PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK SISWA KELAS IV MI TARBIYATUL BANIN LAJING AROSBAYA BANGKALAN.

(1)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK

SISWA KELAS IV MI TARBIYATUL BANIN

LAJING AROSBAYA BANGKALAN

SKRIPSI

Oleh:

AMINUDDIN ALY

NIM: D57211101

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

2015


(2)

(3)

(4)

vi

ABSTRAK

Aminuddin Aly, 2015.Peningkatan hasil belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mata pelajaran mata pelajaran aqidah akhlaq siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.

Dosen Pembimbing : Dr. H Saiful Jazil, M.Ag

Kata Kunci : Hasil belajar, Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Penelitian ini sangat sesuai dengan masalah yang ada, yaitu rendahnya hasil belajar siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan tahun pelajaran 2014/2015. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran aqidah akhlak, siswa akan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran aqidah akhlak di kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar aqidah akhlak siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin setelah diterapkannya pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.

Pelaksanaan penelitian dibagi dalam tiga tahap yaitu pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada pra siklus, hasil belajar siswa diperoleh dari 6 bulan yang lalu tepatnya di semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Pada siklus I dan II terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Hasil pengamatan dan refleksi akan dijadikan bahan rujukan untuk pelaksanaan siklus berikutnya. Sehingga proses dan hasil pelaksanaan siklus berikutnya diharapkan akan lebih baik dari siklus sebelumnya. Dari setiap siklus akan diukur hasil belajar siswa, sehingga dapat diketahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tersebut terhadap meningkatnya hasil belajar siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pra siklus, jumlah siswa yang mendapat nilai diatas KKM sebanyak 4 anak atau 25% dari jumlah siswa. Hasil tindakan pembelajaran yang dilakukan pada siklus I menunjukkan bahwa hasil belajar aqidah akhlak siswa tersebut mengalami peningkatan, yaitu jumlah siswa yang mendapat nilai diatas KKM sebanyak 9 siswa atau 56%. Setelah dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus I, tindakan pembelajaran siklus II menunjukkan bahwa hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Dari tes yang diberikan di akhir siklus II diperoleh data bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai diatas KKM sebanyak 15 siswa atau 94%.

Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran mata pelajaran aqidah akhlak dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.


(5)

ix

Penulis,

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN MOTTO ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ...vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tindakan yang Dipilih ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Lingkup Penelitian ... 10

F. Signifikansi Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI ... 12

A. Hakikat Hasil Belajar ... 12

1. Pengertian Belajar ... 12

2. Pengertian Hasil Belajar ... 15

B. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw .. 21

1. Pengertian Pembelajaran ... 21

2. Pengertian Model Pembelajaran ... 22


(6)

x

4. Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Jigsaw .. 34

C. Materi Aqidah Akhlak ... 41

1. Pengertian Aqidah Akhlak ... 41

2. Dasar Aqidah Akhlak... 42

3. Tujuan Aqidah Akhlak ... 43

4. Materi Iman kepada Nabi dan Rasul ... 45

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS ... 47

A. Metode Penelitian ... 47

B. Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian 47 C. Variabel yang Diselidiki ... 48

D. Rencana Tindakan ... 48

E. Data dan Cara Pengumpulannya ... 51

F. Indikator Kinerja ... 55

G. Tim Peneliti dan Tugasnya ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

B. Pembahasan ... 84

BAB V PENUTUP ... 88

A. Simpulan ... 88

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... 93

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 94


(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral, dalam arti fungsi-fungsi jiwanya saling mempengaruhi secara organik. Karenanya sepanjang perkembangannya membutuhkan bimbingan sebaik– baiknya dari orang yang lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap jiwa para remaja yang menurut kodratnya terbuka terhadap pengaruh dari luar. Namun tidak jarang para remaja mengambil jalan pintas untuk mengatasi kemelut batin yang mereka alami itu. Pelarian batin ini terkadang akan mengarah ke perbuatan negatif dan merusak, seperti kasus narkoba, tawuran antar pelajar, maupun tindak kriminal merupakan bagian dari kegagalan para remaja dalam menemukan jalan hidup yang dapat menentramkan gejolak batinnya. Sehingga jika tingkahlaku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkahlaku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya, jika tingkahlaku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkahlaku dinilai buruk dan ditolak.1 Akibatnya peranan serta efektivitas pendidikan Aqidah Akhlak di MI sebagai landasan bagi pengembangan spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat dipertanyakan. Dengan demikian jika pendidikan Aqidah Akhlak yang dijadikan landasan


(8)

2

pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Juga sebagaimana diketahui, bahwa inti ajaran Islam meliputi: masalah keimanan (akidah), masalah keislaman (syari’ah), dan masalah ikhsan (akhlak).2

Kemudian ruang lingkup akhlak meliputi tiga bidang yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak terhadap alam lingkungan. Dengan demikian, akhlak mencakup jasmani dan rohani, lahir dan batin, dunia dan akhirat, bersifat universal, berlaku sepanjang zaman dan mencakup hubungan dengan Allah, manusia dan alam lingkungan.3

Demikian pula dengan pendidikan yang bijaksana dan mengetahui metodologi yang tepat bagi masing–masing individu (siswa), diharapkan para remaja dapat mencapai kesempurnaan.

Selanjutnya kita tahu bahwa pada umumnya pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budinurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan).4

Disamping itu, pada hakekatnya pendidikan merupakan kebutuhan yang utama bagi manusia, yang dimulai sejak manusia lahir sampai meninggal

2

Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Aqidah Akhlak (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang dengan UM Press, 2004), 48.

3

Depag, PANDUAN PESANTREN KILAT (Untuk Sekolah Umum) (Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), 73.

4

TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar – Dasar Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), 7.


(9)

3

dunia, bahkan manusia tidak akan menjadi manusia yang berkepribadian utama tanpa melalui pendidikan.

Begitu pula dengan pendidikan Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan tingkahlaku siswa. Apalagi dalam pelaksanaan pendidikan Aqidah Akhlak tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan terus-menerus. Kelemahan tersebut terdapat pada materi pendidikan Aqidah Akhlak yang lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik). Kendala lainnya adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekan nilai-nilai keyakinan tauhid dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pembangunan, serta rendahnya peran serta orang tua siswa.

Oleh karena itu, agar pelaksanaan pendidikan Aqidah Akhlak dapat diwujudkan secara optimal, maka perlu memperhatikan faktor-faktor penyebab dari pada tingkahlaku.


(10)

4

Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Struktur sosio-kultural, yaitu pola tingkahlaku ideal yang diharapkan. 2. Faktor situasi, yaitu semua kondisi fisik dan sosial ditempat berada dan

diterapkannya suatu sistem sosial.

3. Faktor kepribadian, yaitu semua faktor psikologis dan biologis yang mempengaruhi tingkahlaku para pelaku secara perseorangan.5

Dengan pendidikan Aqidah Akhlak diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam tingkahlaku terpuji. Karena tingkahlaku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang didasari oleh pribadi seseorang. Kesadaran merupakan sebab dari tingkahlaku. Artinya, bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkahlakunya.6 Dengan demikian dapat disadari betapa pentingnya peranan pendidikan Aqidah Akhlak dalam membentuk tingkahlaku siswa seutuhnya.

Maka dari itu, Pendidikan Aqidah Akhlak mempunyai arti dan peranan penting dalam membentuk tingkahlaku siswa seutuhnya. Sebab dengan pendidikan Aqidah Akhlak ini siswa tidak diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat. Dengan pendidikan Aqidah Akhlak siswa diarahkan mencapai

5

Sanapiah Faisal, Sosiologi Penididikan (Surabaya: Usaha Nasional), 300.

6


(11)

5

keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan hubungan antara manusia dalam lingkup sosial masyarakat dan lingkungannya juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan dengan pendidikan Aqidah Akhlak pula siswa akan memiliki derajat yang tinggi yang melebihi makhluk lainnya.

Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pendidikan Aqidah Akhlak dapat dipandang sebagai suatu wadah untuk membina dan membentuk tingkahlaku siswa dalam mengembangkan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik).

Oleh sebab itu pendidikan Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan pola tingkahlaku siswa yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan, penalaran, perasaan dan indera. Pendidikan Aqidah Akhlak dengan tujuan semacam itu harus melayani pertumbuhan siswa dalam segala aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasa. Pendidikan Aqidah Akhlak harus mendorong semua aspek tersebut ke arah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.

Dan untuk mewujudkan tujuan di atas tentunya harus ditunjang dengan berbagai faktor seperti diantaranya guru atau pendidik, lingkungan, motivasi dan sarana yang relevan. Perkembangan dan pertumbuhan tingkahlaku siswa berjalan cepat atau lambat tergantung pada sejauh mana faktor–faktor pendidikan Aqidah Akhlak dapat disediakan dan difungsikan sebaik mungkin. Yang dalam hal ini adalah lembaga sekolah pendidikan agama yang diberikan


(12)

6

dilingkungan sekolah, lembaga sekolah pendidikan agama tidak hanya menyangkut proses belajar-mengajar yang berlangsung di kelas melalui intelegensia (kecerdasan otak) semata, tetapi juga menyangkut pada hal-hal lain seperti dengan guru, teman dan lingkungan yang sangat berpengaruh pada tingkah lakunya.

Dalam kenyataannya, mengajarkan materi pelajaran aqidah akhlaq bukan merupakan hal mudah. Banyak sekali kendala yang ditemukan di lapangan. Pengalaman peneliti dalam mengajarkan mata pelajaran aqidah akhlaq di kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih tergolong rendah, hal ini bisa dilihat dari hasil tes akhir semester sebelumnya. Dari hasil tes tersebut diketahui bahwa hanya ada beberapa siswa yang memperoleh nilai hasil belajar di atas KKM. Siswa masih sulit untuk memahami materi-materi yang ada dalam mata pelajaran aqidah akhlak tersebut. Siswa kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya membutuhkan penalaran. Siswa juga masih belum bisa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Dengan kenyataan semacam ini, maka perlu adanya pembaharuan dalam proses kegiatan pembelajaran terhadap materi-materi mata pelajaran aqidah akhlak. Perlu adanya penerapan model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan penalaran siswa. Dan juga perlu penerapan model pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk bisa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.


(13)

7

Salah satu metode pembelajaran yang bisa dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang komplek. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif7.

Tujuan diterapkannya model pembelajaran kooperatif adalah sebagai usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembe-lajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru8.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat mengaktifkan siswa, memberikan pengalaman yang bermakna, dan tidak hanya berupa ceramah saja ialah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam kegiatan belajarnya. Model ini juga dapat melatih kemampuan

7

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011), 41.

8


(14)

8

dan keterampilan siswa dalam berpikir, bekerjasama,dan berpendapat. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw peran siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun siswa berperan sebagai tutor bagi teman-temannya. Model ini cocok diterapkan dalam pembelajaran aqidah akhlak materi iman kepada Nabi dan Rasul dengan karakteristik materi yang banyak, berstruktur, dan dapat dibagi-bagi. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang masih senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini diharapkan kegiatan pembelajaran dapat lebih bervariasi, hasil belajar siswa pun dapat meningkat.

Berdasarkan paparan latar belakang tersebut, peneliti akan mencoba melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Materi Iman Kepada Nabi dan Rasul Allah Siswa Kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran aqidah akhlak siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan?


(15)

9

2. Bagaimana hasil belajar Mata pelajaran Aqidah Akhlak siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing sebelum diterapkan model pembelajaran kooperatif model jigsaw?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pembelajaran aqidah akhlak materi iman kepada nabi dan rasul kelas IV MI. Tarbiyatul banin Lajing?

C. Tindakan yang Dipilih

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yaitu penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktik pembelajaran9. Permasalahan yang ada di kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak. Sedangkan yang tindakan yang dipilih adalah dengan menerapkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe jigsaw.

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw pada mata pelajaran aqidah akhlak siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.

9


(16)

10

2. Untuk mengetahui bagaimana hasil belajar mata pelajaran aqidah akhlak siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing sebelum diterapkan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw.

3. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran Aqidah akhlak materi iman kepada nabi dan rasul setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw kelas IV MI. Tarbiyatul Banin Lajing Kec. Arosbaya Kab.Bangkalan tahun pelajaran 2014/2015.

E. Lingkup Penelitian

Untuk memudahkan dalam penelitian ini dan agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, maka peneliti membatasi permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

2. Materi dalam penelitian ini hanya terbatas pada materi iman kepada Nabi dan Rasul Allah pada mata pelajaran Aqidah akhlak.

3. Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembe-lajaran dengan menggunakan model pembepembe-lajaran kooperatif tipe jigsaw.


(17)

11

F. Signifikansi Penelitian

Dengan dilaksanakannya kegiatan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi siswa, bagi peneliti, serta bagi sekolah.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai bukti dalam bidang pengajaran, bahwa keterampilan sosial dan hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor model pembelajaran yang diterapkan. 2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan tercipta suasana belajar yang kondusif. b. Diharapkan hasil belajar aqidah akhlak siswa meningkat.


(18)

12

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan dalam diri seseorang, baik secara aktual maupun potensial. Perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan yang baru dan ditempuh dalam jangka waktu yang lama. Perubahan terjadi karena ada usaha dari dalam diri setiap individu1.

Muhibbin menyebutkan bahwa seorang ahli psikolog bernama Wittig dalam bukunya psychology of learning mendefinisikan belajar sebagai:

any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience, artinya belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”2.

Secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan

1

Kokom Komalasari, pembelajaran kontekstual Konsep dan Aplikasi (Bandung:Refika aditama, 2011), 2.

2

Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, (Jakarta:PT Remaja Rosdakaraya, 2013), 89.


(19)

13

nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefi-nisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk mem-peroleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingku-ngannya3.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendi-dikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri4.

Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut:

a. Gagne, belajar adalah perubahan disposisi kemaampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan di-peroleh dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

b. Travers, belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. c. Cronbach, Learning is shown by a change in behavior as a result of

experience. (Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).

3

Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 2.

4

Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru (Jakarta: PT Remaja Rosda-karaya, 2013), 87.


(20)

14

d. Horald Spears, Learning is to observe, to read, to imitate, to tray something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).

e. Geoch, Learning is change in performance as result of practice. (Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan).

f. Morgan, Learning is anyrelatively permanent change in behavior that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasildari pengalaman) 5.

Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Relevan dengan ini maka ada pengertian bahwa

belajar adalah ”penambahan pengetahuan”. Definisi atau konsep ini dalam prakteknya banyak dianut di sekolah-sekolah. Para guru memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan siswa giat untuk mengumpulkan/ menerimanya. Dalam kasusyang demikian, guru hanya berperan sebagai

“pengajar”. Sebagai konsekuensi dari pengertian yang terbatas ini, kemudian muncul banyak pendapat yang mengatakan bahwa belajar itu

5


(21)

15

menghafal. Hal ini terbukti, misalnya kalau siswa (subyek belajar) itu akan ujian, mereka akan menghafal terlebih dahulu, sudah barang tentu pengertian seperti ini, secara essensial belum memadahi6.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut terkait dengan pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, serta penyesuaian diri.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Merujuk pemikiran gagne, hasil belajar berupa: 7

a. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan, maupun tertulis. Kemampuan merespon seca-ra spesifik terhadap seca-rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan .

6

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja grafindo Persada, 2012), 20-21

7


(22)

16

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuaan analitis-sintesis fakta- konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatis gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. sikap berupa kemampuan meng-internalisasi dan eksternalisasi nili-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pem-belajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melaainkan komperenhensif8.

8


(23)

17

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menja-di tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris9. Horward kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) ke-terampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan gagne membagi lima kate-gori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi belajar, (d) sikap, dan ketrampilan motoris10.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek11, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif ting-kat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingting-kat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaiaan, organisasi dan inter-nalisasi.

Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotori, yakni (a)

9

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosda karya, 2011), 22.

10

Ibid

11


(24)

18

gerakan reflek, (b) ketrampilan gerakan dasar, (c) kemaampuan perseptual, (d) keharmonisan, (e) gerakan ketrampilan kompleks dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran 12.

Dari proses belajar diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang baik sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang ditetapkan sebelum proses belajar berlangsung. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar adalah menggunakan tes. Tes ini digunakan untuk menilai hasil belajar yang dicapai dalam materi pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Dimana hasil tes nanti di gambarkan dalam bentuk angka.

Berdasarkan beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran dari proses pengalaman belajarnya yang diukur dengan tes.

12

Ibid, Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja Rosda karya,2011), 23.


(25)

19

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai be-rikut:13

a. Faktor internal siswa, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri, meliputi:

1) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang me-nandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran.

2) Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)

Banyak faktor yang termasuk faktor psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelaja-ran peserta didik. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah peserta didik pada umumnya dipandang lebih esensial itu sebagai berikut:

a) Intelegensi peserta didik

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai ke-mampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menye-suaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.

13

Muhibbin Syah , Psikologi Pendekatan Dengan Pendekatan Baru,(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), 130-136.


(26)

20

b) Sikap peserta didik

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.

c) Bakat peserta didik

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan po-tensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

d) Minat peserta didik

Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau besar terhadap sesuatu.

e) Motivasi peserta didik

Motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk ber-tingkah laku secara terarahFaktor eksternal siswa, yaitu kondisi lingkungan di sekitar peserta didik, terdiri atas dua macam yaitu:

b. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya), teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga dan teman-teman sepermainan,


(27)

21

c. Faktor lingkungan non sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

d. Faktor pendekatan belajar, yaitu segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.

B. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, per-buatan mempelajari. Subjek pembelajaran adalah peserta didik.


(28)

22

lajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif14.

Pasal 1 ayat 20 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang pendi-dikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan meng-kontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya mening-katkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman15. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.

2. Pengertian Model Pembelajaran

Joy (1992) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

14

Agus Suprijono, Cooperative learning (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012), 13.

15

Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, ( Jakarta: pusat bahasa, 2008), 24.


(29)

23

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joy menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah-kan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai16.

Sedangkan Soekamto, dkk mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar17.

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisa terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional kelas, model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru kelas18.

16

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011), 5.

17

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011), 5.

18

Agus Suprijono, Cooperative learning Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012), 45-46.


(30)

24

3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh peng-hargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan itulah yang selan-jutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok19.

Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka sa-ling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelom-pok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang

19

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), 242-243.


(31)

25

pleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi as-pek utama dalam pembelajarn kooperatif20.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran, di mana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan beragumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing21.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah. Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah heterogen.

Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu pers-pektif motivasi, perspers-pektif sosial, perspers-pektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap

20

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011), 41.

21

Robert E. Slavin, Cooperative Learning,Teori, Riset, dan Praktik (Narulita Yusron) (Bandung: Nusa Media, 2005), 4.


(32)

26

gota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memper-juangkan keberhasilan kelompoknya22.

Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa karakteristik, di antaranya :

a. Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pem-belajaran.

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pe-laksanaan, dan fungsi control, demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan menun-jukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai

22

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajarn Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2014), 244.


(33)

27

dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran koope-ratif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.

c. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberha-silan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. d. Keterampilan bekerja sama

Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain23.

23

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajarn Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2014), 244-246.


(34)

28

Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa prinsip dasar, di antaranya :

a. Prinsip ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.

b. Tanggung jawab perseorangan (Individual Accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggo-tanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.

c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan,


(35)

29

memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi keku-rangan masing-masing.

d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu berpartisi-pasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak24.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah dapat digambarkan sebagai berikut 25:

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam ke-lompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing

Guru membimbing kelompok-kelompok bela-jar pada saat mereka mengerjakan tugas

24

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajarn Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2014), 246-247.

25

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011), 48-49.


(36)

30

kelompok bekerja dan belajar

mereka. Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keunggulan-keunggulan dibanding strategi pembelajaran yang lain, di antara keunggulan yang dimiliki oleh strategi pembelajaran kooperatif antara lain :

a. Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu meng-gantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan ke-mampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sum-ber dan belajar dari siswa yang lain.

b. Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

c. Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d. Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.


(37)

31

e. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interper-sonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

f. Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompok.

g. Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang26.

Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran kooperatif juga memiliki keterbatasan-keterbatasan, di antaranya :

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita

26

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajarn Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group, 2014), 249-250.


(38)

32

mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

b. Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi rancu mengenai cara belajar apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami, tidak akan pernah dicapai oleh siswa.

c. Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

d. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengem-bangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi itu.

e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara indivi-dual. Oleh karena itu idealnya melalui strategi pembelajaran


(39)

33

kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.

Agar pembelajaran kooperatif bisa berjalan sesuai harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilaan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar-anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar-anggota kelompok. Keterampilan kooperatif tersebut terdiri dari keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir.

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas dengan tanggung jawabnya;

2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok;

3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota untuk memberikan kontribusi; dan


(40)

34

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain :

1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi;

2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut; dan

3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda;

4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir antara lain: 1) Mengolaborasi, yaitu memperluas konsep; 2) Membuat kesimpulan; dan

3) Menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu27.

4. Pengertian Model pembelajaran kooperatif Tipe Pembelajaran Jigsaw

Strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikembangkan oleh Elliot Arronson dan koleganya.28 Arti jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

27

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Tim Prestasi Pustaka, 2007), 44.

28

Husnul Khotimah, Yuyun D, Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas (Malang:Surya Pena Gemilang, 2009), 69.


(41)

35

ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag) yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.29

Pada dasarnya, dalam strategi ini guru membagi satuan informasi pembelajaran yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Peserta didik dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil heterogen seperti pengelompokan pada strategi pembelajaran STAD yang dinamakan kelompok asal. Setiap peserta didik mempelajari materi pembelajaran yang menjadi bagiannya. Setelah setiap anggota kelompok yang mempelajari materi pembelajaran di kelompok asal kemudian mereka bergabung mendiskusikan materi pembelajaran sejenis di kelompok ahli. Kelompok ahli merupakan kelompok yang mempelajari materi pembelajaran yang sama. Ciri khusus strategi pembelajaran ini adalah dibentuknya kelompok asal dan kelompok ahli.30

Setelah peserta didik berdiskusi dalam kelompok ahli, kemudian mereka kembali ke kelompok asal untuk membelajarkan materi pembelajaran kepada setiap anggota kelompok asal. Sehingga setiap peserta didik memahami semua materi pembelajaran. Kegiatan selanjutnya, yakni presentasi kelas. Dalam setiap pelaksanaan kegiatan

29

Rusman, Model-model Pembelajaran (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2012), 217.

30

Husnul Khotimah, Yuyun D, Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas (Malang:Surya Pena Gemilang, 2009), 69.


(42)

36

guru bertindak sebagai fasilitator. Pelaksanaan kuis dilakukan setelah presentasi kelas. Setiap peserta didik bekerja sendiri-sendiri menjawab pertanyaan kuis. Skor kuis menentukan skor kelompok. Artinya, skor kelompok asal ditentukan oleh skor anggota. Guru memberi hadia kepada kelompok yang memperoleh kelompok tertinggi. Pelaksanaan ujian dilakukan setelah pelaksanaan kuis.31

Strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya :32

a. Peserta didik lebih dapat berkonsentrasi pada proses pembelajaran karena materi pembelajaran yang ditugaskan terfokus.

b. Peserta didik tidak terlalu menggantungkan kepada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari peserta didik lainnya. c. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan

dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

d. Dapat membantu peserta didik untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

31

Husnul Khotimah, Yuyun D, Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas (Malang:Surya Pena Gemilang, 2009), 69-70.

32

Husnul Khotimah, Yuyun D, Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas (Malang:Surya Pena Gemilang, 2009), 71.


(43)

37

e. Dapat membantu memberdayakan setiap peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

Rusman menyebutkan bahwa Jhonson and Jhonson telah melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe jigsawa yang hasilnya menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut antara lain; (1) meningkatkan hasil belajar; (2) meningkatkan daya ingat; (3) dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi; (4) mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu); (5) meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen; (6) meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah; (7) meningkatkan sikap positif terhadap guru; (8) meningkatkan harga diri anak; (9) meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan (10) meningkatkan ketarmpilan hidup bergotong royong.33

Disamping memiliki kelebihan, strategi pembelajaran ini juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya:34

a. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode yang cukup panjang.

33

Rusman, Model-model Pembelajaran (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2012), 219.

34

Husnul Khotimah, Yuyun D, Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas (Malang:Surya Pena Gemilang, 2009),, 71-72.


(44)

38

Dalam hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.

b. Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting bagi peserta didik, tetapi banyak aktivitas dalam kehisupan yang hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Oleh karena itu, ideaalnya melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sealin peserta didik belajar bekerja sama, peserta didik juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu, dalam strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memang bukan pekerjaan yang mudah.

Adapun langkah-langkah strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut :35

a. Guru membagi topik pelajaran menjadi empat bagian/sub topik.

b. Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari itu. Gruru bisa menuliskan topik ini di papan tulis dan bertanya kepada siswa apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan kemampuan siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

35

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta;Pustaka Pelajar, 2014), 204.


(45)

39

d. Bagian/subtopik pertama diberikan kepada anggota 1, sedangkan siswa/anggota 2 menerima bagian/subtopik yang kedua. Demikian se-terusnya.

e. Kemudian, siswa diminta membaca/mengerjakan bagian dari subtopik mereka masing-masing.

f. Setelah selesai, siswa saling berdiskusi mengenai bagian/subtopik yang dibaca/dikerjakan masing-masing bersama rekan-rekan satu anggotanya. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

g. Khusus untuk kegiatan membaca guru dapat membagi bagian-bagian sebuah cerita yang belum utuh kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian-bagian tersebut untuk memprediksikan apa yang dikisahkan dalam cerita.

h. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik tersebut. diskusi ini bisa dilakukan agar kelompok atau seluruh siswa.

Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, guru dapat membentuk

“kelompok ahli” (expert group). Setiap anggota yang mendapat bagian/ subtopik yang sama berkumpul dengan anggota dari kelompok-kelompok yang juga mendapat bagian/subtopik tersebut. kelompok-kelompok ini kemudian bekerjasama mempelajari/mengerjakan bagian/subtopik tersebut. kemudian, masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompoknya yang semula, lalu menjelaskan apa yang baru saja


(46)

40

jarinya (dari”kelompok ahli”) kepada rekan-rekan kelompoknya yang semula.36

Pembelajaran model jigsaw ini dikenal dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi tiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.37

Secara garis besar strategi pembelajaran jigsaw ini dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini:

Gambar 2.1 Skema model Jigsaw

36

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta;Pustaka Pelajar, 2014), 204-206.

37


(47)

41

C. Materi Aqidah Akhlak

1. Pengertian Aqidah Akhlak

Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [- دِقْعَي- َدَقَع

دْقَع] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedang-kan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarSedang-kan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah ada-lah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang mem-buat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.

Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [قلخ] jamaknya [قاخأ] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau


(48)

42

akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.

2. Dasar Aqidah Akhlak

Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al

Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang

menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia.

Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan.

Ketika ditanya tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti

Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”

Islam mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim.

Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang artinya

“Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelas-kan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyimenjelas-kan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke


(49)

43

jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang

dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.”

Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah Al-Hadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim).

3. Tujuan Aqidah Akhlak

Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah akhlak tersebut.

Adapun tujuan aqidah akhlak itu adalah :

a. Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahir-kan manusia terdorong mengakui adanya Tuhan. Firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 172-173 yang artinya “Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu menguluarkan kehinaan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu? “, mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi” (Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak


(50)

44

mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan tuhan)” atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah memper-sekutukan Tuhan sejak dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat

dahulu?” Dengan naluri ketuhanan, manusia berusaha untuk mencari tuhannya, kemampuan akal dan ilmu yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengerti tuhan. Dengan aqidah akhlak, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar. b. Aqidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang

luhur dan mulia. Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam aqidah akhlak.

c. Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang


(51)

45

menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh aqidah akhlak agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat.38

4. Materi Iman kepada Nabi dan Rasul

Nabi adalah orang yang dibelri wahyu oleh Allah, tetapi tidak berkewajiban menyebarkan kepada manusia. Sedangkan Rasul adalah orang yang diberi wahyu oleh Allah dan berkewajiban menyebarkan kepada manusia lagi. Jadi Nabi belum tentu Rasul, tetapi Rasul sudah pasti nabi.

Jumlah nabi itu sangat banyak, tetapi jumlah Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahaui ada 25 orang. Mereka adalah nabi Adam a.s, nabi Idris a.s, nabi Nuh a.s, nabi Hud a.s, nabi Sholeh a.s, nabi Ibrahim a.s, nabi Ismail a.s, nabi Lut a.s, nabi Ishak a.s, nabi Yakup a.s, nabi Yusuf a.s, nabi Ayub a.s, nabi Zulkifli a.s, nabi Syuaib a.s, nabi Musa a.s, nabi Harun a.s, nabi Daud a.s, nabi Sulaiman a.s, nabi Ilyas a.s, nabi Ilyasa a.s, nabi Yunus a.s, nabi Zakariah a.s, nabi Yahya a.s, nabi Isa a.s, nabi Muhammad SAW.

Dalam penyebarannya para Nabi dan Rasul menghadapi berbagai macam tantangan berat dari masyarakatnya, sehingga ada beberapa Nabi

yang mendapatkan gelar “Ulul Azmi” karena ketabahan, keteguhan, dan

38

https://aqidahakhlak4mts.wordpress.com/tag/pengertian-akidah-akhlak, “diakses pada” hari Sabtu, 28 Maret 2015, jam 14.02.


(52)

46

kesabaran beliau dalam menghadapi tantangan. Oleh karenanya, para Rasul tersebut memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Amanah (dapat dipercaya) b. Shiddiq (benar)

c. Fathonah (cerdas)

d. Tabligh (menyampaikan).

Dengan keempat sifat tersebut, sehingga para Nabi dan Rasul tersebut layak diteladani umatnya. Ajaran-ajarannya tersebut dapat dijadikan pedoman hidup yang benar bagi manusia.39

39


(53)

47

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana peneliti secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

B. Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan yang berjumlah 16 anak, yang terdiri dari 6 laki-laki dan 10 perempuan.


(54)

48

4. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.

C. Variabel yang Diselidiki

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain1. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan.

D. Rencana Tindakan

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research). Ada tiga kata yang membentuk pengertian PTK, yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal, serta menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Sedangkan

1

Sudaryono, G Margono dan W. Rahayu, Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 23.

2


(55)

49

kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Dalam hal ini kelas bukan wujud ruangan tetapi diartikan sebagai sekelompok siswa yang sedang belajar3. Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart. Hakikat model penelitian Kemmis dan Taggart memandang bahwa penelitian tindakan merupakan suatu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya.

Gambar 3.1 Alur PTK

3

Suharsimi arikunto, et al, Penelitian tindakan kelas,(Jakarta:Bumi Aksara, 2010), 2-3. Refleksi

Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi

Rencana awal/rancanga

Rencana yang direvisi

Putaran 1

Putaran 2


(56)

50

Skema alur PTK tersebut dapat digambarka sebagai berikut:

Secara garis besar skema tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Penyusunan perencanaan

Penyusunan perencanaan didasarkan pada hasil refleksi awal. Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau merubah perilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan. Perencanaan ini bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.

Rencana tindakan yang dilakukan adalah : a. Merumuskan indikator yang akan dicapai. b. Menyusun RPP .

c. Menentukan media pembelajaran

d. Menyusun lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa

e. Membuat lembar kerja siswa (LKS) f. Membuat kisi-kisi soal tes akhir siklus

g. Membuat soal tes untuk evaluasi dan kunci jawabannya. 2. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan menyangkut apa yang dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan yang telah dibuat.


(57)

51

3. Observasi (pengamatan)

Kegiatan observasi dalam penelitian ini disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian formal. Dalam kegia-tan ini peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.

4. Refleksi

Dalam kegiatan ini peneliti mengkaji, melihat, dan mempertim-bangkan hasil-hasil observasi. Setiap informasi yang terkumpul akan dipelajari kaitan yang satu dengan lainnya dan kaitannya dengan teori atau hasil penelitian yang telah ada dan relevan. Melalui refleksi yang mendalam akan ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam.

E. Data dan Cara Pengumpulannya

1. Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah lembar hasil observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa, lembar hasil tes belajar siswa.

2. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Lembar observasi aktivitas guru

Lembar observasi ini dipergunakan untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran aqidah akhlaq materi iman kepada Nabi dan


(58)

52

Rasul dengan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Lembar observasi aktivitas guru ini dilakukan oleh pengamat/observer di setiap pertemuan.

b. Lembar observasi aktivitas siswa

Lembar observasi ini dipergunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran aqidah akhlaq materi iman kepada Nabi dan Rasul dengan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Lembar observasi aktivitas siswa ini dilakukan oleh pengamat /observer disetiap pertemuan.

c. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman tentang iman kepada Nabi dan Rasul

3. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisa tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan penelitian, selanjutnya dilakukan analisis terhadap semua data yang telah dikumpulkan.

Teknis analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tes formatif

1) Nilai rata-rata


(59)

53

=

Dengan : = Nilai rata-rata = Nilai siswa ke-i = jumlah siswa = 1,2, ….,n 2) Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal.

a) Ketuntasan belajar individu

Data yang diperoleh hasil belajar siswa dapat ditentukan ketuntasan belajar individu. Siswa dikatakan :

- Tuntas, jika ≥ 80 - Tidak tuntas, jika < 80

Angka 80 diambil dari KKM yang telah ditentukan oleh MI Tarbiyatul Banin pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

b) Ketuntasan belajar klasikal

Persentase ketuntasan belajar secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus:


(60)

54

b. Lembar observasi aktivitas guru

Analisis terhadap data yang diproleh dari lembar observasi aktivitas guru dirumuskan seperti di bawah ini : 4

Skor Akhir (SA) =

x

skala (4) Klasifikasi Penilaiannya adalah :

Tabel 3.1

Klasifikasi Penilaian Lembar Observasi Aktivitas Guru

Skor Akhir (SA) Klasifikasi 3,25<SA≤4,00 Sangat Baik (SB) 2,50<SA≤3,25 Baik (B)

1,75<SA≤2,50 Cukup (C) 1,00<SA≤1,75 Kurang (K)

c. Lembar observasi aktivitas siswa

1) Untuk menghitung skor akhir (SA) tiap siswa digunakan rumus :

Skor Akhir (SA) =

x

skala (4)

2) Untuk menghitung rata-rata skor akhir menggunakan rumus:

=

4

Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran di sekolah. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2014), 144.


(61)

55

Klasifikasi penilaian aktivitas siswa sama dengan klasifikasi penilaian aktivitas guru.

F. Indikator Kinerja

Untuk mengukur keberhasilan suatu penelitian diperlukan adanya indikator kinerja yang ditetapkan dalam perencanaan tindakan.

Penelitian ini dikatakan berhasil jika:

1. Skor akhir lembar observasi aktivitas guru dan siswa minimal >3,25 (artinya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran aqidah akhlak materi iman kepada Nabi dan Rasul sudah terlaksana dengan sangat baik).

2. Jumlah siswa yang tuntas dalam pembelajarannya minimal 75% dari jumlah siswa dalam kelas tersebut (artinya persentase ketuntasan belajar secara klasikal minimal 80%).

G. Tim Peneliti dan Tugasnya

Dalam penelitian ini telah dibentuk tim peneliti yang terdiri dari : 1. Ketua

Nama : Aminuddin Aly

Tempat & Tgl lahir : Bangkalan, 29 januari 1984

NIM : D57211101

Alamat : Kampung Kencat Bancaran Bangkalan Jabatan dalam penelitian : sebagai peneliti


(62)

56

2. Anggota

Nama : Junainatul Jannah

Tempat & Tgl lahir : Bangkalan, 11 april 1986 Alamat : Lajing Arosbaya Bangkalan Jabatan dalam penelitian : sebagai observer


(63)

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1.Deskripsi Umum Objek Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di MI Tarbiyatul Banin Lajing. Desa Lajing berada di daerah perbatasan antara wilayah kecamatan Kelampis Bangkalan dan wilayah kota Bangkalan. MI Tarbiyatul Banin didirikan oleh tokoh-tokoh agama yang ada di desa Lajing tersebut pada tanggal 21 Juli 1965. Bentuk dari lembaga pendidikannya pada saat itu masih berbentuk madrasah diniyah (Madin). Kegiatan belajar mengajarnya dilaksanakan di siang hari, tepatnya pukul 13.00 s/d pukul 16.30 WIB. Mulai tahun 1986 status lembaga madin tersebut dirubah menjadi madrasah ibtidaiyah (MI). Walaupun demikian, kegiatan belajar mengajarnya masih tetap dilaksanakan di siang sampai sore hari. Seiring dengan tuntutan peraturan yang berlaku, sejak tahun 1995 kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di pagi dan sore hari. Lembaga madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Banin Lajing merupakan lembaga pendidikan madrasah yang tertua di wilayah Desa Lajing.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing tersebut yang berjumlah 16 siswa terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.


(1)

87

Dari Gambar 4.8 di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan pada siklus II sudah berhasil meningkatkan nilai hasil belajar siswa. Dari gambar 4.8 tersebut juga diketahui pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah dapat mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan pada saat perencanaan, yaitu minimal 80% siswa tuntas dalam pembelajarannya.

Dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dan dari hasil tes yang dilakukan di akhir siklus I dan II dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siklus II sudah

dikatakan berhasil.

Hasil observasi aktivitas guru dan siswa menunjukkan bahwa aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung sudah masuk dalam kategori sangat baik. Sedangkan dari hasil tes yang dilakukan menunjukkan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus II sudah melewati target minimal yang ingin dicapai, yaitu minimal 80%. Dengan hasil ini maka tindakan pada siklus II sudah dikatakan berhasil, sehingga tidak perlu dilakukan tindakan pada siklus berikutnya.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan deskripsi data yang telah diuraikan, maka peneliti menyimpulkan bahwa:

1. Cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah

sebagai berikut :

a. Guru membagi topik pelajaran menjadi empat bagian/sub topik. b. Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan

pengenalan mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari itu. Guru bisa menuliskan topik ini di papan tulis dan bertanya kepada siswa apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan

kemampuan siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

d. Bagian/subtopik pertama diberikan kepada anggota 1, sedangkan siswa/anggota 2 menerima bagian/subtopik yang kedua. Demikian seterusnya.


(3)

89

f. Setelah selesai, siswa saling berdiskusi mengenai bagian/subtopik yang dibaca/dikerjakan masing-masing bersama rekan-rekan satu anggotanya. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

g. Khusus untuk kegiatan membaca guru dapat membagi bagian-bagian sebuah cerita yang belum utuh kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian-bagian tersebut untuk memprediksikan apa yang dikisahkan dalam cerita.

h. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik tersebut. diskusi ini bisa dilakukan agar kelompok atau seluruh siswa.

i. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, guru dapat membentuk “kelompok ahli” (expert group). Setiap anggota yang mendapat bagian/subtopik yang sama berkumpul dengan anggota dari kelompok-kelompok yang juga mendapat bagian/subtopik tersebut. kelompok-kelompok ini kemudian bekerjasama mempelajari/mengerjakan bagian/subtopik tersebut. kemudian, masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompoknya yang semula, lalu menjelaskan apa yang baru saja dipelajarinya

(dari”kelompok ahli”) kepada rekan-rekan kelompoknya yang


(4)

90

2. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak kelas IV MI Tarbiyatul banin Lajing Arosbaya Bangkalan sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw masih rendah, terbukti dari hasil

belajar 16 siswa hanya 4 siswayang nilainya di atas KKM.

3. Penerapan pembelajaran aqidah akhlak dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran Aqidah akhlak materi iman kepada nabi dan rasul kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan semester genap tahun pelajaran 2014/205”. Hal ini berdasarkan data yang diperoleh dari tes hasil belajar 16 siswa kelas IV pada siklus I terbukti hasil belajar siswa meningkat 56% dan pada siklus II hasil belajar siswa semakin meningkat menjadi 95%.

B. Saran

Berdasarkan proses penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dalam pembelajaran Aqidah akhlak.

2. Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw membawa manfaat, yaitu sebagai alternatif pembelajaran yang


(5)

91

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena penelitian ini hanya dilakukan di siswa kelas IV MI Tarbiyatul Banin Lajing Arosbaya Bangkalan semester genap tahun pelajaran 2014/2015.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara).

Arikunto,Suharsimi dkk. 2010. Penelitian tindakan kelas.(Jakarta:Bumi Aksara).

Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan.(Bandung:Remaja Rosdakarya).

Sardiman. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta: Raja grafindo Persada).

Slameto. 2013. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.(Jakarta: Rineka Cipta).

Sudjana, 2005. Metode Statistika.(Bandung:Tarsito).

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta).

Suprijono, Agus. 2012. Cooperative learning. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar).

Syah,Muhibbin. 2013. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru.(Jakarta: Remaja Rosdakaraya).

Tim Penyusun KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia ,edisi ketiga.(Jakarta: Pusat Bahasa).

Widoyoko, Eko putro. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran di sekolah. (Yogyakarta:pustaka Pelajar).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kegiatan Muhadharah Diniyah terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatut Thalibin II Bogor

8 57 131

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar siswa pada konsep rangka dan panca indera manusia: penelitian kuasi eksperimen di Kelas IV MI Al-Washliyah Jakarta

0 5 172

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di Mi Al-Amanah Joglo Kembangan

0 6 103

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi zakat pada mata pelajaran pendidikan agama islam (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016)

1 10 154

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV Di MI.Jami'atul Gulami Tahun Pelajaran 2015/2016

1 11 124

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw pada pelajaran IPS kelas IV dalam materi sumber daya alam di MI Annuriyah Depok

0 21 128

Peningkatan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran Jigsaw (model tim ahli) di kelas IV MI Tarbiyatul Athfal Ciomas Bogor

0 4 156

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 13 43