Perdamaian dalam kajian al-Quran: studi analisis terhadap penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

(1)

PERDAMAIAN DALAM KAJIAN AL-QURAN

(Studi Analisis terhadap Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10)

“SKRIPSI”

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu al-Quran

dan Tafsir

Oleh:

MALIHATUL AFIFAH E03213048

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Malihatul Afifah. E03213048. Perdamaian Dalam Kajian al-Quran (Studi Analisis terhadap Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya konflik yang terjadi dewasa ini, salah satunya adalah intoleransi seperti intimidasi, kekerasan, dan penyerangan sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang masih banyak terjadi di sekitar kita. Sebagai referensi utama umat Islam, al-Quran telah memberikan model penyelesaian masalah manusia, mulai dari urusan yang sifatnya pribadi seperti keluarga, sosial, politik, hingga ekonomi. Pengalaman al-Quran yang menanamkan semangat perdamaian dapat menjadi model terbaik penanganan masalah umat dewasa ini. Studi al-Quran tentang perdamaian terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 9-10 dan studi ini merupakan salah satu tema yang masih membutuhkan perhatian lebih dari para pegiat perdamaian dan akademisi. Kajian ini sangat penting tidak hanya karena menjadi ikhtiar menciptakan perdamaian di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab umat Islam dalam menawarkan konstruksi perdamaian yang sesuai dengan al-Quran untuk pemecahan masalah umat dewasa ini.

Dari sekian masalah yang ada, maka dalam penelitian ini hanya akan dirumuskan dua masalah. 1) Bagaimana penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10? 2) Bagaimana kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10?

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif yang mana dalam penyajiannya menggunakan teknik deskriptif-analisis dan menggunakan metode

tahlili. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research yakni berupa

buku-buku tafsir dan buku-buku yang memiliki korelasi dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 memerintahkan dua kelompok beriman yang berkonflik untuk berdamai dengan mencari titik temu menuju kesepahaman secara adil. Allah SWT juga menegaskan jika perdamaian harus lebih diprioritaskan dalam konflik yang berkecamuk.

Penelitian ini hanya sebatas penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10, masih memungkinkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti surat ataupun ayat-ayat lain yang berkaitan dengan penelitian se-tema. Semoga penelitian ini juga dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir dan perdamaian.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

1. Secara Teoritis ... 12


(8)

xiv

G. Tinjauan Pustaka ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 16

2. Sumber Data .... 16

3. Analisis Data ... 17

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II: TINJAUAN UMUM MENGENAI PERDAMAIAN A. Pengertian Konflik... 19

B. Aspek-aspek dalam Konflik ... 21

C. Cara-cara Pemecahan Konflik ... 23

D. Pengertian Damai ... 23

E. Perdamaian dalam Islam ... 26

F. Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani ... 30

G. Peace Building (Membangun Perdamaian) ... 40

BAB III: PENAFSIRAN SURAT AL-HUJURAT AYAT 9-10 A. Tinjauan Umum Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 48

1. Ayat dan Terjemah ... 48

2. Tafsir Mufradat ... 48

3. Munasabah Ayat ... 49

4. Sabab Nuzul ... 50


(9)

BAB IV: KONSEP PERDAMAIAN QURANI

A. Analisis Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 70 B. Analisis Kontekstualisasi Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 ... 73

BAB V: PENUTUP

1. Simpulan ... 88 2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Damai adalah suasana nyaman yang terbebas dari segala gangguan, bebas dari permusuhan, kebencian, dendam, dan segala perilaku yang menyusahkan orang lain. Nabi Muhammad SAW mendefinisikan muslim ideal sebagai muslim yang mampu memberi kedamaian bagi masyarakat dari perilaku dan komunikasinya, sebagaimana dalam hadis:1

2

ِهِدَيَو ِهِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُما َمِلَس ْنَم ُمِلْسُما

“Seorang muslim sejati adalah yang mampu memberi rasa damai kaum muslim lainnya dari lisan dan tangannya.”

Hadis ini merupakan jawaban atas pertanyaan Abu Musa kepada Nabi Muhammad SAW tentang kriteria keislaman yang utama, ayy al-Isla>m afd}al? Islam yang seperti apa yang lebih utama? Nabi Muhammad SAW menjawab dengan memberi deskripsi tentang kriteria tersebut, seperti memberi rasa aman dan damai dari perilaku dan ucapan yang menggangu. Pada hadis lain lain riwayat Abdullah bin Umar, Nabi Muhammad SAW dimintai keterangan, ayy al-Isla>m khair? Jenis Islam yang seperti apa yang baik? Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa

1Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis

Al-Quran (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 7.

2Muh}ammad bin Isma‘>i>l Abu ‘Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, S{ah}ih} Bukha>ri>, juz. 1


(11)

2

Islam yang baik adalah dengan memberi makanan dan mendoakan untuk damai kepada siapa saja, yang dikenal maupun tidak dikenal.3

Al-Quran berisi beberapa perintah moral dan etika yang tersebar di berbagai surat berupa model perilaku etis yang disebut jalan Allah SWT yang lurus (s}ira>t} al-Mustaqi>m). Salah satu perintah itu adalah menebarkan kedamaian dan

berkomunikasi dengan cara yang santun. Perdamaian merupakan salah satu ciri utama sekaligus misi utama agama Islam. Islam yang juga mengandung makna sala>m, menganjurkan untuk menjaga keharmonisan hubungan antar sesama.

Perdamaian bukan semata ucapan “as-Sala>mu‘alaikum” seperti yang mungkin dipahami oleh banyak orang. Lebih dari itu, perdamaian merupakan aktualisasi dari perintah moral dalam al-Quran. Beberapa ayat dalam al-Quran yang mempromosikan perdamaian, diantaranya QS. al-Baqarah ayat 208, QS. an-Nisa’ ayat 94, QS. al-Anfal ayat 61, dan QS. an-Nisa ayat 90 yang berbunyi:

َ

ِّإ

هݚيِ

َٱ

َ

ن

ه

أ ۡݗُهُروُد ُص ۡته ِِهح ۡݗ

ُكوُءكاهج ۡوهأ ٌݎٰهثيِ م ݗُݟهنۡيهبهو ۡݗُكهنۡيهب ۢۡݠهق ٰهَِإ هنݠُݖِصهي

هءكا هش ۡݠه هو هۡݗُݟه ۡݠهق

اݠُݖِتٰ هقُي ۡوهأ ۡݗُكݠُݖِتٰ هقُي

ُ َّٱ

ِنِܗهف هۡݗ

ُكݠُݖهتٰ هقهݖهف ۡݗُكۡيهݖهع ۡݗُݟ هطَݖهسه

ههتۡعٱ

ۡݗُكݠُ

ۡݗهݖهف

ُݗُكۡ هَِإ

اۡݠهقۡلهأهو ۡݗُكݠُݖِتٰ هقُي

هݗهݖ َس ٱ

هݔهعهج اهݙه

ُ َّٱ

مَيِبهس ۡݗِݟۡي

هݖهع ۡݗُكهل

٠

4

90. kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.

3Taufiq, Al-Quran Bukan..., 8.


(12)

3

Seluruh ayat ini menjelaskan imbauan untuk menyebarkan perdamaian dan menghindari perang dengan penerapan kebijakan damai.

Upaya untuk menciptakan perdamaian juga jelas terekam dalam tradisi dan hidup Nabi Muhammad SAW. Setidaknya terlihat dari sikap Nabi Muhammad SAW yang menolak penyelesaian masalah dengan kekerasan. Pada periode Makkah Nabi Muhammad SAW tidak menunjukkan kecenderungan pada praktik kekerasan dan kekuatan fisik, bahkan untuk pertahanan diri sekalipun, Nabi Muhammad SAW tidak mengajarkan tindak kekerasan. Nabi Muhammad SAW mengampanyekan anti kekerasan yang berporos pada kesabaran dan keteguhan dalam menghadapi penindasan dan kekerasan.

Nabi Muhammad SAW menempatkan perdamaian pada posisi yang penting dalam Islam, seperti yang ditunjukkan oleh persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah. Semangat persaudaraan ini melahirkan kedamaian di hati Umat Islam yang berimbas pada rasa perdamain dalam hubungan sosial, bahkan terhadap non-muslim sekalipun. Al-Quran telah memaparkan prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai fundamental dalam kaitannya dengan praktik perdamaian. Mohammad Abu Nimer melihat surat al-Hujurat ayat 9-10 sebagai basis teologi gagasan membangun perdamaian (peace building). Ayat tersebut berbunyi:


(13)

4

نِ

هݚِم ِناهتهفِئ

كا هط

هيِنِمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

اݠُݖهتهتۡقٱ

ه هل اهݙُݟٰىهدۡحِإ ۡتهغهب ۢنِܗهف ۖاهݙُݟهنۡيهب اݠُحِݖ ۡصهأهف

ٱ

ٰىهرۡخ

ُ ۡ

ۡ

اݠُݖِتٰ هقهف

ِت

َلٱ

ِرۡ

ه

أ ٓ

َِإ هءك ِِهت ٰ َتهح ِغۡبهت

ه

هِ َّٱ

ِب اهݙُݟهنۡيهب اݠُحِݖ ۡصهأهف ۡتهءكاهف نِܗهف

ٱ

ِلۡدهع

ۡ

ل

ۡق

ه

أهو

ۖ اكݠ ُطِس

َنِإ

ه َّٱ

ُُِ

ܜ

هيِطِسۡقُݙ

ۡ

ٱ

٩

اهݙَنِإ

هنݠُنِمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

هو هۡݗُكۡيهݠهخ

ه

أ ه ۡيهب اݠ ُحِݖ ۡص

ه

أهف ٞةهݠۡخِإ

اݠُقَتٱ

ه َّٱ

هنݠُ هَۡرُت ۡݗُكَݖهعهل

٠

5

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Menurut Sayyid Quthb ayat tersebut memformulasikan upaya membangun perdamaian serta upaya mengakhiri pertengkaran. Salah satu strategi yang ditawarkan ayat di atas adalah mengungkapkan kebenaran, menegakkan keadilan, serta mendamaikan para pihak yang bertikai. Yang utama dalam konsep masyarakat Islam adalah persaudaraan yang dibangun atas nilai-nilai cinta, perdamaian, saling menolong, dan persatuan. Sementara perselisihan dan peperangan merupakan pengecualian yang harus dihindari guna mewujdkan perdamaian.

Yang lebih menarik lagi bahwa dalam surat al-Hujurat ayat 9-10 menawarkan jalan resolusi konflik secara damai dengan melibatkan pihak ketiga. Perdamaian ini dimaksudkan untuk membangun hubungan harmonis antara pihak-pihak yang berkonflik dan membangun kembali persaudaraan yang pernah tergores sengketa.


(14)

5

Agama (din) dan beragama (tadayyun) adalah dua dimensi yang terintegrasi. Agama merupakan seperangkat keyakinan dan amalan yang bersumber dari wahyu, yang dipilih dengan kesadaran untuk meraih kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Sementara beragama (tadayyun) berarti mengintrodusir nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Manusia cenderung mengimplementasikan model keberagamannya dalam bentuk formal atau bentuk subtstansif. Yang pertama merupakan model beragama yang mengutamakan formal-logika ajaran agama guna mewadahi kepentingan umat beragama. Adapun yang kedua menunjukkan model beragama yang menekankan implementasi substansi ajaran agama pada dirinya dan berusaha mewujudkannya melalui institusi dan pranata keagamaan dalam masyarakat. Apapun pilihan model keberagaman seseorang, ketika berhadapan dengan realitas masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, ia sejatinya memeragakan corak keagamaan dengan toleran, kooperatif, dan demokratis. Orang beragama yang kuat diukur melalui konsistensi dalam melaksanakan ajaran agamanya di dalam kehidupan masyarakat.6

Corak keagamaan yang toleran, kooperatif, dan demokratis sering disederhanakan dengan “Beragama secara damai” yang melibatkan banyak pihak, di antaranya manusia dengan pemahaman keagamaan yang toleran, pemerintah dengan berbagai kebijakannya yang adil tanpa diskriminasi, dan umat beragama

6Kata Pengantar Nasaruddin Umar dalam buku al-Quran Bukan Kitab Teror:


(15)

6

dengan partisipasi penuhnya. Tanpa keterlibatan ketiga pihak ini, beragama dengan damai hanya menjadi utopia belaka.

Pemahaman keagamaan yang toleran harus dimulai dari penafsiran yang baik. Islam merupakan agama damai. Namun, kita masih menjumpai di sekitar kita jarak antara pesan damai agama dan dan implementasi beragama. Salah satu sikap beragama yang penting dalam Islam adalah is}la>h}. Ia diartikan sebagai upaya mendamaikan konflik (conflict resolution). Al-Quran bahkan menggunakan kata kerja imperatif, as}lih}u> dalam surat al-Hujurat ayat 9 untuk memerintahkan perdamaian dalam konflik. Salah satu tugas orang yang beragama adalah mendamaikan pihak yang bertikai, dengan mencari kesepahaman dan kesepakatan damai. Apabila perundingan damai tidak berhasil, langkah yang harus ditempuh adalah menyelesaikannya dengan bentuk mediasi atau musyawarah yang memiliki peran sangat penting dalam perdamaian. Musyawarah merupakan ruang dialog antar pihak yang berselisih untuk mencari titik temu.

Kebijakan pemerintah yang adil tanpa diskriminasi berperan penting dalam mewujudkan perdamaian. Dalam hal ini, kementerian agama selalu berupaya membina harmonisasi dan kedamaian umat beragama. Salah satunya dengan memberikan wewenang pada beberapa organisasi keagamaan dalam memberi andil atas perdamaian di Indonesia. Umat beragama hendaknya mempraktikkan kekuatan agama sebagai sebuah kekuatan sentripetal atau kekuatan kekohesifan yang menyatukan, bukan sentrifugal yang memecah belah.

Sejumlah penelitian mencatat bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dengan berbagai konflik yang disebabkan oleh beragam faktor. Agama, misalnya


(16)

7

bisa menjadi salah satu faktor pemicu yang luar biasa dalam menciptakan kekerasan dan konflik berdarah. Menariknya, kekerasan atas nama agama cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dalam laporan tahunan kehidupan beragama di Indonesia pada 2010 yang dihimpun oleh Center for Religious and Croos-Cultural

Studies (CRCS), terdapat 39 kasus konflik berbau kekerasan atas nama agama.

Kasus seputar rumah ibadah, konflik atau ketegangan yang melibatkan konflik antar umat beragama mendominasi, yakni 32 kasus. Sementara itu, empat kasus melibatkan konflik internal umat beragama, seperti internal umat Muslim satu kasus, internal umat protestan satu kasus, dan internal umat katolik satu kasus. Dari 32 kasus konflik rumah ibadah dalam klasifikasi antar umat beragama, yang paling banyak adalah antara umata Muslim dan umat Kristiani. Bentuknya berupa keberatan umat Muslim terhadap keberadaan gereja atau tempat ibadah umat Kristiani. Tidak ada satu kasus yang berupa keberatan umat Kristiani terhadap masjid. Dari 32 kasus tersebut, sebanyak 25 konflik terkait dengan legalitas izin pendirian bangunan gereja dan terdapat 3 kasus gereja yang berizin, tetapi tetap dipermasalahkan.7

Konflik di Maluku dengan nuansa SARA membuktikan lemahnya solidaritas sosial antar umat beragama di Indonesia. Konflik tersebut sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan perbedaan denominasi agama masyarakat Maluku. Para pengamat menilai bahwa tragedi di wilayah seribu pulau tersebut terjadi, di antaranya karena lemahnya kinerja badan intelijen negara. Tragedi berdarah

7Ahmad Nurcholish, Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur


(17)

8

tersebut dengan mudah melebar eskalasinya, karena aparat keamanan merasa ragu untuk bertindak tegas terhadap kaum perusuh, setelah pencabutan Undang-undang Subversi. Di samping itu, tragedi berdarah Maluku merupakan refleksi dari pertikaian antar elit politik, baik para politisi di Jakarta maupun para penguasa lokal di Maluku sendiri. Terlepas dari berbagai faktor pemicu timbulnya tragedi di Maluku, konflik berdarah tersebut semula bersumber dari ketidakadilan politik yang dilakukan rezim Orde Baru terhadap kelompok Kristen di Ambon. Mereka menganggap bahwa rezim Orde Baru tidak mendistribusikan kekuasaan birokrasi kepada mereka secara proporsional, hingga keterwakilannya tidak sepadan dengan jumlah mereka yang relatif berimbang dengan populasi Muslim di wilayah Ambon.8

Seperti diberitakan bahwa di zaman Orde Baru keanggotaan dalam organisasi Islam tertentu memberikan jaminan kepada para anggotanya di Ambon untuk bisa memenangkan berbagai perebutan jabatan di pemerintahan. Kemudahan yang didasarkan pada primordialisme agama ini lambat laun membuat kelompok Kristen di Ambon termarjinalisasikan dari lingkup kekuasaan birokrasi yang sebelumnya pernah mereka kuasai. Ketidakadilan ini menumbuhkan perasaan dendam kelompok Kristen yang kemudian mendorong mereka untuk melakukan tindak kekerasan terhadap orang-orang Islam. Hubungan petronase Orde Baru dengan organisasi Islam tertentu tersebut memang menghasilkan peluang mobilitas bagi para anggotanya. Sejak menjelang awal tahun 1990-an, rezim Orde Baru telah

8Thoha Hamim dkk, Resolusi Konflik Islam Indonesia (Surabaya: LSAS dan IAIN


(18)

9

memberikan berbagai kemudahan kepada anggota kelompok tersebut, hingga mereka dengan mudah dapat mendominasi posisi-posisi strategis di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, baik di pusat pemerintahan maupun di daerah Ambon. Monopoli kekuasaan dengan cara menutup akses bagi kelompok lain untuk memasuki struktur kekuasaan inilah yang menjadi pemicu awal dari timbulnya konflik berdarah antar komunitas Muslim dan Kristen di Maluku. Tragedi Maluku memang sangat memprihatinkan, bukan karena besarnya jumlah korban nyawa serta kerugian material saja, tetapi juga karena agama ternyata tela dimanipulir oleh kelompok Islam tertentu untuk merealisir kepentingan politik serta ambisi kekuasaan mereka.9

Pada tahun 2011 kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih terjadi. Laporan SETARA Institute menyebutkan, pada 2011 terjadi 244 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan 299 bentuk tindak kekerasan. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan adalah tiga provinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi. Ironisnya, negara justru terlibat sebagai pelaku kekerasan, baik secara aktif melalakukan pelanggaran maupun pembiaran terhadap masalah itu. SETARA juga mengungkapkan bahwa Front Pembela Islam (FPI) dan majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah dua organisasi sebagai aktor non-negara yang paling banyak melakukan tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Mungkin kesimpulan ini tidak seluruhnya benar. Namun, dalam sejumlah peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan agama, dua organisasi tersebut diikutsertakan baik sebagai pelaku (FPI) maupun digunakan


(19)

10

sebagai justifikasi untuk melakukan tindak kekerasan. Misalnya, dalam penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah maupun Syiah, fatwa MUI-lah yang dijadikan landasan atas tindakan penyerangan tersebut.10

Pada tahun yang sama, The Wahid Institute mencatat selama 2011 terjadi 92 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Jumlah itu meningkat 18 persen dari tahun sebelumnya, 62 kasus. Pelarangan dan pembatasan aktivitas keagamaan atau kegiatan ibadah tercatat 49 kasus. Disusul tindakan intimidasi dan ancaman kekerasan oleh aparat negara (20 kasus), pembiaran kekerasan (11 kasus), kekerasan dan pemaksaan keyakinan, serta penyegelan dan pelarangan rumah ibadah (9 kasus). Pelanggaran lain adalah kriminalisasi keyakinan (4 kasus). Hal ini kian menandakan bahwa tindak kekerasan masih menjadi ancaman laten dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Jika tidak dilakukan upaya-upaya pencegahan, akan terus menjadi bahaya laten di Tanah Air.11

Fakta di atas membuka kesadaran bersama akan pentingnya konsep-konsep perdamaian dalam al-Quran untuk menyelesaikan problematika tersebut. kandungan al-Quran mengenai perdamiaan merupakan satu tema penting dan membutuhkan perhatian lebih bagi para aktivis perdamaian dan akademisi. Kajian ini menjadi lebih signifikan tidak hanya karena menjadi ikhtiar menciptakan perdamaian di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab umat Islam dalam menawarkan kontruksi perdamian yang relevan bagi pemecahan problematika umat dewasa ini.

10Nurcholis, Peace Education, 8-9.


(20)

11

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Membedah konsep perdamaian.

2. Peace building dipandang sebagai proses untuk menghadirkan perubahan ke

arah konsolidasi perdamaian (peace consolidation). 3. Konsep dasar perdamaian qurani.

4. Konflik sebagai dinamika perdamaian. 5. Perdamaian qurani dalam masyarakat. 6. Penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

7. Kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

C. Batasan Masalah

Banyak sekali masalah yang dapat ditemukan dari latar belakang di atas. Oleh karena itu agar pembahasan fokus pada satu masalah, maka pembahasan dibatasi hanya mengenai penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 dan kontekstualisasi surat al-Hujurat ayat 9-10.

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis merumuskan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, dengan rumusan sebagai berikut: 1. Bagaimana penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10?


(21)

12

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas dapat ditarik tujuan pembuatan proposal penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

2. Untuk mendiskripsikan kontekstualisasi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah disusun di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat bagi para pembaca:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan yang berkaitan dengan perdamaian, yang dapat digunakan sebagai resolusi konflik di tengah-tengah masyarakat, serta dapat menjadi acuan untuk selalu hidup berdampingan di antara banyaknya perbedaan agama.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh berbagai macam elemen masyarakat, baik dari kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat umum lainnya sesuai dengan anjuran al-Quran sebagai pedoman hidup. Dan demi terciptanya masyarakat yang beradab, yang selalu menjunjung tinggi persamaan dan kesetaraan di antara banyaknya perbedaan.


(22)

13

G. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai perdamaian telah banyak dikaji oleh penelitian-penelitian terdahulu, tetapi penelitian-penelitian yang membahas mengenai peace building

(membangun perdamaian) dalam al-Quran belum ditemukan. Dari penelusuran yang dilakukan terhadap kajian-kajian terdahulu, ditemukan beberapa penelitian yang se-tema dengan judul penelitian, diantaranya:

1. Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam, Supriyanto, Tahun

2013. Dalam jurnal ini diuraikan bahwa ajaran persamaan dalam Islam mencakup dua aspek sekaligus, yaitu kerohanian dan kemasyarakatan. Aspek kerohaniannya terletak pada penyadaran manusia akan jati dirinya sebagai hamba Allah SWT lewat ibadah yang berujung pada tingkat takwa. Sedangkan aspek kemasyarakatan atau sosial terletak pada penyadaran bahwa manusia diharapkan berbuat baik dengan saling membantu dan menolong pada sesamanya. Persaudaraan berdasarkan prinsip persamaan ini akan lebih memudahkan manusia untuk melakukan sikap saling menghargai, terbuka, dan membantu berdasarkan prinsip al-Quran.

2. Pendidikan Damai (Peace Education) dalam Islam, Ahmad Minan Zuhri, Tahun

2010. Skripsi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan bahwa Allah SWT adalah salam dan sumber kedamaian, bermakna bahwa kedamaian Tuhan melingkupi seluruh ciptaan-Nya dan mencakup semua dimensi kehidupan. Ini bermakna bahwa kedamaian sosial dan kelestarian alam bukan hanya manifestasi dari penghayatan nilai Ilahiyah dan ketenangan pribadi melainkan juga merupakan rangkaian sebab-akibat kedua dimensi tersebut.


(23)

14

3. Memelihara Perdamaian Melalui Pengelolaan Konflik dan Human Security,

Theofransus Litaay, Tahun 2011. Jurnal dari Fakultas Hukum UKSW, Salatiga dan anggota Satya Wacana Peace Center ini membahas tentang perdamaian, kerentanan sosial dan human security. Ia mengemukakan bahwa konflik tercipta dan perdamaian menjadi terancam akibat dari meningkatnya rasa ketidakamanan

(insecurity). Kondisi tersebutlah yang menimbulkan kerentanan sosial yang

kuat.

4. Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Perdamaian di Sekolah, Taat

Wulandari, Tahun 2010. Jurnal dari salah satu dosen UNY pada Program Studi Pendidikan IPS ini berisi tentang uraian konflik, perdamaian, dan pendidikan. Dalam jurnal ini juga dijelaskan bahwa sekolah sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendidikan perdamaian juga harus diterapkan pada semua jenjang sekolah. Karena pendidikan adalah proses yang terus-menerus sampai akhir hayat. Sehingga usaha untuk mengenalkan dan mengembangkan sikap pro-perdamaian harus diberikan mulai dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa skripsi yang akan dibahas tidak memiliki kesamaan yang mendasar dengan penelitian di atas.


(24)

15

H. Metode Penelitian

Kata “Metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Bangsa arab menerjemahkannnya dengan t}ariqat atau manhaj. Dalam bahasa Indonesia kata metode mengandung arti cara yang teratur yang terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan.12

Penelitian adalah terjemah dari bahasa Inggris yaitu research yang berarti usaha untuk mencari kembali yang dilakukan dengan metode tertentu dan dengan hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problem yang terjadi. Jadi metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian.13

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode tahlili. Metode tahlili

ialah menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam metode ini, biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung oleh al-Quran, ayat demi ayat, dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosakata (makna mufradat), konotasi kalimatnya (tafsir mufradat), latar belakang turunnya

12Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012), 1.


(25)

16

ayat (sabab nuzul), kaitannya dengan ayat-ayat yang lain (munasabah ayat), baik sebelum maupun sesudahnya, dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat, para tabi‘in, maupun ahli tafsir lainnya.14

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Pemilihan jenis penelitian juga mempertimbangkan pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah penelitian. Jenis penelitian ini adalah kepustakaan, karena data-data yang diambil dalam penelitian ini berasal dari buku-buku primer dan sekunder yang berhubungan dengan judul penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

2. Sumber Penelitian

Data penelitian merupakan informasi tentang suatu kenyataan atau fenomena empiris yang berupa angka atau pernyataan. Salah satu tahapan penelitian adalah proses pengumpulan data. Data primer adalah data yang terkait langsung dengan masalah penelitian dan dijadikan bahan analisis serta penarikan simpulan dalam penelitian. Data sekunder adalah data yang terkait tidak langsung dengan masalah penelitian dan tidak dijadikan acuan utama dalam analisis dan penarikan kesimpulan.15

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pustaka yaitu dengan mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian kemudian memilah-milahnya dengan mengambil data-data yang berkaitan dengan

14Baidan, Metodologi Penafsiran..., 31.

15Musfiqon, Panduan lengkap Metodologi Penelitian Pendiddikan (Jakarta: PT.


(26)

17

penelitian. Sumber data yang digunakan sebagai pemabahasan dalam penelitian ini mengambil sumber-sumber yang sesuai dan terdapat hubungan dengan topik pembahasan serta dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sumber-sumbernya sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber utama penelitian ialah al-Quran dan kitab-kitab tafsir, yaitu: 1. Tafsir al-Mara>ghi> karya Ahmad Mustafa al-Maraghi

2. Tafsir Tafsir fi> z}ila>lil Qura>n karya Sayyid Quthb 3. Tafsir al-Azhar karya karya Hamka

4. Tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab b. Sumber Sekunder

Selain data primer, terdapat data sekunder yang juga membantu dalam penelitian ini, data-data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur karya Ahmad

Nurcholis

2. Al-Quran Bukan Kitab Teror karya Imam Taufiq

3. Nirkekerasan dan Bina Damai dalam Islam karya Mohammed Abu-Nimer 4. Resolusi Konflik Islam Indonesia karya Thoha Hamim dkk

5. Serta buku-buku lain yang berkaitan dengan penelitian

3. Analisis Data

Tahapan akhir penelitian adalah content analysis. Analisis dilaksanakan setelah data terkumpul sesuai dengan fokus masalah penelitian. Data yang dianalisis adalah data-data yang bersumber dari buku-buku primer dan buku-buku sekunder.


(27)

18

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan hasil penelitian, dibutuhkan sebuah sistematika agar pembahasan menjadi sistematis dan tidak keluar dari fokus pembahasan. Penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I berisi pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. BAB II berisi tinjauan umum tentang perdamaian yang meliputi Pengertian Konflik, Dampak Positif Konflik, Aspek-aspek dalam Konflik, Cara-cara Pemecahan Konflik, Pengertian Damai, Perdamaian dalam Islam, Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani, dan Peace building (Membangun Perdamaian). BAB III berisi penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10 mengenai perdamaian yang meliputi Tinjauan Umum Surat Hujurat ayat 9-10 dan Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10.

BAB IV berisi Konsep Perdamaian Qurani yang meliputi Analisis Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10 dan Analisis Kontekstualisasi Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10.

BAB V berisi Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran.


(28)

19

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERDAMAIAN

A. Pengertian Konflik

Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mungkin hidup sendiri terasing dari manusia lain. dengan berinteraksi bersama sesamanya ia menjadi hidup dan menghidupkan. Tetapi dalam interaksi itu pula, konflik, ketegangan, salah pengertian, salah paham, perselisihan, pertengkaran, dan benturan seringkali terjadidan kadang-kadang tak dapat dihindari. Sejarah kehidupan umat manusia di mana pun mereka berada hampir-hampir tak pernah melewati era yang dilaluinya tanpa konflik. Kapanpun dan di mana pun umat manusia berada tidak pernah terbebas dari konflik, pertengkarang, dan perselisihan. Konflik tersebut bisa dalam skala pribadi, keluarga, maupun lembaga. Dapat pula konflik itu terjadi antar etnis, suku, ras, agama, bangsa, dan juga negara.1

Akar konflik adalah perbedaan. Perbedaan ras, kulit, suku, kelas, ekonomi, bahasa, budaya, dan agama merupakan cikal bakal konflik, dan sekaligus tempat subur persemaian konflik. Perbedaan itu sendiri ada secara alami, karena terbentuk oleh keyakinan dan pandangan hidup yang dibentuk oleh kepentingan-kepentingan untuk memepertahankan diri atau kelompok. Dengan demikian konflik merupakan

1Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Isu-isu Kontemporer I (Jakarta: Lajnah


(29)

20

bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dengan kalimat lain, konflik sosial adalah keniscayaan hidup.2

Dari waktu ke waktu selalu terjadi konflik di tengah-tengah kehidupan manusia. Konflik-konflik sosial tersebut tidak jarang menimbulkan kekerasan dan mengancam kedamaian. Meskipun konflik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan, tetapi manusia tak akan bertahan hidup dalam pertentangan dan perselisihan terus menerus. Manusia niscaya berusaha menghindari konflik dan mengatasinya serta mencari jalan keluar darinya.3

Istilah “conflict” di dalam bahasa berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya ide-ide lain. dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis, selain konfrontasi fisik itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.4

Istilah konflik cenderung menimbulkan respon-respon yang bernada ketakutan atau kebencian, padahal konflik itu sendiri merupakan suatu unsur yang penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok lainnya, selain itu konflik juga dapat membangun kekuatan yang konstruktif dalam

2Ibid., 2-3.

3Kementerian Agama RI, Al-Quran dan..., 3.

4Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Social Conflict, terj. Helly P. Soetjipto dan


(30)

21

hubungan kelompok. Konflik merupakan suatu sifat dan komponen yang penting dari proses kelompok, yang terjadi melalui cara-cara yang digunakan orang untuk berkomunikasi satu sama lain. Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar dan perang.5

B. Aspek-aspek dalam konflik

Terdapat beberapa aspek dari penelitian ilmu sosial tentang konflik yang perlu didiskusikan secara mendalam dan konsisten, yaitu:6

1. Perlu adanya suatu kerangka teoritis yang tepat untuk penelitian konflik dalam memfokuskan penelitian untuk mendapatkan strategi penyelesaian yang efektif dan komprehensif. Saat ini, yang ada masih mencari-cari kerangka teoritis yang tepat untuk memahami masalah konflik dan mencari solusi yang efektif. 2. Perlunya pengembangan studi dasar penunjang studi konflik, seperti studi

etnisitas, agama, dan studi-studi lainnya yang relevan. Persoalan yang kita hadapi saat ini adalah kurangnya hasil-hasil studi tentang isu-isu tersebut. Studi-studi tentang agama umumnya cenderung berfokus hanya pada kelompok masing-masing dan mengabaikan studi perbandingan yang bersifat sosiologis, sehingga ketika dibutuhkan untuk membantu menjembatani konflik-konflik yang terjadi di antara dua komunitas pendukung agama yang berbeda, tidak ada rekomendasi praktis yang bisa diberikan oleh ilmu-ilmu sosial. Padahal, dari

5Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), 158.

6Taufik Abdullah, Ilmu Sosial dan tantangan Zaman (Jakarta: PT. RajaGrafindo


(31)

22

tulisan Philipus Tule dalam jurnal Antropologi Indonesia no 63 yang berbicara tentang manipulasi simbol-simbol keagamaan oleh kelompok-kelompok tertentu yang dikaitkannya dengan apa yang disebutnya sebagai religious bigotry. 3. Penelitian terhadap kasus-kasus konflik itu sendiri. Dari studi-studi yang sudah

ada, dapat dikatakan adanya berbagai macam konflik, dari konflik yang dikategorikan bersifat horizontal sampai ke konflik yang bersifat vertikal antara negara dan masyarakat. Menurut studi-studi tersebut, konflik Aceh merupakan salah satu contoh dari “Konflik vertikal”. Ada juga konflik yang terjadi antara dua komunitas yang berbeda etnis ataupun agama, seperti kasus Dayak-Madura atau kasus Ambon dan Poso. Masing-masing kasus ini perlu diteliti secara khusus dan mendetail agar bisa memberikan masukan yang realistis dan praktis bagi pencarian model penyelesaian konflik yang bersangkutan.

4. Tentang metodologi penelitian konflik. Ada banyak model yang ditawarkan oleh literatur Barat mengenai hal ini, seperti penahapan konflik, urutan kejadian, pemetaan konflik, analisis kekuatan konflik, dan analogi pilar dan piramida. Akan tetapi, kesulitan utama bagi penerapannya di Indonesia adalah sulitnya mengidentifikasi agen-agen atau pihak-pihak yang berkonflik karena sulit untuk mendapatkan jawaban langsung tentang siapa yang terlibat konflik, khususnya jika mereka yang terlibat itu mempunyai kedudukan di dalam pemerintahan, merupakan anggota militer atau tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dan mempunyai massa pengikut yang banyak.


(32)

23

C. Cara-cara pemecahan konflik

1. Elimination: yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.

2. Subjugation atau domination: artinya orang atau pihak yang mempunyai

kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya. Tentu saja cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.

3. Majority rule: artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.

4. Minority consent: artinya kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok

minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.

5. Compromise: artinya kedua atau semua kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan “Jalan tengah”.

6. Integration: artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan,

dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai semua kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.

D. Pengertian Damai

Kata damai adalah antonim dari kata konflik, permusuhan, perseteruan, sengketa, pertengkaran, perselisihan, dan pertikaian. Kendati demikian, dalam hukum logika biner, keberadaan atau ketiadaan salah satu merupakan keberadaan dan sekaligus ketiadaan yang lain. Damai tidak akan ada jika tidak ada konflik.


(33)

24

Damai menjadi ada hanya karena konflik juga ada. Ketika damai dinegasikan, hadirlah konflik. Jika konflik dinegasikan, hadirlah damai. Damai adalah cermin dari terkelolanya konflik. Damai bukanlah semata-mata ketiadaan perang, karena perdamaian yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka waktu panjang. Damai sejati dapat terwujud manakala nilai-nilai kemanusiaan universal telah mengakar di segala lini, mulai dari kehidupan keluarga, sekolah, komunitas, masyarakat, hingga negara.7

Secara etimologis, istilah perdamaian diterjemahkan dan dilafalkan secara berbeda sesuai konstruksi bahasa dan tradisi masyarakat masing-masing. Masyarakat Jerman memiliki istilah friede, Bangladesh mengenal istilah shanti, dan Jepang menyebutnya heiwa. Masyarakat Indonesia sendiri menggunakan istilah damai yang sering diartikan sebagai kondisi harmoni, tenang, dan tenteram. Perdamaian dimaknai sebagai segala prakarsa dan upaya kreatif manusia untuk mengatasi dan menghilangkan segala bentuk kekerasan, baik langsung maupun tidak langsung, struktural, kultural, maupun personal di masyarakat.

Dalam ajaran Islam, perdamaian merupakan kunci pokok menjalin hubungan antar manusia. Sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber malapetaka yang berdampak pada kerusakan sosial. Agama mulia ini sangat memperhatikan keselamatan dan perdamaian, juga menyeru kepada umat manusia agar selalu hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu.8

7Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis

al-Quran (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 31-32.

8Perpustakaan Nasional, Ensiklopedia Pengetahuan al-Quran dan Hadis (Jakarta:


(34)

25

Dalam mendukung sifat damai Islam, para sarjana mengartikan kata Bahasa Arab Islam sebagai “Perwujudan perdamaian”. Seorang Muslim menurut al-Quran adalah ia yang damai dengan Tuhan dan manusia. Maksud damai dengan Tuhan adalah ketundukan sempurna pada kehendak-Nya yang jadi sumber segala kemurnian dan kebaikan. Adapun maksud damai dengan manusia adalah melakukan kebaikan kepada sesama manusia. “Tidak demikian, barang siapa yang

menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dan berbuat kebaikan kepada yang lain, maka baginya pahala dari Tuhannya, dan tak ada kekhawatiran

terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” (2:12).

Penjelasan terkenal tentang pentingnya perdamaian tercermin dalam sapaan Muslim sehari-hari yaitu “As-Salamu‘alaikum” yang berarti “Kedamaian atas kamu” ucapan ini berasal dari al-Quran:

ۡۡݗُݟٰىقݠۡعقل

ۡ

ۡ قݑقݜٰ ق ۡܞُسۡܛقݟيق

ۡ܅ݗُݟ܅ݖ ٱ

ۡ

ۡ قن

ق

أۡ ۡݗُݟٰىقݠۡعقلۡ ُܱقخاقءقوۡۚ ݗٰقلقسۡܛقݟيق ۡ ۡݗُݟُت܅يق

َقو

ق

ُۡܯۡݙق

ۡٱ

ۡ

ۡ

ۡ قكجقرۡق ܅قّ

ۡقيقݙ

قݖٰقعۡلٱ

ۡ

٠

9

10. Do´a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam

penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi

Rabbil ´aalamin".

Dalam surga yang digambarkan Islam tidak ada kata terdengar kecuali damai, seperti bunyi ayat berikut:


(35)

26

ۡ

ق

ل

ۡ

ۡܛًݙيق

ۡ

ܕقتۡ

لقوۡا مݠۡغقلۡܛقݟيق ۡ قنݠُعقݙ ۡسقي

ق

ۡܛ مݙٰقل قسۡܛ مݙٰقل قسۡ مٗيق ۡ

لقإ

܅

10

25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa.

26. akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.

E. Perdamaian dalam Islam

Kedamaian dalam Islam dipahami sebagai suatu keadaan harmonis secara fisik, mental, spiritual, dan sosial. Berdamai dengan tuhan lewat ketaatan dan berdamai dengan sesama manusia dengan menghindari pelanggaran. Islam mewajibkan para pengikutnya untuk mencari kedamaian di segala bidang kehidupan. Tujuan utama wahyu al-Quran bagi kaum Muslim adalah untuk menciptakan tatanan sosial yang adil dan damai. Kedamaian dianggap sebagai hasil yang dicapai hanya dengan ketaatan penuh pada kehendak Tuhan. Karena itu, kedamaian mempunyai penerapan internal, personal, dan sosial, dan Tuhan merupakan sumber penopang kedamaian tersebut.11

Menghindari kekerasan dan penyerangan dalam segala bentuknya menjadi fokus utama dari nilai dan tradisi keislaman. Banyak ayat al-Quran yang menekankan prinsip ini, di antaranya:

ۡ ܅نقإ۞

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡقبۡ ُُܱ

ۡ

ܕقي

ۡقظۡܯقع

ۡ

لٱ

ۡۡقو

ۡقݚٰ قسۡحق

ۡٱ

ۡ

ۡ

ۡيقمۡ ِي

ٓܛقتيِ

ٰۡقبُܱۡݐ

ۡ

لٱ

ۡ

ۡ قݚقعۡ ٰ

قَۡݜقيقو

قءٓܛ قش ۡحقݍ

ۡ

لٱ

ۡۡقو

ۡقكݜُݙ

ۡ

ٱ

ۡقܱۡ

ۡقو

ۡيق

ۡغق ۡۡٱ

ۡ

ۡ قنوُܱ܅كقܰقتۡۡݗُك܅ݖقعقلۡۡݗُك ُ݄قعقي

٠

12

10Al-Quran, 56:25-26.

11Mohammed Abu Nimer, Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, terj: M.

Irsyad Rhafsadi dan Khairil Azhar (Jakarta: Democracy Project, 2010), 114-115.


(36)

27

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Pada ayat lain juga berbunyi:

ۡۡ݅ق ۡلٱ

ۡۡقب

ۡ قت

܅لٱ

ۡ

ۡ ُݚ قسۡح

ق

أۡ ق قِ

ۡۚقܟقܚقكي ܅س ٱ

ۡ

ۡۡ

ق

ن

ۡ قنݠُݍ قفقيۡܛقݙقبُۡݗ

قݖۡعقأۡ ُݚ

٩

13

96. Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.

Karena itu ketika perbuaan buruk dilakukan padamu, lebih baik tidak membalasnya dengan perbuatan buruk, tapi lakukan yang terbaik dalam menghalau perbuatan buruk.

Pencarian perdamaian juga jelas dalam tradisi dan hidup Nabi Muhammad SAW. Tradisi Nabi juga mendukung penghindaran kekerasan. Pengampunan atau pemaafan dipandang sebagai reaksi terbaik terhadap kemarahan dan perselisihan. Penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik dikesampingkan dalam kehidupan Nabi dan al-Quran serta senantiasa dilihat sebagai usaha terakhir. Semasa periode Makkah (610-622 M), Nabi Muhammad SAW tidak menunjukkan kecenderungan pada pengerahan kekuatan dalam bentuk apapun, bahkan untuk pertahanan diri. Bahkan ia melakukan kampanye perlawanan nirkekerasan melalui ajarannya di masa itu, ketika kaum Muslim merupakan kaum minoritas.14

Ajaran Nabi pada masa itu khususnya berpusat pada nilai-nilai kesabaran dan keteguhan dalam menghadapi penindasan. Selama 13 tahun, Nabi secara penuh

13Al-Quran, 23:96.


(37)

28

memakai metode nirkekerasan, bersandar pada ajaran spiritualnya dalam menghadapi serangan dan bentrokan. Pada masa itu, meski ia disiksa, difitnah, dan dihinakan, serta keluarga dan para pengikutnya diasingkan, dia tidak mengutuk musuh-musuhnya ataupun menganjurkan kekerasan. Sebaliknya, ajarannya terpusat pada ibadah dan harapan akan pencerahan dan kedamaian.

Dalam Islam, pengupayaan perdamaian meluas menyangkut perselisihan dan pertentangan antar-perorangan maupun masyarakat. Muslim dilarang menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaaan mereka, melainkan harus bersandar pada arbitrase atau bentuk intervensi lainnya. Berbagai ayat al-Quran memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mengembalikan perselisihan kepada Tuhan dan Nabi-Nya. Untuk menjaga perdamaian antar umat manusia dan umat beragama, tugas pokok para pemimpin adalah berupaya mencegah meletusnya konflik dengan melakukan hal-hal berikut.15

Pertama, untuk menghadapi konflik pada umumnya, lebih-lebih konflik

antar agama, para pemimpin hendaknya memahami secara lebih baik tentang peran agama bagi kehidupan para pemeluknya di mana pun mereka berada. Dunia Barat yang sekuler seringkali meremehkan peran agama dan simbol-simbolyang melekat di dalamnya, sehingga tidak jarang menimbulkan tindakan pelecehan terhadap kitab suci dan penghinaan para pemimpin atau Nabi yang sangat dihormati, seperti yang terjadi di Denmark, maupun di Inggris dengan kasus Salman Rushdi. Hal ini menunjukkan ketidakpekaan para pemimpin politik dan agama terhadap


(38)

29

keberagaman kelompok tertentu sehingga menimbulkan respon keras di dalam negeri, hingga menyebar luas hampir ke seluruh dunia Muslim.

Kedua, para pemimpin harus mewaspadai benih-benih konflik yang

mengarah pada timbulnya kekerasan untuk mengubah keadaan atau untuk menghentikan perubahan. Para pemimpin bertugas menyalurkan kekuatan para tokoh atau pemmpimpin kelompok yang berselisih ke arah perubahan yang damai dan nirkekerasan.

Ketiga, dalam kasus-kasus yang disebut konflik agama, sebenarnya agama hanyalah salah satu dari banyak faktor yang terlibat. Adapun isu pokoknya boleh jadi persoalan-persoalan yang terkait dengan keberlangsungan hidup, keamanan, keadilan, atau kejujuran hingga permasalahan-permasalahan kompleks seperti kebutuhan untuk diakui, dihormati, otonomi, dan penentuan nasib. Rasa takut tak jarang berperan sebagai pembakar emosi dan tindakan kekerasan yang mudah meledak.

Keempat, Para pemimpin mendorong para kelompok yang berselisih untuk

menemukan pemecahan persoalan atas inisiatif mereka sendiri. Hal itu membantu mereka membangun dan menumbuhkan cara-cara pemecahan masalah secara mandiri dan mebangun komunitas yang lebih kokoh dengan cara mereka sendiri. Mereka juga mengingatkan pihak-pihak yang terlibat konflik bahwa nilai-nilai kebaikan, seperti kasih sayang, taat hukum, keadilan, hormat kepada orang lain atau kelompok lain dan rendah hati adalah sifat-sifat yang dapat mendukung terwujudnya perdamaian.


(39)

30

Kelima, para pemimpin agama mengingatkan kelompok-kelompok yang

berkonflik, bahwa keimanan atau kepercayaan mereka selamanya tidak membolehkan tindakan menyerang kelompok lain atau melakukan tindakan kekerasan apapun. Di samping itu, mereka hendaknya dapat menuntun proses pengungkapan rasa penyesalan, rasa iba, kesedihan, dan pemberian maaf sebelum langkah mengurai konflik dan perdamaian yang diusahakan. Dalam proses resolusi, para diharap menghimbau seluruh kelompok yang berselisih untuk mendasarkan apa saja yang akan mereka lakukan di atas landasan kepercayaan spiritual mereka dan di atas nilai-nilai yang disetujui bersama.

F. Strategi Mewujudkan Perdamaian Qurani

Masyarakat qurani dibangun atas dasar persaudaraan antar orang-orang yang beriman. Persaudaraan ini pun lalu memunculkan rasa cinta, perdamaian, rasa tolong-menolong, persatuan, dan kasih sayang yang merupakan fondasi dasar dalam masyarakat Islam. Allah SWT pun memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bisa bersatu padu, bukan atas dasar kepentingan khusus, ataupun karena silsilah tertentu. persatuan yang dianjurkan adalah persatuan karena keimanan kepada Allah SWT. Inilah kenikmatan dan persatuan yang dibutuhkan dalam masyarakat Islam. Sesungguhnya persatuan adalah satu nikmat yang Allah SWT anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mencintai-Nya.16

16Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran, terj: Sari


(40)

31

Secara garis besar, untuk mewujudkan perdamaian, al-Quran menggunakan istilah is}la>h}. Secara etimologi, kata is}la>h} digunakan untuk menunjukkan segala upaya guna memperbaiki dan mendamaikan pertentangan yang terjadi, khususnya di kalangan kaum muslim. Is}la>h} adalah upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan kualitas sesuatu sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Memang, ada nilai-nilai yang harus dipenuhi sesuatu agar ia bermanfaat atau agar ia dapat berfungsi dengan baik. Kursi misalnya, harus memiliki kaki yang sempurna baru dapat berfungsi dengan baik dan dapat bermanfaat. Jika salah satu kaki kursi tersebut rusak, maka perlu dilakukan is}la>h}} atau perbaikan agar ia dapat berfungsi dengan baik serta bermanfaat sebagai kursi. Dalam konteks hubungan antar manusia, nilai-nilai itu tercermin dalam keharmonisan hubungan. Ini berarti jika hubungan antara kedua belah pihak retak atau terganggu, akan terjadi kerusakan dan hilang atau paling tidak berkurang kemanfaatan yang diperoleh dari mereka. Ini menuntut adanya is}la>h}, yakni agar keharmonisan pulih dan dengan demikian terpenuhi nilai-nilai bagi hubungan tersebut dan sebagai dampaknya akan lahir aneka manfaat dan kemaslahatan.17 Perbaikan masyarakat dimulai dari kelompok terkecil dari masyarakat itu sendiri, seperti keluarga batih18, keluarga besar, keluarga se-desa, sampai kehidupan sosial yang jauh lebih luas. Di samping itu, is}la>h} juga digunakan untuk menyebut upaya perbaikan atas kerusakan yang

diakibatkan oleh pelanggaran umat manusia terhadap ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, di dalam al-Quran is}la>h} dikontraskan dengan kata ifsa>d.

17M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol: 12 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 596.


(41)

32

Dalam konteks strategi perdamaian, is}la>h} dalam al-Quran digunakan dengan bentuk kata kerja perintah sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Hujurat: 9-10 berikut:

نِ

ۡ

ۡ قݚقمۡ قنܛقتقݍقئ

ٓܛ قط

ۡقيقݜقمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

ۡ اݠُݖقتقتۡ ٱ

ۡ

ۡ

ق قلۡܛقݙُݟٰىقܯۡحقإۡ ۡܠقغقبۡۢنقܗقفۡۖܛقݙُݟقݜۡيقبۡ اݠُحقݖ ۡصقܕقف

ٱ

ٰۡىقܱۡخ

ُ ۡ

ۡ

ۡ

ۡ اݠُݖقتٰ قققف

ۡ قت

܅لٱ

ۡ

ۡقܱۡ

ق

أۡٓ

َقإۡقءٓ قِقتۡ ٰ ܅تقحۡ قغۡܞق

ق

ۡۚق ܅ّٱ

ۡ

ۡقبۡܛقݙُݟقݜۡيقبۡ اݠُحقݖ ۡصقܕقفۡ ۡتقءٓܛقفۡنقܗقف

ٱ

ۡقظۡܯقع

ۡ

ل

ۡ

ۡۡق

ق

أقو

ۡۖ آݠ ُ݁قس

ۡ

ۡ ܅نقإ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ ܆ܜق ُُ

ۡقيق݁قسۡݐُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

٠و

ܛقݙ܅نقإ

ۡ

ۡقنݠُݜقمۡܖُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

ۡقوۡۚۡݗُكۡيقݠقخ

ق

أۡ ق ۡيقبۡ اݠ ُحقݖ ۡص

ق

ܕقفۡ حقݠۡخقإ

ۡ اݠُݐ܅ ٱ

ۡ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ قنݠُ قَُܱۡتۡۡݗُك܅ݖقعقل

٠

19

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Ayat di atas menggambarkan bahwa ketika ada dua orang berseteru, umat Islam diperintahkan untuk mendamaikannya. Ketika ada dua kelompok beriman sedang berselisih hendaknya segera dilerai dengan mengajak keduanya mencari titik temu menuju kesepahaman untuk menyelesaikan pertikaian. Namun, bila salah satunya menolak, jalan yang ditempuh adalah mencoba menyelesaikannya dengan jalur hukum secara adil. Menariknya, setelah perintah menyelesaikan pertikaian dengan cara adil, Allah SWT mendorong agar proses keadilan tersebut diterima oleh kedua belah pihak. Allah SWT juga menegaskan pentingnya membangun


(42)

33

keharmonisan di antara kaum muslim sehingga is}la>h} harus lebih diprioritaskan dalam konflik yang berkecamuk.

Proses is}la>h} itu sendiri sangat beragam. Al-Quran memiliki beberapa representasi bentuk is}la>h} dalam proses perdamaian. Dalam hal ini ada satu rumusan istilah dalam al-Quran yang menjadi jalan alternatif dalam proses is}la>h}, yakni musyawarah. Secara umum musyawarah bermakna bertukar pikiran atau berargumen. Dalam proses perdamaian, forum musyawarah sangat penting karena forum ini adalah ruang dialog antar pihak yang berselisih dengan tujuan mencari solusi untuk mencapai titik temu menuju jalan damai. Dalam konteks ini Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar berlaku lemah lembut dan bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya, sebagaimana ayat berikut:

ܛقݙقܞقف

ۡ

ۡ قݚقكمۡلܟق َۡقر

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ ق݂يقݖقغۡܛ ً݄ق ۡ قܠݜ

ُكۡۡݠق قوۡۖۡݗُݟقۡ قܠقِ

ۡقܜ

ۡ

ݖقݐ

ۡ

لٱ

ۡ

ۡ

ق

ل

ۡ اݠ ܆ُقݍف

ۡ

ۡقفۡۖ قݑق ۡݠقحۡ ۡݚقم

ٱ

ۡ ُفۡع

ۡ

ۡقوۡ ۡݗُݟۡݜقع

ܱۡۡقݍۡغقتۡسٱ

ۡ

ۡ قِۡ ۡݗُهۡرقوܛقشقوۡ ۡݗُݟ

ق

ۡ قܱۡ

ق ۡ

ۡٱ

ۡ

ۡ

ق قلۡ ۡ ܅َقݠقتق ۡ قܠۡمقܲقعۡاقمقܗقف

ۡۚق ܅ّٱ

ۡ

ۡ ܅نقإ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ܆ܜق ُُ

ۡ

ۡققككقݠقتُݙ

ۡ

ٱ

ۡ قي

٩

20

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.


(43)

34

Ayat ini turun setelah perang Uhud. Ketika itu Nabi Muhammad SAW kecewa atas tindakan indisipliner sebagian sahabat dalam pertempuran yang mengakibatkan kekalahan di pihak Nabi. Melalui ayat ini, Allah SWT mengingatkan Nabi bahwa dalam posisinya sebagai pemimpin umat ia harus bersikap lemah lembut terhadap para sahabatnya, memafkan kekeliruan mereka, dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan-urusan mereka. Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukkan kelemah lembutan Nabi SAW. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka, walau beliau sendiri kurang berkenan. Beliau tidak memaki dan mempermasalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus dan lain-lain.21

Strategi perdamaian selanjutnya adalah ma’ru>f. Ma’ru>f sebagai strategi adalah proses perdamaian dengan cara yang baik menurut syara’ dan hukum yang telah ditetapakan manusia. Ma’ru>f adalah sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang didukung oleh nalar yang sehat serta tidak bertentangan dengan ajaran agama. Ia adalah kebajikan yang jelas dan diketahui semua orang serta diterima dengan baik oleh manusia-manusia normal. Ia adalah yang disepakati sehingga tidak perlu didiskusikan apalagi diperbantahkan.22 Segala sesuatu dapat dianggap sebagai hal yang makruf jika

21Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 2, 256.


(44)

35

dapat diterima oleh wahyu dan akal. Penggunaan kata makruf dalam al-Quran tidak hanya berkaitan dengan orang Islam, tetapi juga dengan orang Nasrani, Yahudi, bahkan dengan orang munafik.23

Ma’ru>f menurut wahyu adalah segala yang diperintahkan oleh Allah SWT

dan Rasul-Nya. Adapun ma’ru>f dalam pandangan akal adalah sesuatu yang dinilai baik, tidak merugikan diri sendiri dan masyarakat. Istilah ma’ru>f dalam al-Quran hanya digunakan dalam interaksi antar manusia. Oleh karena itu, istilah ini tidak dapat diidentikkan dengan akhlak yang mencakup hubungan manusia dengan Tuhan. Istilah ma’ruf hanya dapat digunakan untuk konsep moral, dengan syarat bahwa ma’ru>f haruslah adil dan sesuai dengan tuntutan agama. Dalam perkembangannya, kata makruf sering diungkapkan dengan kata ‘urf sebagaimana dalam QS. al-‘Araf: 199.

ۡقُܰخ

ۡ

ۡقݠۡݍقع

ۡ

لٱ

ۡ

ۡقبُܱۡۡ

ۡ

أقو

ۡقطُܱۡع

ۡ

لٱ

ۡ

ۡ قݚقعۡ

ۡضقܱۡع

ق

أقو

ۡقيقݖقݟٰ ق

ۡ

لٱ

ۡ

٩

24

199. Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Dalam disiplin kajian ushul fiqh, ‘urf adalah kata lain untuk menyebut kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan tradisi dalam masyarakat, meliputi ketentuan-ketentuan sikap dan tutur, tertulis maupun tidak tertulis. Dalam berbagai kasus, kearifan lokal merupakan alternatif yang bisa digunakan untuk menekan munculnya konflik. Sebelum menjalankan strategi ‘urf, secara implisit dalam surat

23Taufiq, Al-Quran Bukan..., 104.


(45)

36

al-‘Araf di atas menyuruh kita untuk berlapang dada dan menahan diri untuk tidak membalas dendam. Karena dengan balas dendam, kobaran api permusuhan dan pertikaian akan semakin membara. Dari sini kita menemukan satu strategi perdamaian yang perlu diterapkan, yakni ‘afw. Kata ‘afw ini berarti memaafkan dengan tidak membalas kejahatan dan kesalahan. Pemaafan yang dapat mengalahkan kebencian dan kemarahan adalah nilai luhur yang dapat dijunjung dalam Islam, bahkan melebihi keadilan. Bahkan, orang-orang yang beriman didorong untuk memaafkan sekalipun ketika marah. “Tuhan memenuhi kedamaian

dan keimanan kepada hati orang yang meredam amarahnya, sekalipun dia berada

dalam keadaan siap melepaskan amarahnya” (42:37). Nabi sendiri ketika memasuki Makkah dengan sahabat Muslim, memberikan contoh tindakan memaafkan penduduk Makkah yang sebelumnya telah memeranginya, dengan menyatakan bahwa seluruh tempat adalah suaka.

Makna memberi maaf sebenarnya adalah seseorang mempunyai hak, tapi orang tersebut melepaskan haknya, yaitu tidak menuntut qis}a>s} atasnya, tidak juga menuntut denda kepadanya. Dengan memaafkan berarti kita telah mampu menahan rasa amarah, bahkan terbebas dari rasa dengki maupun iri hati dan jiwa. Dengan memaafkan pula berarti kita telah melepaskan beban yang ada pada diri kita serta menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Kejahatan apabila disikapi ataupun dibalas dengan kejahatan akan menyulut api permusuhan serta kedengkian yang akan bermuara pada dendam dan kebencian yang mendalam. Tetapi sebaliknya, jika kejahatan dibalas dengan kebaikan berarti telah mampu memadamkan kobaran api


(46)

37

permusuhan, kebencian, serta mengubah sikap permusuhan menjadi persahabatan dan persaudaraan dan merubah rasa emosi menjadi kesabaran dan cinta kasih.

Sifat pemaaf Rasulullah SAW telah mengakar kuat di dalam diri beliau. Ada sebuah cerita ketika seorang wanita Yahudi menghadiahkan daging kambing beracun kepada Rasulullah SAW, kemudian beliau makan sedikit yang diikuti oleh sebagian sahabat. Rasulullah SAW kemudian berkata pada para sahabat: “Hentikanlah, jangan makan, daging ini beracun.” Selanjutnya, wanita Yahudi tersebut dibawa ke hadapan Rasulullah SAW, maka beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kamu berbuat seperti ini?” wanita itu menjawab: “Aku ingin tahu, jika engkau seorang Nabi, kami akan tenang dari gangguanmu.” Para sahabat berseru: “Bukankah kita harus membunuhnya?” beliau menjawab: “Tidak!” wanita tersebut dibebaskan. Rasulullah SAW telah menanamkan ke dalam diri kaum muslim sifat pemaaf dan toleran, meskipun diperlakukan jahat dan dizalimi. Itulah sikap utama yang dimiliki Rasullah SAW terbukti cara tersebut menjadi media yang ampuh dalam berdakwah. Tujuan memberi maaf orang yang bersalah, walaupun ia tidak meminta maaf, ialah menginginkan perdamaian dan menghilangkan permusuhan serta ingin membantu seseorang dari menanggung dosa kesalahannya. Sifat cinta perdamaian dan ingin berbuat baik dalam bentuk membebaskan orang lain dari dosa, itulah yang diajarkan oleh agama.25


(47)

38

Pemaafan juga terbilang mencolok dalam al-Quran sebagai cara bagaimana seharusnya orang-orang berinteraksi satu sama lain: “Tetaplah memaafkan (wahai Muhammad dan menyerukan kebaikan, dan berpalinglah dari orang-orang yang

bebal” (7:199). Perlu dicatat bahwa perintah memberi maaf kepada Nabi SAW ini adalah yang tidak berkaitan dengan ketentuan agama. Perintah tersebut adalah yang berkaitan dengan kesalahan dan perlakuan buruk terhadap pribadi Nabi SAW.

Strategi damai selanjutnya adalah h}ikmah. H{ikmah memiliki domain penerapan yang sangat luas. Dalam proses perdamaian, h}ikmah harus dimiliki oleh seseorang yang dipercaya sebagai arbiter dalam proses arbitrase. Ketika h}ikmah diterapkan, ia akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan dan mendatangkan kemaslahatan serta kemudahan dalam konteks arbiter ini, al-Quran menggunakan ungkapan h}akam dalam salah satu ayatnya, yakni dalam surat al-An‘am ayat 114.

ۡقۡيقغق

ق

أ

ۡ

ۡق ܅ّٱ

ۡ

ۡ قݠُهقوۡ ܛ مݙقكقحۡ قغقتۡب

أ

ق

ۡٓيق

َٱ

܅

ۡ

ۡ ُݗُكۡ قَقإۡ

قظقܲفقأ

ۡقܜٰ قتقك

ۡ

لٱ

ۡ

ۡقوۡۚ

مٗ ܅فقݍُم

ۡقݚيق

َٱ

܅

ۡ

ُۡݗُݟٰ قنۡيق اقء

ۡقܜٰ قتقك

ۡ

لٱ

ۡ

ُۡݝ܅ف

أۡ قنݠُݙقݖۡعقي

ق

ۥۡ

ۡقبۡ قݑقكب܅رۡݚقكمۡ

ظ܅ قَُم

ۡ قكݎق

ۡٱ

ۡ

ۡ

ۡ قݚقمۡ ܅ݚقنݠ ُكقتۡ قٗقف

ۡقݚيق قَۡݙُݙ

ۡ

ٱ

ۡ

٤

26

114. Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.


(48)

39

Dari uraian di atas jelas bahwa untuk mencapai perdamaian yang mutlak, perdamaian harus dibangun di atas pondasi Islam, iman, dan ihsan. Islam menjadi prinsip dasar dalam membangun sikap ketundukan batin. Iman menjadi pijakan dasar mengerangkakan sikap-sikap yang relevan untuk membangun perdamaian. Iman akan selalu selaras dengan tindakan Saleh. Tindakan saleh akan berorientasi mewujudkan kemaslahatan sosial. Di antara tindakan saleh tersebut adalah is}la>h}, ma’ru>f, ‘afw, dan h}ikmah. Is}la>h} merupakan strategi utama membangun perdamaian. Meskipun demikian, is}la>h} tidak bisa bergerak sendiri, tetapi butuh strategi teknis. Strategi teknis ini di antaranya adalah musyawarah, ma’ru>f, ‘afw, dan h}ikmah. Ketika ada dua pihak bertikai, is}la>h} menjadi proses penyelesaian. Strategi teknis perdamaian disesuaikan dengan jenis pertikaian yang terjadi.

Jika pertikaian berada pada persoalan sosial, strateginya adalah duduk bersama, menampung aspirasi dan keluhan melalui forum musyawarah. Dengan demikian, kedua belah pihak bisa mengetahui duduk perkara sebenarnya. Dari sini, bisa diketahui jenis strategi yang paling solutif. Strategi teknis ini tidak hanya bekerja sendiri-sendiri, tetapi juga menunjang antara yang satu dengan yang lain.

Islam sebagai sebuah nilai telah mengajarkan prinsip-prinsip perdamaian, bukan hanya sebagai slogan, melainkan sebagai aksi. Namun, Islam tidak bisa berdiri sendiri tanpa ditopang iman dan ihsan, guna membangun prinsip-prinsip tersebut. Sementara itu, ih}sa>n merupakan wujud internalisasi prinsip Islam dan nilai keimanan. Dengan ih}sa>n ini, seseorang mampu mencapai kondisi yang ideal dalam menjalani kehidupannya. Kombinasi semacam ini memungkinkan faktor-faktor perdamaian bersinambung membangun perdamaian. Karakter tersebut harus


(49)

40

dimiliki oleh aktor pendamai (mus}lih}). Karakter dan kepribadian tersebut menjadi

soft skill yang membantu seseorang meredakan konflik.27

Hubungan antara is}la>h}, mus}lah} ilaih, dan mus}lih} sangat sinergis. Pelaku perdamaian (mus}lih}) adalah duta perdamaian. Pelaku harus memiliki karakter pembangaun perdamaian, kemudian agar sampai pada tujuan, harus ada strategi (is}la>h}) yang dijalankan. Sementara itu, tujuan (mus}lah} ilaih) membangun

perdamaian adalah keselamatan dan ketenanangan sebagai kemaslahatan dari perdamaian. Kesinambungan tersebut jika diilustrasikan akan membentuk hubungan segitiga sinergis perdamaian.28

Segitiga sinergis perdamaian (triangel of peace) adalah konsep perdamaian berkesinambungan yang dibangun atas hubungan sinergis antara komponen-komponen pembangun perdamaian, yaitu: mus}lih}, orang yang mendamaikan. Is}la>h}, sebagai upaya strategi menuju perdamaian. Mus}lah} ilaih, yakni perdamain sebagai tujuan. Ketiga komponen ini harus saling melengkapi.

G. Peace Building (Membangun Perdamaian)

Salah satu teori perdamaian yang sering dijadikan sebagai landasan sebuah kajian adalah teori yang diperkenalkan oleh Johan Galtung. Membangun perdamaian atau peace building yang pertama kali diperkenalkan dalam artikel yang berjudul “Three Approaches to peace: peace keeping, peeace making, and

peace building”. Di dalam artikel ini Johan Galtung menyatakan bahwa perdamaian

27Taufiq, Al-Quran Bukan..., 108.


(50)

41

harus memiliki sebuah struktur yang berbeda ketika terjadi konflik, dimana dalam struktur tersebut harus menghilangkan setiap benih konflik baru, baik dalam struktur pemerintahan maupun relasi sosial masyarakat. Sementara pendapat lain menyatakan peace building adalah suatu konsep yang komprehensif yang mencakup, menghasilkan, dan memelihara suatu proses, pendekatan, dan tahapan yang diperlukan untuk mengubah konflik ke arah perdamaian secara berkelanjutan.29

Perdamaian dipandang bukan hanya sebagai tahapan rekonstruksi perjanjian semata, namun ia adalah konstruksi sosial yang dinamis. Transformasi dari konflik menuju perdamian harus dilakukan dengan pendekatan secara holistik dan menyeluruh dalam upaya mengelola setiap potensi kekerasan baru. Artinya, proses pembangunan perdamaian harus mewujudkan nilai-nilai negatif menjadi nilai-nilai positif. Pendekatan ini harus dilakukan dengan membangun hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, baik hubungan dalam konteks psikologi, spritual, relasi sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Konflik yang telah terjadi di beberapa negara merupakan cerminan dari adanya gesekan akibat perbedaan pendapat antara aktor-aktor yang terlibat sengketa. Aktor-aktor ini dapat berupa negara dengan negara atau negara dengan beberapa kelompok yang menginginkan pemikirannya untuk didengar dan diprioritaskan. Meskipun terdapat beberapa konflik yang dapat diakhiri, namun seringkali penyelesaian konflik tersebut masih menghasilkan negative peace, yang

29https://muhammadazzikra15.blogspot.co.id/2016/07/teori-perdamaian.html (Kamis, 20


(51)

42

mana negative peace ini merupakan suatu keadaan dimana perdamaian belum benar-benar tercapai karena masih terdapat beberapa potensi konflik yang dapat timbul dan dapat memunculkan konflik baru yang akan memiliki dampak yang cenderung lebih besar dan berkepanjangan dibandingkan dengan konflik yang sebelumnya. Oleh karena itu, perlu adanya serangkaian resolusi konflik untuk merubah negative peace menjadi positive peace. Dalam hal ini, akan dibahas tiga pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan untuk mencapai adanya positive peace pada sebuah konflik. Pendekatan-pendekatan tersebut di antaranya adalah

peace keeping, peace making, dan peace building.30

Pada dasarnya dalam resolusi konflik, tiga pendekatan utama yakni pendekatan peace keeping, peace making serta peace building merupakan pendekatan-pendekatan yang seringkali disebut sebagai segitiga perdamaian, hal ini dikarenakan ketiga pendekatan utama ini merupakan pendekatan yang benar-benar berfokus pada usaha-usaha untuk menyelesaikan konflik yang tengah terjadi di wilayah bersengketa. Dalam pelaksanaan resolusi konflik melalui pendekatan ini banyak pihak yang ikut berperan di dalamnya, sehingga diharapkan penyelesaian konflik dapat segera terselesaikan dengan cara-cara yang efisien dan efektif.

Pendekatan yang pertama yakni peace keeping yang memiliki pengertian pendekatan dengan mengupayakan intervensi militer pada wilayah konflik, intervensi militer ini dapat berupa intervensi kemanusiaan yang juga bertujuan

30http://anggresti-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-115567-Resolusi%20Konflik

Peace%20Keeping,%20Peace%20Making,%20Peace%20Building%20dan%20Peace%20 Settlement.html (Kamis, 20 Juli 2017)


(1)

87

individu, keimanan, dan komunitas. Karena, jika semua itu diciderai, maka semua anggota kelompok akan menanggung malu. 3) Menjaga generasi masa depan. 4) Menunaikan ajaran agama terkait dengan dengan toleransi, musyawarah, rasa hormat, konsistensi, dan nirkekerasan. Komite perdamaian menyampaikan pesan bahwa untuk menjadi Muslim yang baik seseorang harus mempraktikkan nilai-nilai di atas. Perbuatan memaafkan dan menjaga martabat merupakan nilai kultural dan keagamaan harus disampaikan oleh komite perdamaian sepanjang proses rekonsiliasi.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan mengenai perdamaian dalam kajian al-Quran, maka dapat ditarik kesimpulan berupa:

1. Jika ayat surat al-Hujurat ayat 9-10 menjelaskan bahwa ketika ada dua kelompok orang beriman berseteru, bertikai, berselisih paham, maupun berkonflik lain, umat Islam yang lain diperintahkan untuk melerai atau mendamaikannya dengan mengajak kedua kelompok tersebut mencari titik temu menuju kesepahaman. Namun jika salah satu dari kelompok tersebut menolak atau tidak ingin berdamai, jalan yang yang ditempuh adalah mencoba meneyelesaikannya dengan jalur hukum secara adil. Allah SWT juga memerintahkan agar proses keadilan tersebut dapat diterima kedua belah pihak. Kemudian, Allah SWT menegaskan pentingnya membangun keharmonisan di antara kaum muslim. Sehingga, perdamaian harus lebih diprioritaskan dalam konflik yang berekecamuk.

2. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip bina-damai dalam berbagai komunitas Muslim dikategorisasikan ke dalam tiga tingkat intervensi, yaitu tradisional (sosio-kultural), professional, dan politik. Untuk resolusi sengketa sosio-kultural, nilai-nilai bina-damai dan nirkekerasan dikonseptualisasi sebagai bagian penting dari struktur kehidupan keseharian komunitas Muslim. Lembaga-lembaga mediasi


(3)

89

merupakan komponen-komponen yang integral dalam struktur berbagai komunitas, yang bisa dilacak dalam tradisi, hukum, adat (suku), dan masyarakat.

B. Saran

Penelitian yang berjudul “Perdamaian dalam Kajian al-Quran: Studi Analisis dalam Penafsiran Surat al-Hujurat ayat 9-10” ini masih jauh dari kata sempurna, penulis hanya menyajikan penelitian mengenai penafsiran surat al-Hujurat ayat 9-10, masih memungkinkan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian yang se-tema dalam ayat-ayat lain. Dengan terselesaikannya penelitian ini, semoga dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir dan bidang perdamaian. Karena perdamaian merupakan tujuan hidup setiap orang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Ilmu Sosial dan tantangan Zaman. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Achmad, Nur. Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.

Al-Ju’fi>, Muh}ammad bin Isma>‘i>l Abu> ‘Abdulla>h al-Bukha>ri>>. S{ah}i>h} Bukha>ri>. juz. 3. t.k.: Da>r Tu>qu> an-Naja>t, 1422 H.

As-Sijista>ni>, Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Ash‘ath bin Ish}a>q bin Bashi>r. Sunan Abu> Da>ud. juz. 4. Sudan: al-Maktabah al-‘As}riyyah, t.th.

As-Sijista>ni>, Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Ash‘ath bin Ish}a>q bin Bashi>r.

Ensiklopedia Hadis 5: Sunan Abu Daud. terj. Muhammad Ghazali dkk. Jakarta: Almahira, 2013.

As-Suyu>ti>, Jala>luddi>n. Luba>b an-Nuqu>l fi> Asba>b an-Nuzu>l. Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Alamiyyah, t.t.

Baidan, Nasruddin. Metodologi Penafsiran Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.

Hamim, Thoha dkk. Resolusi Konflik Islam Indonesia. Surabaya: LSAS dan IAIN Sunan Ampel, 2007.

Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.

Jazuli, Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran. Terj: Sari Narulita dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2006.


(5)

Kementerian Agama RI. Al-Quran dan Isu-isu Kontemporer I. Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, 2012.

Musfiqon. Panduan lengkap Metodologi Penelitian Pendiddikan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2012.

Nimer, Mohammed Abu. Nirkekerasan dan Bina Damai dalam Islam: Teori dan Praktik. Terj. Rizal Banggabean dan Ihsan Ali Fauzi. Jakarta: Democracy Project, 2010.

Nurcholis, Ahmad. Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2015.

Perpustakaan Nasional. Ensiklopedia Pengetahuan al-Quran dan Hadis. Jakarta: Kamil Pustaka, 2013.

Pruitt, Dean G. dan Jeffrey Z. Rubin. Social Conflict. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Indeks, 2012.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran.

vol. 2.Jakarta: Lentera Hati, 2002.

________________. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran.

vol. 5.Jakarta: Lentera Hati, 2002.

________________. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran.

vol. 12.Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Taufiq, Imam. Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis Al-Quran. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016.


(6)

https://muhammadazzikra15.blogspot.co.id/2016/07/teori-perdamaian.html

http://anggresti-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-115567-Resolusi%20Konflik Peace%20Keeping,%20Peace%20Making,%20Peace%20Building%20dan%20Peace%20 Settlement.html