Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600-1732.

(1)

ABSTRAK

Penulisan Skripsi ini dengan judul : “Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan

Barat 1600 –1732”, bertujuan mendeskripsikan serta menjelaskan bagaimana proses awal lahirnya Islam dalam Kesultanan Sambas Kalimantan Barat. Pada dasarnya semua agama yang berhasil masuk ke Sambas melalui proses yang panjang, namun yang diterima dengan sangat baik dan mudah ialah agama Islam. Berkembangnya Islam dengan sangat baik tidak terlepas dari adanya peran serta para pedagang yang dapat berintegrasi dengan kebudayaan lokal dan adanya pernikahan campuran dengan kaum bangsawan maupun masyarakat lokal, sehingga dari sinilah kemudian terjadi proses integrasi dan akulturasi.

Proses tumbuh berkembangnya dan pengaruh agama Islam di Kesultanan Sambas dijelaskan dengan mendeskripsikan dan menganalisanya sesuai dengan teori yang digunakan. Teori yang digunakan dalam menganalisis peristiwa ini ialah dengan menggunakan teori Integrasi dan Akulturasi, sedangkan metode historis dan metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara kemudian dianalisis, serta ditulis kembali berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diperoleh dari hasil analisis sumber.

Hasil penelitian dalam karya ilmiah yang berjudul Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 – 1732 ini adalah dengan masuknya Islam ke Sambas tidak begitu saja merubah tatanan nilai kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Tradisi masyarakat lokal tetap bertahan hingga saat ini. Masuknya Islam dengan membawa budaya baru, tidak serta-merta merusak budaya lama, namun dengan masuknya Islam memberikan perkembangan budaya yang beragam dalam sejarah kebudayaan masyarakat Sambas.


(2)

ABSTRACT

Writing this thesis with the title: "Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan 1600 -1732", aims to describe and explain how the process of inception of Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan. Basically all religions that made it into Sambas through a long process, but received very well and is easy to Islam. The development of Islam very well not be separated from the role of traders that can integrate with the local culture and the existence of mixed marriages with the nobility and the local community, so from here then there is a process of integration and acculturation.

The process of development and the growing influence of Islam in the Sultanate of Sambas explained by describing and analyzing them in accordance with the theory used. The theory used in analyzing these events is to use the theory of integration and acculturation, while the method of historical and descriptive method is the method used for the process of data collection through literature and interviews and analyzed, as well as re-written based on data and facts that have been obtained from the analysis of the source.

Research results in scientific work titled Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan 1600 - 1732 is the introduction of Islam to Sambas do not just change the order of cultural values that exist in society. Local tradition has survived to the present. The entry of Islam to bring a new culture, not necessarily damage the old culture, but with the entry of Islam provides a diverse cultural developments in the cultural history of society Sambas.


(3)

ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600 – 1732

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sejarah

Disusun Oleh :

Mario Inirgo Oki Menes Belo 094314001

PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

SKRIPSI

ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600-1732

Oleh:

Mario Inirgo Oki Menes Belo NIM.094314001

Telah Disetujui Oleh :


(5)

SKRIPSI

ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600-1732

Oleh:

Mario Inirgo Oki Menes Belo NIM.094314001

Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Sejarah dan dinyatakan diterima pada tanggal: 13 September 2016

Susunan Dewan .Penguji

Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum

... 'CZ

.

&-~~

.Ketua Sekretaris Anggota Anggota

Nama

Drs. Rh. Hery Santosa, M. Hum Dr. Lucia Juningsih, M. Hum Dr. Yerry Wirawan

Yogyakarta,28 September 2016 Fakultas Sastra

.llnJ\\1tlrsitas Sanata Dharma ekan


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

 Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa menyertai setiap langkah dan memberikan kekuatan kepadaku disaat aku menyapanya dalam doa.

Berkat rahmat anugerah dan kasih setia-Nya lah aku bisa menyelesaikan

skripsi ini. Terimakasih Tuhan rasa syukur aku haturkan pada-Mu.

 Kedua orang tuaku : Kornelius Kolik dan Anastasia Ambonia yang selalu setia mendukung dan tidak henti-hentinya mendoakan perjalananku.

Terimakasih Bapak dan Ibu.

 Kakakku Yosefina Meaty dan suami yang selalu mendukung dan menyemangati agar menjadi lebih baik dan menginspirasi.

 Adikku, Paul Gety yang terus mengingatkan dan mendukung untuk saling berbagi demi kelancaran studi.

 Teman-teman Sejarah angkatan 2009, Adul, Amor, Ayunda, Dheas, Maxi, Silvi, Yulia, angkatan 2008, 2010, 2011, serta para angkatan junior

Sejarah yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semangat dan


(7)

 Teman-teman senior maupun junior Forum Bujang Dare Kayong Kabupaten Ketapang (BEDAYONG) yang selama ini menjadi keluarga di

Yogyakarta serta selalu mendukung dan mengajarkan untuk menjadi

pribadi yang memiliki integritas tinggi.

 Teman-teman kost “520” dan Gang Ketapang: Onom, Farid, Jech Albert, Anggai, Uwel, Aa boerjo, serta teman-teman kost lainnya yang telah


(8)

MOTTO

“Hidup adalah suatu perjuangan yang harus kita lalui dengan penuh rasa tanggungjawab dan senyuman”

“Jadilah dirimu sendiri; Jadikanlah dirimu sendiri sangat dibutuhkan dalam pekerjaanmu dan lihatlah hasilnya betapa cepat kau terdorong kepekerjaan yang

lebih baik.” -Napoleon Hill-

“Tidak semua yang kita hadapi dapat diubah, tetapi tidak ada yang dapat diubah sebelum dihadapi”


(9)

PERNYAT AAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini adalah karya saya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesatjanaan di Perguruan Tinggi. Skripsi ini tidak memuat hasil karya orang lain kecuali bagian - bagian tertentu yang dijadikan sumber dengan tetap memuat catatan kaki.

Penulis akan bertanggungjawab penuh at as kebenaran - kebenaran data dan fakta berdasarkan sumber - sumber yang diperoleh dalam penuiisan skripsi

Yogyakar1a, 28 Se tember 2016

P I


(10)

LEMBAR PERNYAT AAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Mario Inirgo Oki Menes Belo

N omor Mahasiswa : 09431400 1

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karyai lmiah saya yang berjudul:

ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600-1732 Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan kedalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangka1an data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 28 September 2016


(11)

ABSTRAK

Penulisan Skripsi ini dengan judul : “Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 –1732”, bertujuan mendeskripsikan serta menjelaskan bagaimana proses awal lahirnya Islam dalam Kesultanan Sambas Kalimantan Barat. Pada dasarnya semua agama yang berhasil masuk ke Sambas melalui proses yang panjang, namun yang diterima dengan sangat baik dan mudah ialah agama Islam. Berkembangnya Islam dengan sangat baik tidak terlepas dari adanya peran serta para pedagang yang dapat berintegrasi dengan kebudayaan lokal dan adanya pernikahan campuran dengan kaum bangsawan maupun masyarakat lokal, sehingga dari sinilah kemudian terjadi proses integrasi dan akulturasi.

Proses tumbuh berkembangnya dan pengaruh agama Islam di Kesultanan Sambas dijelaskan dengan mendeskripsikan dan menganalisanya sesuai dengan teori yang digunakan. Teori yang digunakan dalam menganalisis peristiwa ini ialah dengan menggunakan teori Integrasi dan Akulturasi, sedangkan metode historis dan metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara kemudian dianalisis, serta ditulis kembali berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diperoleh dari hasil analisis sumber.

Hasil penelitian dalam karya ilmiah yang berjudul Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 – 1732 ini adalah dengan masuknya Islam ke Sambas tidak begitu saja merubah tatanan nilai kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Tradisi masyarakat lokal tetap bertahan hingga saat ini. Masuknya Islam dengan membawa budaya baru, tidak serta-merta merusak budaya lama, namun dengan masuknya Islam memberikan perkembangan budaya yang beragam dalam sejarah kebudayaan masyarakat Sambas.


(12)

ABSTRACT

Writing this thesis with the title: "Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan 1600 -1732", aims to describe and explain how the process of inception of Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan. Basically all religions that made it into Sambas through a long process, but received very well and is easy to Islam. The development of Islam very well not be separated from the role of traders that can integrate with the local culture and the existence of mixed marriages with the nobility and the local community, so from here then there is a process of integration and acculturation.

The process of development and the growing influence of Islam in the Sultanate of Sambas explained by describing and analyzing them in accordance with the theory used. The theory used in analyzing these events is to use the theory of integration and acculturation, while the method of historical and descriptive method is the method used for the process of data collection through literature and interviews and analyzed, as well as re-written based on data and facts that have been obtained from the analysis of the source.

Research results in scientific work titled Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan 1600 - 1732 is the introduction of Islam to Sambas do not just change the order of cultural values that exist in society. Local tradition has survived to the present. The entry of Islam to bring a new culture, not necessarily damage the old culture, but with the entry of Islam provides a diverse cultural developments in the cultural history of society Sambas.


(13)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat kehidupan yang selalu diberikan, kekuatan serta cinta kasih-Nya, penulis

berhasil mewujudkan impian dan cita-cita sesuai target dengan berhasil

menyelesaikan Skripsi berjudul : Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat

1600 –1732.

Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

untukmemperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah memberikan sumbangan waktu, tenaga, bimbingan, nasehat dan

dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis dengan penuh kerendahan hati ingin mengucapkan banyak

terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. P. Ari Subagyo, M. Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Lucia Juningsih, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Sejarah

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum. selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang selalu sabar membantu dan meluangkan waktu dalam


(14)

4. Bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum. selaku Dosen

Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

untuk memberikan bimbingan serta masukan yang sangat berharga dengan

penuh perhatian dan kesabaran sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

5. Segenap dosen-dosen Sejarah, Pak Sandiwan Suharso, Pak H. Purwanto,

Pak Manu, Romo Baskara, Pak Yeri, dan Mas Heri serta Mas Doni

karyawan sekretariat Sejarah yang telah memberikan bekal pengetahuan

dan bantuannya kepada penulis selama ini.

6. Bapak dan Ibuku tercinta Kornelius Kolik dan Anastasia Ambonia yang

telah memberikan kesempatan, kepercayaan, dukungan, doa, kasih,

semangat dan pengorbanan yang tak terhingga kepada penulis sehingga

pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kakakku tersayang Yosefina Meaty & keluarga serta adikku Paul Gety

yang telah memberikan dukungan, semangat dan doanya. Aku bangga

memliki saudara seperti kalian.

8. Perpustakaan Daerah Kalimantan Barat, yang telah memberikan bahan,

referensi dalam penulisan skripsi ini.

9. Istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas, yang memberikan bahan

serta dokumentasi dalam penulisan skripsi ini.

10. Pangeran Ratu Muhammad Tarhan bin Pangeran Ratu Winata Kesuma

sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas, yang


(15)

11. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas bantuannya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik tersebut dengan penuh berkelimpahan. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat juga sebagai bahan bacaan untuk penelitian selanjutnya.

Akhir kata penulis terbuka atas semua kritik dan saran membangun yang nantinya akan semakin mengembangkan kearah yang lebih baik dalam penyempurnaan karya ini.


(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………....………..… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI ………...………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .………..………..…….. iv

HALAMAN MOTTO ………….………...…... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..………..……. vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………… viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ………..……… 1

A. Latar Belakang ………...……..……. 1

B. Identifikasi Masalah ………..…...………. 6

C. Rumusan Masalah ……….………...……. 8

D. Tujuan Penelitian ………..…… 9

E. Manfaat Penelitian ……….…...……….……… 9

F. Kajian Pustaka ………..………...………… 10

G. Landasan Teori ………..……….. 13

H. Metode Penelitian ………...……….. 18

1. Metode Historis ………...……...…….. 18

2. Metode Deskriptif ………...…………. 19

3. Pengumpulan Data ……….…..…… 20

I. Sistematika Penulisan ……….………..………… 21

BAB II SAMBAS SEBELUM ISLAM MASUK ………..………..…….. 22


(17)

1. Sambas ………...………..……… 26

2. Lingkungan dan Masyarakat Sambas ………...….….. 28

3. Agama yang ada di Sambas ……….….…..……. 30

B. Letak Wilayah Kesultanan Sambas ………....……. 30

C. Pemerintahan Sebelum Masuknya Islam di Sambas …………..……. 32

1. Masa Pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda ……….. 38

2. Perkembangan Islam Masa Raden Sulaiman ………... 42

BAB III SAMBAS SETELAH ISLAM MASUK ………...………. 47

A. Kesultanan Sambas ………..…..…………. 47

B. Struktur Pemerintahan Kesultanan Sambas ………...….……. 54 C. Pemerintahan Sultan Sambas Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin I ………... 58

a. Raden Bima Bergelar Sultan Muhammad Tajuddin (1668-1708) ………..……….... 59

b. Raden Mulia (Melia) Bergelar Sultan Umar Akamuddin I (1708-1732) ………..………..…..… 61

c. Raden Bungsu Bergelar Sultan Abubakar Kamaluddin (1731-1762) ………..……….. 62

d. Raden Jamak Bergelar Sultan Umar Akamuddin II (1762-1793) ………..……….. 63

e. Raden Gayung Bergelar Sultan Muda Achmad Tajuddin (1786-1793) ………..………...……. 65

f. Raden Menteri (Raden Janggut) Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin I (1793-1815) ………..……...…….. 65

g. Pangeran Anom Bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I (1815-1828) …...………..….. 69

h. Raden Samba’ Bergelar Sultan Usman Kamaluddin (1828-1830) ………..….…. 72

i. Raden Semar Bergelar Sultan Umar Akamuddin III (1830-1846) ………..……….. 74


(18)

j. Raden Ishak Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II (1846-1855)

……… 75

k. Raden Toko’ Bergelar Sultan Umar Kamaluddin (1855-1866) ………....………… 78

l. Raden Afifuddin Bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin II (1866-1922) ………..….…… 80

m. Raden Muhammad Ariadiningrat Bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II (1922-1926) ………...……....…… 83

n. Raden Mulia Ibrahim Bergelar Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin (1931-1943) ………..……….….. 85

D. Hadirnya Pemukiman Baru ………...…..……… 90

1. Pemukiman Dayak ………..…. 90

2. Pemukiman Melayu ………..……..…. 92

3. Pemukiman Tionghoa ……..………..……..……… 94

4. Rumah Lanting (Terapung) Sambas ………....…… 96

E. Berdirinya Masjid Jami’ di Kesultanan Sambas ………..……..……. 97

F. Adat Istiadat dan Kesenian Tradisional Sambas ……… 99

1. Tari Jepin Lembut ……….……….. 99

2. Tepung Tawar ………..…..…… 102

BAB IV PENUTUP ………..…..….………. 105

DAFTAR PUSTAKA ……….………..……… 109


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalimantan merupakan pulau terbesar kedua di Indonesia setelah Papua,

dengan memiliki penduduk lokal yang biasa disebut dengan Dayak. Penyebaran

suku Dayak di Kalimantan tersebar di berbagai daerah seperti di Serawak,

Malaysia, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan

Kalimantan Barat dengan keanekaragaman bahasa dan pola hidup. Dayak

merupakan penduduk asli yang mendiami pulau Kalimantan. Dahulu kebanyakan

orang Dayak mendiami daerah pedalaman yang masih memiliki jumlah hutan

yang masih lebat serta di sepanjang tepi aliran sungai-sungai besar. Dalam

kehidupan mereka, sungai merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang

kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, sungai digunakan untuk jalur transportasi

antar satu desa ke desa yang lainnya. Sebagian besar orang Dayak bekerja sebagai

petani dan berburu.

Nama Dayak1 pertama kali diperkenalkan oleh orang Eropa untuk

masyarakat asli yang mendiami pulau Kalimantan. Pertama-tama sebutan ini tidak

diterima dengan baik oleh masyarakat suku Dayak Kalimantan tersebut karena

memiliki arti tidak baik, yang berarti jorok, kotor, dan terbelakang. Bahkan oleh

orang-orang Eropa mendefinisikan Dayak sebagai manusia pedalaman,

non-muslim, primitif, tidak memiliki peradaban, namun karena sering digunakan dan

1 Alloy, dkk, Mozaik Dayak Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat. Pontianak: Institut Dayakologi, 2008, h.10.


(20)

mulai terbiasa dengan sebutan itu maka makna katanya menjadi masyarakat yang

beradab, suku asli yang belum tersentuh syiar Islam dan sebuah identitas

masyarakat asli Kalimantan. Kata Dayak sendiri tidaklah muncul begitu saja.

Banyak istilah yang digunakan dalam pengucapannya, seperti Daya, Dyak,

Dadjak, dan Dayak yang memunculkan perdebatan banyak pihak. Beranjak dari

perdebatan mengenai penyebutan untuk masyarakat asli Kalimantan kemudian

dibentuklah Institut Dayakologi pada tahun 1992 yang memprakarsai sebuah

pertemuan di Pontianak. Hasil dari pertemuan yang dilakukan ini disepakati

bahwa sebutan untuk masyarakat asli Kalimantan adalah Dayak.

Dalam tatanan kehidupan orang Dayak masih menjunjung tinggi

adat-istiadat dan nilai-nilai religi. Nilai religi yang mereka yakini merupakan sebuah

kepercayaan yang sudah ada secara turun-temurun yakni animisme, percaya

kepada roh nenek moyang. Selain itu, orang Dayak juga menghormati dan

menjaga segenap hutan, air, tanah, dan binatang yang menunjang kehidupan

sehari-hari mereka. Oleh karena itu, orang Dayak sangat menjunjung tinggi adat

istiadat yang telah mereka terima secara turun-temurun dari nenek moyang

mereka yang banyak diterima secara lisan. Dengan melaksanakan adat-istiadat

tersebut, mereka meyakini bahwa itu merupakan salah satu cara untuk

menghormati dan melestarikan kebudayaan yang sudah ada terhadap rahmat yang

telah mereka terima dari Duata2. Pada dasarnya tidaklah mudah bagi suku Dayak

untuk menerima budaya asing dalam tatanan kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam menerimanya harus berinteraksi dan berintegrasi, karena hal ini akan

2 Duata adalah sebutan untuk Tuhan oleh suku Dayak Simpang, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.


(21)

berdampak terhadap berubahnya tatanan adat-istiadat yang berlaku di kalangan

masyarakat yang sudah berkembang sudah lama. Hal ini sudah dilakukan oleh

agama Hindu ketika mulai berkembang di wilayah Sambas.

Seiring dengan berjalannya waktu, kebiasaan yang sering dilakukan oleh

orang Dayak mulai berubah secara perlahan dengan hadirnya para pendatang dari

luar seperti Melayu, Bugis, dan Cina. Kebanyakan dari pendatang ini adalah para

pedagang yang ingin menjual dan membeli hasil alam. Dengan hadirnya para

pendatang ini di tengah-tengah orang Dayak, keberadaan mereka mulai merasa

terancam. Akibatnya mereka yang semula tinggal di daerah pantai dan di tepi

aliran sungai-sungai besar secara perlahan mulai pindah ke bagian hulu sungai.

Proses perpindahan ini dikarenakan orang Dayak tidak dapat bersaing dengan para

pendatang yang terlalu terbuka, sedangkan orang Dayak sendiri cenderung untuk

menutup diri pada dunia luar.

Pada dasarnya kebudayaan bukan sesuatu yang statis, melainkan bisa

mengalami perubahan yang bersifat dinamis. Kebudayaan yang berubah ini

dikarenakan adanya proses masuknya berbagai macam kebudayaan asing, seperti

dari daerah yang berbeda, suku dan ras berbeda, yang masuk ke dalam lingkaran

suku Dayak yang berkaitan erat dengan semakin berkembang dan masuknya

agama di Nusantara. Hal ini berdasarkan ketika agama Hindu yang berasal dari

India mulai masuk dan berinteraksi dengan budaya lokal membuat semakin

berkembang dan diterima dengan baik juga oleh masyarakat lokal. Dengan tahap


(22)

mulai diterima di masyarakat lokal dan berhasil menggantikannya secara

perlahan.

Hadir dan masuknya agama Islam di Nusantara tidak dalam waktu

bersamaan, begitu juga dengan masuk dan berkembangnya agama Islam ke

daerah-daerah Kerajaan yang pada waktu itu masih dikuasai oleh Kerajaan

Hindu-Budha yang memiliki politik dan sosial budaya yang berbeda dengan Islam.

Masuk dan tersebarnya agama Islam di Nusantara hingga saat ini belum diketahui

secara pasti oleh para sejarawan. Dalam buku Sejarah Masuk dan Berkembangnya

Islam di Indonesia, mengatakan bahwa masuknya Islam sudah ada sejak abad

pertama Hidriyah (abad ke-7 dan ke-8 Masehi). Penyebaran agama Islam banyak

dilakukan oleh orang-orang Arab yang datang dengan tujuan utama adalah untuk

melakukan perdagangan dan sekaligus menyebarkan agama Islam. Wilayah yang

pertama kali disinggahi oleh para pedagang Arab di wilayah Nusantara adalah

pesisir Sumatera. Beranjak dari proses perdagangan di pesisir Sumatera inilah

kemudian awal mula munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Hal ini

tidak terlepas karena adanya proses inkulturasi yang dilakukan oleh para

pedagang Arab melalui perdagangan dan pernikahan dengan pribumi yang

kebanyakan non-muslim. Berdasarkan proses ini melahirkan kerajaan-kerajaan

bercorak Islam yang semakin berkembang. Diperkirakan pada abad ke-13 M,

kerajaan yang pertama kali bercorak Islam di Nusantara adalah Samudra Pasai,

pesisir timur laut Aceh, dan Kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara3.

3 Sartono Kartodirdjo, dkk, Editor, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975, h. 2.


(23)

Jauh sebelum agama Islam masuk dan berkembang di Kalimantan Barat,

tepatnya di Sambas, Islam sudah berkembang di daerah Kalimantan bagian lain

seperti Banjarmasin. Agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Arab yang

kemudian diperkenalkan lagi oleh para pedagang dari Banjarmasin dan Brunei

Darussalam. Agama Islam masuk di Kalimantan Barat sekitar abad ke-15 Masehi

melalui kegiatan perdagangan. Daerah yang pertama kali bersentuhan dengan

agama Islam adalah Pontianak pada tahun 1741, Matan pada tahun 1743, dan

Mempawah pada tahun 1750. Berdasarkan perkembangan agama Islam yang

terjadi di Kalimantan Barat, turut berdiri juga Kesultanan Pontianak pada tanggal

23 Oktober 1771 Miladiah (14 Rajab 1185 H) dengan raja yang bernama Sultan

Syarif Abdurahman Al Qadrie. Dengan semakin berkembangnya agama Islam di

Kesultanan Pontianak, semakin memudahkan terjadinya proses Islamisasi

terhadap daerah-daerah pedalaman yang memiliki akses ke Kesultanan Pontianak

dan berada di daerah aliran sungai Kapuas. Proses ini banyak dilakukan oleh para

pedagang dari Banjarmasin dan Brunei Darussalam yang datang dengan tujuan

untuk berdagang. Kebanyakan dari para pedagang ini melakukan perjalanan

melalui aliran sungai Kapuas dengan menggunakan motor klotok4, yang pada saat

itu merupakan satu-satunya alat transportasi yang bisa digunakan untuk

menyusuri daerah-daerah pedalaman.

Agama Islam pertama kali masuk ke Sambas dibawa oleh para pedagang

dari Arab, Banjarmasin dan Brunei Darussalam yang datang dengan tujuan

berdagang. Para pedagang masuk ke Sambas dimulai sejak abad ke-14 M yang

4 Motor Klotok adalah kapal berukuran sedang yang disesuaikan dengan lebar aliran sungai dan sudah menggunakan mesin.


(24)

pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan kerajaan Hindu. Dengan

melakukan proses perdagangan dan hidup cukup lama di Sambas, para pedagang

ini mendapat izin dari raja untuk menetap. Penyebaran agama Islam bermula dari

lingkungan kerajaan, seperti melakukan pernikahan campuran yang kemudian

diikuti oleh raja. Dengan memeluk agama Islam, banyak dari para penduduk yang

ikut memeluk agama Islam karena terpengaruh dari kekuasaan raja. Kebanyakan

yang ikut memeluk agama Islam adalah para pribumi yang berada di sekitar

kerajaan dan berada di daerah aliran lalu lintas perdagangan sungai. Namun ada

juga yang tidak masuk agama Islam dengan melakukan perpindahan ke daerah

pedalaman atau ke wilayah lain khususnya suku Dayak yang sebagian menolak

agama Islam.

B. Identifikasi Masalah

Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara dibawa oleh para

pedagang dari Arab dan Gujarat pada abad ke-7 dan ke-8 M melalui Selat Malaka

yang pada saat itu menjadi jalur utama perdagangan internasional. Dengan

melakukan proses perdagangan yang berkepanjangan memungkinkan terjadinya

kontak budaya antara budaya lokal dengan budaya asing, serta adanya pernikahan

campuran dengan para penduduk wanita pribumi yang berkontribusi besar

terhadap berkembangnya penyebaran agama Islam.

Jauh sebelum agama Islam masuk dan berkembang di wilayah Nusantara

dan menyebar ke pelosok-pelosok daerah, kepercayaan asli yaitu animisme sudah


(25)

Dengan masuknya agama Hindu di Nusantara tidak secara langsung dapat

merubah tatanan hidup masyarakatnya. Hal ini dilalui dengan mengalami proses

yang panjang oleh para pedagang dari India dalam berinteraksi dengan budaya

lokal5. Dengan semakin berkembangnya agama Hindu ke daerah pelosok

Nusantara, khususnya Kalimantan Timur berdampak terhadap daerah lainnya,

seperti di Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat sendiri dengan adanya

inkulturasi antara agama Hindu dengan kepercayaan asli berpengaruh terhadap

kehidupan masyarakat lokal, yakni suku Dayak. Adanya inkulturasi antara

kebudayaan asli dengan kebudayaan Hindu sangat kuat dan diterima dengan baik.

Pengaruh agama Hindu di Sambas cukup kuat ketika Kerajaan Majapahit semakin

berjaya setelah menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hal ini semakin

kuat karena Majapahit juga mengirim keturunan dan keluarga raja dengan

prajuritnya ke daerah yang dikuasai dengan mengembangkan agama dan

kebudayaan Hindu. Namun pengaruh Hindu di Sambas tidak berlangsung lama

karena runtuhnya Majapahit dan Sambas sudah berada di bawah Kerajaan Johor

yang merupakan kerajaan bercorak Islam.

Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Sambas, berdampak

terhadap tradisi dan budaya yang berbeda dengan Hindu maupun dengan budaya

suku Dayak. Hal ini didasarkan pada ajaran agama Islam di dalam Al - Quran

yang tidak diperbolehkannya memakan makanan tertentu, seperti mengharamkan

untuk memakan daging babi dan anjing. Pelarangan ini dilakukan karena babi

merupakan binatang yang menjijikkan dan tidak layak untuk dimakan, maka dari

5 Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, h. 517.


(26)

itu daging babi secara khusus dihinakan di dalam Al - Quran. Selain itu, di dalam

ajaran agama Islam terdapat konsep tauhid. Konsep ini merupakan konsep yang

sangat sentral dan memiliki arti bahwa Allah adalah pusat dari segala sesuatu,

oleh karena itu manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah6. Tidak

dibenarkan kepada mereka untuk menyembah benda apapun di dunia ini.

Berdasarkan perbedaan yang cukup mencolok antara agama Hindu dengan agama

Islam inilah menuai banyak pertentangan, khususnya dari penduduk asli yakni

suku Dayak yang tidak semuanya menerima kedua agama tersebut.

Penyebaran agama Islam melalui jalur sungai Kapuas dan melalui jalur

perdagangan internasional, Malaka. Para pedagang dari Arab dan Gujarat

melewati arus sungai serta masuk dari bagian utara Kalimantan untuk berdagang

dan menyebarkan agama Islam. Masuk dan menyebarnya agama Islam melalui

jalur sungai sangat berpengaruh pada waktu itu, karena jalur darat tidak

mendukung untuk melakukan perjalanan ke daerah pedalaman.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, hal-hal yang dapat dikaji adalah

sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi masuknya Islam di Sambas, Kalimantan Barat ?

2. Bagaimana dinamika di Sambas sebelum Islam masuk ?

3. Bagaimana peran dan pengaruh setelah Islam masuk di Sambas ?


(27)

D. Tujuan Penelitian

Dengan hadirnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar

belakang dan pemahaman mengenai proses Islamisasi yang terjadi di banyak

daerah-daerah Indonesia, khususnya yang berada di Sambas. Selama ini dalam

melakukan penelitian, masih sedikit para sejarawan dan orang lokal yang tertarik

mengupas lebih dalam mengenai sejarah masuknya agama Islam di Kesultanan

Sambas. Dengan hadirnya tulisan mengenai Islam di Kesultanan Sambas

Kalimantan Barat 1600 - 1732, dapat memberi informasi mengenai kebudayaan

yang ada di Sambas.

Hadirnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang

melatarbelakangi terjadinya proses integrasi budaya asing dengan budaya lokal,

baik sebelum atau sesudah masuknya Islam di wilayah Sambas. Selain itu, melalui

tulisan ini bisa melestarikan historiografi sejarah Islam yang ada di Indonesia,

termasuk yang ada di Sambas, Kalimantan Barat.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan sejarah kebudayaan tentang masuk dan berkembangnya Islam di

Kesultanan Sambas yang berguna untuk menambah koleksi sejarah nasional.

Dengan hadirnya penelitian ini besar harapan agar dapat memantik semangat

kebangkitan historiografi sejarah kebudayaan lokal terhadap sejarah nasional bagi


(28)

Dalam penulisan ini diharapkan bisa untuk menjelaskan sejarah masuknya

agama Islam di Sambas. Agama Islam yang tumbuh dan berkembang di

Kalimantan Barat, khususnya Sambas tidak hadir dengan sendirinya. Melainkan

melalui sebuah proses yang sangat panjang dan berliku-liku, bahkan hingga

berabad-abad terjadinya proses Islamisasi di Sambas. Selain itu, dengan hadirnya

tulisan ini dapat menambah pengetahuan sejarawan-sejarawan mengenai

perkembangan Islam di Kalimantan Barat. Pada para pelajar diharapkan dapat

membantu pengetahuan dalam sejarah perkembangan Islam di nusantara, serta

menambah buku perpustakaan daerah Kalimantan Barat.

F. Kajian Pustaka

Karya ilmiah yang berjudul Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat

1600 – 1732, merupakan sebuah karya mengenai sejarah kebudayaan Sambas yang jarang ditulis oleh para sejarawan. Hal ini didasari karena terbatasnya data

dan informasi yang digunakan sebagai penunjang penulisan sejarah lokal. Padahal

banyak sejarawan yang menulis karya ilmiah hanya berpatokan pada data pustaka.

Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian langsung agar data-data dan

informasi yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan serta menjadi acuan

dalam penulisan karya ilmiah ini. Sumber-sumber yang dimiliki sejauh ini masih

terbatas dan belum lengkap sesuai dengan pemikiran dalam Islam di Kesultanan

Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732.

Dari keterbatasan itu, masih terdapat beberapa buku yang pernah menulis


(29)

mengenai Sambas. Namun, secara keseluruhan beberapa buku tersebut hanya

menceritakan gambaran umum perkembangan Islam di Kalimantan Barat,

khususnya mengenai masuknya agama Islam di Sambas.

Buku tersebut antara lain Kabupaten Sambas - Sejarah Kesultanan dan

Pemerintah Daerah yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata PEMDA Kabupaten

Sambas dan disusun oleh Drs. Ansar Rahman, dkk. Dalam buku ini pada bagian

pertama berbicara mengenai Kesultanan Sambas. Bagian pertama ini dibagi dalam

empat Bab, di mana Bab I dan II membahas mengenai sejarah purba negeri

Sambas yang menjalin hubungan dengan Brunei, Serawak, dan Sukadana.

Sedangkan Bab III dan IV membahas mengenai masa kejayaan Kesultanan

Sambas yang dimulai dari Sultan pertama hingga Sultan ke-15. Pada bagian kedua

berbicara mengenai perjuangan rakyat Sambas melawan penjajah. Bagian kedua

buku ini dibagi dalam dua Bab, di mana Bab V dan VI membahas mengenai

perjuangan rakyat Sambas dalam menghadapi masa penjajahan Belanda, masa

pendudukan Jepang hingga mempertahankan kemerdekaan sewaktu melawan

Belanda atau NICA pada tahun 1945-1950. Pada bagian ketiga berbicara

mengenai Pemerintahan Daerah Kesultanan Sambas. Bagian ketiga buku ini

dibagi dalam tiga Bab, di mana pada Bab VII, VIII, dan IX membahas mengenai

pertumbuhan dan perkembangan Pemerintah Kabupaten Sambas dari tahun

1950-2001.

Dalam buku ini data-data yang tersedia hanya sebatas pada ungkapan

sejarah dalam perkembangan kerajaan, Kesultanan, dan pemerintah daerah.


(30)

tidak begitu lengkap untuk menjelaskan dengan lebih rinci mengenai sejarah

Sambas. Selain itu, masih banyak dokumen dan catatan mengenai sejarah Sambas

tidak bisa dicantumkan semua dan tidak lengkap di dalam buku ini. Meskipun

demikian terdapat juga data-data yang cukup membantu dalam penulisan

mengenai Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732.

Buku lain yang digunakan ialah Borneo Bagian Barat - Geografis, Statistis,

Historis 1856 jilid 2 yang ditulis oleh P. J. Veth. Buku ini dibagi dalam tiga

bagian buku. Bagian pertama adalah buku IV yang membahas mengenai

pemulihan dan organisasi kekuasaan Belanda yang terjadi pada tahun 1818-1823.

Bagian kedua adalah buku V yang berbicara mengenai orang-orang Dayak dan

hubungan-hubungan kekuasaan Belanda dengan daerah-daerah hulu

(negara-negara hulu). Pada bagian ini banyak membahas mengenai agama, kebiasaan

orang Dayak dan hubungan mereka dengan Melayu. Setelah itu terdapat

kekuasaan-kekuasaan Belanda di tanah hulu Kapuas dalam mengembangkan

organisasi dan pengetahuan mengenai Borneo. Pada bagian buku VI berbicara

mengenai kurun waktu kelalaian. Dalam bagian ini membahas mengenai Matan

dan Sukadana, Mempawah, Tayan, Sambas, Brunei, Landak, Kubu, dan lain-lain.

Selain itu, terdapat juga pengaruh Singapura dan Serawak, kesulitan menghadapi

orang-orang Cina, kedatangan Komisaris Perancis dan pendeta-pendeta Amerika

di Pantai Barat Borneo.

Dalam buku ini tidak terlalu membahas mengenai sejarah masuknya agama

Islam di Sambas dengan rinci. Selain itu, bahasa yang digunakan cukup sulit


(31)

cukup membantu dalam memperoleh penambahan data yang berhubungan dengan

Kesultanan Sambas.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil keputusan bahwa penelitian karya

ilmiah Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732 berbeda

dengan karya ilmiah lainnya. Dalam penulisan ini ingin menjelaskan bagaimana

proses Islamisasi bisa terjadi melalui teori integrasi yang kemudian menghasilkan

proses akulturasi budaya lokal dengan budaya asing. Melalui penelitian ini bisa

diketahui bahwa proses masuknya Islam di Sambas berlangsung cukup lama.

G. Landasan Teori

Perubahan dalam suatu masyarakat sedikit banyak akan dipengaruhi oleh

masuknya kebudayaan asing. Perubahan merupakan sebuah simbol kehidupan

yang tidak berhenti di dunia sehingga semua yang ada akan terkena hukum

perubahan, baik yang bergerak linier terbentuk karena adanya variabel terikat

dengan variabel bebas hubungan maupun yang bergerak secara sirkular terbentuk

karena adanya gerakan yang dilakukan bersifat sementara. Perubahan yang terjadi

ini akan memasuki semua ruang kehidupan manusia di dalam segala sisinya,

seperti yang berhubungan dengan persoalan ekonomi, politik, sosial, maupun

budaya.

Dalam buku yang berjudul “Integrasi Nasional: Teori, Masalah, dan Strategi” karangan Saafroedin Bahar dan A. B. Tangdililing dijelaskan dengan gamblang bahwa integrasi merupakan suatu proses sehingga faktor-faktor yang di


(32)

melainkan juga (bahkan terutama) bagaimana faktor-faktor yang ada dalam

masyarakat itu menentukan proses tersebut. Tujuan bukanlah unsur yang dilihat

dalam prosesnya, melainkan bagaimana prosesnya berlangsung. Faktor-faktor

yang mempengaruhi dan menentukan itu bisa berada dalam berbagai segi

kehidupan yang dimiliki manusia7.

Hal ini kemudian diperkuat dalam Islam dan Masalah Integrasi dipaparkan

oleh A. Rahman Zainuddin yang menjelaskan integrasi berasal dari bahasa Latin

integer berarti keseluruhan. Integrasi merupakan bagian-bagian, unsur-unsur,

faktor-faktor, atau perincian-perincian yang telah digabungkan dalam bentuk yang

demikian intimnya sehingga menimbulkan suatu keseluruhan yang sempurna.

Biasanya menunjukkan adanya suatu pembauran dan penggabungan yang

menyeluruh dari hal-hal yang khusus sehingga masing-masing telah kehilangan

jati diri yang khas. Integrasi dapat dikaji dari segi tujuan, konsensus, atau budaya

politik. Selain itu, dianggap sebagai suatu proses dan bukan sebagai suatu yang

konstan. Agama dan ideologi hanyalah salah satu aspek saja dari proses integrasi,

namun ia dapat menjadi aspek yang kuat dan menentukan8.

Akulturasi, dalam bahasa Inggris disebut acculturation atau culture contact,

memiliki arti yang cukup banyak di kalangan antropolog. Berdasarkan

pemahaman yang cukup banyak itu, dapat disimpulkan bahwa akulturasi

merupakan sebuah konsep mengenai proses sosial yang timbul bila suatu

kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari

7 Saafroedin Bahar, A. B. Tangdililing, Integrasi Nasional: Teori, Masalah dan Strategi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996, h. 6.


(33)

suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa yang menyebabkan unsur- unsur

dari kebudayaan asing tersebut secara perlahan akan diterima dan diterapkan ke

dalam kebudayaan masyarakat setempat tanpa menyebabkan hilangnya

kepribadian dari kebudayaan itu sendiri9.

Dalam sebuah buku yang berjudul Manusia Dalam Kebudayaan dan

Masyarakat: Pandangan Antropologi dan Sosiologi yang ditulis Eko A.

Meinarno, Bambang Widianto, dan Rizki Halida, akulturasi dalam

perkembangannya merupakan pertukaran fitur-fitur kebudayaan yang terjadi

karena adanya kontak langsung antara beberapa kelompok manusia dengan

kebudayaan yang berbeda dan secara perlahan kebudayaan tersebut dapat diterima

dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menjadikan kebudayaan asli

sebuah kelompok tersebut hilang. Berkembangnya proses akulturasi ini tidak

terlepas dari adanya agen-agen akulturasi. Agen-agen akulturasi ini di masa lalu

dikenal dengan sebutan penjajah, penyiar agama, dan pedagang10.

Dalam buku Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial – Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, R. Linton memaparkan bahwa proses akulturasi menjadi

sangat penting dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial maupun studi sosial.

Percepatan budaya inti (cover culture) dengan budaya lahiriah (overt culture)

merupakan hal yang berbeda Perubahan budaya inti berjalan lebih lambat bila

dibandingkan dengan budaya lahiriah. Oleh karena itu, budaya lahiriah dapat

dilihat berupa bentuk fisik, seperti pakaian, rumah, dan gaya hidup yang dapat

9 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1986, h. 248.

10 Eko A. Meinarno, dkk, Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat: Pandangan Antropologi dan Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika, 2011, h. 246.


(34)

berubah lebih cepat bila dibandingkan dengan perubahan budaya inti yang berupa

sistem keyakinan, sistem nilai budaya, adat istiadat yang sudah dipelajari sejak

masih kecil berjalan dengan lambat11.

Proses akulturasi sebenarnya sudah ada sejak lama dalam sejarah

kebudayaan manusia. Namun, akulturasi yang bersifat khusus baru muncul ketika

kebudayaan-kebudayaan bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia

dengan adanya pengaruh terhadap masyarakat suku bangsa yang berada di daratan

Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika12.

Berdasarkan pemahaman di atas, masuknya agama Islam di Sambas dapat

ditulis dengan menggunakan teori integrasi yang akan menghasilkan terjadinya

proses akulturasi budaya apabila kebudayaan asing tersebut saling berintegrasi

dengan kebudayaan lokal. Proses akulturasi yang terjadi di Sambas berlangsung

dalam rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini didasari oleh perbedaan budaya

antara tradisi masyarakat lokal, suku Dayak dengan agama Islam yang sangat

berbeda dan pada akhirnya bisa melangsungkan proses akulturasi antara dua

kebudayaan yang berbeda tersebut. Selain itu, berdasarkan pemahaman ini banyak

para saudagar Muslim yang melakukan perdagangan berhasil menarik minat dan

simpati masyarakat Sambas untuk memeluk agama Islam, walaupun pada saat itu

masyarakat masih memeluk agama Hindu.

Agama Islam masuk ke Sambas dimulai sejak abad ke-14 M dan mulai

menarik minat di kalangan kerajaan pada tahun 1601 M dengan didirikannya

11 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 206.


(35)

kerajaan Islam Sambas oleh Raden Sulaiman di bawah koloni Kerajaan Johor13.

Barulah pada tanggal 9 Juli 1631, di Lubuk Madung, Raden Sulaiman dinobatkan

oleh rakyat Sambas menjadi penguasa pertama dengan gelar Sultan Muhammad

Syafiuddin I. Hal ini juga merupakan sebuah peralihan kekuasaan dari Kerajaan

Ratu Sepudak yang menganut Hindu beralih ke Kesultanan Sambas dengan

menganut Islam. Berdasarkan catatan historis, maka dapat diketahui bahwa agama

Islam masuk ke Kesultanan Sambas dimulai pada tahun 1600-an. Tumbuh dan

berkembangnya agama Islam ditandai dengan adanya penggunaan batu nisan pada

makam dan munculnya pemukiman-pemukiman baru seperti pemukiman Melayu.

Pemukiman Melayu merupakan tempat tinggal masyarakat Dayak yang telah

memeluk agama Islam dan mereka memiliki konsep yang berbeda dengan

pemukiman suku Dayak.

Berkembangnya agama Islam ditandai dengan berdirinya Kesultanan di

Sambas. Sebelum masuknya agama Islam, kesultanan ini merupakan sebuah

kerajaan Hindu yang dipimpin dengan gelar Ratu (Raja). Setelah agama Islam

masuk dan tumbuh dengan memiliki peranan yang besar, proses berkembangnya

agama Islam ditandai dengan didirikannya Kesultanan Sambas. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Sambas melalui tiga tahapan

yakni: masuk pada abad ke-14 M, tumbuh pada tahun 1600, dan berkembang pada

tahun 1631.

13 Syafaruddin Usman, MHD, Sambas Merajut Kisah Menenun Sejarah. Sambas: Pemerintah Kabupaten Sambas, 2010, h. 17.


(36)

H. Metode Penelitian

Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732, merupakan

gambaran umum yang ingin dijelaskan dalam tulisan karya ilmiah ini. Sejauh ini

belum diketahui secara pasti apa yang melatarbelakangi peran dan perkembangan

agama Islam di Sambas. Berdasarkan hal inilah penelitian dilakukan agar

diketahui secara pasti apa yang menyebabkan berkembang dan memiliki peranan

yang besar di Sambas.

Penelitian ini dilakukan di Kesultanan Sambas. Selain itu, penelitian ini

memiliki nilai orisinalitas tersendiri, dikarenakan penelitian difokuskan pada

sejarah peran dan perkembangan Islam di Sambas. Penelitian ini hanya akan

membatasi ruang lingkup Sambas saja, dengan harapan agar hasil karya ini

menjadi lebih tajam dalam penjelasannya. Masuk dan berkembangnya Islam di

Sambas memiliki peranan yang tinggi terhadap penyebaran agama dan memiliki

nilai historis yang tinggi. Berikut ini metode penelitian yang digunakan untuk

mempermudah proses tulisan, di antaranya adalah sebagai berikut:

Metode Historis

Metode historis merupakan salah satu dari jenis metode penelitian. Metode

historis bertujuan untuk merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan obyektif

dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan bukti untuk

menetapkan fakta dan mencapai konklusi yang dapat dipertahankan, seringkali

dalam hubungan hipotesis tertentu. Dengan metode historis, seorang ilmuwan


(37)

peristiwa masa lalu dan menjawabnya dengan fakta terpilih yang disusun dalam

bentuk paradigma penjelasan.

Dengan demikian, penelitian dengan metode historis merupakan penelitian

yang kritis terhadap keadaan-keadaan, perkembangan, serta pengalaman di masa

lampau dan menimbang secara teliti dan hati-hati terhadap validitas dari

sumber-sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber-sumber-sumber keterangan tersebut14.

Metode Deskriptif

Metode deskriptid merupakan salah satu jenis metode penelitian. Metode

penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi actual secara rinci

yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa

kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi

dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang

sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan

keputusan pada waktu yang akan datang.

Dengan demikian metode penelitian deskriptif ini digunakan untuk

melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang

tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan

hanya menjabarkan (analitis), akan tetapi juga memadukan. Bukan saja

melakukan klasisfikasi, tetapi juga organisasi. Metode penelitian deskriptif pada

14http://www.pengertianpakar.com/ ”Pengertian Metode Penelitian, Jenis dan Contohnya” dalam M. Iqbal Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Penerbit Ghalia: Jakarta. (DMCA.com). Diunduh pada tanggal 14 September 2016.


(38)

hakikatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori. Metode ini menitikberatkan

pada observasi dan suasana alamiah15.

• Pengumpulan Data

Dalam setiap penulisan karya ilmiah, seorang sejarawan tidak bisa lepas dari

yang namanya data dan fakta sejarah. Perlu adanya sebuah penelitian agar proses

pengumpulan data baik berupa data primer ataupun sekunder. Beberapa metode

yang sering dilakukan untuk mempermudah proses pengumpulan data, di

antaranya adalah dengan menggunakan studi wawancara dan studi pustaka.

Wawancara dilakukan terhadap nara sumber yang mengerti mengenai proses

masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas, seperti keluarga

Kesultanan yang hingga kini masih berdomisili di Sambas dan menjadi penjaga

Istana Kesultanan Sambas. Studi ini dilakukan dengan harapan bisa mendapatkan

data-data primer.

Studi Pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk

menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau

sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan

penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,

ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik

tercetak maupun elektronik lain. Dengan melakukan studi pustaka, peneliti dapat

memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan

penelitiannya. Untuk melakukan studi pustaka, perpustakaan merupakan suatu

tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan


(39)

untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan16. Metode lain

yang dapat menunjang penulisan adalah dengan adanya data dokumentasi berupa

foto, naskah, arsip akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan.

I. Sistematika Penulisan

Dalam mempermudah pemahaman mengenai hasil penelitian skripsi ini,

maka akan dijelaskan beberapa bagian sub-sub bab yang isinya sebagai berikut:

Bab I akan menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan

teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II pada bagian ini akan menjelaskan mengenai Sambas Sebelum Islam

Masuk.

Bab III pada bagian ini akan menjelaskan mengenai Sambas Sesudah Islam

Masuk.

Bab IV merupakan penutup dari bagian skripsi ini. Bab ini akan

menjelaskan mengenai kesimpulan dari semua pertanyaan yang telah disampaikan

pada bab-bab sebelumnya.

16 https://april04thiem.wordpress.com/2010/11/12/Studi-Kepustakaan. Diunduh pada tanggal 1 Juni 2015.


(40)

BAB II

SAMBAS SEBELUM ISLAM MASUK

A. Gambaran Umum

Daerah Sambas sudah sejak lama dikenal seperti sekarang. Hal ini terbukti

dengan disebutkannya nama Sambas pada masa kekuasaan Kerajaan Majapahit

dibawah kekuasaan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada di dalam

buku Negara Kertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1365. Di

dalam Pupuh XII di sebutkan bahwa:

Lwas dengan Samudra serta Lamuri Batam, Lampung dan juga Barus

itulah terutama negara Melayu yang t’lah tunduk. Negara-negara dipulau Tanjungpura: Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, dan Lawai17.

Selain itu, dalam catatan Kerajaan Majapahit dan kronik-kronik Cina tertulis

mengenai sejarah purba Sambas, disebutkan juga bahwa Sambas sudah ada sejajar

dengan kerajaan-kerajaan di Kalimantan, Jawa, Sumatera, Malaka, Brunei dan

Kekaisaran Cina pada abad ke-13 M dan ke-14 M18. Meskipun demikian dalam

catatan Negara Kertagama, Pupuh XIII, disebutkan bahwa pada masa kejayaan

Kerajaan Majapahit telah menguasai seluruh wilayah Nusantara, termasuk

Kerajaan Sambas di pulau Kalimantan. Selain menguasai kerajaan-kerajaan yang

telah ditaklukkan, Kerajaan Majapahit juga mengirimkan keturunan dan keluarga

raja beserta prajuritnya sambil mengembangkan agama dan kebudayaan

17 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah. Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h. 9.


(41)

Budha. Namun, tidak banyak ditemukan peninggalan-peninggalan para raja

zaman itu karena memang sulit untuk dibuat dan mudah hancur oleh air dan

lumpur. Arca yang ditemukan di Sambas terbuat dari emas, dengan memiliki 9

arca agama Hindu-Budha yang tersimpan di British Museum London19.

Pada masa kekuasaan Majapahit, para prajurit dan keturunan raja hidup

membaur dengan masyarakat asli yang kemudian membentuk sebuah kerajaan

yang kuat dengan ratunya berasal dari hasil perkawinan dengan masyarakat asli

tersebut. Setelah berkuasa cukup lama, ratu kerajaan meninggal dunia yang

kemudian di gantikan oleh Tang Nunggal dengan berhasil menyingkirkan putra

mahkota. Dengan memerintah kerajaan dengan kekuasaan yang kejam, bengis,

dan tidak berperikemanusiaan. Bahkan anak-anaknya, Bujang Nadi dan Dare

Nandung dikubur hidup-hidup di bukit Sebedang karena berniat kawin20. Hukum

karma berlaku pada kekuasaannya, Tang Nunggal akhirnya meninggal dalam

keadaan yang mengenaskan. Setelah meninggalnya raja Tang Nunggal, kini

Putera Mahkota yang tersingkir muncul dan mengambil alih kendali

pemerintahan. Dari raja inilah kemudian yang menurunkan raja-raja Sambas

berikutnya sampai kepada Ratu Sepudak21.

Jauh sebelum Tang Nunggal sampai ke Ratu Sepudak berkuasa, pada tahun

1364 di bawah kekuasaan Raja Cananegara datang menggunakan kapal yang

berisi prajurit Majapahit dalam jumlah besar dibawa ke Sambas dan mendarat di

19 Ibid., h.13.

20 Kisah Bujang Nadi dan Dare Nandung menjadi kisah sastra rakyat Sambas.


(42)

Pangkalan Jawi22. Setelah berhasil mendarat, para prajurit Majapahit ini hidup

membaur dengan masyarakat yang kemudian mendorong berdirinya kekuasaan

keturunan Raja Majapahit yang berpusat di Paloh. Hal ini tidak berlangsung lama,

karena pada tahun yang sama Patih Gajah Mada meninggal dan membuat banyak

keturunan Majapahit berpindah ke daerah lain. Daerah tempat mereka berpindah

yakni Brunei, Mempawah, Tanjungpura, Landak, Sanggau, Sintang, Sukadana

dan kerajaan kecil lainnya di Kalimantan Barat23. Oleh karena pengaruh yang

cukup kuat, pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit tidak bertahan lama. Pada

abad Ke-15 M pusat kerajaan berpindah dari Paloh ke Kota Lama di daerah Benua

Bantanan-Tempapar, Kecamatan Teluk Keramat. Di daerah inilah kemudian

cikal-bakal berkembangnya Kesultanan Sambas yang diwarisi oleh Kerajaan

Hindu dalam pemerintahan Ratu Sepudak hingga menjadi kerajaan Islam. Ratu

Sepudak merupakan seorang Ratu yang cukup banyak mengukir sejarah

perkembangan Sambas di daerah Kota Lama. Selain itu, Raja (Ratu) terakhir

dalam pemerintahan Kerajaan Hindu di Kota Lama, Sambas. Perkembangan pada

masa pemerintahan Ratu Sepudak tidak banyak hal-hal yang dapat diketahui. Hal

ini dikarenakan kurangnya catatan sejarah yang mengisahkan kejayaan

pemerintah Ratu Sepudak.

Ratu Sepudak dan saudaranya Timbung Paseban berkuasa sejak tahun 1550

di Kota Lama. Namun, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, pada tahun 1570

kerajaan Sambas di Kota Lama berada dibawah Kerajaan Johor yang telah

22 Ibid., h. 15.


(43)

menganut Islam. Di bawah Kerajaan Johor, sultan-sultan di daerah pantai barat

Kalimantan seperti Brunei, Serawak, Sambas, Mempawah, Sukadana/Matan, ikut

serta menganut Islam, termasuk orang-orang di Kesultanan Sambas24.

Pada tahun 1596, Belanda berhasil menguasai Batavia dan pada tahun 1604

berkunjung ke Kerajaan Matan untuk membuka hubungan dagang. Dari Matan

VOC mendapat informasi mengenai kerajaan yang ada di pantai Barat

Kalimantan. Pada tahun 1609, VOC datang ke Kota Lama yang merupakan pusat

Kerajaan Sambas. Mengetahui Sambas kaya akan hasil hutan dan emas, VOC

mengikat perjanjian dengan Ratu Sepudak. Dibawah Kerajaan Johor, Ratu

Sepudak melakukan perjanjian dagang dengan Oppenkoopman Samuel Bloemaert

wakil dari VOC. Perjanjian dagang itu dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 1609,

sekaligus mengikat Kerajaan Sukadana dan Landak25.

Pada awal masa berdirinya Kerajaan Sambas, Raden Muchsin Panji Anom

Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma menyebutkan di dalam lembaran kitab

sejarah Kerajaan Sambas disebutkan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas

berasal-usul dari pancaran negeri tiga serangkai yakni Brunei, Sukadana, dan Sambas di

masa pemerintahan Majapahit. Artinya nama Sambas dapat diartikan sebagai tiga

serangkai sejarah Kerajaan Sambas yang merupakan keturunan Ratu Sepudak dari

Majapahit, Raja Tengah dari Brunei, dan Sultan Sukadana atau Matan Sultan

Muhammad Syafiuddin. Nama Sambas berasal dari kata Sambat yang artinya

bersambung menjadi satu yang dikaitkan dengan keadaan sungai Sambas Kecil

24 Ibid.


(44)

dan sungai Sambas Besar yang saling menghubungkan bandar dan desa menjadi

satu. Dengan kata lain, Sambas berasal dari kata Sambat yang dapat diartikan

berangkai, bersambung menjadi satu rangkaian sungai yakni sungai Sambas

Kecil, Subah, dan Teberau26.

1. Sambas

Sambas merupakan salah satu daerah tingkat II di bagian paling utara

Provinsi Kalimantan Barat dengan total luas 6. 395,70 km2, terletak diantara 1°23" Lintang Utara dan 108°39" Bujur Timur. Secara administratif, batas

wilayah Sambas bagian Utara: Sarawak, Malaysia Timur, Selatan: Kota

Singkawang, Barat: Selat Karimata, Laut Cina Selatan, dan Timur: Kabupaten

Bengkayang27. Pada tahun 2011 jumlah populasi penduduk Sambas sebanyak

501.149 jiwa dengan kepadatan penduduk 78,36 jiwa/km2. Memiliki luas 4,36% dari luas Provinsi Kalimantan Barat, Sambas memiliki 19 kecamatan, yakni

Sambas, Selakau, Pemangkat, Tebas, Jawai, Teluk Keramat, Sejangkung, Paloh,

Subah, Sajingan Besar, Galing, Tekarang, Semparuk, Jawai Selatan, Sebawi,

Sajad, Tangaran, Selakau Timur, Salatiga, dan dibagi menjadi 183 desa28.

Masyarakat yang mendiami wilayah Sambas terdiri dari suku Melayu,

Dayak, Tionghoa, Banjar, Jawa, Batak, dan Minangkabau. Sebagian besar

penduduk Sambas adalah orang-orang Melayu yang tinggal di wilayah kota dan

26 Ibid., h. 11.

27 Kabupaten Sambas Dalam Angka. Sambas Regency in Figures 2007, h. 3.

28 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Sambas. Diunduh pada tanggal 25 September 2015.


(45)

berbaur dengan para pendatang lain seperti Tionghoa, Banjar, Jawa, Batak, dan

Minangkabau. Sementara orang-orang Dayak kebanyakan tinggal di daerah

pedalaman dan sedikit yang menetap di kota Sambas.

Sambas merupakan wilayah yang mengalami pertumbuhan penduduk

cukup pesat dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 1915, Sambas memiliki penduduk

sebanyak 123.000 jiwa, dengan rincian terdiri dari 100 orang Eropa, 26.000 orang

Dayak, 67.000 orang Melayu, Jawa, Bugis, 30.000 orang Cina, dan 270 orang

Arab dan Timur asing lainnya dan pertumbuhan penduduk akan semakin

meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat perbandingan jumlah penduduk

yang mendiami Sambas pada tahun 2011 dan kepadatan penduduk sekitar 78,36

jiwa/km² atau 2.724 jiwa per desa. Penyebaran penduduk di Kabupaten Sambas

tidak merata antar kecamatan yang satu dengan yang lainnya29.

Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk & Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sambas

No Kecamatan Jumlah

Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah (Km²) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1 Kecamatan Selakau 30.387 129,51 235 1,05

2 Kecamatan Selakau Timur 10.423 162,99 64 2,19 3 Kecamatan Pemangkat 44.783 111,00 403 0,44 4 Kecamatan Semparuk 24.026 90,15 267 1,10 5 Kecamatan Salatiga 14.752 82,75 178 0,55 6 Kecamatan Tebas 64.200 395,64 162 0,92 7 Kecamatan Tekarang 13.524 83,16 163 1,74 8 Kecamatan Sambas 45.993 246,66 186 2,25 9 Kecamatan Subah 17.525 644,55 27 -0,01 10 Kecamatan Sebawi 15.820 161,45 98 1,42 11 Kecamatan Sajad 9.985 94,94 105 0,49

29 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Sambas. Diunduh pada tanggal 25 September 2015.


(46)

26

66

8

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

0-14 15-64 65

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

0-14 15-64 65

12 Kecamatan Jawai 35.089 193,99 181 0,13 13 Kecamatan Jawai Selatan 17.601 93,51 188 -0,33 14 Kecamatan Teluk Keramat 58.723 554,53 106 0,08 15 Kecamatan Galing 19.674 333,00 59 0,11 16 Kecamatan Tangaran 21.517 186,67 115 3,50 17 Kecamatan Sejangkung 22.836 291,26 78 2,32 18 Kecamatan Sajingan Besar 10.177 1.391,2 7 3,34 19 Kecamatan Paloh 24.144 1.148,84 21 0,93

Total 501.149 6.395,70 78 1,01

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2013.

2. Lingkungan dan Masyarakat Sambas

Sambas mayoritas didiami oleh suku Melayu. Sedangkan untuk suku Dayak

dan suku pendatang lainnya hanya sebagian kecil. Dengan demikian, bisa

dikatakan mayoritas yang mendiami daerah perkotaan dan daerah kerajaan adalah


(47)

lingkungan kerajaan, bahkan mereka yang tinggal di perkotaan hanya sedikit.

Mayoritas penduduk Dayak banyak tinggal di daerah pedalaman dan di daerah

perbatasan dengan Kabupaten-kabupaten lainnya, seperti di daerah perbatasan

dengan Bengkayang, Singkawang, dan Serawak. Sementara itu bagi suku

Tionghoa kebanyakan mereka tinggal di daerah Pemangkat dan di daerah

perbatasan dengan Singkawang. Bagi suku Banjar, Jawa, Batak, dan

Minangkabau kebanyakan dari mereka menyebar di setiap kecamatan yang ada di

Sambas.

Asal-usul nama Sambas tidak terlepas dari adanya pengaruh Hindu yang

dibawa oleh keluarga dan para prajurit Kerajaan Majapahit. Di dalam kitab

Negara Kertagama, lebih tepatnya Pupuh XII di sebutkan bahwa;

Lwas dengan Samudra serta Lamuri Batam, Lampung dan juga Barus

itulah terutama negara Melayu yang t’lah tunduk. Negara - negara di pulau Tanjungpura: Kapuas - Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, dan Lawai.

Selain itu, letak wilayah kerajaan Sambas dinilai sangat strategis karena berada di

antara pertemuan muara sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau30 dan

berbatasan langsung dengan laut Natuna. Dengan demikian dapat dipahami jika

letak kerajaan Sambas sangatlah strategis. Selain dilalui oleh tiga pertemuan arus

sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau, wilayah Sambas juga menjadi jalur

perdagangan antar kerajaan yang ada di Kalimantan, serta menjadi jalur

perdagangan internasional.

30 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah. Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h.11.


(48)

3. Agama yang ada di Sambas

Agama yang hingga sekarang diakui oleh pemerintah Sambas ada empat

yakni, Islam, Katolik, Protestan, dan Khong Hu Cu. Meskipun sudah tidak diakui

oleh pemerintah sebagai suatu agama, kepercayaan lokal atau biasa disebut

dengan religio naturalisme tetap hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat

modern sekarang ini yang kemudian menjadikan kepercayaan ini sebagai salah

satu wujud kearifan lokal yang perlu dilestarikan.

Jauh sebelum agama Islam menjadi agama mayoritas di Sambas

berkembang, agama Hindu memiliki peran yang cukup besar dalam kehidupan

kerajaan pada saat itu. Banyak dari para penduduk lokal yang menganut agama

Hindu, karena dianggap tidak bertentangan dengan kepercayaan lokal. Bahkan

banyak peninggalan sejarah Hindu yang hingga sekarang masih tetap

dipertahankan, seperti kain tenun Sambas yang kemudian mendapat penghargaan

dari UNESCO31.

B. Letak Wilayah Kesultanan Sambas

Wilayah Kesultanan Sambas saat ini terletak di ibukota Sambas, tepatnya di

antara pertemuan tiga anak sungai yakni, sungai Sambas Kecil, sungai Sungai

Subah, dan sungai Teberau. Istana Kesultanan Sambas berada di daerah Muara

Ulakan, sekarang di Desa Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas,

Provinsi Kalimantan Barat. Saat ini wilayah tempat Kesultanan Sambas lebih

dikenal dengan masyarakat Melayu Sambas. Melayu Sambas merupakan


(49)

etnoreligius Muslim yang berbudaya Melayu, berbahasa Melayu dan menempati

sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota

Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.

Secara linguistik Melayu Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak,

khususnya Dayak Melayik yang dituturkan oleh tiga suku Dayak, yaitu suku

Dayak Meratus/Bukit (Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak

Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn)32.

Jauh sebelum menetap di Muara Ulakan, ibukota pemerintahan Sambas

yang dimulai dari masa pemerintahan Kerajaan Hindu hingga berubah menjadi

Kesultanan Sambas telah berpindah-pindah pusat pemerintahan. Berawal dari

daerah Paloh pada masa pemerintahan Raja Cananegara, kemudian berpindah lagi

ke daerah Kota Lama pada masa pemerintahan Raja Tang Nunggal, berlanjut

hingga masa pemerintahan Ratu Sepudak dan Ratu Anom Kesuma Yuda. Dari

Kota Lama pusat pemerintahan sempat berpindah tidak begitu lama di daerah

Kota Bandir, dimana di tempat ini dijadikan pusat pemerintahan setelah Ratu

Anom Kesuma Yuda menyerahkan negara dan pemerintahan kepada Raden

Sulaiman.

Selama tiga setengah tahun Kota Bandir dijadikan ibukota, kemudian pusat

pemerintahan berpindah ke daerah Lubuk Madung, yang kemudian menjadi

cikal-bakal berdirinya Kesultanan Sambas dengan Sultan pertama ialah Raden

Sulaiman dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I. Oleh karena dirasa

kurang baik dan cocok untuk dibangun Istana dan Kesultanan, pusat pemerintahan


(50)

kemudian dipindahkan lagi di daerah Muara Ulakan pada masa pemerintahan

Raden Bima, Sultan Muhammad Tajuddin, Sultan Sambas kedua.

Istana Kesultanan Sambas hingga saat ini telah mengalami perbaikan yang

cukup besar. Bentuk bangunan sekarang ini berbeda dengan bangunan Keraton

jaman dulu. Hal ini dibuktikan ketika pada tanggal 3 September 1931, pada masa

pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, mendirikan

bangunan model baru yang terletak di bekas bangunan lama yang telah

dirobohkan. Kemudian pada tahun 1985, melalui Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, pemerintah melakukan pemugaran

terhadap Keraton Sambas33.

C. Pemerintahan Sebelum Masuknya Islam di Sambas

Jauh sebelum Islam masuk dan berkembang di daerah Sambas, Hindu

merupakan agama yang sudah masuk dan berkembang terlebih dahulu. Hindu

merupakan cikal-bakal berdirinya sebuah kerajaan yang bercorak Hindu di

Sambas, sebelum kemudian digantikan menjadi Kerajaan Islam seiring dengan

masuk dan berkembangnya Islam di Sambas.

Awal mula berdirinya kerajaan Sambas tidak terlepas dari adanya campur

tangan dari Kerajaan Majapahit. Seperti yang telah diketahui, pada abad ke-13 M

Kerajaan Majapahit datang dengan para prajurit dan keluarga Kerajaan ke Sambas

berhasil mendirikan sebuah Kerajaan yang pertama di daerah Paloh. Dari Paloh,

pusat Kerajaan Sambas di pindahkan ke Kota Lama di daerah Teluk Keramat.


(51)

Tidak berselang lama, pusat kerajaan kemudian berpindah ke Kota Bangun di

daerah sungai Sambas Besar. Setelah bertahan beberapa waktu, pusat kerajaan

kemudian berpindah lagi ke Kota Bandir dan terakhir pusat Kerajaan Sambas

berpindah ke daerah Lubuk Madung34. Setelah pada masa Sultan Sambas ke-2,

Sultan Muhammad Tajuddin berkuasa, pusat Kesultanan Sambas dibangun di

Muara Ulakan, di pertemuan tiga sungai yakni sungai Sambas Kecil, sungai

Subah, dan Sungai Teberau.

Pada periode awal berdirinya Kerajaan Sambas, negeri Sambas sering

disebut dengan “Negeri Kebenaran” yang masa itu dikuasai oleh raja-raja dari keturunan Majapahit. Raja yang terakhir berkuasa di Kerajaan Sambas ialah Ratu

Sepudak dan Ratu Anom Kesuma Yuda selama periode tahun 1300-1631. Pada

periode awal Kerajaan Sambas Raja-raja yang berkuasa disebut dengan Ratu dan

kekuasaannya disebut kerajaan35. Penyebaran Hindu di daerah Sambas tidak

diketahui dengan pasti, yang jelas penyebarannya dilakukan dengan jalan damai

oleh para prajurit dan keluarga Kerajaan Majapahit dengan cara berbaur dengan

masyarakat lokal.

Masuknya agama Islam di daerah Sambas hampir sama dengan proses

masuknya agama Hindu yang belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan sumber

sejarah yang ada, mulai masuknya agama Islam di Sambas terjadi pada abad

ke-14 M yang dilakukan oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, Brunei, dan Banjar

yang sudah menganut agama Islam. Namun, pada masa ini agama Islam belum

34 Ibid., hal. 7.


(52)

menyebar secara luas di kalangan keluarga kerajaan maupun masyarakat lokal.

Barulah pada tahun 1600, agama Islam mulai berkembang di daerah Kerajaan

Sambas seiring dengan berakhirnya Kerajaan Majapahit dan Sambas berada di

bawah naungan Kerajaan Johor yang telah menganut Islam. Bila mengacu pada

teori integrasi, maka dapat dipastikan bahwa agama Islam sudah masuk ke daerah

Sambas jauh sebelumnya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman kalau agama

yang merupakan hal baru dapat berkembang dan diterima masyarakat apabila

terlebih dahulu berintegrasi dengan budaya lokal.

Masuk dan semakin berkembangnya Islam di Sambas dimulai ketika

kedatangan Raja Tengah di Kota Bangun. Raja Tengah adalah seorang Raja

Serawak yang selama 40 tahun tinggal di daerah Sukadana/Matan dan Sambas.

Raja Tengah yang pernah tinggal di Sukadana menikah dengan adik Sultan

Matan, Sultan Muhammad Syafiuddin yakni Ratu Surya Kesuma yang dikaruniai

seorang anak bernama Raden Sulaiman. Raden Sulaiman kemudian menjadi cikal

bakal pendiri Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I

yang berkuasa dari tahun 1631-1668 merupakan Sultan pertama Sambas36.

Raden Sulaiman yang bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan

Sultan pertama yang memeluk Islam dan membuat Islam semakin berkembang di

Sambas. Hal ini dibuktikan dengan diikuti oleh keluarga besar maupun kerabat

Kesultanan. Oleh karena melihat dan terdorong keluarga Kesultanan yang

memeluk Islam, banyak rakyat yang berada di sekitar daerah dan di bawah

pemerintahan Kesultanan ikut serta memeluk Islam. Selain itu, terdapat juga


(53)

masyarakat yang sudah memeluk Islam jauh sebelum Sultan dan keluarga

Kesultanan memeluk Islam. Masyarakat ini kebanyakan memeluk Islam karena

sudah menikah dan hidup berbaur dengan para pedagang dari Arab, Gujarat,

Brunei, dan Banjar. Meskipun demikian, terdapat juga beberapa rakyat yang

menolak masuknya Islam. Adanya aksi penolakan ini dikarenakan terdapat aturan

Islam yang mereka anggap bertentangan dengan tradisi yang telah dijalani jauh

sebelum agama-agama luar mulai masuk dan berkembang di daerah Sambas.

Berkembangnya Islam di daerah Sambas sangat mempengaruhi

perkembangan Islam di daerah lainnya. Saat Islam mulai masuk di daerah

Sambas, Kerajaan Hindu masih berkuasa dan masih di perintah oleh seorang Ratu

dengan gelar Ratu Sepudak. Ratu Sepudak merupakan keturunan Majapahit

terakhir yang berkuasa sebelum menyerahkan kerajaan kepada Raja Tengah. Raja

Tengah merupakan anak dari Sultan Brunei, Sultan Muhammad Hasan

(1582-1598) yang dikeluarkan dari negeri Brunei oleh abangnya Sultan Abdul Jalilul

Akbar karena perebutan kekuasaan ke daerah Serawak dengan ditemani seribu

orang Sakai (hulubalang, prajurit yang berasal dari suku Kedayan dan pulau

Bunut). Selain para Sakai, Raja Tengah juga ditemani oleh orang-orang pembesar

dan pemuda-pemuda yang akan menjadi pejabat penting, serta yang sudah

menikah berangkat beserta keluarga mereka37. Para pengikut Raja Tengah ini

kemudian menjadi cikal bakal dari orang Melayu di Serawak dan membaur

dengan orang Melayu dari keturunan Abang Gulam38.

37 Ibid., h. 28-29.

38Abang Gulam adalah seorang pedagang Melayu dari Minangkabau, Sumatera Barat yang bermukim di Kampung Beladin, Saribas, ibid., h. 29.


(54)

Setelah sampai di daerah Serawak, hal yang pertama dibangun adalah

istana, lapau (balai pertemuan), bangunan pemerintahan dan rumah-rumah

pengikutnya di luar istana. Kemudian Raja Tengah melantik para pengiringnya

menjadi pembesar negara untuk menjalankan roda pemerintahan hingga tahun

1841. Beranjak dari sinilah, petualangan Raja Tengah berlanjut ke daerah Johor

hingga ke daerah Matan Sukadana. Di Sukadana, di bawah kekuasaan

Panembahan Giri Mustika yang kemudian bergelar Sultan Muhammad

Syafiuddin, Raja Tengah banyak belajar dan memperdalam pengetahuan ilmu

Islam kepada Syech Syamsuddin dan telah memeluk Islam. Oleh karena memiliki

perilaku yang baik dan disukai oleh rakyatnya, Sultan Muhammad Syafiuddin

menikahkan adiknya Ratu Surya Kesuma dengan Raja Tengah. Dari pernikahan

itu, mereka dikaruniai lima orang anak dengan nama Raden Sulaiman, Raden

Badaruddin, Raden Abdulwahab, Raden Rasymi Putri dan Raden Ratnawati39.

Berada cukup lama di Sukadana, Raja Tengah bersama istrinya meminta izin

untuk tinggal di daerah Sambas. Jauh sebelum tinggal di Sukadana, Raja Tengah

sering mendengar jika Sambas dengan rajanya Ratu Sepudak merupakan negeri

yang kaya akan emas dan Kota Lama merupakan bandar yang ramai dikunjungi

para pedagang.

Atas izin dari Sultan Muhammad Syafiuddin, rombongan Raja Tengah

menggunakan 40 buah kapal yang telah dipersenjatai berlayar menyusuri pantai

utara yang kemudian masuk ke sungai Sambas Besar dan berhenti di suatu tempat

yang bernama Kota Bangun. Tidak lama setelah Raja Tengah tiba di Sambas,


(55)

Ratu Sepudak wafat. Di Kota Bangun inilah mereka membangun sebuah

perkampungan karena tidak jauh dengan ibukota Kerajaan Sambas, Kota Lama.

Selain itu, di Kota Bangun juga dijadikan tempat untuk mengembangkan Islam

yang kemudian banyak menarik rakyat untuk menganut Islam dalam waktu

singkat. Oleh karena memiliki hubungan yang baik dan menetap sudah cukup

lama, Raja Tengah kemudian meminangkan anaknya Raden Sulaiman dengan

Puteri Mas Ayu Bungsu, anak kedua Ratu Sepudak yang dikabulkan oleh Ratu

Anom Kesuma Yuda. Setelah disetujui, maka digelarlah pernikahan yang

menggunakan istiadat raja-raja. Selesai melangsungkan acara pernikahan anaknya,

sambil beristirahat Raja Tengah ada keinginan untuk pergi berlayar ke Serawak40.

Dengan meninggalnya Ratu Sepudak, berdasarkan wasiatnya Pangeran

Prabu Kencana dinobatkan menjadi Ratu dengan gelar Ratu Anom Kesuma Yuda.

Hal ini terjadi dikarenakan Ratu Sepudak mempunyai dua orang anak yang sulung

bernama Putri Mas Ayu Anom yang dinikahkan dengan keponakannya yang

bernama Pangeran Prabu Kencana yang ditetapkan sebagai pewaris tahta. Putri

Ratu Sepudak lainnya, Puteri Mas Ayu Bungsu dinikahkan dengan Raden

Sulaiman41.

Setelah satu tahun pernikahan, Raden Sulaiman dikaruniai seorang anak

laki-laki dengan nama Raden Bima. Oleh karena rasa kepercayaan terhadap adik

40 Ibid., h. 32-33.


(56)

iparnya, Pangeran Aria Mangkurat42, Ratu Anom Kesuma Yuda mengangkatnya

menjadi Wazir I, sedangkan Raden Sulaiman diangkat menjadi Wazir II. Sebagai

Wazir I, Pangeran Mangkurat bertugas untuk mengurus perbendaharaan negara

serta mewakili Ratu apabila sedang melakukan kegiatan bepergian. Sedangkan,

Raden Sulaiman yang dijadikan Wazir II bertugas untuk mengurus hal-hal yang

berhubungan dengan urusan luar dan dalam negeri. Dalam melaksanakan

tugasnya, Raden Sulaiman dibantu oleh dua orang bersaudara yakni, Kyai Dipa

Sari yang merupakan Penghulu Sungai Sekumba dan Kyai Satia Bakti yang

merupakan Penghulu Sungai Sahe43.

Tradisi yang terjadi di Sambas apabila telah melaksanakan pelantikan para

menteri dan pejabat kerajaan, mereka diharuskan untuk bersumpah setia kepada

Ratu. Bentuk sumpah setia mereka ialah bersedia menggoreskan leher dengan

keris pusaka, kemudian rendaman dari air keris akan dipercikkan kepada goresan

tersebut. Makna dari adanya proses sumpah setia ini adalah agar tidak ada yang

bertindak durhaka dan tidak setia44.

1. Masa Pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda

Ratu Anom Kesuma Yuda merupakan penerus tahta Kerajaan Sambas

setelah wafatnya Ratu Sepudak dan tetap mempertahankan pusat pemerintahan di

Kota Lama. Pada masa pemerintahannya, keluarga Kerajaan Sambas masih

42 Pangeran Aria Mangkurat adalah keponakan dari Ratu Sepudak, adik dari Ratu Anom Kesuma Yuda, anak dari Pangeran Condong Paseban, saudara sekandung Ratu Sepudak, ibid., h.34.

43 Ansar Rahman, dkk., op. cit., h. 39.


(57)

menganut Hindu yang tetap menggunakan tata cara pemerintahan Kerajaan

Hindu. Selain itu, pada saat pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda ajaran Islam

semakin berkembang di Kerajaan Sambas. Hal ini dibuktikan dengan mulai

masuk dan berkembangnya Islam di keluarga kerajaan yang dilakukan oleh Raden

Sulaiman dan menyebar sampai ke masyarakat.

Dalam masa pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda tidak sepenuhnya

berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena adanya pertikaian antara Raden

Sulaiman dengan Pangeran Aria Mangkurat yang dilatarbelakangi oleh rasa iri

hati dari Pangeran Aria Mangkurat dalam melayani dan menghadapi rakyat.

Dalam melayani dan menghadapi rakyat, Raden Sulaiman lebih diunggulkan

karena dipatuhi dan dicintai oleh rakyat. Selain itu, dalam mengembangkan ajaran

Islam, Raden Sulaiman sangat giat bahkan semakin banyak rakyat yang menganut

Islam. Berbanding terbalik dengan Pangeran Aria Mangkurat yang mulai tidak

dihormati oleh rakyat45.

Faktor lain yang semakin membuat pertikaian antara Raden Sulaiman dan

Pangeran Aria Mangkurat meningkat adalah ketika Ratu Anom Kesuma Yuda

mengantar upeti berupa emas urai jamur dan kerang ke Johor bersama dengan

Petinggi Tambelan menerima surat yang berisi pengaduan fitnah dari Pangeran

Aria Mangkurat. Isi surat ini ialah tersiar kabar kalau Raden Sulaiman sedang

bersiap-siap untuk merebut kedudukan Ratu Sambas. Hal ini kemudian ditanggapi

dengan bijaksana oleh Ratu Anom Kesuma Yuda. Selain itu, yang membuat

keadaan semakin Buruk adalah dengan tidak ditanggapi dengan serius fitnah dan


(1)

Gambar 9. Kesultanan Sambas setelah Islamisasi

(Sumber: https://www.google.com/wikimapia.org/Kesultanan-Sambas) Gambar 10. Peninggalan Kerajaan Hindu Sambas


(2)

Gambar 11. Motor Klotok dan Perahu Sampan

(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)

(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)


(3)

(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)

(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)


(4)

Gambar 12. Proses Pembuatan Kain Tenun Sambas

(Sumber: https://www.google.com/Kain-Tenun-Sambas) Gambar 13. Tugu Terpikat Terigas


(5)

Gambar 14. Rumah Lanting Sambas

(Sumber: https://www.google.com/Rumah-Lanting-Sambas//rumah-lanting_oleh Mulawardi Sutanto_klinik fotografi KOMPAS)

(Sumber: https://www.google.com/Rumah-Lanting-Sambas//rumah-lanting_oleh Mulawardi Sutanto_klinik fotografi KOMPAS)

Gambar 15. Tari Jepin Lembut Sambas


(6)

Gambar 16. Acara Tepung Tawar dan Perlengkapannya

(Sumber: https://www.google.com/Tepung-Tawar-Sambas)