TINGKAT PENGETAHUAN GURU DAN ORANG TUA T (1)

TINGKAT PENGETAHUAN GURU DAN ORANG TUA TERHADAP KEKERASAN ANAK DI SEKOLAH

(Studi Pada Sekolah Dasar di Kelurahan Dinoyo)

Disusun dalam Rangka Mengikuti Kegiatan Penelitian Kuantitatif Research Study Club

Disusun Oleh : Kelompok 14 – Klungklung

Mohammad Khoirur Roziqin 155030200111089 Putri Fiona Sari

155030701111004 Irfanudin

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN DIKLAT RSC 2015

1. Judul Penelitian : Tingkat Pengetahuan Guru dan Orang Tua

Terhadap Kekerasan Anak

2. Nama Kelompok

: Kelompok 14 - Klungkung

3. Ketua Kelompok

a. Nama Lengkap

: Mohammad Khoirur Roziqin

b. NIM

c. Jurusan

: Ilmu Administrasi Bisnis

d. Alamat

: Jl. Kedawung Malang

e. No. Telp/Fax/HP :

4. Anggota Kelompok Peneliti

1) Putri Fiona Sari

Malang, 21 November 2015

Ketua RSC Ketua Kelompok

Wahyu Satrio Aulia Mohammad Khoirur Roziqin

NIM. NIM. 155030200111089

RINGKASAN Tingkat Pengetahuan Guru dan Orang Tua Terhadap Kekerasan Anak di

Sekolah (Studi Pada Sekolah Dasar di Kelurahan Dinoyo)

Oleh: Mohammad Khoirur Roziqin, Irfanudin, dan Putri Fiona Sari.

Secara umum kekerasan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang dapat mengakibatkan gangguan fisik maupun mental. Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Rahmayanti, 2004). Yang dimaksud anak disini adalah individu yang usianya belum mencapai 18 tahun. Dengan demikian, kekerasan terhadap anak merupakan peristiwa perlakuan fisik, mental atau seksual terhadap anak yang belum mencapai usia 18 tahun yang pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana tingkat pengetahuan guru dan orang tua terhadap kekerasan anak sekolah dasar di lingkungan sekolah di Kelurahan Dinoyo?. Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana tingkat pengetahuan guru dan orang tua terhadap kekerasan anak di sekolah (studi pada sekolah dasar di kelurahan dinoyo).

Berdasarkan pendekatannya penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Data yang dihitung adalah dari jawaban rata-rata tertimbang dari 8 unsur-unsur bentuk-bentuk kekerasan anak (X1), pengetahuan tentang peraturan kekerasan anak

(X2), contoh kekerasan anak (X3), peraturan tentang kekerasan anak (X4), ciri-ciri anak yang mengalami kekerasan (X5), perbedaan kekerasan anak dengan mendidik keras (X6), hubungan keharmonisan keluarga dengan kekerasan anak (X7), faktor penyebab kekerasan anak (X8).

Lokasi penelitian yang dipilih adalah di lingkungan sekolah dasar dengan sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Berdasarkan hasil pengolahan data pengukuran tingkat pengetahuan guru dan orang tua secara keseluruhan menunjukkan hal yang positif dan dikategorikan dalam kondisi yang baik. Tingkat pengetahuan guru dan orang tua terhadap kekerasan anak sekolah dasar di lingkungan sekolah di Kelurahan Dinoyo adalah baik atau bisa dibilang guru dan orang tua mayoritas sudah mengetahui tentang kekerasan anak sekolah dasar di lingkungan sekolah.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik serta saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan laporan penelitian ini dan demi perbaikan hasil penelitian nantinya.

Penelitian ini berjudu l “Tingkat Pengetahuan Guru dan Orang Tua Terhadap Kekerasan Anak di Sekolah (Studi Pada Sekolah Dasar di Kelurahan Dinoyo)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru dan orang tua terhadap kekerasan anak di sekolah di kelurahan Dinoyo.

Sejak awal sampai dengan akhir penelitian ini, tidak sedikit bantuan yang kami terimadan karenanya dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Aziz Arif Anggara sebagai kakak pendamping yang telah memberikan banyak bantuan, saran, masukan, dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan laporan penelitian ini.

2. Rekan-rekan kelompok 14 - Klungkung yang telah merelakan waktunya untuk berjuang bersama, membantu menyelesaikan laporan penelitian ini.

3. Rekan-rekan Research Study Club (RSC) FIA UB yang telah memberikan motivasi dan semangat bagi kami untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. Pihak-pihak yang membantu dalam setiap proses penelitian ini.

Malang, 20 November 2015

Tim Peneliti

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ..................................................................................... 44 Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup .................................................................. 45

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik serta saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan laporan penelitian ini dan demi perbaikan hasil penelitian nantinya.

Penelitian i ni berjudul “Tingkat Pengetahuan Guru dan Orang Tua Terhadap Kekerasan Anak di Sekolah (Studi Pada Sekolah Dasar di Kelurahan Dinoyo)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru dan orang tua terhadap kekerasan anak di sekolah di kelurahan Dinoyo.

Sejak awal sampai dengan akhir penelitian ini, tidak sedikit bantuan yang kami terimadan karenanya dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Aziz Arif Anggara sebagai kakak pendamping yang telah memberikan banyak bantuan, saran, masukan, dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan laporan penelitian ini.

2. Rekan-rekan kelompok Klungkung yang telah merelakan waktunya untuk berjuang bersama membantu menyelesaikan laporan penelitian ini.

3. Rekan-rekan Research Study Club (RSC) FIA UB yang telah memberikan motivasi dan semangat bagi kami untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. Pihak-pihak yang membantu dalam setiap proses penelitian ini.

Malang, 20 November 2015

Tim Peneliti

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak merupakan makhluk yang membutuhkan perhatian, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak juga merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Namun saat ini, masih banyak sekali kekerasan yang dilakukan terhadap anak di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah.

Secara umum kekerasan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang dapat mengakibatkan gangguan fisik maupun mental. Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Rahmayanti, 2004). Anak disini adalah individu yang usianya belum mencapai 18 tahun. Dengan demikian, kekerasan terhadap anak merupakan peristiwa perlakuan fisik, mental atau seksual terhadap anak yang belum mencapai usia 18 tahun yang pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

Pemerintah mengecam terhadap segala tindakan kekerasan terhadap anak. Hukuman berat akan diberikan kepada siapapun pelaku kekerasan anak. Seperti bunyi pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.

(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Dalam hal anak sebagaimana (1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Dalam hal anak sebagaimana

Saat ini banyak terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah dasar. Beberapa korban kekerasan pun beberapa ada yang sampai mengalami gangguan fisik, gangguan mental, bahkan ada juga yang sampai berujung kematian. Baru-baru ini telah terjadi kekerasan anak di SDN 07 Kebayoran Lama Utara hingga menewaskan salah satu siswa kelas 2 ( tribunnews.com, 2015). Kejadian ini membuat para orang tua khawatir akan terjadi pula terhadap anaknya yang sedang belajar di sekolah dasar.

Dinoyo adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan terpadat di kecamatan Lowokwaru. Di kelurahan Dinoyo terdapat 6 sekolah dasar, antara lain: SDN Dinoyo 1, SDN Dinoyo 2, SDN Dinoyo 3, SDN Dinoyo 4, SDI Wahid Hasyim, dan SD Aisyiah. SDN Dinoyo 1 merupakan yang memiliki jumlah guru terbanyak dibanding sekolah dasar yang lain dengan jumlah 12 orang guru. (Sumber: Malang dalam angka 2007). Dengan padatnya kelurahan Dinoyo menjadikan kelurahan ini sangat rawan sekali terjadi kekerasan anak.

Dari beberapa uraian masalah kekerasan anak di atas, maka penulis menarik sebuah judul “Tingkat Pengetahuan Guru dan Orang Tua Terhadap Kekerasan Anak Sekolah Dasar di Lingkungan Sekolah di Kelurahan Dinoyo”. Adapun fokus penelitian ini pada lingkungan Sekolah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang diambil penelitia adalah Bagaimana guru dan orang tua terhadap kekerasan anak sekolah dasar di lingkungan sekolah di Kelurahan Dinoyo?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui tingkat antisipasi guru dan orang tua terhadap kekerasan anak sekolah dasar di lingkungan sekolah di Kelurahan Dinoyo.

1.4. Manfaat Penelitian

2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah.

3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pengetahuan bagi masyarakat agar memberikan perhatian yang lebih kepada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti

Judul Penelitian

Hasil penelitian

1 Aristina Halawa

Hubungan

1. Berdasarkan hasil

Pengetahuan

penelitian yang telah

KeluargaTentang

dilakukan bahwa tingkat

Kekerasanpada Anak

pengetahuan keluarga

Tindakan

Perilaku

tentang perilaku

Kekerasanpada Anak

kekerasan sebagian besar adalah

baik yaitu sebanyak 11 responden (55%) .

2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

didapatkan bahwa seluruh responden tidak

ada yang melakukan

perilaku kekerasan pada anak, yaitu

20 responden (100%).

sebanyak

3. Berdasarakan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan

keluarga keluarga

2 Titis Setiani

antara 1. Guru cukup memiliki 2013

Hubungan

Tingkat Pengetahuan

pengetahuan terhadap

dan

Sikap Guru

tindakan bulliying.

Taman

Kanak- 2. Guru memiliki sikap

KanakDengan

intoleransi terhadap Tindakan Bulliying tindakan bulliying.

3. Agar guru hendaknya membuat

program intersevensi

supaya tindakan bulliying tidak terjadi.

Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap bulliying di TK,

termasuk untuk mengkaji faktor-faktor yang lebih komprehensif yang berkontribusi terhadap sikap guru terhadap bulliyimg.

Bagi anak, diharapkan tidak melakukan

tindakan

bulliying

serta mampu menciptakan suasana aman dan nyaman di lingkungan sekolah.

3 Bibit Darmalina

School 1. Guru belum mengetahui 2014

Perilaku

Bulliying di SDN

seacara detail mengenai

Grindang,

school bulliying. Guru

Hargomulyo, Kokap,

sekedar mengetahui apa

Kulon

Progo,

yang dimaksud dengan

Yogyakarta

kekerasan atau kenakalan secara umum. Guru berpendapat

perilaku kenakalan atau kekerasan yang terjadi masih dalam tahap kewajaran. Namun pada kenyataannya, di SDN Grindang terlah terjadi school bulliying.

2. Prilaku yang ditunjukkan korban adalah diam, ketakutan dan menangis. Sedangkan

pelaku menunjukkan

sikap senang. pelaku merasa senang

melakukan aksinya karena selalu melakukan hal yang melakukan aksinya karena selalu melakukan hal yang

penonton adalah diam, membela korban atau membela pelaku

3. Bentuk school bulliying yang terjadi terbagi dua. Kekerasan fisik atau non fisik (verbal, non verbal langsung

dan tak langsung) kekerasan fisik berupa, memukul dengan gagang sapu, memukul dengan

tangan dan mendorong. Kekerasan nonfisik verbal, yaitu mengancam, memaksa, menyoraki,meledek. Kekerasan non verbal langsung,

yaitu membentak, memaksa, memarahi, memerintah, dan

menunjuk-nunjuk dengan

tangan. Kekerasan

non-verbal tidak langsung yaitu pengucilan.

2.2. Teori Tingkat Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005:50).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010;12).

2. Proses Perilaku “TAHU”

Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Dewi & Wawan, 2010, p.15). Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi.

d. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pada penelitian selanjutnya Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoadmojo (2003), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung langgeng (ling lasting) . Namun sebaliknya jika perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosial budaya.

3. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo, 2003 dalam Wawan & Dewi,2010,p,12-14 mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu ( Know ) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami ( Comprehention ) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi ( Application ) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis ( Analysis ) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis ( Synthesis ) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi ( Evaluation ) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3. Pengertian Kekerasan

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiplefractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah CaffeySyndrome (Ranuh, 1999).

Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis atau fisik (O’Barnett et al., dalam Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach,dkk dalam Matlin, 2008).

1. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak

Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse , menyebut ada empat macam abuse , yaitu emotional abuse,verbal abuse, physical abuse , dan sexual abuse ).

a. Kekerasan secara Fisik ( physical abuse) Physical abuse , terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan a. Kekerasan secara Fisik ( physical abuse) Physical abuse , terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan

b. Kekerasan Emosional ( emotional abuse) Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terusmenerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.

c. Kekerasan secara Verbal ( verbal abuse) Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse , menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.

d. Kekerasan Seksual ( sexual abuse) Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual ( sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku (Tower, 2002), terdiri dari:

1. Familial Abuse Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti 1. Familial Abuse Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti

Mayer (dalam Tower, 2002) menyebutkan kategori incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak. Kategori pertama, sexual molestation (penganiayaan). Hal ini meliputi interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism, dan voyeurism, semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual. Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling fatal disebut forcible rape (perkosaan secara paksa), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi sulit bagi korban. Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat trauma tergantung pada tipe dari kekerasan seksual, korban dan survivor mengalami hal yang sangat berbeda. Survivor yang mengalami perkosaan mungkin mengalami hal yang berbeda dibanding korban yang diperkosa secara paksa.

2. Extrafamilial Abuse Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile , yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan ”menyukai anak-anak” (deYong dalam Tower, 2002). Pedetrasy merupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki (Struve & Rush dalam Tower, 2002).

Pornografi anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide, majalah, dan buku (O’Brien, Trivelpiece, Pecora et al., dalam Tower, 2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual Kemungkinan pelaku Pornografi anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide, majalah, dan buku (O’Brien, Trivelpiece, Pecora et al., dalam Tower, 2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual Kemungkinan pelaku

a. Nudity (dilakukan oleh orang dewasa).

b. Disrobing (orang dewasa membuka pakaian di depan anak).

c. Genital exposure (dilakukan oleh orang dewasa).

d. Observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang air).

e. Mencium anak yang memakai pakaian dalam.

f. Fondling (meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong).

g. Masturbasi

h. Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri).

i. Cunnilingus (stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku). j. Digital penetration (pada anus atau rectum). k. Penile penetration (pada vagina). l. Digital penetration (pada vagina).

m. Penile penetration (pada anus atau rectum).

n. Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya, paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002).

Menurut Suharto (1997) mengelompokkan kekerasan pada anak menjadi:

a. Kekerasan Anak Secara Fisik Kekerasan secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong.

Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga.

b. Kekerasan Anak Secara Psikis Kekerasan secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.

c. Kekerasan Anak Secara Seksual Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism ), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa ( incest , perkosaan, eksploitasi seksual).

d. Kekerasan Anak Secara Sosial Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.

Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tanggamelebihi batas kemampuannya.

2. Faktor-fakor Penyebab Kekerasan terhadap Anak

Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak ( child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:

a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)

Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi ( transmitted ) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak- anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya. Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang memperlakukan kekerasan kepada anak- anaknya.

Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasanmungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.

b. Stres Sosial (social stress) Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment ), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled perso n) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan.

Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.

c. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.

d. Struktur Keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkatkekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

3. Efek Kekerasan Seksual

Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis. Beitch-man et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:

1. Betrayal (penghianatan) Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.

2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual) Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor (dalam Tower, 2002) mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.

3. Powerlessness (merasa tidak berdaya) Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korbanlain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere dalam Tower, 2002).

4. Stigmatization Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower, 2002).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan pendekatannya penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Sugiyono (2008:13) menjelaskan metode kuantitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

sampel tertentu, teknik pegambilan sampel pada umumnya di lakukan secara random ,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah di tetapkan.

Menurut Sugiyono (2012:147) menyatakan bahwa “Metode Analisis Deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalis asi”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana tingkat pengetahuan guru dan orang tua terhadap kekerasan anakdi sekolah (studi pada sekolah dasar di kelurahan dinoyo).

3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kota Malang, tepat di seluruh SD di Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian tersebut dikarenakan tingkat pengetahuan guru dan orang tua yang kurang mengetahui tentang kekerasan anak di sekolah di Kelurahan Dinoyo Kecamatan Lowokwaru yang memiliki jumlah siswa Sekolah Dasar terbanyak di Kota Malang Berdasarkan pertimbangan tersebut pemilihan Sekolah Dasar yang ada di Kelurahan Dinoyo dianggap tepat sebagai lokasi penelitian.

3.3. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel

Item Pengetahuan

Teori Konsep

bentuk-bentuk kekerasan anak

• Mengetahui bahwa terdapat

peraturan yang mengatur tentang kekerasan anak

Memahami

• Mampu menyebutkan

contoh kekerasan anak

• Mampu menjelaskan

peraturan yang mengatur tentang kekerasan anak

Aplikasi

• Mampu menjelaskan ciri-

ciri anak yang mengalami kekerasan

Analisis

• Mampu membedakan

antara tindakan kekerasan anak dengan cara mendidik yang antara tindakan kekerasan anak dengan cara mendidik yang

Sintesis

• Mampu menjelaskan hubungan keharmonisan keluarga dengan kekerasan anak

Evaluasi

• Mampu menjelaskan

faktor penyebab terjadinya kekerasan anak

Skala pengukuran ini menggunakan Skala Guttman. Menurut Siregar (2013:55) Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat tegas (jelas) dan konsisten. Alternatif jawaban pada jenis skala ini hanya terdiri dari dua alternatif.

Dengan skala Guttman maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijabarkan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Guttmen mempunyai gradasi antara lain :

a. Ya

b. Tidak

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti yang berasal langsung dari objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada sumber data primer yang telah ditentukan yaitu guru dan orang tua siswa SD di Kelurahan Dinoyo.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari artikel, hasil penelitian, serta data internet sbagai landasan penelitian.

2. Metode Pengumpulan Data

Menurut (Sugiyono 2011:37) bahwa pengumpulan data dapat melalui wawancara, kuesioner, dan observasi. Namun dalam penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dan observasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono 2011:142). Kuesoner dapat berupa pertanyaan tertutup dam pertanyaan terbuka.

Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian. Instrument yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1. Kuesioner yaitu berupa daftar pertanyaan secara tertulis yang disusun secara terstruktual kepada responden untuk diisi berkenaan dengan informasi yang diinginkan, yang nantinya digunakan sebagai data yang akan diolah.

2. Alat tulis, catatan dan dokumentasi dipergunakan oleh peneliti dalam melakukan pencatatan data saat melakukan penelitian.

3.5. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari elemen yang memiliki sejumlah karakteristik umum yang terdiri dari bidang-bidang yang ada. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneiliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda alam yang lain, populasi juga bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari tetapi meliputi seluruh Populasi merupakan keseluruhan dari elemen yang memiliki sejumlah karakteristik umum yang terdiri dari bidang-bidang yang ada. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneiliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda alam yang lain, populasi juga bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari tetapi meliputi seluruh

2. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu, Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang dapat diambil dari populasi harus benar- benar representif.

Pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprabability sampling dengan metode sampling purposive . Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama pada setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2011:84). Sedangkan purposive sampling atau judgemental sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu oleh peneliti. Dalam metode ini peneliti menentukan atau menetapkan criteria atau pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel adalah guru SD dan orang tua siswa SD yang ada di Kelurahan Dinoyo. Jumlah guru yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 orang.

N = 5 x jumlah item =5x8 = 40

3.5. Teknik Analisis Analisis Statistik Deskriptif

Skor jawaban responden masing-masing item variabel yang menggambarkan tanggapan responden terhadap setiap item pertanyaan yang diberikan kepada variabel, digunakanlah gambaran untuk mempengaruhi karaktereistik data sebagaimana adanya dengan menyusun distribusi frekuensi menggunakan data kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Masing-masing item variabel berdasarkan skor yang diperoleh, kemudian dianalisis untuk mengungkapkan fenomena dalam setiap variabel sesuai dengan presepsi responden yang nantinya akan digunakan sebagai masukan dalam penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Sumber:https://www.google.co.id/maps/place/Dinoyo,+ Kec.+ Lowokwaru,+ Kota+ Malang,+ J awa+ Timur/@-7.9437514,112.59095,14z/data= !4m2!3m1!1s0x2e788272988e28b5:0x88657 a8f7db91208

Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena iklim dan potensi alam yang dimiliki. Kota Malang terletak di tengah-tengah kabupaten Malang. Secara astronomis kota Malang terletak pada 112.0 6̊ - 112.07̊ Bujur Timur, 7.0 6̊ - 8.02̊ Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang, Sebelah Timur: Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab Malang, Sebelah Selatan: Kec. Tajinan dan Kec. Pakisaji Kab. Malang, Sebelah Barat: Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab. Malang. Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km² dan terbagi dalam 5 wilayah kecamatan, yaitu Kec. Kedungkandang, Kec. Klojen, Kec. Lowokwaru, Kec. Sukun, dan Kec. Blimbing. Kota Malang memiliki ketinggian antara 440-667 meter di atas permukaan Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena iklim dan potensi alam yang dimiliki. Kota Malang terletak di tengah-tengah kabupaten Malang. Secara astronomis kota Malang terletak pada 112.0 6̊ - 112.07̊ Bujur Timur, 7.0 6̊ - 8.02̊ Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang, Sebelah Timur: Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab Malang, Sebelah Selatan: Kec. Tajinan dan Kec. Pakisaji Kab. Malang, Sebelah Barat: Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab. Malang. Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km² dan terbagi dalam 5 wilayah kecamatan, yaitu Kec. Kedungkandang, Kec. Klojen, Kec. Lowokwaru, Kec. Sukun, dan Kec. Blimbing. Kota Malang memiliki ketinggian antara 440-667 meter di atas permukaan

Dinoyo adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Lowokwaru , Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan terpadat di kecamatan Lowokwaru. Di kelurahan Dinoyo terdapat 6 sekolah dasar, antara lain: SDN Dinoyo 1, SDN Dinoyo 2, SDN Dinoyo 3, SDN Dinoyo 4, SDI Wahid Hasyim, dan SD Aisyiah. SDN Dinoyo 1 merupakan yang memiliki jumlah guru terbanyak dibanding sekolah dasar yang lain dengan jumlah 12 orang guru. (Sumber: Malang dalam angka 2007).

4.2. Gambaran Umum Responden

1. Distribusi Jenis Kelamin

DISTRIBUSI JENIS KELAMIN

Gambar 1. Distribusi Jenis Kelamin

Sumber: Olahan Peneliti 2015

Gambar 2. Distribusi Jenis Kelamin

Sumber: Olahan Peneliti 2015 Berdasarkan data yang terdapat pada diagram diatas dapat diketahui bahwa dari

40 responden, sebanyak 29 responden atau sebesar 72,5% adalah berjenis kelamin perempuan. Sementara sisanya berjumlah 11 responden atau sebesar 27,5% adalah berjenis kelamin laki-laki.

2. Distribusi Usia

DISTRIBUSI USIA

Gambar 3. Distribusi Usia

Sumber: Olahan Peneliti 2015 Berdasarkan data yang terdapat pada diagram diatas dapat diketahui bahwa dari

40 responden, responden terdiri dari usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun, 50-

59 tahun dan 60-69 tahun. 15% responden berusia 20-29 tahun, 32% responden berusia 30-39 tahun, 23% berusia 40-49 tahun, 25% berusia 50-59 tahun, dan 5% berusia 60-69 tahun. Kemudian responden berusia 20-29 tahun sebanyak 6 orang, responden berusia 30-39 tahun sebanyak 13 orang, responden berusia 40-49 tahun sebanyak 9 orang, responden berusia 50-59 tahun sebanyak 10 responden, dan responden beusia 60-69 tahun sebanyak 2 orang.

4.3. Penyajian Data

1. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan anak

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada responden dapat diperoleh data tentang item mengetahui bentuk-bentuk kekerasan anak, bahwa dari 40 responden terdapat sebanyak 7 responden atau sebesar 17,5% menjawab tidak, 33 responden atau sebesar 82,5% menjawab ya.

MENGETAHUI BENTUK-BENTUK KEKERASAN

Gambar 4. Mengetahui Bentuk-Bentuk Kekerasan Anak

Sumber: Olahan Peneliti 2015

2. Mengetahui adanya peraturan yang mengatur tentang kekerasan anak

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada responden dapat diperoleh data tentang item mengetahui adanya peraturan yang mengatur tentang kekerasan anak, bahwa dari 40 responden terdapat sebanyak 11 responden atau sebesar 27,5% menjawab tidak, 29 responden atau sebesar 72,5% menjawab ya.

MENGETAHUI ADANYA PERATURAN TENTANG KEKERASAN ANAK

YA TIDAk

Gambar 5. Mengetahui Adanya Peraturan Tentang Kekerasan Anak

Sumber: Olahan Peneliti 2015

3. Mampu menyebutkan contoh dari kekerasan anak

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada responden dapat diperoleh data tentang item mampu menyebutkan contoh dari kekerasan anak, bahwa dari 40 responden terdapat sebanyak 3 responden atau sebesar 7,5% menjawab tidak, 37 responden atau sebesar 92,5% menjawab ya.

MAMPU MENYEBUTKAN CONTOH KEKERASAN ANAK

Gambar 6. Mampu Menyebutkan Contoh Kekerasan Anak

Sumber: Olahan Peneliti 2015

4. Mampu menjelaskan peraturan yang mengatur tentang kekerasan anak

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada responden dapat diperoleh data tentang item mampu menjelaskan peraturan yang mengatur tentang kekerasan anak, bahwa dari 40 responden terdapat sebanyak 26 responden atau sebesar 65,0% menjawab tidak, 14 responden atau sebesar 35,0% menjawab ya.

MAMPU MENJELASKAN PERATURAN YANG MENGATUR TENTANG KEKERASAN ANAK

YA TIDAK

Gambar 7. Mampu Menjelaskan Peraturan yang Mengatur Tentang Kekerasan Anak

Sumber: Olahan Peneliti 2015

5. Mampu menjelaskan ciri-ciri anak yang mangalami tindakan kekerasan

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada responden dapat diperoleh data tentang item mampu menjelaskan ciri-ciri anak yang mengalami tindakan kekerasan, bahwa dari 36 responden terdapat sebanyak 7 responden atau sebesar 17,5% menjawab tidak, 33 responden atau sebesar 82,5% menjawab ya.

MAMPU MENJELASKAN CIRI-CIRI ANAK YANG MENGALAMI TINDAKANN KEKERASAN YA TIDAK

Gambar 8. Mampu Menjelaskan Ciri-Ciri Anak yang Mengalami Tindakan Kekerasan

Sumber: Olahan Peneliti 2015