KEBERMAKNAAN HIDUP PENDERITA HIVAIDS SUATU STUDI KASUS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

KEBERMAKNAAN HIDUP PENDERITA HIV/AIDS

SUATU STUDI KASUS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Martina Rosa Annovita

  

031114046

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2009

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  “ senantiasa mengucap syukur kepada Allahku atas kasih karunia Allah yang dianugerahkanNya kepada kamu dalam Kristus Yesus. Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal; dalam segala perkataan dan segala macam pengetahuan..”

  Korintus 1:4-5 Skripsi ini kupersembahkan untuk keluargaku

  

ABSTRAK

KEBERMAKNAAN HIDUP PENDERITA HIV/AIDS

SUATU STUDI KASUS

MARTINA ROSA ANNOVITA, 2009

  Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang menyebabkan seorang yang menderita HIV/AIDS dapat menemukan makna hidupnya dan dapat membantunya untuk tetap dapat memaknai hidupnya di tengah penderitaannya saat ini.

  Responden penelitian ini adalah dua orang pria, yang pertama bernama Doni (nama samaran) berusia 29 tahun positif HIV sejak 2004 dan Agus 33 tahun, keduanya mengalami depresi sewaktu dinyatakan positif HIV dan mengalami krisis kebermaknaan hidup sewaktu dinyatakan positif HIV. Tetapi setelah bergabung di LSM Rumah Cemara, saat ini hidup keduanya telah berubah menjadi lebih bermakna.

  Skripsi ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus, dimana penelitian ini diawali dengan keadaan atau fakta yang ada di masyarakat tentang seorang yang menderita penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan seringkali mengalami depresi yang bila tidak ditangani berujung pada bunuh diri. Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti mencoba menganalisa melalui dua orang penderita HIV/AIDS.

  Teori yang dipilih menggunakan teori makna hidup dari Victor Frankl dan logoterapinya. Dari data yang dikumpulkan dari wawancara, observasi kemudian dihubungkan denga teori yang ada, hasil penelitian yang didapatkan adalah: 1) Keduanya saat ini telah dapat memaknai hidupnya dengan memiliki nilai-nilai kreatif dalam hidupnya. 2) kedua responden telah memiliki nilai pengalaman dalam hidupnya dan yang ke 3) kedua responden telah memiliki nilai sikap dalam hidupnya. Ketiga hal tersebut bila sudah dimiliki dalam diri seseorang maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki makna hidup

  

ABSTRACT

THE LIFE MEANING OF HIV/AIDS SUFFERER A CASE STUDY MARTINA ROSA ANNOVITA, 2009

  The aim of this research was to gain information about reasons that caused the HIV/AIDS sufferers able to find their life significance, and help them to survive and keep their faith during those hard moments.

  There were two respondents in this research. The first was Doni (pseudonym), 29 years old, who suffered from HIV since 2004. The second was Agus, 33 years old, who suffered from HIV since nine years ago. Both of them were very depressed and they lost their life significance when they were proven as the HIV positivists. However, since they joined a non-governmental organization, Rumah Cemara, their life became better and more meaningful.

  This thesis used a descriptive research with a study case method. This research started with a fact or general idea of a society that consider people who is chronically suffered from incurable disease is often get an acute depression which lead to a suicide. Based on that idea, the researcher tried to make an analysis on those two respondents.

  The theory I used in this thesis was Viktor Frankl`s life significance theory and its logotherapy. All data were collected via interviews and observations, which then could be related to the theory. There were three results in this research: (1) The two respondents have a creative value now, (2) The two respondents have an experiential value, and (3) The two respondents have a standpoint values in their life. When those three values belong to someone, therefore someone have found their own life significance.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena pertolongan dan kasihNya yang besar, penulis berhasil menyusun skripsi ini.

  Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhsil disusun berkat adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan kritikan yang berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph. D. selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.

2. Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si, selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

  Konseling yang telah mmeberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis skripsi dengan jenis penelitian studi kasus.

  3. Drs. T. A. Prapancha Harry, M. Si, selaku pembimbing utama dalam penulisan skripsi ini atas masukan dan sumbangan pemikiran serta koreksi atas skripsi ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  4. Semua dosen yang mengampu di Program Studi Bimbingan dan Konseling yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan banyak pelajaran nilai yang berharga yang berguna buat penulis.

  5. Kedua orang tua penulis yang sering kali direpotkan oleh penulis, tetapi akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi dan membahagiakan mama dan

  6. Doni dan Agus (nama samaran) yang telah bersedia menjadi subyek peneliatian ini. Semoga kalian tetap bisa memaknai hidup kalian sampai ujung usia kalian. Sukses terus buat kalian tetap menjadi inspirasi buat semua orang 7. My beloved Aries Setiawan and my little angel Malikha Angelina Putri Mercya kalian berdua bisa mengubah hidup penulis menjadi lebih baik.

  8. Kedua kakak penulis Rika dan Roy, adik penulis Rayhand yang telah menjadi pemacu penulis untuk cepat menyelesaikan kuliah.

  9. Teman-teman di kos Pringgodani Piet, Prita, Noy, Gek Ulan, Mirza n all the friends. Teman-teman di kos Surya Wicha, Iin, Reta, Sr. Nono kita berkembang bersama dan lanjutkan perjuangan kalian.

  10. Teman-teman Bk ’03 love u all…tetap jalin pershabatan sampai kapan pun dimanapun kalian berada we all the family..

  11. Teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tanpa kalian penulis bukan apa-apa.

  Yogyakarta, Agustus 2009 Penulis

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………… iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………… iv

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………………v ABSTRAK……………………………………………………………………………vi

  ABSTRACT…………………………………………………………………………vii KATA PENGANTAR……………………………………………………………viii

  DAFTAR ISI…………………………………………………………………………x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………………2 C. Definisi Operasioanal…………………………………………………………2 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………3 BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Makna Hidup 1. Teori Makna Hidup……………………………………………………5 2. Landasan Filosofis Logoterapi………………………………………… 6 3. Sumber-sumber Makna Hidup…………………………………………7 4. Penghayatan Hidup Bermakna………………………………………… 9 B. HIV/AIDS 1. Sejarah HIV/AIDS………………………………………………………10 2. Pengertian HIV/AIDS……………………………………………………11 3. Penularan HIV/AIDS……………………………………………………11 4. Tes untuk Mengetahui virus HIV………………………………………13 5. Tahapan dari Infeksi HIV sampai menjadi AIDS………………………14 6. Upaya pencegahan HIV/AIDS…………………………………………15 C. Pendekatan Konseling yang Relevan dengan Kasus Kebermaknaan Hidup 1. Teori Konseling…………………………………………………………16 2. Tehknik Konseling yang Relevan digunakan……………………………17 3. Konseling dan Tes HIV…………………………………………………18 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian…………………………………………………………21 B. Sumber Data…………………………………………………………………23 C. Metode Pengumpulan Data…………………………………………………..24

  D.

  Analisis (langkah-langkah Studi kasus)…………………………………25 E. Pedoman Wawancara……………………………………………………27

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengumpulan Data…………………………………………………30 B. Hasil Penelitian………………………………………………………………30 C. Pembahasan………………………………………………………………55 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…………………………………………………………………56 B. Saran……………………………………………………………………… 57 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………58 LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Hasil wawancara observasi……………………………………………………1 B. Struktur Organisasi LSM Rumah Cemara…………………………………18 C. Visi dan Misi LSM Rumah Cemara…………………………………………19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Setiap manusia dalam hidupnya mendambakan kehidupan yang

  bahagia, tetapi bila dihadapkan pada satu kenyataan dirinya divonis menderita suatu penyakit yang parah bahkan obat penyembuhannya pun belum ada, seperti penyakit HIV/AIDS, seringkali membuat manusia menjadi putus asa, sedih, depresi berat dan bisa sampai kehilangan makna hidupnya dam pada akhirnya mencari jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya.

  Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam dunia dan khususnya Indonesia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS memperkirakan jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,94 juta orang sedangkan di Indonesia sendiri sampai tahun 2002 Departemen Kesehatan RI memperkirakan ada sekitar 130.000 orang yang telah terinfeksi HIV (Harian Republika, 2003).

  Fakta yang paling mengkhawatirkan bahwa sebagian besar Odha adalah pemakai narkoba usia remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif Keberadaan seorang konselor tidak hanya terpusat pada lingkungan sekolah saja, tetapi tenaga konselor juga sangat dibutuhkan di tempat-tempat seperti rumah sakit, LSM tempat orang-orang yang tidak kebahagiaan ditengah kesedihan mereka. Ilmu konseling yang didapat di kuliah dapat diterapkan untuk menangani jiwa mereka supaya mereka dapat menerima keadaannya dan dapat memaknai hidupnya secara positif.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus kepada dua orang responden penelitian. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah orang yang benar terinfeksi HIV, jenis kelamin laki-laki, rentang usia 29-33 tahun, mampu berkomunikasi dengan baik (secara fisik tidak mengalami gangguan berkomunikasi) serta bersedia untuk diwawancarai dan bekerjasama dalam penelitian ini.

B. Rumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah seseorang penderita HIV/AIDS memaknai hidupnya?” C.

   Definisi operasional 1.

  Kebermaknaan hidup: keadaan untuk memliki hidup yang penuh arti baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain

  2. Penderita: Orang yang dikenai suatu keadaan yang tidak enak atau penyakit

3. HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah virus yang menyerang

  4. AIDS (Acquired Immune deficiency Syndrome ) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV D.

   Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat, antara lain:

1. Manfaat teoritis

  Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan Bimbingan dan Konseling, khususnya menyangkut kebermaknaan hidup seorang penderita HIV/AIDS 2. Manfaat praktis a.

  Bagi keluarga Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan tentang pentingnya pemenuhan makna hidup bagi mereka yang ada anggota keluarganya positif menderita HIV/AIDS, agar dapat memberikan dukungan moril dan materiil kepada si penderita.

  b.

  Bagi masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan agar masyarakat tidak mengucilkan orang yang hidup dengan

  HIV/AIDS baik kepada si penderita tetapi juga terhadap keluarga si penderita, sebaiknya dapat mendampingi mereka untuk menerima dan menghadapi kenyataan hidupnya.

  c.

  Bagi konselor Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para konselor supaya dapat memahami kondisi psikologis orang yang hidup dengan HIV/AIDS dan kemudian dapat membantunya menemukan makna hidupnya.

  d.

  Bagi penulis: 1)

  Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya keterampilan penulis dalam memberikan layanan konseling, dengan memasukkan unsur-unsur penemuan akan makna hidup pada konseli yang dilayani.

  2) Penelitian ini sangat bermanfaat sebagai bekal penulis di masa mendatang dalam mendampingi kaum muda, baik yang belum terkena virus sebagai pencegahan maupun yang sudah terjangkit virus tersebut supaya dapat menemukan makna hidupnya.

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Makna Hidup 1. Teori Makna hidup Teori yang digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah teori makna

  hidup Victor Frankl. Frankl (Koeswara, 1992 ) berpendapat bahwa kehidupan ini mempunyai makna dan kehidupan ini adalah suatu tugas yang harus dijalani. Menurut Frankl (Bastaman, 2007: 43) hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna. Apabila hasrat itu dapat dipenuhi, kehidupan akan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningful). Sebaliknya apabila tidak terpenuhi kehidupan dirasakan tak bermakna (meaningless).

  Frankl (Bastaman, 2007:14) berpendapat bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, tidak saja dalam keadaan normal dan menyenangkan melainkan juga dalam penderitaan seperti dalam keadaan sakit, bersalah dan kematian. Pencarian makna hidup ini menjadi dasar teori Frankl yang disebut “logotherapy”. Kata “logos” dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan therapy adalah penyembuhan atau pengobatan. Logotherapy secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi

2. Landasan Filosofis Logoterapi

  Setiap aliran dalam psikologi memiliki landasan filsafat kemanusiaan yang mendasari seluruh ajaran, teori dan penerapannya. Dalam hal ini logoterapi pun memiliki filasafat manusia yang merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran dan tujuan logoterapi, yaitu “the freedom of will, the will to

  meaning dan the maeaning of life ” (Koeswara, 1992:45-71).

  a. The Free of Will (Kebebasan Berkehendak) Kebebasan yang dimaksud disini sifatnya bukan tak terbatas, karena manusia adalah mahluk serba terbatas. Kebebasan manusia bukan merupakan kebebasan dari bawaan biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to

  take a stand ) terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan

  maupun kondisi diri sendiri. Selain itu manusia dalam batas-batas tertentu memiliki kemampuan dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih kehidupan yang lebih berkualitas. Sedangkan kebebasan itu sendiri harus disertai tanggungjawab agar tidak terjadi kesewenang- wenangan.

  b. The Will to Meaning (Hasrat untuk hidup bermakna) Salah satu keinginan manusia adalah dirinya menjadi orang yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar, serta berharga di mata Tuhan. Setiap orang pasti akan diperjuangkan dengan penuh semangat, sebuah tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya. Keinginan tersebut menggambarkan hasrat yang penting mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna.

  c. The Meaning of Life (Makna Hidup) Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi setiap orang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Apabila makna hidup ini berhasil dipenuhi oleh setiap orang, maka orang tersebut akan merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. Makna hidup ada dalam setiap keadaan yang menyenangkan maupun keadaan yang tidak menyenangkan, keadaan bahagia maupun penderitaan.

  Akhirnya logoterapi hanyalah memainkan peran sebagai katalisator yaitu sebagai media atau sarana untuk membuka pikiran si pasien yang memungkinkan para pasien menemukan sendiri makna hidupnya.

3. Sumber-sumber Makna Hidup

  Dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan setiap orang menemukan makna Frankl (Bastaman, 2007:46) ketiga nilai (value) ini adalah creative values,

  experiental values dan attitudinal values a.

  Creative values (nilai-nilai kreatif) diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif (Schultz, 1991:155). Biasanya hal ini berkenaan dengan kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

  b.

  Experiental values (nilai-nilai pengalaman) dapat diwujudkan dengan cara memperoleh pengalaman tentang sesuatu atau seseorang yang bernilai bagi kita. Hal ini berkenaan dengan keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan hidup seseorang berarti. Cinta kasih juga dapat menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya.

  c.

  Attitudinal values (nilai-nilai bersikap) dapat diwujudkan berupa sikap menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian dari segala bentuk penderitaan yang kita hadapi. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah segala penderitaan yang kita hadapi dapat mengubah pandangan kita. Pandangan yang semula diwarnai penderitaan menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu.

  Penderitaan (sakit, nista, dosa bahkan mati) dapat memberikan makna dan guna, apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi

4. Penghayatan Hidup Bermakna

  Mereka yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh dengan semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tujuan hidup baik jangka pendek maupun jangka panjang jelas bagi mereka. Dengan demikian kegiatan merekapun menjadi lebih terarah serta mereka sendiri dapat merasakan kemajuan-kemajuan yang telah mereka capai. Kalaupun mereka pada suatu saat berada dalam situasi yang tak menyenangkan, mereka akan menghadapinya dengan sikap sabar dan tabah serta sadar bahwa senantiasa ada “hikmah” di balik penderitaannya. Mereka benar-benar menghargai hidup dan kehidupan, karena mereka sadar bahwa hidup dan kehidupan itu senantiasa menawarkan makna yang harus mereka penuhi. Selain itu mereka mampu untuk mencintai dan menerima cinta kasih orang lain serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu hal yang menjadikan hidup ini bermakna (Bastaman, 2007: 55-87).

  Kebahagiaan Hidup bermakna Terpenuhi Hasrat hidup bermakna Tak terpenuhi

  Hidup tak bermakna Neurosis noogenik

B. HIV/AIDS 1. Sejarah HIV/AIDS

  Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian dari beberapa literatur sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS, dimana para peneliti Amerika itu mendiagnosa dua belas kasus infeksi yang berasal dari infeksi opurtunistik pada kaum homoseksual (Djoerban, dkk, 2006). Dalam kasus-kasus ini mereka mengobservasi jika bakteri, virus, fungi dan protozoa yang biasanya tidak merugikan manusia tetapi disini dapat menimbulkan infeksi berat seperti radang paru, radang selaput otak dan radang lambung yang cukup fatal.

  Setelah diteliti, infeksi itu sebagai suatu manifestasi dari suatu defisiensi pada sistem kekebalan tubuh yakni kerapuhan defensi tubuh. Maka disebutlah fenomena itu AIDS (Pasuhuk, 1996:15).

  Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1987 yaitu pada seseorang warga negara Belanda di Bali. Kasus yang kedua ditemukan pada bulan Maret 1987 di RS.

  Cipto Mangunkusumo pada pasien hemofilia dan termasuk jenis non- progressor artinya kondisi kesehatan dan kekebalannya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan serta masih berobat jalan sampai tahun 2002 (Djoerban, dkk., 2006).

  2. Pengertian HIV/AIDS

  AIDS singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah suatu jenis penyakit yang menyerang kekabalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Samsuridzal dan Djoerban, 2006:182).

  AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh.

  Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan virus HIV (Human

  Immunodeficiency Virus ). Pada dasarnya, HIV adalah jenis parasit obligat

  yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu (tempointeraktif.com, 2004).

  3. Penularan HIV/AIDS

  AIDS adalah penyakit yang berkaitan dengan pola hidup, siapa saja bisa mengidap AIDS tetapi ada beberapa orang yang beresiko besar terkena terjangkit virus HIV. Kelompok-kelompok tersebut antara lain: a.

  Homoseksual dan biseksual aktif

  Kaum homoseksual dalam hal ini adalah pasangan sejenis laki-laki dengan laki, melakukan aktivitas seksualnya secara anal oleh karena itu resiko mengalami luka sangat besar dan jika ada bagian yang luka,jika salah satu pasangan ada yang terinfeksi virus HIV maka virus HIV akan mudah masuk kedalam tubuh pasangan yang satunya.

  b.

  Pemakai obat terlarang melalui suntikan Jika jarum suntik tersebut habis digunakan oleh seorang yang sudah terjangkit virus HIV, kemudian jarum suntik tersebut digunakan oleh orang lain lagi maka orang lain tersebut sangat beresiko tertular HIV.

  c.

  Pengidap hemofilia atau gangguan koagulasi lainnya Hemofilia yaitu penyakit yang berhubungan dengan darah, sehingga penderitanya harus sering mendapat transfusi darah. Jika darah yang ditransfusi tersebut sudah terdapat virus HIV maka akan sangat mudah penularannya ke penderita hemofila tersebut.

  d.

  Kontak heteroseksual dengan penderita AIDS, atau dalam resiko AIDS Jika homoseksual aktivitas seksualnya dengan sejenis maka dalam heteroseksual hubungan seksualnya dengan laki-laki dan . Bila salah satu pasangan sudah ada yang tertular, maka virus akan mudah masuk ke tubuh pasangan yang lainnya melalui cairan yang ada di alat kelaminnya.

  e.

  Orang yang pernah ditransfusi darah dan darah tersebut positif HIV Hal ini sudah jelas sekali karena virus HIV ini penularan paling cepat f.

  Bayi yang lahir dari ibu yang telah terinfeksi HIV Penularannya melalui ASI yang diberikan oleh ibu ke bayi, karena ASI itu sebenarnya adalah darah. Oleh karena itu ibu yang HIV positif disarankan tidak memberikan ASI kepada bayinya.

4. Tes untuk mengetahui virus HIV

  Kini hanya ada satu tes virus HIV yang tersedia secara komersil, dan pada umumnya jenis tes ini cukup mahal dan memerlukan bantuan laboratorium dan untuk memastikan ketepatan, dilakukan dua tes yang berbeda diantaranya: a. Tes yang pertama adalah tes yang lebih peka digunakan untuk mendeteksi adanya virus antibodi terhadap HIV yang berarti ada HIV di dalam tubuh .

  Tes ini biasa disebut ELISA dan dilakukan sebanyak dua kali.

  b.

  Tes yang kedua adalah tes yang mengkukuhkan atau menguatkan bila hasil yang pertama hasilnya positif untuk menghilangkan kemungkinan adanya hasil yang keliru. Tes ini biasa disebut Western Blot.

  Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (Odha) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah, bahkan meninggal. Oleh karena penyakit yang menyerang bervariasi, AIDS kurang tepat jika disebut penyakit. Definisi yang benar adalah sindrom atau kumpulan gejala penyakit. (health.detik.com, 2009) Diagnosa AIDS tergantung pada kehadiran penyakit-penyakit opurtunistik yang menunjukkan hilangnya kekebalan tubuh. Tes yang menunjukkan kerusakan berbagai berbagai bagian dari sistem kekebalan tubuh seperti sel darah putih, memperkuat diagnosisnya. Sebagian besar individu yang terjangkit virus AIDS tidak menunjukkan gejala malah cenderung merasa sehat. Jika timbul gejala badan lelah, demam, hilang selera makan, timbangan badan merosot, diare, kelenjar membengkak biasanya di sekitar leher, ketiak dan selangkang (Pasuhuk: 20, 1996).

5. Tahapan dari Infeksi Virus HIV sampai AIDS

  Menurut UNAIDS (Lembaga di bawah PBB yang mengurusi masalah HIV/AIDS) dalam sebuah situsnya menyebutkan ada beberapa tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS: a. Tahap 1: Periode Jendela HIV masuk ke dalam tubuh sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam darah; tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat; tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini; tahap ini umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan. b. Tahap 2: HIV positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5 – 10 tahun HIV berkembang biak dalam tubuh; tidak ada tanda-tanda khusus penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat; tes HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang karena telah terbentuk antibodi terhadap HIV; umumnya tetap tampak sehat selama 5 – 10 tahun tergantung daya tahan tubuhnya.

  c.

  Tahap 3: HIV positif (muncul gejala).

  Sistem kekebalan tubuh semakin turun; muncul gejala infeksi opurtunistik seperti pembengkakan kelenjar limfa, diare, flu, dll; umumnya berlangsung selama lebih 1 bulan tergantung daya tahan tubuhnya.

  d.

  Tahap 4: AIDS Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah; berbagai penyakit lain (infeksi opurtunistik) semakin parah.

5. Upaya pencegahan HIV /AIDS

  Kontak biasa dengan penderita AIDS tidak mudah membuat orang dengan mudah terkena penyakit itu, sampai saat ini belum ada kasus yang dilaporkan berkaitan dengan hal ini. Petugas kesehatan dan laboratorium harus menaati prosedur standar keamanan bila menangani darah dan sampel dari pasien yang mengidap penyakit menular termasuk AIDS, harus hati-hati jangan sampai terluka oleh jarum suntik.

  Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS antara lain: a.

  Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda b. Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran c.

  Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik dalam memberikan penyuluhan d.

  Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkoba, termasuk pengadaan jarum suntik steril e.

  Program pendidikan agama f. Pelatihan keterampilan hidup g.

  Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling.

  Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda perlu dipikirkan strategi penerapannya di sekolah, akademi dan universitas dan untuk remaja yang ada di luar sekolah supaya tepat sasarannya (Samsurizal dan Djoerban, 2006).

C. Pendekatan Konseling yang Relevan pada Kasus Kebermaknaan Hidup

1. Teori Konseling

  Winkel dan Sri hastuti (2004) menjelaskan bahwa yang dimaksud berpikir tentang bagaimana proses konseling berlangsung. Proses konseling menunjuk pada rangkaian perubahan yang terjadi pada konseli yang berinteraksi dengan seorang konselor selama jangka waktu tertentu; pada dasarnya layanan konseling bertujuan untuk menghasilkan perubahan- perubahan pada kosneli dalam cara berpikir, cara berperasaan dan berperilaku.

  Suatu teori konseling merupakan suatu refleksi atas fakta yang diobservasi selama proses konseling berlangsung dan kemudian data hasil penelitian dihubungkan satu sama lain sehingga mulai bermakna dan dapat menjelaskan mengapa proses konseling berlangsung demikian. Oleh karena itu, setiap teori konseling (aspek refleksi teoritis) menggunakan pendekatan tertentu pula (aspek penerapan praktis), yang meliputi prosedur, metode dan tehnik-tehnik yang akan digunakan dalam memberikan layanan konseling. Ada beberapa teori konseling dengan kekhasan masing-masing: Clien-

  Centered Counseling, Trait Faktor Counseling, Behavioral Counseling, Rational-Emotive Therapy dan Konseling Ekletik.

2. Tehnik Konseling yang Digunakan dalam Kasus Kebermaknaan Hidup

  Dalam penerapan salah satu teori konseling, konselor harus betul-betul mencermati permasalahan konseli sehingga pada saat menangani permasalahan konseli penerapan teori konseling yang digunakan betul-betul sesuai dengan jenis permasalahan yang dialami konseli. Namun tidak tertutup kemungkinan dalam suatu proses konseling penerapan teori konseling lebih dari satu teori, hal demikian tergantung pada kebutuhan dan jenis permasalahan konseli serta keahlian konselor.

  Proses konseling sebagai upaya pendampingan terhadap responden, penulis menerapkan lebih dari satu jenis teori konseling yang digunakan, yaitu: teori konseling eklektik yaitu perpaduan antara teori konseling RET (Rational-Emotive Therapy) dan konseling dengan teori konseling IA (Interview of Adjusment). Alasan pemilihan teori ini sebagai upaya membimbing responden untuk merubah pikiran irasionalnya yang menyebabkan depresi sehingga kehilangan makna hidupnya. Dengan menerapkan pendekatan RET, diharapkan responden dapat berpikir rasional tentang penyakitnya dan tidak menyalahkan siapapun atas penyakitnya tersebut. Pendekatan IA dilakukan supaya setelah responden dapat berpikir rasional, diharapkan responden mulai dapat menerima dirinya sekarang dan dapat menyesuaikan diri untuk melakukan hal-hal yang berguna bagi hidupnya dan orang lain.

3. Konseling dan Tes HIV/AIDS

  Menurut Ma’shum dan Catarina (Kompas, 18 Febuari 2005), tes HIV dianjurkan antara lain jika: a.

  Kita sudah melakukan hubungan seks beresiko dan tanpa kondom dengan orang yang mungkin atau diketahui terinfeksi HIV b.

  Kita memakai jarum suntik, tato, tindik bersama orang yang mungkin atau diketahui terinfeksi HIV.

  c.

  Kita didiagnosis infeksi menular seksual (IMS) seperti kencing nanah, sifilis atau didiagnosis hepatitis B dan C.

  d.

  Kita terpajan darah pada waktu bekerja, misalnya perawat kesehatan tertusuk jarum suntik bekas pakai. Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan resiko penularan e. Kita menjadi sample survey perkiraan resiko HIV atau IMS dan hasilnya mengesankan bahwa kita mungkin terinfeksi HIV dan IMS f.

  Dokter mengatakan kita bahwa kita mempunyai gejala yang mengesankan adanya HIV/AIDS Jadi apabila kita berada diantara kondisi tersebut, baiknya segera melakukan tes HIV di tempat-tempat yang menyediakan pelayanan tersebut.

  Tes tidak dapat dilakukan secara sembarang, karena sebenarnya terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan tersebut menurut Ma’shum dan Catarina adalah: a.

  Konseling pra-test Dalam tahap ini akan dilakukan dialog atau tanya jawab dengan konselor yang mendampingi. Pembicaraan akan dimulai dengan alasan keinginan melakukan tes sampai membahas masalah HIV/AIDS. Konselor akan memberikan informasi lengkap. b.

  Keputusan tes.

  Konselor akan memberikan waktu yang cukup untuk memutuskan apakah akan dilakukan tes segera setelah konseling atau menunda dulu untuk jangka waktu tertentu.

  c.

  Menandatangani lembar persetujuan Jika telah diputuskan untuk melakukan tes, maka sebelum tes harus menandatangani lembar persetujuan sebagai tanda bahwa telah mengerti dan setuju melakukan tes.

  d.

  Pengambilan darah tes Bila tetap pada keputusan untuk tes, maka akan diambil contoh darah kita untuk keperluan tes di laboratorium.

  e.

  Konseling pasca-test Selambat-lambatnya tiga minggu setelah tes, maka klien diminta datang dan bertemu dengan konselor untuk mendapatkan hasil tes. Ada tiga kemungkinan hasil tes tersebut, yaitu; positif, negatif dan meragukan. Konselor akan memberikan penjelasan tentang hasil tes tersebut. Hasil tes ini akan dirahasiakan.

  f.

  Konseling tindak lanjut.

  Klien dapat (konseling terjadi karena membutuhkan, dengan kata lain konseling ini dapat tidak terjadi apabila konseli tidak membutuhkannya) meminta nasihat atau informasi lebih lanjut berkenaan dengan hasil tes tersebut. Jika hasil tes positif, misalnya maka konselor merujuk klien ke pusat pelayanan kesehatan yang memadai.

  Terdapat beberapa hal yang perlu untuk dilakukan apbila hasil tes HIV positif. Hal-hal tersebut menurut Ma’shum & Catarina antara lain: a.

  Berusaha sekuatnya untuk menerima hasil tes. Lebih penting lagi tidak kemudian menjadi putus asa. Tentu ini tidak mudah, dengan HIV positif yang ada dalam diri klien, klien harus sadar bahwa tidak ada bedanya antara Odha dengan orang lain untuk memenuhi hak-hak dasar, misalnya sekolah atau kuliah, bekerja, bekeluarga dan lain-lain.

  b.

  Menentukan orang dekat yang bisa dipercaya untuk tahu hasil tes HIV yang dilakukan agar klien mendapatkan dukungan.

  c.

  Mencari informasi yang seluas-luasnya tentang HIV/AIDS, mencari lembaga yang diharapkan dapat memberikan dukungan untuk klien.

  d.

  Hidup tidak berakhir dengan hasil tes HIV positif. Odha dapat tetap produktif dan bahkan bermanfaat bagi orang lain.

  Konseling HIV/AIDS juga diperlukan jika Odha ingin menikah, punya anak dan sebgainya. Konseling dalam keadaan khusus perlu dilakukan. Odha dan konselor dapat menginformasikan perkembangan terakhir dalam bidang tersebut sehingga Odha dapat mengambil keputusan terbaik untuk dirinya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis

  penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus mengupayakan penyelidikan terhadap individu atau suatu unit sosial secara mendlaam (Furchan, 1982).

  Penelitian diawali dengan adanya fakta di lapangan atau adanya suatu fenomena yang ditemukan oleh peneliti. Fakta yang ditemukan bahwa seseorang yang mengalami penyakit kronis atau yang sulit dan bahkan tidak dapat disembuhkan seperti HIV/AIDS, sangat rentan mengalami depresi, tidak punya harapan bahkan kehilangan makna hidupnya.

  Menurut Muhadjir (2000), studi kasus dilihat dari dimensi tertentu dapat disebut studi longitudinal, yang diperlawankan dengan studi cross

  sectional . Studi longitudinal berupaya mengobservasi objek dalam jangka waktu

  lama dan terus menerus, sedangkan studi cross sectional berupaya mempersigkat waktu observasi pada beberapa tahap atau tingkat perkembangan tertentu.

  Menurut Harlon dan Hunt (Muhadjir, 2000) studi kasus longitudinal terbagi dua yaitu retrospektif dan prospektif. Studi kasus retrospektif selalu mengarah kearah kuratif (penyembuhan), bukan hanya sekedar penelitian. Sedangkan studi kasus prospektif lebih kepada mencari kesimpulan yang dapat digunakan untuk perkiraan-perkiraan masa depan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini termasuk studi kasus prospektif karena subyek penelitian ini sudah menemukan makna hidup sebelum dilakukan wawancara, penelitian yang dilakukan hanya mencoba menganalisa dan mengambil kesimpulan yang berguna untuk membantu subyek dalam menentukan masa depannya.

  Berdasarkan fakta itu, peneliti mencoba menganalisa dengan teori tertentu. Teori yang dipilih dan digunakan oleh peneliti adalah teori kebermaknaan hidup yang dikemukakan oleh Victor Frankl. Dengan demikian penelitian yang dilakukan yang paling tepat adalah penelitian kualitatif, tujuannya adalah agar dapat diketahui sesuatu yang tersembunyi dibalik fakta dan mendapat penjelasan terperinci.

  Menurut Moleong (1989) penelitian kualitatif memiliki beberapa karakter antara lain:

  1. Latar Alamiah, maksudnya adalah latar penelitian tidak dibuat-buat tetapi berdasarkan kenyataan yang ada sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.

  2. Manusia sebagai alat (instrument) kunci, karena jika menggunakan alat yang bukan manusia serta terlebih dahulu disiapkan seperti halnya penelitian kuantitatif, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

3. Metode kualitatif, metode ini dipergunakan karena adanya beberapa

  ada kenyataan ganda; menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden; metode ini dapat memberikan pemahaman lebih tentang pola-pola nilai yang dihadapi, dalam hal ini makna perilaku responden.

  4. Analisis data secara induktif, maksudnya analisis data berdasarkan dari fakta-fakta yang ditemukan kemudian dikaji serta dilihat hubungan yang ada kemudian ditarik kesimpulan. Alasan menggunakan analisis data secara induktif antara lain: analisis induktif lebih banyak menemukan kenyataan ganda dari data yang dikumpulkan; hubungan peneliti dengan responden menjadi lebih eksplisit, dapat dikenal dan dapat diandalkan; dan dapat mempertajam hubungan-hubungan.

  5. Teori dari dasar (grounded theory), penelitian lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subtansif yang berasal dari data yang terkumpul, dengan kata lain dari fakta-fakta yang ada dilihat sehingga peneliti berusaha bersikap netral; teori-teori dari dasar dapat lebih responsif terhadap nilai-nilai kontektual.

B. Sumber data

  Sumber data dan informasi dalam penelitian ini adalah: 1. Responden sendiri 2.

  Teman responden di luar LSM Keluarga tidak dimasukkan, karena menurut responden yang pertama orang tuanya sangat tertutup dalam hal ini dan sangat hati-hati sekali, tidak mau orang lain tahu. Pada responden kedua, keluarga responden berada di luar kota sehingga tidak memungkinkan untuk diadakan wawancara.

C. Metode Pengumpulan Data

  Agar penulis semakin memahami gambaran diri responden, maka penulis menerapkan beberapa metode pengumpulan data sehingga diperoleh data dan informasi yang lengkap serta mendalam mengenai responden penelitian. Menurut Winkel dan Sri Hastuti, (2004) beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian antara lain:

1. Observasi.

  Observasi merupakan salah satu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis observasi non partisipasi, yaitu penulis hanya bertindak sebagai pengamat (tidak turut mengambil bagian dalam kegiatan responden) dan berusaha menciptakan hubungan yang erat dengan responden.

  Penulis juga berpedoman pada observasi tidak terstruktur, yaitu metode observasi yang bersifat terbuka dan fleksibel dimana penulis melihat kejadian secara langsung. Penulis memperhatikan dua hal, yaitu apa yang diobsevasi dan kapan dilakukan observasi. Penggunaan jenis dan pedoman observasi responden. Penulis mengupayakan informasi yang alami dan tanpa dibuat- buat. Penulis memilih mengamati responden secara diam-diam tanpa sepengetahuan responden.

  2. Wawancara Informasi Wawancara informasi merupakan alat pengumpulan data guna memperoleh data atau informasi dari responden atau individu secara lisan.

  Wawancara informasi digunakan sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang komprehensif dan mendalam mengenai responden penelitian.

  Pada penelitian ini, wawancara informasi dilakukan terhadap responden sendiri dan teman responden di LSM. Adapun materi dari wawancara informasi tersebut meliputi: Identitas umum responden, latar belakang secara kronologis riwayat kesehatan responden, perkembangan sosial responden dan status sosial responden sekarang ini, dan menggali berbagai informasi yang relevan dengan kasus responden.

  Melalui komunikasi langsung dalam wawancara langsung, penulis dapat memperoleh informasi yang faktual yang diperlukan, mengungkap sikap, pikiran, harapan serta perasaan responden dan mencari penyelesaian masalahnya.

D. Analisis (Langkah-langkah Studi Kasus)

  Untuk setiap cara pengumpulan data dalam studi kasus dapat dijelaskan prosedur-prosedurnya, seperti yang dikemukakan oleh Nisbeth dan Watt (Wilardjo, 1994): 1.