KONTRIBUSIPOLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KECERDASAN MORAL ANAK USIA DINI.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai krisis yang melanda bangsa Indonesia belum dapat terpecahkan hingga saat ini, bahkan semakin hari krisis-krisis yang terjadi semakin memburuk. Krisis yang paling menonjol adalah berbagai krisis moral yang terjadi hampir di setiap kalangan. Bukan hanya kalangan orang dewasa atau remaja namun krisis moral pun terjadi pula pada anak-anak. Perilaku-perilaku negatif yang terjadi menunjukkan masih rendahnya kecerdasan moral dari setiap individu tersebut.

Di kalangan orang dewasa, berbagai perilaku yang tidak sesuai dengan norma seringkali terjadi seperti korupsi, pelecehan seksual, pertengkaran, pembunuhan, perkosaan, perjudian, pencurian dan lain sebagainya. Korupsi di kalangan pejabat atau anggota parlemen bukan hal yang aneh bahkan hampir menjadi budaya. Calon legislatif kalah yang mengalami stress atau gangguan jiwa pun menjadi salah satu indikator rendahnya kecerdasan moral yang dimiliki. Ironisnya masih banyak lagi berbagai krisis moral yang dialami oleh orang dewasa yang seharusnya menjadi teladan dan panutan bagi generasi di bawahnya. Krisis moral yang terjadi dikalangan remaja pun sering kita temui, antara lain berbagai tawuran antar pelajar atau mahasiswa, penggunaan obat-obat terlarang, pelecehan seksual, perilaku seks bebas dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya yang seringkali mengganggu dan merugikan masyarakat. Di kalangan anak-anak sekalipun mereka tidak terlepas dari krisis moral, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban dari kebobrokan moral di lingkungan mereka.


(2)

Ada pula perilaku-perilaku negatif yang kerap dilakukan oleh anak-anak, antara lain pencurian, perkelahian, bahkan percobaan bunuh diri yang disebabkan oleh hal yang sangat sepele pun sering kita dengar di berbagai media. Baru-baru ini di Jakarta ada seorang anak berusia 11 tahun yang kerap mengancam untuk bunuh diri dengan memanjat menara sutet/ tower setinggi 40 meter hanya karena permintaannya tidak dituruti oleh kedua orang tuanya. Masalah yang dihadapi hanya masalah sepele, antara lain karena tidak diberi uang jajan, atau karena tidak dibelikan sepeda oleh kedua orang tuanya. Kasus ini menunjukkan rendahnya kecerdasan moral yang dimiliki oleh anak tersebut. Ia tidak memiliki rasa empati terhadap kedua orang tuanya dan ia belum mampu mengontrol dirinya untuk menahan keinginannya.

Masalah moral merupakan masalah yang sangat penting karena menyangkut keamanan, ketertiban dan kesejahteraan hidup individu dan masyarakat, sehingga masalah moral harus mendapatkan perhatian yang cukup intens, terutama bagi para pendidik, orang tua, ulama dan pemuka masyarakat.

Maraknya perilaku-perilaku amoral yang dilakukan oleh orang dewasa atau remaja tersebut disebabkan kurang terinternalisasinya nilai-nilai moral dalam diri mereka. Oleh sebab itu untuk menyelesaikan berbagai krisis moral yang terjadi di negara kita tentu diperlukan suatu usaha yang cukup keras dari berbagai kalangan. Selain itu diperlukan pula waktu yang cukup panjang dan upaya pendidikan yang sungguh-sungguh untuk mengatasi kondisi tersebut yang tentu harus diberikan sejak dini.


(3)

Pendidikan dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu sebagai upaya untuk mentransformasikan nilai-nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Pendidikan merupakan alat strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan moral dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. (Panuju, 1995: 34).

Untuk memahami dan menyikapi berbagai persoalan moral yang seringkali dihadapi, maka diperlukan adanya suatu kecerdasan moral, yaitu kemampuan untuk memahami hal yang benar dan yang salah, memiliki etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga anak dapat bersikap dan bertindak benar yaitu sesuai dengan norma dan tuntutan lingkungannya.

Jika kecerdasan intelektual (IQ) yang selama ini sering dijadikan patokan keberhasilan manusia mencakup tentang kemampuan-kemampuan yang bersifat akademis dan intelektual, maka kecerdasan moral yang dikemukakan para ahli, diantaranya adalah Robert Coles dan Borba (2008: 4) ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Sifat-sifat utama inilah yang diharapkan dapat membentuk anak yang cerdas secara moral, yang pada akhirnya nanti anak akan menjadi manusia yang unggul dan berkepribadian mulia.


(4)

Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar suara hati anak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga mereka dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral menjadi otot kuat yang diperlukan untuk melawan tekanan buruk dan membekali anak kemampuan bertindak benar tanpa bantuan orang tua.

Kecerdasan moral dapat dipelajari dan para orang tua semestinya mulai membangunnya pada saat anak masih dalam usia balita. Meski pada usia tersebut mereka belum mempunyai kemampuan kognitif untuk melakukan penalaran moral yang cukup kompleks, pada saat itulah dasar-dasar kebiasaan moral – seperti melatih kontrol diri, bersikap adil, menunjukkan rasa hormat, berbagi dan berempati- mulai dipelajari. Kenyataannya riset terbaru dalam bidang perkembangan moral menunjukkan bahwa bayi berusia enam bulan pun sudah dapat menunjukkan respons terhadap kesedihan orang lain dan mempelajari dasar-dasar empati. (Borba, 2008: 6)

Perkembangan moral pada anak merupakan tahap awal berkembangnya moralitas, yaitu kapasitas atau kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan tersebut dan mendapatkan penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah atau malu ketika melanggar standar tersebut. (Hasan, 2008: 261).

Dalam moralitas terkandung aspek kognitif (moral reasoning) yaitu merupakan pikiran yang ditunjukkan seseorang ketika memutuskan berbagai tindakan yang benar atau yang salah. Islam mengajarkan bahwa Allah mengilhamkan ke dalam jiwa manusia dua jalan kefasikan dan ketakwaan.


(5)

Manusia memiliki akal untuk memilih jalan mana yang akan ia tempuh dan pilihan tersebut akan menentukan apakah ia menjadi orang yang baik atau tidak. Sebagaimana dalam Al-Quran dinyatakan yang artinya :

...dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya, maka Allah

mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya. (QS.Al-Syams (91) : 7-10).

Dengan pendidikan moral yang diberikan sejak dini, maka diharapkan kecerdasan moral pada anak akan terbangunkan. Apabila hati nurani ingin membisikkan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari kebaikan moral. Anak yang berusaha hidup baik secara tekun dalam waktu lama dapat mencapai keunggulan moral yaitu bersikap batin dan berbuat lahir secara benar.

Konsep moral sudah dapat dibentuk sejak masa kanak-kanak yaitu kurang lebih awal dari usia 2 tahun. Meskipun sudah dipelajari sejak kecil, namun setelah dewasa manusia tetap berhadapan dengan masalah-masalah moral dan meningkatkan konsep moralnya dalam berhubungan dengan orang lain. (Yasin, 2008)

Perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan kognitifnya. Dengan makin bertambahnya tingkat pengertian anak, makin banyak pula nilai-nilai moral yang semestinya dipahami oleh anak. Menurut Hurlock (dalam Sianawati, dkk, 1992: 68) meskipun perkembangan anak melewati pentahapan yang tetap, namun usia anak dalam mencapai tahapan tertentu berbeda menurut tingkat perkembangan kognitif mereka.

Anak-anak yang duduk di Taman Kanak-kanak mulai memperlihatkan keinginan untuk menjadi “anak baik” dan menunjukkan kesetiaan/loyalitas


(6)

terhadap orang-orang tertentu. Ia sedang memasuki suatu tahap penting perkembangan moral yang oleh ahli teori perkembangan moral, Lawrence Kohlberg disebut sebagai tahap “norma-norma interpersonal”. Anak mulai menginternalisasi moral-moral sebagaimana yang orang dewasa tunjukan. Selama lima tahun pertama hidupnya, ia telah mengamati bagaimana cara hidup orang dewasa menangani berbagai situasi.

Pada usia prasekolah berkembang kesadaran sosial anak, yang meliputi sikap simpati, murah hati (generosity) atau sikap ”altruism”, yaitu kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Sikap ini merupakan lawan dari egosentris atau

”selfishness” (mementingkan diri sendiri). (Yusuf, 2001: 176)

Dari beberapa penelitian oleh para ahli, membuktikan bahwa anak usia prasekolah tidak hanya menyadari bahwa orang lain memiliki perasaan, tetapi mereka juga aktif mencoba untuk memahami perasaan-perasaan orang lain tersebut. Contohnya ada seorang anak berusia 2,5 tahun memberikan boneka terhadap anak lain yang sedang menangis. Ini menunjukkan pemahaman anak bahwa anak lain sedang mengalami perasaan tidak bahagia. Menurut Ambron (1981) dalam Yusuf (2001: 176), perkembangan altruis anak sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan kasih sayang dan pemeliharaan yang mereka terima tetapi juga berkaitan dengan pola atau gaya kedisiplinan dan cara berinteraksi orang tuanya.

Dari hasil pengamatan penulis di lapangan, pada beberapa sekolah atau Taman kanak-kanak, selalu saja ada anak yang lebih menonjol dalam memahami


(7)

suatu aturan atau norma tertentu. Artinya ada anak yang cepat dalam kemampuan moralnya ada pula yang lebih lambat dibandingkan dengan teman-temannya.

Beberapa contoh perilaku moral yang kerap ditunjukkan oleh anak-anak TK antara lain ada anak yang mampu menunjukkan sikap yang sesuai dengan norma dan penuh etika, berani menegur temannya ketika berbuat salah, mau mengalah dan berbagi makanan atau mainan dengan teman dan lain sebagainya.

Sebaliknya, perilaku yang kerap dilakukan oleh anak-anak yang kurang memiliki kecerdasan moral antara lain selalu melawan ibu guru, memukul ketika marah, mengamuk ketika memiliki kemauan, tidak mau berbagi atau mengalah kepada teman yang lain, bahkan seringkali menyakiti binatang.

Menurut Schaefer (1996: 25), perkembangan moral anak terkait dengan pengendalian diri pada anak. Schaefer menyebutkan dua ciri pengendalian diri pada anak, yaitu 1) Kemampuan untuk mengendalikan dorongan-dorongan melakukan sesuatu dan mengendalikan keinginan akan sesuatu, 2). Kemampuan anak mematuhi norma sosial tanpa pengawasan. Dalam penelitiannya, Schaefer mengungkapkan bahwa kemampuan mengendalikan diri pada anak membentuk fleksibilitas dalam beradaptasi dengan berbagai situasi. Pengendalian diri berkaitan dengan kemampuan anak dalam mematuhi aturan dan norma yang ada.

Borba (2008: 16), menyatakan bahwa pengendalian diri merupakan salah satu aspek kecerdasan moral. Disamping aspek lain seperti menolong orang lain dan berempati. Dalam penelitiannya lebih dari dua puluh tahun, ia menyimpulkan bahwa anak-anak muda yang melakukan kejahatan sangat kurang cerdas dalam hal moralitas.


(8)

Schaefer (1996) menambahkan, keterampilan mengendalikan diri berkembang melalui tiga fase. Fase pertama, yaitu sampai anak berusia sekitar 18 bulan, disebut fase kontrol. Anak-anak usia itu perilakunya masih dikendalikan dari luar, oleh orang dewasa di sekitarnya. Fase kedua, disebut fase pengendalian diri (self control), ditandai dengan kesadaran anak melakukan kewajiban tanpa pengawasan. Fase ketiga atau yang terakhir, adalah kemampuan anak menyesuaikan dan mengatur diri dalam berbagai kondisi.

Schaefer (1996: 14) menuturkan, pengendalian diri dapat dilatihkan pada anak-anak sejak usia di bawah lima tahun (balita). Misalnya, anak usia empat tahun dapat dilatih memahami isi pembicaraan orang lain. Saat anak menginginkan sesuatu, ajak anak berpikir apakah keinginannya itu hanya keinginan sesaat, ataukah kebutuhan jangka panjang.

Bahkan ada yang berpendapat bahwa usia dini merupakan usia emas (golden

age) yang hanya terjadi sekali selama kehidupan seorang manusia. Apabila usia

dini tidak dimanfaatkan dengan menerapkan pendidikan dan penanaman nilai serta sikap yang baik tentunya kelak ketika ia dewasa nilai-nilai moral yang berkembang pun nilai-nilai moral yang kurang baik.

Adapun penyebab merosotnya moralitas saat ini memang sangat kompleks, diantaranya adalah : pertama, sejumlah faktor sosial kritis yang membentuk karakter bermoral yang secara perlahan mulai runtuh, diantaranya adalah pengawasan orang tua, teladan perilaku bermoral, pendidikan spiritual dan agama, hubungan akrab dengan orang dewasa, lingkungan sekolah, norma-norma nasional yang jelas, dukungan masyarakat, stabilitas dan pola asuh yang benar


(9)

yang didalamnya terdapat pula pola komunikasi orang tua. Kedua, anak-anak secara terus menerus menerima masukan dari luar yang bertentangan dengan norma-norma yang tengah kita tumbuhkan. Kedua faktor tersebut berperan terhadap kerusakan moral anak bersamaan dengan hilangnya kepolosan mereka.

Lingkungan memang seringkali memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan potensi anak, baik kognitif, sosial, emosi, bahkan perkembangan moral. Kontribusi adalah sumbangan yang ada atau timbul dari sesuatu (manusia dan benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan dan perbuatan seseorang.(Balai Pustaka,1984:664). Kontribusi sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu contribution, yang artinya sumbangan atau iuran/ daya dukung. (W.J.S. Poerwadarminta,1993: 154). Jadi, seberapa besar kontribusi lingkungan terhadap perkembangan moral anak tentu akan ditentukan pula oleh seberapa besar usaha lingkungan yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Lingkungan sendiri merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan anak. Salah satu teori yang melihat bagaimana kualitas dan konteks dari sistem ekologi dapat mempengaruhi perkembangan anak disusun oleh Urie Bronfenbrenner (1979) yang dikenal dengan teori sistem bioekologikal

(bioecological system theory). Menurut Bronfenbrenner (Pucket, 1996: 18) teori

sistem ekologi adalah : ”....the theory that argues that a variety of social systems

influence the development of children”.

Teori ini menyatakan bahwa berbagai macam sistem sosial akan mempengaruhi perkembangan anak. Teori ini mencoba mendefinisikan berbagai lapisan kompleks lingkungan yang memiliki dampak dalam perkembangan anak


(10)

(Hasan, 2008: 200). Untuk lebih jelas mengenai lapisan masyarakat ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1.1.

Sistem Ekologi Bronfenbrenner Keterangan :

X : Individu (Anak)

1 : Lapisan Mikrosistem, terdiri dari keluarga (ayah, ibu, saudara kandung), pengasuh anak.

2 : Lapisan Mesosistem, terdiri dari sekolah, teman bermain, tetangga

3 : Lapisan Eksosistem, terdiri dari tempat kerja orang tua, pemerintah daerah, tempat rekreasi.

4 : Lapisan Makrosistem, terdiri dari ideologi dan keyakinan masyarakat yang dominan

Lapisan pertama dari teori ini disebut mikrosistem, yang merupakan lapisan terdekat dengan anak. Mikrosistem yang berisi struktur yang memiliki hubungan dan interaksi langsung dengan anak. Struktur mikrosistem merupakan unit yang bersifat paling individual, terdiri dari keluarga dan pengasuh.

4 3

2 1


(11)

Selain itu, lingkungan kedua yang dekat dengan anak adalah lapisan mesosistem yang didalamnya adalah lingkungan sekolah, teman sebaya dan tetangga. Namun, bagi anak-anak usia prasekolah terutama yang bersekolah di TK, lingkungan yang dianggap paling dominan dalam mempengaruhi aspek-aspek perkembangan mereka adalah lingkungan keluarga dan sekolah karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu mereka di dalam dua lingkungan ini.

Orang tua dan guru memiliki peran penting dalam membantu mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak usia dini, terutama dalam membantu perkembangan moral mereka. Dengan kata lain, pendidikan formal (TK) memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai moral. Tanpa ada pendidikan, anak akan banyak dikendalikan oleh dorongan kebutuhan biologisnya belaka ketika hendak menentukan atau memilih sesuatu dalam kehidupannya. Di samping itu, anak usia dini memerlukan kedekatan fisik, kondisi dan suasana yang akrab di mana komunikasi guru di sekolah atau orang tua di rumah sangat membantu dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak.

Komunikasi, baik verbal maupun nonverbal pada dasarnya merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses pendidikan anak, juga merupakan sumber-sumber rangsangan untuk membentuk kepribadian anak. Apabila komunikasi antara orang tua dan anak dapat berlangsung dengan baik, maka masing-masing pihak dapat saling memberi dan menerima informasi, perasaan dan pendapat sehingga dapat diketahui apa yang diinginkan, dan konflikpun dapat dihindari.

Keterbukaan melalui komunikasi ini akan menumbuhkembangkan bahwa anak dapat diterima dan dihargai sebagai manusia. Sebaliknya bila tidak ada


(12)

komunikasi yang baik maka besar kemungkinan kondisi kesehatan mentalnya mengalami hambatan. Dari penelitian diperoleh bukti adanya kecenderungan psikopatologi pada anak disebabkan karena adanya hambatan dalam proses komunikasi antara anak dan orang tua, terutama ibunya.

Bagi anak, komunikasi dalam keluarga merupakan pengalaman pertama yang merupakan bekal untuk menempatkan diri dalam masyarakat. Komunikasi ini akan memberikan pengaruh bagi kehidupannya. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli psikologi ditemukan adanya anak-anak yang mogok berbicara ataupun melakukan tawuran, vandalisme dan kenakalan-kenakalan lainnya disebabkan kesalahan orang tua dalam berkomunikasi dengan anak. (Irawati, 2007: 2)

Di beberapa kalangan masyarakat ada kecenderungan yang kurang positif yang dilakukan para orang tua atau guru ketika menyampaikan pesan-pesan moral atau mengkomunikasikan hal apapun. Seringkali para orang tua atau guru merasa menjadi pihak yang lebih tahu atau lebih berkuasa dibanding anak-anak, sehingga terkadang mereka memaksa anak untuk selalu mengikuti apa yang mereka inginkan. Jika pola komunikasi yang dilakukan secara sepihak dilakukan secara terus menerus ada kecenderungan terhambatnya anak dalam memahami pesan moral yang disampaikan dan dikhawatirkan anak akan menerima maksud orang tua atau guru dengan kesalahpahaman. Namun begitu, sebenarnya pola komunikasi yang digunakan oleh para orang tua atau guru akan dipengaruhi oleh pola pikir mereka terhadap anak, artinya seperti apa mereka memandang anak.


(13)

Dengan dilatarbelakangi oleh uraian tersebut diatas dan masih terbatasnya penelitian mengenai moral anak, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kecerdasan moral anak usia prasekolah dan kaitannya dengan pola komunikasi yang biasa digunakan oleh para orang tua atau pun guru dengan mengambil judul Kontribusi Pola Komunikasi Orang Tua dan

Guru terhadap Kecerdasan Moral Anak Usia Dini.

B. Rumusan Masalah

Tingkah laku bermoral tidak tumbuh begitu saja melainkan melalui suatu proses yang cukup panjang karena aspek moral seorang anak merupakan sesuatu yang berkembang dan perlu dikembangkan. Artinya, bagaimana anak itu kelak bertingkah laku, sesuai atau tidak dengan nilai moral yang berlaku akan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.

Lingkungan tersebut adalah lingkungan sosialnya, antara lain adalah lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Pendidikan anak usia dini di berbagai lingkungan secara umum bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pendidikan tidak hanya sekedar mempersiapkan anak memasuki jenjang pendidikan selanjutnya, tetapi lebih pada meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial, emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. (Direktorat PAUD, 2002: 1).


(14)

Melalui stimulasi pendidikan, anak diharapkan memiliki keterampilan dasar untuk menjalani kehidupannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Pengalaman anak berinteraksi sosial dengan anak lain dan bahkan dengan orang dewasa tidak saja memfasilitasi keterampilan anak dalam berkomunikasi dan sosialnya, tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya, seperti perkembangan kognitif, emosi, fisik dan moralnya. Pergaulan sosial ini merupakan pengalaman hidup yang kaya dan alami bagi anak sehingga dapat mendorong segenap aspek perkembangan anak secara terintegrasi dan menyeluruh.

Lingkungan keluarga dan sekolah dalam hal ini orang tua dan guru memiliki peran cukup penting bagi perkembangan potensi anak karena pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua terhadap suatu hal mempengaruhi berbagai hal pada anak. (Musthafa, 2008)

Begitu pula dengan pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua, yaitu bagaimana cara orang tua dan guru dalam menyampaikan pesan atau nilai moral tentu akan membantu anak dalam memahami pesan/ nilai moral tersebut.

Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik bagi anak didik (Darmiyati Zuchdi, 2003: 4). Dalam hal ini tentu saja faktor guru pun memiliki peran penting. Terutama dalam cara atau pola yang digunakan oleh guru dalam berkomunikasi dan menyampaikan pesan-pesan moral pada anak didiknya.


(15)

Sehubungan dengan banyaknya cara ataupun model dari pola komunikasi yang sering digunakan oleh orang tua atau guru, maka peneliti bermaksud ingin melihat kecenderungan pola komunikasi orang tua dan guru yang digunakan di TK se-Kecamatan Ngamprah kaitannya dengan kecerdasan moral anak yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Seberapa besar kontribusi pola komunikasi orang tua terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah ?

2. Seberapa besar kontribusi pola komunikasi guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah ?

3. Seberapa besar kontribusi pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah ?

C. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang perlu didefinisioperasionalkan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Pola Komunikasi Orang tua adalah bentuk hubungan komunikasi antara

orang tua dan anak dalam menyampaikan dan menerima pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan dapat dipahami. Menurut Fisher (1978: 160), pola komunikasi orang tua yang sering digunakan terdiri dari 3 model komunikasi, yaitu : a). Model komunikasi Instruktif, b). Model komunikasi Partisipatif, c). Model komunikasi Delegatif.

2. Pola Komunikasi Guru adalah bentuk hubungan atau interaksi antara

pendidik (guru) dan peserta didik (anak didik) pada saat proses belajar mengajar di sekolah berlangsung atau dengan istilah lain adalah hubungan


(16)

aktif antara pendidik dan peserta didik (Fathurrohman, 2007: 39). Tiga pola komunikasi guru menurut Fathurrohman (2007: 40) adalah : a). Pola komunikasi Satu Arah (komunikasi sebagai aksi), b). Pola komunikasi Dua Arah (komunikasi sebagai interaksi), c).Pola komunikasi Banyak Arah (komunikasi sebagai transaksi).

3. Kecerdasan moral anak adalah kemampuan anak dalam memahami hal yang

benar dan yang salah, artinya anak memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia mampu bersikap benar dan terhormat (Borba, 2008: 4). Tujuh unsur penting dalam kecerdasan moral anak menurut Borba (2008: 7) adalah: a) Empati, b) Hati nurani, c) Kontrol diri, d) Rasa hormat, e) Kebaikan hati, f) Toleransi, g) Keadilan.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar kontribusi pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.

Tujuan penelitian yang lebih khusus adalah berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, yaitu untuk mendapatkan informasi empiris tentang :

1. Kontribusi pola komunikasi orang tua terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah.


(17)

2. Kontribusi pola komunikasi guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah.

3. Kontribusi pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan secara empiris tentang teori yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan moral anak. Apabila terbukti secara empiris, maka hasilnya dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi pengembangan penelitian anak usia dini di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para pendidik terutama guru dan orang tua yang selalu terlibat dalam pengasuhan dan pendidikan anak usia dini terutama dalam memilih pola komunikasi yang akan digunakan.

a. Manfaat bagi guru :

(1) Membantu guru Taman Kanak-kanak untuk mengetahui dan memahami pola komunikasi seperti apa yang sesuai untuk digunakan dalam mendukung kecerdasan moral anak.


(18)

(2) Memberikan sumbangan informasi kepada guru Taman Kanak-kanak tentang berbagai faktor yang dapat menunjang dan menghambat kecerdasan moral anak.

b. Manfaat bagi orang tua :

Hasil dari penelitian ini diharapkan pula dapat membantu para orang tua untuk mengetahui dan memilih pola komunikasi yang efektif untuk mengoptimalkan kecerdasan moral anak.

F. Asumsi-asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, dapat diturunkan beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Faktor yang mempengaruhi pembentukan moral ialah pola pengasuhan orang tua, norma dan budaya, pendidikan, pergaulan dan kepribadian. (Sarlito, 2008)

2. Moral berkembang juga dari logika dan penalaran, sehingga penjelasan mengenai mengapa dan kenapa, diskusi serta keterbukaan terhadap berbagai pandangan sangat berperan dalam pembentukan moral (Kohlberg, 1994) 3. Pengalaman anak berinteraksi sosial dengan anak lain atau dengan orang

dewasa, termasuk orang tua dan guru tidak saja memfasilitasi keterampilan anak dalam berkomunikasi dan sosialnya, tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya seperti perkembangan kognisi, emosi dan moral anak. (Solehuddin, 2000: 46)

4. Norma sosial yang pertama kali dikenal anak, yaitu melalui orang tua. Oleh karena itu, sangat penting dalam perkembangan moral anak untuk


(19)

mempelajari berbagai alasan dari hal-hal yang boleh atau tidak dan hal yang baik atau buruk.

5. Lingkungan keluarga dan sekolah dalam hal ini orang tua dan guru memiliki peran cukup penting bagi perkembangan potensi anak karena pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua terhadap suatu hal mempengaruhi berbagai hal pada anak. (Musthafa, 2008)

6. Melalui interaksi dengan orang tua, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat anak dapat berlatih mengekspresikan emosinya dan menguji perilaku-perilaku moralnya secara tepat. (Solehuddin, 2000: 46)

7. ”Alam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan terpenting, oleh karena itu sejak timbulnya adat kebiasaan hingga kini, kehidupan keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia”. (Ki Hajar Dewantoro dalam Solehuddin (2000: 110)).

G. Hipotesis

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel pola komunikasi orang tua (X1) dan guru (X2) terhadap

variabel kecerdasan moral anak Taman Kanak-kanak (Y). Secara umum, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar kontribusi variabel X terhadap variabel Y. Adapun beberapa hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat kontribusi positif yang signifikan antara pola komunikasi orang tua terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah.


(20)

2. Terdapat kontribusi positif yang signifikan antara pola komunikasi guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah

3. Terdapat kontribusi positif yang signifikan antara pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah.

H. Kerangka Berpikir

Sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner (Pucket, 1996: 18) yang menyatakan bahwa setiap individu akan dipengaruhi oleh berbagai lapisan lingkungannya, begitu pula anak usia prasekolah. Lingkungan terdekat bagi anak pada masa ini adalah lingkungan keluarga dan sekolah.

Pengalaman interaksi sosial anak dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya tidak saja memfasilitasi keterampilan komunikasi dan sosialnya, tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya, seperti perkembangan kognisi, sosial, emosi dan moralnya. Pergaulan sosial tersebut memberikan suatu latar belakang pengalaman hidup yang kaya dan alami bagi anak. Selain itu, melalui interaksi sosial, anak dapat berlatih mengekspresikan emosi dan menguji perilaku-perilaku moralnya. (Solehuddin, 2000: 46)

Lingkungan keluarga dan sekolah memiliki peran penting dalam meningkatkan kecerdasan moral anak, karena melalui interaksi dengan orang tua atau pun guru anak melihat dan mencoba menangkap berbagai nilai yang sesuai atau tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Pengetahuan tentang perilaku apapun yang anak peroleh dari lingkungan akan diolah dan diberi makna oleh anak.


(21)

Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama yang dikenal oleh anak, keluarga mempunyai peran mensosialisasikan adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Melalui proses internalisasi nilai, seorang anak menjadikan hal tersebut sebagai nilai-nilai moral yang diartikan sebagai seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain. (Solehuddin, 2000: 110)

Peran pendidik di sekolah juga adalah mentransfer nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Orang tua dan guru yang berperan di dalam dua lingkungan terdekat anak memiliki tanggung jawab dan peran yang sama yaitu untuk mentransformasi nilai-nilai moral ke dalam diri anak. Untuk mencapai hasil yang optimal, diperlukan usaha dan upaya yang harus dilakukan yaitu diantaranya adalah dengan memilih dan menggunakan pola komunikasi seperti apa yang sesuai dengan karakteristik anak usia prasekolah.

Dengan mempertimbangkan berbagai pola komunikasi yang sesuai maka diharapkan akan membantu anak dalam memahami dan menangkap pesan moral yang disampaikan oleh orang tua maupun guru, yang pada akhirnya nanti akan terciptalah kecerdasan moral anak yang optimal.

Kerangka berfikir mengenai penelitian tentang kontribusi pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak dapat digambarkan secara praktis pada bagan berikut ini :


(22)

Gambar 2.7

Kerangka Berfikir Penelitian I. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei, sedangkan metodenya, yaitu deskriptif analitik. Metode survey deskriptif adalah suatu metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner atau angket sebagai alat pengumpul data. (Riduwan, 2008: 275).

Lapisan terdekat dengan anak (Lapisan Mikrosistem dan Mesosistem)

Lingkungan Keluarga

Lingkungan Tetangga, teman

sebaya

Lingkungan Sekolah

P.K. Orang Tua 1.Model

Instruktif 2.Model

Partisipatif 3.Model

Delegatif

PK Guru 1. P.Komunikasi

Satu Arah 2. P.Komunikasi

Dua Arah 3. P.Komunikasi

Multiarah

Kemampuan anak dalam memahami dan menangkap

pesan-pesan moral yang disampaikan

Kecerdasan Moral Anak Usia Dini


(23)

Dalam penelitian ini menggunakan dua macam angket untuk menjaring data pola komunikasi orang tua dan pola komunikasi guru serta 1 pedoman observasi untuk menjaring data kecerdasan moral anak. Setelah data terkumpul, maka hasilnya akan diuraikan secara deskriptif dan akan dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian.

Menurut Nazir (1988) dalam Riduwan (2008: 276), tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Hal ini sesuai dengan penelitian peneliti, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai kontribusi atau pengaruh dari pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak.

J. Lokasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anak Taman Kanak-kanak yang ada di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Data populasi yang ada di UPTD Kecamatan Ngamprah berjumlah 719 orang yang tersebar di 30 TK.

Adapun teknik sample yang digunakan adalah simple random sampling, Sampel penelitian setelah melalui perhitungan adalah sebanyak 88 orang responden tetapi untuk menghindari kesalahan sampel maka diambil 100 orang responden.


(24)

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini berusaha memperoleh gambaran tentang pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian survei. Kerlinger (1996) dalam Akdon (2008: 91) mengatakan bahwa ”penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis”. Penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat apabila digunakan sampel yang representatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode deskriptif digunakan dalam rangka (1) menelaah variabel-variabel lepas dalam suatu fenomena berdasarkan hasil data yang dikumpulkan, (2) menelaah kasus tunggal secara mendalam, dan (3) menganalisis keterkaitan antarvariabel dalam suatu fenomena yang diteliti (Ali, 1997; 125). Metode analitis digunakan untuk menelaah hubungan antara variabel-variabel dengan menggunakan statistik sederhana. Untuk mengetahui besarnya kontribusi pola komunikasi orang tua dan guru terhadap kecerdasan moral anak dilakukan dengan analisis korelasi dan mencari koefisien determinasinya (KP).


(26)

B. Tempat, Sumber Data dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Orang Tua, untuk menjaring data pola komunikasi orang tua.

b. Guru TK B, untuk menjaring data pola komunikasi guru dan

c. Anak Taman Kanak-kanak kelompok B, untuk menjaring data kecerdasan moral anak.

2. Waktu Penelitian

Proses penelitian yang penulis laksanakan diharapkan dapat selesai dalam waktu kurang lebih 6 bulan, mulai dari seminar usulan penelitian sampai menyelesaikan laporan tesis. Jadwal penelitian yang menjadi acuan peneliti adalah sebagai berikut :

Tabel.3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli

1 Tahap Pertama : Penyusunan Usulan Penelitian

a. Seminar Proposal b. Perbaikan Proposal

Penelitian

X 2 Tahap Kedua : Penulisan Tesis

a. Penyusunan Bab 1,2,3 b. Penyusunan Instrumen

Penelitian

c. Pelaksanaan penelitian d. Analisis & olah data e. Penulisan laporan f. Bimbingan tesis

X X

X

X

X

X

X

X X X X

X X X

3 Tahap Ketiga

a. Perbaikan Tesis b. Bimbingan Akhir

Tesis c. Sidang Tesis

X X


(27)

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, terdiri dari dua variabel bebas (independent variabel) dan satu variabel terikat (dependent variabel), yaitu :

1. Pola Komunikasi Orang Tua sebagai variabel bebas pertama (X1)

2. Pola Komunikasi Guru sebagai variabel bebas kedua (X2)

3. Kecerdasan Moral Anak sebagai variabel terikat (Y)

Selain ketiga variabel diatas, penelitian ini dilengkapi pula dengan subvariabel yang berasal dari kedua variabel bebas, yaitu :

1. Subvariabel pola komunikasi orang tua model Instruktif (X1.1)

2. Subvariabel pola komunikasi orang tua model Partisipatif (X1.2)

3. Subvariabel pola komunikasi orang tua model Delegatif (X1.3)

4. Subvariabel pola komunikasi guru model Satu Arah (X2.1)

5. Subvariabel pola komunikasi guru model Dua Arah (X2.2)

6. Subvariabel pola komunikasi guru model Multi Arah (X2.3)

Keterkaitan antara variabel dan subvariabel diatas adalah untuk melihat besaran kontribusi masing-masing variabel bebas dan sub variabelnya terhadap variabel terikat yang dapat digambarkan melalui paradigma/ kerangka penelitian seperti di bawah ini :


(28)

Gambar.3.1 Paradigma Penelitian Keterangan :

X1 : Pola Komunikasi Orang tua

X1.1 : PK Orang Tua Model Instruktif

X1.2 : PK Orang Tua Model Partisipatif

X1.3 : PK Orang Tua model Delegatif

X2 : Pola Komunikasi Guru

X2.1 : PK Guru Satu Arah

X2.2 : PK Guru Dua Arah

X2.3 : PK Guru Multiarah

Y : Kecerdasan Moral Anak

Y X r 1.2

2 Y X

r 1.1 2

Y X

r 1.3 2

Y X r 2.1

2

Y X

r 2.2 2

Y X

r 2.3 2 Y X r 1 2 Y X r 2 2 Y X X

R 1 2

2

Y

X1.2 X1.3 X1.1 X2.3 X2.2 X2.1

X

1

X

2


(29)

D. Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel penelitian tersebut perlu didefinisioperasionalkan yang bertujuan untuk menjelaskan makna variabel penelitian. Menurut Singarimbun (1987: 23) dalam Riduwan (2008: 281), definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk bagaimana variabel itu akan diukur. Adapun definisi variabel dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pola Komunikasi Orang Tua (X1) adalah bentuk hubungan komunikasi

antara orang tua dan anak dalam menyampaikan dan menerima pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan dapat dipahami. Menurut Fisher (1978: 160), pola komunikasi orang tua yang sering digunakan terdiri dari 3 model komunikasi, yaitu :

a. Model komunikasi Instruktif, indikatornya adalah komunikasi bersifat satu arah yaitu dari orang tua kepada anak, orang tua lebih aktif dalam menyampaikan pesan, orang tua memiliki dominansi/ otoritas dalam menyampaikan pesan, sikap, perbuatan serta ucapan orang tua cenderung memberikan penjelasan/penugasan yang spesifik, mementingkan kepatuhan anak.

b. Model komunikasi Partisipatif, indikatornya adalah komunikasi bersifat dua arah, terdapat interaksi antara orang tua dan anak, keputusan akhir tetap pada orang tua, anak diberi kesempatan untuk berpendapat, orang tua dan anak memiliki kedudukan yang sama dalam menyampaikan atau menerima pesan.


(30)

c. Model komunikasi Delegatif, indikatornya adalah anak lebih aktif dalam menyampaikan pesan, orang tua lebih berperan sebagai penerima pesan, orang tua menyampaikan pesan hanya apabila benar-benar diperlukan, orang tua memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada anak, pengambilan keputusan ada pada anak.

2. Pola Komunikasi Guru (X2) adalah bentuk hubungan atau interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (anak) pada saat proses belajar mengajar di sekolah berlangsung atau dengan istilah lain adalah hubungan aktif antara pendidik dan peserta didik (Fathurrohman, 2007: 39). Tiga pola komunikasi guru menurut Fathurrohman (2007) memiliki indikator sebagai berikut : a. Pola komunikasi Satu Arah (komunikasi sebagai aksi), indikatornya

adalah guru memiliki otoritas yang tinggi dan bersifat satu arah, guru berperan aktif sebagai pemberi pesan, anak kurang diberi kesempatan untuk berpendapat atau menyampaikan pesan/ gagasan, cenderung menggunakan metode berpusat pada guru missal. ceramah.

b. Pola komunikasi Dua Arah (komunikasi sebagai interaksi), indikatornya adalah komunikasi bersifat dua arah, hubungan timbal balik antara guru dan anak secara individual, menutup komunikasi antar sesama anak, cenderung menggunakan pendekatan personal.

c. Pola komunikasi Banyak Arah (komunikasi sebagai transaksi), indikatornya adalah komunikasi lebih dinamis antara guru dan anak secara keseluruhan, anak yang satu dengan yang lain memiliki hubungan


(31)

komunikasi, guru mampu menciptakan situasi pembelajaran siswa aktif, cenderung menggunakan metode diskusi dan simulasi

3. Kecerdasan moral anak (Y) adalah kemampuan anak dalam memahami hal

yang benar dan yang salah, memahami aturan dan norma-norma yang ada. Artinya anak memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia mampu bersikap benar dan terhormat (Borba, 2008: 4). Tujuh unsur penting beserta indikatornya dalam kecerdasan moral anak menurut Borba (2008; 7) adalah:

a. Empati (Empathy). Indikatornya adalah : peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, memperlakukan orang lain dengan penuh kasih sayang

b. Hati nurani (Conscience). Indikatornya adalah berani memilih untuk melakukan sesuatu yang benar, merasa bersalah apabila melanggar aturan, menegur teman yang berbuat salah.

c. Kontrol diri (Self-Control). Indikatornya adalah mampu mengendalikan tindakannya, mengikuti aturan yang berlaku, mampu menahan dorongan/ keinginan.

d. Rasa hormat (Respect). Indikatornya adalah menghormati orang yang lebih tua, mendengarkan guru/ teman ketika berbicara, mengucapkan dan membalas salam, berbahasa sopan dalam berbicara (tidak berteriak) e. Kebaikan hati (Kindness). Indikatornya adalah membantu teman yang

memerlukan atau mengalami kesulitan, tidak memaksakan kehendak, mau mengalah dan tidak mementingkan diri sendiri, berbuat baik kepada semua makhluk ciptaan Tuhan YME

f. Toleransi (Tolerance). Indikatornya adalah mampu menghargai orang lain tanpa membedakan suku, status ekonomi, kelas, agama, dll, menutup hidung dan mulut apabila bersin/ batuk, bersikap ramah kepada siapa pun.


(32)

g. Keadilan (Fairness). Indikatornya adalah bermain dengan teman tanpa memandang status, agama, keyakinan, atau jenis kelamin, menentang permusuhan, mau berbagi dengan teman tanpa memandang status atau jenis kelamin.

E. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Sugiyono (2002) dalam Riduwan (2008: 54) memberikan pengertian bahwa ”populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak TK B yang berada di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 719 orang dari 30 Taman Kanak-kanak yang tercatat dalam data terakhir di Dinas Pendidikan Kecamatan Ngamprah. Berikut rincian dari populasi penelitian tersebut :

Tabel. 3.2

Populasi Anak TK Se-Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran. 2008/2009 (Sumber : UPTD Kecamatan Ngamprah, Desember 2009)

No Nama TK Alamat Jumlah

Anak 1 Harapan Ibu Jl. Sindangsari No.176B 31 2 Permata hati Jln. Intan 1 V 6. 3 Permata 47 3 Amelia Jln. Ciung Wanara III No.2 25 4 Parikesit Komp. Perumahan Permata 19 5 Islam Bait

Al-Hikmah

Jln. Gadobangkong No.112 34 6 Bukit Permata Komp. Bukit Permata Blk.D No.22 21 7 Al-Innayah II Komp. Perumahan Padasuka 16 8 Niagara Komp. Puri Cipageran No. 12 47 9 An-Nissa Komp. Bukit Permata Blk. I 3 10 Bina Nusantara Jln. Inpantri No. 1. A 56 11 Al-Falah Jln. Jamrud XI Komp. Permata 17


(33)

12 Al-Amin Jln. Rawa Tengah Rt. 03/07 27

13 Graha Ananda Komp. GBR Blok F No.7 26

14 Pelangi Kp. Caringin Bbk. PT Kertas No.102

23 15 Al-Gharibiyah Jln. Bunisari Kulon No.5 11 16 Safira Komp. Bumi Pakusarakan II No. 1 14 17 Mentari Komp. Puri Cipageran Indah 2 32 18 Kasih Ibu Jln. Hajigopur Kp. Cijerah

DesaTani Mulya

9 19 Mutiara Ibu Jln. Raya Gadobangkong No.116 30 20 Al-Hikmah Jln. Botani Desa Tani Mulya 22 21 Smart Kids Jln. Panorama Blk. 8 No.56 10 22 Bunga-bunga

Bangsa

Komplek GBR No.3 Blk F 26 23 Mufid 1 dan 2 Komp. Taman Bunga Cilame 42 24 Al-Azhar Syifa

Budi Parahyangan

Jln. Cimareme No. 340 24

25 BAM Jl. Permata Raya L1 No. 28 15

26 Layina Komp. GBR I No.12 15

27 Nurul Iman Komp. Bumi Pakusarakan 18

28 Menara Jln. Celoa No. 48 Desa. Mekarsari 20

29 Berdikari Jln. Babakan Rahman 31 27

30 Permata Bunda Griya Asri Pakusarakan 12

Jumlah 719

2. Teknik Pengambilan Sampel

Dari jumlah populasi sebesar 719 orang, selanjutnya akan ditetapkan jumlah sampel penelitian yang akan digunakan. Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik simple random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan sistem secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut (Riduwan, 2008: 58). Hal ini dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen.

Karena populasi telah diketahui, maka teknik pengambilan sampel dapat menggunakan rumus dari Taro Yamane yang dikutip oleh Riduwan (2008: 65), yaitu sebagai berikut :


(34)

1 . 2 + =

d N

N

n Dimana n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d2 = Presisi yang ditetapkan

Berdasarkan rumus tersebut, bila tingkat presisinya ditetapkan sebesar 10%, maka dapat ditetapkan jumlah sampelnya sebagai berikut :

88 ~ 79 , 87 19 , 8 719 1 ) 1 , 0 .( 719 719 1

. 2 + = 2 + = =

= d N

N

n orang

Untuk memudahkan dalam pengumpulan data, selanjutnya dari jumlah sampel 88 orang tersebut akan ditentukan jumlah masing-masing sampel dari setiap TK di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat secara proporsional dengan rumus sebagai berikut :

n N N

ni= i. Dimana : ni = Jumlah sampel menurut stratum

n = Jumlah sampel seluruhnya

Ni = Jumlah populasi menurut stratum

N = Jumlah populasi seluruhnya

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel dari masing-masing TK di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat adalah seperti yang tercantum didalam tabel berikut :

Tabel. 3.3

Jumlah Sampel Anak TK di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran 2008/2009 No Nama TK Penentuan Sampel

(ni=Ni/N.n)

Jumlah

1 Harapan Ibu 31/719.88 = 3,76 4 responden 2 Permata hati 47/719.88 = 5,75 6 responden

3 Amelia 25/719.88 = 3,05 3 responden

4 Parikesit 19/719.88 = 2,33 2 responden 5 Islam Bait Al-Hikmah 34/719.88 = 4,16 4 responden 6 Bukit Permata 21/719.88 = 2,57 3 responden 7 Al-Innayah II 16/719.88 = 1,96 2 responden


(35)

8 Niagara 47/719.88 = 5,75 6 responden 9 An-Nissa 3/719.88 = 0,37 0 responden 10 Bina Nusantara 56/719.88 = 6,85 7 responden

11 Al-Falah 17/719.88 = 2,08 2 responden

12 Al-Amin 27/719.88 = 3,30 3 responden

13 Graha Ananda 26/719.88 = 3,18 3 responden

14 Pelangi 23/719.88 = 2,82 3 responden

15 Al-Gharibiyah 11/719.88 = 1,35 1 responden

16 Safira 14/719.88 = 1,71 2 responden

17 Mentari 32/719.88 = 3,92 4 responden

18 Kasih Ibu 9/719.88 = 1,10 1 responden

19 Mutiara Ibu 30/719.88 = 3,67 4 responden

20 Al-Hikmah 22/719.88 = 2,69 3 responden

21 Smart Kids 10/719.88 = 1,22 1 responden

22 Bunga-bunga Bangsa 26/719.88 = 3,18 3 responden 23 Mufid 1 dan 2 42/719.88 = 5,14 5 responden 24 Al-Azhar Syifa Budi P 24/719.88 = 2,94 3 responden

25 BAM 15/719.88 = 1,84 2 responden

26 Layina 15/719.88 = 1,84 2 responden

27 Nurul Iman 18/719.88 = 2,20 2 responden

28 Menara 20/719.88 = 2,45 2 responden

29 Berdikari 27/719.88 = 3,30 3 responden

30 Permata Bunda 12/719.88 = 1,47 2 responden

Jumlah 88 responden

Dalam pelaksanaan penelitian, sampel dipilih menjadi 100 orang responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan sampel.

F. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian deskriptif, instrumen yang sering digunakan adalah angket (kuesioner) dan pedoman pengamatan/ wawancara. Berdasarkan fokus masalah penelitian, terdapat tiga instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu instrumen untuk menjaring data (a) pola komunikasi orang tua dalam bentuk skor, (b) pola komunikasi guru dalam bentuk skor, dan (c) data tentang kecerdasan moral anak dalam bentuk skor.


(36)

Pengumpulan data pola komunikasi orang tua dan pola komunikasi guru dilakukan melalui pengisian instrumen penelitian yang berupa inventori atau angket. Sedangkan untuk menjaring data kecerdasan moral anak dilakukan melalui observasi terhadap anak melalui bantuan guru dengan mengisi pedoman observasi yang telah disusun oleh peneliti.

Untuk mengumpulkan ketiga jenis data tersebut, disusun tiga perangkat alat pengumpul data. Adapun alat pengumpul data tersebut adalah :

1. Pola Komunikasi Orang Tua. Instrumen ini disusun dalam bentuk inventori

atau angket dengan alternatif jawaban sebagai berikut :

SL : artinya orang tua Selalu melakukan pernyataan yang dimaksud SR : artinya orang tua Sering melakukan pernyataan yang dimaksud JR : artinya orang tua Jarang melakukan pernyataan yang dimaksud TP : artinya orang tua Tidak Pernah melakukan pernyataan yang

dimaksud

Orang tua diminta untuk memberikan tanda ceklis (√) pada salah satu alternatif jawaban yang tersedia dan sesuai dengan cara mereka berkomunikasi atau berinteraksi dengan putra putri mereka di rumah. Adapun penilaian yang akan diberikan pada setiap alternatif jawaban yang telah disediakan adalah :

Tabel.3.4

Skor untuk setiap Alternatif Jawaban Alat Ukur Pola Komunikasi Orang Tua

Alternatif Jawaban Skor/ Nilai

Selalu (SL) 4

Sering (SR) 3

Jarang (JR) 2


(37)

2. Pola Komunikasi Guru. Instrumen ini disusun dalam bentuk inventori atau

angket dengan alternatif jawaban sebagai berikut :

SL : artinya orang tua Selalu melakukan pernyataan yang dimaksud SR : artinya orang tua Sering melakukan pernyataan yang dimaksud JR : artinya orang tua Jarang melakukan pernyataan yang dimaksud TP : artinya orang tua Tidak Pernah melakukan pernyataan yang

dimaksud

Guru diminta untuk memberikan tanda ceklis (√) pada salah satu alternatif jawaban yang tersedia dan sesuai dengan cara mereka berkomunikasi atau berinteraksi dengan putra putri mereka di rumah. Adapun penilaian yang akan diberikan pada setiap alternatif jawaban adalah :

Tabel.3.5

Skor untuk setiap Alternatif Jawaban Alat Ukur Pola Komunikasi Guru

Alternatif Jawaban Skor/ Nilai

Selalu (SL) 4

Sering (SR) 3

Jarang (JR) 2

Tidak Pernah (TP) 1

3. Kecerdasan Moral Anak. Instrumen ini disusun dalam bentuk pedoman

observasi atau sebagai acuan bagi guru dalam mengamati kecerdasan moral anak. Dalam pedoman observasi kecerdasan moral anak pun terdapat beberapa alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan keadaan anak. Alternatif jawaban yang tersedia adalah sebagai berikut : SL : artinya anak Selalu melakukan pernyataan yang dimaksud SR : artinya anak Sering melakukan pernyataan yang dimaksud JR : artinya anak Jarang melakukan pernyataan yang dimaksud


(38)

Guru diminta untuk memberikan tanda ceklis (√) pada salah satu alternatif jawaban yang tersedia dan sesuai dengan keadaan anak. Dalam pedoman observasi kecerdasan moral anak terdiri dari item positif dan item negatif. Item positif adalah item-item yang mendukung atau sesuai dengan kriteria tertentu, sedangkan item negatif berarti item-item yang tidak sesuai dengan standar/ kriteria yang telah ditentukan. Penilaian yang akan diberikan pada setiap jawaban bagi item yang positif berbeda dengan penilaian pada setiap item yang negatif. Adapun penilaian untuk alternatif jawaban dalam item positif dan item negatif adalah :

Tabel.3.6

Skor untuk setiap Alternatif Jawaban Alat Ukur Kecerdasan Moral Anak Alt. Jawaban

Item Positif

Skor/ Nilai

Alt. Jawaban Item Negatif

Skor/ Nilai

Selalu (SL) 4 Selalu (SL) 1

Sering (SR) 3 Sering (SR) 2

Jarang (JR) 2 Jarang (JR) 3

Tidak Pernah (TP) 1 Tidak Pernah (TP) 4

G. Pengembangan Instrumen Penelitian

Berdasarkan fokus masalah penelitian, terdapat tiga alat ukur (instrumen) penelitian, yaitu instrumen untuk menjaring data : (1) pola komunikasi orang tua, (2) pola komunikasi guru dan (3) kecerdasan moral anak. Ketiga instrumen tersebut disusun berdasarkan indikator-indikator yang ada pada setiap teori pokok dari setiap variabel.


(39)

Instrumen pola komunikasi orang tua disusun berdasarkan teori pola komunikasi yang dikemukakan oleh Fisher (1978) yang menyatakan bahwa pola komunikasi orang tua terdiri dari model instruktif, model partisipatif dan model delegatif. Instrumen yang diujicobakan terdiri dari 80 item.

Instrumen pola komunikasi guru disusun berdasarkan teori pola komunikasi yang dikemukakan oleh Fathurrohman (2008: 39). yang menyatakan bahwa pola komunikasi guru terdiri dari pola komunikasi satu arah, pola komunikasi dua arah dan pola komunikasi banyak arah/ multi arah. Instrumen yang diujicobakan berjumlah 70 item.

Pedoman observasi kecerdasan moral anak disusun berdasarkan teori kecerdasan moral yang dikemukakan oleh Borba (2008: 4) yang menyatakan bahwa kecerdasan moral terbangun dari tujuh kebajikan utama, yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi dan keadilan. Pedoman observasi yang diujicobakan berjumlah 80 item.

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian dari ketiga instrumen tersebut sebelum uji coba instrumen adalah :


(40)

Tabel. 3.7

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pola Komunikasi Orang Tua, Pola Komunikasi Guru dan Kecerdasan Moral Anak

! "

a. b. c.

#

d. $ % %

& #

'

e.

( %

(

'

a. (

b. c.

'

' )

d.

% ' '

e.

# $ !$ $ **$

+$ !$ +,$ +-$ *. +$ *$ .$ /$ + $ */$

*-,$ $ +/$ +0$ ,!$

,.$ *0

! $ +*$ ,+$ ,,$ ./

-$ /$ *$ .$ ! $ . $ 0$ ,$ !!$ !,$ , $

* $ . ,$ !.$ *!$ .! !-$ + $ ,/$ .+

$ -$ !.$ .,

!$ !+$ +.$ ,*$ .* $ 0$ -$ !/$ .. +$ *$ 0$ +!$ ,-$

.-.$ !*$ !0$ *+$ .0


(41)

1

(

" (

!

2 '

(

1 ' 1

% 3

' 4

%

5

3 %

%

3 4

3 %

3 ' '

% 1

%

& 3

4

# !$ +$ .$ !$ !/$ +*$

*

-$ +$ ,$ +,$ ,/$ *

$ *$ ,$ .$ $ +!$

*! $ +$ + $ *+

0$ /$ $ ,.$ *,

$ ! $ !!$ , $ ,*$ ,0$ ** *$ /$ !*$ ++$ *. -$ .$ -$ 0$ ,!$ ,+

0$ ! $ !+$ + $ , $

*-*$ !.$ !-$ +.$ +-$ ,, $ !$ !,$ ,-$ *0


(42)

2 2 2 2 % ( 6 5 ! + 7 , ' % ' 2 ' % ' ' ' % # ' # % % % 2 % 8 9 ' % 2 % : 6 +$ *$ . -$ $ $ 0 !$ , +$ * 0 +$ -$ ! , !/$ !,$ + !*$ !-0 ! $ !. +-$ ,/$ ,! ++ +!

, $ +0

, / $ ! . -/$ .* . *$ .. +/ !+ !0$ .-! $ .-!.-! +.$ , + $ +* +,$ .0 ,+


(43)

*

.

$

$ $

$

#

% 2

2

$ $

' $ &

% #

,0$ *

*!

,,$ ,*$ * *,$ .

*0$ ./$ .+ *-$ .

,-*+$ -/

,.$ *

**$ .,

*. .!

Secara umum, langkah-langkah yang dilakukan dalam mengembangkan instrumen penelitian adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan definisi operasional variabel berdasarkan studi pustaka, landasan teoritis dan sumber-sumber lain.

2. Menyusun kisi-kisi instrument penelitian dan item-item penelitian dengan merujuk pada definisi operasional yang ada.

3. Melakukan judgement ahli, yaitu untuk memberikan penilaian terhadap instrumen penelitian yang telah disusun.

4. Melakukan uji coba instrumen kepada anak Taman Kanak-kanak yang berada di luar wilayah penelitian sesungguhnya.

5. Melakukan analisis validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.

6. Mengatur butir-butir item yang terpakai sesuai dengan hasil uji coba instrumen.


(44)

H. Uji Coba Instrumen Penelitian

Uji coba instrument dimaksudkan untuk menguji validitas item dan reliabilitas instrument penelitian. Uji coba instrument dilakukan di TK At-Taufik yang terletak di Desa Babakan dan TK Kemilau Zaman yang terletak di Desa Cibaligo dengan jumlah 23 orang responden dari TK At-Taufik dan 9 orang responden dari TK Kemilau Zaman yang dilaksanakan pada tanggal 8-16 Mei 2009. Adapun hasil uji coba tersebut adalah sebagai berikut :

Jumlah item uji coba variabel pola komunikasi orang tua (X1) s= 80 item.

Setelah dianalisis dengan uji validitas dan reliabilitas, maka terdapat item yang gugur sebanyak 27 item dengan rincian sebagai berikut : item no 1, 7, 8, 11, 13, 17, 20, 23, 25, 29, 30, 36, 37, 38, 44, 45, 53, 55, 56, 57, 58, 63, 64, 65, 71, 72, 76. Dengan demikian ke-27 item ini dibuang, sehingga item yang terpakai hanya 53 item.

Jumlah item uji coba variabel pola komunikasi guru (X2) = 70 item. Setelah

dianalisis dengan uji validitas dan reliabilitas, maka terdapat item yang gugur, yaitu sebanyak 18 item dengan rincian sebagai berikut : item no 1, 3, 7, 10, 13, 15, 19, 20, 43, 45, 46, 47, 48, 52, 53, 54, 55, 66. Dengan demikian ke-18 item ini dibuang, sehingga item yang terpakai hanya 52 item.

Jumlah item uji coba variabel kecerdasan moral anak (Y) = 80 item. Setelah dianalisis dengan uji validitas dan reliabilitas, maka terdapat item yang gugur sebanyak 17 item, yaitu item no 1, 7, 11, 13, 17, 20, 21, 26, 30, 47, 53, 55, 56, 57, 63, 64, 76. Dengan demikian ke-27 item ini dibuang, sehingga item yang terpakai hanya 63 item. (Tabel skor validitas setiap item dapat dilihat di Lampiran.)


(45)

Adapun hasil pengujian reliabilitas instrument yang diperoleh melalui perhitungan dan bantuan SPSS.17,0 for windows adalah sebagai berikut :

1. Koefisien reliabilitas dari Instrument pola komunikasi orang tua adalah sebesar r11= 0,789 dengan rtabel = 0,202. Karena r11> rtabel atau 0,789 > 0,202

maka instrument tersebut dinyatakan reliabel.

2. Koefisien reliabilitas dari Instrument pola komunikasi guru adalah sebesar r11 = 0,795. dengan rtabel = 0,202. Karena r11> rtabel atau 0,795 > 0,202 maka

instrument tersebut dinyatakan reliabel.

3. Koefisien reliabilitas dari Instrument kecerdasan moral anak adalah sebesar r11 = 0,763. dengan rtabel = 0,202. Karena r11> rtabel atau 0,763 > 0,202 maka

instrument tersebut dinyatakan reliabel.

Setelah dilakukan ujicoba, terjadi perubahan no item yang terpakai, sehingga perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan kisi-kisi instrument penelitian.

Tabel.3.8

Perubahan Nomor Item Penelitian yang Valid Variabel Pola Komunikasi Orang Tua

No Item Sebelum TO

No Item Sesudah TO

No Item Sebelum TO

No Item Sesudah TO

No Item Sebelum TO

No Item Sesudah TO

2 1 28 19 54 37

3 2 31 20 59 38

4 3 32 21 60 39

5 4 33 22 61 40

6 5 34 23 62 41

9 6 35 24 66 42

10 7 39 25 67 43

12 8 40 26 68 44

14 9 41 27 69 45

15 10 42 28 70 46

16 11 43 29 73 47

18 12 46 30 74 48

19 13 47 31 75 49

21 14 48 32 77 50

22 15 49 33 78 51

24 16 50 34 79 52

26 17 51 35 80 53


(46)

Tabel.3.9

Perubahan Nomor Item Penelitian yang Valid Variabel Pola Komunikasi Guru

No Item Sebelum TO No Item Sesudah TO No Item Sebelum TO No Item Sesudah TO No Item Sebelum TO No Item Sesudah TO

2 1 27 19 49 36

4 2 28 20 50 37

5 3 29 21 51 38

6 4 30 22 56 39

8 5 31 23 57 40

9 6 32 24 58 41

11 7 33 25 59 42

12 8 34 26 60 43

14 9 35 27 61 44

16 10 36 28 62 45

17 11 37 29 63 46

18 12 38 30 64 47

21 13 39 31 65 48

22 14 40 32 67 49

23 15 41 33 68 50

24 16 42 34 69 51

25 17 44 35 70 52

26 18

Tabel.3.10

Perubahan Nomor Item Penelitian Yang Valid Variabel Kecerdasan Moral Anak

No Item Sebelum TO No Item Sesudah TO No Item Sebelum TO No Item Sesudah TO No Item Sebelum TO No Item Sesudah TO

2 1 31 22 54 43

3 2 32 23 58 44

4 3 33 24 59 45

5 4 34 25 60 46

6 5 35 26 61 47

8 6 36 27 62 48

9 7 37 28 65 49

10 8 38 29 66 50

12 9 39 30 67 51

14 10 40 31 68 52

15 11 41 32 69 53

16 12 42 33 70 54

18 13 43 34 71 55

19 14 44 35 72 56

22 15 45 36 73 57

23 16 46 37 74 58

24 17 48 38 75 59

25 18 49 39 77 60

27 19 50 40 78 61

28 20 51 41 79 62


(47)

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian setelah mengalami perubahan nomor item valid adalah sebagai berikut :

Tabel. 3.11

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba

! "

%

# $ % %

& #

'

( %

(

' (

%

'

' )

% ' '

# $ $ ,$ + $

0$ ! $ +! !$ ,$ .$ !0$ ++ +$ +$ *$ !!$ +,

/$ !/$ !.$ +*

.$ $

*$ $ +$ !,$ +

/$ +. -$ !+$

+-$ +0

!$ ! -$ !$ 0$ ,/

*$ .$ 0$ ,

-$ ,$ ,


(48)

1

(

" (

!

2 ' (

a. 1 '

b. 1

c. ( 8 3 9 '

d. 4

4

5

3 %

%

# 3

4

3 %

( 8 3 9 '

'

% 1

%

& 3

4

# $ ,$ $ ++

$ *$ .$ !.$ +,

+$ $ +$ +*

.$ 0$ !!$ +.

*$ !$ +/$ +-$ ++-$ ,+-$ !-+-$!0+-$

+

/$$ -$ !,$ +0 ,$ 0$ /$

!$ *$ !+$ ,/

-$ 0$ !/

-$ .$ + $ ,

!$ ! $ ! $ !*$ +!$ ,


(49)

2 22 2 % ( 6 5 ! + 7 , ' % ' 2 ' % ' ' ' % # ' # % % % 2 % 8 9 a. ' b. c. 2 % : 6 !$ , *$ 0 . /$ + .$ / ,$ * -*$ ! .$ 0 $ -!-$ +/ !, !+

+ $ !0 + -$ ! 0 */ ! , !/$ * !$ + + !!$ !. !*$ * +!


(50)

*

.

$

$ $

$

#

% 2

2

$ $

' $ &

% #

+,$ +.

+*

+0$ ,*

,!$,+$ ,-, $ ,-,,-,

++

*!

+-,/$ ,0

, ,.

I. Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan dalam waktu kurang lebih dua minggu terhitung sejak tanggal 03 Juni 2009 sampai dengan tanggal 18 Juni 2009 dengan pengaturan satu minggu pertama digunakan untuk penyebaran angket ke setiap Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Ngamprah dan satu minggu kedua difokuskan untuk pengambilan angket.

Adapun prosedur penelitian secara umum melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan masalah penelitian

b. Melakukan orientasi dan observasi mengenai kemungkinan dapat dilakukan penelitian tersebut.


(51)

c. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran yang benar dan tepat mengenai variable-variabel penelitian.

d. Menentukan dan menyusun alat ukur yang akan digunakan.

e. Mengujicobakan alat ukur kepada anak TK di luar wilayah penelitian. f. Mempersiapkan masalah-masalah administrasi dengan pihak sekolah.

Misal. Mengurus perizinan, memperbanyak alat ukur/ instrumen penelitian, dll.

g. Menentukan waktu dan sampel penelitian untuk pengambilan data sesungguhnya.

2. Tahap Pengumpulan Data

a. Menghubungi dan mendatangi sampel penelitian

b. Menyebarkan angket ke tiap Taman Kanak-kanak sesuai dengan sampel yang dibutuhkan.

c. Menjelaskan maksud dan tujuan sampel

d. Melaksanakan pengambilan data dengan cara meminta responden untuk mengisi angket yang telah disediakan.

e. Membuat kesepakatan waktu pengambilan alat ukur/ angket. 3. Tahap Pengolahan Data

a. Mengecek kelengkapan instrument yang telah diisi. Kelengkapan jawaban dari responden ini menentukan dapat atau tidaknya data tersebut diskor dan diolah lebih lanjut.


(52)

b. Memberikan nomor urut atau kode responden pada setiap lembar jawaban. Nomor urut atau kode responden yang berlaku untuk satu variabel berlaku pula untuk variabel lainnya.

c. Melakukan skoring pada setiap lembar jawaban.

d. Memindahkan skor yang diperoleh setiap responden ke dalam tabel utama berdasarkan nomor urutnya.

e. Menghitung harga-harga statistik, menguji asumsi-asumsi statistik serta taraf signifikansi yang diperoleh dari setiap sampel yang diteliti.

f. Memberikan penafsiran terhadap kecenderungan karakteristik sampel yang diteliti berdasarkan harga statistik yang diperoleh dari perhitungan. g. Menyajikan hasil-hasil pengolahan dan analisis data dalam bentuk

uraian dan angka-angka untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian.

J. Teknik Pengolahan Data.

Sebelum pengumpulan data yang sesungguhnya, maka instrumen penelitian yang telah disusun, diujicobakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kualitas instrumen yang pada akhirnya nanti akan diuji validitas dan reliabilitas dari instrumen tersebut. Menurut Nasution (1987: 100), kualitas instrumen sebagai alat pengukur pada umumnya harus memenuhi dua syarat utama, yaitu valid atau shahih dan reliabel atau dapat dipercaya. Pelaksanaan pengujian validitas da reliabilitas diaplikasikan melalui program SPSS 17,0 for windows.


(53)

Validitas suatu instrumen penelitian merupakan aspek yang sangat penting. Suatu alat ukur dikatakan valid, apabila alat tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur oleh alat ukur tersebut. Untuk menguji validitas alat ukur tersebut dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap butir item dengan skor totalnya. Rumus yang biasa digunakan untuk menghitung validitas alat ukur menurut Sudjana (2007: 148-149) adalah rumus korelasi product moment dari Karl Pearson sebagai berikut :

( )( )

( )

(

)

(

( )

)

− −

− =

2 2 2

2

Y Y N X X N

Y X XY

N rxy

Pengujian r apakah berarti atau tidak pada taraf signifikasi tertentu

digunakan uji t dengan rumus ;

2 1

2

r n r t

− −

= .

Harga t hitung kemudian dibandingkan dengan hrga t tabel pada taraf signifikansi tertentu dan dengan derajat kebebasan n-2. jika harga t hitung > t tabel, maka koefisien validitas butir pernyataan tersebut dapat dipakai.

Setelah menguji validitas setiap instrumen, selanjutnya dapat dilakukan uji reliabilitas atau tingkat keajegan instrumen. Untuk menguji reliabilitas instrumen,dapat digunakan rumus yang sama dengan pengujian validitas, yaitu menggunakan rumus korelasi Product Moment dari karl Pearson. Setelah diketahui koefisien korelasinya, kemudian ditentukan koefisien reliabilitas instrumen tersebut dengan rumus tekhnik belah dua yang dikenal dengan formula Spearman-Brown sebagai berikut :


(54)

hh hh tt

r r r

+ =

1 2

Dengan rtt = Koefisien reliabilitas tes secara total ( tt=total test )

rhh= Koefisien korelasi product moment antara bagian pertama instrumen dengan bagian kedua instrumen (hh = half- half)

Adapun kaidah pengujian signifikansinya adalah :

Jika rtt ≥rtabel , berarti reliabel, dan

Jika rttrtabel , berarti tidak reliabel

Setelah menguji validitas dan reliabilitas instrumen atau alat ukur penelitian, maka langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data yang sesungguhnya dan kemudian dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah meliputi uji hipotesis, dengan menggunakan teknik statistik regresi sederhana, regresi ganda, korelasi sederhana dan korelasi ganda.

a. Rumus Persamaan Regresi Sederhana : Yˆ =a+b1

b. Rumus Persamaan Regresi Ganda : Yˆ =a+b1X1+b2X2

c. Rumus Korelasi Sederhana (Pearson Product Moment)

(

)( )

( )

[

]

[

( )

]

− −

− =

2 2 2

2

Y Y n X X n

Y X XY

n


(55)

Dimana : rxy = Koefisien korelasi

X = Variabel Bebas Y = Variabel Terikat n = Jumlah responden

Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut :

Tabel.3.12

Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r

INTERVAL KOEFISIEN

TINGKAT HUBUNGAN

0,80 – 1,00 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat Kuat Kuat

Cukup Kuat Rendah

Sangat Rendah

Sumber : Riduwan, (2004: 280).

Selanjutnya adalah menentukan koefisien determinasi untuk mengetahui besar-kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y atau seberapa besar kontribusi pola komunikasi orang tua dan guru terhadap perkembangan moral anak TK se-Kecamatan Ngamprah dengan rumus :


(56)

KP = r2 x 100 %

Dimana KP = Nilai koefisien determinan r = Nilai koefisien korelasi.

Pengujian selanjutnya adalah uji signifikansi yang berfungsi untuk mengetahui makna hubungan antara varabel X1 terhadap variabel Y dan variabel

X2 terhadap variabel Y, dengan rumus :

2 1 2 r n r thitung − −

= Dimana : thitung = Nilai t

r = Nilai Koefisien Korelasi

n = Jumlah Sampel

Distribusi (tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2). Adapun kaidah keputusan : jika thitung > ttabel berarti signifikan, sebaliknya

jika thitung < ttabel berarti tidak signifikan

d. Rumus Korelasi Ganda

( )(

)(

)

2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 X X r X rX Y X Y X Y X r Y X r Rxx y

− − +

=

Rumus diatas digunakan untuk menganalisis korelasi ganda, artinya untuk melihat apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola komunikasi orang tua (X1) dan pola komunikasi guru (X2) terhadap kecerdasan moral anak TK


(57)

Adapun untuk mengetahui signifikansi korelasi berganda tersebut, terlebih dahulu dicari Fhitung kemudian dibandingkan dengan Ftabel dengan rumus :

(

)

1

1 2

2

− −

− =

k n

R k R

Fhitung

Dimana ; R = Nilai koefisisen korelasi ganda, n = jumlah sampel k = jumlah variabel bebas, Fhitung = Nilai F yang dihitung

Kaidah pengujian signifikansinya adalah :

Jika FhitungFtabel,, maka Ho ditolak, artinya signifikan dan

Jika FhitungFtabel , maka Ho diterima, artinya tidak signifikan

K. Uji Persyaratan Analisis

Sebelum menganalisis data lebih jauh, maka sebelumnya harus dilakukan uji persyaratan analisis terlebih dahulu, antara lain adalah dengan melakukan uji normalitas dan uji regresi linieritas yang sebelumnya diawali oleh proses perubaan data mentah (data ordinal) mejadi data baku (data interval). Berikut uji persyaratan analisis yang telah dilakukan :

1. Merubah data mentah (data ordinal) menjadi data baku (data interval). Untuk merubah data ordinal menjadi data interval pada setiap variabel dan sub variabel dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

s x X

T i

i

− + =50


(58)

Berikut hasil perubahan data dari setiap variabel dan subvariabel dengan menggunakan rumus diatas :

a. Data Variabel Pola Komunikasi Orang Tua (X1)

Diketahui rata-rata (mean) adalah 124,46 dan standar deviasi atau simpangan baku (s) adalah 10,9. Selanjutnya mengubah data ordinal menjadi data interval Contoh : Penyelesaian data ordinal 125 menjadi data interval :

50 ~ 49 , 50 9 , 10 ) 46 . 124 125 ( 10

50+ − =

=

i

T

Dengan prosedur yang sama, maka data ordinal variabel Pola Komunikasi Orang Tua berubah menjadi data interval (data baku) seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 3.13

Data Baku Variabel Pola Komunikasi Orang Tua

No Ord Int No Ord Int No Ord Int No Ord Int

1 125 50 26 124 50 51 125 50 76 109 43

2 136 61 27 112 39 52 114 40 77 149 73

3 127 52 28 118 44 53 116 42 78 146 70

4 128 53 29 118 44 54 118 44 79 123 49

5 130 55 30 123 49 55 128 53 80 132 57

6 129 54 31 120 46 56 132 57 81 124 50

7 134 59 32 101 28 57 134 59 82 110 37

8 124 50 33 142 66 58 115 47 83 114 40

9 122 48 34 117 43 59 120 46 84 126 51

10 127 52 35 130 55 60 117 43 85 125 51

11 120 46 36 113 40 61 131 56 86 126 56

12 108 35 37 135 60 62 94 22 87 124 50

13 122 48 38 133 58 63 139 63 88 118 44

14 122 48 39 133 58 64 130 55 89 140 64

15 128 53 40 136 61 65 131 56 90 123 49

16 122 48 41 137 62 66 107 46 91 116 42

17 129 54 42 109 36 67 117 46 92 122 48

18 146 70 43 136 61 68 108 35 93 109 36

19 120 46 44 136 61 69 115 47 94 118 44

20 117 43 45 123 49 70 113 40 95 114 40

21 148 72 46 151 74 71 107 34 96 115 47

22 140 64 47 126 51 72 118 44 97 118 44

23 133 58 48 130 55 73 131 56 98 138 62

24 115 47 49 126 58 74 120 46 99 117 43


(1)

(2)

Akdon. (2007). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung : Penerbit Dewa Ruchi.

Ali, Moh. (1997). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung : Tarsito.

Ancok, Djamaludin. (2000). Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Asshaari M, Abuya. (2003). Panduan Anak Soleh. Selangor : Penerbitan Minda Ikhwan.

Balitbang. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar (Kompetensi Dasar PAUD). Jakarta : Pusat Kurikulum Depdiknas.

Borba, Michelle. (2001). Building Moral Intelligence The Seven Essential Virtues That Teach Kids to Do the Right Thing. San Fransisco : Jossey-Bass A Wiley Company.

……… (2008). Membangun Kecerdasan Moral. (Alih bahasa dari buku The Seven Essential Vitues That Teach Kids to Do the Right Thing oleh Lina Jusuf). Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi.

Budiningsih, Asri. (2004). Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Cangara, Hafied. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rajawali Pers. Coles, Robert (1997). The Moral Intelligence of Children. New York. Random Haouse. ... (2000). Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Direktorat PAUD, Dirjen PLS dan Pemuda. (2004) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Modul Sosialisai PADU. Jakarta : Depdiknas.


(3)

Djamarah. S. Bahri. (2004). Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta : PT. RhinekaCipta.

Echols, John M dan Hassan Sadily. (2002). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Effendy.O.(2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Faizah, D.Utama. (2008). Keindahan Belajar dalam Perspektif Pedagogi. Bandung : Cindy Grafika.

Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : PT. Refika Aditama.

Fisher, B.A. (1986). Teori-teori Komunikasi. (terjemahan). Bandung : Remaja RosdaKarya.

... (1978). Perspectives on Human Communication. New York : Mac-Millan Publishing Co, Inc.

Gutama, dkk.(2005). Mewujudkan Pendidikan Anak Usia Dini yang Holistik. (Seminar dan Lokakarya Nasional 005 Pendidikan Anak Usia Dini kampus UGM 14-16 Nopember 2005).

Haricahyono, Cheppy. (1995). Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang : IKIP Press.

Harini, Sri. (2003). Mendidik Anak Sejak Dini. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Hasan, Aliah Purwakania. (2008). Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta : PT.

RajaGrafindo Persada.

Jamaris. Martini. (2006). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Junita E, Ike. (2005). 22 Prinsip Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Minat Belajar Anak. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Kirschenbaum. H. (1995). 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings. Massachusetts : Allyn&Bacon.

Kohlberg.L. (1994) Tahap-tahap Perkembangan Moral. Cet.I. Alih Bahasa : Drs. John de Santo dan Drs. Agus Cremes, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.


(4)

Koyan. I Wayan. (2000). Pendidikan Moral Pendekatan Lintas Budaya. Jakarta : Depdiknas.

Kurtines, William.M dan Gerwitz Jacob L. (1992). Moralitas, Perilaku Moral dan Perkembangan Moral. Penterjemah : M.I.Soelaeman. Jakarta : UI-Press.

Moleong, Lexy J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Moeslichatoen. R.(1999). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Rineka Cipta.

Mulyana, Dedi. (2001). Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

... (2004). Komunikasi Efektif suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Musfiroh. Tadzkirotun. Dkk. (2005). Cerita untuk Perkembangan Anak. Yogyakarta : Navila.

Hidayat, Otib Satibi. (2003). Metode pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama. Jakarta : Universitas Terbuka.

Poerwadarminta, W.J.S. (2007). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Pucket, Margaret. (1996). The Young Child (Development from Prebirth Through Age Eight). New Jersey : Merrill Prentice Hall.

Rahman, Hibana. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : PGTKI Press.

Rakhmat, Jalaludin. (1997). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

... (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Riduwan, M.B.A. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.

Rohmatillah, Nur. (2004). Hubungan antara Pertimbangan Moral dengan Sikap terhadap Perilaku Pacaran pada Siswa Kelas 3 MAN I Bandung. SKRIPSI. Bandung : Fak. Tarbiyah IAIN SGD.


(5)

Schaefer, Charles. (1996). Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Jakarta : Mitra Utama

Solehuddin, M. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung : FIP UPI.

Sri, Susi. (2006). Studi Kasus tentang Komunikasi Antara Orang Tua dan Anak terhadap Motivasi Belajar di Kelurahan Kota Kaler Kec. Sumedang. SKRIPSI. Bandung : FIP UPI.

Suyanto, Slamet. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Hikayat.

...(2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas.

Syah, Muhibbin. (2008). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Vardiansyah. D. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor : Galia Indonesia. Widayati, Sri dan Widijati, Utami. (2008). Mengoptimalkan 9 Zona Kecerdasan

Majemuk Anak. Jogyakarta : Luna Publisher.

Yusuf, Syamsu. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Zein Sulaeman. (2008). Penanaman Nilai Moral untuk Anak sejak usia Dini. Artikel.

Zuchdi, Darmiyati (2003). Humanisasi Pendidikan (Kumpulan Makalah dan Artikel tentang Pendidikan Nilai). Yogyakarta : Program Pascasarjana UNY.

---, (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI

Berbagai sumber.(2008).Pembentukan Moral Anak Diawali dari Orangtua http://republika.co.id/launcher/view/mid/19/news_id/1988.

Misni Irawati. (2006). Gaya Komunikasi Menyimpang. Tersedia : http://www.indomedia.com/bpost/072006/12/opini/opini1.htm

Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno. (2008). Tiga Pola Komunikasi Guru. http://mjieschool.blogspot.com/2008/11/tiga-pola-komunikasi-antara-guru-dengan siswa.html.


(6)

Dokumen yang terkait

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSI ANAK USIA DINI Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosi Anak Usia Dini Di TK Melati Ngembat Padas Gemolong Sragen Tahun Ajaran 2015/2016.

0 2 13

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSI ANAK USIA DINI DI TK MELATI NGEMBAT PADAS Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosi Anak Usia Dini Di TK Melati Ngembat Padas Gemolong Sragen Tahun Ajaran 2015/2016.

0 2 17

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini Di PAUD Saymara Kartasura Tahun Pelajaran 2014.

0 1 14

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI DI PAUD SAYMARA KARTASURA TAHUN AJARAN 2014 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini Di PAUD Saymara Kartasura Tahun Pelajaran 2014.

0 1 12

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN ASPEK MORAL SPIRITUAL PADA ANAK USIA DINI.

2 9 29

PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP AKTIVITAS BERMAIN ANAK USIA DINI : Penelitian Fenomenologi pada Orang Tua Anak Usia Dini.

2 11 33

KONTRIBUSI POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN ANAK USIA DINI: Studi Analitik Deskriptif Terhadap Anak Kelompok B di TK Kecamatan Serang).

1 2 54

PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PENDIDIKAN SEKS ANAK USIA DINI.

1 5 103

PERAN ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN BAHASA ANAK USIA DINI

0 1 17

PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ANAK USIA DINI

0 2 11