Upaya World Vision Melakukan Pelestarian Hutan Melalui Sekolah Hijau di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat Tahun 2011 - 2014.

(1)

i

UPAYA WORLD VISION MELAKUKAN

PELESTARIAN HUTAN MELALUI SEKOLAH HIJAU

DI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT

TAHUN 2011-2014

SKRIPSI

Disusun oleh: Edwin Peter Mathews Pangaribuan

NIM. 1021105048

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Politik pada Program Studi Hubungan Internasional

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus melalui Belas Kasihan dan Pemeliharaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Upaya World Vision Melakukan Pelestarian Hutan Melalui Sekolah Hijau Di

Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat Tahun 2011-2014”. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk dapat memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana Ilmu Politik pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana. Penulis sadar bahwa skripsi ini sepenuhnya tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan arahan dari berbagai pihak yang memberikan waktu mereka dalam penyusunan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, penyertaan-Mu tidak pernah berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan kehendak-Nya.

2. Prof. Dr. Dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana.

3. Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

4. Idin Fasisaka, S.IP., M.A, selaku Ketua Program Studi S1 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana. Penulis berterima kasih untuk bimbingan dari Bapak juga selaku penguji.

5. Ni Wayan Rainy Priadarsini, S.SS., M.Hub.Int, selaku Pembimbing I yang telah membimbing dengan kesabaran yang total, memberikan waktu penuh dan integritasnya untuk kelancaran penyusunan skripsi ini. Penulis benar-benar meminta maaf apabila sering melakukan kesalahan.


(5)

v

6. A.A. Ayu Intan Parameswari, S.IP., M.Si, selaku Pembimbing II atas kesabaran sepenuhnya dan masukan dalam membimbing penulis. Penulis minta maaf untuk kesalahan-kesalahan yang diperbuat.

7. D.A. Wiwik Dharmiasih, S.IP, S.IP, M.A., selaku penguji yang bisa mendorong penulis melalui dukungan, masukan dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Mohon maaf bila dalam ujian terdapat kesalahan dari penulis.

8. Putu Ratih Kumala Dewi, SH., M.Hub.Int, selaku penguji yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Mohon maaf bila adanya kesalahan yang dilakukan penulis.

9. Dosen program studi Hubungan Internasional, Ibu Titah, terima kasih banyak untuk referensi bacaan dan dukungan ibu.

10. Seluruh dosen-dosen di Program Studi Hubungan Internasional dan program studi lainnya atas dukungan untuk penyusunan skripsi.

11. Para staf Tata Usaha dan karyawan di FISIP yang mendukung penulis menyelesaikan skripsi. Luar biasa kinerja Bapak dan Ibu.

12. Universitas Udayana sebagai wadah mendapatkan ilmu

13. Kedua orang tua dan ka Desi, luar biasa semua dukungan dan doa kalian. Penulis tidak bisa berkata-kata untuk cinta kasih kalian.

14. Keluarga besar PERKANTAS, kak yuli selaku kaka KTB, rekan sepelayanan TPS, PMK, adik-adik siswa dan kakak-kakak Alumni. Luar biasa dukungan moral kalian, tetap semangat pelayanannya. 15. Keluarga besar pemuda NHKBP Priok dan P3MI, priska, dewi, yeri,


(6)

vi

16. Rekan-rekan seangkatan dan perjuangan skripsi, ray jordi, andre & marcela (langsung ikut konseling pacaran ya), sindu (berhenti merokok), khesia (bawa dalam doa untuk calon keluarga), dan lainnya. 17. Masih banyak lagi belum disebutkan namanya, mohon maaf dan

terima kasih

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis menghargai masukan, kritik dan saran dari para pembaca.

Denpasar, 28 Juli 2016


(7)

vii DAFTAR ISI

Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II Tinjauan Pustaka ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.2 Kerangka Konseptual ... 12

2.2.1 Politik Lingkungan ... 12

2.2.2 Non-Government Organization ... 16

BAB III Metodologi Penelitian ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Sumber Data ... 24

3.3 Level Analisis ... 24


(8)

viii

3.5 Teknik Analisis Data ... 25

3.6 Penyajian Data ... 25

3.7 Penarikan Kesimpulan ... 26

BAB IV Pembahasan ... 27

4.1 Permasalahan Hutan dan Pendidikan di Kabupaten Sambas ... 27

4.2 Aktivitas World Vision di Indonesia ... 33

4.2.1 World Vision Dalam Bidang Lingkungan di Sambas ... 40

4.3 Upaya World Vision Melakukan Pelestarian Hutan Melalui Sekolah Hijau di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat ... 44

4.3.1 Awareness – Raising, Campaigning and Advocacy ... 45

4.3.1.1 Peningkatan Kesadaran ... 45

4.3.1.2 Kampanye ... 63

4.3.1.3 Advokasi ... 67

4.3.2 Education, Training and Capacity Building ... 71

4.3.3 Government and NGO Partnership ... 74

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 80


(9)

ix

DAFTAR DIAGRAM


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kondisi Perubahan Tutupan Hutan Tiga Provinsi 2000-2013 ... 29 Tabel 4.2 Kurikulum Sekolah Hijau ... 57 Tabel 4.3 Target Program Sekolah Hijau ... 75


(11)

xi

DAFTAR SINGKATAN

ADP : Area Development Program

CEVCA : Climate Change and Environmental Degradation Vulnerability and Capacity Assessment

DESD : Decade of Education for Sustainable Development ESD : Education for Sustainable Development

FNMR : Farmer Managed Natural Farmer FWI : Forest Watch Indonesia

HI : Hubungan Internasional

INGO : International Non-Governmental Organization IPM : Indeks Pembangunan Manusia

MOU : Memorandum of Understanding NGO : Non-Governmental Organization Ormas : Organisasi Kemasyarakatan

PAKEM : Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PIR-Trans : Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi

RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah SD : Sekolah Dasar

ToT : Training of Trainer

UNCED : United Nations Conference on Environment and Development UNESCAP : United Nation Economic and Social Commission for Asia and

Pasific

UNESCO : United Nations Educational, Scientific And Cultural Organization

UU : Undang-Undang


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

xiii ABSTRAK

Isu lingkungan seperti deforestasi merupakan salah satu permasalahan serius terhadap pembangunan nasional. Terutama bagi Indonesia sebagai negara berkembang. Masyarakat tidak memiliki daya untuk melawan eksploitasi kelapa sawit di Kabupaten Sambas. Awareness-Raising dilakukan sebagai pemberdayaan agar masyarakat memiliki kemampuan menghadapi isu deforestasi di Sambas. Advokasi membantu masyarakat memiliki haknya kembali atas pendidikan berbasis lingkungan dalam menghadapi deforestasi melalui pelestarian hutan di sekolah. Usaha tersebut sebagai tindakan politik untuk berpengaruh terhadap masyarakat lokal dan pemerintah. Upaya ini sebagai pendekatan bottom-up melalui sekolah hijau di Kabupaten Sambas. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan upaya yang dilakukan World Vision sebagai INGO membantu pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.


(14)

xiv ABSTRACT

Environmental issue such as deforestation is one of serious threats toward national development. Especially for Indonesia as developing country. Society does not have power to fight the palm oil plantations in Sambas District, West Kalimantan. Awareness-Raising as empowerment so that people have power against deforestation issue in Sambas. Advocacy helps people to gain their rights back on environment-based education against deforestation through forest conservation in learning schools. The effort is political act to influence people and government. The efforts as a bottom-up approach through the green schools in Sambas. This research aims to describe the effort undertaken by World Vision as INGO helped forests conservation in Sambas, West Kalimantan.


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan di Indonesia menjadi potensi besar sebagai paru-paru dunia, berdasarkan data Food and Agriculture Organization (2015) luas wilayah hutan tropis terbesar ketiga yakni 91.010.000 Ha, setelah Zaire (152.578.000 Ha) dan Brazil yakni (493.538.000 Ha). Namun dengan luas tersebut tidak diimbangi dengan usaha pelestariannya, sehingga sejak 2009-2013 Indonesia kehilangan wilayah hutan mencapai 1 juta Hektar (Listiya, T., 2015). Hilangnya luas wilayah hutan dikarenakan deforestasi (kerusakan hutan) sebagai konversi kawasan lahan produksi untuk kepentingan sektor non-kehutanan seperti perkebunan kelapa sawit dan transmigrasi (Hidayat, H., 2011: 88).

Sejak tahun 1967, perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan pesat di Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat, yang berasal dari perkebunan perusahaan swasta, perusahaan negara dan rakyat (FWI/GWF, 2001). Provinsi Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi terbesar di Indonesia mengalami deforestasi yang mengkhawatirkan dikarenakan setiap tahunnya terjadi penyempitan wilayah tutupan hutan sekitar 427.000 Ha. Hal tersebut diungkapkan oleh Forest Watch Indonesia (2014) berdasarkan data sejak tahun 2000 masih memiliki tutupan hutan sekitar 7 juta hektar dan hingga periode 2013 telah berkurang menjadi 5.739.000 hektar.


(16)

2

Berdasarkan data diatas dapat dikatakan hilangnya luas hutan di Kalimantan Barat dikarenakan eksploitasi perkebunan kelapa sawit yang telah lama terjadi.

Terdapat izin eksploitasi kelapa sawit dari negara yang diberikan oleh pemerintah untuk pengusaha perkebunan tentang pelepasan lahan hutan di Kalimantan Barat menjadi sektor non-kehutanan. Terlihat pada tahun 2013 Kementerian Kehutanan mengeluarkan surat keputusan pengalihan tersebut seluas 554.137 hektar (FWI, 2013: 47-48). Izin ekploitasi membuat semakin mendesak kebutuhan masyarakat terhadap lahan bertani dan pemanfaatan hasil hutan (Kompas, 2014). Pembukaan akses pemanfaatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat lokal di kawasan hutan.

Ekspansi kelapa sawit di Kalimantan Barat berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat secara khusus di Kabupaten Sambas. Hingga Tahun 2010, Kabupaten Sambas mengalami kerusakan kawasan hutan dengan luas lahan 313.787,83 ha terdiri dari 70.272,43 ha dalam kawasan hutan (wilayah yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan tetap) dan 243.515,40 ha di luar kawasan hutan (RPJMD Sambas, 2011). Berdasarkan pemaparan Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemsos RI) bahwa deforestasi dari ekspansi perkebunan kelapa sawit berdampak pada mata pencaharian masyarakat yang semakin minim di Kabupaten Sambas. Penyempitan lahan karena ekspansi kelapa sawit membuat penduduk semakin sulit mendapatkan mata pencaharian bercocok tanam hasil hutan dengan sistem lahan berpindah (Huruswati, I., dkk, 2012).


(17)

3

Lembaga Gemawan (2011) mengungkap melalui konsolidasi masyarakat Sambas menyatakan bahwa masyarakat tidak memiliki daya dalam menghadapi kekuatan perkebunan kelapa sawit. Huruswati (2012) mengungkapkan hal tersebut disebabkan minimnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) karena pendidikan yang minim di Kabupaten Sambas. Daerah Sajingan Besar sebagai contoh bahwa mayoritas usia produktif masyarakat hanya tamatan Sekolah Dasar (SD) sehingga pekerjaan seperti buruh kelapa sawit menjadi mata pencaharian utama tanpa memikirkan dampak kedepan bagi masyarakat (Huruswati, I., dkk, 2012). Minimnya pendidikan masyarakat berpengaruh terhadap rencana pembangunan di Kabupaten Sambas. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilihat dari pendidikan di Sambas, tergolong paling rendah (60,8 %) dari kabupaten lain di Kalimantan Barat sehingga diperlukan upaya peningkatan kualitas pendidikan untuk mendorong pembangunan di Kabupaten Sambas (RPJMD Sambas, 2006). Dengan demikian, jika adanya pendidikan yang sesuai dengan kondisi di Sambas maka dapat membantu kekuatan masyarakat.

Isu lingkungan deforestasi berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Sambas menjadi perhatian tersendiri oleh aktor selain negara, seperti World Vision sebagai INGO (International Non-Governmental Organization) untuk turut aktif merangkul masyarakat secara global dalam isu lingkungan. Saat ini, dalam buku Direktori Organisasi Internasional Non-Pemerintah Indonesia (2011) bahwa INGO menjadi penjembatan atau penghubung kepentingan masyarakat dan pemerintah, bahkan sebagai mitra yang bisa berasal dari inisiatif NGO ataupun pemerintah.


(18)

4

Saat ini Hubungan kemitraan organisasi non-pemerintah dengan negara tertuang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 Tahun 2013, World Vision sebagai organisasi masyarakat berbadan hukum asing di Indonesia wajib bermitra dengan pemerintah. Berdasarkan peraturan tersebut wajib memiliki izin dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan izin beroperasi dengan pemerintah sesuai dengan bidang kegiatan dengan perjanjian tertulis. Berdasarkan data dari Kemlu bahwa World Vision memiliki fokus kesejahteraan sosial khususnya bagi anak di Indonesia (Direktori OINP, 2011). World Vision dapat melakukan aktivitas sebagai pengaruhnya di Indonesia karena adanya izin operasional melalui MOU (Memorandum of Understanding) dengan Kemsos RI dalam upaya pemberdayaan masyarakat (Kementerian Luar Negeri, 2014).

Emil Salim (2005) mengungkapkan Indonesia memiliki arah pembangunan dengan mencanangkan pendidikan lingkungan sebagai kebijakan nasional agar diimplementasikan semua pihak termasuk organisasi non-pemerintah dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Hal tersebut untuk mempersiapkan generasi selanjutnya ketika menghadapi masalah kerusakan sekaligus mampu melestarikan hutan. Upaya memberikan pendidikan lingkungan di sekolah menjadi instrumen dasar untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui hutan. Kementerian Lingkungan Hidup (2012) mengungkapkan organisasi non-pemerintah di Indonesia dapat berkontribusi mengembangkan pendidikan lingkungan hingga tingkat Kabupaten. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk mengetahui upaya World Vision di Indonesia dalam pelestarian hutan di Kabupaten Sambas melalui sekolah hijau yang


(19)

5

ditujukan pendidikan lingkungan bagi anak usia dini sebagai pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan hal diatas peneliti melakukan studi analisis untuk mengetahui upaya World Vision di Indonesia dalam pelestarian hutan di Kabupaten Sambas melalui sekolah hijau yang dilakukan guna menyadarkan masyarakat dalam pemecahan permasalahan.

1.2 Rumusan Masalah

Melalui penjelasan dari latar belakang diatas, adanya permasalahan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, dan dirumuskan pada pertanyaan penelitian yakni bagaimana upaya World Vision melakukan pelestarian hutan melalui sekolah hijau di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat pada tahun 2011-2014?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada upaya World Vision dalam membantu pendidikan pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Rentang waktu yang diteliti dari tahun 2011-2014, dikarenakan terdapat proyek pembangunan wilayah yang dilakukan World Vision pada tahun tersebut.


(20)

6

1.4 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan upaya World Vision sebagai International Non-Governmental Organization (INGO) dalam membantu pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

Pencapaian analisis suatu permasalahan, berdampak pada nilai guna secara akademis dan praktis yang dicapai dari penelitian ini.

1. Manfaat Akademis

Diharapkan menyumbangkan keilmuan tentang masuknya INGO ke negara dalam upaya pelestarian hutan dan cara interaksi yang dilakukan oleh kedua aktor, sehingga menjadi referensi bagi mahasiswa terutama Program Studi Hubungan Internasional.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini menyumbangkan informasi bagi pihak pemerintah, untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya peran INGO sebagai jembatan antara masyarakat dan negara serta dalam mempengaruhi kebijakan publik yang berkaitan dengan meluasnya deforestasi di daerah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

b. Bagi masyarakat umum, agar dapat menambah wawasan tentang pentingnya peningkatan kapasitas melalui pendidikan lingkungan


(21)

7

disekolah. Tujuannya agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan tentang isu lingkungan.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Terdiri dari telaah melalui penelitian sebelumnya dan berhubungan dengan tema penelitian yang hendak dilakukan. Keterkaitan antar konsep sebagai kerangka konseptual untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti.

BAB III: METODE PENELITIAN

Terdiri dari jenis penelitian, ruang lingkup penelitian, jenis data, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV: PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan atau menggambarkan mengenai upaya World Vision sebagai INGO berdasarkan yang pertama permasalahan kerusakan hutan dan pendidikan di Sambas. Kedua, keberadaan World Vision Indonesia serta aktivitasnya di Sambas. Dan ketiga, upaya World Vision Indonesia membantu penduduk untuk memahami pelestarian hutan di Sambas melalui sekolah hijau sejak tahun 2011-2014.


(22)

8

BAB V: PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik kesimpulan sebagai rangkaian singkat melalui fakta dan data telah dikumpulkan serta saran yang diberikan.


(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengaruh NGO dalam pelestarian

lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian ”NGO dan Sustainable Development: Peran Wetlands International – Indonesia Programme Dalam Merehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Mengembangkan Mata Pencaharian Di Aceh-Nias Tahun 2005-2009 (Proyek Green Coast)”. Penelitian ini membukakan tentang Proyek Green Coast sebagai upaya memberdayakan masyarakat di Aceh-Nias untuk sadar dalam mempertahankan atau melestarikan tanaman-tanaman daerah pesisir. Salah satu usaha yang dilakukan adalah information politics, bahwa NGO tersebut mengumpulkan data dan menyebarkannya sebagai informasi terkait kondisi ekologi dan sosial-ekonomi masyarakat.

Melalui tulisan Qisthiarini, membantu penulis untuk memahami pengaruh NGO melalui suatu program untuk memberdayakan masyarakat melalui penyebaran informasi untuk menyadarkan pemerintah dan masyarakat. Walaupun memiliki tema yang sama mengenai usaha NGO terhadap pelestarian lingkungan namun perbedaan dengan penelitian selanjutnya adalah upaya penyadaran dilakukan melalui sekolah hijau sebagai wadah pemberdayaan masyarakat lokal di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.


(24)

10

Penelitian yang terkait dengan upaya NGO dalam pelestarian lingkungan kawasan hutan adalah berasal dari tulisan Rozaq (2015) dengan judul penelitian

Peran Greenpeace Dalam Mengatasi Kasus Deforestasi Hutan Di Kalimantan Tengah Indonesia Tahun 2010-2014”. Penelitian ini mengungkapkan tentang peran serta upaya Greenpeace dalam menjaga kelestarian lingkungan global. Usaha yang dilakukan adalah advokasi mengenai isu deforestasi di Kalimantan Tengah yaitu politic campaign untuk mendorong pemerintah mencanangkan peraturan-peraturan untuk melindungi hutan yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011 dan Nomor 06 Tahun 2013. Kedua peraturan tersebut tentang penundaan pembukaan area lain di kawasan hutan. Melalui kampanye, Greenpeace memanfaatkan media sebagai sarana yang digunakan menyebarkan informasi secara luas mengajak masyarakat peduli kondisi kawasan hutan Kalimantan Tengah.

Melalui tulisan Rozaq, walaupun memiliki tema yang sama mengenai usaha NGO terhadap isu lingkungan seperti deforestasi melalui advokasi namun perbedaan dengan penelitian tersebut sedang yang dilakukan penulis selanjutnya adalah melihat upaya NGO mempengaruhi pemerintah daerah menetapkan kebijakan mengenai pendidikan lingkungan melalui sekolah hijau. penelitian sebelumnya membantu penulis memahami usaha advokasi seperti politic campaign agar pemerintah mencanangkan kebijakan mengenai isu permasalahan lingkungan. World Vision Indonesia melakukan pelestarian hutan akibat deforestasi di kawasan Sambas, Kalimantan Barat melalui program sekolah hijau untuk membantu masyarakat di wilayah tersebut dari ancaman deforestasi.


(25)

11

Penelitian yang terkait dengan upaya NGO dalam pelestarian hutan berasal dari tulisan Sarah (2013) dengan judul “Peran Greenpeace dalam menanggulangi masalah kerusakan hutan alam dan gambut di Riau, Sumatra, Studi kasus: PT. Riau Andalan Pulp and Paper”. Tulisan sarah memberikan gambaran umum mengenai kerusakan hutan yang terjadi di Semenjung Kampar, Riau akibat deforestasi yang dilakukan oleh perusahaan sehingga mengancam kelestarian hutan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Perusahaan telah melakukan tindakan penebangan ilegal yang dilihat memiliki cacat hukum dalam izin penebangan hutan alam. Greenpeace sebagai aktor NGO berupaya dalam mendesak pemerintah agar menghasilkan kebijakan untuk mendukung pelestarian hutan. Upaya tersebut dilakukan berdasarkan fungsinya sebagai advokasi untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitar hutan. Greenpeace memonitor aktivitas deforestasi dengan cara patroli kawasan hutan dan lahan gambut. Greenpeace juga memberikan fasilitas bagi masyarakat dan sebagai jembatan antara masyarakat dan instansi pemerintah dalam melakukan pelestarian hutan.

Tulisan dari sarah, memiliki kesamaan dan berkontribusi bagi penulis kedepannya melalui fungsi dari NGO sebagai dasar dalam usaha pelestarian hutan seperti advokasi dengan mengidentifikasi masalah bagi masyarakat hutan. Kontribusi yang diberikan dapat membantu untuk melihat upaya World Vision dalam mempengaruhi pemerintah pusat maupun daerah agar menetapkan kebijakan agar pelestarian hutan dapat berjalan serta memberi pengaruh kepada penduduk Sambas melalui pendidikan. Walaupun terdapat persamaan namun adanya perbedaan dengan


(26)

12

tulisan sarah yakni World Vision memiliki program sekolah hijau dalam pembangunan berkelanjutan untuk membantu kehidupan masyarakat di wilayah Kalimantan Barat agar dapat melestarikan hutan di Sambas.

2.2 Kerangka Konseptual

Peneliti menggunakan beberapa konsep di dalam penulisan ilmiah dengan maksud mengkaji upaya World Vision dalam pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat melalui analisa terhadap program yang dilakukan selama 2011-2014. Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah

2.2.1 Politik lingkungan

Paterson (2000, dalam Hidayat H, 2011: 8-9, 20) mengungkapkan politik lingkungan merupakan suatu pendekatan yang menggabungkan permasalahan lingkungan dengan politik ekonomi. Terdapat relasi yang dinamis antara lingkungan dan manusia, serta antar kelompok yang bermacam-macam di dalam masyarakat dari skala individu sampai transnasional secara keseluruhan. Paterson (dalam Haynes et.al., 2006) menjelaskan bahwa munculnya aktor-aktor baru di kancah internasional melalui hubungan masyarakat global seperti Non-Governmental Organization, berguna untuk memecahkan sifat eksklusif negara. Paterson (Haynes et.al., 2006: 54-71) mengungkapkan isu lingkungan dapat masuk mempengaruhi kebijakan melalui gerakan kepedulian atau pelestarian terhadap lingkungan yang semakin rusak (green politics).


(27)

13

Paterson menjelaskan bahwa Tahun 1970, menjadi awal dari tindakan green politics, yang menolak sistem dari pemikiran tradisional, menempatkan negara sebagai aktor dominan. Aktor negara secara terus-menerus mengejar kepentingan dan membuka akses dalam pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan. Hal ini berdampak pada kerusakan lingkungan dan mengakibatkan kelangkaan sumber daya serta meningkatnya jumlah pengungsi.

Para pemikir green politic merasa bahwa struktur politik global yang berjalan harus diubah ke arah yang demokratis, yaitu adanya sikap saling berbagi permasalahan lingkungan. Green politic juga memperhatikan isu ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga menggagas pembangunan berkelanjutan yang bertujuan agar terdapat keseimbangan antara lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi dalam menangani kemiskinan serta kelaparan (Steans & Pettiford, 2005: 382 dalam Ikbar, Y., 2014).

Willetts (2011) mengungkapkan bahwa NGO muncul di ranah internasional sejak munculnya piagam PBB yang tertuang pada pasal 71 yang menyatakan bahwa dewan ekonomi dan sosial dapat membuat kesepakatan untuk berkonsultasi dengan NGO yang memiliki kepentingan sesuai kompetensinya sebagai penjembatan antara masyarakat sipil dan pemerintah. NGO mulai menyadari perlunya berkontribusi untuk merubah pemikiran bahwa pembangunan seharusnya memprioritas keterlibatan masyarakat sipil pada setiap perencanaan. Fungsi NGO melalui advokasi bertujuan mempengaruhi para pengambil keputusan dan opini publik untuk membawa perubahan ditingkat nasional serta internasional bagi kepentingan masyarakat miskin.


(28)

14

Advokasi NGO dengan cara melakukan kampanye (penyebaran informasi) dan lobi guna mengekpresikan kondisi kemiskinan maupun kerusakan lingkungan sehingga advokasi dapat melampaui batas-batas negara (Rugendyke, B., 2007).

Pemikiran Willetts memiliki keterkaitan dengan konsep pemberdayaan (empowerment) yang menetapkan bahwa masyarakat sebagai subjek dalam proses pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan. Pemberdayaan memberikan posisi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan melalui inisiatif lokal dengan mencari fenomena permasalahan. Fenomena kemiskinan menjadi informasi penting sebagai cara pandang tentang pemenuhan kebutuhan dalam pembangunan. Menurut Sumarto (2003 dalam Sulistiyani A. T., 2007), dalam Pemberian posisi kepada masyarakat merupakan kesadaran pemerintah terhadap peran penting masyarakat dalam pengambilan keputusan. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan citranya sebagai pengendali sistem pembangunan dan keseimbangan membagi kekuasaan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Melalui gagasan ini memunculkan konsep kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan organisasi lainnya seperti NGO. Kemitraan pemerintah dan rakyat dapat dilihat dari hubungan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Namun terdapat ketidakmampuan masyarakat berhadapan dengan pemerintah dalam proses politik, sehingga NGO dibutuhkan untuk memberdayakan masyarakat dalam menyuarakan kepentingan. Keberadaan NGO dalam kemitraan melalui kerjasama dengan pemerintah melalui hubungan timbal balik untuk memberdayakan masyarakat (Sulistiyani, A. T., 2007: 139-145).


(29)

15

NGO juga memberikan kesadaran umum atas masalah-masalah lingkungan, peduli terhadap isu pembangunan dan keadilan sosial bagi kaum miskin terpinggirkan secara sosial dan ekonomi. NGO melihat akibat deforestasi, masyarakat memiliki akses minim untuk mendapatkan hasil sumber daya alam karena pengaruh eksploitasi dalam menggantikan kawasan hutan dengan tanaman yang memberikan keuntungan seperti kelapa sawit, karet, kopi dan lainnya. Hal ini membuat melemahnya kontribusi masyarakat lokal dalam sektor ekonomi dan mengakibatkan menurunnya kesejahteraan (Hidayat H, 2011: 17).

Indonesia melalui Kementerian lingkungan mencanangkan kebijakan nasional mengenai pendidikan lingkungan di indonesia agar dapat diimplementasikan dan dikembangkan oleh seluruh pihak. NGO dapat menjadi mitra untuk mengimplementasikan pendidikan lingkungan yang telah dicanangkan PBB dengan menetapkan periode 2005-2014 sebagai integrasi pembangunan berkelanjutan dengan pendidikan di seluruh dunia (Salim, E., 2005). Salah satu keputusan pemerintahan Indonesia mengenai program pelestarian lingkungan adalah program Adiwiyata (sekolah hijau). Program yang dicanangkan untuk mendorong peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat secara khusus warga sekolah agar diupayakan pelestarian lingkungan hidup sehingga bermanfaat bagi kepentingan generasi sekarang maupun mendatang. Wujud dari program Adiwiyata adalah pengembangan kebijakan sekolah, pengembangan kurikulum berbasis lingkungan dan pengembangan kegiatan lingkungan berbasis partisipatif seperti pembuatan taman sebagai sarana


(30)

16

pembelajaran pelestarian hutan, menghemat air, pengelolaan sampah agar dapat dimanfaatkan kembali (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012).

Berdasarkan pengertian tentang politik lingkungan, kita dapat melihat aktivitas NGO untuk membantu dalam pelestarian lingkungan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. upaya pemberdayaan masyarakat oleh NGO melalui pendidikan lingkungan untuk penyadaran kepada masyarakat mengenai isu lingkungan. NGO sebagai penyedia pendidikan non-formal merupakan manifestasi sebagai program pelestarian lingkungan agar masyarakat berpartisipasi memecahkan permasalahan lingkungan. Pendidikan lingkungan merupakan aspek penting dari proses pembangunan berkelanjutan. World Vision membantu masyarakat di kabupaten Sambas, Kalimantan Barat menggunakan sekolah hijau sebagai alat untuk memberi pengaruh kepada masyarakat dan pemerintah dalam menemukan cara atau solusi guna menjaga dan melestarikan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar di masa depan mereka tetap dapat merasakan manfaat dari hutan melalui pemberdayaan masyarakat lokal.

2.2.2 Non-Governmental Organization

World Bank (1992, dalam Kim, Y., 2011) memberikan definisi mengenai Non-Governmental Organization sebagai kelompok dan lembaga yang seluruh atau sebagian besar independen dari pemerintah dan memiliki tujuan utama yakni kemanusiaan atau kooperatif. Willetts (2001) juga memberikan definisi mengenai NGO secara umum berdasarkan karakteristiknya, yang pertama bahwa NGO bukan


(31)

17

sebagai partai politik atau lembaga pemerintah, sehingga tidak harus memiliki tujuan mencapai kekuasaan politik. Kedua, NGO tidak harus menghasilkan keuntungan terutama dari pihak swasta. Ketiga, bahwa tidak ada keikutsertaan kelompok kriminal di dalam NGO walaupun mereka bukan berasal dari pemerintah atau swasta.

World Bank (1995) mendefinisikan NGO dalam dua kategori berdasarkan tujuannya yakni operasional dan advokasi. NGO operasional memiliki tujuan utama yakni merancang dan melaksanakan proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan. Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang dengan cara memberikan layanan kesehatan, program pendidikan dan kredit mikro bagi masyarakat. NGO operasional biasanya melakukan kontrak atau kesepakatan dengan negara untuk program pembangunan. NGO advokasi memiliki tujuan mempertahankan atau mengangkat secara spesifik mengenai kebijakan ataupun penyebab kebijakan tertentu. Kedua tipe tersebut tidak menjadi eksklusif karena NGO operasional dapat melakukan kegiatan advokasi dan sebaliknya, seperti yang dilakukan NGO kemanusiaan.

Terdapat pendekatan untuk melihat arah hubungan NGO dengan aktor negara, yakni Top-down dan Bottom-up. Penelitian ini menggunakan pendekatan Bottom-up yang merupakan hubungan pengaruh NGO kepada negara dengan tujuan meningkatkan kehidupan manusia. Landasan utama NGO adalah misi yang dijalankan oleh masyarakat sipil untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Misi yang dijalankan adalah menangani masalah-masalah tertentu yang dialami masyarakat lokal. NGO memiliki program yang dikerjakan bersama masyarakat


(32)

18

untuk pengembangan kemampuan atau kapasitas mereka sebagai fokus dalam proses pendekatan Bottom-up (Ulleberg, 2009). Menurut Sutomo (1998), intervensi lebih difokuskan sebagai bagian enabling process atau upaya pengembangan kapasitas masyarakat. Menurut Sumodiningrat (2002) Enabling process merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk membangun daya atau kemampuan melalui pengembangan potensi. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat. Ife (1995) mengungkapkan bahwa pemberdayaan juga merupakan proses membantu masyarakat tertinggal dengan cara mendidik, menggunakan lobi, memakai media dan terlibat dalam aksi politik dan sebagainya. Pengertian diatas bahwa intervensi NGO dilakukan melalui pengembangan kapasitas masyarakat lokal dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan merupakan proses pendekatan Bottom-up.

UNESCAP / United Nation Economic and Social Commission for Asia and Pasific (2000) menjelaskan bahwa NGO memiliki fungsi penting untuk meningkatkan kepedulian lingkungan melalui kesadaran terhadap isu lingkungan serta menjalankan program pembangunan berkelanjutan. Berikut fungsi yang dijalankan dari NGO:

1. Awareness – Raising, Campaigning and Advocacy a. Peningkatan Kesadaran

Organsasi non-pemerintah (NGO) melakukan kegiatan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan agar menjadi sadar terhadap


(33)

19

lingkungan dan terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Finnemore dan Sikkink (1998, dalam Kim, Y., 2011) menjelaskan NGO sebagai Norm Generator berupaya membangkitkan kesadaran norma kepada publik. Terdapat tiga tahap yang dilakukan yakni NGO memberikan perhatian kepada suatu kondisi kritis negara supaya menerima norma-norma baru (norm emergence); mensosialisasikan norma baru melalui penyuaraan isu penting untuk membujuk masyarakat menerima norma tersebut (Norm cascade); menyebarkan norma baru di antara masyarakat (internalization norm). Tahap internalisasi norma, dilakukan untuk mensinkronkan norma internasional ke dalam praktik-praktik domestik.

b. Kampanye

Penyuaraan (kampanye) dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat. NGO memainkan fungsinya untuk membangun hubungan antara masyarakat dengan proses politik. NGO membujuk masyarakat untuk ikut mendukung program kemanusiaan melalui media seperti televisi, surat kabar dan majalah. Apabila media di batasi oleh negara maka NGO juga dapat melakukan pengiklanan mengenai suatu isu masalah kepada publik dengan cara mengirim pesan singkat. NGO dalam kegiatan ini dapat mengubah pandangan publik supaya merespon dan mempengaruhi keputusan pemerintah. Menurut Bouget dan Prouteau (2002, dalam Kim, Y., 2011) Melalui fungsi tersebut, NGO dapat dikatakan berperan sebagai Agenda Setters.

c. Advokasi

NGO melakukan lobi kepada pemerintah untuk mendorong perubahan kebijakan dan adanya program pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan


(34)

20

masyarakat. NGO melakukan lobi kepada pemerintah karena kemampuan dalam mengakses informasi tanpa batas. Lobi dilakukan guna perubahan kebijakan melalui laporan data yang dikumpulkan dari kondisi masyarakat ataupun pengorganisasian masyarakat. NGO juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan melalui penyebaran informasi. NGO sebagai jaringan transnasional masyarakat sipil dapat memberikan informasi ke luar negeri tentang realita yang terjadi di suatu negara sehingga bisa menekan pemerintah untuk mempertimbangkan isu-isu yang terjadi (Demars, 2005 dalam Kim, Y., 2011).

World Vision melakukan penyadaran kepedulian, kampanye dan advokasi untuk mempengaruhi penduduk dan pemerintah di Kabupaten Sambas agar sadar terhadap permasalahan. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan agar masyarakat di Sambas untuk mendukung program sekolah hijau. NGO juga memiliki maksud untuk menyadarkan pemerintah di Kabupaten Sambas, untuk menemukan solusi peningkatan kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai lingkungan hutan agar kesejahteraan masyarakat meningkat.

2. Education, Training and Capacity Building

NGO berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait isu lingkungan agar terdapat komitmen dalam pembangunan yang berkelanjutan. kemampuan dan keterlibatan masyarakat lokal untuk melestarikan sumber daya yang dimiliki secara berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan NGO. NGO bekerja untuk membantu pemerintah untuk mengembangkan dan implementasi pendidikan


(35)

21

lingkungan. Pendidikan lingkungan menjadi faktor penting di dalam memberikan kesadaran untuk melindungi lingkungan dimulai dari tingkat pendidikan dasar. Pelatihan kepada tenaga pengajar mengenai pendidikan lingkungan dimulai dari memperkenalkan perencanaan kurikulum dan metode pengajaran melalui pengembangan keterampilan dan lokakarya (UNESCAP, 2000).

3. Government and NGO Partnership

Kemampuan NGO yang tidak dimiliki oleh aktor negara dalam menjangkau masyarakat di berbagai daerah menjadi hal yang diperlukan bagi pemerintah untuk mengadakan kerjasama antar aktor tersebut. Rekomendasi dapat diberikan oleh NGO untuk mengembangkan program melalui pengkajian dari informasi pemerintah. Pemerintah sebagai mitra dapat mendanai program NGO dalam bidang pelestarian lingkungan. NGO dapat berpartisipasi dengan pemerintah daerah melalui pendekatan yang inovatif seperti strategi pendidikan (Ulleberg, 2009). Salah satu strategi yang diberikan oleh World Vision adalah pendidikan lingkungan melalui sekolah hijau.

Melalui penjelasan mengenai hubungan NGO dengan masyarakat dan pemerintah dapat melihat posisi NGO sebagai dasar tujuan kegiatannya dan pengaruh yang dilakukan NGO kepada negara. Hal ini akan memperlihatkan upaya yang dilakukan NGO dalam konteks ini adalah World Vision untuk pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Program pengembangan wilayah yang dipersiapkan World Vision di Indonesia kepada Kabupaten Sambas sebagai bentuk pendekatan bottom-up untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat


(36)

22

melalui sekolah hijau yang diadopsi dari program adiwiyata. Sekolah hijau menjadi bentuk upaya pendekatan dan pengaruh kepada masyarakat dan kebijakan pemeritah yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat Sambas, Kalimantan Barat agar pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan untuk melestarikan hutan dapat diterapkan di sekolah-sekolah wilayah tersebut.


(1)

sebagai partai politik atau lembaga pemerintah, sehingga tidak harus memiliki tujuan mencapai kekuasaan politik. Kedua, NGO tidak harus menghasilkan keuntungan terutama dari pihak swasta. Ketiga, bahwa tidak ada keikutsertaan kelompok kriminal di dalam NGO walaupun mereka bukan berasal dari pemerintah atau swasta.

World Bank (1995) mendefinisikan NGO dalam dua kategori berdasarkan tujuannya yakni operasional dan advokasi. NGO operasional memiliki tujuan utama yakni merancang dan melaksanakan proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan. Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang dengan cara memberikan layanan kesehatan, program pendidikan dan kredit mikro bagi masyarakat. NGO operasional biasanya melakukan kontrak atau kesepakatan dengan negara untuk program pembangunan. NGO advokasi memiliki tujuan mempertahankan atau mengangkat secara spesifik mengenai kebijakan ataupun penyebab kebijakan tertentu. Kedua tipe tersebut tidak menjadi eksklusif karena NGO operasional dapat melakukan kegiatan advokasi dan sebaliknya, seperti yang dilakukan NGO kemanusiaan.

Terdapat pendekatan untuk melihat arah hubungan NGO dengan aktor negara, yakni Top-down dan Bottom-up. Penelitian ini menggunakan pendekatan Bottom-up yang merupakan hubungan pengaruh NGO kepada negara dengan tujuan meningkatkan kehidupan manusia. Landasan utama NGO adalah misi yang dijalankan oleh masyarakat sipil untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Misi yang dijalankan adalah menangani masalah-masalah tertentu yang dialami masyarakat lokal. NGO memiliki program yang dikerjakan bersama masyarakat


(2)

untuk pengembangan kemampuan atau kapasitas mereka sebagai fokus dalam proses pendekatan Bottom-up (Ulleberg, 2009). Menurut Sutomo (1998), intervensi lebih difokuskan sebagai bagian enabling process atau upaya pengembangan kapasitas masyarakat. Menurut Sumodiningrat (2002) Enabling process merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk membangun daya atau kemampuan melalui pengembangan potensi. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat. Ife (1995) mengungkapkan bahwa pemberdayaan juga merupakan proses membantu masyarakat tertinggal dengan cara mendidik, menggunakan lobi, memakai media dan terlibat dalam aksi politik dan sebagainya. Pengertian diatas bahwa intervensi NGO dilakukan melalui pengembangan kapasitas masyarakat lokal dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan merupakan proses pendekatan Bottom-up.

UNESCAP / United Nation Economic and Social Commission for Asia and Pasific (2000) menjelaskan bahwa NGO memiliki fungsi penting untuk meningkatkan kepedulian lingkungan melalui kesadaran terhadap isu lingkungan serta menjalankan program pembangunan berkelanjutan. Berikut fungsi yang dijalankan dari NGO:

1. Awareness – Raising, Campaigning and Advocacy a. Peningkatan Kesadaran

Organsasi non-pemerintah (NGO) melakukan kegiatan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan agar menjadi sadar terhadap


(3)

lingkungan dan terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Finnemore dan Sikkink (1998, dalam Kim, Y., 2011) menjelaskan NGO sebagai Norm Generator berupaya membangkitkan kesadaran norma kepada publik. Terdapat tiga tahap yang dilakukan yakni NGO memberikan perhatian kepada suatu kondisi kritis negara supaya menerima norma-norma baru (norm emergence); mensosialisasikan norma baru melalui penyuaraan isu penting untuk membujuk masyarakat menerima norma tersebut (Norm cascade); menyebarkan norma baru di antara masyarakat (internalization norm). Tahap internalisasi norma, dilakukan untuk mensinkronkan norma internasional ke dalam praktik-praktik domestik.

b. Kampanye

Penyuaraan (kampanye) dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat. NGO memainkan fungsinya untuk membangun hubungan antara masyarakat dengan proses politik. NGO membujuk masyarakat untuk ikut mendukung program kemanusiaan melalui media seperti televisi, surat kabar dan majalah. Apabila media di batasi oleh negara maka NGO juga dapat melakukan pengiklanan mengenai suatu isu masalah kepada publik dengan cara mengirim pesan singkat. NGO dalam kegiatan ini dapat mengubah pandangan publik supaya merespon dan mempengaruhi keputusan pemerintah. Menurut Bouget dan Prouteau (2002, dalam Kim, Y., 2011) Melalui fungsi tersebut, NGO dapat dikatakan berperan sebagai Agenda Setters.

c. Advokasi

NGO melakukan lobi kepada pemerintah untuk mendorong perubahan kebijakan dan adanya program pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan


(4)

masyarakat. NGO melakukan lobi kepada pemerintah karena kemampuan dalam mengakses informasi tanpa batas. Lobi dilakukan guna perubahan kebijakan melalui laporan data yang dikumpulkan dari kondisi masyarakat ataupun pengorganisasian masyarakat. NGO juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan melalui penyebaran informasi. NGO sebagai jaringan transnasional masyarakat sipil dapat memberikan informasi ke luar negeri tentang realita yang terjadi di suatu negara sehingga bisa menekan pemerintah untuk mempertimbangkan isu-isu yang terjadi (Demars, 2005 dalam Kim, Y., 2011).

World Vision melakukan penyadaran kepedulian, kampanye dan advokasi untuk mempengaruhi penduduk dan pemerintah di Kabupaten Sambas agar sadar terhadap permasalahan. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan agar masyarakat di Sambas untuk mendukung program sekolah hijau. NGO juga memiliki maksud untuk menyadarkan pemerintah di Kabupaten Sambas, untuk menemukan solusi peningkatan kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai lingkungan hutan agar kesejahteraan masyarakat meningkat.

2. Education, Training and Capacity Building

NGO berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait isu lingkungan agar terdapat komitmen dalam pembangunan yang berkelanjutan. kemampuan dan keterlibatan masyarakat lokal untuk melestarikan sumber daya yang dimiliki secara berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan NGO. NGO bekerja untuk membantu pemerintah untuk mengembangkan dan implementasi pendidikan


(5)

lingkungan. Pendidikan lingkungan menjadi faktor penting di dalam memberikan kesadaran untuk melindungi lingkungan dimulai dari tingkat pendidikan dasar. Pelatihan kepada tenaga pengajar mengenai pendidikan lingkungan dimulai dari memperkenalkan perencanaan kurikulum dan metode pengajaran melalui pengembangan keterampilan dan lokakarya (UNESCAP, 2000).

3. Government and NGO Partnership

Kemampuan NGO yang tidak dimiliki oleh aktor negara dalam menjangkau masyarakat di berbagai daerah menjadi hal yang diperlukan bagi pemerintah untuk mengadakan kerjasama antar aktor tersebut. Rekomendasi dapat diberikan oleh NGO untuk mengembangkan program melalui pengkajian dari informasi pemerintah. Pemerintah sebagai mitra dapat mendanai program NGO dalam bidang pelestarian lingkungan. NGO dapat berpartisipasi dengan pemerintah daerah melalui pendekatan yang inovatif seperti strategi pendidikan (Ulleberg, 2009). Salah satu strategi yang diberikan oleh World Vision adalah pendidikan lingkungan melalui sekolah hijau.

Melalui penjelasan mengenai hubungan NGO dengan masyarakat dan pemerintah dapat melihat posisi NGO sebagai dasar tujuan kegiatannya dan pengaruh yang dilakukan NGO kepada negara. Hal ini akan memperlihatkan upaya yang dilakukan NGO dalam konteks ini adalah World Vision untuk pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Program pengembangan wilayah yang dipersiapkan World Vision di Indonesia kepada Kabupaten Sambas sebagai bentuk pendekatan bottom-up untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat


(6)

melalui sekolah hijau yang diadopsi dari program adiwiyata. Sekolah hijau menjadi bentuk upaya pendekatan dan pengaruh kepada masyarakat dan kebijakan pemeritah yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat Sambas, Kalimantan Barat agar pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan untuk melestarikan hutan dapat diterapkan di sekolah-sekolah wilayah tersebut.