PEMANFAATAN EKSTRAK UBI UNGU SEBAGAI PERMEN LUNAK (SOFT CANDY) FUNGSIONAL.

(1)

i

Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Rumpun Ilmu: 169/Ilmu Pangan

LAPORAN KEGIATAN

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI TAHUN PERTAMA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI UNGU SEBAGAI PERMEN LUNAK (SOFT CANDY) FUNGSIONAL

Tahun ke-1 dari rencanan 2 tahun

TIM PENGUSUL :

Ir. Putu Timur Ina,MS/NIDN : 0027065702 (Ketua) Dr.Ir. Nengah P Kencana,MP/NIDN :0024045709 (Anggota 1) GAK Diah Puspawati,S.TP,M.Si/NIDN: 0012057311 (Anggota 2)

Ir. I.G.A. Ekawati,MS/NIDN: 0016125702 (Anggota 3)

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA NOPEMBER 2015


(2)

(3)

iii RINGKASAN

Tujuan umum dari penelitian multi tahun adalah mendapatkan produk soft

candy fungsional khusus sebagai imunomodulator (peningkat sistem imum) dari

ekstrak komponen bioaktif ubi ungu. Pada tahun pertama bertujuan mendapatkan ekstrak ubi ungu yang optimal dan karakteristik komponen bioaktifnya. Pada tahun kedua bertujuan mendapatkan formulasi soft candy yang disukai konsumen dan stabilitas ekstak pada soft candy. Pada tahun ketiga mendapatkan soft candy dengan potensi sebagai imunomodulator secara in vivo pada konsumen. Metode penelitian pada tahun pertama dibedakan dalam dua tahap. Tahap pertama menggunakan percobaan faktorial dengan rancangan acak kelompok, faktor 1) jenis pelarut (etanol 70% dan air), faktor 2) frekuensi ekstraksi (1; 2 dan 3 kali). Indikator capaian didapat ekstrak ubi ungu dengan rendemen tertinggi, aktivitas antioksidan dan kadar antosianin. Hasil terbaik dilanjutkan ke tahap kedua: penentuan jenis komponen bioaktif ekstrak ubi ungu dan jenis antoaasinin penyusunnya. Penelitian tahun kedua dibagi dalam dua tahap, tahap pertama dengan perlakuan penambahan ekstrak ubi ungu dari hasil terbaik tahun pertama, terdiri dari 6 level yaitu : 1) kontrol (tanpa penambahan); 2) 2% ekstrak; 3) 4% ekstrak; 4) 6% ekstrak; 5) 8%; dan 6) 10% ekstrak, tahap kedua, perlakuan tingkat stabilitas ekstrak selama penyimpanan, terdiri dari 6 level yaitu : 1) awal; 2) 2 hari; 3) 4 hari; 4) 6 hari; 5) 8 hari; dan 6) 10 hari. Indikator capaian didapatkan soft candy dengan formulasi yang disukai konsumen secara sensori (warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan), kadar antosianin, aktifitas antioksidan, yang baik dan stabilitas warna secara sensori selama penyimpanan. Penelitian tahun ketiga dilanjutkan dengan pengujian fungsional sebagai imunomodulator secara in vivo (konsumen), perlakuan frekuensi konsumsi sehari, terdiri dari 3 level yaitu: 1) kontrol; 2) 1 kali; dan 3) 2 kalii. Perlakuan dilakukan selama 1 bulan. Indikator capaian perkembangan sel limfosit sebagai indikator fungsi sistem imun tubuh pada sampel darah konsumen, dan analisis enzim antioksidan (SOD, katalase) dan kadar malondealdehid. Hasil yang sudah diperoleh pada tahun pertama adalah 1). Jenis pelarut, frekuensi ekstraksi dan interaksi berpengaruh signifikan terhadap rendemen, aktivitas antioksidan, kadar antosianin,dan total phenol ekstrak ubi ungu; 2) Jenis pelarut etanol memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan jenis pelarut air; 3) frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam dengan pelarut etanol 70%, memberikan hasil terbaik pada aktivitas antioksidan, kadar antosianin dan total phenol berturut turut sebesar 65,90 %; 781 mg/100 g dan 0,027%, tetapi rendemen terendah; 3) rendemen terbaik pada perlakuan pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam sebesar 20,91% dengan aktivitas atioksidan, kadar antosianin dan total phenol yang masih baik berturut turut sebesar 60,91%; 462 mg/100 g; 0,011 %; 4) Jenis senyawa fitokimia yang ada pada ekstrak ubi ungu terbaik tahap I adalah saponin, alkaloid dan flavonoid dengan kadar berturut-turut: 7,99 ppm; 35,16 ppm dan 182,28 ppm, tertinggi pada kandungan flavonoid; 5) Jenis antosianin dominan yang ada pada ekstrak ubi ungu adalah sianidin-3 glukosida dan peonidin 3-gukosida dengan konsentrasi berturut-turut: 24,43 ug/mL; 13,26 ug/mL. Ekstrak ubi ungu memiliki potensi sebagai igredien pewarna alami yang memiliki sumber antioksidan dan warna merah yang sehat, tetapi belum bisa diklaim memberikan keuntungan kesehatan untuk imunomodulator.

Kata kunci : ekstraksi, ubi ungu komponen bioaktif, soft candy, imunomodulator,


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya penelitian ungulan perguruan tinggi yang berjudul Pemanfaatan Ekstrak Ubi Ungu sebagai Permen Lunak (Soft Candy) Fungsional, sebagai produk Imunomodulator, dapat terselesaikan

Laporan ini merupakan laporan pelaksanaan yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, tujuan dan manfaat, metode penelitian, hasil dan pemabahasan, rencana tahun berikutnya dan kesimpulan. Laporan ini sebagai syarat pelaksanaan penelitian desentralisasi penelitian unggulan perguruan tinggi tahun anggaran 2015.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui Universias Udayana atas dana enelitian yang diberika, Rektor Universitas Udayana, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Udayana, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Team Penelii, Laboran dan pihak-pihak lain yang membantu terlaksananya penelitian ini atas segala sarana, tenaga, dan waktu yang telah diberikan Penulis menyadari laporan ini jauh dari sempurna, atas dasar tersebut saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan terimakasih.

Denpasar, 24 Nopember 2015 Penulis


(5)

v DAFTAR ISI

Judul ... i

Halaman pengesahan ... ii

Ringkasan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Urgensi Penelitian ... 2

1.3.Temuan dan Kontribusi... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Ubi Jalar Ungu dan Komponen Bioaktif... 4

2.2. Ekstraksi Ubi Ungu... 5

2.3. Imunomodulator (Proliferasi Limfosit )... 6

2.4. Soft Candy... 7

2.5. Peta Jalan Penelitian ... 8

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT ... 10

3.1. Tujuan ... 10

3.2. Manfaat ... 10

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 11

4.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

4.2. Bahan Penelitian ... 11

4.3. Alat Penelitian ... 11

4.3. Pelaksanaan Penelitian ... ... 12

4.3.1. Tahun pertama ... 12

4.3.1.1. Tahap pertama ... 12

4.3.1.2. Tahap kedua ... 13

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 14

5.1 Tahap 1 ... 14

5.2. Tahap II ... 17

5.3. Rencana Tahun berikutnya ... 19

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23


(6)

vi


(7)

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Nilai rata-rata rendemen... 14

2. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan... 15

3. Nilai rata-rata kadar antosianin... 16

4. Nilai rata-rata total phenol ... 16

5. Hasil identifikasi jenis antosianin ekstrak ubi ungu... .... 18

6. Formula soft candy... 19 7.


(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Struktur antosianin ... ...5

2. Peta jalan penelitian ... 9

3. Diagram alir penelitian tahun pertama... 13

4. Senyawa fitokimia ekstrak ubi ungu ... 17

5. Hasil identifikasi dengan UHPLC ... .... 18

6. Diagram alir penelitian tahun kedua dan ketiga ...,,22


(9)

1

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Dewasa ini, peranan komponen bioaktif dalam bahan pangan mulai diperhatikan. Hal ini disebabkan komponen bioaktif diketahui memiliki keuntungan untuk kesehatan, Salah satu bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif dan ketersediaanya mencukupi adalah ubi ungu. Produksi ubi jalar di Bali tahun 2012 mencapai 62.352 ton (BPS Bali, 2012), paling banyak tersebar di Kabupaten Bangli sebesar 24.760, di Indonesia produksinya mencapai 2.366.410 ton (BPS. 2013)

Penelitian-penelitian pemanfaatan ubi ungu yang memiliki keuntungan kesehatan dengan memanfaatkan komponen bioaktif telah dilakukan. Jawi, et al. (2008) menyatakan ekstrak sirup ubi ungu memiliki fungsi sebagai antioksidan yang dapat menurunakan kadar molondialdehida (radikal bebas) pada darah dan hati mencit yang telah melakukan aktifitas fisik maksimal. Penelitian ekstraksi ubi ungu juga telah dilakukan oleh Luqman dan Yunianta (2010) tentang ekstraksi antosianin dari kulit ubi ungu dengan metode MAE dan Ina, et al. (2013) yang mendapatkan ekstrak ubi ungu dengan aktifitas antioksidan dan kadar antosianin terbaik pada lama ekstraksi 18 jam dengan pelarut etanol 70%, tetapi hasil ekstraknya belum diaplikasikan sebagai produk pangan dan dari residu ampas ekstraksi masih mengandung warna merah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tersebut, masih diperlukan kajian lain untuk lebih memanfaatkan ekstrak ubi ungu yang telah dilakukan, yaitu optimalisasi produksi ekstrak, kajian dari aspek fungsional ekstrak ubi ungu sebagai produk pangan fungsional seperti pengatur sistem kekebalan tubuh/imun (imunomodulator). Imunomodulator berasal dari kata immune yang berarti sistem kekebalan tubuh dan modulator yang berarti pengatur. Penekanan pada imunomodulator disebabkan dewasa ini banyak kita temui masyarakat khususnya anak-anak yang mudah terserang penyakit karena sistem imunnya kurang baik. Hal ini didukung oleh Puspawati dan Zakaria (2012) yang menyatakan komponen bioaktif seperti golongan senyawa fenolik atau asam fenolik memiliki kemampuan meningkatkan proliferasi sel limfosit limpa secara in vivo (hewan coba) atau dengan kata lain memiliki potensi sebagai pengatur sistem imun. Proliferasi atau perkembangbiakan sel khususnya sel limfosit atau sel darah putih merupakan indikasi pengaturan sistem imun. Salah satu produk yang dapat dibuat dengan memanfaatkan ekstrak ubi ungu adalah soft candy (permen lunak). Soft candy merupakan


(10)

2

produk camilan yang banyak disukai terutama anak-anak, berukuran kecil sehingga mudah dibawa,dan praktis mengkonsumsinya, memiliki warna terang yang beraneka ragam, dan dapat meningkatkan kesegaran dari kepenatan. Disamping itu pada negara yang diindikasi rawan bencana alam dimana akan mudah terserang penyakit sangat tepat ada produk praktis yang dapat mengatur sistem imun seperti soft candy dan memiliki warna terang dari ekstrak ubi ungu yang dapat sebagai daya tarik konsumen. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk dapat memberi kontribusi dalam keanekaragaman pangan fungsional dan ketahanan pangan.

1.2. Urgensi Penelitian

Ubi ungu merupakan salah bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif khususnya senyawa fenolik yang memberikan keuntungna untuk kesehatan dan ketersediaan ubi ungu mulai tercukupi atau mudah didapat sepanjang musim. Pemanfaatan dalam bentuk ekstrak mulai dikembangkan, tetapi pemanfaatan ekstrak sebagai produk pangan belum banyak dikembangkan terutama sebagai produk pangan fungsional seperti pengatur sistem kekebalan tubuh (imunomodulator). Padahal saat ini banyak ditemukan masyarakat khususnya anak-anak yang mudah sakit akibat sistem imun tubuhnya kurang baik. Disatu sisi ada indikasi negara kita termasuk wilayah yang rawan bencana alam, dimana dampak bencana alam adalah adanya sumber penyakit yang diakibatkan sistem kekebalan tubuh kurang baik dalam melawan beberpa penyakit. Oleh karena itu diperlukan sekali ada produk pangan yang digemari masyarakat khususnya anak anak dan memiliki keuntungan kesehatan mengatur sistem imun seperti soft candy. Soft candy merupakan produk yang digemari anak-anak, berbetuk kecil atau praktis dibawa, memiliki warna cerah yang menjadi daya tarik tersendiri, serta dapat menyegarkan diri disaat mengalami kepenatan.Berdasarkan hal tersebut penting dan perlu dilakukan penelitian ini guna menunjang perkembangan keanekaragaman pangan fungsional dan ketahanan pangan yang berbahan dasar lokal.

1.3. Temuan yang ditargetkan dan kontribusinya

Temuan yang ditargetkan pada peneelitian ini di bagi dalam 3 tahun, pada tahun pertama mendapatkan produk ekstrak yang tinggi, dan karakteristik komponen bioaktifnya dan publikasi ilmiah dalam bentuk seminar nasional. Pada tahun kedua didapatkan produk soft candy dengan penambahan ekstrak ubi ungu serta stabilitas


(11)

3

ekstrak selama penyimpanan, dan publikasi ilmiah dalam bentuk seminar nasional. Pada tahun ketiga didapatkan produk soft candy dengan data klaim sebagai pangan fungsional dengan keuntungan kesehatan sebagai imunomodulator dan sumber antioksidan.

Kontribusi penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah dan teknik ekstraksi ubi ungu yang optimal dalam mengahasilkan ekstrak dan formulasi pembuatan soft candy ekstrak ubi ungu yang disukai konsumen dan informasi ilmiah untuk klaim pangan fungsional sehingga dapat mendukung keanekaragaman pangan fungsional dan ketahanan pangan


(12)

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ubi Jalar Ungu dan Komponen Bioaktifnya

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayumurasaki) atau dikenal dengan nama ubi ungu adalah salah satu ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu. Warna ungu pada ubi ungu akibat adanya kandungan antosianin. Antosianin merupakan salah satu komponen bioaktif.

Komponen bioaktif adalah senyawa aktif atau kimia yang memiliki efek fisiologis. Komponen bioaktif umumnya dalam jumlah kecil dan memiliki pengaruh positif ataupun negatif. Komponen bioaktif pada makanan dapat terbentuk secara alami atau terbentuk selama proses pengolahan. Komponen bioaktif meliputi senyawa yang berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan senyawa-senyawa aktif yang secara alami ada pada sayuran, buah dan umbi-umbian. Komponen bioaktif pada tanaman merupakan metabolit sekunder. Dewasa ini komponen bioaktif mulai diperhitungkan keuntungan untuk kesehatan.

Jenis komponen bioaktif yang ada pada ubi ungu yang memberikan keuntungan kesehatan belum diketahui secara pasti, tetapi berdasarnya warnanya, ubi ungu mengandung antosianin. Antosianin pada ubi ungu merupakan senyawa fenolik golongan flavonoid. Antosianin merupakan pewarna alami yang berkontribusi memberi warna merah, ungu dan biru pada tanaman, buah dan sayuran. Antosianin bersifat tidak stabil dan mudah terdegradasi. Antosianin bermanfaat melindungi sel dari sinar ultraviolet dan berfungsi sebagai antioksidan serta dapat menghambat oksidasi dan toksin (Azza et al. 2011). Antosianin adalah glycosilated, polyhydroxy atau polymethoxy derivat dari 2-phenylbenzopyrylium atau garam favylium yang terdiri dari dua cincin benzoyl (A dan B) disambung dengan sebuah heterocylic (C), atau antosianin yang merupakan komponen dari antosianidin (aglikon) dan gula yang diikatkan pada asam organik dalam proses acylated antosianin (Shipp dan Abdel., 2010). Dengan kata lain struktur dasar antosianin adalah suatu karbon skelton C6-C3-C6. Struktur C6 merupakan cincin aromatik benzena. C3 merupakan 3 atom karbon yang dirapatkan dengan sebuah atom oksigen sehingga membentuk cincin yang menghubungkan 2 cincin benzena (C6). Antosianin merupakan suatu glukosida dan akan membentuk antosianidin jika dihidrolisis dalam suasana asam. Antosianindin merupakan aglikon antosinin saat dihidrolisis dalam suasana asam. Struktur antosianin dapat dilihat pada Gambar 1.


(13)

5

R1= O (glukosa,arabinosa,galaktosa)

R2, R4, R6 = OH

R3= H; R5,R7 = H,OH,OCH3

Gambar 1. Struktur Antosianin (Sumber : Azza et al. 2011)

Antosianin dibedakan dalam 6 bentuk yaitu pelargonidin, sianidin peonidin, delfinidin, petunidin dan malvidin. Antosianin disintesis pada sitoplsma sel tanaman dan terakumulasi pada bagian vakuola sel. Kecerahan warna antosianin dipengaruhi oleh jumlah gugus hidroksil dan metoksil pada cincin B antosianin, perbedaan gula dan asam aromatik pada cincin B, adanya variasi senyawa karoten dan flavanal (Astawan, 2010). Kandungan antoisanin ubi jalar ungu Bali mencapai 110 mg/100 gram sampai 210 mg/100 gram (Suprapta, 2004).Menurut Simondwidjanarko (2008) kadungan antosianin ubi jalar ung Ayamurasaki sebesar 932.65 mg/100 g.

2.2.Ekstraks Ubi Ungu

Ekstraksi adalah proses memisahkan komponen dalam bahan pangan dengan menggunakan sesuatu, salah satunya adalah pelarut. Tahapan yang diperhatikan dalam ekstrasi adalah persiapan bahan sebelum ekstrasi, pemilihan pelarut, cara/metode ekstraksi dan perbandingan bahan dengan pelarut. Metode yang dapat digunakan adalah maeserasi (bath prosces). Maeserasi adalah metode dimana kontak bahan dengan pelarut lebih lama dan suhu tidak terlalu tinggi (suhu kamar). .

Faktor yang mempengaruhi ekstraksi komponen bioaktif khususnya dalam metode maeserasi adalah komposisi awal bahan, jenis pelarut, lama ekstraksi, perbandingan bahan dengan pelarut, suhu dan pH. Pelarut (solvent) adalah bahan yang digunakan dalam ekstraksi. Jenis pelarut yang umum digunakan untuk ekstraksi adalah pelarut organik yang didasarkan pada tingkat kepolaran (tingkat kelarutan dalam air). Ekstraksi senyawa golongan flavonoid seperti antosianin dianjurkan dilakukan dengan pelarut dalam suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi flavonoid (Robinson, 1995). Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa


(14)

6

polar sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar. Beberapa pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol, air, etil asetat dan methanol. Jenis pelarut yang aman digunakan adalah pelarut etanol dan air. Pelarut etanol memiliki tingkat kepolaran yang baik. Air juga memiliki tingkat kepolaran yang baik.

Penelitian ekstraksi ubi ungu telah dilakukan seperti Ina, et al.(2013) yang menyatakan waktu ekstraksi selama 18 jam dapat menghasilkan karakteristik fungsional ekstrak terbaik dan menyatakan jenis enkapsulan gum aram dengan konsentrasi 20% dapat menghasilkan karakteristik fugsional ekstrak ubi ungu. Pada hasil penelitiannya tersebut belum optimal, karena ampas dari poses ekstraksi masih mengandung warna merah yang masih bias diekstrak, dan bentuk ekstrak terenkapsulai belum menghasilkan tekstur yang optimal. Pemanfaat ekstrak ubi ungu sebagai bahan pangan fungsional belum banyak diteliti sampai saat ini.

1.3.Proliferasi Limfosit dan Sistem Imun

Limfosit adalah bagian dari sel darah putih (leucocytes) yang tidak memiliki granula dalam sitoplasma. Limfosit merupakan sel berukuran kecil, memiliki bentuk bulat dengan diameter 7-15 µm. Limfosit selain di darah terdapat juga dalam organ limfoid misalnya limpa, kelenjar limpa dan timus. Limfosit merupakan sel kunci dalam proses imun spesifik (meliputi respon imun seluler dan humoral) untuk mengenali antigen melalui reseptor antigen (Kuby, 2007)

Proliferasi limfosit adalah suatu fungsi biologis, yaitu proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel atau mitosis sebagai respon terhadap antigen atau mitogen. Pada proses tersebut dihasilkan sel-sel efektor atau sel plasma yang berperan dalam respon spesifik dan non spesifik. Respon proliferasi limfosit digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu (Zakaria et al. 2003).

Tizar (1988) menyebutkan proliferasi sel limfosit dapat diinduksi oleh suatu senyawa yang disebut mitogen. Mitogen yang sering digunakan dalam proliferasi limfosit dapat berupa senyawa lektin yang memiliki afinitas terhadap gula pada permukaan sel limfosit seperti PHA (Phytohaemagglutinin), PWM (pokeweed), senyawa non lektin seperti Concanavalin A (Con A) dan lipopolisakarida (LPS). Senyawa Con A ini berasal dari ekstrak tanaman kacang jaks (Conavalin ensiformis). LPS berasal dari suatu bakteri Gram negatif seperti E. coli dan Steptococus thyphymurium. Menurut Lao et al. (2001) aktivitas mitogen bersifat spesifik seperti Con A umumnya menginduksi proliferasi sel


(15)

7

limfosit T, LPS menginduksi sel B, sedangkan PWM yang diekstrak dari tanaman pokeweed (Phytolacca americana) menginduksi sel limfosit T dan B.

Pengujian proliferasi sel dapat dilakukan dengan menggunakan pewarna MTT (3-[4,5-Dimethythiazol-2-yl]-2,5-diphenyltetrazolium bromide). MTT adalah suatu garam tetrazolium yang direduksi pada sel metabolik hidup. Prinsip dari metode ini adalah perubahan dari garam tetrazolium yang berwarna kuning menjadi kristal formazan yang berwarna biru/ungu (purple) akibat adanya aktivitas enzim suksinat dehidrogenase pada bagian mitokondria. Senyawa yang terbentuk dihitung absorbansinya dengan alat spektrofotometer pada λ 500 -600 nm seperti microplate reader atau ELISA Reader dengan λ 570 nm (Anon, 2007)

Perhitungan jumlah sel hidup dilakukan dengan menggunakan metode perwarnaan biru trifan. Biru trifan merupakan larutan buffer isotonik. Prinsip metode ini adalah penyerapan zat warna melalui membran sel, biru trifan hanya dapat mewarnai jika sel itu rusak, sehingga digunakan untuk membedakan sel mati/rusak dan sel hidup. Sel hidup memiliki bentuk bulat dan berwarna/terang, sedangkan sel mati/rusak memiliki bentuk mengkerut dan berwarna biru. (Shaper 1998).

Menurut Albert et.al (1994) dan Tejasari (2007) komponen fenolik seperti asam fenolik dan flavonoid dapat berikatan dengan reseptor sel limfosit karena komponen fenolik dapat berikatan dengan protein sehingga dapat mengaktivasi protein yang akhirnya memberi kontribusi peningkatan pH dan aktivasi protein kinase C yang berperanan meningkatkan aktivitas interlukin-2 yang akan mengaktivasi sel B untuk berproliferasi. Sel B merupakan sel yang berperanan dalam pengaturan sistem imun (imunomodulator). Senyawa lain yang dapat sebagai imunomodulator adalah β-glukan.

2.4. Soft Candy Imunomodulator

Soft candy atau permen lunak adalah gula-gula berbentuk permen, bertekstur kenyal dan lunak yang pengolahannya menambahakn gelatin atau pektin dan dibuat dalam suasana asam sekitas pH 3-6. Selain itu perlu ditambahakan kompfonen flavor dan warna. Kualitas soft candy sangat dipengaruhi keseimbangan komposisi penyusun utamanya yaitu gula, gelatin dan asam.

Gula adalah jenis karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis atau dikenal dengna nama sukrosa yang dihasilkan dari sari tebu.Peranan gula dalam pembuatan soft candy selain pemberi rasa manis akan berpengaruh terhadap tekstur yang halus karena adanya


(16)

8

proses rekristalisasi. Gelatin adalah suatu protein hasil hidrolisis kolagen dari jaringan kulit, ikat dan tulang hewan. Protein ini akan membantu proses pembetukan gel atau tekstur soft candy. Asam adalah senyawa yang memberi rasa asam, asam yang digunakan dalam pembuatan soft candy adalah asam sitrat. Peranan asam dalam pembuatan soft candy adalah memberi rasa asam, mencegah kristalisasi gel, menjernihkan gel yang dihasilkan, meningkatkan kekuatan gel, mencegah pencoklatan enzimatis, menekan after taste yang tidak diinginkan dan mempertahankan kemanisan,menurunkan keasaman samap pH tertentu sehingga dapat mengahsilkan tekstur gel yang halus dan proses pembetukan gel lebih cepat (Anon. 2011).

Soft candy imunomodulator adalah soft candy yang ditambahkan senyawa yang dapat memiliki potensi mengatur sistem imun. Senyawa yang ditambahakan dapat dalam bentuk ekstrak. Penambahan ekstrak ubi ungu selain memberi keuntungan sebagai imunomodulator juga sebagai pemberi warna merah ungu yang alami.

2.5. Peta Jalan Penelitian

Peta jalan penelitian merupakan gambaran dari penelitian multi tahun yang sudah, sedang dan akan dilakukan. Peta jalan digambarkan dalam bentuk fish bone (Gambar 2)


(17)

9

Gambar 2. Peta jalan penelitian multi tahun (3 tahun)

Ekstraksi ubi ungu utuh Karakteristik komponen bioaktif ekstrak dan identifikasi antosianin Soft candy Imunomod ulator dapat diterima konsumen Formulasi soft candy dengan ingredient ekstrak pewarna

ubi ungu utuh

Lama penyimpanan

soft candy dengan ingrediae

ekpewarna ekstrak ubi ungu

utuh Ubi ungu utuh Pengujian in vivo sebagai imunomodu lator Pengujian invitro sebagai imunomodula tor

Tahun I Tahun II Tahun II

Tahap I


(18)

10

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian multi tahun bertujuan mendapatkan produk soft candy fungsional dengan klaim sebagai imunomodulator (peningkat sistem imum) dari ekstrak pewarna ubi ungu. Tujuan tersebut dijabarkan dalam tujuan khusus pada setiap tahapan tahunnya. Tujuan khusus tahun pertama adalah:

1. Menentukan jenis pelarut ekstraksi dan frekuensi ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak ubi ungu kaya antosianin

2. Menentukan jenis komponen bioaktif ekstrak ubi ungu terutama senyawa fitokimia dan jenis antosianin penyusunnya

Tujuan khusus tahun kedua adalah :

1. Mendapatkan formulasi soft candy dengan konsentrasi penambahan ekstrak pewarna ubi ungu.

2. Mendapatkan stabilitas ekstrak ubi ungu pada soft candy selama penyimpanan Tujuan khusus tahun ketiga adalah:

1. Menentunkan frekuensi konsumsi soft candy sebagai imunomodulator secara in vivo dengan hewan model : peningkat proliferasi sel limfosit

3.2.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dijabarkan dalam beberapa manfaat yaitu:

1. Memberikan informasi ilmiah tentang kondisi ekstraksi seperti pelarut dan frekuensi ekstraksi untuk mendapatkan ekstraksi ubi ungu yang baik dengan jenis komponen bioaktifnya

2. Mendapatkan informasi ilmiah dan produk soft candy dengan ingredien perwarna alami ekstrak ubi ungu

3. Mendapatkan informasi frekuensi konsumsi soft candy dengan ingredien ekstrak ubi ungu, yang dapat meningkatkan sistem imun (sebagai imunomodulator)


(19)

11

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian:

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Biokimia dan Nutrisi, Mikrobiologi dan Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian pada tahun pertama dari bulan Pebruari 2015 sampai Nopember 2015. Tahun kedua dilakukan bulan Pebruari 2016 sampai Nopember 2016 dan tahun ketiga bulan Pebruari - Nopember 2017.

4.2. Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar ungu gelap dari Bangli, gula, gelatin, asam sitrat, Bahan kimia natrium karbonat (NaCO3), Folin ciocealteu, 1.1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH), methanol, etanol, aquades, asam galat, alumunium triklorida (AlCl3), katekin, quercetin, tokoferol, asam askorbat, maltodekstrin, CMC, air

aquabides, air destilat steril, alkohol PA, phosphat buffer salin (PBS) (Aplichem, A09649010), RPMI (Roswell Park Memorial Insitute) 1640 (Gibco, 22400-013), NaHCO3 (Sigma,S5763), NH4CL (Merk, A810845), penicilin-streptomisin (Sigma), biru

trifan (tryphane blue), Lipopolisakarida (LPS) Salmonella typhimurium (Sigma, L6366), Fetal Bovine Serum (FBS), MTT (3-( 4.5- dimethylthiazol-2 yl)-2.5 diphenyl-tetrazolium bromide) (Sigma, M2128), HCL pekat, Isopropanol, gas CO2 dan O2, 1.1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH) (Sigma D-9132), etanol, tokoferol, KCL, asam tiobarbutirat (TBA), asam tiokloroasetat (TCA), BHT, BSA, tetraetoksipropana /TEP (Sigma T9869), NBT (Sigma D8130), xanthin oksidase (grade IV, Sigma 4875), xanthin (Sigma, X-7375), bufer fosfat dan bufer karbonat.

4.3. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian adalah: blender, sheaker, oven, evaporator, peralatan gelas, botol-botol tempat reagen, laminar hood steril (Hitachi), pipet mikro 100 μl dan 1000 μl (Effendorf), tabung sentrifuse 15 ml (Coning), sentrifuse, hemasitometer, mikroskop biasa (Nikkon, Jepang) dan mikroskop inverted (Axiovest 25), lempengen kultur sel 96 sumur (Costar), incubator CO2 (Napco 5400), ELISA reader (BioRad),


(20)

12

spektrofotometer UV-Vis (Ishimatsu, UV- 160) kuvet, pH-Meter (Orion, 210 A), water bath (GFL 1083), toples,. Spektrofotometer (Turner SP-870), Centrifuge (EC HN-S II 0-9000 rpm), Vortex (Thermolyne).

4.4.Pelaksanaan Penelitian Tahun Pertama 4.4.1.. Tahap Pertama

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah percobaan faktorial dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 2 faktor.

Faktor pertama adalah jenis pelarut aman dengan 2 level yaitu : P1 = etanol 70%; dan P2= air mineral

Faktor kedua adalah frekuensi ekstraksi dengan 3 level yaitu :

F1 = : 1 kali ekstraksi; F2 = 2 kali ekstraksi dan F3= 3 kali ekstraksi Percobaan diulang sebanyak 2 kali. Parameter yang diamati adalah rendemen (AOAC, 1990), aktivitas antioksidan ( Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005) dan kadar antosianin (Guisti , et al. ). Analisis data menggunakan analisis varian (ANOVA) dan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Prosedur kerja

Ubi Ungu dibersihkan dari kotoran, kemudian direbus suhu 70 oC selama 5 menit, dihilangan kulit yang rusak, diparut, diblender/dihaluskan dengan menambahkan sedikit air sampai halus dan didapatkan bubur buah. Sebanyak 50 gram ditimbang, dimasukkan erlenmeyer kemudian ditambah jenis pelarut sesuai perlakuan, perbandingan bahan dengan pelarut 1: 8 perlakuan, kemudian ditambahkan Asam sitrat 10% dari berat bahan.. Setelah itu diekstraksi secara meserasi pada suhu kamar selama 18 jam sambil dishaker dengan frekuensi ekstraksi sesuai perlakuan. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan kertas saring, kemudian dilakukan evaporasi untuk menguapkan pelarut sampai terbentuk produk semi padat. Kemudian ekstrak yang didapat dianalisis. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3


(21)

13

4.4.2. Tahap Kedua

Ekstrak ubi ungu hasil terbaik dari tahap 1 dianalisis komponen bioaktif seperti saponin, alakloid, flavonoid (Harbonne, 1987) dan jenis antosianin penyusunnya dengan UHPLC. Skema pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan penelitian tahun pertama

Tahun Pertama, Tahap I

Ubi ungu

Dibersihkan, dihilangkaan kulit yang kotor dan cacat

(direbus 70 oC, 5 mnt) Dikecilkan ukuran,

diblender Ditimbang, ditambah

pelarut dengan perbandingan 1:6

Dimaeserasi selama 18 jam (frekuensi sesuai

perlakuan)

Disaring, kain saring dilanjutkan kertas

saring

Filtrat Ampas

Penguapan pelarut dengan rotary evaporator suhu 50 oC

Ekstrak Ubi ungu Dianalisis

Ekstrak terbaik

Dianalisis karakteristik komponen bioaktif dengan uji fitokimia dan

UPHLC


(22)

14

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1. Tahap 1 7.1.1. Rendemen

Redemen adalah hasil ekstrak dibandingkan dengan berat awal sampel dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Hasil analisis menunjukkan perlakuan jenis pelarut, frekuensi ekstraksi dan interaksinya berpangaruh singnifikan (P<0,05) terhadap rendemen ekstrak yang dihasilkan. Nilai rata-rata rendemen ekstrak ubi ungu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen ekstrak ubi ungu

Perlakuan Rendemen (%)

P1F1 (pelarut air; 1 kali 18 jam 10.24 f P1F2 (pelarut air; 2 kali 18 jam) 12.03 e P1F3 (pelarut air; 3 kali 18 jam) 15.02 d P2F1 (pelarut etanol 70%: 1 kali 18 jam) 16.90 C P2F2 (pelarut etanol 70%: 2 kali 18 jam) 18.22 B P2F3 (pelarut etanol 70%: 3 kali 18 jam) 20.91 A Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05)

Tabel 1 menggambarkan rendemen tertinggi pada pelarut etanol 70%, frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam (P2F2) sebesar 20,91% dan terendah pada pelarut air dengan frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam (P1F1) sebesar 10,24%, semakin besar frekuensi ekstraksi pada pelarut yang sama menunjukkan peningkatan jumlah rendemen. Pelarut etanol memiliki rendemen yang lebih tinggi dari pelarut air. Hal ini disebabkan pada etanol memiliki tingkat kepolaran yang lebih mendekati dengan komponen yang diekstrak dibandingkan pelarut air sementara waktu 3 kali 18 jam lebih banyak dapat mengekstrak komponen.

7.1.2. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ubi Ungu

Aktivitas antioksidan ekstrak ubi ungu yang dilakukan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). DPPH merupakan senyawa yang menghasilkan radikal bebas berupa radikal bebas hidroksil (OH-) berwarna ungu pekat, jika radikal direaksikan


(23)

15

dengan senyawa yang mengandung antioksidan, warna ungu akan mengalami perubahan yaitu warna ungu akan memudar menuju kekuningan. Semakin pudar warna ungu DPPH menunjukan aktivitas antioksidan senyawa tersebut semakin besar.

Hasil analisis menunjukan perlakuan jenis pelarut, frekuensi ekstraksi dan interaksinya memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak ubi ungu yang dihasilkan. Data hasil aktivitas antioksidan dalam bentuk nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan ekstrak ubi ungu

Perlakuan Aktivitas atioksidan (%)

P1F1 (pelarut air; 1 kali 18 jam 63.24 C P1F2 (pelarut air; 2 kali 18 jam) 56.03 E P1F3 (pelarut air; 3 kali 18 jam) 51.02 F P2F1 (pelarut etanol 70%: 1 kali 18 jam) 65.90 A P2F2 (pelarut etanol 70%: 2 kali 18 jam) 64.22 B P2F3 (pelarut etanol 70%: 3 kali 18 jam) 60.91 D Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05)

Tabel 2 menggambarkan aktivitas antioksidan tertinggi pada perlakuan pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam sebesar 65,90% dan terendah pada perlakuan pelarut air dengan frekuensei ekstraksi 3 kali 18 jam sebesar 51,02%, semakin banyak frekuensi ekstraksi, maka semakin rendah aktivias antioksidanya, tetapi pada frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam aktivitasnya masih diatas 50% yaitu berkisar 51,02% - 60,91%. Pengaruh frekuensi ekstraksi pada aktivtas antioksidan berbanding terbalik dengan pengaruh frekuensi ekstraksi pada rendemen.

7.1.3. Kadar Antosianin Ekstrak Ubi Ungu

Kadar antosianin yang diujikan dengan metode pH diferensial yaitu pengujian berdasarkan perbedaa pH. Hasil analisis menunjukan kadar antosianin ekstrak dari ubi ungu yang diberi perlakuan jenis perlarut dan frekuensi ekstraksi memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05). Data hasil analisis kadar antosianin dalam bentuk nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 3


(24)

16

Tabel 3 Nilai rata-rata kadar antosianin ekstrak ubi ungu

Perlakuan Antosianin (mg/100 g)

P1F1 (pelarut air; 1 kali 18 jam 523.00 b P1F2 (pelarut air; 2 kali 18 jam) 391.00 e P1F3 (pelarut air; 3 kali 18 jam) 292.00 f P2F1 (pelarut etanol 70%: 1 kali 18 jam) 781.00 a P2F2 (pelarut etanol 70%: 2 kali 18 jam) 511.00 c P2F3 (pelarut etanol 70%: 3 kali 18 jam) 462.00 d

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05)

Tabel 3 menggambarkan kadar antosianin tertinggi pada perlakuan pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam (P2F1) sebesar 781 mg/100 g, terendah pada perlakuan pelarut air dengan frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam sebesar 292 mg/100 g. Fenomena yang terjadi pada kadar antosianin seiring dengan fenomena yang terjadi pada aktivitas antioksidan. Dengan demikian kadar antosianin berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan, semakin tinggi kadar antosianin maka aktivitas antioksidan semakin tinggi.

7.1.4. Total Phenol Ekstrak Ubi Ungu

Total phenol ekstrak ubi ungu yang dilakukan dengan metode folin coacealteau yang diindikasikan dengan terjadinya perubahan warna kebiruan. Hasil analisis total phenol ekstrak dari ubi ungu yang diberi perlakuan jenis pelarut dan frekuensi pelarut menunjukkan pengaruh yang signifikan. Data hasil analalisis dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Nilai rata-rata total phenol ekstrak ubi ungu

Perlakuan Total phenol (%)

P1F1 (pelarut air; 1 kali 18 jam 0.012 c

P1F2 (pelarut air; 2 kali 18 jam) 0.005 e

P1F3 (pelarut air; 3 kali 18 jam) 0.003 f

P2F1 (pelarut etanol 70%: 1 kali 18 jam) 0.027 a P2F2 (pelarut etanol 70%: 2 kali 18 jam) 0.021 b P2F3 (pelarut etanol 70%: 3 kali 18 jam) 0.011 d Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05)

Tabel 4 menggambarkan total phenol tertinggi pada perlakuan pelarut etanol 70% dan frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam (P2F1) sebesar 0,027 dan terendah pada perlakuan pelarut air dengan frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam, semakin tinggi frekuensi ekstraksi


(25)

17

pada setiap pelarut, maka total phenolnya mengalami penurunan. Peralut etanol 70% memiliki total phenol lebih tinggi dibandingkan pelarut air. Fenomena ini seirama dengan aktivitas antioksidan maupun kadar antosianin.

7.2. Tahap Kedua

7.2.1. Senyawa fitokimia ekstrak ubi ungu

Senyawa fitokimia ekstrak ubi ungu dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang sudah umum dilakukan. Senyawa fitokimia tersebut yaitu kadar alkaloid, kadar saponin dan kadar flavonoid. Nilai rata rata kadar saponin, alkaloid daflavonoid dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Nilai rata-rata senyawa fitokimia ekstrak ubi ungu

Gambar 4. menggambarkan kandungan tertinggi pada fitokimia flavonoid sebesar 182,28 ppm dan terendah adalah saponin sebesar 7,99 ppm. Hal ini disebabkan ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi antosianin. Antosianin merupakan komponen warna merah dari ubi ungu. Berdasarkan hal tersebut hasil flavonoid yang paling besar seiring dengan total antosianin yang diamati.

7.994 35.16 182.2796 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Saponin (ppm) Alkaloid (ppm ) Flavonoid (ppm)

N il a i r a t a -r a t a ( p p m )


(26)

18

7.2.2. Identifikasi Senyawa Antosianin Ekstrak Ubi Ungu

Identifikasi antosianin dilakukan untuk menentukan jenis antosianin dominan yang ada pada ubi ungu dengna menggunakan standar eksternal cyanidin 3-glukosidase dan peonidin 3 glukosidase. Alat yang digunakan adalah UHPLC. Hasil identifikasi antosianin ekstrak ubi ungu terbaik pada tahap 1 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 5.

Tabel 5. Hasil idenentifikasi jenis antosianin ekstrak ubi ungu

Gambar 5. Hasil UHPLC jenis identifikasi jenis antosianin ekstrak ubi ungu

Tabel 5 dan Gambar 5, menujukkan jenis antosianin tertinggi adalah jenis cyanidinglukosida dengan konsentrasi 24.43 ug/mL dan diikuti dengan peonidin 3-glukosidase dengan konsentrasi 13,26 ug/mL.

Kedua jenis antosianin inilah yang berkontribusi memberikan warna pada ekstrak ubi ungu.


(27)

19

7.3. Rencana Tahun Kedua

Tahun kedua merupakan lanjutan kegiatan tahun pertama dengan tujuan mendapatkan formulasi produk soft candy yang menggunakan ekstrak ubi ungu sebagai ingredien pewarna yang diketahui mengandung antosianin dan memiliki aktivitas antioksidan. Tahun kedua dilakukan dalam 2 tahap penelitian yaitu : 1) Formulasi soft candy (penambahan konsentrasi ekstrak pewarna ubi ungu); 2) masa simpan soft candy dengan ingredien pewarna dari ekstrak ubi ungu

5. 3.1.Tahap Pertama Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan ekstrak ubi ungu terbaik dari tahun kedua. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan konsentrasi penambahan ekstrak ubi ungu pada pembuatan soft candy terdiri dari 6 level yaitu :

K1 = kontrol; K2 = 2 %; K3 = 4%; K4 = 6%; K5 = 8 %,; K6 = 10% Formulasi pembuatan soft candy dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Formulasi soft candy dengan penambahan ekstrak ubi

Bahan baku Formula

K1 K2 K3 K4 K5 K6

Air (ml) 200 200 200 200 200 200

Sari ubi ungu 29,05 28,469 27,888 27,307 26,726 26,145

Ekstrak ubi ungu (g) 0 0,581 1,162 1,743 2,324 2,905

Gula pasir (g) 40 40 40 40 40 40

Sirup gula invert (sirup marjan plain) (g)

20 20 20 20 20 20

Gelatin (g) 10 10 10 10 10 10

Asam sitrat (g) 0,05 0.05 0.05 0,05 0,05 0,05

Percobaan diulang sebanyak 2 kali sehingga didapat 12 unit percobaan. Parameter yang diamati evaluasi sensori dengan metode skala hedonik (Meilgard, 2002), kadar antosianin dan aktivitas antioksidan. Data dianalisis dengan analisis varian dan uji lanjut DMRT.

Prosedur Kerja


(28)

20

1. Ekstrak ubi ungu dengan teknik hasil terbaik tahun pertama dipersiapkan 2. Gelatin dilarutkan dalam 50 ml air suhu 50 oC

3. Pemasakan gula suhu 80 oC sampai larut

4. Dimasukan gelatin dimasak, dimasukkan sirup gula invert dimasak, ditambah ekstrak ubi ungu segar, ekstrak ubi sesuai perlakuan, diturunkan suhunya ditambah asam sitrat sambil dicampur setelah tercampur dan mengental (total padatan terlarut 65%), dimasukkan kecetakan es batu dan disimpan suhu ruang selama 24 jam. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3

5.3.2. Tahap Kedua Rancangan Percobaan

Percobaan ini mengacu pada hasil terbaik tahap pertama dan merupakan percobaan untuk menguji tingkat stabilitas ekstrak selama penyimpanan. Percobaan ini merupakan percobaan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan lama penyimpanan , terdiri dari 6 level yaitu :.

S1 = kontrol; S2 = 1 hari; S3 = 2 hari; S4 = 3 hari; S5 = 4 hari; S6 = 5 hari

Percobaan ini diulang 2 kali sehingga didapat 12 unit percobaan. Parameter yang diamati stabilitas sensori dengan uji skoring Data dianalisis dengan analisis varian dan uji lanjut DMRT.

Prosedur Kerja

Prosedur kerja tahap kedua yaitu :

1. Soft candy terbaik tahap pertama dipersiapkan 2. Dilakukan penyimpanan sesuai perlakuan

3. Diamati stabilitas penampakan soft candy secara sensori (warna, tekstur, rasa, dan aroma). Diagram peneltian dapat dilihat pada Gambar 3

5.4.. Tahun ketiga Rancangan Percobaan

Percobaan tahap ketiga merupakan pengujian secara in vivo secara klinis menggunakan konsumen sehat. Rancangan percobaan menggunakan rancangna acak kelompok dengan perlakuan frekuensi konsumsi dengan 3 kelompok yaitu :


(29)

21

Setiap kelompok terdiri dari 5 konsumen sehingga didapat 15 orang unit percobaan. Parameter yang diamati adalah isolasi limfosit limpa (Prangdimurti, 1999), perhitungan sel kultur (Prangdimurti 199), aktivitas enzim antioksidan SOD dan Malonaldehid (MDA). Data dianalisis dengan analisis varian dan uji lanjut DMRT.

Prosedur Kerja

Prosedur kerja penelitian yaitu :

1. Persiapan soft candy dengan formulasi terbaik hasil tahun ke dua dipersiapkan 2. Persiapan subyek uji (masyarakat umum) dengan karakteristik hampir sama

sebanyak 15 orang dengan cara memberikan kuisioner yang menyakut kebiasan pola makan dan pola hidup, menandatangani kesepakatan kerjasama

3. Persiapan bahan analisis

4. Pemberin sampel uji selama 1 bulan dengan frekuensi sesuai perlakuan

5. Pengujian proliferasi limfosit, enzim SOD dan malonaldehida pada hari ke-0, 4,8,12,16,20,24 dan 28 hari. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.


(30)

22

Gambar 6. Diagram alir penelitian multi tahun

Tahun Ketiga

Soft candy terbaik tahun kedua

Disiapkan subyek uji (kuisioner dan penandatanganan

kerjasama) Disiapkan sampel uji

Diberi sampel uji sesuai perlakuan

Disiapkan bahan analisis

Analisis (proliferasi limfosit, enzim SOD dan malonaldehid)

Soft candy dengan klaim fungsional (imunomodulator dan

sumber antioksidan) Gelatin dilarutkan

(50 ml suhu 50 oC)

Tahun Kedua, Tahap I

Gula dilarutkan dan dipanaskan selama

15 menit Ditambah gelatin diikuti sirup gula

invert Diampur semua adonan, ditambah sari ubi ungu dan ekstrak ubi ungu sesuai perlakuan

samapi agak mengetal

Suhu diturunkan, ditambah asam sitrat,

dicampur sampai mengental

Dimasukkan dalam cetakan, didiamkan suhu kamar 24 jam

Dianalisis

Soft candy terbaik Penyimpanan sesuai

perlakuan


(31)

23

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Simpulan dari hasil penelitian tahun pertama adalah:

1. Jenis pelarut dan frekuensi ekstraksi dan interaksinya mempengaruhi rendemen, aktivitas antioksidan, kadar antosianin dan total phenol ekstrak ubi ungu yang dihasilkan

2. Jenis pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam memberikan aktivitas antioksidan, kadar antosianin dan total phenol tertinggi dengan nilai berturut turut 65,90%; 781 mg/100 g; 0,027%, tetapi tidak memberikan rendemen tertinggi. 3. Rendemen tertinggi pada pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam

sebesar 20,91%, dengan aktivitas atioksidan, kadar antosianin dan total phenol masih diatas rata-rata yaitu berturut-turut 60,91%; 462 mg/100 g; 0,011 %

4. Kandungan komponen bioaktif yang ditemukan selain antosianin adalah saponin, alkaloid dan flavonoid dengan konsentrasi berturut-turut : 7,99 ppm; 35,16 ppm; 182,28 ppm. Jenis antosianin dominan adalah sianidin glukosida dn peonidin 3-glukosida dengan konsentrasi berturut-turut: 24,43 ug/mL; 13,26 ug/mL

5. Ekstrak ubi ungu berpotensi sebagai inggredien pewarna produk yang memberikan keuntungan kesehatan

6.2. Saran

Dalam rangka mengaplikasikan ekstrak ubi ungu yang diperoleh dari tahun pertama diperlukan penelitian tahaun kedua yaitu formulasi soft candy dengna ingredien pewarna dari ekstrak ubi ungu.


(32)

24

DAFTAR PUSTAKA

Anoninimus. 2007. Proliferation Assay: MTT Protocol. Lab Waller & Provost, http//www: geogle/search/proliferation_assay [21 November 2007].

Anonimus. 2012. Ubi Ungu dan manfaatnya. www.google/search/ubi jalar ungu. Diakses 4 Pebruari 2013

Anonimus. 2013. Bali dalam Angka. www.google/search/bali dalam angka/pertanian. Diakses 4 Pebruari 2013

Azza AAA, Ferial M, A. Salem dan Esmat AAA. 2011. Physico-Chemical Properties of Natural Pigments (Anthocyanin) Extracted from Rosella Calyces (Hibiscus subdariffa). Journal of American Science 7 (7): 445-456

Baratawijaya KG. 2006. Immunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bellanti JA. 1993. Imunologi II. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press.

Davis JM. 1994. Basic Cell Culture: A Practical Approach. Oxford, London: University Press.

Freshney RI. (eds). 1994. Animal Cell Culture: A Practical Approach. Oxford Washinton DC: IRL Press.

Giusti, M. M. dan R. E. Worlstad.. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. Oregon State University. Available at

http://does.org/masterli/facsample.htm-37k. (diakses 2 April 2004).

Harris. JR. 1991. Blood Cell Biochemistry. Vol 3 Lymphocyte and Granulocytes. London: Plenum Press.

Harrison MA, Ian FR. 1997. General Techniques of Cell Culture. London: Cambridge University Press.

Ina PT. GA Ekawati dan GAKD Puspawati. 2013. Ekstraksi Komponen Bioaktif Ubi ungu dan pemanfaatan sebagai syirup Fungsional. Laporan Penelitian Hibah Ungulan Perguraun Tinggi, Unud, Badung, Bali

Iriyanti Y. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu dalam Pembuatan Roti Manis, Donat dan Cake Bread. [Proyek akhir].Program Studi Teknik Boga, Fakultas Teknik, Uuniversitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. www.google/search/ubi ungu.htp. Diakses Tanggal 2 Pebruari 2013


(33)

25

Jawi IM, DN Suprapta, SU Dwi dan IA Wiwiek. 2006. Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu pada Darah danBerbagai Organ pada Mencit yang Diberikan Beban Aktivitas Fisik Maksimal, [Laporan Bappeda Provinsi Bali].

Jusuf M, A Rahayuningsing dan E. Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu. Warta Penelitian dan Pengambangan Pertanian, Vol 30 (4).

Keller JM et al. 2005. Mitogen-Induced Lymphocyte Proliferation in Loggerhead Sea Turtles: Comparison of Methods and Effects of Gender, Plasma Testosterone Concentration, and Body Condition on Immunity. J Veterin Immuno & Immunopathology 103: 269–281.

Kresno SB. 1996. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia..

Kuby J, Kindt TJ, Richard AG, Barbara AO. 2007. Immunology. Sixth edition. New York: W.H Freeman and Company.

Kumalaningsih, S.2006. Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana, Surabaya

Mazza GJ. 2007. Anthocyanins and heart health. Ann Ist Super Sanità 43 (4): 369-374 Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Pusat Antar Bogor: Universitas.

Institut Pertanian Bogor.

Prangdimurti E, 1999. Efek Perlindungan Ekstrak Jahe terhadap Respon Imun Mencit yang diberi Perlakukan Stess Oksidatif oleh Pestisida Paraquat [Disertasi] Bogor.Program Pascasarjana,IPB.

Prangdimurti E. 2007. Kapasitas Antioksidan dan Daya Hipokolesterolemik Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown) [Desertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Puspaningrum 2003. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang terhadap Proliferasi Sel Limfosit Limpa Tikus dan SelKanker K-562 (Chonic Myelogenous Leukemia ) secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Puspawati, GAKD dan Zakaria FR. 2012. Peningkatan Proliferasi Limfosit Limpa Tikus ynag diberi pakan Sorgum, Jurnal veteriner FKH Unud, (13): 26-33

Rott IM. Delves PJ. 2001. Essential Immunology. London: Backwell Scientific Publications, Osney Mead, Oxford.

Shipp J dan ESM. Abdel A. 2010. Food Aplications and Physiological Effect of Anthocyanin as Functional Food Ingredient. Food Science Jaournal 4:7-22


(34)

26

Suprapta DN. 2004. Kajian Aspek Pembibitan, Budi daya dan Pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif. [Laporan Hasil Penelitian]. Kerja sama BAPEDA Propinsi Bali dengan Fakultas Pertanian UNUD. Bali

Suprapta DN. 2007. Efek Antioksidan Ekstrak Ubi Jalar terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat Kadar AST dan ALT. pada Darah Mencit. Jurnal Dexa Media 20 (3) Juli - September :116-120.

Tejasari. 2007. Evaluation of Ginger (Zingiber officinale Roscoe) Bioactive Compounds in Increasing the Ratio of T-cell Surface Molecules of CD3+CD4+:CD3+CD8+ In-Vitro. Mal J Nutr 13(2): 161-170.

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga Univ Press.

Zakaria RF, Nurahman, Prangdimurti E, Tejasari. 2003. Antioxidant and Immunoenhacement Activities of Ginger (Zingiber officinale Roscoe) Extracts and Compounds in In Vitro and In Vivo Mouse and Human System. Nutraceutic Foods 8: 96-104.


(35)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto hasil penelitian

Pencucian Perebusan Penirisan Pengupasan

Pemotongan Penghalusan Ekstraksi Penyaringan

Evaporasi Spray drying bubuk pewarna


(1)

22

Gambar 6. Diagram alir penelitian multi tahun Tahun Ketiga

Soft candy terbaik tahun kedua Disiapkan subyek uji

(kuisioner dan penandatanganan

kerjasama) Disiapkan sampel uji

Diberi sampel uji sesuai perlakuan

Disiapkan bahan analisis

Analisis (proliferasi limfosit, enzim SOD dan malonaldehid)

Soft candy dengan klaim fungsional (imunomodulator dan

sumber antioksidan) Gelatin dilarutkan

(50 ml suhu 50 oC) Tahun Kedua, Tahap I

Gula dilarutkan dan dipanaskan selama

15 menit Ditambah gelatin diikuti sirup gula

invert Diampur semua adonan, ditambah sari ubi ungu dan ekstrak ubi ungu sesuai perlakuan

samapi agak mengetal Suhu diturunkan, ditambah asam sitrat,

dicampur sampai mengental Dimasukkan dalam cetakan, didiamkan suhu kamar 24 jam

Dianalisis Soft candy terbaik Penyimpanan sesuai

perlakuan Dianalisis


(2)

23

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Simpulan dari hasil penelitian tahun pertama adalah:

1. Jenis pelarut dan frekuensi ekstraksi dan interaksinya mempengaruhi rendemen, aktivitas antioksidan, kadar antosianin dan total phenol ekstrak ubi ungu yang dihasilkan

2. Jenis pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 1 kali 18 jam memberikan aktivitas antioksidan, kadar antosianin dan total phenol tertinggi dengan nilai berturut turut 65,90%; 781 mg/100 g; 0,027%, tetapi tidak memberikan rendemen tertinggi. 3. Rendemen tertinggi pada pelarut etanol 70% dengan frekuensi ekstraksi 3 kali 18 jam

sebesar 20,91%, dengan aktivitas atioksidan, kadar antosianin dan total phenol masih diatas rata-rata yaitu berturut-turut 60,91%; 462 mg/100 g; 0,011 %

4. Kandungan komponen bioaktif yang ditemukan selain antosianin adalah saponin, alkaloid dan flavonoid dengan konsentrasi berturut-turut : 7,99 ppm; 35,16 ppm; 182,28 ppm. Jenis antosianin dominan adalah sianidin glukosida dn peonidin 3-glukosida dengan konsentrasi berturut-turut: 24,43 ug/mL; 13,26 ug/mL

5. Ekstrak ubi ungu berpotensi sebagai inggredien pewarna produk yang memberikan keuntungan kesehatan

6.2. Saran

Dalam rangka mengaplikasikan ekstrak ubi ungu yang diperoleh dari tahun pertama diperlukan penelitian tahaun kedua yaitu formulasi soft candy dengna ingredien pewarna dari ekstrak ubi ungu.


(3)

24

DAFTAR PUSTAKA

Anoninimus. 2007. Proliferation Assay: MTT Protocol. Lab Waller & Provost, http//www: geogle/search/proliferation_assay [21 November 2007].

Anonimus. 2012. Ubi Ungu dan manfaatnya. www.google/search/ubi jalar ungu. Diakses 4 Pebruari 2013

Anonimus. 2013. Bali dalam Angka. www.google/search/bali dalam angka/pertanian. Diakses 4 Pebruari 2013

Azza AAA, Ferial M, A. Salem dan Esmat AAA. 2011. Physico-Chemical Properties of Natural Pigments (Anthocyanin) Extracted from Rosella Calyces (Hibiscus subdariffa). Journal of American Science 7 (7): 445-456

Baratawijaya KG. 2006. Immunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bellanti JA. 1993. Imunologi II. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press.

Davis JM. 1994. Basic Cell Culture: A Practical Approach. Oxford, London: University Press.

Freshney RI. (eds). 1994. Animal Cell Culture: A Practical Approach. Oxford Washinton DC: IRL Press.

Giusti, M. M. dan R. E. Worlstad.. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. Oregon State University. Available at http://does.org/masterli/facsample.htm-37k. (diakses 2 April 2004).

Harris. JR. 1991. Blood Cell Biochemistry. Vol 3 Lymphocyte and Granulocytes. London: Plenum Press.

Harrison MA, Ian FR. 1997. General Techniques of Cell Culture. London: Cambridge University Press.

Ina PT. GA Ekawati dan GAKD Puspawati. 2013. Ekstraksi Komponen Bioaktif Ubi ungu dan pemanfaatan sebagai syirup Fungsional. Laporan Penelitian Hibah Ungulan Perguraun Tinggi, Unud, Badung, Bali

Iriyanti Y. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu dalam Pembuatan Roti Manis, Donat dan Cake Bread. [Proyek akhir].Program Studi Teknik Boga, Fakultas Teknik, Uuniversitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. www.google/search/ubi ungu.htp. Diakses Tanggal 2 Pebruari 2013


(4)

25

Jawi IM, DN Suprapta, SU Dwi dan IA Wiwiek. 2006. Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu pada Darah danBerbagai Organ pada Mencit yang Diberikan Beban Aktivitas Fisik Maksimal, [Laporan Bappeda Provinsi Bali].

Jusuf M, A Rahayuningsing dan E. Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu. Warta Penelitian dan Pengambangan Pertanian, Vol 30 (4).

Keller JM et al. 2005. Mitogen-Induced Lymphocyte Proliferation in Loggerhead Sea Turtles: Comparison of Methods and Effects of Gender, Plasma Testosterone Concentration, and Body Condition on Immunity. J Veterin Immuno & Immunopathology 103: 269–281.

Kresno SB. 1996. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia..

Kuby J, Kindt TJ, Richard AG, Barbara AO. 2007. Immunology. Sixth edition. New York: W.H Freeman and Company.

Kumalaningsih, S.2006. Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana, Surabaya

Mazza GJ. 2007. Anthocyanins and heart health. Ann Ist Super Sanità 43 (4): 369-374 Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Pusat Antar Bogor: Universitas.

Institut Pertanian Bogor.

Prangdimurti E, 1999. Efek Perlindungan Ekstrak Jahe terhadap Respon Imun Mencit yang diberi Perlakukan Stess Oksidatif oleh Pestisida Paraquat [Disertasi] Bogor.Program Pascasarjana,IPB.

Prangdimurti E. 2007. Kapasitas Antioksidan dan Daya Hipokolesterolemik Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown) [Desertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Puspaningrum 2003. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang terhadap Proliferasi Sel Limfosit Limpa Tikus dan SelKanker K-562 (Chonic Myelogenous Leukemia ) secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Puspawati, GAKD dan Zakaria FR. 2012. Peningkatan Proliferasi Limfosit Limpa Tikus ynag diberi pakan Sorgum, Jurnal veteriner FKH Unud, (13): 26-33

Rott IM. Delves PJ. 2001. Essential Immunology. London: Backwell Scientific Publications, Osney Mead, Oxford.

Shipp J dan ESM. Abdel A. 2010. Food Aplications and Physiological Effect of Anthocyanin as Functional Food Ingredient. Food Science Jaournal 4:7-22


(5)

26

Suprapta DN. 2004. Kajian Aspek Pembibitan, Budi daya dan Pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif. [Laporan Hasil Penelitian]. Kerja sama BAPEDA Propinsi Bali dengan Fakultas Pertanian UNUD. Bali

Suprapta DN. 2007. Efek Antioksidan Ekstrak Ubi Jalar terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat Kadar AST dan ALT. pada Darah Mencit. Jurnal Dexa Media 20 (3) Juli - September :116-120.

Tejasari. 2007. Evaluation of Ginger (Zingiber officinale Roscoe) Bioactive Compounds in Increasing the Ratio of T-cell Surface Molecules of CD3+CD4+:CD3+CD8+ In-Vitro. Mal J Nutr 13(2): 161-170.

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga Univ Press.

Zakaria RF, Nurahman, Prangdimurti E, Tejasari. 2003. Antioxidant and Immunoenhacement Activities of Ginger (Zingiber officinale Roscoe) Extracts and Compounds in In Vitro and In Vivo Mouse and Human System. Nutraceutic Foods 8: 96-104.


(6)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto hasil penelitian

Pencucian

Perebusan Penirisan Pengupasan

Pemotongan

Penghalusan Ekstraksi Penyaringan

Evaporasi

Spray drying bubuk pewarna