi pergeseran viskositas).


(45)

8. Daya sebar adalah diameter penyebaran 1 gram emulgel pada alat uji daya sebar yang diberi beban 50 gram dan didiamkan selama 1 menit. Daya sebar yang dikehendaki adalah 3-5 cm.

9. Viskositas adalah hambatan emulgel untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya. Semakin besar viskositas, maka emulgel semakin tidak mudah untuk mengalir. Nilai viskositas yang dikehendaki adalah 200-300 dPas.

10. Pergeseran viskositas adalah persentase dari selisih viskositas emulgel dalam penyimpanan selama 30 hari dengan viskositas emulgel setelah 48 jam waktu pembuatan. Nilai pergeseran viskositas yang dikehendaki adalah < 10%.

11. Daya antibakteri adalah kemampuan emulgel minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis, ditunjukkan oleh diameter zona hambat yang dihasilkan.

12. Zona hambat adalah zona jernih yang sama sekali tidak dijumpai pertumbuhan

Staphylococcus epidermidis atau pertumbuhan Staphylococcus epidermidis

terhambat bila dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan bakteri.

13. Kondisi penyimpanan emulgel adalah penyimpanan pada suhu ruangan dan dalam wadah yang terlindung dari cahaya matahari.

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares (PYREX-GERMANY), refractometer Abbe, neraca analitik (Mettler Toledo GB 3002),


(46)

dimodifikasi, viscotester seri VT 03E (RIONJAPAN), stopwatch, alat pengukur daya sebar, pisau cukur, vortex, jarum ose, alat pembuat sumuran, autoklaf,

Microbiological Safety Cabinet, dan inkubator. 2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak cengkeh, yaitu minyak essensial dari daun tanaman cengkeh (Eugenia caryophyllata

Thunb.), dengan kandungan eugenol 74,08% (CV Indaroma Yogyakarta), parafin cair (PT Brataco Chemica), span 80 (PT Brataco Chemica), propil paraben (PT

Brataco Chemica), tween 80 (PT Brataco Chemica), gliserin (PT Brataco Chemica), metil paraben (PT Brataco Chemica), carbopol 940 (CV Private Equipment Lab.), aquades, trietanolamin (PT Brataco Chemica), aluminium foil, kain kasa, aquadest steril, media Muller-Hinton Broth (Oxoid), media Muller-Hinton Agar (Oxoid), dan bakteri uji Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 (Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta).

E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh

Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh: Indeks bias minyak cengkeh diukur dengan menggunakan refraktometer Abbe. Minyak cengkeh diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan refraktometer diarahkan ke cahaya terang. Refraktometer dialiri air mengalir dan suhu diatur menjadi 20oC.


(47)

Nilai indeks bias minyak cengkeh ditunjukkan oleh garis batas yang memisahkan sisi terang dan sisi gelap pada bagian atas dan bawah. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

b. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh

2. Pembuatan emulgel

: Bobot jenis minyak cengkeh diukur dengan menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi, dengan menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot air pada suhu 25oC. Kemudian volume air dihitung dengan cara bobot air dibagi dengan kerapatan air. Piknometer diisi minyak cengkeh dan suhu dikondisikan pada 25oC, kemudian piknometer ditimbang. Bobot piknometer yang telah diisi minyak cengkeh kemudian dikurangi bobot piknometer kosong untuk memperoleh bobot minyak cengkeh. Kerapatan minyak cengkeh dihitung dengan cara bobot minyak cengkeh dibagi dengan volume air. Bobot jenis minyak cengkeh merupakan perbandingan antara kerapatan minyak cengkeh dengan kerapatan air, pada suhu 25oC. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Formula yang digunakan mengacu pada formula emulgel minyak cengkeh (Suryarini, 2011) dengan formula emulgel sebagai berikut :

R/ Minyak cengkeh 30 g Parafin cair 2 g

Span 80 5 g

Propilparaben 0,04 g

Tween 80 35 g

Gliserin 4 g

Metilparaben 0,36 g Carbopol 940 4 g Aquades 108.4 mL


(48)

Dari formula tersebut, dilakukan modifikasi sebagai berikut: R/ Minyak cengkeh 30 g

Fase minyak Parafin cair 2 g

Span 80 (emulgator) 5 g Propilparaben 0,04 g

Aquadest 70 mL

Fase air Tween 80 (emulgator) 35 g

Gliserin 4 g

Metilparaben 0,36 g Carbopol 940 4 g

Gelling agent

Aquades 40 mL

Trietanolamin (TEA) 1,2 g Basa penetral

Cara pembuatan emulgel minyak cengkeh: Carbopol 940 dikembangkan dengan menggunakan 40 mL aquades dari formula selama 24 jam. Fase minyak dibuat dengan mencampur minyak cengkeh, parafin cair, Span 80, dan propil paraben. Fase air dibuat dengan mencampur 70 mL air, Tween 80, gliserin, dan metilparaben. Campuran fase minyak dicampurkan dengan fase air dengan kecepatan putar (level rendah: 200 rpm dan level tinggi: 500 rpm) pada suhu pencampuran (level rendah: 300C dan level tinggi: 700C) selama 10 menit untuk membentuk emulsi. Selanjutnya emulsi dicampurkan ke dalam Carbopol 940 yang telah dikembangkan, dengan kecepatan putar (level rendah: 200 rpm dan level tinggi: 500 rpm) selama 10 menit. TEA ditambahkan ke dalam campuran, kemudian campuran diaduk kembali menggunakan kecepatan mixer (level rendah: 200 rpm dan level tinggi: 500 rpm) selama 5 menit.

Tabel III. Desain penelitian.

Formula Kecepatan putar (rpm) Suhu pencampuran (oC)

1 200 30

2 500 30

3 200 70


(49)

3. Uji pH emulgel

Pengujian pH emulgel dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal untuk memastikan bahwa pH berada dalam rentang 4-6 sesuai dengan pH natural kulit (William, 2007).

4. Uji iritasi primer emulgel

Rambut bagian punggung kelinci dicukur dan dibersihkan sehingga terlihat kulit pada punggung kelinci. Punggung kelinci diberi tanda lima persegi, masing-masing berukuran 1x1 inchi sebagai tempat mengoleskan sediaan. Empat formula dan satu basis masing-masing ditimbang sebanyak 0,5 gram. Setiap sediaan dioleskan pada tanda persegi yang telah dibuat pada punggung kelinci. Punggung kelinci ditutup dengan aluminium foil kemudian dibalut dengan kain kasa. Dilakukan pengamatan setelah 24 jam dan 72 jam setelah perlakuan yang dibandingkan dengan bagian kulit punggung yang telah dicukur tanpa perlakuan. 5. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel

Sifat fisik emulgelminyak cengkeh yang diuji pada penelitian ini meliputi: a. Uji daya sebar. Uji daya sebar dilakukan berdasarkan modifikasi dari cara yang dilakukan Garg, Aggrawal, Garg, dan Singla (2002). Sediaan emulgel ditimbang seberat satu gram dan diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas emulgel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 50 gram, didiamkan selama satu menit, kemudian dicatat penyebarannya. Daya sebar yang dikehendaki di dalam penelitian ini yaitu 3 – 5 cm. Pengujian daya sebar dilakukan 48 jam setelah waktu pembuatan. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.


(50)

b. Uji viskositas dan pergeseran viskositas.

6. Uji daya antibakteri emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis

Uji viskositas dilakukan dengan memasukkan sejumlah emulgel dalam wadah dan dilakukan pengukuran dengan menggunakan Viscotester RION VT-03E sesuai prosedur dalam manual. Sediaan emulgel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Viskositas yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 200 – 300 d.Pa.s. Pengujian viskositas dilakukan dalam dua periode, yaitu 48 jam setelah pembuatan emulgel dan selama 30 hari setelah penyimpanan untuk mengetahui persentase pergeseran viskositasnya. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

a.

Media Muller-Hinton Agar (MHA) dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 20 menit. Pada suhu 45-50oC, tabung reaksi dimiringkan dan dibiarkan memadat. Diambil 1 ose biakan murni S. epidermidis dan diinokulasikan secara goresan pada media MHA miring, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dalam inkubator.

Pembuatan stok bakteri S. epidermidis

b.

Diambil 3 ose koloni bakteri S. epidermidis dari stok bakteri, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi media Nutrien Broth (NB) steril, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dalam inkubator, selanjutnya kekeruhan suspensi bakteri S. epidermidis disesuaikan dengan standar 0,5 Mac Farland (1,5 x 108CFU/mL).


(51)

c.

Media MHA steril dituang ke dalam cawan petri, dan ditunggu hingga memadat, kemudian diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC dalam inkubator. Setelah diinkubasi, diamati, dan dibandingkan dengan perlakuan dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.

Pembuatan kontrol media

d.

Media MHA steril dengan suhu 45-50oC, diinokulasikan suspensi bakteri uji dengan kepadatan dan jumlah yang sama yaitu 1 mL, kemudian dituang ke cawan petri steril dan digoyang sehingga pertumbuhan bakteri dapat merata. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi selama 48 jam, dengan suhu 37oC. Setelah diinkubasi, diamati pertumbuhan bakteri uji melalui kekeruhan media dan dibandingkan dengan kontrol media dan perlakuan.

Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji S. epidermidis

e.

Dibuat 5 lubang sumuran dengan diameter 8 mm pada cawan petri berdiameter 9 cm yang telah berisi MHA yang telah padat. Masing-masing sumuran diisi basis emulgel (kontrol negatif) dan empat formula emulgel minyak cengkeh masing-masing sebanyak 0,1 gram. Cawan petri dibungkus menggunakan plastic wrap, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Diameter zona hambat yang dihasilkan diukur setelah inkubasi selama 48 jam. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.


(52)

F. Analisis Hasil

Data utama yang diperoleh dari penelitian ini adalah sifat fisik emulgel

antiacne minyak cengkeh meliputi viskositas dan daya sebar emulgel (48 jam setelah pembuatan emulgel) dan stabilitas fisik emulgel meliputi pergeseran viskositas emulgel setelah penyimpanan selama 30 hari. Masing-masing perlakuan direplikasi sebanyak 3 kali. Data pendukung yang diperoleh dari penelitian ini adalah pH, tingkat eritema dan edema, serta diameter zona hambat dari sediaan emulgel.

1. Sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel

Analisis data utama dilakukan dengan menggunakan uji two-way ANOVA jika data memiliki distribusi normal. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh kecepatan putar, suhu pencampuran, dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Alternatif uji yang digunakan jika data respon memiliki distribusi yang tidak normal adalah uji hipotesis komparatif dua kelompok tidak berpasangan yaitu dengan uji Mann-whitney atau uji Wilcoxon untuk kelompok tidak berpasangan. Analisis data dilakukan menggunakan software R 2.14.1. Dengan taraf kepercayaan 95%, maka variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran pada level yang diteliti dikatakan memberikan pengaruh terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik jika respon tersebut memiliki perbedaan (nilai probabilitas kurang dari 0,05) pada uji two-way ANOVA atau pada uji Wilcoxon.


(53)

Uji hipotesis komparatif dua kelompok tidak berpasangan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh salah satu faktor dalam level yang berbeda pada proses formulasi terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel, antara lain sebagai berikut:

a. suhu pencampuran level rendah dan level tinggi pada kecepatan pencampuran level rendah,

b. suhu pencampuran level rendah dan level tinggi pada kecepatan pencampuran level tinggi,

c. kecepatan pencampuran level rendah dan level tinggi pada suhu pencampuran level rendah, dan

d. kecepatan pencampuran level rendah dan level tinggi pada suhu pencampuran level tinggi.

Jika terdapat perbedaan pada dua kelompok, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang dilakukan pada dua level berbeda memiliki pengaruh terhadap respon.

2. Uji pH emulgel

Rentang pH sediaan emulgel dianalisis dengan membandingkan dengan rentang pH natural kulit (4-6).

3. Uji iritasi emulgel

Tingkat eritema dan edema yang dihasilkan pada punggung kelinci dibandingkan dengan sistem penilaian metode Draize untuk mengetahui sifat iritasi emulgel.


(54)

4. Uji daya antibakteri emulgel

Diameter zona hambat emulgel dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan zona hambat antara kontrol basis dan keempat formula menggunakan uji one-way ANOVA untuk data yang memiliki distribusi normal dan uji Kruskal-Wallis untuk data yang memiliki distribusi tidak normal. Dengan taraf kepercayaan 95%, jika nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak tersdapat perbedaan daya antibakteri pada dua kelompok formula. Sebaliknya jika nilai p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antar formula (Dahlan, 2009).

Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan daya antibakteri, maka dilakukan analisis Post Hoc dengan uji T tidak berpasangan untuk uji one-way ANOVA dan uji Mann Whitney untuk uji Kruskal-Wallis.

Variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran pada level yang diteliti dikatakan memberikan pengaruh terhadap respon daya antibakteri jika respon tersebut memiliki perbedaan (p<0,05).


(55)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh yang digunakan adalah minyak atsiri dari daun tanaman cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb.) yang telah melalui uji identifikasi dan dibuktikan dengan Certificate of Analysis (CoA) oleh CV Indaroma Yogyakarta. Sertifikat analisis terlampir di Lampiran 1.

Pengamatan organoleptis dilakukan sebagai identifikasi awal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa minyak cengkeh berbentuk cair, berwarna kuning kecoklatan, dan memiliki bau khas minyak cengkeh. Tujuan verifikasi minyak cengkeh adalah untuk memastikan bahwa minyak yang digunakan adalah minyak cengkeh dalam kemurnian yang tinggi. Verifikasi yang dilakukan meliputi bobot jenis dan indeks bias dari minyak yang akan digunakan. Hasil verifikasi minyak cengkeh (bobot jenis dan indeks bias) adalah sebagai berikut:

Tabel IV. Hasil verifikasi sifat fisik minyak cengkeh.

Sifat Fisik Spesifikasi CoA Hasil Verifikasi Indeks Bias �25 = 1,520-1,540 �20 = 1,534 ± 0,001 Bobot Jenis �2525 1,010-1,035 1,020 + 0,05

Hasil verifikasi di atas menunjukkan bahwa indeks bias dan bobot jenis minyak masuk dalam kisaran spesifikasi minyak cengkeh menurut Certificate of Analysis (CoA). Maka dapat disimpulkan bahwa minyak yang diuji merupakan minyak cengkeh.


(56)

B. Penentuan Level Kecepatan Putar dan Suhu Pencampuran

Level kecepatan putar dan suhu pencampuran yang dipilih adalah pada titik-titik variasi faktor yang mengalami perubahan respon baik kenaikan maupun penurunan, namun masih masuk dalam rentang persyaratan respon yang diinginkan. Level yang dipilih bukan pada titik-titik dengan respon yang stasioner karena respon yang stasioner menunjukkan bahwa perubahan kecepatan putar dan suhu pencampuran tidak memberikan pengaruh terhadap respon.

1. Kecepatan Putar

Penentuan level dilakukan dengan membuat sediaan dengan variasi kecepatan putar mixer, yaitu 100-600 rpm. Selanjutnya dilakukan evaluasi sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas setelah 48 jam dari waktu pembuatan. Respon daya sebar pada semua kecepatan putar memenuhi kriteria daya sebar yang diinginkan, yaitu 3-5 cm. Respon viskositas pada kecepatan putar 100 rpm tidak memenuhi kriteria yang diinginkan, yaitu 200-300 dPas. Oleh karena itu dipilih kecepatan putar dengan level rendah 200 rpm karena merupakan kecepatan putar terendah yang masih memenuhi kriteria respon yang diinginkan. Selanjutnya level tinggi kecepatan putar adalah 500 rpm karena pada kecepatan putar 600 rpm, respon viskositas mulai konstan. Oleh karena itu dipilih kecepatan putar yang lebih rendah, yaitu 500 rpm untuk efisiensi energi.

Tabel V. Sifat fisik emulgel dengan variasi kecepatan putar.

Kecepatan Putar (rpm) Daya Sebar (cm) Viskositas (dPas)

100 3,73 160

200 3,60 200

300 3,53 225

400 3,55 225

500 3,48 220


(57)

Gambar 11. Kurva respon daya sebar hasil orientasi kecepatan putar.

Gambar 12. Kurva respon viskositas hasil orientasi kecepatan putar.

2. Suhu Pencampuran

Penentuan level dilakukan dengan membuat sediaan dengan variasi suhu emulsifikasi, yaitu pada suhu 30-80oC. Selanjutnya dilakukan evaluasi sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas setelah 48 jam dari waktu pembuatan.

3.45 3.50 3.55 3.60 3.65 3.70 3.75

0 100 200 300 400 500 600 700

D aya s e b ar (c m )

Kecepatan putar (rpm)

0 50 100 150 200 250

0 100 200 300 400 500 600 700

V isk o si tas ( dP as )


(58)

Tabel VI. Sifat fisik emulgel dengan variasi suhu pencampuran.

Suhu Pencampuran (oC) Daya Sebar (cm) Viskositas (dPas)

30 3,18 240

40 3,38 220

50 3,33 225

60 3,73 190

70 3,63 200

80 3,45 220

Gambar 13. Kurva respon daya sebar hasil orientasi suhu pencampuran.

Gambar 14. Kurva respon viskositas hasil orientasi suhu pencampuran.

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8

0 20 40 60 80 100

D aya s e b ar (c m )

Suhu pencampuran (0C)

170 180 190 200 210 220 230 240 250

0 20 40 60 80 100

Vi sk o si tas ( dP as )


(59)

Respon daya sebar pada semua suhu pencampuran memenuhi kriteria daya sebar yang diinginkan, yaitu 3-5 cm. Respon viskositas pada percobaan ini tampak tidak stabil karena mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan kenaikan suhu. Respon viskositas pada suhu 60oC tidak memenuhi kriteria yang diinginkan, yaitu 200-300 dPas. Level rendah suhu pencampuran yang dipilih adalah 30oC karena suhu 30oC merupakan suhu yang mendekati suhu ruangan dan masih memenuhi kriteria sifat fisik yang diinginkan. Level tinggi suhu pencampuran yang dipilih adalah 70oC karena pada suhu tersebut dianggap sebagai titik kritis terjadi kenaikan viskositas kembali setelah suhu 60oC yang tidak memenuhi respon viskositas.

C. Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh dengan konsentrasi sebesar 15% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis yang ditunjukkan dengan adanya zona jernih di sekitar sampel (Kusuma, 2010). Pemilihan sediaan emulgel didasarkan pada sifat hidrofobik dari bahan aktif, yaitu minyak cengkeh. Minyak cengkeh diformulasi menjadi emulsi minyak dalam air (M/A) yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam gel menjadi emulgel yang dapat memberikan rasa nyaman ketika diaplikasikan pada wajah pengguna. Emulgel dapat memberikan sensasi dingin dari air yang terkandung dalam gel sehingga diharapkan dapat mengurangi sensasi berminyak dari minyak cengkeh. Selain itu, gel berperan untuk meningkatkan viskositas dan meningkatkan stabilitas emulsi.


(60)

Pada sistem emulsi tipe M/A, fase minyak merupakan fase terdispersi/ fase internal, sedangkan fase air merupakan fase kontinu/ fase eksternal. Sediaan topikal dengan tipe air dalam minyak (A/M) dapat menutupi pori-pori kulit, tempat tersumbatnya sekresi sebum yang berlebihan. Sebum merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba. Akibatnya penutupan pori-pori oleh sediaan dengan tipe A/M dapat memperparah kondisi jerawat. Sebaliknya sediaan topikal dengan sistem M/A tidak akan menutupi pori-pori kulit sehingga minyak cengkeh diharapkan dapat terpenetrasi dengan baik dan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab timbulnya jerawat.

Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi emulgel minyak cengkeh adalah minyak cengkeh, parafin cair, Span 80, Tween 80, gliserin, carbopol 940, aquades, propilparaben, metilparaben dan trietanolamin. Proses emulsifikasi dilakukan dengan mencampurkan fase air, fase minyak, dan emulgator pada suhu 30 dan 70oC. Pemanasan ini bertujuan untuk mempermudah pencampuran kedua fase yang berbeda.

Emulgator yang digunakan untuk membentuk emulsi adalah Tween 80 dan Span 80. Bagian hidrokarbon molekul Span 80 (sorbitan monooleat) berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala sorbitan yang besar pada molekul Span mencegah ekor-ekor hidrokarbon bergabung rapat dalam fase minyak. Ketika Tween 80 (polioksietilen sorbitan monooleat) ditambahkan, senyawa ini mengarah pada antarmuka dengan ekor hidrokarbonnya berada dengan fase minyak, sedangkan sisa rantainya, bersama dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Rantai hidrokarbon molekul


(61)

Tween 80 berada dalam globul minyak di antara rantai-rantai Span 80, kemudian dihasilkan tarik-menarik van der Waals yang efektif. Emulgator mengurangi tegangan antarmuka karena adsorpsinya pada antarmuka minyak-air membentuk selaput monomolekuler. Dengan cara ini, emulgator dapat meningkatkan stabilitas emulsi terhadap penggabungan partikel (Sinko, 2012). Emulgator yang terdistribusi homogen dalam dispersi minyak dalam air menyebabkan droplet yang terbentuk lebih stabil karena fungsi agen pengemulsi bekerja secara optimal pada droplet-droplet yang berukuran kecil. Pemilihan surfaktan nonionik dalam formula ini karena adanya kelebihan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan kationik, yaitu tidak rentan terhadap perubahan pH dan penambahan elektrolit (Swarbrick, 2006).

Parafin cair berfungsi sebagai fase minyak dari emulsi. Gliserin berfungsi sebagai humektan, yaitu menjaga kelembaban sediaan dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air yang ditambahkan saat formulasi emulgel. Pada saat aplikasi, gliserin menjaga kelembaban kulit dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air dari uap air di lingkungan.

Menurut Curteis (1991), carbopol 940 cocok dipilih sebagai gelling agent

untuk menghasilkan viskositas yang tinggi pada konsentrasi rendah. Carbopol merupakan polimer asam akrilik sintetis yang membentuk crosslinked sebagai berikut:


(62)

Gambar 15. Cross-linked dari polimer akrilik (Braun, 2000).

Mekanisme pengentalan yang terjadi dimungkinkan melalui dua mekanisme sebagai berikut:

1. Metode ikatan hidrogen

Hasil ikatan hidrogen antara gugus karboksil dari carbopol dan gugus hidroksil dari pelarut berupa air akan menyebabkan molekul menjadi uncoil dan terjadi kekentalan. Selain berperan sebagai humektan, gliserin juga merupakan donor gugus karboksil (Curteis, 1991).

Gambar 16. Gambaran molekul carbopol dalam keadaan uncoil dengan ikatan hidrogen (Curteis, 1991).


(63)

2. Netralisasi

Dengan adanya penambahan basa trietanolamin, maka terjadi netralisasi gugus asam karboksilat. Penambahan basa akan memutuskan gugus karboksilat dan akan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak-menolak elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan mengembang (Barry, 1983). Dengan kata lain, penambahan basa menyebabkan molekul uncoil dan memberikan viskositas dengan sifat alir yang diinginkan (Braun, 2000). Reaksi ini berlangsung cepat dan viskositas sediaan menjadi meningkat (Chikhalikar, 2002).

Gambar 17. Gambaran molekul carbopol dalam keadaan uncoiled setelah netralisasi (Curteis, 1991).

Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme, terutama karena fase air dalam formula merupakan fase eksternal sehingga lebih mudah terkontaminasi (Dirjen POM, 1995). Pengawet yang digunakan dalam formula ini adalah metilparaben (nipagin) dan propilparaben (nipasol). Metil paraben memiliki kelarutan yang lebih tinggi dalam air (1:500) dibandingkan dengan propilparaben (1:2500). Oleh karena itu, metilparaben dicampurkan ke dalam fase air, sedangkan propilparaben dicampurkan ke dalam fase minyak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas antimikroba dalam kedua fase pembentuk emulsi tersebut.


(64)

D. Pengujian Derajat Keasaman (pH) Emulgel

Derajat keasaman (pH) sediaan topikal sebaiknya berkisar antara 4-6 sesuai dengan pH natural kulit (Williams, 2007). Hal ini bertujuan supaya tidak menimbulkan iritasi dan nyaman digunakan pada kulit. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH. Berdasarkan hasil pengujian, diketahui bahwa pH emulgel berkisar antara 5-6. Maka dapat disimpulkan bahwa sediaan emulgel aman digunakan secara topikal.

E. Uji Iritasi Primer Emulgel

Uji iritasi primer bertujuan untuk mengetahui adanya sifat iritasi dari sediaan dengan menggunakan hewan uji kelinci. Menurut Lis-Balchin (2006), minyak cengkeh memiliki sensitivitas dan bersifat iritatif pada konsentrasi 20% dalam salep, dimana dari 25 konsumen terdapat dua konsumen yang mengalami sensitivitas maupun iritasi. Melalui pertimbangan ini, maka konsentrasi 15% dalam formulasi sediaan topikal emulgel sebagai pereda jerawat ini masih tergolong aman. Hal ini didukung oleh uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh pada kelinci yang menunjukkan hasil tidak adanya sifat mengiritasi yang timbul pada hewan uji.

Tabel VII. Hasil interpretasi uji iritasi primer emulgel.

Formula Indeks iritasi primer Interpretasi

1 0 Tidak mengiritasi

2 0 Tidak mengiritasi

3 0 Tidak mengiritasi

4 0 Tidak mengiritasi


(65)

F. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik pada Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh dengan Variasi Kecepatan Putar dan Suhu Pencampuran

Pengujian sifat fisik sediaan emulgel menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel VIII. Respon sifat fisik sediaan emulgel (��±SD).

Formula Daya sebar (cm) Viskositas (dPas) Pergeseran viskositas (%)

F1 3,45 ± 0,05 210 ± 8,66 1,42 ± 1,23

F2 3,37 ± 0,16 221,67 ± 2,89 3,01 ± 3,48

F3 3,34 ± 0,09 220 ± 8,66 3,67 ± 3,39

F4 3,27 ± 0,08 226,67 ± 2,89 12,53 ± 3,50 1. Respon Daya Sebar

Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan tersebar saat diaplikasikan pada kulit. Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dalam formulasi untuk menjamin kemudahan saat aplikasi sediaan pada kulit dan berpengaruh pada penerimaan konsumen. Parameter standar untuk uji daya sebar menyesuaikan penelitian sebelumnya, yaitu antara 3-5 cm (Suryarini, 2011). Berdasarkan hasil pada tabel VIII, semua formula yang diuji memenuhi persyaratan daya sebar yang diinginkan.

2. Respon Viskositas

Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui stabilitas sediaan emulgel. Viskositas yang tinggi akan memberikan stabilitas sistem emulgel karena akan meminimalkan pergerakan droplet, mencegah perubahan ukuran droplet menjadi semakin besar sehingga dapat mencegah terjadinya pemisahan fase. Pengujian viskositas sediaan emulgel dilakukan setelah 48 jam dari waktu pembuatan. Hal ini dikarenakan komponen penyusun dalam sistem emulsi sudah tersusun dengan baik (stabil) setelah 48 jam. Selain itu, pengukuran viskositas tidak dipengaruhi


(66)

oleh shearing stress dari proses formulasi emulgel dan sifat pseudoplastis gel sehingga konsistensi emulgel menjadi lebih stabil diibandingkan pengukuran sesaat setelah pembuatan. Parameter standar untuk uji viskositas menyesuaikan penelitian sebelumnya, yaitu antara 200-300 dPas (Suryarini, 2011). Berdasarkan hasil pada tabel VIII, semua formula yang diuji memenuhi persyaratan viskositas yang diinginkan.

3. Respon Pergeseran Viskositas

Uji pergeseran viskositas bertujuan untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan emulgel setelah penyimpanan selama 30 hari. Parameter standar untuk uji pergeseran viskositas menyesuaikan penelitian sebelumnya, yaitu kurang dari 10% (Suryarini, 2011). Berdasarkan hasil pada tabel VIII, formula 1, 2, dan 3 memenuhi persyaratan pergeseran viskositas yang diinginkan, sedangkan formula 4 mengalami ketidakstabilan setelah penyimpanan selama 30 hari. Secara visual, keempat formula menunjukkan adanya campuran minyak dan air yang keluar dari sistem emulgel. Hal ini dimungkinkan karena kapasitas surfaktansi dari emulgator tidak mampu mempertahankan stabilitas emulsi selama 30 hari penyimpanan. Selain itu, lama penyimpanan juga menimbulkan kemungkinan adanya penggabungan droplet-droplet menjdai lebih besar. Hal ini mendukung terjadinya ketidakstabilan dalam sistem emulsi selama penyimpanan.


(67)

G. Pengaruh Variasi Kecepatan Putar dan Suhu Pencampuran terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Minyak Cengkeh

Secara garis besar, terdapat dua macam pengujian yaitu uji parametrik dan uji nonparametrik. Uji parametrik digunakan untuk masalah skala pengukuran variabel numerik dan data yang memiliki distribusi normal. Sebaliknya uji nonparametrik digunakan untuk masalah skala pengukuran variabel numerik dan data yang memiliki distribusi tidak normal. Untuk mengetahui distribusi data, maka dilakukan uji Shapiro-Wilk. Uji ini dipilih karena jumlah sampel dalam penelitian ini kurang dari 50. Data dikatakan memiliki distribusi yang normal jika nilai kebermaknaan atau probabilitas (p) lebih dari 0,05. Sebaliknya data dikatakan memiliki distribusi yang tidak normal jika nilai probabilitas (p) kurang dari 0,05 (Dahlan, 2009).

Hasil uji Shapiro-Wilk data sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel adalah sebagai berikut:

Tabel IX. Uji normalitas Shapiro-Wilk

Formula p-value Distribusi data

Daya sebar

1 9,237x10-8 Tidak normal

2 0,5928 Normal

3 0,8777 Normal

4 0,6369 Normal

Viskositas

1 1,036x10-7 Tidak normal

2 5,483 x10-8 Tidak normal

3 4,435 x10-8 Tidak normal

4 5,483 x10-8 Tidak normal

Pergeseran viskositas

1 0,1395 Normal

2 0,6203 Normal

3 0,6678 Normal


(68)

Data yang memiliki distribusi normal dievaluasi menggunakan uji two-way ANOVA untuk mengetahui signifikansi pengaruh kecepatan putar, suhu pencampuran, dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Alternatif uji yang digunakan jika data respon memiliki distribusi yang tidak normal adalah uji hipotesis komparatif dua kelompok tidak berpasangan yaitu dengan uji Mann-Whitney dimana dalam program R disebut juga dengan

Wilcoxon rank sum test atau uji Wilcoxon dua sampel (Lee, 2000). Jika nilai kebermaknaan (p) kurang dari 0,05 maka terdapat perbedaan antar kedua kelompok data tersebut (Dahlan, 2009).

Tabel IX menunjukkan bahwa data sifat fisik berupa daya sebar dan viskositas memiliki data yang terdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, uji two-way ANOVA tidak dapat diaplikasikan pada respon ini. Maka dilakukan uji

Wilcoxon dua sampel untuk mengetahui pengaruh salah satu faktor dalam level yang berbeda pada proses formulasi terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel.

Hasil pengujian pada tabel X menunjukkan bahwa variasi suhu dalam formulasi emulgel tidak memberikan perbedaan respon daya sebar pada level rendah maupun tinggi kecepatan putar. Variasi kecepatan putar dalam formulasi emulgel juga tidak memberikan perbedaan respon daya sebar pada level rendah maupun level tinggi suhu pencampuran. Hal ini menunjukkan bahwa variasi Pengaruh variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap respon daya sebar


(69)

kecepatan putar dan suhu pencampuran pada level yang diteliti tidak memberikan pengaruh terhadap respon daya sebar emulgel.

Tabel X. Uji Wilcoxon pada evaluasi respon daya sebar

Two-sample Wilcoxon test

Perbandingan p-value

level rendah dan tinggi suhu pada level rendah kecepatan (F1 : F3) 0,1212

level rendah dan tinggi suhu pada level tinggi kecepatan (F2 : F4) 0,5127

level rendah dan tinggi kecepatan pada level rendah suhu (F1 : F2) 0,5066

level rendah dan tinggi kecepatan pada level tinggi suhu (F3 : F4) 0,3758

Hasil pengujian pada tabel XI menunjukkan bahwa variasi suhu dalam formulasi emulgel tidak memberikan perbedaan respon viskositas pada level rendah dan level tinggi kecepatan putar. Variasi kecepatan putar dalam formulasi emulgel juga tidak memberikan perbedaan respon viskositas pada level rendah maupun level tinggi suhu pencampuran. Hal ini menunjukkan bahwa variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran pada level yang diteliti tidak memberikan pengaruh terhadap respon viskositas emulgel.

Pengaruh variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap respon viskositas

Tabel XI. Uji Wilcoxon pada evaluasi respon viskositas.

Two-sample Wilcoxon test

Perbandingan p-value

level rendah dan tinggi suhu pada level rendah kecepatan (F1 : F3) 0,1157

level rendah dan tinggi suhu pada level tinggi kecepatan (F2 : F4) 0,09896

level rendah dan tinggi kecepatan pada level rendah suhu (F1 : F2) 0,09896

level rendah dan tinggi kecepatan pada level tinggi suhu (F3 : F4) 0,1967

Tabel IX menunjukkan bahwa data stabilitas fisik berupa pergeseran viskositas memiliki data yang terdistribusi normal. Oleh karena itu, data tersebut Pengaruh variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap respon pergeseran viskositas


(70)

dianalisis menggunakan uji two-way ANOVA untuk mengetahui signifikansi pengaruh kecepatan putar, suhu pencampuran, dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan respon stabilitas fisik emulgel. Untuk mengetahui variasi antar kelompok data, maka dilakukan uji varians menggunakan Levene’s test. Jika uji varians menghasilkan nilai probabilitas (p) lebih dari 0,05, maka varians data yang diuji adalah sama (Dahlan, 2009). Hasi uji varians respon pergeseran viskositas memberikan nilai p sebesar 0,4496 (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan adanya varians yang sama antar kelompok yang akan dievaluasi perbedaannya.

Persamaan desain faktorial yang diperoleh dari program R-2.14.1 adalah Y = 5,1592 + 2,6125X1 + 2,9425X2 + 1,8158X12, dengan nilai p sebesar 0,008443

dan multiple R-squared = 0,7512. Nilai p<0,05 dan multiple Rsquared>0,64 di atas menunjukkan bahwa persamaan desain faktorial yang diperoleh signifikan sehingga dapat digunakan untuk memprediksi respon pergeseran viskositas.

Gambar 18. Signifikasi efek dengan uji ANOVA.

Dengan taraf kepercayaan 95%, data dikatakan berbeda jika nilai Pr (>F) kurang dari 0,05. Sebaliknya data dikatakan tidak berbeda jika nilai Pr (>F) lebih dari 0,05 (Dahlan, 2009). Dari gambar 18, dapat diketahui bahwa faktor kecepatan


(71)

putar dan suhu pencampuran memberikan pengaruh terhadap respon pergeseran viskositas.

Tabel XII. Nilai efek faktor kecepatan putar dan suhu pencampuran serta interaksinya terhadap respon pergeseran viskositas.

Faktor Nilai efek

Kecepatan putar 5,225 Suhu pencampuran 5,885

Interaksi 3,635

Berdasarkan tabel XII, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling dominan meningkatkan respon pergeseran viskositas adalah suhu pencampuran.

Tabel XIII. Respon pergeseran viskositas sediaan emulgel (��±SD).

Formula Pergeseran

viskositas (%)

level rendah kecepatan putar dan level rendah suhu pencampuran 1,42 ± 1,23

level tinggi kecepatan putar dan level rendah suhu pencampuran 3,01 ± 3,48

level rendah kecepatan putar dan level tinggi suhu pencampuran 3,67 ± 3,39

level tinggi kecepatan putar dan level tinggi suhu pencampuran 12,53 ± 3,50

Tabel XIII menunjukkan bahwa pada peningkatan kecepatan putar dalam proses formulasi emulgel terjadi peningkatan respon pergeseran viskositas baik pada level rendah maupun level tinggi suhu pencampuran. Demikian juga pada peningkatan suhu pencampuran dalam proses formulasi emulgel terjadi peningkatan respon pergeseran viskositas baik pada level rendah maupun level tinggi kecepatan putar.

Peningkatan kecepatan putar mixer akan meningkatkan energi kinetik yang diberikan untuk memecah droplet-droplet primer minyak. Energi kinetik yang semakin besar akan memudahkan dispersi fase minyak dalam fase air sehingga droplet yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih kecil. Ukuran droplet yang dihasilkan akan menentukan seberapa banyak fase air yang terjebak di antara droplet-droplet minyak. Semakin kecil ukuran droplet yang dihasilkan,


(72)

maka semakin banyak jumlah fase air yang yang terjebak di antara droplet-droplet fase minyak. Hal ini akan menyebabkan peningkatan hambatan alir atau peningkatan viskositas (Putra, 2010). Peningkatan viskositas dapat menaikkan waktu retensi pada tempat aksi tetapi akan menurunkan daya sebar (Garg et al., 2002).

Hasil evaluasi di atas menunjukkan bahwa variasi kecepatan putar dan suhu pencampuran tidak memberikan pengaruh terhadap respon daya sebar dan viskositas emulgel. Dengan kata lain, penggunaan level rendah kecepatan putar dan level rendah suhu pencampuran, level tinggi kecepatan putar dan level rendah suhu pencampuran, level rendah kecepatan putar dan level tinggi suhu pencampuran, dan level tinggi kecepatan putar dan level tinggi suhu pencampuran memberikan respon daya sebar dan viskositas yang tidak berbeda. Hal ini dapat digunakan sebagai arahan penentuan proses dalam formulasi emulgel. Penggunaan kecepatan dan suhu pada level rendah membuat energi, biaya, dan waktu yang diperlukan menjadi lebih efisien. Namun perlu diperhatikan karena variasi suhu pencampuran dan kecepatan putar dalam formulasi emulgel dapat memberikan pengaruh, yaitu meningkatkan respon pergeseran viskositas emulgel.

H. Uji Daya Antibakteri Emulgel Minyak Cengkeh terhadap Bakteri Stapylococcus epidermidis

Uji daya antibakteri ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan antibakteri dari emulgel minyak cengkeh dalam menghambat bakteri


(73)

jerawat. Stapylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif yang memiliki asam teikoat pada struktur dinding selnya. Gugus fosfat dari asam teikoat bakteri Gram positif akan terionisasi, akibatnya dinding sel menjadi bermuatan negatif. Eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh adalah senyawa turunan fenol yang merupakan suatu alkohol asam lemah. Senyawa fenol pada pH rendah akan bermuatan positif. Akibatnya terjadi tarik-menarik antara fenol dan dinding sel bakteri Gram positif. Fenol akan lebih mudah melekat atau melewati dinding sel bakteri Gram positif (Taufik, M., Triatmojo,S., Erwanto,Y., Santoso, U., Kristanti, N., 2010).

Eugenol memiliki sifat hydrophobicity, yaitu mudah masuk ke dalam lipopolisakarida yang terdapat dalam membran sel bakteri Gram positif dan merusak struktur selnya. Fakta-fakta menunjukkan adanya hubungan minyak atsiri dengan terjadinya kerusakan pada membran sel. Sifat hidrofobik dari eugenol terakumulasi dalam struktur membran sel yang lingkungannya kaya akan lemak sehingga menyebabkan kerusakan pada struktur dan fungsi membran sel tersebut (Taufik, et al., 2010).

Uji daya antibakteri menggunakan metode difusi sumuran, yaitu dengan membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Pengujian ini dilakukan 30 hari setelah pembuatan emulgel dengan tujuan untuk mengetahui daya antibakteri emulgel setelah 30 hari penyimpanan dan membandingkan kemampuan antibakteri keempat formula dengan kontrol basis. Kontrol basis merupakan emulgel yang dibuat dengan formula tengah, yaitu pada suhu


(1)

Perbedaan zona hambat antara emulgel formula 3 dengan kontrol basis menggunakan two-sample Wilcoxon test

Perbedaan zona hambat antara emulgel formula 4 dengan kontrol basis menggunakan two-sample Wilcoxon test

Perbedaan zona hambat antara emulgel semua formula dengan kontrol basis menggunakan two-sample Wilcoxon test


(2)

Perbandingan Nilai probabilitas

Makna suhu rendah dan tinggi

dengan kecepatan rendah (F1 : F3) 0,1138

Tidak berbeda suhu rendah dan tinggi

dengan kecepatan tinggi (F2 : F4) 1

Tidak berbeda kecepatan rendah dan tinggi

pada suhu rendah (F1 : F2) 0,1138

Tidak berbeda kecepatan rendah dan tinggi

pada suhu tinggi (F3 : F4) 1

Tidak berbeda F1 dengan kontrol basis 0,02535 Berbeda F2 dengan kontrol basis 0,03389 Berbeda F3 dengan kontrol basis 0,03389 Berbeda F4 dengan kontrol basis 0,03389 Berbeda Semua formula dengan kontrol basis 6,139x10-6 Berbeda


(3)

Lampiran 6. Dokumentasi

Gambar formula 1 (replikasi 1, 2, dan 3) setelah pembuatan

Gambar formula 2 (replikasi 1, 2, dan 3) setelah pembuatan

Gambar formula 3 (replikasi 1, 2, dan 3) setelah pembuatan


(4)

Gambar formula 1 (replikasi 1, 2, dan 3) 30 hari setelah pembuatan

Gambar formula 2 (replikasi 1, 2, dan 3) 30 hari setelah pembuatan

Gambar formula 3 (replikasi 1, 2, dan 3) 30 hari setelah pembuatan


(5)

Gambar kontrol media Gambar kontrol pertumbuhan bakteri

Gambar uji daya antibakteri replikasi 1, 2, dan 3

Gambar uji iritasi primer emulgel

F2

F3 F1

F4

K. basis


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Perbedaan Sifat Fisik Dan Stabilitas Fisik Emulgel Minyak Cengkeh (Oleum Caryophylli) Sebagai Obat Jerawat Dengan Variasi Kecepatan Dan Suhu Pencampuran” bernama lengkap Jenny Marina, lahir pada tanggal 30 Juni 1992 di Bagan Siapi-api, Riau, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Tjui Seng (+) dan bernama Po Hong.

Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Budya Wacana Yogyakarta (1994-1996), SD Budya Wacana Yogyakarta (1996-2003), SMP Budya Wacana Yogyakarta (2003-2006), dan SMA Budya Wacana Yogyakarta (2006-2009). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di program strata 1 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hingga tahun 2013.

Semasa kuliah, penulis mengikuti kegiatan baik akademik maupun nonakademik, antara lain sebagai asisten Praktikum Bioanalisis (2012), asisten Praktikum Toksikologi Dasar (2012), asisten Praktikum Farmasi Fisika (2013), asisten Praktikum Compounding (2013), asisten Praktikum Mikrobiologi (2013), menjadi sie kesekretariatan dalam panitia pelepasan wisuda Fakultas Farmasi tahun 2010 dan beberapa kepanitian lainnya. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI dengan judul “Lalat (Belajar Kilat) Tentang Swamedikasi Dan Penggunaan Obat Generik Berlogo Di Desa Jubelan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang”.


Dokumen yang terkait

Perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (oleum caryophylli) sebagai obat jerawat dengan variasi suhu dan lama pencampuran.

1 3 108

Formulasi emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai anti bau kaki : pengaruh carbopol 940 dan sorbitol terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik.

1 11 106

Formulasi emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli): pengaruh lama dan kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik.

0 3 111

Pengaruh tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel antiacne minyak cengkeh (Oleum caryophill) aplikasi desain faktorial.

3 4 98

Formulasi emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai anti bau kaki pengaruh carbopol 940 dan sorbitol terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik

1 7 104

Pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh ( Oleum caryophylli)

0 0 105

Perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (oleum caryophylli) sebagai obat jerawat dengan variasi suhu dan lama pencampuran

0 0 106

Formulasi emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophylli): pengaruh lama dan kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik - USD Repository

0 0 109

Formulasi emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis (garcinia mangostana l.) : pengaruh kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik - USD Repository

0 0 171

Formulasi krim sunscreen fraksi etil asetat daun jambu biji (Psidium guajava L.) : pengaruh lama dan kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik - USD Repository

0 0 105