Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

PENYESUAIAN DIRI

TERHADAP HILANGNYA PASANGAN HIDUP

PADA LANSIA

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Carolina Retno Ekowati NIM : 019114063 NIRM : PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

  Karya ini penulis persembahkan untuk Ibu dan Bapak, adik-adik, juga untuk Mas Budi

Untuk Mbah Se, sampai karya ini selesai kau telah dipanggil Bapa ke surga…

Untuk Mbah Somo Putri yang menjadi inspirasi dan kekuatan...

  

Motto

TUHAN sudah dekat !

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,

  

Tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kepada ALLAH dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur.

Damai sejahtera Allah,

Yang melampaui segala akal,

akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

  

Filipi 4 : 6 – 7

  

ABSTRAK

Penyesuaian Diri Terhadap Hilangnya Pasangan Hidup Pada Lansia

Carolina Retno Ekowati

019114063

  

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penyesuaian diri terhadap

hilangnya pasangan hidup pada lansia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

permasalahan lansia menghadapi banyak perubahan dalam hidupnya, salah satunya

kehilangan pasangan hidup.

  Penelitian ini dilakukan di Bantul. Responden penelitian ini sebanyak 68

orang dengan rincian 32 subjek pria dan 36 subjek wanita. Pengambilan data

dilakukan dengan alat ukur skala penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan

hidup. Kesahihan item bergerak antara 0,377 sampai dengan 0,823. Uji reliabilitas

dengan teknik Alpha Cronbach menghasilkan koefisien reliabilitas skala sebesar

0,970.

  Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa secara umum subjek

penelitian ini memiliki penyesuaian diri yang positif terhadap hilangnya pasangan

hidup. Hal ini terlihat dari hasil mean empirik = 121,13 > mean teoritik = 100. Bila

dilihat dari tiap aspek penyesuaian diri menunjukkan aspek yang menonjol adalah

aspek penerimaan sosial dengan mean empirik 31,75. Hasil uji t menunjukkan bahwa

ada perbedaan yang signifikan penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan hidup

pada lansia antara lansia pria dan lansia wanita (t = 2,069, p = 0,042; p < 0,05).

Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan hidup pada lansia pria lebih tinggi

dibanding lansia wanita yang ditunjukkan dengan mean empirik pria > mean empirik

wanita = 126,13 > 117,03.

  

ABSTRACT

Self Adjustment Of The Elders About The Losing Of The Spouse

Carolina Retno Ekowati

019114063

  

Faculty of Psychology

Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research is aimed to describe the self adjustments of the elders due to

their lost of their spouse. The background of this study was the problem of the elders

to face many changes in their lives and one of them is to lose their spouse.

  This research was conducted at Bantul, including 68 subjects of respondent

that consist of 32 males and 36 females. The data that has been taken is measured by

the scale of self adjustment due to the lost of spouse. The validity items move from

0,377 to 0,823 of the scale. The reliability test that used Cronbach Alpha Technique

gives result 0,970 of reliability coefficient of the scale.

  Based on the data analysis we have general conclusion that the subjects of the

research have positive tendencies of self adjustments of losing their spouse. This is

shown from the result of empirical mean = 121,13 > theoretical mean = 100. The

most significant aspect is the social acceptance with empirical mean = 31,75,

examined from each aspect of self adjustment. The t-test result shows that there is a

clear difference of self adjustments due to the lost of the spouse between male and

female subjects with t = 2,069, p = 0,042 (p < 0,05). The self adjustments of male

subjects is higher than the female subjects, this is shown from the result of males

empirical mean > females empirical mean = 126, 13 > 117,03.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, terima

kasih karena berkah dan anugerah yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ini. Penulisan karya tulis ini diajukan untuk memenuhi

syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

  Karya tulis berbentuk skripsi ini mengambil topik tentang penyesuaian diri

terhadap hilangnya pasangan hidup pada lansia. Dalam penulisan tugas akhir ini,

penulis mendapat bimbingan, semangat, inspirasi, dan dukungan dari berbagai pihak.

  

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih.

  

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ingin sampaikan kepada :

  1. Bapak Edi Suhartanto, S. Psi, M. Si sebagai Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Silvia Carolina MYM, S. Psi, M, Si sebagai Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan begitu besar untuk penulis dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

  3. Ibu Dra. Lucia Pratidarmanstiti M.S yang telah dengan sabar menghadapi penulis, membantu dan membimbing tiada henti penulisan ini sampai akhir.

  

4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si dan Ibu ML. Anantasari, S. Psi., M. Si.,

sebagai tim penguji. Terima kasih bapak dan ibu.

  

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, atas bimbingan,

pelajaran “hidup” yang tak terlupakan untuk penulis. Bu Agnes, Pak Sis, Bu Nimas, Bu Tanti, semuanya saja......terima kasih.

  

6. Kedua orang tua, Bapak Ag. Sudaryadi dan Ibu LM. Siti Lumantari atas

segala cinta, perhatian, dukungan, kesabaran, dan doa yang tiada henti.

  

7. Kedua adikku L. Octa Dwi Prasetyo dan Y. Yesse Pungkar Heryadi. De’,

terima kasih banyak untuk tawa, canda, marah-marahan, terlebih atas pengertian kalian. Yesse, semangat kuliah yaaa....

  

8. Untuk nenek, kakek, eyang, bapak, dan ibu yang telah membantu penulis

dalam penelitian. Tanpa kalian semua ini tidak akan ada. Semoga Tuhan selalu memberkati.....

  

9. Untuk karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang dengan

sabar membantu penulis selama belajar dan penulisan Tugas Akhir. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gik, Mas Muji, dan Mas Doni.

  

10. Untuk teman-teman Psikologi USD, Rani (kamu pasti juga bisa....semangat

terus.....GBU), Mita, Dina, Devi, Tien, Diana, Juli (Thank’s Jul), James, Novi,

  terus de’), Jane, Mellisa, Melati, mbak Dini, Komeng dan masih banyak lagi, maaf kalau ada yang tidak disebut.....thank’s kawan!!!

  

11. Untuk keluarga besar Mbah Sewaya, mbah kakung putri di surga, Sr.

  Angelina CB, juru doaku paling setia.....sembah nuwun budhe.... Budhe Niek dan Pakdhe Wiek atas doa dan semangatnya, juga Inar-Inu dan Banu (thanks bro, abstraknya), keluarga Budhe Noek, Bulik Ipho dan Alm. Om Jar. D’ Erdha atas izin ngeprint setiap saat, thank’s banget.... Vita-Mas Wuri (kapan kalian nikah??). Sr. Alexia CB, Sr. Adolpin CB(eyang, semoga lekas sembuh n pulih lagi). Keluarga Wijaya Merauke, Om Eddy Bulik Martha dan Lady....terima kasih atas tawaran hijrahnya, tapi......ga deh kayaknya.

  

12. Untuk keluarga besar Mbah Somo, mbah kakung di surga, mbah putri (atas

inspirasi dan semangat hidupmu....), keluarga pakdhe Sudaryono, keluarga Bulik Tini, keluarga bulik Yanti, bulik Yam.

  

13. Untuk Rm. Willem Tee Daia, Pr. (terima kasih untuk segala bentuk

pencerahan, penguatan, dan doa), Rm. Ece muda-seorang sahabat jauh.

  

14. Untuk keluarga Mbah Parto, Ibu Warjiyati (selalu sehat ya bu…), Mbah Ro,

keluarga bulik War, Iik, Nunung, Maya, om Kartono, keluarga Om Karyono, terima kasih semangat dan dukungan kalian.

  16. Untuk AB 4663 BG, “pacar” yang dengan setia dan tidak pernah rewel mengantar kemanapun...

  17. Keluarga Shinta, Caca, dan Nana....yang dah jadi semangat lain dalam hidup Bulik Tiwuk.

  18. Untuk sahabat-sahabatku, Aan (sms inspiratifmu….), mbak Nuri, Simon, Ami, mas Yuni, Umi (juragan lombok), Om Wid, mbak Asih dan baby dalam rahimmu...... terima kasih, dukungan kalian luar biasa, terima kasih telah menjadi bagian hidupku....God bless u all....

  19. Untuk yang tercinta, mas Yustinus Budi Wiarso....terima kasih atas segala bentuk cinta, perhatian, doa yang tiada putus, semangat, kesabaran menunggu dan kesetiaan yang luar biasa....menjadi orang yang selalu ada..... terima kasih karena mau menjadi tumpahan segala bentuk emosi, tetes air mata, suka dan duka. Tunggu di Ciputat yaaa…. Terima kasih......nuwun ☺☺☺. Tuhan memberkati.

  Tak ada gading yang tak retak, pepatah ini menyadarkan penulis bahwa karya ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga berguna untuk para pembaca.

  Yogyakarta, September 2008

DAFTAR ISI

  halaman Halaman judul………………………………………………………………………….. i Halaman pengesahan dosen..…………………………………………………………... ii Halaman pengesahan dosen penguji…………………………………………………….iii Halaman persembahan…………………………………………………………………..iv Motto……………………………………………………………………………………v Abstrak………………………………………………………………………………….vi Abstact………………………………………………………………………………….vii Lembar pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah……………………………….. viii Kata pengantar…………………………………………………………………………. ix Surat pernyataan keaslian karya ilmiah………………………………………………... xii Daftar isi……………………………………………………………………………….. xiv Daftar tabel……………………………………………………………………………...xvii Daftar skema……………………………………………………………………………xviii Daftar lampiran………………………………………………………………………… xix

  BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang………………………………………………………………1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 8

C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………... 8

  A. Lansia………………………………………………………………………. 10

  D. Pertanyaan Penelitian………………………………………………………. 29

  F. Pertanggungjawaban Mutu………………………………………………….38

  E. Metode Pengambilan Data………………………………………………….36

  D. Subjek Penelitian…………………………………………………………... 35

  2. Variabel kontrol………………………………………………………... 34

  1. Variabel utama atau variabel pokok…………………………………….32

  

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………….. 31

A. Jenis Penelitian………………..……………………………………………. 31 B. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………………………….. 32 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian…………………………………... 32

  C. Penyesuaian Diri terhadap Hilangnya Pasangan Hidup pada Lansia……….24

  1. Pengertian lansia……………………………………………………….. 10

  4. Ciri-ciri penyesuaian diri yang baik……………………………………. 21

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri…………………... 18

  2. Aspek-aspek penyesuaian diri…………………………………………..17

  1. Pengertian penyesuaian diri……………………………………………..15

  B. Penyesuaian Diri Terhadap Hilangnya Pasangan Hidup…………………... 15

  3. Teori-teori penuaan…………………………………………………….. 13

  2. Tugas-tugas perkembangan lansia……………………………………... 13

  1. Validitas…………………………………………………………………38

G. Analisis Data……………………………………………………………….. 42

  

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………………46

A. Pelaksanaan Penelitian……………………………………………………... 46 B. Hasil Penelitian…………………………………………………………….. 47

  1. Deskripsi Subjek Penelitian……………………………………………. 47

  2. Deskripsi Data Penelitian secara Umum………………………………. 49

  3. Analisa Uji t Mean Empirik Pria dan Mean Empirik Wanita………….. 51

  4. Deskripsi Data Penelitian Ditinjau Dari Tiap Aspek…………………... 52

C. Pembahasan…………………………………………………………………53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………. 58 A. Kesimpulan………………………………………………………………….58 B. Kelemahan Penelitian……………………………………………………… 58 C. Saran……………………………………………………………………….. 59

  1. Bagi Subjek Penelitian…………………………………………………..59

  2. Bagi Keluarga……………………………………………………………59

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya yang Tertarik Pada Topik Penelitian Ini…… 60

Daftar pustaka………………………………………………………………………….. 61

  

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Blue print item sebelum uji coba Penyesuaian Diri terhadap Kehilangan Pasangan Hidup pada Lansia………………………………….38 Tabel 2. Blue print item setelah uji coba Penyesuaian Diri terhadap Kehilangan Pasangan Hidup pada Lansia……………………………………………41 Tabel 3. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Teoritik…………………………..44 Tabel 4. Deskripsi Data Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Subjek……………….47 Tabel 5. Deskipsi Data Subjek Penelitian Berdasarkan Lama ditinggalkan Pasangan Hidup…………………………………………………………………………………48 Tabel 6. Deskripsi Data Subjek Penelitian Berdasarkan Usia dan Lama Ditinggalkan Pasangan Hidup………………………………………………………………………48 Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian Secara Umum…………………………………....49 Tabel 8. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Teoritik……………….…………...49 Tabel 9. Uji t Mean Empirik dengan Mean Teoritik ………………………………...50 Tabel 10. Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik Pria dan Wanita………………….51 Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian Ditinjau Tiap Aspek …………………………...52

DAFTAR SKEMA

  halaman Skema 1. Proses Penyesuaian Diri Terhadap Hilangnya Pasangan Hidup Pada Lansia...30

DAFTAR LAMPIRAN

  halaman Lampiran 1. Skala uji coba………………………………………..…………… 64 Lampiran 2. Data uji coba dan Reliabilitas item total statistik………………… 70 Lampiran 3. Skala penelitian…………………………………………………... 94 Lampiran 4. Data penelitian dan Statistik deskriptif data penelitian, uji t with one sample, uji t with independent sample, deskripsi data penelitian ditinjau tiap aspek………………………………………………………………100 Lampiran 5. Surat ijin penelitian………………………………………………. 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mengalami proses perkembangan dalam kehidupannya, baik

  

secara fisik maupun psikologis. Perkembangan yang terjadi tersebut akan

membawa perubahan bahkan dapat menyebabkan munculnya masalah. Hal

tersebut sangat normal. Seiring dengan perubahan yang terjadi, maka seseorang

akan membentuk reaksi-reaksi tertentu untuk menghadapinya. Mekanisme

tersebut dinamakan penyesuaian diri. Penyesuaian diri merupakan proses yang

berkesinambungan berupa reaksi individu terhadap berbagai stress yang muncul

dalam kehidupan individu (Pettijohn, 1992: 282).

  Ada berbagai perubahan dalam kehidupan seseorang, mulai dari bayi yang

baru lahir sampai dengan orang pada tahap akhir kehidupan atau yang kita sebut

sebagai lansia, yang membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Seorang lansia

mengalami banyak perubahan, bahkan pada tahap ini dicirikan sebagai tahap

kemunduran karena pada tahap ini, seseorang mengalami kemunduran baik

kemunduran secara fisik maupun mental, sehingga hal tersebut membawa

permasalahan yang sulit dan unik bagi seseorang yang tidak siap menghadapinya.

Lansia dapat mengalami permasalahan psikologis (Hurlock, 1999: 380), seperti

  

kesepian karena kehilangan pasangan hidup dan teman sebaya. Berbagai

perubahan dan rasa kehilangan yang dialami oleh lansia membuat mereka harus

banyak melakukan penyesuaian diri. Lansia yang tidak siap menghadapi

permasalahan psikologis akan mengalami permasalahan-permasalahan baru

dalam kehidupannya bahkan dapat mempengaruhi keluarga dimana lansia berada.

Permasalahan lansia dan keluarga ini dapat menjadi permasalahan sosial baru

dalam masyarakat.

  Salah satu tugas perkembangan lansia adalah menyesuaikan diri terhadap

hilangnya pasangan hidup. Kehilangan pasangan hidup dapat disebabkan

perceraian atau karena kejadian kematian, akan tetapi pada lansia kehilangan

pasangan hidup lebih banyak disebabkan oleh kematian pasangan hidup (Hurlock,

1999: 425; Zimbardo, 1979: 218).

  Penyesuaian diri membutuhkan kemampuan yang baik. Penyesuaian diri

yang baik akan membawa dampak yang baik pula bagi seseorang yaitu

tercapainya kebahagiaan hidup, tetapi sebaliknya, apabila seseorang tidak dapat

menyesuaikan diri dengan baik maka akan mengalami masalah baru, misalnya

penyesuaian diri yang buruk karena ditinggalkan pasangan hidup pada lansia akan

menimbulkan masalah baginya dalam menjalin relasi sosial (Hurlock, 1999 :

408).

  Pengalaman akan kematian orang lain terutama orang terdekat atau

  

terhadap kematian baik ketakutan dirinya yang akan mati maupun ketakutan akan

kematian orang lain. Oleh karena itu, kematian pasangan hidup merupakan

peristiwa yang paling sulit untuk dihadapi sehingga sulit juga untuk melakukan

penyesuaian diri (Holmes and Rahe dalam Calhoun and Acocella, 1996: 14).

  

Kematian pasangan hidup menempati urutan teratas penyebab stress dalam

kehidupan karena adanya perasaan kehilangan terhadap orang yang dicintai yang

telah hidup bersama selama bertahun-tahun (Santrock, 1995: 271).

  Kehilangan pasangan hidup membuat lansia merasa kesepian dan sedih,

bahkan tidak jarang mengalami stress dan depresi dalam kehidupannya. Depresi

merupakan suatu gangguan suasana hati di mana individu merasa tidak bahagia,

kehilangan semangat, merasa terhina, dan bosan. Depresi membawa dampak yang

buruk bagi individu yang mengalaminya karena individu tidak hanya mengalami

kesedihan, tetapi individu juga dapat memiliki kecenderungan melakukan bunuh

diri. Faktor resiko dari bunuh diri diantaranya adalah laki-laki (being male) yang

kehilangan pasangan hidup (Santrock, 1995: 230). Rasa kesepian akibat

hilangnya pasangan hidup merupakan masalah utama yang dihadapi oleh lansia

(Treas dalam Zimbardo, 1979: 218) hal ini sejalan dengan penelitian

Listyaningsih (1999: 38) terhadap 300 orang lansia yang tinggal di Kecamatan

Kraton, Pakualaman, dan Umbulharjo menunjukkan bahwa kesepian timbul

akibat kehilangan berbagai aspek kehidupan, kehilangan teman akrab, kehilangan tersembunyi dalam pikiran dan hati para lansia, tetapi yang paling utama adalah kehilangan suami atau istri karena meninggal.

  Kenyataan yang dihadapi oleh seseorang yang pasangan hidupnya sudah meninggal adalah bahwa ia harus melanjutkan hidupnya tanpa pasangannya lagi.

  Beberapa orang memilih untuk menikah lagi setelah kehilangan pasangan hidup,

tetapi lansia banyak yang memilih untuk menduda atau menjanda di sisa

hidupnya. Lansia lebih banyak menggunakan waktu untuk melakukan kegiatan

sosial, mendekatkan diri pada Tuhan, dan menjalin relasi sosial (Prawitasari,

1994: 32). Salah satu bentuk adanya kemampuan menjalin relasi sosial yang baik adalah persahabatan. Persahabatan dapat menjadi sistem pendukung yang penting

ketika seseorang mengalami peristiwa kehidupan termasuk salah satunya

kematian pasangan hidup (Santrock, 1995: 246), karena melalui persahabatan

yang terjalin, maka lansia akan mendapatkan dukungan sosial yang dibutuhkan dalam melakukan penyesuaian diri.

  Lingkungan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang akan

menyesuaikan diri. Apabila lingkungan tempat tinggal mendukung, maka

kemungkinan besar seseorang yang tinggal di dalamnya dapat menyesuaikan diri dengan baik pula. Penyesuaian diri akan terwujud dalam perilaku individu yang

mampu menerima diri sendiri, memiliki hubungan positif dengan orang lain,

mandiri, dapat menguasai lingkungan, memiliki tujuan hidup dan masih mampu

  

Banyak lansia yang tinggal bersama keluarga, meskipun ada juga dari lansia yang

memilih tinggal di rumah sendiri karena merasa sayang dengan rumahnya dan

tidak mau merepotkan anak-anaknya. Hal tersebut kadang membawa dampak

lain, yaitu lansia merasa kesepian karena tinggal sendiri dan menghadapi masalah

dalam menjalani hidup mereka selanjutnya sendirian, dan dapat pula terjadi,

mereka mudah sakit karena kesepian. Lansia yang tinggal dalam keluarga

biasanya tinggal bersama anaknya (ikut anak) sehingga ada yang memperhatikan

dan lebih mungkin terkontrol kesehatannya dibanding dengan lansia yang tinggal

sendiri.

  Penyesuaian diri karena kehilangan pasangan pada lansia perlu cara yang

berbeda antara pria dan wanita. Para ahli berpendapat bahwa cara pria dan wanita

mengatasi pengalaman yang menyebabkan stress amat dipengaruhi oleh proses

belajar sejak kecil (Sebatu, 1994: 28). Pria akan mengalami masalah karena

adanya perasaan kesepian, sedangkan wanita bermasalah karena berkurangnya

pendapatan.

  Pria merasa kesepian seiring dengan menyusutnya kegiatan dan merasa

tidak siap untuk hidup sendiri serta mengatur hidupnya, yang biasanya dilakukan

dengan istri. Pria juga menjalani penyesuaian diri dengan masa pensiun. Pria yang

biasa bekerja, kemudian kehilangan kegiatan akan membuatnya menganggur.

  

Apabila tidak memiliki kegiatan yang menyenangkan maka akan merasa

  

keluarga anaknya atau kerabat dekat lainnya. Hal ini disebabkan karena pria

merasa kemerdekaannya telah dirampas. Pria menganggap kehidupan sebagai

suatu peristiwa yang otonom dan ingin menguasai dunia (Kartono, 1980: 142).

Pria lebih dapat menyesuaikan diri dalam hal keuangan atau segala sesuatu

menyangkut ekonomi dibanding dengan wanita karena pria sudah terbiasa bekerja

dan mendapatkan penghasilan sendiri atau karena memiliki pensiun.

  Wanita mengalami masalah ketika tidak lagi memiliki pasangan hidup,

karena wanita akan mengalami berkurangnya pendapatan. Wanita, terlebih dalam

budaya Timur, banyak bergantung pada penghasilan suami sehingga akan

mengalami masalah dalam hal ekonomi ketika sudah tidak memiliki suami

(Hurlock, 1999: 425 ; Santrock, 1995: 229). Wanita lebih dapat menyesuaikan

diri dengan keluarga anaknya apabila harus tinggal bersama. Hal ini disebabkan

karena wanita pada umumnya memiliki sifat keibuan yang lebih tinggi (Kartono,

1980: 143). Wanita mencurahkan hidupnya untuk keluarganya karena keluarga

merupakan sumber kepuasan dan harga diri (Calhoun and Acocella, 1996: 439).

Wanita dinilai lebih luwes dalam menyelesaikan soal karena lebih fleksibel.

Wanita cenderung tidak diam pada suatu posisi akan tetapi dengan rela mau

mengubah sesuatu jika dirasakan kurang bijaksana. Wanita sering hidup dalam

sikap responsif, mau mendengar dan mengerti perasaan orang lain, selain itu

wanita dinilai memiliki kemampuan mengatasi situasi dan berfirasat tinggi (Moris

  

mana wanita boleh memiliki keterbatasan sehingga mudah mendapatkan bantuan

dari orang lain, sementara untuk pria hal tersebut tidak diperbolehkan. Pria

dituntut untuk tidak bergantung pada orang lain, dan harus bergantung pada

kompetensinya sendiri. Masyarakat patriarkhat menuntut pria tidak boleh

mengeluh dalam kesulitan, apabila pria mengeluh dan mencari bantuan pada

wanita maka dianggap sebagai tindakan yang memalukan.

  Faktor lain yang dapat menentukan kemampuan untuk menyesuaikan diri

terhadap hilangnya pasangan selain lingkungan tempat tinggal adalah lamanya

waktu telah ditinggalkan. Semakin lama waktu sudah ditinggalkan, harapan

penyesuaian diri yang dilakukan juga semakin baik, karena seiring dengan

berjalannya waktu, seseorang akan dapat menerima kematian pasangan hidup dan

kemudian dapat menyesuaikan diri dengan keadaannya yang baru, yaitu hidup

tanpa pasangan hidup lagi atau menjanda (Averill dalam Santrock, 1995: 272).

Setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk dapat menyesuaikan

diri. Di Jawa, terdapat tradisi seseorang yang sudah meninggal akan diperingati

sampai seribu hari meninggalnya dengan upacara-upacara tertentu. Rentang

waktu kurang lebih tiga tahun tersebut merupakan proses untuk dapat menerima

dan menyesuaikan diri, karena selama tiga tahun itu kemungkinan untuk masih

mengingat-ingat seseorang yang sudah meninggal akan lebih sering dilakukan.

  Melihat berbagai masalah yang dapat terjadi pada lansia ketika pasangan

  B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimanakah penyesuaian diri lansia terhadap kematian pasangan hidup?

  2. Apakah terdapat perbedaan penyesuaian diri terhadap kematian pasangan hidup pada lansia pria dan lansia wanita ? C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang penyesuaian diri

terhadap kematian pasangan hidup pada lansia dan mengetahui apakah terdapat

perbedaan dalam hal menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan hidup pada

lansia pria dan lansia wanita.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoretis Secara teoretis, penelitian ini dapat menambah khasanah wawasan ilmu pengetahuan dan mendukung kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

  Psikologi Perkembangan tentang lansia.

  2. Manfaat praktis

a. Bagi subjek

  

mempengaruhi penyesuaian diri sehingga mereka dapat menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari dan menemukan solusi yang tepat bagi

masalah yang mereka hadapi.

b. Bagi keluarga

  Bagi keluarga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan berupa aspek-aspek yang mendukung penyesuaian diri yang

baik kepada anggota keluarga yang memiliki lansia yang sudah tidak

memiliki pasangan, sehingga dapat membantu lansia dalam menyesuaikan

diri terhadap hilangnya pasangan hidup dengan baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lansia A.

1. Pengertian Lansia

  Lansia merupakan tahap terakhir dalam kehidupan seseorang sebelum meninggal. Hurlock (1999: 380) membagi rentang kehidupan terakhir ini dalam dua tahap. Pertama, usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun. Kedua, usia lanjut yang berkisar antara usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan seseorang. Tahap akhir dari rentang kehidupan seseorang ini biasanya berupa periode di mana seseorang merasa “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. James N. Lapsley (dalam Widjojo, 2000: 152) mengatakan, di Amerika Serikat orang yang disebut lansia adalah orang yang berumur antara 65 sampai dengan 70 tahun.

  Sedangkan menurut Gary R. Collins (dalam Widjojo, 2000: 152), lansia berkisar antara 60 sampai dengan 65 tahun.

  Ahli psikologi perkembangan (dalam Santrock, 1995: 193) membagi periode lansia dalam tiga bagian atau sub periode, yaitu:

a. The young old or old age

  dihadapkan pada masalah berkurangnya peran, aktivitas, teman, dan penghasilan sebagai konsekuensi masa pensiun yang juga baru dimasukinya. Lansia pada usia ini juga mengalami kondisi yang mulai menurun tetapi masih memiliki kekuatan untuk beraktivitas.

  b. The old old or late old age (75 years and older) Lansia pada usia ini mengalami penurunan kondisi fisik secara nyata mulai dari tidak berfungsi dengan baik organ-organ tubuhnya sampai munculnya penyakit-penyakit. Produktivitas mengalami penurunan karena daya tahan kerja juga menurun, kecepatan dan ketepatan gerak pun menurun.

  c. The oldest old (85 years and older) Lansia pada usia ini semakin mengalami keterbatasan fisik yang berat, ketergantungan pada orang lain pun juga semakin besar.

  Para ahli perkembangan menyatakan, penting membuat pembagian ini

agar lebih nyata ketika akan membedakan antara the oldest old (85 years and

older) dengan the young old (Santrock, 1997: 194), selain itu juga terdapat

heterogenitas pada setiap periode atau sub periode perkembangan.

  Erikson membagi rentang kehidupan dalam 8 tahap perkembangan

psikososial. Tahap yang terakhir dalam dalam pembagiannya adalah integrity

versus despair yaitu tahap yang dialami pada usia tua atau lansia. Tahap

  

ancaman. Integritas dicapai setelah berhasil menyesuaikan diri dengan

peristiwa hidup dan melakukan refleksi serta evaluasi atas peristiwa hidup

tersebut (Hall dalam Supratiknya, 1993: 154). Lawan integritas adalah

keputusasaan tertentu menghadapi perubahan siklus kehidupan. Keputusasaan

terjadi karena terdapat ketakutan akan kematian dan diperburuk dengan

adanya perasaan bahwa kehidupan ini tidak berarti. Lansia yang terintegrasi

akan mencapai kebahagiaan.

  Peck (dalam Santrock, 1995: 250) mengolah kembali tahapan akhir

Erikson dan membaginya dalam 3 tugas perkembangan yang dihadapi pria

dan wanita saat mereka tua. Pertama, diferensiasi versus kesibukan terhadap

peran (differentiation versus role preoccupation) merupakan tugas

perkembangan di mana lansia harus mendefinisikan nilai dirinya dalam istilah

yang berbeda dari peran-peran kerja. Pada tahap sebelumnya, lansia

menghabiskan waktu dengan bekerja dan anak-anaknya oleh karena itu untuk

mengganti kegiatannya yang hilang itu maka lansia membutuhkan

serangkaian aktivitas yang bernilai. Kedua, kekuatiran pada tubuh versus

kesibukan dengan tubuh (body trancendence versus body preoccupation)

merupakan tugas perkembangan dari Peck di mana lansia harus mengatasi

penurunan kesehatan fisik termasuk penyakit baru yang muncul. Ketiga,

melampaui ego versus kesibukan dengan ego (ego trancendence versus ego tentram dan bahagia karena telah memberi sumbangan untuk masa depan melalui pekerjaan dan pengasuhan anak yang sudah dilakukan.

2. Tugas Perkembangan Lansia

  Havighurst (dalam Hurlock, 1996: 10) menyebutkan tugas-tugas perkembangan usia lanjut adalah sebagai berikut : a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

  b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya pendapatan (income) keluarga.

  c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

  d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.

  e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan, dan menyesuaikan diri dengan peran social secara luwes.

3. Teori-Teori Penuaan

  Teori-teori mengenai penuaan banyak disampaikan oleh ahli perkembangan, diantaranya adalah mengenai teori-teori sosial mengenai penuaan (dalam Santrock, 1995: 239).

  a. Teori aktivitas (activity theory) Teori ini mengemukakan bahwa semakin lansia melakukan banyak aktivitas dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan, maka semakin harus terus meneruskan peran-peran dan tugas perkembangan selanjutnya dan memelihara hubungan sosial yang baik.

b. Teori rekonstruksi gangguan sosial (social breakdown-reconstruction

  theory) Penuaan dikembangkan melalui fungsi psikologis yang negatif yang dibawa oleh pendangan negatif tentang dunia sosial dari orang- orang lansia dan tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi sosial terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari orang-orang lansia dan menyediakan sistem yang mendukung para lansia. Menurut teori ini, gangguan sosial dimulai dari pandangan dunia sosial yang negatif mengakibatkan identifikasi dan pemberian label untuk seseorang sebagai individu yang tidak mampu. Rekonstruksi sosial dapat mengembalikan gangguan sosial. Teori aktivitas dan teori rekonstruksi gangguan sosial menunjukkan

kapasitas dan kompetensi lansia jauh lebih tinggi daripada pengakuan

masyarakat masa lampau.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan yang

dimaksud lansia adalah seseorang yang berumur 60 sampai akhir kehidupan

seseorang atau meninggalnya seseorang di mana pada rentang usia ini

seseorang mengalami kemunduran baik secara fisik maupun mental sehingga berbagai kemunduran yang ia alami ditandai dengan adanya aktivitas yang kontinyu.