Perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (oleum caryophylli) sebagai obat jerawat dengan variasi suhu dan lama pencampuran

(1)

PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK EMULGEL MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli)

SEBAGAI OBAT JERAWAT DENGAN VARIASI SUHU DAN LAMA PENCAMPURAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Selvia NIM : 098114128

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK EMULGEL MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli)

SEBAGAI OBAT JERAWAT DENGAN VARIASI SUHU DAN LAMA PENCAMPURAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Selvia NIM : 098114128

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

K arya ini kupersembahkan untuk :

Jesus Christ;

Papa M ama tercinta,

kedua kokoku, adikku, dan nenekku yang tersayang;

Teman- teman farmasiku;


(6)

(7)

(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat, rahmat, dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul “Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai Obat Jerawat dengan Variasi Suhu dan Lama Pencampuran” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama masa perkuliahan, penelitian, dan penyusunan laporan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun dengan bantuan dari banyak pihak berupa doa, bimbingan, sarana, dukungan, semangat, kritik dan saran yang membangun, penulis mampu menyelesaikan laporan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Orang tua atas kasih sayang, bimbingan, semangat, cinta, masukan, dan

dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Kaprodi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan dukungan, masukan, serta arahan yang membangun kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.


(9)

viii

4. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji atas masukkan, kritik, dan saran yang diberikan kepada penulis.

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan saran yang diberikan kepada penulis.

6. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., Romo Drs. Petrus Sunu Hardiyanta, S. J., S. Si., Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., dan Bapak Agung Santoso, M. A., yang telah banyak memberi masukan dan saran yang membangun bagi penulis.

7. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas pengajaran dan bimbingan selama perkuliahan.

8. Ibu Dra. Lily Widjaja, M. Si., Apt., yang telah membantu dalam pengadaan minyak cengkeh dan masukan yang diberikan kepada penulis.

9. Pak Musrifin, Pak Ottok, Pak Heru, Pak Mukminin, Pak Parlan, Pak Suparjiman, Pak Agung, Pak Iswandi, Mas Sigit, Mas Wagiran, serta laboran-laboran lain atas bantuannya selama penelitian.

10.Frendy Johan, Frenky Johan, S.Ked., Ervia, Junaedi, S.Komp., Hartono Tjugianto atas kasih sayang, semangat, masukan, dan dukungan kepada penulis.

11.Lia Susanti, Jenny Marina, Lani Agustina, Tri Pamulatsih, Melisa Silvia, teman-teman seperjuangan atas bantuan, kerja sama, canda tawa, dukungan, dan semangat yang diberikan.


(10)

ix

12.Lies Dewi, S.Farm., Anindita Reningtyas, S.Farm., Silvia Natalia, S.Farm., Eriek Purnoto, Hermanto, atas bantuan dan semangat yang diberikan selama penyusunan skripsi penulis.

13.Putri Toemprot, Ci Lia, Theresia Eviani, Tiffany, Lenny, Vina, anak-anak kos Gracia yang telah memberikan semangat.

14.Teman-teman angkatan 2009, khususnya FST B atas suka dan duka yang dilewati bersama, dukungan dan semangat yang diberikan.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan mengingat keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca.


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

INTISARI... xix

ABSTRACT... xx

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 3

C. Keaslian Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

1. Manfaat teoretis... 5

2. Manfaat praktis... 6


(12)

xi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Minyak Cengkeh... 7

1. Deskripsi... 7

2. Kandungan kimia... 7

3. Kegunaan... 7

4. Sifat fisika kimia minyak cengkeh... 8

B. Jerawat... 8

C. Emulgel... 9

D. Pencampuran... 10

E. Uji Iritasi Primer... 11

F. Monografi... 12

1. Carbopol 940... 12

2. Trietanolamin... 13

3. Parafin cair... 14

4. Emulsifying agent... 14

a. Tween 80... 15

b. Span 80... 15

5. Gliserin... 16

6. Pengawet... 16

G. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal... 17

1. Daya sebar... 17

2. Viskositas... 18


(13)

xii

1. Metode difusi... 18

2. Metode dilusi... 19

I. Landasan Teori... 19

J. Hipotesis... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 22

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 22

1. Variabel penelitian... 22

2. Definisi operasional... 23

C. Bahan Penelitian... 25

D. Alat Penelitian... 25

E. Tata Cara Penelitian... 26

1. Identifikasi bahan... 26

2. Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh... 26

3. Pembuatan emulgel minyak cengkeh... 27

4. Uji pH... 28

5. Uji iritasi primer... 28

6. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan emulgel minyak cengkeh... 29

7. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap S. epidermidis 29 F. Analisis Hasil... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

A. Identifikasi Bahan... 32


(14)

xiii

C. Uji pH Sediaan Emulgel Minyak Cengkeh... 34

D. Uji Iritasi Primer Formula Emulgel Minyak Cengkeh... 34

E. Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh... 36

F. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Sediaan Emulgel Minyak Cengkeh... 44

1. Uji daya sebar... 48

2. Uji viskositas... 51

3. Pergeseran viskositas... 52

G. Uji Daya Antibakteri Sediaan Emulgel terhadap S.epidermidis... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 63

A. Kesimpulan... 63

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA... 64

LAMPIRAN... 68


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kandungan kimia minyak cengkeh... 7

Tabel II. Sifat fisika kimia minyak cengkeh... 8

Tabel III. Sistem klasifikasi untuk reaksi kulit... 11

Tabel IV. Kategori respon iritasi pada kelinci... 12

Tabel V. Jenis carbomer menurut viskositasnya dalam air... 13

Tabel VI. Variasi suhu pencampuran dan lama pencampuran emulgel minyak cengkeh... 27

Tabel VII. Sifat fisik indeks bias dan bobot jenis minyak cengkeh daun teoritis, CoA, dan hasil verifikasi... 33

Tabel VIII. Hasil pengamatan edema dan eritema pada kulit kelinci setelah pengaplikasian emulgel minyak cengkeh... 35

Tabel IX. Sifat fisik hasil orientasi suhu pencampuran... 41

Tabel X. Sifat fisik hasil orientasi lama pencampuran... 42

Tabel XI. Rancangan penelitian... 43

Tabel XII. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.. 46

Tabel XIII. Hasil uji T tidak berpasangan respon daya sebar formula 1 dan formula 2... 49

Tabel XIV. Hasil uji T tidak berpasangan respon daya sebar formula 3 dan formula 4... 50

Tabel XV. Hasil uji Wilcoxon two sample respon viskositas formula 1 dan formula 2... 51


(16)

xv

Tabel XVI. Hasil uji T tidak berpasangan respon viskositas formula 3

dan formula 4... 52

Tabel XVII. Hasil uji T tidak berpasangan respon pergeseran viskositas formula 1 dan formula 2... 53

Tabel XVIII. Hasil uji Wilcoxon two sample respon pergeseran viskositas formula 3 dan formula 4... 53

Tabel XIX. Zona hambat hasil uji antibakteri emulgel minyak cengkeh... 59

Tabel XX. Hasil uji normalitas data uji antibakteri... 59


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Unit monomer asam akrilat dalam polimer carbopol... 12

Gambar 2. Struktur metil paraben (kiri) dan propil paraben (kanan)... 16

Gambar 3. Pengaplikasian sediaan emulgel minyak cengkeh dan kontrol basis pada kulit kelinci dengan area sebesar 1 inci x 1 inci... 35

Gambar 4. Hasil uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh pada kulit kelinci... 36

Gambar 5. Mekanisme pembentukan matriks carbopol setelah penambahan basa... 38

Gambar 6. Profil peningkatan suhu pencampuran terhadap daya sebar... 41

Gambar 7. Profil peningkatan suhu pencampuran terhadap viskositas... 41

Gambar 8. Profil peningkatan lama pencampuran terhadap daya sebar... 42

Gambar 9. Profil peningkatan lama pencampuran terhadap viskositas... 43

Gambar 10. Sediaan emulgel minyak cengkeh formula 1 (replikasi 3) 48 jam (kiri) dan 1 bulan (kanan) setelah dibuat... 55

Gambar 11. Hasil zona hambat uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh dan kontrol basis emulgel... 58


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis of Clove Leaf Oil Light... 68

Lampiran 2. Sertifikat hasil uji Staphylococcus epidermidis... 69

Lampiran 3. Verifikasi minyak cengkeh... 70

a. Indeks bias... 70

b. Bobot jenis... 70

Lampiran 4. Perhitungan HLB formula minyak cengkeh... 70

Lampiran 5. Pengukuran pH emulgel minyak cengkeh... 71

Lampiran 6. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh... 71

a. Daya sebar... 71

b. Viskositas... 71

c. Pergeseran viskositas (%)... 71

Lampiran 7. Hasil uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh... 72

Lampiran 8. Hasil olahan data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas, serta daya antibakteri emulgel minyak cengkeh dengan software R 2.14.1... 73

a. Daya sebar... 73

b. Viskositas... 74

c. Pergeseran viskositas... 76

d. Daya antibakteri... 77


(19)

xviii

Lampiran 10. Sediaan emulgel minyak cengkeh... 82

a. Sediaan 48 jam setelah pembuatan... 82

b. Sediaan 1 bulan setelah pembuatan... 83


(20)

xix INTISARI

Sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh dapat dipengaruhi oleh suhu pencampuran dan lama pencampuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang berfokus pada daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dengan variasi suhu pencampuran dan lama pencampuran.

Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan rancangan dua variabel yaitu suhu pencampuran dan lama pencampuran yang dibuat dalam 4 formula. Uji T tidak berpasangan digunakan untuk data yang memenuhi kriteria parametrik dan uji Wilcoxon digunakan untuk data non parametrik dengan menggunakan software R 2.14.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pencampuran 5 menit dengan suhu pencampuran 30oC dan lama pencampuran 5 menit dengan suhu pencampuran 70oC berbeda pada daya sebar dan pergeseran viskositas, sedangkan pada viskositas tidak berbeda. Lama pencampuran 15 menit dengan suhu pencampuran 30oC dan lama pencampuran 15 menit dengan suhu pencampuran 70oC berbeda pada daya sebar, sedangkan pada viskositas dan pergeseran viskositas tidak berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa suhu pencampuran dan lama pencampuran mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Berdasarkan evaluasi sifat fisik dan stabilitas fisik, formula yang paling optimal adalah formula 2.


(21)

xx ABSTRACT

Physical properties and physical stability of clove oil emulgel can be influenced by mixing temperature and mixing duration. The aim of the research was to determine the difference of physical properties and physical stability focused on spreadability, viscosity, and viscosity shift with variation of mixing temperature and mixing duration.

This research was pure experimental with design of two variables, i.e. mixing temperature and mixing duration which were designed into four formulas. Unpaired T-test was applied for data fulfilling parametric criteria and Wilcoxon test was applied for non parametric data by using the R 2.14.1 software.

The results showed that 5 minutes mixing duration with 30oC mixing temperature and 5 minutes mixing duration with 70oC mixing temperature were different for spreadability and viscosity shift, while for viscosity were not different. Fifteen minutes mixing duration with 30oC mixing temperature and 15 minutes mixing duration with 70oC mixing temperature were different for spreadability, while for viscosity and viscosity shift were not different. These results indicated that mixing temperature and mixing duration affect the physical properties and physical stability of emulgel. Based on the physical properties and physical stability, the most optimal formula was formula 2.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Jerawat merupakan suatu masalah umum yang berkembang pada kalangan remaja dan terkadang pada orang dewasa muda karena inflamasi kulit, sebagaimana penyakit kulit yang disebabkan oleh penyumbatan pori-pori. Biasanya jerawat tumbuh pada wajah, tetapi dapat juga tumbuh pada leher, dada, dan punggung (Sharma, 2006). Campuran keratinosit yang terjebak dan produksi sebum yang meningkat akan menyediakan lingkungan bagi bakteri normal di kulit untuk berkembang dan berkolonisasi sehingga memperparah jerawat (DiPiro, et al., 2005). Bakteri-bakteri yang dikenal sebagai bakteri yang dapat memicu peradangan pada jerawat adalah Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis (Kumar, et al., 2007).

Penggunaan antibiotik jangka panjang terhadap jerawat dapat diperburuk oleh resistensi antibiotik. Untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik, tanaman obat telah diteliti secara luas sebagai pengobatan alternatif (Kumar, et al., 2007). Minyak cengkeh merupakan tanaman obat yang telah digunakan dalam produk farmasetik, makanan, dan kosmetik sebagai agen antimikroba karena minyak tersebut efektif menghambat pertumbuhan dari berbagai mikroorganisme (Joseph and Sujatha, 2010). Minyak cengkeh mempunyai aktivitas antibakteri terhadap jenis bakteri penyebab jerawat sehingga dapat digunakan untuk obat jerawat, namun minyak cengkeh perlu diformulasikan ke dalam bentuk sediaan supaya


(23)

dapat diaplikasikan dengan aman dan nyaman. Menurut hasil penelitian Kusuma (2010) konsentrasi minyak cengkeh sebesar 15% menunjukkan penghambatan terhadap bakteri S. epidermidis yang cukup efektif untuk formulasi sediaan topikal obat jerawat.

Emulgel merupakan kombinasi dari gel dan emulsi. Emulsi dalam gel merupakan salah satu sistem penghantaran obat topikal yang sangat menarik. Gel memiliki kelebihan dibandingkan sediaan salep dan krim yang kental, yaitu mudah dibersihkan dan tidak membutuhkan aplikasi dengan gosokan. Namun kelemahan gel adalah dalam menghantarkan obat hidrofobik, untuk mengatasi kelemahan ini maka digunakan emulsi sehingga agen terapi hidrofobik yang dapat dicampurkan dan dihantarkan melalui gel (Baibhav, Gurpreet, Rana, Seema, and Vikas, 2011).

Proses pembuatan emulsi memiliki pengaruh yang besar terhadap distribusi ukuran droplet, viskositas, dan stabilitas emulsi. Fokus utama pembuatan emulsi adalah pencampuran (Lieberman, Rieger, and Banker, 1996). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pencampuran adalah suhu, kecepatan putar, tegangan geser, tekanan, dan waktu pencampuran (Nielloud and Mestres, 2000).

Dalam pencampuran diperlukan energi, baik berupa energi kinetik maupun energi panas. Suhu pencampuran dapat mempengaruhi tegangan antar muka (Nielloud and Mestres, 2000). Tingkat pencampuran umumnya tergantung dari lamanya waktu pencampuran, namun pencampuran yang lama tidak


(24)

menjamin tercapainya homogenitas yang ideal sebab proses pencampuran dan pemisahan akan saling bersaing untuk mendominasi (Voigt, 1995).

Suhu pencampuran dan lama pencampuran dapat mempengaruhi besarnya energi yang diberikan dalam sistem sehingga memungkinkan pergerakan droplet-droplet dan dapat mengakibatkan koalesensi (peristiwa penggabungan droplet-droplet minyak sebagai fase terdispersi menjadi lebih besar). Hal ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam sistem emulsi (Lestari, 2012). Peristiwa koalesensi dapat mempengaruhi stabilitas fisik emulsi dan kualitas emulgel secara keseluruhan. Viskositas emulsi akan meningkat ketika ukuran droplet semakin kecil (Schramm, 2005). Menurut Garg (2002), peningkatan viskositas akan menurunkan daya sebar. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi proses pencampuran meliputi suhu pencampuran dan lama pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan emulgel minyak cengkeh yang dihasilkan.

C. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh variasi proses pencampuran meliputi suhu pencampuran dan lama pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh?

2. Bagaimana pengaruh variasi proses pencampuran meliputi suhu pencampuran dan lama pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh?


(25)

B. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Joseph dan Sujatha (2010) adalah penelitian komponen bioaktif dan aktivitas mikrobia ekstrak dan minyak cengkeh (Syzygium aromaticum L.) pada beberapa patogen yang ditularkan melalui makanan. Hasil yang terkait adalah minyak cengkeh dapat digunakan sebagai alternatif yang layak untuk antimikroba konvensional, dimana minyak cengkeh memberikan zona hambat terhadap Staphylococcus epidermidis sebesar 21 mm.

Penelitian mengenai aktivitas antibakteri minyak cengkeh terhadap Propionibacterium acnes dan mekanisme aksinya telah dilakukan oleh Fu dan rekan-rekannya (2009). Hasil yang relevan adalah bahwa mekanisme bakteriostatik minyak cengkeh melibatkan kerusakan pada dinding sel dan membran bakteri. Pada waktu inkubasi penelitian yang lebih lama, protein sitoplasma akan berdifusi dari sitoplasma. Singkatnya, minyak atsiri mampu menghambat sintesis protein.

Bhoyar, Giri, Tripathi, Alexander, dan Ajazuddin (2012) dalam review mengenai perkembangan terbaru dalam sistem penghantaran obat Novel melalui gel menunjukkan bahwa dari contoh formulasi emulgel yang telah dilaporkan, yang termasuk dalam kategori antibakteri adalah emulgel yang mengandung obat chlorphenesin yang memiliki rute administrasi topikal. Berdasarkan review ini maka belum ada emulgel minyak cengkeh topikal sebagai antibakteri yang dilaporkan.


(26)

Menurut penelitian Kusuma (2010) tentang perbandingan daya antibakteri krim antiacne minyak cengkeh dengan emulgel antiacne minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis menunjukkan bahwa sediaan topikal emulgel antiacne minyak cengkeh konsentrasi 15% memberikan zona hambat yang berbeda dengan basis (tanpa minyak cengkeh) terhadap bakteri S. epidermidis. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan emulgel antiacne minyak cengkeh yang diformulasikan memiliki efek.

Pengaruh Tween 80 dan Span 80 sebagai Emulsifying Agent terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Antiacne Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli) : Aplikasi Desain Faktorial (Suryarini, 2011). Dari penelitian ini disimpulkan semua respon yang dihasilkan dari penelitian meliputi viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas masuk dalam range viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas yang ditentukan sehingga semua formula dalam penelitian ini optimum.

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian tentang Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli) sebagai Obat Jerawat dengan Variasi Suhu dan Lama Pencampuran belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Menyumbangkan pengetahuan kepada khalayak tentang pengaruh proses pencampuran dalam pembuatan emulgel minyak cengkeh yang meliputi


(27)

suhu pencampuran dan lama pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.

2. Manfaat praktis

Menghasilkan suatu formulasi emulgel minyak cengkeh dengan variasi proses pencampuran yaitu suhu pencampuran dan lama pencampuran yang dapat diacu sebagai formulasi umum emulgel minyak cengkeh.

E. Tujuan penelitian

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh proses pencampuran meliputi suhu pencampuran dan lama pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.

2. Mengetahui perubahan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh karena pengaruh variasi proses pencampuran meliputi suhu pencampuran dan lama pencampuran.


(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Minyak Cengkeh 1. Deskripsi

Minyak cengkeh merupakan campuran dari berbagai komponen, yang terdiri dari 85-95% eugenol fenolik (West, Heard, Caulkett, 2008). Minyak cengkeh (Oleum caryophylli) dapat didestilasi uap dari daun, batang, kuncup bunga dari pohon cengkeh (Jones, 2011).

2. Kandungan kimia

Eugenol merupakan komponen minyak atsiri terbesar pada cengkeh yang mempunyai efek analgetik, anestetik lokal, dan antiseptik (Wijayakusuma, 2006). Komponen utama dalam minyak cengkeh berbeda-beda berdasarkan bagian tanaman yang digunakan (Tabel I).

Tabel I. Kandungan kimia minyak cengkeh (Lis-Balchin, 2006) Komponen Kuncup bunga

cengkeh (%)

Gagang cengkeh (%)

Daun cengkeh (%)

Eugenol 36-90 85-90 75-90

Eugenol asetat 11-27 <5 <10

β-kariofilen <16 2,5-3,5 15-19

α-humulene <2 0,3-0,4 1,5-2,5

Komponen kecil yaitu metil salisilat, metil eugenol, benzaldehid, metil amil keton dan α-ylangene (Lis-Balchin, 2006).

3. Kegunaan

Cengkeh bisa digunakan untuk rematik, pegal linu, asam urat tinggi, batuk, masuk angin, gangguan lambung, nyeri dada dan perut, serta sakit gigi (Wijayakusuma, 2006). Eugenol mempunyai efek sebagai analgetik, anestetik


(29)

lokal, dan antiseptik. Asetil eugenol sebagai antipasmodik. Menurut penelitian Gupta, Garg, Uniyal, dan Kumari (2008), minyak cengkeh memiliki aktivitas antibakteri terhadap berbagai bakteri antara lain Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus sp., Listeria monocytogenes, Micrococcus luteus, Escherichia Coli, dan Kleibsiella sp.

4. Sifat fisika kimia minyak cengkeh

Sifat fisika kimia minyak cengkeh berbeda-beda berdasarkan bagian tanaman yang digunakan (Tabel II).

Tabel II. Sifat fisika kimia minyak cengkeh (Parthasarathy, Chempakam, and Zachariah, 2008)

Sifat Minyak kuncup Minyak gagang Minyak daun Warna Tidak

berwarna-kuning pucat

Kuning-coklat gelap

Warna jerami atau sangat pucat Berat jenis

(25oC) 1,051-1,054 1,050-1,055 1,040-1,054 Rotasi optik -1o35’ s.d -0o25’ -1o30’ s.d -0o32’ -1o40’ s.d -0o40’

Indeks bias

(20oC) 1,531-1,537 1,531-1,539 1,531-1,538 Kelarutan Larut dalam 1 vol

etanol 70%

Larut dalam 1-2 vol etanol 70%

Larut dalam 1,0-1,5 vol etanol

70%

B. Jerawat

Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar pilosebasea (Price and Wilson, 1985). Jerawat merupakan penyakit pada kelenjar sebasea, kelenjar ini terutama terdapat di wajah, dada, dan punggung yang menanggapi rangsangan androgen. Kelenjar ini menghasilkan sebum ke saluran folikel dan akhirnya sampai ke permukaan kulit melalui pembukaan folikular sehingga akan menyediakan lingkungan bagi bakteri yang normal ada di kulit


(30)

untuk berkembang (DiPiro, et al., 2005). Banyak mikroorganisme hidup dalam komponen yang bervariasi pada kulit normal (Nester, et al., 2004). Bakteri-bakteri yang telah dikenal sebagai bakteri yang memicu peradangan pada jerawat adalah P. acnes dan S. epidermidis. Faktor ini memberikan target potensial untuk pengobatan. P. acnes dan S. epidermidis adalah target dari obat anti jerawat. S. epidermidis adalah mikroorganisme aerob, biasanya terlibat dalam infeksi di permukaan kelenjar sebasea (Kumar, et al., 2007).

C. Emulgel

Emulgel adalah emulsi baik tipe M/A (minyak dalam air) atau A/M (air dalam minyak) yang dikombinasikan dengan gel, dengan dicampurkan gelling agent. Emulsi memiliki elegansi tertentu, mudah dibersihkan, dan memiliki kemampuan tinggi untuk menembus kulit. Selain itu, formulator dapat mengontrol viskositas, penampilan, dan derajat sifat minyak kosmetik atau emulsi. Sedangkan gel memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti memiliki sifat alir tiksotropi, tidak berminyak, mudah dioleskan, mudah dihilangkan, tidak berwarna, kompatibel dengan beberapa eksipien, dan larut dalam air. Oleh karena itu, emulgel telah lama digunakan sebagai pembawa untuk mengaplikasikan obat ke kulit (Magdy, 2004).

Emulgel stabil dan menjadi pembawa yang baik untuk obat hidrofobik atau obat yang kurang larut dalam air. Emulgel memiliki penerimaan pasien yang tinggi karena memiliki keunggulan dari hasil pencampuran emulsi dan gel. Sistem M/A digunakan untuk menjebak obat lipofilik, sedangkan obat hidrofilik dikemas


(31)

dalam sistem A/M. Emulgel merupakan hidrogel yang mengandung mikro-droplet minyak yang terdistribusi secara acak (Jain, Gautam, Gupta, Khambete, and Jain, 2010).

D. Pencampuran

Proses pencampuran merupakan proses yang diperlukan dalam pembuatan sediaan obat untuk menghasilkan distribusi dari dua atau lebih bahan sehomogen mungkin. Tingkat pencampuran umumnya tergantung dari lamanya waktu pencampuran, namun pencampuran yang lama tidak menjamin tercapainya homogenitas yang ideal sebab proses pencampuran dan pemisahan akan saling bersaing untuk mendominasi (Voigt, 1995).

Dalam pembuatan emulsi, metode penggabungan fase, kecepatan penambahan, suhu tiap fase, dan kecepatan pendinginan setelah pencampuran mempunyai efek yang besar terhadap distribusi ukuran droplet, viskositas dan stabilitas emulsi. Umumnya proses formulasi emulsi adalah dengan melarutkan komponen liofilik dalam fase yang sesuai sebelum proses emulsifikasi dimulai. Kemudian bahan larut minyak digabungkan dalam fase minyak dan bahan larut air dalam fase air. Berbagai fase dipanaskan, sebelum emulsifikasi dengan suhu ±5-10oC diatas titik leleh dari komponen yang memiliki titik leleh tertinggi (Lieberman, Rieger, and Banker, 1996).


(32)

E. Uji Iritasi Primer

Iritasi kulit adalah inflamasi lokal pada kulit yang tidak diperantarai oleh sistem imun. Bahan kimia dapat mengiritasi kulit pada pemaparan pertama (iritan aktif) atau pada aplikasi berulang di area yang sama pada kulit (iritasi kumulatif). Beberapa bahan kimia merusak kulit secara langsung pada aplikasi, menyebabkan nekrosis dan pembentukan bekas luka (Benson and Watkinson, 2012).

Evaluasi potensi iritasi bahan kimia atau formulasi pada kulit manusia merupakan suatu kebutuhan. Uji yang paling umum digunakan adalah uji iritasi kulit kelinci yang awalnya dijelaskan oleh Draize, et al (1944). Pada hewan uji, senyawa uji, baik bahan baku ataupun produk yang telah diformulasikan dioleskan pada kulit kelinci yang telah dicukur. Skor reaksi kulit berdasarkan pengamatan fisiologis pada hewan (Kamkaen, Phuntuwate, Samee, Boonrod, and Treesak, 2007). Draize menggunakan sistem skor visual (Tabel III) dalam menghitung Primary Irritation Index (PII), yang diperkirakan dengan merata-ratakan skor eritema dan edema pada semua sisi (Benson and Watkinson, 2012). Tabel III. Sistem klasifikasi untuk reaksi kulit (Benson and Watkinson, 2012)

Reaksi eritema Skor

Tidak ada eritema 0

Eritema yang sangat ringan (hampir tidak kelihatan) 1 Eritema yang dapat didefinisikan dengan baik atau cukup 2

Eritema sedang hingga berat 3

Eritema berat (beet redness) sampai pembentukan sedikit eschar (luka mendalam)

4

Reaksi edema Skor

Tidak ada edema 0

Edema sangat ringan (hampir tidak kelihatan) 1

Edema ringan (area meluas dengan peningkatan tertentu) 2

Edema sedang (meluas >1mm) 3

Edema berat (meluas >1mm dan meluas sampai ke area di luar paparan) 4


(33)

Pada uji kelinci Draize, tiga ekor kelinci digunakan untuk menilai potensi iritasi, aplikasi ke kulit kelinci utuh sebanyak 0,5 mL atau 0,5 g senyawa uji. Kulit diamati 30-69 menit dan kira-kira 24, 48 dan 72 jam. Skor untuk eritema dan edema pada pengamatan 24 dan 48 jam dijumlahkan untuk ketiga kelinci (12 nilai) dan dibagi 6 untuk mengetahui PII (Griffin, 2009).

Tabel IV. Kategori respon iritasi pada kelinci (Kamkaen, et al., 2007) Kategori Primary Irritation Index (PII)

Tidak berarti 0-0,4

Iritasi ringan 0,5-1,9

Iritasi sedang 2-4,9

Iritasi berat 5-8

Nilai PII yang didapatkan kemudian diinterpretasikan menurut kategori respon iritasi (Tabel IV) (Kamkaen, et al., 2007).

F. Monografi 1. Carbopol 940

Carbopol/carbomer adalah polimer sintetik berat molekul tinggi dari asam akrilat yang crosslinked dengan alil sukrosa atau alil eter pentaerythritol.

Gambar 1. Unit monomer asam akrilat dalam polimer carbopol (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009)

Pada basis kering, carbopol mengandung 52% - 68% gugus asam karboksilat (COOH) (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).


(34)

Tabel V. Jenis carbomer menurut viskositasnya dalam air (V Jr., 1997) Carbomer Viskositas perkiraan

(cps) Catatan

910 3000-7000 Toleransi ion baik

934 30.500-39.400 Stabilitas baik pada viskositas tinggi

934P 29.400-39.400 Stabilitas baik pada viskositas tinggi

940 40000-60000 Efisiensi pengentalan baik, sangat jernih

941 4000-11000 Emulsi dan suspensi yang sangat stabil

1342 9500-26500 Lebih baik saat menggunakan suspensi ionik

Monografi USP/NF (United States Pharmacopeia/National Formulary) mencakup nilai carbomer yang bervariasi menurut viskositasnya dalam air, termasuk carbomer 910, 934, 934P, 940, 941, dan 1342 (Tabel V) (V Jr., 1997).

Penandaan “P”, seperti di carbomer 934P, mengacu pada kualitas farmasetik yang memiliki kandungan residu benzena yang rendah (0,1% dibandingkan dengan batas 0,5% untuk carbomer umumnya), sering digunakan dalam sediaan yang diberikan secara oral, seperti suspensi, tablet, atau formulasi pelepasan lambat. Carbomer tanpa penandaan “P” tidak dimaksudkan untuk penggunaan internal (V Jr., 1997).

2. Trietanolamin

Trietanolamin dengan nama kimia 2,2ʹ,2″-nitrilotrietanol adalah cairan kental yang jernih, tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat dan memiliki sedikit bau amonia. Trietanolamin adalah campuran basa, terutama 2,2ʹ,2″ -nitrilotrietanol, juga mengandung 2,2ʹ-iminobisetanol (dietanolamin) dan sedikit 2-aminoetanol (monoetanolamin). Trietanolamin digunakan sebagai


(35)

agen basa (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). Trietanolamin merupakan agen netralisasi carbopol yang tidak menimbulkan ancaman netralisasi berlebihan hingga berujung pada hilangnya viskositas seperti yang mungkin terjadi pada agen netralisasi logam alkali hidroksida (Noveon, 1997).

3. Parafin cair

Parafin cair adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari petroleum (Marriott, Wilson, Langley, and Belcher, 2006). Minyak parafin cair merupakan minyak mineral yang diperoleh dari proses destilasi petroleum, minyak transparan, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak larut dalam air (Speight, 2011). Parafin cair dapar berfungsi sebagai fase minyak (Marchaban, 2005).

4. Emulsifying agent

Emulsifying agent berperan memfasilitasi produksi dispersi dengan mengurangi tegangan antar muka dan kemudian mempertahankan pemisahan droplet fase terdispersi dengan membentuk penghalang pada antar muka. Emulsifying agent yang efektif adalah surfaktan (surface active agent) yang mempunyai gugus hidrofilik polar yang berorientasi ke air dan gugus lipofilik non polar yang berorientasi ke minyak (Aulton, 1990).

Emulsifying agent non ionik cenderung memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang sama-sama seimbang (Aulton, 1990). Tween 80 dan Span 80 yang digunakan termasuk dalam emusifying agent non ionik.


(36)

a. Tween 80

Tween atau polisorbat adalah rangkaian sebagian ester asam lemak dari sorbitol dan anhidridanya yang dikopolimerisasi dengan sekitar 20, 5, atau 4 mol etilen oksida untuk setiap mol sorbitol dan anhidridanya. Tween mengandung 20 unit oksietilena yang merupakan surfaktan nonionik hidrofilik nonionik yang digunakan secara luas sebagai agen pengemulsi dalam sediaan emulsi M/A. Tween 80 (Polisorbat 80) dengan nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate dan formula empiris C64H124O26

berbentuk cairan berminyak berwarna kuning, dengan nilai HLB 15. Span 80 larut dalam air (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

b. Span 80

Span digunakan secara luas dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetik sebagai surfaktan lipofilik nonionik. Umumnya span digunakan sebagai agen pengemulsi dalam krim, emulsi, dan salep untuk aplikasi topikal. Saat digunakan secara tunggal, span menghasilkan emulsi A/M dan mikroemulsi yang stabil, tetapi span sering digunakan dalam kombinasi dengan berbagai proporsi tween untuk menghasilkan emulsi A/M atau M/A atau krim dengan konsistensi yang beragam. Span 80 dengan nama kimia sorbitan monooleate dan formula empiris C24H44O6 berupa

cairan kuning kental, dengan nilai HLB 4,3 (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).


(37)

5. Gliserin

Gliserin digunakan dalam berbagai macam formulasi farmasetik termasuk sediaan oral, otic, optalmik, topikal, dan parenteral. Dalam formulasi farmasetik topikal dan kosmetik, gliserin umumnya digunakan karena sifat humektan dan emolien. Konsentrasi gliserin jika digunakan sebagai emolien dan humektan adalah ≤30% (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

6. Pengawet

Gambar 2. Struktur metil paraben (kiri) dan propil paraben (kanan) (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009)

Pengawet yang digunakan dalam formula adalah metil paraben dan propil paraben. Metil paraben dan propil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetik. Metil paraben maupun propil paraben dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan paraben yang lain atau agen antimikroba yang lain. Dalam kosmetik, metil paraben dan propil paraben paling sering digunakan sebagai pengawet antimikroba dan menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8 (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

Metil paraben adalah paraben yang paling kecil aktivitasnya, aktivitas antimikroba meningkat dengan peningkatan panjang rantai alkil. Aktivitas


(38)

dapat ditingkatkan dengan menggunakan kombinasi paraben. Oleh karena itu, kombinasi metil-, etil-, propil-, dan butilparaben sering digunakan. Metil paraben (0,18%) dengan propilparaben (0,02%) digunakan sebagai pengawet dalam berbagai formulasi farmasetik parenteral (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

G. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal 1. Daya sebar

Daya sebar merupakan sifat fisik yang penting pada sediaan semisolid dan bertanggung jawab untuk menghantarkan dosis obat dengan tepat pada sisi target, kemudahan untuk pengaplikasian, kemudahan dikeluarkan dari kemasan, dan yang terpenting keinginan konsumen. Daya sebar berkaitan dengan sudut kontak antara sediaan dengan tempat aplikasinya yang merupakan ukuran pelumasan (lubricity) sediaan tersebut, yang berhubungan langsung dengan koefisien friksi (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).

Metode pelat sejajar (parallel-plate method) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan dan mengukur daya sebar dari sediaan semisolid. Keuntungan dari metode ini adalah sederhana dan relatif murah. Selain itu, alatnya dapat dirancang dan dibuat sesuai dengan persyaratan jenis data yang dibutuhkan, rute pemberian, luas permukaan yang akan dicakup, dan model membran yang harus dipertimbangkan. Di sisi lain, metode ini kurang tepat dan sensitif, dan data yang dihasilkan harus diinterpretasikan dan disajikan secara manual. Depaula, et al., menentukan


(39)

daya sebar formulasi berbagai salep dengan menekan sampel di bawah beberapa piring kaca yang diketahui beratnya (Garg, et al., 2002).

2. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, dimana semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya (Sinko, 2005). Viskositas adalah salah satu parameter yang penting dalam sediaan semisolid. Peningkatan viskositas akan meningkatkan waktu retensi pada sisi target, tetapi menurunkan daya sebarnya. Oleh karena itu, konsistensi formulasi memainkan peranan penting pada sifat fisik akhir, termasuk kualitas penyebaran pada tempat aplikasi. Viskositas dapat diukur dengan berbagai macam viscometers (Garg, et al., 2002).

H. Uji Daya Antibakteri

Pada uji aktivitas antimikroba diukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Kegunaan uji antimikroba yaitu dapat diperoleh suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien sebab dapat menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antimikroba di pabrik. Terdapat berbagai macam metode uji antimikroba yaitu : 1. Metode difusi

Salah satu metode difusi adalah disc diffusion (uji Kirby & Bauer) untuk menentukan aktivitas agen antimikroba menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih


(40)

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme yang ditanamkan oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

 Metode dilusi cair

Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration atau Kadar Hambat Minimum, KHM) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration atau Kadar Bunuh Minimum, KBM). Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji (Pratiwi, 2008).

 Metode dilusi padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

I. Landasan Teori

Proses pembuatan emulgel minyak cengkeh, yang merupakan kombinasi dari emulsi dan gel, adalah salah satu tahap penting yang dapat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel yang dihasilkan. Proses pencampuran memerlukan energi, baik energi dari panas maupun kinetik.


(41)

Suhu pencampuran dan lama pencampuran merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pencampuran. Suhu akan memberikan energi yang dapat menurunkan tegangan antar muka antara fase minyak dan fase air sehingga mempengaruhi proses dispersi dan berdampak pada sediaan emulgel yang dihasilkan. Akan tetapi, suhu pencampuran perlu dijaga agar tidak menyebabkan degradasi senyawa yang mudah rusak oleh adanya pemanasan. Lama pencampuran menentukan homogenitas campuran emulgel. Namun, waktu pencampuran yang semakin lama belum tentu menghasilkan sediaan yang semakin homogen karena proses pencampuran dan pemisahan akan saling bersaing untuk mendominasi.

Suhu pencampuran dan lama pencampuran dapat mempengaruhi besarnya energi yang diberikan ke dalam sistem sehingga memungkinkan pembentukan dan pergerakan droplet. Energi proses pencampuran dapat menyebabkan pengecilan ukuran droplet sehingga mengakibatkan viskositas meningkat, daya sebar menurun, dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh meningkat. Pergerakan droplet memungkinkan terjadinya koalesensi (peristiwa penggabungan droplet-droplet minyak sebagai fase terdispersi menjadi lebih besar) yang dapat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.

J. Hipotesis

Ada perbedaan yang signifikan antara lama pencampuran 5 menit dengan variasi suhu pencampuran dan lama pencampuran 15 menit dengan variasi suhu


(42)

pencampuran terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh. Suhu pencampuran dan lama pencampuran yang semakin tinggi akan memberikan energi yang semakin besar ke dalam sistem sehingga mengakibatkan viskositas meningkat, daya sebar menurun, dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh meningkat.


(43)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan eksperimental murni.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas. Suhu pencampuran (30oC dan 70oC) dan lama pencampuran (5 menit dan 15 menit).

b. Variabel tergantung.

1) Uji iritasi primer : eritema dan edema 2) Uji pH : pH sediaan

3) Uji sifat fisik : daya sebar dan viskositas 4) Stabilitas fisik : pergeseran viskositas

5) Uji daya antibakteri : diameter zona hambat terhadap S. epidermidis. c. Variabel pengacau terkendali.

Umur dan makanan hewan uji (uji iritasi primer); kecepatan pencampuran, lama penyimpanan, wadah penyimpanan, penggunaan alat uji yang sama; kepadatan suspensi bakteri S. epidermidis, diameter lubang sumuran, suhu inkubasi, lama inkubasi (uji daya antibakteri).

d. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patofisiologis hewan uji (uji iritasi primer); suhu saat penyimpanan dan laju penguapan minyak cengkeh.


(44)

2. Definisi Operasional

a. Minyak cengkeh adalah minyak essensial yang berasal dari daun tanaman cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb.), diperoleh dari CV Indaroma Yogyakarta (CoA terlampir).

b. Emulgel minyak cengkeh adalah sediaan topikal semisolid hasil emulsifikasi minyak cengkeh daun dengan emulsifying agent Tween 80 dan Span 80 yang dicampurkan dengan gelling agent carbopol 940 sesuai dengan formula dalam penelitian ini.

c. Emulsifying agent adalah bahan yang dapat mengurangi tegangan antar muka antara minyak dan air, menurunkan gaya tolak antar cairan, dan membentuk lapisan film yang mencegah kontak antar droplet sehingga mencegah koalesensi. Pada penelitian ini digunakan Tween 80 dan Span 80. d. Pencampuran adalah proses pendistribusian bahan satu ke bahan lain hingga tercapai homogenitas yaitu saat proses emulsifikasi dan saat penambahan gelling agent.

e. Suhu pencampuran adalah suhu yang digunakan saat proses emulsifikasi. f. Lama pencampuran adalah lama atau waktu yang digunakan saat proses

emulsifikasi dan penambahan gelling agent.

g. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahannya dan dapat dikuantitatifkan. Respon penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel.

h. Iritasi primer adalah proses peradangan yang mungkin terjadi sesudah pengaplikasian sediaan topikal pada kulit punggung kelinci yang dapat


(45)

ditunjukkan dengan adanya eritema dan edema. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh kapiler yang bersifat reversible. Edema adalah pembengkakan yang dapat diamati disebabkan karena akumulasi cairan yang berlebihan dalam jaringan tubuh.

i. Sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas selama penyimpanan 1 bulan) emulgel.

j. Daya sebar adalah kemampuan penyebaran sediaan emulgel diatas kaca bulat berskala setelah diberikan beban berupa kaca bulat berskala yang diketahui beratnya (50 gram), diameter penyebaran dicatat dalam satuan cm dengan mengambil rata-rata dari 4 sisi pengukuran.

k. Viskositas adalah tahanan sediaan untuk mengalir, diukur dengan viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN) dengan mengamati jarum penunjuk. l. Pergeseran viskositas adalah perubahan nilai viskositas dari 48 jam ke 1

bulan setelah sediaan emulgel dibuat.

m. S. epidermidis adalah kultur murni bakteri uji Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.

n. Daya antibakteri emulgel adalah kemampuan emulgel minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri S. epidermidis setelah diinkubasi 48 jam, ditunjukkan oleh diameter zona hambat yang dihasilkan.


(46)

o. Potensi adalah kemampuan antibakteri sediaan emulgel minyak cengkeh dibandingkan terhadap kontrol negatif yaitu basis emulgel.

p. Zona hambat adalah zona jernih yang tidak ada pertumbuhan S. epidermidis atau pertumbuhan S. epidermidis terhambat dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan bakteri.

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak cengkeh dari daun tanaman cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb.) yang diperoleh dari CV Indaroma Yogyakarta, Carbopol 940, gliserin, Tween 80, Span 80, parafin cair, trietanolamin (TEA) dengan kualitas farmasetis, media Muller-Hinton Agar (MHA), media Muller-Hinton Broth (MHB), bakteri uji S. epidermidis yang diperoleh dari Balai Laboratorim Kesehatan Yogyakarta dan telah diuji kemurniannya (Lampiran 2), dan aquades dari Laboratorium Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex-Germany), timbangan analitik METTLER TOLEDO GB 3002 Switzerland, waterbath Tamson Zoetermeer-Holand 1985 0023, termometer, mixer merk Maspion modifikasi Elecsa (Elektro Sanata Dharma), cawan petri, viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, kaca bulat berskala, jarum ose, alat pelubang sumuran, autoklaf, inkubator.


(47)

E. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Minyak cengkeh yang merupakan minyak essensial dari daun tanaman cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb.) diperoleh dari CV Indaroma Yogyakarta dan telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan Certificate of Analysis (Lampiran 1). Identifikasi yang dilakukan berupa pengamatan organoleptis meliputi bau dan warna.

b. Kultur murni bakteri uji S. epidermidis ATCC 12228 yang diperoleh dari Balai Laboratorim Kesehatan Yogyakarta dan telah diuji kemurniannya (Lampiran 2).

2. Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh

Verifikasi minyak cengkeh yang dilakukan dalam penelitian adalah : a. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh. Indeks bias minyak cengkeh diukur

menggunakan refractometer ABBE. Refractometer ABBE dialirin air sesuai dengan suhu yang diinginkan. Minyak cengkeh diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan refraktometer diarahkan ke sumber cahaya terang, sehingga melalui lensa skala dapat dilihat dengan jelas. Nilai indeks bias minyak cengkeh ditunjukkan oleh garis batas yang memisahkan sisi terang dan sisi gelap pada bagian atas dan bawah. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

b. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh. Bobot jenis minyak cengkeh diukur dengan menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi, dengan


(48)

menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot air pada suhu 25oC. Piknometer tersebut lalu diisi dengan minyak cengkeh dan suhu dikondisikan hingga 25oC, kemudian pipa kapiler piknometer ditutup, piknometer ditimbang setelah didiamkan sampai mencapai suhu ruangan. Bobot piknometer yang telah diisi minyak cengkeh dikurangi dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak cengkeh merupakan perbandingan antara bobot minyak cengkeh dengan bobot air dalam piknometer pada suhu 25oC. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

3. Pembuatan emulgel minyak cengkeh Formula yang digunakan adalah :

R/ Minyak cengkeh 15,0 g

Carbopol 940 2,0 g

Trietanolamin 0,6 g

Liquid parafin 1,0 g

Tween 80 17,5 g

Span 80 2,5 g

Gliserin 2,0 g

Metil paraben 0,18 g

Propil paraben 0,02 g

Aquades 54,2 g

Tabel VI. Variasi suhu pencampuran dan lama pencampuran emulgel minyak cengkeh

Formula Suhu pencampuran (oC) Lama pencampuran (menit)

1 30 5

2 70 5

3 30 15

4 70 15

Cara pembuatan emulgel minyak cengkeh :

Carbopol 940 dikembangkan dengan menggunakan sebagian aquades dari formula selama 24 jam, kemudian semua bahan yang termasuk fase minyak (minyak cengkeh, parafin cair, propil paraben, dan span 80) dicampur


(49)

pada suhu 30 atau 70oC, semua bahan yang termasuk fase air (aquades, tween 80, metil paraben, dan gliserin) dicampur pada suhu 30 atau 70oC dengan kecepatan putar 350 rpm (rotation per minute). Campuran fase minyak ditambahkan ke dalam campuran fase air dengan kecepatan putar 350 rpm. Pencampuran emulsi tersebut dilakukan selama 5 atau 15 menit pada suhu 30 atau 70oC.

Emulsi selanjutnya dicampurkan ke dalam carbopol 940 yang sebelumnya telah dikembangkan dengan aquades menggunakan mixer dengan kecepatan putar 350 rpm selama 5 atau 15 menit pada suhu ruangan. Trietanolamin ditambahkan dan pengadukkan dilanjutkan selama 5 menit. 4. Uji pH

Indikator universal bentuk kertas dicelupkan ke dalam sediaan emulgel minyak cengkeh yang hendak ditentukan pH-nya. Warna yang terbentuk kemudian dicocokkan atau dibandingkan dengan warna standar yang sudah diketahui nilai pH-nya.

5. Uji iritasi primer

Bulu bagian punggung kelinci dicukur kemudian dibagi menjadi 2 sisi (kiri dan kanan) untuk sediaan emulgel dan basis emulgel sebagai kontrol dengan area berukuran kira-kira 1 inci x 1 inci (2,54 cm x 2,54 cm) di masing-masing sisi. Setiap formula yang akan diuji dan basis ditimbang 0,5 gram, kemudian diaplikasikan ke kulit kelinci. Bagian kulit kelinci ditutup dan dibungkus dengan kain kasa. Kelinci tersebut dikembalikan ke kandang. Hasil uji diamati pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan. Setelah 24 jam sediaan


(50)

emulgel dan basis dihilangkan, sisi perlakuan dibersihkan dengan air untuk menghilangkan residu. Kriteria uji iritasi primer mengacu pada Tabel III. 6. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan emulgel minyak cengkeh

Sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh yang diuji pada penelitian ini meliputi :

a. Uji daya sebar. Satu gram sediaan diletakkan di tengah dua lempengan kaca bulat berskala. Di atas sediaan diletakkan kaca bulat lain dengan berat 50 gram, didiamkan selama 1 menit. Kemudian dicatat diameter penyebarannya. Pengujian dilakukan 1 kali yaitu 48 jam setelah sediaan selesai dibuat.

b. Uji viskositas. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan Viscometer Rion seri VT 04. Alat disiapkan dan dipasang pada rotornya lalu diatur supaya jarum penunjuk tepat. Sediaan dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viscotester dihidupkan dan viskositas sediaan diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Pengujian dilakukan 2 kali, yaitu (1) 48 jam setelah sediaan selesai dibuat dan (2) setelah penyimpanan 1 bulan untuk mengetahui stabilitas fisik berupa pergeseran viskositas.

7. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap S. epidermidis a. Pembuatan stok bakteri S. epidermidis. Media Muller-Hinton Agar (MHA)

dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Tabung reaksi yang berisi media dimiringkan dan dibiarkan memadat. Diambil 1 ose


(51)

biakan murni S. epidermidis dan diinokulasikan secara goresan pada media MHA miring, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dalam inkubator.

b. Pembiakan bakteri S. epidermidis dalam media cair. Diambil 2 ose koloni bakteri S. epidermidis dari stok bakteri, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi media Muller-Hinton Broth steril, kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC dalam inkubator sampai memberikan kekeruhan standar 0,5 Mac Farland (1,5 x 108 CFU/mL).

c. Pembuatan kontrol media. Media MHA steril dituang ke dalam cawan petri, dan ditunggu hingga memadat, kemudian diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC dalam inkubator. Setelah diinkubasi, diamati, dan dibandingkan dengan perlakuan dan kontrol pertumbuhan.

d. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji S. epidermidis. Bakteri uji dituang ke dalam petri steril sama dengan volume dan kepadatan bakteri uji pada perlakuan yaitu 1 mL, ditambahkan Media MHA hangat suam kuku yang sudah disterilisasi, kemudian cawan petri digoyang sehingga pertumbuhan bakteri dapat merata. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC. Setelah diinkubasi, diamati pertumbuhan bakteri uji melalui kekeruhan media dibandingkan dengan komtrol media dan perlakuan.

e. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap S. epidermidis. Dibuat 5 lubang sumuran dengan diameter 0,8 cm pada cawan petri berdiameter 15 cm yang berisi media MHA yang sudah padat dan sudah


(52)

diinokulasi dengan S. epidermidis. Masing-masing lubang sumuran diisi dengan basis (kontrol negatif) dan emulgel minyak cengkeh yakni 4 formula sebanyak 0,1 gram. Cawan petri dibungkus menggunakan aluminium foil, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Setelah inkubasi, diameter zona hambat diukur. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Kontrol media dan kontrol pertumbuhan bakteri dibuat sebagai pengendali uji.

F. Analisis Data

Respon untuk semua formula berupa hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel dianalisis menggunakan uji hipotesis komparatif variabel numerik dua kelompok tidak berpasangan yang dibagi menjadi dua menurut kenormalan distribusi data. Apabila data berdistribusi normal, maka data dianalisis dengan menggunakan uji hipotesis komparatif variabel numerik berdistribusi normal dua kelompok yaitu uji T tidak berpasangan, sebaliknya apabila data berdistribusi tidak normal, maka data dianalisis dengan uji hipotesis komparatif variabel numerik distribusi tidak normal yaitu uji Mann-whitney atau Wilcoxon two sample.

Dengan uji hipotesis komparatif variabel numerik dua kelompok dapat diketahui ada tidaknya perbedaan antara lama pencampuran 5 menit dengan variasi suhu dan lama pencampuran 15 menit dengan variasi suhu dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan emulgel. Analisis ini menggunakan programR-2.14.1.


(53)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Bahan

Identifikasi bahan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa bahan yang akan digunakan dalam penelitian sudah sesuai sehingga hasil penelitian tidak bias. Minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari CV. Indaroma, Yogyakarta. Minyak cengkeh yang digunakan merupakan minyak atsiri dari daun tanaman cengkeh yang telah diuji identitasnya dan dibuktikan dengan Certificate of Analysis (CoA) terlampir (Lampiran 1).

Identifikasi minyak cengkeh berupa pengamatan organoleptis meliputi warna dan bau. Karakteristik warna minyak cengkeh daun adalah jerami atau sangat pucat, dengan bau yaitu kuat, menyengat, dan aromatik atau khas (Parthasarathy, Chempakam, and Zachariah, 2008; Peter, 2007). Hasil pengamatan warna minyak cengkeh adalah berwarna jerami dan memiliki bau kuat, menyengat, dan khas. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi organoleptis bau dan warna, maka minyak yang diperoleh merupakan minyak cengkeh daun.

B. Verifikasi Minyak Cengkeh

Verifikasi yang dilakukan terhadap minyak cengkeh yang diperoleh dari CV. Indaroma pada penelitian ini terdiri dari pengujian indeks bias dan bobot jenis. Tujuan verifikasi ini adalah untuk membuktikan identitas dari minyak cengkeh yang digunakan. Hasil yang diperoleh dari verifikasi sifat fisik minyak


(54)

cengkeh berupa indeks bias dan bobot jenis kemudian dibandingkan terhadap literatur dan CoA (Tabel VII).

Tabel VII. Sifat fisik indeks bias dan bobot jenis minyak cengkeh daun teoritis, CoA, dan hasil verifikasi

Sifat fisik

Literatur (Parthasarathy,

et al., 2008)

Literatur (Reineccius, 1994) Spesifikasi CoA Hasil verifikasi Indeks bias

(20oC) 1,531–1,538 1,531–1,535 1,520 – 1,540 1,534 ± 0,001 Bobot jenis

(25oC) 1,040–1,054 1,036–1,046 1,010 – 1,035 1,0242±0,0007 Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25oC terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama (DirJen POM, 1995). Verifikasi minyak cengkeh dilakukan dengan menguji indeks bias dan bobot jenis, kemudian dibandingkan dengan teoritis dan CoA.

Dari Tabel VII, dapat diketahui bahwa verifikasi indeks bias minyak cengkeh daun masuk dalam rentang indeks bias minyak cengkeh menurut literatur dari beberapa acuan dan spesifikasi CoA sehingga hasil verifikasi indeks bias ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam penelitian merupakan minyak cengkeh daun dan sesuai dengan Certificate of Analysis (CoA) yang dilampirkan (Lampiran 1). Hasil verifikasi bobot jenis minyak cengkeh daun masuk dalam rentang bobot jenis spesifikasi CoA, tetapi tidak masuk dalam rentang literatur acuan. Bobot jenis hasil verifikasi yang hanya mendekati rentang teoritis dari sumber acuan ini diduga disebabkan adanya perbedaan kemurnian minyak


(55)

cengkeh daun. Namun, secara organoleptis pun bahan telah teridentifikasi sebagai minyak cengkeh.

C. Uji pH Sediaan Emulgel Minyak Cengkeh

Uji pH sediaan topikal emulgel minyak cengkeh perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan yang dibuat memiliki pH yang berada dalam rentang pH kulit. pH alami kulit sedikit asam, dengan range pH 4,5 – 6 (Hill, 2004). Sediaan yang dibuat harus berada dalam range pH kulit supaya sediaan tidak menyebabkan perih, sakit, atau iritasi saat diaplikasikan ke kulit. Hasil uji pH formula 1, 2, 3, dan 4 setelah 1 bulan sediaan emulgel minyak cengkeh dibuat menunjukkan dalam range 5 – 6 . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sediaan yang dihasilkan memenuhi kriteria pH kulit.

D. Uji Iritasi Primer Formula Emulgel Minyak Cengkeh

Formula emulgel minyak cengkeh kemudian dibuat sebanyak 3 kali replikasi dan dilakukan uji iritasi primer untuk memastikan keamanan formula dengan menggunakan hewan uji kelinci sebanyak 3 ekor. Uji iritasi dilakukan dengan mengaplikasikan sediaan emulgel minyak cengkeh dan kontrol basis pada masing-masing kulit kelinci yang telah dibersihkan bulunya dengan area sebesar 1 inci x 1 inci. Hewan uji dikembalikan ke kandang. Setelah pemaparan 24 jam, sediaan emulgel minyak cengkeh dibersihkan dan diamati (Jain, et al., 2010).


(56)

Gambar 3. Pengaplikasian sediaan emulgel minyak cengkeh dan kontrol basis pada kulit kelinci dengan area sebesar 1 inci x 1 inci

Tabel VIII. Hasil pengamatan edema dan eritema pada kulit kelinci setelah pengaplikasian emulgel minyak cengkeh

Nomor kelinci Eritema Edema

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

1 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan hasil pengamatan setelah pemaparan 24 jam hingga 72 jam, pada kulit kelinci uji tidak ada edema maupun eritema sehingga disimpulkan bahwa formula emulgel minyak cengkeh tidak mengiritasi dimana skor eritema dan edema adalah 0 (Tabel VIII).

Sediaan emulgel minyak cengkeh Kontrol basis

Kontrol basis Kontrol basis


(57)

Gambar 4. Hasil uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh pada kulit kelinci Formula yang tidak mengiritasi ini kemudian dipelajari lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh perbedaan proses pencampuran dalam pembuatan sediaan emulgel minyak cengkeh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisiknya.

E. Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh

Berdasarkan penelitian Kusuma (2010) minyak cengkeh dengan konsentrasi 15% dapat memberikan penghambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis yang ditunjukkan dengan zona jernih di sekitar sampel. Pada penelitian Suryarini (2011) didapatkan formula emulgel yang memenuhi sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki.

Bentuk sediaan yang dipilih adalah emulgel yang merupakan perpaduan dua sistem yang saling melengkapi yaitu emulsi dan gel. Hal ini disebabkan emulgel stabil dan menjadi pembawa yang baik untuk obat hidrofobik atau obat yang kurang larut dalam air seperti minyak cengkeh. Sediaan emulgel memiliki stabilitas fisik yang lebih baik dan penerimaan pasien yang tinggi karena memiliki


(58)

keunggulan dari hasil pencampuran emulsi dan gel. Emulsi yang dibentuk dalam emulgel minyak cengkeh adalah tipe M/A atau minyak dalam air. Obat hidrofobik seperti minyak cengkeh dapat dengan mudah digabungkan ke dalam gel menggunakan emulsi M/A. Kebanyakan obat hidrofobik tidak dapat digabungkan secara langsung ke dalam basis gel karena kelarutannya sebagai penghalang, namun dengan emulsi M/A yang berupa droplet minyak dalam air dapat secara langsung dicampurkan ke dalam basis gel (Panwar, Upadhyay, Bairagi, Gujar, Darwhekar, and Jain, 2011). Gel memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti tidak berminyak, mudah dioleskan, mudah dihilangkan, serta larut dalam air sehingga dapat bercampur dengan sistem emulsi M/A yang dibuat.

Sistem M/A dimana minyak cengkeh terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil (droplet) dalam fase kontinu berupa air digunakan untuk menjebak zat aktif lipofilik atau minyak cengkeh dan diharapkan dengan adanya sistem emulsi M/A ini zat aktif dapat diaplikasikan dengan nyaman sebab dapat menutupi sensasi berminyak (oily) dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, sistem M/A tidak menutup pori-pori kulit sehingga diprediksi tidak akan memperburuk kondisi jerawat. Sedangkan, sistem A/M dengan fase luar minyak dikhawatirkan dapat menutup pori-pori kulit sehingga menyebabkan folikel rambut tersumbat, sebum tidak dapat keluar dan terkumpul dalam folikel rambut. Sebum ini menjadi media tumbuh bakteri penyebab jerawat salah satunya S. epidermidis.

Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam formula emulgel minyak cengkeh adalah carbopol 940 yang berfungsi sebagai gelling agent pada sistem


(59)

gel. Carbopol 940 memiliki efisiensi pengentalan baik dan merupakan carbopol yang sangat jernih, angka 940 menunjukkan viskositas carbopol yaitu 40000-60000 cps (V Jr., 1997). Proses carbopol sebagai gelling agent melalui mekanisme yang dimulai ketika polimer carbopol yang kering, molekul asamnya terlilit kuat, didispersikan dalam air maka molekul akan mulai mengalami hidrasi dan sebagian molekul tidak melilit lagi.

Gambar 5. Mekanisme pembentukan matriks carbopol setelah penambahan basa (Noveon, 2002).

Saat ditambahkan basa, gugus asam karboksilat pada rantai akan dinetralkan oleh basa. Hal ini akan meningkatkan tolakan elektrostatik antara rantai menyebabkan lilitan terpisah. Rantai tersebut tetap akan terjalin satu sama lain menghasilkan matriks yang menyebabkan pembentukan seketika gel yang kental (Gambar 5). Cara yang paling umum untuk mendapatkan kekentalan yang maksimum dari polimer carbopol adalah dengan mengubah polimer carbopol asam menjadi garam dengan menetralkan polimer carbopol dengan basa yang umum seperti trietanolamin (Suhaime, Tripathy, Mohamed, and Majeed, 2012; Noveon, 2002).

Parafin cair berfungsi sebagai fase minyak dari sistem emulsi, gliserin berfungsi sebagai humektan untuk menjaga kelembaban sediaan dengan membentuk interaksi hidrogen dengan air dalam formula tanpa meningkatkan kandungan air dan menjaga kelembaban kulit saat emulgel minyak cengkeh


(60)

diaplikasikan dengan menarik air ke dalam stratum korneum dan menghambat penguapan air. Bahan tambahan lain adalah pengawet yang terdiri dari dua jenis, yaitu metil paraben dan propil paraben untuk mencegah kontaminasi mikroba selama proses penyimpanan emulgel minyak cengkeh. Kombinasi metil paraben dan propil paraben merupakan kombinasi sinergis yang dapat meningkatkan aktivitas antimikroba (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

Emulgator yang digunakan dalam formula adalah Tween 80 dan Span 80 yang merupakan Emulsifying agent nonionik, yang cenderung memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang sama-sama seimbang (Aulton, 1990). Tween merupakan emulsifying agent hidrofilik yang digunakan secara luas untuk menghasilkan emulsi M/A yang stabil. Span merupakan emulsifying agent lipofilik yang jika untuk menghasilkan emulsi M/A maka perlu dikombinasikan dengan tween (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). Oleh karena itu, dalam formula digunakan 2 jenis emulgator yaitu Tween 80 dan Span 80. Selain itu, dengan kombinasi dapat dihasilkan nilai HLB 13,66, yang termasuk dalam emulsi M/A seperti yang diinginkan, dimana HLB emulsi M/A adalah 8-18 (Troy and Remington, 2006).

Mekanisme kerja Tween 80 dan Span 80 adalah menurunkan tegangan antarmuka cairan dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi yaitu minyak cengkeh. Tween 80 dan Span 80 memiliki rantai hidrokarbon yang sama sehingga akan menghasilkan lapisan film pada antarmuka yang stabil karena ikatannya seimbang.


(61)

Bagian hidrokarbon dari Span 80 berada dalam droplet minyak dan kepala berada dalam fase air. Bagian kepala Span akan terhindar dari ekor-ekor hidrokarbon yang tergabung erat dalam fase minyak. Ketika Tween 80 ditambahkan, ia akan mengarah pada batas sedemikian rupa sehingga sebagian dari ekor hidrokarbon ada dalam fase minyak bersama-sama dengan bagian hidrokarbon Span 80. Rantai lain yang tersisa bersama dengan cincin Span 80 dan rantai polioksietilen Tween 80 akan berada dalam fase air. Rantai hidrokarbon Tween 80 yang berada dalam droplet minyak antara rantai-rantai Span 80 menghasilkan gaya tarik-menarik Van der Waals yang efektif. Lapisan antar muka diperkuat dan kestabilan emulsi ditingkatkan dengan adanya gaya tolak-menolak antar droplet karena adanya rantai polioksietilen Tween 80 dan cincin Span 80 (Sinko, 2005).

Sebelum melihat pengaruh proses pencampuran dalam formulasi emulgel minyak cengkeh terhadap sifat fisik dan stabilitas, maka dilakukan orientasi terlebih dahulu untuk menetapkan nilai variabel suhu pencampuran dan lama pencampuran. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi sifat fisik yang meliputi daya sebar dan viskositas untuk variabel suhu pencampuran dan lama pencampuran. Respon optimal yang dikehendaki untuk daya sebar adalah 3-5 cm dan viskositas adalah 200-300 dPas (deci Pascal second) (Suryarini, 2011).

Formulasi emulgel minyak cengkeh berorientasi pada variabel lama pencampuran yang terdiri dari dua nilai dengan variasi suhu. Pada variabel suhu pencampuran diambil titik 30oC dan 70oC. Pemilihan suhu pencampuran ini berdasarkan hasil orientasi yang ditunjukkan oleh Tabel IX, Gambar 6, dan


(62)

Gambar 7, dimana orientasi dilakukan dengan mengevaluasi sifat fisik emulgel minyak cengkeh meliputi daya sebar dan viskositas pada variasi suhu 30 – 80oC.

Tabel IX. Sifat fisik hasil orientasi suhu pencampuran Suhu pencampuran (oC) Daya sebar (cm) Viskositas (dPas)

30 3,18 240

40 3,38 220

50 3,33 225

60 3,73 190

70 3,63 200

80 3,45 220

Gambar 6. Profil peningkatan suhu pencampuran terhadap daya sebar

Gambar 7. Profil peningkatan suhu pencampuran terhadap viskositas 3,10

3,30 3,50 3,70 3,90

0 20 40 60 80 100

d a y a s e b a r (c m )

suhu pencampuran (oC)

180 200 220 240 260

0 20 40 60 80 100

v is k o si ta s (d P a s)


(63)

Suhu 30oC bertujuan mewakili suhu ruangan yang tidak pasti saat pembuatan agar dapat terkontrol. Suhu 30oC ini dipilih karena suhu 30oC mendekati suhu ruangan sehingga peneliti dapat mengetahui respon dari rancangan penelitian dengan proses pencampuran pada suhu ruangan terkontrol. Selain itu, respon daya sebar dan viskositas yang dihasilkan pada suhu 30oC masuk dalam range optimal yang dikehendaki (Tabel IX).

Pemilihan titik 70oC dikarenakan pada suhu tersebut memberikan respon daya sebar dan viskositas yang masuk dalam range optimal yang dikehendaki (Tabel IX). Pada suhu 30oC dan 70oC ini sudah terbentuk massa emulgel minyak cengkeh yang tidak terpisah secara visual dalam waktu 48 jam setelah pembuatan.

Tabel X. Sifat fisik hasil orientasi lama pencampuran

Lama pencampuran (menit) Daya sebar (cm) Viskositas (dPas)

3 3,70 190

5 3,45 210

7 3,45 220

9 3,45 220

11 3,50 225

13 3,45 220

15 3,48 220

17 3,68 190

Gambar 8. Profil peningkatan lama pencampuran terhadap daya sebar 3,40

3,50 3,60 3,70 3,80

0 5 10 15 20

d a y a s e b a r (c m )


(64)

Gambar 9. Profil peningkatan lama pencampuran terhadap viskositas Titik yang diambil untuk variabel lama pencampuran adalah 5 dan 15 menit. Nilai ini ditentukan berdasarkan hasil orientasi yang ditunjukkan oleh Tabel X, Gambar 8, dan Gambar9. Pada orientasi ini, daya sebar dari range lama pencampuran yaitu 3-17 menit memenuhi persyaratan yang optimal. Oleh karena itu, yang dilihat adalah respon viskositas, dimana pada lama pencampuran 5 menit emulgel minyak cengkeh sudah mulai memberikan respon viskositas yang memenuhi persyaratan optimal dan pada lama pencampuran 15 menit respon viskositas masih memenuhi syarat dibandingkan pada lama pencampuran yang lebih tinggi yaitu 17 menit yang justru memberikan respon yang tidak masuk dalam persyaratan (Tabel X). Selain itu dengan pengamatan visual, pada menit ke 5 dan 15 sudah terbentuk massa emulgel minyak cengkeh yang tidak terpisah dalam waktu 48 jam setelah pembuatan.

Tabel XI. Rancangan penelitian Formula Suhu pencampuran

proses emulsifikasi (oC)

Lama pencampuran proses emulsifikasi dan gelling agent (menit)

1 30 5

2 70 5

3 30 15

4 70 15

185 195 205 215 225 235

0 5 10 15 20

v is k o si ta s (d P a s)


(65)

Setelah nilai untuk suhu pencampuran dan lama pencampuran ditentukan maka dibuat rancangan penelitian untuk mengetahui perbedaan antara lama pencampuran 5 menit dengan variasi suhu pencampuran (30oC dan 70oC) dan lama pencampuran 15 menit dengan variasi suhu pencampuran (30oC dan 70oC) terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (Tabel XI).

Dalam formulasi sediaan emulgel minyak cengkeh dan kontrol basis emulgel, emulsi yang dibuat adalah emulsi tipe M/A. Nilai Hydrophyl Lipophyl Balance (HLB) dari campuran emulgator yaitu Tween 80 dan Span 80 yang digunakan dalam membuat emulsi dapat dihitung, yakni 13,66. Apabila ingin menghasilkan emulsi M/A maka nilai HLB emulgator harus berada dalam range 8-18 (Troy and Remington, 2006). Menurut perhitungan nilai HLB yaitu 13,66 maka emulsi yang dihasilkan termasuk tipe M/A.

F. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Sediaan Emulgel Minyak Cengkeh Dalam penelitian ini dilakukan uji sifat fisik berupa daya sebar dan viskositas, serta stabilitas berupa pergeseran viskositas. Pengukuran sifat fisik sediaan emulgel minyak cengkeh pada penelitian ini dilakukan setelah 48 jam sediaan dibuat, karena diasumsikan bahwa sediaan sudah tidak dipengaruhi oleh gaya atau energi dari luar sistem.

Daya sebar adalah kemampuan penyebaran sediaan untuk merata saat diaplikasikan di kulit. Daya sebar merupakan parameter aseptabilitas. Daya sebar yang baik akan menjamin kemudahan aplikasi pada kulit dan pelepasan obat yang memuaskan. Tujuan dilakukan uji daya sebar adalah untuk mengetahui diameter


(66)

penyebaran sediaan emulgel minyak cengkeh yang dibuat sehingga penyebaran pada kulit dapat diprediksi. Hasil pengujian daya sebar berdasaran rerata diameter terpanjang dari berbagai sisi pengukuran. Daya sebar yang dikehendaki adalah 3-5 cm. Apabila daya sebar terlalu kecil maka akan menemui kesulitan saat mengaplikasikan sediaan sebab sediaan akan sulit disebarkan di kulit saat pemakaian, begitu juga sebaliknya jika daya sebar terlalu besar maka penggunaan sediaan menjadi tidak efektif pada bagian yang dikehendaki karena akan melebar ke bagian lainnya.

Viskositas adalah tahanan sediaan emulgel minyak cengkeh untuk mengalir. Semakin besar viskositas, maka sediaan akan semakin sulit mengalir karena tahanannya semakin besar. Viskositas merupakan karakterisitik yang penting karena dapat mempengaruhi pada preparasi, pengemasan, penyimpanan, aplikasi sediaan pada kulit, dan pelepasan zat aktif. Apabila sediaan dengan viskositas yang terlalu tinggi maka pergerakan droplet-droplet zat aktif minyak cengkeh akan tertahan dan sulit untuk keluar dari sistem, akan tetapi sediaan dengan viskositas yang terlalu rendah atau terlalu encer akan menimbulkan kesulitan saat pemakaian sediaan. Oleh karena itu, viskositas perlu diuji untuk menjaga kualitas dan karakteristik sediaan emulgel minyak cengkeh.

Rentang viskositas yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 200-300 dPas. Kisaran ukuran viskositas ini didasarkan pada optimasi formula emulgel (Suryarini, 2011). Saat pengukuran viskositas, setelah emulgel minyak cengkeh dituang ke dalam wadah viscotester didiamkan selama 5 menit. Lima menit ini ditentukan berdasarkan orientasi, dimana setelah pendiaman 5 menit, gaya yang


(67)

diberikan karena penuangan emulgel minyak cengkeh ke dalam wadah viscotester sudah tidak mempengaruhi nilai viskositas.

Pengukuran viskositas dilakukan dua kali yakni setelah 48 jam dan 1 bulan emulgel minyak cengkeh dibuat, selisih viskositas setelah 48 jam dan 1 bulan emulgel minyak cengkeh dibuat merupakan pergeseran viskositas yang dinyatakan dalam %. Pergeseran viskositas yang dikehendaki adalah ≤10%. Profil pergeseran viskositas digunakan untuk mengamati perubahan konsistensi emulgel minyak cengkeh. Perubahan ini dapat menggambarkan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh. Sistem sediaan emulgel minyak cengkeh diharapkan dapat mempertahankan viskositas selama masa penyimpanan dalam periode tertentu.

Tabel XII. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh Formula Daya sebar (cm) Viskositas (dPas) Pergeseran viskositas (%)

1 3,53 ± 0,11 221,67 ± 2,89 15,78 ± 2,07 2 3,26 ± 0,08 230,00 ± 10,00 2,84 ± 2,46 3 3,28 ± 0,07 206,67 ± 15,28 3,07 ± 3,46 4 3,40 ± 0,03 190,00 ± 10,00 0,93 ± 1,61

Tabel XII menunjukkan hasil pengujian daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dari keempat formula emulgel minyak cengkeh. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa ada pengaruh proses pencampuran berupa suhu dan lama pencampuran terhadap respon yang diamati yaitu daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Daya sebar semua formula masuk dalam range yang dikehendaki, viskositas formula 4 relatif tidak masuk dalam range yang dikehendaki, dan pergeseran viskositas formula 1 tidak masuk dalam range yang dikehendaki. Oleh karena itu, formula yang memenuhi ketiga parameter sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki adalah formula 2 dan formula 3. Meskipun viskositas formula 4 relatif tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki, tetapi


(68)

formula 4 memiliki pergeseran viskositas yang paling bagus (paling stabil) karena nilai pergeseran viskositasnya paling kecil.

Data yang diperoleh kemudian dievaluasi menggunakan uji T tidak berpasangan. Uji T tidak berpasangan (independen) digunakan untuk membandingkan dua kelompok data yang bukan didapat dari satu obyek yang sama dengan dua kali pengukuran pada kondisi yang berbeda, melainkan untuk membandingkan dua kelompok data yang diperoleh pada dua obyek yang berbeda yang masing-masing memperoleh perlakuan yang berbeda (Istyastono, 2012).

Uji T tidak berpasangan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik antara formula 1 dengan formula 2 dan formula 3 dengan formula 4. Formula yang dapat dibandingkan adalah formula 1 dan formula 2 yang merupakan lama pencampuran 5 menit namun pada suhu pencampuran yang berbeda dan formula 3 dan formula 4 yang merupakan lama pencampuran 15 menit pada suhu pencampuran yang berbeda.

Uji T termasuk uji parametrik yang menganut asumsi-asumsi data berdistribusi normal, sebaran data homogen, dan sampel diambil secara acak (Riwidikdo, 2010). Dengan demikian, sebelum dilakukan uji T tidak berpasangan, maka terlebih dahulu harus dilakukan uji normalitas dan uji sebaran data homogen.

Untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak digunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk sampel yang besar (lebih dari 50) sedangkan Shapiro-Wilk untuk sampel yang sedikit (kurang atau sama dengan dari 50). Oleh karena sampel dalam


(69)

penelitian kecil (kurang dari 50) maka digunakan uji Shapiro-Wilk. Bila nilai signifikansi atau p-value pada uji normalitas Shapiro-Wilk lebih dari 0,05 maka distribusi data tersebut normal. Sebaliknya, bila nilai signifikansi atau p-value kurang dari 0,05 maka distribusi data tersebut tidak normal (Dahlan, 2011).

Jika didapatkan data yang memiliki distribusi normal, maka data tersebut dilakukan uji Levene untuk mengetahui sebaran data homogen (kesamaan varians). Hipotesis null dari uji ini adalah bahwa kelompok-kelompok data memiliki varians yang sama. Jika p-value lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis tersebut ditolak (Muenchen, 2009). Dengan demikian, jika p-value pada uji Levene lebih dari 0,05 maka data memiliki kesamaan varians.

Data yang memiliki distribusi tidak normal tidak dapat dievaluasi dengan uji T tidak berpasangan, karena syarat uji T adalah data memiliki distribusi normal. Alternatif uji yang dapat digunakan adalah uji nonparametrik yang tidak perlu memenuhi syarat distribusi normal. Uji non parametrik yang dapat digunakan untuk rancangan penelitian dalam evaluasi respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas adalah uji Mann-Whitney atau Wilcoxon two sample. Hipotesis null yaitu ada perbedaan bermakna ditolak bila nilai signifikansi dari hasil uji lebih dari 0,05 (Dahlan, 2011).

1. Uji daya sebar

Respon daya sebar untuk keempat formula masuk dalam range yang dikehendaki. Analisis perbedaan formula 1 dan formula 2 dilakukan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan karena memenuhi syarat uji parametrik.


(1)

Lampiran 9. Uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh


(2)

(3)

Lampiran 10. Sediaan emulgel minyak cengkeh

a. Sediaan 48 jam setelah pembuatan


(4)

b. Sediaan 1 bulan setelah pembuatan

Formula 1 (replikasi 3) Formula 2 (replikasi 2)


(5)

Lampiran 11. Dokumentasi

Viscotester RION-JAPAN Alat uji daya sebar


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Selvia, lahir di Pontianak, 25 November 1991. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Marhasan A. K. dan Ratna Yuvita. Penulis menempuh pendidikan formal di TK Bruder Kanisius Pontianak (1996-1997), SD Bruder Kanisius Pontianak (1997-2003), SMP Bruder Pontianak (2003-2006), dan SMA Santo Paulus Pontianak (2006-2009). Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis mengikuti kegiatan akademik maupun non-akademik antara lain menjadi asisten praktikum kimia dasar, asisten praktikum kimia organik, asisten praktikum formulasi teknologi sediaan solid, asisten praktikum formulasi teknologi sediaan semi solid liquid, dan asisten praktikum bioanalisis, menjadi anggota organisasi DPMF (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas) periode 2011-2012, koordinator sie konsumsi Pharmacy Competition 2010, bendahara pada acara Photo Exhibition bertema Aksi-reaksi Farmasi (2010), koordinator sie konsumsi Seminar Ilmiah Mahasiswa. Penulis pernah mengikuti National Pharmacy Competition(2012).