PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka).
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
PADA MATERI SEGIEMPAT
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
ELIS SITI KHOLISOH 0903282
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL
TEACHING
AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
PADA MATERI SEGIEMPAT
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V
SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan
Leuwimunding Kabupaten Majalengka)
Oleh Elis Siti Kholisoh
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Elis Siti Kholisoh 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
ELIS SITI KHOLISOH
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I,
Dr. Herman Subarjah, M.Si. NIP. 196009181986031003
Pembimbing II,
Drs. Yedi Kurniadi, M.Si. NIP. 195910221989031003
Mengetahui
Ketua Program Studi PGSD S1 Kelas UPI Kampus Sumedang
Riana Irawati, M.Si. NIP. 198011252005012002
(4)
i
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR DIAGRAM ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan dan Batasan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Manfaat Penelitian ... 6
E. Batasan Istilah ... 7
BAB II STUDI LITERATUR ... 8
A.Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 8
B.Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 8
C.Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 10
1. Karakteristik Contextual Teaching and Learning ... 11
2. Komponen Contextual Teaching and Learning ... 12
3. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning ... 15
D.Komunikasi Matematik ... 16
E. Teori Belajar yang Berkaitan dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 19
1. Teori Konstruktivisme Piaget ... 19
2. Teori Belajar Ausubel ... 20
3. Teori Belajar Van Hiele ... 20
F. Sifat-sifat Segiempat ... 22
G.Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Materi Sifat-sifat Segiempat dengan Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 25
H.Hasil Penelitian yang Relevan ... 27
I. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A.Metode dan Desain Penelitian ... 30
1. Metode Penelitian ... 30
2. Desain Penelitian ... 30
B.Subjek Penelitian ... 31
1. Populasi ... 31
(5)
ii
C.Prosedur Penelitian ... 32
1. Tahap Perencanaan ... 32
2. Tahap Pelaksanaan ... 32
D.Instrumen Penelitian ... 33
1. Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 33
2. Skala Sikap/Angket ... 38
3. Pedoman Observasi ... 38
4. Jurnal Siswa ... 39
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39
1. Data Kuantitatif ... 39
2. Data Kualitatif ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil Penelitian ... 42
1. Analisis Data Kuantitatif ... 42
2. Analisis Data Kualitatif ... 59
B. Pengujian Hipotesis ... 75
C. Pembahasan ... 79
1. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik ... 79
2. Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan CTL ... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 95
(6)
iii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
3.1 Daftar Populasi Penelitian ... 31
3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 33
3.3 Validitas Butir Soal... 34
3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 35
3.5 Koefisien Daya Pembeda ... 36
3.6 Daya Pembeda Butir Soal ... 36
3.7 Indeks Kesukaran... 37
3.8 Indeks Kesukaran Butir Soal ... 37
3.9 Kategori Respon Siswa ... 41
4.1 Data Hasil Pretes Kelas Kontrol ... 43
4.2 Data Hasil Pretes Kelas Eksperimen ... 44
4.3 Uji Normalitas Data Pretes ... 46
4.4 Uji Homogenitas Data Pretes... 47
4.5 Uji-t Data Pretes ... 48
4.6 Data Hasil Postes Kelas Kontrol... 49
4.7 Data Hasil Postes Kelas Eksperimen ... 50
4.8 Uji Normalitas Data Postes ... 52
4.9 Uji Homogenitas Data Postes ... 53
4.10 Uji-t Data Postes ... 54
4.11 Rekapitulasi Skor Gain ... 55
4.12 Uji Normalitas Skor Gain ... 56
4.13 Uji Homogenitas ... 58
4.14 Uji-t Skor Gain ... 59
4.15 Rekapitulasi Data Angket Siswa ... 60
4.16 Rekapitulasi Data Jurnal Siswa ... 66
4.17 Persentase Data Observasi Guru di Kelas Kontrol ... 69
4.18 Persentase Data Observasi Guru di Kelas Eksperimen ... 71
4.19 Persentase Data Observasi Siswa di Kelas Kontrol ... 74
4.20 Persentase Data Observasi Siswa di Kelas Eksperimen ... 75
4.21 Uji-t Nilai Pretes dan Postes Kelas Eksperimen ... 76
(7)
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
2.1 Persegi ... 23
2.2 Persegipanjang ... 23
2.3 Belahketupat ... 24
(8)
v
DAFTAR DIAGRAM
Diagram halaman
4.1 Perbandingan Hasil Pretes ... 45
4.2 Normalitas Data Pretes Kelas Kontrol ... 46
4.3 Normalitas Data Pretes Kelas Eksperimen ... 46
4.4 Perbandingan Hasil Postes ... 51
4.5 Normalitas Data Postes Kelas Kontrol ... 52
4.6 Normalitas Data Postes Kelas Eksperimen... 52
4.7 Rata-rata Skor Pretes dan Postes ... 55
4.8 Normalitas Skor Gain Kelas Kontrol ... 57
(9)
vi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
LAMPIRAN A ... 95
LAMPIRAN B ... 128
LAMPIRAN C ... 143
LAMPIRAN D ... 155
LAMPIRAN E ... 162
LAMPIRAN F ... 189
LAMPIRAN G ... 195
LAMPIRAN H ... 201
(10)
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembangkan potensi siswa dan membekali siswa dengan keterampilan supaya dapat menjalani kehidupannya dan menjadi bagian dari masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagaimana definisi pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 (Depdiknas, 2006: 2),
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan tentunya sangat berguna bagi seseorang untuk dapat bertahan hidup apalagi di jaman globalisasi seperti sekarang ini. Globalisasi menjadikan dunia seolah tanpa batas. Globalisasi menyebabkan proses interaksi dan komunikasi semakin mudah dan cepat.
Dalam era globalisasi ini, seseorang tidak akan berkembang jika hanya berdiam diri saja. Globalisasi menyebabkan persaingan yang semakin ketat, sehingga menuntut setiap orang harus memiliki pemikiran-pemikiran hebat disertai kemampuan unggul seperti kemampuan komunikasi supaya dapat bertahan bahkan semakin berkembang. Seseorang yang mempunyai pemikiran/ide yang hebat akan terhambat jika ia tidak memiliki kemampuan untuk mengekspresikan ide tersebut baik dalam bentuk rancangan gambar, tulisan maupun secara lisan supaya dapat dimengerti oleh orang lain. Dalam hidup bermasyarakat pun seseorang harus dapat berkomunikasi dengan baik supaya tidak terjadi misscommunication dan terjalin kerjasama yang baik dalam menyelesaikan setiap permasalahan di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi sangat penting dalam menjalani kehidupan dan menghadapi tantangan jaman.
(11)
2
Menyadari pentingnya kemampuan komunikasi tersebut, maka pendidikan berusaha supaya setiap siswa dapat berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun gambar. Kemampuan komunikasi tersebut dapat dikembangkan salah satunya melalui pelajaran matematika. Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 8), matematika merupakan bahasa simbol yang sangat padat arti dan bersifat internasional. Dalam matematika, setiap simbol memiliki arti yang dipahami sama oleh setiap orang di bagian belahan bumi mana pun, misalnya simbol // mempunyai arti sejajar dan ┴ mempunyai arti tegak lurus. Jadi, melalui matematika, siswa dapat berkomunikasi dengan mudah serta dipahami oleh orang lain tanpa harus menggunakan banyak kata. Kemampuan komunikasi dalam matematika disebut komunikasi matematik. Menurut Yeager dan Yeager (Izzati, 2012: 38),
Komunikasi matematik adalah kemampuan untuk mengomunikasikan matematika baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk tertulis, dengan menggunakan kosa kata matematika yang tepat, dan berbagai representasi yang sesuai serta memperhatikan kaidah-kaidah matematik.
Kemampuan komunikasi matematik menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa setelah belajar matematika. Sebagaimana salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006: 30), yaitu supaya siswa memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Kemampuan komunikasi matematik penting untuk dimiliki oleh setiap siswa dalam belajar matematika. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan National
of Council Teams Mathematics (Fachrurazi, 2011: 78),
Kemampuan komunikasi matematik perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir matematikanya, dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika.
Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematik, maka dalam pembelajaran guru dapat mendorong siswanya untuk selalu berkomunikasi, baik dengan guru, siswa, maupun dengan sumber belajarnya. Siswa tidak hanya menjadi pendengar setia saja, namun siswa juga bebas berbicara di dalam kelas,
(12)
3
dalam arti berkomunikasi dengan baik. Dengan cara seperti itu juga diharapkan siswa lebih termotivasi untuk mengikuti setiap pembelajaran matematika.
Kemampuan komunikasi matematik yang dimiliki siswa dapat dipengaruhi oleh cara guru dalam menyajikan materi tersebut. Mengingat bahwa matematika merupakan ilmu yang abstrak dan sarat dengan simbol-simbol, sementara siswa sekolah dasar juga masih dalam tahap berpikir konkret, maka diperlukan suatu cara dalam pembelajaran yang dapat memudahkan siswa mudah menerima konsep matematika dan mengomunikasikan konsep matematika tersebut. Menurut Maulana (2008), pada umumnya siswa sekolah dasar sedang berada pada tahap berpikir konkret. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam hal berkomunikasi pun siswa akan lebih mudah mengomunikasikan sesuatu yang konkret dibandingkan sesuatu yang abstrak.
Komunikasi matematik harus dapat dikembangkan pada semua materi matematika, salah satunya adalah geometri. Geometri merupakan konsep yang abstrak, namun dalam kehidupan sehari-hari banyak terdapat benda-benda yang berbentuk geometris. Geometri penting untuk diajarkan kepada siswa karena melalui geometri siswa dapat mengenal lingkungannya. Seperti yang diungkapkan Maulana (2010: 2), bahwa dengan geometri siswa akan sangat terbantu untuk memahami, menggambarkan atau mendeskripsikan benda-benda di sekitarnya. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami pula bahwa geometri diajarkan tidak hanya untuk dipahami, namun harus dapat dikomunikasikan juga baik melalui gambar maupun penjelasan secara lisan atau tulisan. Dengan demikian, untuk membantu siswa dalam mengomunikasikan konsep geometri, pembelajaran harus dikaitkan dengan konteks nyata kehidupan sehari-hari siswa.
Salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik pada materi geometri yaitu dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Sanjaya (2006: 253),
Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
(13)
4
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa CTL merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan nyata dan memberikan pengalaman belajar yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan pembelajaran CTL, siswa dilibatkan secara aktif dan diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan serta mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya melalui kegiatan tanya-jawab, pemodelan, inkuiri dalam diskusi kelompok, dan bahkan sampai kegiatan merefleksi apa yang telah dipelajari. Dengan demikian, siswa difasilitasi untuk dapat berkomunikasi baik dengan guru, siswa maupun dengan sumber belajarnya. Selain itu, dengan menggunakan konteks yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, siswa dibimbing untuk mengomunikasikan konsep geometri baik secara lisan, tulisan maupun gambar.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pentingnya penelitian ini adalah menguji penerapan pendekatan CTL terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat. Selain itu, sebagai upaya dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik siswa pada Materi
Segiempat Penelitian Eksperimen terhadap siswa kelas V SDN Leuwimunding II dan SDN Mirat I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah apakah penerapan pendekatan CTL dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat? Secara lebih rinci rumusan masalah tersebut adalah:
1. Apakah pembelajaran CTL dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa secara signifikan pada materi sifat-sifat segiempat?
(14)
5
2. Apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa secara signifikan pada materi sifat-sifat segiempat?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa antara siswa yang mendapat pembelajaran CTL dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada materi sifat-sifat segiempat?
4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran CTL pada materi sifat-sifat segiempat?
Penelitian ini difokuskan pada penerapan pendekatan Contextual Teaching
and Learning untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Penelitian ini dibatasi pada siswa kelas V sekolah dasar di Kecamatan Leuwimunding semester genap tahun ajaran 2012/2013. Materi dibatasi pada cakupan geometri dengan pokok bahasan memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun. Materi tersebut lebih difokuskan lagi yaitu mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar segiempat yang terdiri dari persegi, persegipanjang, belahketupat dan jajargenjang. Standar kompetensi dan kompetensi dasar materi yang dikembangkan, yaitu:
Standar Kompetensi : 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun Kompetensi Dasar : 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.
Alasan pemilihan materi tersebut pada penelitian ini adalah: (1) materi segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat dan jajargenjang) banyak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) keempat bangun datar tersebut memiliki keterkaitan dari kesamaan sifat-sifat yang dimilikinya karena keempatnya merupakan kelompok jajargenjang, (3) materi geometri khususnya segiempat dapat membantu siswa dalam mendeskripsikan lingkungan sekitar dan membantu siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan segiempat.
(15)
6
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui adanya peningkatan yang signifikan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan pembelajaran CTL pada materi sifat-sifat segiempat. 2. Mengetahui adanya peningkatan yang signifikan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan pembelajaran konvensional pada materi sifat-sifat segiempat.
3. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang signifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran CTL dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada materi sifat-sifat segiempat. 4. Mengetahui respon siswa yang mendapat pembelajaran CTL pada materi
sifat-sifat segiempat.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi semua pihak, terutama bagi guru, siswa, sekolah, penulis, dan para peneliti selajutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, memperoleh masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Selain itu, guru memperoleh alternatif menggunakan CTL untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada materi geometri yang lain seperti materi luas dan keliling segiempat. 2. Bagi siswa, mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Bagi sekolah, memperoleh sumbangan peningkatan kualitas pembelajaran. 4. Bagi penulis, memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru berdasarkan hasil
temuan dalam penelitian yang telah dilaksanakan dalam usaha mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.
5. Bagi peneliti dan pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
(16)
7
E. Batasan Istilah
1. Pendekatan adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa (Maulana, 2008: 88). 2. Berdasarkan definisi-definisi yang disampaikan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan nyata dan memberikan pengalaman belajar yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Berdasarkan definisi-definisi yang disampaikan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan mengomunikasikan gagasan matematika secara lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya secara visual sehingga diperoleh pemahaman yang jelas tentang gagasan matematika. Indikator kemampuan komunikasi matematik yang diukur dalam penelitian ini adalah menghubungkan benda nyata atau gambar ke dalam ide matematika dan menyatakan situasi matematika ke dalam gambar.
4. Segiempat merupakan bangun datar yang dibatasi oleh empat ruas garis dan empat buah sudut. Materi segiempat yang akan dikembangkan dalam penelitian ini dibatasi pada materi sifat-sifat persegi, persegipanjang, belah ketupat, dan jajargenjang.
5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di suatu sekolah. Dalam penelitian ini, pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran dengan metode ceramah, tanya-jawab dan penugasan soal-soal dari buku ajar yang digunakan sesuai sekolah yang dipilih.
(17)
30 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Maulana (2009), metode ini memiliki tujuan untuk melihat hubungan sebab akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebasnya adalah pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi
matematik siswa SD pada materi segiempat. 2. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini pengukuran kemampuan komunikasi matematik siswa dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Pengukuran tersebut dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan melihat kesetaraan atau perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik dari kelompok eksperimen yang mendapat pembelajaran CTL dan kelompok kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional. Dengan demikian, desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol pretes dan postes (pretest-posttest control group design). Adapun bentuk desainnya adalah:
� �
� �
(Maulana, 2009: 24) Keterangan:
A = pemilihan secara acak 0 = pretes dan postes
�1 = kelompok eksperimen dengan pembelajaran CTL �2 = kelompok kontrol dengan pembelajaran konvensional
(18)
31
B.Subjek Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek penenlitian (Maulana, 2009: 25). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD se-Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka pada level tinggi. Level tersebut didasarkan pada hasil Ujian Nasional tingkat SD pada mata pelajaran matematika tahun ajaran 2011/2012. Penentuan populasi didasarkan pada hasil undian yang dilakukan setelah mengurutkan dan mengelompokkan SD yang ada di Kecamatan Leuwimunding menjadi tiga level, yaitu level tinggi, sedang, dan rendah. Daftar populasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Daftar Populasi Penelitian
No. Nama SDN Jumlah Siswa
Kelas V
1. Karangasem II 23
2. Leuwimunding II 34
3. Rajawangi I 59
4. Tanjungsari I 31
5. Mirat I 31
6. Parakan I 19
7. Mirat II 38
8. Heuleut I 28
9. Leuwikujang I 12
10. Parakan II 20
11. Leuwimunding IV 34
Jumlah siswa 329
Sumber: UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding 2012
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Maulana, 2009: 26). Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik acak sederhana melalui pengundian. Tujuan menggunakan teknik acak sederhana supaya setiap anggota dari suatu populasi memiliki peluang yang sama menjadi anggota sampel (Maulana, 2009).
Setelah dilakukan pemilihan secara acak, maka sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Leuwimunding II sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SDN Mirat 1 sebagai kelompok kontrol.
(19)
32
C.Prosedur Penelitian
Secara umum penelitian ini terbagi ke dalam dua tahap yang harus dilakukan, yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah mengurus perijinan ke SD yang menjadi sampel penelitian, mengembangkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS), serta menyusun instrumen tes dan nontes. Instrumen yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan kepada ahli untuk mengetahui validitas isinya kemudian dilakukan uji coba instrumen tes. Kegiatan selanjutnya adalah merevisi perangkat pembelajaran dan instrumen tes dan nontes.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, kegiatan pertama yang dilakukan adalah memberikan pretes kepada kelas eksperimen dan kontrol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal komunikasi matematik siswa. Selanjutnya, dilakukan pembelajaran sesuai jadwal dan materi yang ditetapkan baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol.
Selama pembelajaran, dilakukan juga observasi terhadap aktivitas siswa, sedangkan kinerja mengajar peneliti diobservasi oleh guru kelas atau teman sejawat. Setiap akhir pembelajaran, siswa diminta mengisi jurnal. Setelah semua pembelajaran selesai, maka dilaksanakan postes untuk mengukur peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa. Kemudian, siswa diminta mengisi angket berupa skala sikap untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini, berarti dilakukan pengumpulan data baik data kuantitatif maupun data kualitatif.
Data yang terkumpul selama pembelajaran selanjutnya diolah dan dianalisis untuk keperluan menjawab rumusan masalah yang diajukan, sehingga diperoleh kesimpulan tentang hasil penelitian yang dilaksanakan.
(20)
33
D.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari soal kemampuan komunikasi matematik, format observasi guru dan siswa, angket, dan jurnal. Data yang diperoleh dari setiap instrumen diolah dan analisis dengan menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel.
1. Soal Kemampuan Komunikasi Matematik
Soal kemampuan komunikasi matematik merupakan instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa. Soal tersebut digunakan pada saat pretes dan postes dengan karakteristik soal yang identik untuk kelas eksperimen dan kontrol.
Kualitas instrumen yang baik ditentukan berdasarkan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.
a. Validitas
Menurut Arikunto (2007), suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dengan demikian, tes yang valid adalah tes yang dapat mengukur kemampuan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Cara menentukan tingkat validitas soal ialah dengan menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi, misalnya dengan nilai ulangan harian pada pokok bahasan yang sama. Koefisien korelasi diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan formula Pearson pada program Microsoft Office Excel.
Menurut Arifin (2012: 257), untuk menafsirkan koefisien korelasi dapat menggunakan kriteria sebagai berikut.
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Interpretasi 0,81 - 1,00 Validitas sangat tinggi 0,61 - 0,80 Validitas tinggi 0,41 - 0,60 Validitas cukup 0,21 - 0,40 Validitas rendah
(21)
34
Berdasarkan hasil uji coba, validitas soal secara umum memiliki koefisien sebesar 0,82, sehingga dapat diinterpretasi bahwa soal memiliki validitas sangat tinggi. Sementara untuk validitas setiap butir soal, dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut. Adapun perhitungan validitas hasil uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran D.
Tabel 3.3 Validitas Butir Soal No. Soal Koefisien
Korelasi Interpretasi
1a 0.00 Sangat Rendah
1b 0.63 Tinggi
1c 0.65 Tinggi
2a 0.60 Cukup
2b 0.66 Tinggi
2c 0.66 Tinggi
3a 0.57 Cukup
3b 0.57 Cukup
4a 0.52 Cukup
4b 0.67 Tinggi
5a 0.61 Tinggi
5b 0.57 Cukup
6a 0.64 Tinggi
6b 0.51 Cukup
6c 0.00 Sangat Rendah
7a 0.45 Cukup
7b 0.48 Cukup
8a 0.56 Cukup
8b 0.50 Cukup
b. Reliabilitas
Reliabilitas dapat dikatakan juga sebagai keajegan atau konsisten. Suatu tes dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang relatif sama saat diberikan kepada kelompok yang sama pada kesempatan yang berbeda (Arifin, 2012: 258). Untuk menentukan reliabilitas soal bentuk uraian digunakan rumus Alpha
Cronbach.
11 = −1 1−
� 2 � 2
(22)
35
Dengan: 11 = koefisien reliabilitas
k = Banyak butir soal
� 2 = Jumlah varians skor setiap item
�t2 = Varians skor total
Interpretasi koefisien reliabilitas yang diperoleh dapat diklasifikasi menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 177).
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi 0,80 < r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
0,60 < r11 ≤ 0,80 Reliabilitas tinggi
0,40 < r11 ≤ 0,60 Reliabilitas sedang
0,20 < r11 ≤ 0,40 Reliabilitas rendah
r11 ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan hasil uji coba soal, diperoleh koefisien korelasi reliabilitas sebesar 0,83. Jadi, dapat diinterpretasi bahwa soal memiliki reliabilitas sangat tinggi. Adapun hasl perhitungan reliabilitas hasil uji coba instrumen dapat dilihat pada Lampiran D.
c. Daya pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan tes dalam membedakan siswa yang sudah menguasai kompetensi dengan siswa yang belum/kurang menguasai kompetensi (Arifin, 2012: 133). Untuk menghitung daya pembeda soal bentuk uraian dapat menggunakan teknik menghitung dua rata-rata (mean), yaitu rata-rata dari kelompok atas dengan rata-rata dari kelompok bawah untuk setiap butir soal.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengurutkan skor setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah, kemudian menentukan kelompok atas dan kelompok bawah. Menurut Arifin (2012), jika jumlah siswa lebih dari 30 orang, dapat ditetapkan 27% untuk kelompok tinggi dan 27% untuk kelompok rendah. Formula yang digunakan adalah:
DP = � � −� �
(23)
36
Keterangan:
DP = koefisien Daya Pembeda
� � = rata-rata skor kelompok atas
� � = rata-rata skor kelompok bawah Skor Maks. = skor maksimum
Untuk menginterpretasikan koefisien daya pembeda dapat digunakan kriteria yang dikembangkan oleh Arifin (2012: 133) sebagai berikut.
Tabel 3.5
Koefisien Daya Pembeda
Koefisien Daya Pembeda Interpretasi 0,40 ke atas Sangat baik
0,30 - 0,39 Baik
0,20 - 0,29 Cukup
0,19 ke bawah Kurang baik
Berdasarkan hasil uji coba soal, maka daya pembeda untuk setiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut. (Hasil perhitungan daya pembeda secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran D )
Tabel 3.6
Daya Pembeda Butir Soal
No. Soal Koef. Daya Pembeda Interpretasi
1a 0.00 Kurang Baik
1b 0.64 Sangat Baik
1c 0.40 Sangat Baik
2a 0.60 Sangat Baik
2b 0.63 Sangat Baik
2c 0.60 Sangat Baik
3a 0.55 Sangat Baik
3b 0.14 Kurang Baik
4a 0.30 Baik
4b 0.80 Sangat Baik
5a 0.43 Sangat Baik
5b 0.70 Sangat Baik
6a 0.80 Sangat Baik
6b 0.60 Sangat Baik
6c 0.00 Kurang Baik
7a 0.38 Baik
7b 0.40 Sangat Baik
8a 0.40 Sangat Baik
(24)
37
d. Tingkat kesukaran
Tingkat atau indeks kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks (Arifin, 2012: 134). Ideks kesukaran tersebut berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Semakin besar indeks kesukaran berarti soal tersebut semakin mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian, dapat menggunakan rumus sebagai berikut.
Tingkat kesukaran = −
� � (Arifin, 2012: 135)
Kriteria untuk menginterpretasikan tingkat kesukaran soal menurut Arifin (2012: 135), yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.7 Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretasi
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 -0,70 Sedang
0,70 – 1,00 Mudah
Berdasarkan hasil uji coba soal, maka daya pembeda untuk setiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut. (Hasil perhitungan tingkat kesukaran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran D)
Tabel 3.8
Indeks Kesukaran Butir Soal
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1a 0.97 Mudah
1b 0.69 Sedang
1c 0.22 Sukar
2a 0.81 Mudah
2b 0.49 Sedang
2c 0.31 Sedang
3a 0.44 Sedang
3b 0.12 Sukar
4a 0.53 Sedang
4b 0.50 Sedang
5a 0.82 Mudah
5b 0.36 Sedang
6a 0.50 Sedang
6b 0.44 Sedang
6c 0.00 Sukar
7a 0.67 Sedang
7b 0.36 Sedang
8a 0.60 Sedang
(25)
38
Berdasarkan pertimbangan dan hasil konsultasi dengan ahli, maka soal yang tidak digunakan adalah soal nomor 1a karena soal terlalu mudah, sedangkan nomor 6c karena soal terlalu sukar. Sementara soal nomor 7a dan 7b merupakan soal yang memiliki tujuan pembelajaran yang sama dengan soal no 2c. Jadi, soal yang digunakan adalah soal nomor 1b, 1c, 2a, 2b, 2c, 3a, 3b, 4a, 4b, 5a, 5b, 6a, 6b, 8a, dan 8b. Soal yang digunakan disesuaikan lagi urutan nomornya.
2. Skala sikap/Angket
Asumsi pokok yang mendasari semua skala sikap adalah bahwa, ini mungkin untuk menemukan sikap-sikap dengan bertanya secara individu untuk merespon serangkaian pernyataan pilihan (Maulana, 2009: 38). Dalam penelitiaan ini, skala sikap digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan CTL. Skala sikap tersebut terdiri dari pernyataan-pernyataan yang positif dan negatif.
3. Pedoman observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu (Arifin, 2012: 153). Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran. Alat yang akan digunakan dalam observasi adalah lembar observasi guru dan lembar observasi aktivitas siswa.
Observasi aktivitas siswa dilakukan sebagai salah satu bentuk penilaian nyata dalam pembelajaran dengan CTL. Observasi ini dilakukan untuk menilai proses pembelajaran sehingga dapat memberi gambaran perkembangan belajar siswa dari awal sampai akhir pembelajaran. Sementara itu, observasi guru dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menjadi umpan balik terhadap perbaikan kinerja pada pertemuan selanjutnya.
(26)
39
4. Jurnal Siswa
Menurut Maulana (2008: 116), “Jurnal merupakan salah satu bentuk tulisan atau komentar yang disusun oleh siswa tentang kegiatan yang dilakukannya”. Pengisian jurnal dilakukan sebagai bentuk dari kegiatan refleksi yang merupakan salah satu komponen dalam CTL. Melalui jurnal, siswa dapat menuliskan kesan-kesannya terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Adapun cara pengolahan dan analisis datanya sebagai berikut. 1. Data kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari nilai pretes dan postes. Nilai pretes digunakan utuk mengetahui kemampuan awal siswa, sedangkan nilai postes digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Sementara untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dapat dihitung melalui skor Gain Normal.
Dalam penelitian ini, teknik pengolahan dan analisis data akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel dan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows. Langkah-langkah yang
akan dilakukan dalam mengolah dan menganalisis data kuantitatif adalah sebagai berikut.
a. Menghitung Statistik Deskriptif
Setelah memperoleh nilai pretes, postes dan skor gain, selanjutnya ditentukan statististik deskriptif yang meliputi skor tertinggi, skor terendah, rata-rata, dan simpangan baku. Menurut Hake (Fauzan, 2012: 81), untuk mencari skor Gain Normal dapat diperoleh dengan rumus:
Gain Normal (g) = � − � �
− � �
Kriteria untuk skor Gain Normal adalah sebagai berikut.
g ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
(27)
40
b. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data dari setiap data pada kelompok kontrol dan eksperimen. Untuk uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikasi sebesar 5% (α = 0,05). Jika hasil uji normalitas menunjukkan data berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah menguji homogenitas varians dengan menggunakan uji parametrik. Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal, maka analisis data dapat dilanjutkan dengan menggunakan statistik non parametrik, yaitu uji
Mann-Whitney U. Priyatno (2011: 8) menyatakan, “Metode statistik non parametrik
adalah metode analisis data tanpa menggunakan parameter tertentu seperti mean,
median, standar deviasi, serta distribusi data tidak harus normal, dan lain-lain”.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok-kelompok yang membentuk sampel berasal dari populasi yang sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene pada SPSS 16 dengan taraf signifikasi sebesar 5% (α = 0,05).
d. Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji-t dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata dari dua data yang diuji. Uji-t dilakukan jika syarat normalitas dan homogenitas sudah terpenuhi (Maulana, 2009).
Jika data diketahui tidak normal, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan uji U (Mann Whitney U) pada Nonparametric tests dengan bantuan program SPSS I6 for Windows. Jika data diketahui normal tapi tidak homogen, maka uji perbedaan rata-rata dapat dilakukan dengan uji-t1.
2. Data kualitatif a. Skala sikap/Angket
Skala sikap yang akan digunakan menggunakan Skala Sikap Likert yag terdiri dari pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Ada lima pola jawaban yang digunakan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap jawaban dari pernyataan memiliki skor tertentu. Untuk penyekoran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
(28)
41
Pernyataan positif: SS=5, S=4, R= 3, TS=2, dan STS=1. Pernyataan negatif: SS=1, S=2, R=3, TS=4, dan STS=5.
Menurut Azizah (2012: 40) untuk menginterpretasi skor respon siswa, dapat diklasifikasi berdasarkan tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.9 Kategori Respon Siswa
Interval Nilai (�) Kategori
x> 3 Positif
x = 3 Netral
x < 3 Negatif
b. Pedoman Observasi
Data yang diperoleh dari hasil observasi digunakan sebagai data pendukung terhadap hasil belajar dan respon siswa. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif sehingga dapat menggambarkan suasana pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam observasi aktivitas siswa, ada tiga aspek yang diukur, yaitu partisipasi, kerjasama, dan motivasi. Sementara untuk observasi kinerja guru diukur pada aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Setiap aspek memiliki beberapa indikator, sehingga skor total yang diperoleh dihitung berdasarkan indikator yang muncul. Untuk keperluan analisis, hasil observasi aktivitas siswa dan kinerja guru diinterpretasi ke dalam kategori sebagai berikut.
BS (Baik Sekali) : indikator yang muncul 81% - 100% B (Baik) : indikator yang muncul 61% - 80% C (Cukup) : indikator yang muncul 41% - 60% K (Kurang) : indikator yang muncul 21% - 40% KS (Kurang Sekali) : indikator yang muncul 0% - 20% c. Jurnal
Data yang terkumpul dari jurnal akan dirangkum kemudian dideskripsikan untuk mengetahui kesan siswa terhadap pembelajaran. Data dari kesan-kesan siswa digunakan sebagai data pendukung respon siswa sehingga dapat dikelompokkan dalam kategori positif, netral, atau negatif.
(29)
90 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan mengenai pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat adalah sebagai berikut.
1. Pembelajaran CTL dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Secara umum peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran CTL mencapai kriteria peningkatan sedang. Peningkatan tersebut didukung oleh aktivitas siswa yang baik, kinerja guru yang sangat bagus dan respon positif siswa terhadap pembelajaran CTL.
2. Pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Secara umum peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran CTL mencapai kriteria peningkatan rendah. Hasil tersebut didukung oleh kinerja guru yang optimal dalam menyelenggarakan pembelajaran dan aktivitas siswa yang baik selama mengikuti pembelajaran. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa antara siswa yang mendapat pembelajaran Contextual
Teaching and Learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional pada materi segiempat. Oleh karena rata-rata skor gain siswa yang mendapat pembelajaran CTL lebih besar dari pada rata-rata skor gain siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran CTL disajikan dengan konteks yang relevan sehingga
(30)
91
membantu siswa mengomunikasikan konsep geometri. Selain itu, siswa dilibatkan secara aktif dalam pengalaman belajar yang bermakna sehingga lebih menarik minat dan motivasi siswa.
4. Setelah melakukan pembelajaran dengan CTL, siswa merespon positif terhadap pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada materi sifat-sifat segiempat. Siswa merasa senang karena banyak kegiatan yang menarik seperti belajar bersama kelompok dan membuat model bangun datar segiempat dari benda-benda yang ada di sekitar siswa.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Bab IV, maka saran yang diajukan kepada beberapa pihak adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Guru dapat menerapkan pembelajaran dengan CTL ini pada materi lain seperti pengukuran geometri. Selain itu, guru juga harus menyiapkan konteks yang relevan supaya siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran dan mengetahui aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing harus lebih diperhatikan lagi supaya setiap siswa lebih percaya diri dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya terutama komunikasi matematik lisan.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat lebih percaya diri dalam mengembangkan kemampuan matematiknya baik secara lisan, tulisan maupun gambar.
3. Bagi Sekolah
Sekolah atau kepala sekolah dapat menganjurkan para guru untuk menerapkan CTL dalam pembelajaran supaya memberikan ‘warna berbeda’ pada pembelajaran yang biasa diterapkan sehari-harinya.
4. Peneliti lain
Penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk melaksanakan penelitian lanjutan, seperti menerapkan CTL untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik lisan atau visual secara lebih fokus.
(31)
92
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Melalui Penerapan Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMPN 14 Bandung). Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azizah (2012). Pengaruh Metode Horisontal (Metris) terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas III pada Materi Perkalian (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas III SD Negeri 3 Arjawinangun Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Skripsi pada UPI Sumedang: Tidak
Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bakti.
Depdiknas (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Bandung: Fokus Media.
Effendy, O. U. (2003). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [Online].
Tersedia:http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [18 Maret 2012]
Fauzan (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer
dan Permainan Berbasis Alam dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar terhadap Materi Kesebangunan (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Jatihurip dan SDN Cilengkrang di Kabupaten Sumedang). Skripsi pada UPI Sumedang: Tidak Diterbitkan.
Herdian (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematik/. [12 Oktober 2012]
Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
(32)
93
Karyadi (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep
Geometri dengan Menerapkan Pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa MTs NU Al Hikmah Semarang. Skripsi pada
FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Kurniawan, R. (2012). Bangun-bangun Datar Berbentuk Segiempat. [Online]. Tersedia:http://ritokurniawan.wordpress.com/2012/05/8/bangun-bangun-datar-berbentuk-segi-empat/. [2 Februari 2013]
Maulana (2008). Pendidikan Matematika 1. Bandung. Belum Diterbitkan.
Maulana. (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian
Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2Live n Live2Learn.
Maulana (2010). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 2. Bandung. Belum Diterbitkan.
Muabuai, Y. (2011). Pembelajaran Geometri Melalui Model Kooperatif Tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP (Studi Eksperimen di SMP Negeri Serui). Tesis pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Muhsetyo, G., dkk. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Pitadjeng (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Priyatno, D. (2011). Buku Pintar Statistik Komputer. Yogyakarta: Media Kom.
Rusman (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.
Suwangsih, E. dan Tiurlina (2009). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Sulianto, J. (2011). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan berpikir Kritis pada siswa Sekolah Dasar. [Online].
(33)
94
Tersedia:http://2011.web.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view
=article&id=1867:pendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-matematika-untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa-sekolah-dasar &catid=159:artikel-kontributor. [24 November 2012]
UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding. (2012). Laporan Kelulusan Siswa
Kelas VI Tahun Ajaran 2011/2012 Tingkat Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka. Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka.
Van de Walle, J. A. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.
Zanthy, L. S. (2011). Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa MTS dengan
Menggunakan Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL). Tesis pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
(1)
41
Pernyataan positif: SS=5, S=4, R= 3, TS=2, dan STS=1. Pernyataan negatif: SS=1, S=2, R=3, TS=4, dan STS=5.
Menurut Azizah (2012: 40) untuk menginterpretasi skor respon siswa, dapat diklasifikasi berdasarkan tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.9 Kategori Respon Siswa
Interval Nilai (�) Kategori
x> 3 Positif
x = 3 Netral
x < 3 Negatif
b. Pedoman Observasi
Data yang diperoleh dari hasil observasi digunakan sebagai data pendukung terhadap hasil belajar dan respon siswa. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif sehingga dapat menggambarkan suasana pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam observasi aktivitas siswa, ada tiga aspek yang diukur, yaitu partisipasi, kerjasama, dan motivasi. Sementara untuk observasi kinerja guru diukur pada aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Setiap aspek memiliki beberapa indikator, sehingga skor total yang diperoleh dihitung berdasarkan indikator yang muncul. Untuk keperluan analisis, hasil observasi aktivitas siswa dan kinerja guru diinterpretasi ke dalam kategori sebagai berikut.
BS (Baik Sekali) : indikator yang muncul 81% - 100% B (Baik) : indikator yang muncul 61% - 80% C (Cukup) : indikator yang muncul 41% - 60% K (Kurang) : indikator yang muncul 21% - 40% KS (Kurang Sekali) : indikator yang muncul 0% - 20% c. Jurnal
Data yang terkumpul dari jurnal akan dirangkum kemudian dideskripsikan untuk mengetahui kesan siswa terhadap pembelajaran. Data dari kesan-kesan siswa digunakan sebagai data pendukung respon siswa sehingga dapat dikelompokkan dalam kategori positif, netral, atau negatif.
(2)
90 A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan mengenai pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat adalah sebagai berikut.
1. Pembelajaran CTL dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Secara umum peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran CTL mencapai kriteria peningkatan sedang. Peningkatan tersebut didukung oleh aktivitas siswa yang baik, kinerja guru yang sangat bagus dan respon positif siswa terhadap pembelajaran CTL.
2. Pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Secara umum peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran CTL mencapai kriteria peningkatan rendah. Hasil tersebut didukung oleh kinerja guru yang optimal dalam menyelenggarakan pembelajaran dan aktivitas siswa yang baik selama mengikuti pembelajaran. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa antara siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada materi segiempat. Oleh karena rata-rata skor gain siswa yang mendapat pembelajaran CTL lebih besar dari pada rata-rata skor gain siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi segiempat secara signifikan. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran CTL disajikan dengan konteks yang relevan sehingga
(3)
91
membantu siswa mengomunikasikan konsep geometri. Selain itu, siswa dilibatkan secara aktif dalam pengalaman belajar yang bermakna sehingga lebih menarik minat dan motivasi siswa.
4. Setelah melakukan pembelajaran dengan CTL, siswa merespon positif terhadap pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada materi sifat-sifat segiempat. Siswa merasa senang karena banyak kegiatan yang menarik seperti belajar bersama kelompok dan membuat model bangun datar segiempat dari benda-benda yang ada di sekitar siswa.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Bab IV, maka saran yang diajukan kepada beberapa pihak adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Guru dapat menerapkan pembelajaran dengan CTL ini pada materi lain seperti pengukuran geometri. Selain itu, guru juga harus menyiapkan konteks yang relevan supaya siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran dan mengetahui aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing harus lebih diperhatikan lagi supaya setiap siswa lebih percaya diri dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya terutama komunikasi matematik lisan.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat lebih percaya diri dalam mengembangkan kemampuan matematiknya baik secara lisan, tulisan maupun gambar.
3. Bagi Sekolah
Sekolah atau kepala sekolah dapat menganjurkan para guru untuk menerapkan CTL dalam pembelajaran supaya memberikan ‘warna berbeda’ pada pembelajaran yang biasa diterapkan sehari-harinya.
4. Peneliti lain
Penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk melaksanakan penelitian lanjutan, seperti menerapkan CTL untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik lisan atau visual secara lebih fokus.
(4)
92
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMPN 14 Bandung). Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azizah (2012). Pengaruh Metode Horisontal (Metris) terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas III pada Materi Perkalian (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas III SD Negeri 3 Arjawinangun Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Skripsi pada UPI Sumedang: Tidak Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bakti.
Depdiknas (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Bandung: Fokus Media.
Effendy, O. U. (2003). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia:http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [18 Maret 2012]
Fauzan (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer dan Permainan Berbasis Alam dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar terhadap Materi Kesebangunan (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Jatihurip dan SDN Cilengkrang di Kabupaten Sumedang). Skripsi pada UPI Sumedang: Tidak Diterbitkan. Herdian (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia:
http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematik/. [12 Oktober 2012]
Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
(5)
93
Karyadi (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Geometri dengan Menerapkan Pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa MTs NU Al Hikmah Semarang. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Kurniawan, R. (2012). Bangun-bangun Datar Berbentuk Segiempat. [Online]. Tersedia:http://ritokurniawan.wordpress.com/2012/05/8/bangun-bangun-datar-berbentuk-segi-empat/. [2 Februari 2013]
Maulana (2008). Pendidikan Matematika 1. Bandung. Belum Diterbitkan.
Maulana. (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2Live n Live2Learn.
Maulana (2010). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 2. Bandung. Belum Diterbitkan.
Muabuai, Y. (2011). Pembelajaran Geometri Melalui Model Kooperatif Tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP (Studi Eksperimen di SMP Negeri Serui). Tesis pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Muhsetyo, G., dkk. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Pitadjeng (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Priyatno, D. (2011). Buku Pintar Statistik Komputer. Yogyakarta: Media Kom. Rusman (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.
Suwangsih, E. dan Tiurlina (2009). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Sulianto, J. (2011). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan berpikir Kritis pada siswa Sekolah Dasar. [Online].
(6)
Tersedia:http://2011.web.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view
=article&id=1867:pendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-matematika-untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa-sekolah-dasar &catid=159:artikel-kontributor. [24 November 2012]
UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding. (2012). Laporan Kelulusan Siswa Kelas VI Tahun Ajaran 2011/2012 Tingkat Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka. Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka.
Van de Walle, J. A. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.
Zanthy, L. S. (2011). Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa MTS dengan Menggunakan Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL). Tesis pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.