Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Employee Engagement pada PT Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

BAB II
LANDASAN TEORI

A. EMPLOYEE ENGAGEMENT
1.

Pengertian Employee Engagement
Employee Engagement menjadi daya tarik dari perilaku organisasi

beberapa tahun terakhir. Adanya daya tarik ini dikarenakan employee
engagement yang berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Menurut Kahn (1990), engagement adalah memanfaatkan anggota diri
organisasi untuk peran pekerjaan mereka sehingga mereka mempekerjakan
dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama
menunjukkan peran.
Menurut Gubman (dalam Henryhand 2009), tantangan yang dihadapi
organisasi saat ini adalah tidak hanya mempertahankan karyawan tetapi
sepenuhnya melibatkan mereka dengan menguasai emosional mereka pada
setiap tahap kehidupan kerja mereka.
McPhie & Rose (2008) juga mendefenisikan Employee engagement

adalah hubungan yang erat antara karyawan dan pekerjaan mereka, organisasi
mereka, atau dengan orang-orang yang bekerja untuk atau dengan mereka.
Dengan adanya employee engagement, karyawan akan menemukan makna
pribadi dalam pekerjaan mereka, bangga dengan apa yang mereka lakukan
dan dimana mereka melakukannya.

13
Universitas Sumatera Utara

14

Robinson, Perryman, dan hayday (2004) the institute of Employment
Studies mendefinisikan engagement sebagai sikap positif yang ditunjukkan

oleh karyawan terhadap organisasi.
Employee

engagement

juga


didefinisikan

sebagai

positivitas,

pemenuhan, kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan dengan vigor,
dedication, dan absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker,

2002).
Menurut Gibbons (dalam Nusatria, 2011) employee engagement adalah
hubungan emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan
terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer, atau rekan kerja dalam
pekerjaannya. Hubungan yang baik dengan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya, organisasi tempat bekerja, manajer yang menjadi atasan dan
memberikan dukungan dan nasehat, dan rekan kerja yang saling mendukung
membuat individu dapat memberikan upaya terbaik yang melebihi
persyaratan dari suatu pekerjaan.
Dapat disimpulkan bahwa employee engagement adalah hubungan erat

antara karyawan dan organisasi yang saling mendukung satu sama lain, serta
sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap organisasi sehingga
individu mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama
menunjukkan peran.

Universitas Sumatera Utara

15

2.

Aspek-aspek Employee Engagement
Kahn (1990) menyatakan ada 3 aspek dari Employee Engagement, yaitu:
a. Aspek Fisik
Melibatkan energi fisik yang diberikan oleh individu untuk mencapai
peran mereka. Aspek ini meliputi energi yang dikerahkan karyawan untuk
menyelesaikan tugasnya. Dengan adanya employee engagement, akan
membuat karyawan berusaha ekstra agar perilaku yang mereka timbulkan
dapat memberi kontribusi terhadap kesuksesan organisasi (Lockwood,
2005 dalam Endres & Smoak, 2008). Hal ini juga sejalan dengan Vigor ,

yang merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja,
keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Dan memiliki
kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan,
dan tetap bertahan meski mengalami kesulitan (Schaufeli, Salanova,
Gonzales-Roma, & Bakker, 2002).
b. Aspek Kognitif
Aspek ini

menyangkut

keyakinan karyawan tentang organisasi,

kepemimpinan, dan kondisi kerja. Hal ini meliputi proses kognitif
karyawan, seperti belief mengenai produk dan jasa dari organisasi dan
persepsi apakah organisasi dapat membuat performa karyawan menjadi
baik (Robinson, 2004). Hal ini sejalan dengan Absorption, yaitu merasa
terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan karyawan bekerja dengan
penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Ketika bekerja


Universitas Sumatera Utara

16

waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam
memisahkan diri dengan pekerjaan (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma,
& Bakker, 2002).
c. Aspek Emosional
Aspek ini menyatakan bahwa apakah karyawan memiliki sikap positif
atau sikap negatif terhadap organisasi dan para pemimpinnya. Aspek
emosi ini hampir sama dengan dedication yang ditandai oleh suatu
perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan
tantangan (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil aspek iklim organisasi dari
Kahn (1990) sebagai aspek yang digunakan untuk mengukur variabel
employee engagement, yaitu: aspek fisik, kognitif, dan aspek emosional.

3.

Faktor yang mempengaruhi Employee Engagement

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi employee engagement. Faktorfaktor ini meliputi drives yang membuat karyawan merasa engagement.
Drives tersebut antara lain:

a.

Career Development

Karir yang meningkat adalah harapan dari semua karyawan yang
didukung dengan tersedianya tantangan dalam pekerjaan sekaligus
menyediakan kesempatan kemajuan karir di organisasi (Vazirani, 2007).
Karyawan yang diberikan kesempatan karir dengan pekerjaan yang
menantang akan lebih engagement (Perrin, 2003).

Universitas Sumatera Utara

17

b.

Leadership


Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti
didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin (Vazirani, 2007;
MacLeod & Clarke, 2009). Produktivitas karyawan akan meningkat
seiring dengan sikap positif pemimpin kepada mereka (MacLeod &
Clarke, 2009).
c.

Autonomy

Kebebasan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan
pekerjaan merupakan salah satu dari driver dari employee engagement.
Karyawan akan lebih menerima resiko yang besar jika mereka
menganggap bahwa mereka juga memiliki kontrol terhadap keputusan
yang berhubungan dengan resiko tersebut (Perrin, 2003)
d.

Peers

Individu yang memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan rekan

kerjanya akan memiliki pengalaman kerja yang lebih berarti. Hubungan
interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar karyawan
akan meningkatkan level engagement dari karyawan tersebut (Vazirani,
2007).
e.

Image

Ketika organisasi dipandang memiliki kualitas produk dan pelayanan
yang baik, tingkat employee engagement yang bekerja di organisasi
tersebut cenderung tinggi (Vazirani, 2007).

Universitas Sumatera Utara

18

f.

Communication


Komunikasi dua arah dan terbuka dapat meningkatkan engagement
karyawan (Robinson, Perryman & Hayday, 2004). Memberikan
kesempatan untuk menyatakan ide-ide dan saran-saran yang lebih baik.
g.

Health and safety

Suatu riset menyebutkan bahwa level engagement akan tinggi apabila
karyawan merasa aman ketika bekerja. Oleh karena itu, organisasi
seharusnya membuat suatu sistem untuk kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan (Vazirani, 2007).
h.

Job satisfacition

Tidak akan ada tingkat employee engagement apabila karyawan tidak
merasa puas dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk
organisasi melihat apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan tujuan karir
yang disukai ooleh karyawan tersebut (Vazirani, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan faktor employee

engagement, yaitu: Career Development, Leadership, Autonomy, Peers,
Image, Communication, Health and safety, dan Job satisfacition.

Universitas Sumatera Utara

19

B. IKLIM ORGANISASI
1.

Pengertian Iklim Organisasi
Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kali digunakan
oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an. Iklim organisasi merupakan iklim
internal dan psikologi organisasi yang mempengaruhi praktek-praktek dan
kebijakan sumber daya manusia yang diterima oleh anggota organisasi
(Simamora dalam Prahastuti, 2009)
Menurut Davis & Newstrom (2002) iklim organisasi adalah lingkungan
manusia di dalam suatu organisasi dimana para karyawan melaksanakan
pekerjaan mereka.
Jewell dan Siegall (1998) mengatakan bahwa iklim organisasi

menunjukkan

persepsi

para

anggota

mengenai

organisasi

dan/atau,

subsistemnya terkait dengan anggotanya dan lingkungan luarnya. Sedangkan
menurut Stringer (2002) iklim organisasi merupakan suatu koleksi dan pola
lingkungan yang menentukan motivasi.
Iklim organisasi merupakan persepsi karyawan terhadap kebijakan
organisasi, praktik, dan prosedur, pola interaksi dan perilaku yang menunjang
inovasi ataupun jasa dalam organisasi (Schein, 1985; Schneider, 1990, dalam
Patterson, M.G, dkk, 2005).
Nitisemito (dalam Rani, 2007), menjelaskan bahwa iklim organisasi
adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Universitas Sumatera Utara

20

Iklim organisasi dapat memberikan suatu dinamika kehidupan dalam
organisasi dan sangat berpengaruh terhadap individu (Shadur, dkk. dalam
Suhanto, 2009).
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim
organisasi adalah persepsi karyawan mengenai organisasi dan subsistemnya
yang mempengaruhi diri individu dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan.
2.

Aspek Iklim Organisasi
Menurut Stringer (2002), ada enam aspek yang dapat digunakan untuk
mengukur iklim organisasi, yaitu:
a.

Struktur.
Merefleksikan perasaan dalam organisasi dan mempunyai peran dan
tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi
jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara
baik. Struktur rendah jika anggota merasa tidak ada kejelasan mengenai
siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil
keputusan.

b.

Standar.
Standar-standar dalam suatu organisasi yang mengukur perasaan tekanan
untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh
anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar
tinggi jika anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk

Universitas Sumatera Utara

21

meningkatkan kinerja. Standar rendah jika anggota memiliki harapan
yang rendah untuk kinerja.
c.

Tanggung jawab.
Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi pemimpin diri
sendiri dan tidak pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari
orang lain. Tanggung jawab tinggi jika karyawan merasa memiliki
tanggung jawab untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Tanggung
jawab rendah jika pengambilan resiko dan percobaan terhadap
pendekatan baru tidak diharapkan.

d.

Penghargaan.
Merefleksikan bahwa anggota merasa dihargai jika mereka dapat
menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran
penghargaan yang dihadapkan dengan kritik dan berkarakteristik
keseimbangan antara karakter dan kritik. Penghargaan rendah jika
penyelesaian pekerjaan dengan baik diberikan imbalan secara tidak
konsisten.

e.

Dukungan.
Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling
mendukung yang terus berlangsung diantara anggota kelompok kerja.
Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian
tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari
atasannya, jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas.

Universitas Sumatera Utara

22

Dukungan rendah jika anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih
sendiri.
f.

Komitmen.
Merefleksikan perasaan kebanggaan sebagai anggota organisasi dan
derajat kesetiaan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan
komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. level komitmen
yang rendah jika karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan
tujuannya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil aspek iklim organisasi

dari Stringer (2002) sebagai aspek yang digunakan untuk mengukur variabel
iklim organisasi, yaitu: struktur, standard, tanggung jawab, penghargaan,
dukungan, dan komitmen.

3.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Iklim organisasi merupakan konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan
gaya hidup suatu organisasi (Rani, 2007). Maka dari itu perusahaan harus
memperhatikan beberapa faktor berikut ini, karena iklim organisasi dapat
berdampak pada produktivitas serta kinerja karyawan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi iklim organisasi yaitu:
1. Lingkungan Eksternal
Industri yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama.
Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama,
demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau

Universitas Sumatera Utara

23

perusahaan industry minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai iklim
umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh
lingkungan eksternal organisasi (Stringer, 2002). Peristiwa atau faktor dari
luar organisasi yang secara khusus berkaitan dengan karyawan, dapat
mempengaruhi iklim suatu organisasi. Salah satu contoh pengaruh
lingkungan luar yaitu ketidakpastian dalam pasar ekonomi yang dapat
berakibat ancaman bagi keterbukaan yang terasa pada iklim organisasi
(Steers, dalam Yuliana, 2007).
2. Strategi organisasi
Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan
untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan
pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan
penentu dari level organisasi yang berbeda (Stringer, 2002).
3. Pengaturan organisasi
Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim
Organisasi (Stringer, 2002). Termasuk juga dalam tingkat penstrukturan
(seperti: sentralisasi, formalisasi, orientasi pada peraturan), besar kecilnya
organisasi, dan penempatan tugas seorang karyawan dalam organisasi pada
bagian tingkatan tertentu dapat mempengaruhi iklim organisasi (Steers,
dalam Yuliana, 2007).
4. Kekuatan sejarah
Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan
sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang

Universitas Sumatera Utara

24

membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh
terhadap iklim organisasinya (Stringer, 2002).
5. Kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian
mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong
utama terjadinya kinerja (Stringer, 2002). Dan juga kebijakan dan praktek
manajemen yang fleksibel akan menciptakan iklim organisasi yang positif
bagi karyawannya (Steers, dalam Yuliana, 2007).

Universitas Sumatera Utara

25

C. PENGARUH

IKLIM

ORGANISASI

TERHADAP

EMPLOYEE

ENGAGEMENT

Employee engagement dapat dicapai melalui penciptaan lingkungan

organisasi dimana emosi positif seperti keterlibatan dan kebanggaan
didorong, sehingga meningkatnya kinerja organisasi, rendahnya turnover
karyawan dan kesehatan yang lebih baik (Robinson, dalam Kulaar, 2008).
Hal ini sejalan dengan pernyataan McBain (dalam Mahmudah, 2011) bahwa
kenyamanan lingkungan kerja atau working life dapat menjadi pemicu
terciptanya employee engagement.
Istilah dari working life ini mengacu pada konsep iklim organisasi.
Bahwa iklim organisasi adalah proses menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif, sehingga dapat tercipta hubungan dan kerjasama yang harmonis
diantara seluruh anggota organisasi. Upaya untuk menciptakan iklim
organisasi yang kondusif, dapat diarahkan dengan terwujudnya kerjasama
kerja yang serasi, sehingga dapat mewujudkan kinerja yang semakin lebih
baik pada diri karyawan (Vivi, 2007).
Sejalan dengan yang dikatakan oleh Sari (2009), bahwa keberhasilan
suatu organisasi dapat terwujud berkat kepiawaian organisasi dalam
memahami kebutuhan karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif sehingga memberikan kepuasan kerja bagi karyawan dan
termotivasi secara optimal.

Universitas Sumatera Utara

26

Iklim organisasi yang kondusif akan mampu mengelola kebutuhankebutuhan organisasinya secara optimal dan dapat menciptakan suasana
lingkungan internal yang menunjang pencapaian tujuan organisasi (Hepner,
dalam Purwanto dan Suseno, 2009).
Iklim organisasi yang kondusif merupakan sarana yang tepat dalam
menciptakan suasana yang dapat mendorong munculnya semangat karyawan.
Iklim organisasi yang baik dan nyaman dapat menggali dan mengembangkan
sumber daya manusia, yaitu dapat menimbulkan motivasi dan menimbulkan
kreatifitas yang dimiliki karyawan sehingga bekerja bukan lagi merupakan
suatu hal yang membosankan melainkan suatu hal yang menyenangkan dan
penuh tantangan (Purwanto dan Suseno, 2009). Iklim organisasi telah
menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap tingkah laku individu dan
kelompok di dalam organisasi (Abbey dalam Suhanto, 2009).
Davis dan Newstrom (2002), menjelaskan bahwa iklim organisasi
dapat menentukan sejauh mana individu merasa betah menjadi anggota suatu
organisasi dan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas dan
kualitas kinerja. Sehingga iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja
seseorang.
Iklim organisasi lebih bersifat subyektif dan memiliki efek yang
berbeda-beda pada masing-masing individu. Indikasi iklim organisasi yang
positif yaitu individu merasakan kepemimpinan yang kompeten, adanya
kepercayaan diantara sesama rekan kerja dan atasan dan bawahan,
komunikasi yang lancar dan efektif menciptakan kehangatan, adanya

Universitas Sumatera Utara

27

pemberian tanggung jawab dari atasan kepada bawahannya, karyawan
merasakan pekerjaan yang ia lakukan bermanfaat bagi dirinya dan
perusahaan, hukuman dan penghargaan yang diberikan adil dan objektif,
struktur dan birokrasi yang tidak terlalu banyak, tidak formal, tidak
memberatkan anggotanya, adanya pengendalian dan pengarahan perilaku dari
atasan yang tidak kaku, dan partisipasi karyawan yang cukup tinggi dalam
perusahaan (Yuliana, 2007).
Iklim organisasi pada dasarnya akan mampu memunculkan suasana
kerja yang menyenangkan, menantang dan membangkitkan motivasi kerja
(Frimansah dan Santy, 2003). Sehingga akan meningkatkan employee
engagement dan termotivasi untuk meningkatkan kinerja pada level yang

lebih tinggi, berupa komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki pekerjaan
dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi), semangat dan
ketertarikan, dan komitmen dalam melaksanakan pekerjaan (Wellins &
Concelman dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012)
Employee engagement akan membuat individu memiliki kesadaran

terhadap bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja
dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi (Robinson et.al, 2004).
Hal ini tentu akan berdampak pada kinerja karyawan sehingga
menyebabkan peningkatan produktifitas.

Universitas Sumatera Utara

28

D. HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah ada pengaruh
positif antara Iklim organisasi dengan Employee Engagement. Semakin
positif iklim organisasi yang dirasakan dalam diri para karyawan maka akan
semakin tinggi tingkat employee engagement dan sebaliknya, semakin negatif
iklim organisasi yang dirasakan dalam diri para karyawan maka akan semakin
rendah tingkat employee engagement.

Universitas Sumatera Utara